DEMOKRASI dan PANCASILA
MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Pendidikan Islam
Yang Dibina Oleh Bapak Roviandri, S.Sos.I, M.Pd.I
Disusun Oleh: Kel: 1
MOH. NURUL
HOZAIMAH
MUMTAHINNAH
UMMI
MARDHATILLAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA
ISLAM NEGERI (STAIN) PAMEKASAN
2016
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami penjatkan kehadirat
Allah SWT, yang atas rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan
makalah yang berjudul “Demokrasi dan Pancasila”. Penulisan
makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam mata kuliah
Pendidikan Kewarganegaraan di Sekolah Tinggi Manajemen Laporan.
Dalam Penulisan makalah ini kami
merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi,
mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu, kritik dan saran dari
semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis
menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang
membantu dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada Dosen kami yang
telah memberikan tugas dan petunjuk kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas ini.
Pamekasan, 25 April 2016
Penulis
DAFTAR
ISI
HALAMAN
JUDUL....................................................................................... i
KATA
PENGANTAR..................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang................................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah.............................................................................. 3
C.
Tujuan................................................................................................. 4
D.
Manfaat.............................................................................................. 4
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian Demokrasi Pancasila........................................................ 5
B. Pancasila
sebagai Ideologi.................................................................. 7
C. Prinsip
Pokok Demokrasi Pancasila................................................... 22
D.
Ciri-Ciri Demokrasi Pancasila............................................................ 26
E.
Sistem Pemerintahan Demokrasi Pancasila........................................ 26
F.
Fungsi Demokrasi Pancasila............................................................... 42
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................. 46
B. Saran....................................................................................................... 47
DAFTAR
PUSTAKA...................................................................................... 48
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Semua negara mengakui bahwa demokrasi
sebagai alat ukur dari keabsahan politik. Kehendak rakyat adalah dasar utama
kewenangan pemerintahan menjadi basis tegaknya sistem politik demokrasi.
Demokrasi meletakkan rakyat pada posisi penting, hal ini karena masih memegang
teguh rakyat selaku pemegang kedaulatan. Negara yang tidak memegang demokrasi
disebut negara otoriter. Negara otoriter pun masih mengaku dirinya sebagai
negara demokrasi. Ini menunjukkan bahwa demokrasi itu penting dalam kehidupan
bernegara dan pemerintahan. Sejak merdeka, perjalanan kehidupan demokrasi di
Indonesia telah mengalami pasang surut. Dari Demokrasi Parlementer/Liberal
(1950–1959), Demokrasi Terpimpin (1959–1966) dan Demokrasi Pancasila (1967–1998).
Tiga model demokrasi ini telah memberi kekayaan pengalaman bangsa Indonesia
dalam menerapkan kehidupan demokrasi. Setelah reformasi demokrasi yang
diterapkan di Indonesia semakin diakui oleh dunia luar. Reformasi telah
melahirkan empat orang presiden. Mulai dari BJ Habibie, Abdurrahman Wahid,
Megawati hingga Susilo Bambang Yudhoyono.
Demokrasi
yang diterapkan saat ini masih belum jelas setelah pada masa Presiden Soeharto
dikenal dengan Demokrasi Pancasila. Ir Soekarno dalam buku Di Bawah Bendera Revolusi
(1965) pernah mengungkapkan pendapatnya tentang demokrasi bagi bangsa
Indonesia.“Apakah demokrasi itu? Demokrasi
adalah ’pemerintahan rakyat’. Masyarakat bebas berpendapat dan berorganisasi
dan rakyat juga memilih langsung atau memilih sendiri pemimpinnya. Komisi
negara dibentuk oleh negara. Diperbolehkannya jalur independen atau calon
perseorangan di luar jalur politik mencalonkan diri dalam pemilihan kepala
daerah (pilkada) turut meramaikan kehidupan demokrasi di Indonesia.
Perkembangan demokrasi turut meningkatkan partisipasi politik masyarakat.
Masyarakat boleh mengorganisasikan diri untuk ikut serta dalam proses
pengambilan keputusan. Masyarakat atau rakyat kembali merasakan kebebasan sipil
dan politiknya. Rakyat menikmati kebebasan berpendapat serta rakyat menikmati
kebebasan berorganisasi. Kebebasan sipil bisa dinikmati meskipun di sisi lain
hak sekelompok masyarakat bisa dihilangkan oleh kelompok masyarakat lain. Dalam
kondisi seperti ini, beberapa kalangan menilai penerapan demokrasi di Indonesia
harus dijiwai dengan ideologi atau dasar negara RI yaitu Pancasila. Pancasila
sebagai dasar atau ideologi negara harus diterapkan dalam kehidupan
berdemokrasi.
Pancasila
sebagai konsep diungkapkan Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945 saat
menyampaikan pidatonya yang berisikan konsepsi usul tentang dasar falsafah
negara yang diberi nama dengan Pancasila. Konsepsi usul ini berisi:
1. Kebangsaan Indonesia atau Nasionalisme.
2. Perikemanusiaan atau Internasionalisme.
3. Mufakat atau Demokrasi.
4. Kesejahteraan Sosial.
5. Ketuhanan yang Maha Esa.
Selanjutnya
pada tanggal 22 Juni 1945, sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) mencapai konsensus nasional dan gentlemen
agreement tentang dasar negara Republik Indonesia. Konsensus nasional yang
mendasari dan menjiwai Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 itu dituangkan
dalam suatu naskah yang oleh Mr Muhammad Yamin disebut Piagam Jakarta. Piagam
Jakarta merupakan hasil kompromi tentang dasar negara Indonesia yang dirumuskan
oleh Panitia Sembilan, panitia kecil yang dibentuk oleh BPUPKI, antara umat
Islam dan kaum kebangsaan (nasionalis). Di dalam Piagam Jakarta terdapat lima
butir yang kelak menjadi Pancasila dari lima butir, sebagai berikut :
1.
Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan
syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
2.
Kemanusiaan yang adil dan
beradab
3.
Persatuan Indonesia
4.
Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5.
Keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia
Naskah
Piagam Jakarta ditulis dengan menggunakan ejaan Republik dan ditandatangani
oleh Ir. Soekarno, Mohammad Hatta, A.A. Maramis, Abikoesno Tjokrosoejoso,
Abdulkahar Muzakir, H.A. Salim, Achmad Subardjo, Wahid Hasjim, dan Muhammad
Yamin. Pada saat penyusunan UUD pada Sidang Kedua BPUPKI, Piagam Jakarta
dijadikan Muqaddimah (preambule). Selanjutnya, saat pengesahan UUD ‘45 18
Agustus 1945 oleh PPKI, istilah Muqaddimah diubah menjadi Pembukaan UUD setelah
butir pertama diganti menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa. Perubahan butir pertama
dilakukan oleh Drs. M. Hatta atas usul A.A. Maramis setelah berkonsultasi
dengan Teuku Muhammad Hassan, Kasman Singodimedjo dan Ki Bagus Hadikusumo.
Membaca sejarah pergerakan nasional di Indonesia, perubahan ini nampak bukan
suatu proses dari saat disahkannya Piagam Jakarta hingga menjadi Pembukaan UUD
1945.
Para
wakil rakyat Indonesia ketika itu terbagi atas dua kelompok aliran pemikiran.
Di satu pihak mereka yang mengajukan agar negara itu berdasarkan kebangsaan
tanpa kaitan khas pada ideologi keagamaan. Di pihak lain, mereka yang
mengajukan Islam sebagai dasar negara. Mengingat Indonesia adalah bangsa yang
majemuk, maka kata–kata “menjalankan
syariat Islam bagi pemeluk– pemeluknya“ di ganti dengan kalimat “Ketuhanan Yang Maha Esa“. Hal ini
terjadi karena setelah ada protes dari perwakilan Indonesia bagian timur yang
mayoritas adalah non muslim. Hal ini membuktikan bahwa bangsa Indonesia adalah
bangsa yang memiliki rasa tenggang rasa yang besar dan saling menghormati satu
sama lain dan mengutamakan kepentingan bersama/umum dari pada kepentingan
pribadi/golongan. Maka itulah yang dinamakan Demokrasi Pancasila.
B. Perumusan
Masalah
Adapun
yang menjadi fokus permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1. Apa
pengertian dari demokrasi itu ?
2. Apa
pengertian dari demokrasi Pancasila ?
3. Bagaimana
perkembangan demokrasi di Indonesia ?
4. Bagaimana
implementasi demokrasi Pancasila sebagai perwujudan kedaulatan rakyat di Era
Reformasi ?
C. Tujuan
Adapun
tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk
mengetahui hakekat demokrasi
2. Agar
lebih menghayati demokrasi Pancasila
3. Untuk
mengetahui perkembangan demokrasi di Indonesia
4. Agar
dapat mengimplementasikan demokrasi Pancasila secara benar di Era Reformasi
seperti sekarang ini
D. Manfaat
Tujuan
Demokrasi Pancasila adalah untuk menetapkan bagaimana bangsa Indonesia mengatur
hidup dan sikap berdemokrasi seharusnya. Dan menjadikan semua teratur tanpa
terjadi hal–hal yang melewati batas norma kesopanan. Jadi jelas bahwa pendidikan
Pancasila selalu diajarkan di setiap tingkat pendidikan mulai dari SD, SMP,
SMA/SMK agar kita menjadi manusia yang demokrasi yang selalu menghargai
pemdapat orang lain, tenggang rasa dan bertanggung jawab dalam menjadi warga
negara yang baik.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Demokrasi
Pancasila
Istilah “demokrasi” berasal dari Yunani
Kuno yang diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya
dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum
demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan
waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan
perkembangan sistem “demokrasi” di
banyak nagara.
Kata “demokrasi” berasal dari dua kata,
yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan,
sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita
kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep
demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal
ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator
perkembangan politik suatu negara. Menurut Wikipedia Indonesia, demokrasi
adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya
mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warga negara) atas negara untuk
dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.
Demokrasi
yang dianut di Indonesia yaitu demokrasi berdasarkan Pancasila, masih dalam
taraf perkembangan dan mengenai sifat-sifat dan ciri-cirinya terdapat berbagai
tafsiran serta pandangan. Tetapi yang tidak dapat disangkal ialah bahwa
beberapa nilai pokok dari demokrasi konstitusionil cukup jelas tersirat di
dalam Undang Undang Dasar 1945. Selain dari itu Undang-Undang Dasar kita
menyebut secara eksplisit dua prinsip yang menjiwai naskah itu dan yang
dicantumkan dalam penjelasan mengenai Sistem Pemerintahan Negara, yaitu:
1. Indonesia
ialah negara yang berdasarkan atas hukum (Rechstaat).
Negara
Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechstaat), tidak berdasarkan kekuasaan
belaka (Machstaat).
2. Sistem
Konstitusionil
Pemerintahan
berdasarkan atas Sistem Konstitusi (Hukum Dasar), tidak bersifat Absolutisme
(kekuasaan yang tidak terbatas).
Berdasarkan dua istilah Rechstaat dan sistem
konstitusi, maka jelaslah bahwa demokrasi yang menjadi dasar dari Undang-Undang
Dasar 1945, ialah demokrasi konstitusionil. Di samping itu corak khas demokrasi
Indonesia, yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan, dimuat dalam Pembukaan UUD. Dengan demikian
demokrasi Indonesia mengandung arti di samping nilai umum, dituntut nilai-nilai
khusus seperti nilai-nilai yang memberikan pedoman tingkah laku manusia
Indonesia dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, sesama manusia, tanah
air dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, pemerintah dan masyarakat, usaha
dan krida manusia dalam mengolah lingkungan hidup. Pengertian lain dari
demokrasi Indonesia adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan perwakilan, yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia dan bertujuan untuk
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (demokrasi pancasila). Pengertian
tersebut pada dasarnya merujuk kepada ucapan Abraham Lincoln, mantan presiden Amerika
Serikat yang menyatakan bahwa demokrasi suatu pemerintahan dari rakyat, oleh
rakyat dan untuk rakyat.
Menurut
konsep demokrasi, kekuasaan menyiratkan arti politik dan pemerintahan,
sedangkan rakyat beserta warga masyarakat didefinisikan sebagai warga negara.
Kenyataannya, baik dari segi konsep maupun praktik, demos menyiratkan makna
diskriminatif. Demos bukan untuk rakyat keseluruhan, tetapi populus tertentu,
yaitu mereka yang berdasarkan tradisi atau kesepakatan formal memiliki hak
preogratif forarytif dalam proses pengambilan/pembuatan keputusan menyangkut
urusan publik atau menjadi wakil terpilih, wakil terpilih juga tidak mampu
mewakili aspirasi yang memilihnya. (Idris
Israil, 2005:51)
Secara
ringkas, demokrasi Pancasila memiliki beberapa pengertian sebagai berikut:
1. Demokrasi
Pancasila adalah demokrasi yang berdasarkan kekeluargaan dan gotong-royong yang
ditujukan kepada kesejahteraan rakyat, yang mengandung unsur-unsur berkesadaran
religius, berdasarkan kebenaran, kecintaan dan budi pekerti luhur,
berkepribadian Indonesia dan berkesinambungan.
2. Dalam
demokrasi Pancasila, sistem pengorganisasian negara dilakukan oleh rakyat
sendiri atau dengan persetujuan rakyat.
3. Dalam
demokrasi Pancasila kebebasan individu tidak bersifat mutlak, tetapi harus
diselaraskan dengan tanggung jawab sosial.
4. Dalam
demokrasi Pancasila, keuniversalan cita-cita demokrasi dipadukan dengan
cita-cita hidup bangsa Indonesia yang dijiwai oleh semangat kekeluargaan, sehingga
tidak ada dominasi mayoritas atau minoritas.
B. Pancasila sebagai
Ideologi
1.
Pengertian
tentang ideology
Istilah
“Ideologi”berasal dari kata “ideo” (cita-cita) dan “logy” (pengetahuan, ilmu
faham). Menurut W. White definisi Ideologi ialah sebagai berikut:“The sum of
political ideas of doctrines of distinguishable class of group of people”(ideologi
ialah soal cita-cita politik atau dotrin (ajaran) dari suatu lapisan masyarakat
atau sekelompok manusia yang dapat dibeda-bedakan). Sedangkan menurut pendapat
Harold H Titus definisi ideologi ialah sebagai berikut : “A term used for any
group of ideas concerning various politicaland economic issues and social
philosophies often appliedto a systematic schema of ideas held by group
classes” (suatu istilah yang dipergunakan untuk sekelompok cita-cita mengenai
berbagai macam masalah politik dan ekonomi serta filsafat sosial yang sering
dilaksanakan bagi suatu rencana yang sistematik tentang cita-cita yang
dijalanakan oleh sekelompok atau lapisan masyarakat). (Drs Ismaun, pancasila
sebagai dasar filsafat atau ideologi negara republik Indonesia dalam Heri
Anwari Ais, Bunga Rampai filsafat pancasila, 1985:37).“The term “isme” something
used for these system of thought” (istilah isme/aliran kadang-kadang dipakai
untuk system pemikiran ini.
Dalam
pengertian ideologi negara itu termasuk dalam golongan ilmu pengetahuan sosial,
dan tepatnya pada digolongkan kedalam ilmu politik (political sciences) sebagai
anak cabangnya. Untuk memahami tentang ideologi ini, maka kita menjamin
disiplin ilmu politik.
Didalam
ilmu politik, pengertian ideologi dikenal dua pengertian, yaitu: Pertama,
pengertian secara fungsional dan Kedua, pengertian secara structural Ideologi
dalam pengertian secara fungsional adalah ideologi diartikan seperangkat
gagasan tentang kebaikan bersama atau tentang masyarakat dan negara yang
dianggap paling baik. Sedangkan pengertian ideologi secara structural adalah
ideology diartikan sebagai system pembenaran, seperti gagasan dan formula
politik atas setiap kebijakan dan tindakan yang diambil oleh penguasa. Lebih
lanjut ideologi dalam arti fungsional secara tipologi dapat dibagi dua tipe, yaitu
ideologi yang bertipe doktriner dan ideology yang bertipe pragmatis.
Suatu ideologi digolongkan doktriner apabila
ajaran-ajaran yang terkandung dalam ideologi itu dirumuskan secara sistematis
dan terinci dengan jelas, diindotrinasikan kepada warga masyarakat, dan
pelaksanaanya diawasi secara ketat oleh aparat partai atau aparat pemerintah,
komunisme merupakan salah satu contohnya.
Suatu
ideology digolongkan pada tipe pragmatis, ketika ajaran – ajaran yag terkandung
dalam ideology tersebut tidak dirumuskan secara sistematis dan terinci,
melainkan dirumuskan secara umum (prinsup-prinsipnya saja). Dalam hal ini,
ideology itu tidak diindoktrinasikan, tetapi disosisalisasikan secara
fungsional melalui kehidupan keluarga, sistem pendidikan, sistem ekonomi,
kehidupan agama dan sistem politik. Individualisme (liberalisme) merupakan
salah satu contoh ideology pragmatis.
Untuk
memahami lebih dalam lagi contoh-contoh ideology, maka berikut ini kita mencoba
mengenal pijakan pemahaman terhadap empat ideology yang kita kenal dalam wacana
politik, yaitu:
Pertama, liberalism
Kedua, konservatisme
Ketiga, sosialisme dan komonisme
Keempat, fasisme.
2.
Ideologi-ideologi Dunia
2.1 Liberalisme
Liberalisme
tumbuh dari konstek masyarakat Eropa pada abad pertengahan feudal, dimana
sistem sosial ekonomi dikuasai oleh kaum aristrokasi feodal dan menindas
hak-hak individu. Liberalisme tidak diciptakan oleh golongan pedagang dan
industri, melainkan diciptakan oleh golongan intelektual yang digerakan oleh
keresahan ilmiah (rasa ingin tahu da keinginan untuk mencari pengetahuan yang
baru) dan artistic umum pada zaman itu.
Ciri-ciri
ideology libertalisme sebagai berikut :
Pertama, demokrasi merupakan bentuk
pemerintahan yang lebih baik,
Kedua, anggota masyarakat memiliki
kebebasan intelektual penuh, termasuk kebebasan berbicara
Ketiga, pemerintah hanya mengatur
kehidupan masyarakat secara terbatas. Keputusan yang dibuat hanya sedikit untuk
rakyat sehingga rakyat dapat belajar membuat keputusan untuk diri sendiri.
Keempat, kekuasaan dari seseorang
terhadap orang lain merupakan hal yang buruk. Oleh karena itu pemerintahan
dijalankan sedemikian rupa sehingga penyalahgunaan kekuasaan dapat dicegah.
Kelima, suatu masyarakat dikatakan
berbahagia apabila setiap individu atau sebagian terbesar individu berbahagia,
kalau masyarakat secara keseluruhan berbahagia, kebahagiaan sebagian besar
individu belum tentu maksimal.
2.2 Konservatisme
Ketika
liberalisme menggoncang struktur masyarakat feudal yang mapan, golongan feudal
berusaha mencari ideology tandingan untuk menghadapi kekuasaan persuasive
liberalisme. Dari sinilah muncul ideology konservatisme sebagai reaksi atas
paham liberalisme.
Paham
konservatisme itu ditanda dengan gejala-gejala sebagai berikut :
Pertama, masyarakat yang terbaik
adalah masyarakat yang tertata. Masyarakat harus memiliki struktur (tata) yang
stabil sehingga setiap orang mengetahui bagaimana ia harus berhubungan dengan
orang lain.seseorang akan lebih memperoleh kebahagiaansebagai anggota suatu
keluarga anggota gereja daan anggota masyarakat daripada yang dapat diperoleh
secara individual.
Kedua, untuk menciptakan
masyarakat yang tertata dan stabil diperlukan suatu pemerintah yang memiliki
kekuasaan yang mengikat tetapi bertanggung jawab. Paam konservatif berpandangan
pengatura yang tepat atas kekuasaan akan menjamin perlakuan yang samaterhadap
setiap orang.
Ketiga, paham ini menekankan
tanggung jawab pada pihak penguasa dalam masyarakat untuk membantu pihak yang
lemah. Posisi ini bertentangan dengan pahamliberal yang berpandangan pihak yang
lemah harus bertanggung jawab atas urusan dan hidupnya. Sisi konservatif inilah
yang menimbulkan untuk pertama kali negara keseahteraan (welfare state) dengan
program-program jaminan sosial bagi yang berpenghasilan rendah.
Ciri
lain yang membedakan antara liberalisme dan konservatisme adalah menyangkut
hubungan ekonomi dengan negara lain. Paham konservatif tidak menghendaki
pengaturan ekonomi (proteksi), melainkan menganut paham ekonomi internasional
yang bebas (persaingan bebas), sedangkan paham liberal cenderung mendukung
pengaturan ekonomi internasional sepanjang hal itu membantu buruh, konsumen dan
golongan menengah domestik.
2.3 Sosialisme dan komunisme
Sosialisme
merupakan reaksi terhadap revolusi industri dan akibat-akibatnya. Awal
sosialisme yang muncul pada bagian pertama abad ke-19 dikenal sosialis utopia.
Sosialisme ini lebih didasarkan pada pandangan kemanusiaan (humanitarian), dan
meyakini kesempurnaan watak manusia. Penganut paham ini berharap dapat
menciptakan masyarakat sosialis yang dicita-citakan dengan kejernihan dan
kejelasan argumen, bukan dengan cara-cara kekerasan dan revolusi. Sedang paham
komunisme berkeyakinan perubahan system kapitalis harus dicapai dengan
revolusi, dan pemerintahan oleh dictator proletariat sangat diperlukan pada
masa transisi. Dalam masa transisi dengan bantuan negara dibawah dictator
proletariat, seluruh hak milik pribadi dihapuskan dan diambil untuk selanjutnya
berada pada kontrol negara.
Perbedaan
sosialisme dan komunisme terletak pada sarana yang digunakan untuk mengubah
kapitalisme menjadi sosialisme. Paham sosialis berkeyakinan perubahan dapat dan
seyogyanya dilakukan dengan cara-cara damai dan demokratis.
2.4 Fasisme
Fasisme
merupakan tipe nasionalisme yang romantis dengan segala kemegahan upacara dan
symbol-simbol yang mendukungnya untuk mencapai kebesaran negara. Hal itu
akan dapat dicapai apabila terdapat seorang pemimpin kharismatis sebagai symbol
kebesaran negara yang didukung oleh massa rakyat.. dukungan massa yang fanatik
ini tercipta berkat indoktrinasi, slogan-slogan dan symbol-simbol yang
ditanamkan sang pemimpin besar dan aparatnya. Fasisme ini pernah diterapkan di Jerman
(Hitler), Jepang, Italia (Mossolini), dan Spanyol. Dewasa ini pemikiran fasisme
cenderung muncul sebagai kekuatan reaksioner (right wing) dinegara-negara maju,
seperti skin ilead dan kluk-kluk klan di Amerika Serikat yang berusaha mencapai
dan mempertahankan supremasi kulit putih.
1. 2.
Pengertian
tentang reformasi
Makna
serta pengertian reformasi dewasa ini banyak disalah artikan sehingga gerakan
masyarakat yang melakukan perubahan yang mengatasnamakan gerakan reformasi juga
tidak sesuai dengan gerakan reformasi itu sendiri. Hal ini terbukti dengan
maraknya gerakan masyarakat dengan mengatasnamakan gerakan reformasi, melakukan
kegiatan yang tidak sesuai dengan makna reformasi itu sendiri, misalnya dengan
pemaksaan kehendak dengan menduduki kantor suatu instansi atau lembaga baik
negeri atau swasta, dan tindakan lain yang justru tidak mencerminkan sebagai
reformis. Makna “reformasi” secara etimologis berasal dari kata “reformation”
dengan akar kata “reform” yang secara semantic bermakna “make or become better
by removing or putting right what is bad or wrong” (oxford advanced leaner’s
dictionary of current English, 1980, dalam Wibisono 1998:1).
Secara
harfiah reformasi memiliki makna : suatu gerakan untuk memformat ulang, menata
ulang atau menata kembali hal-hal yang menyimpang untuk dikembalikan pada
format atau bentuk semula sesuai dengan nilai-nilai ideal yang dicita-citakan
rakyat(Riswanda, 1998).
Oleh
karena itu suatu gerakan reformasi memiliki kondisi syarat-syarat sebagai
berikut :
Pertama, suatu gerakan reformasi
dilakukan karena adanya suatu penyimpangan-penyimpangan. Masa pemerintahan ORBA
banyak terjadi suatu penyimpangan – penyimpangan, misalnya asas kekeluargaan
menjadi “nepotisme” kolusi dan korupsi yang tidak sesuai dengan makna dan
semangat pembukaan UUD 1945 serta batang tubuh UUD 1945.
Kedua, suatu gerakan reformasi
dilakukan harus dengan suatu cita-cita yang jelas (landasan ideologis)
tertentu, dalam hal ini pancasila sebagai ideology bangsa dan negara Indonesia.
Jadi reformasi pada prinsipnya suatu gerakan untuk mengembalikan pada dasar
nilai-nilai sebagaimana dicita-citakan oleh bangsa Indonesia. Tanpa landasan
visi dan misi ideology yang jelas maka gerakan reformasi akan mengarah
anarkisme, disintegrasi bangsa dan akhirnya jatuh pada kehancuran bangsa dan
negara Indonesia, sebagaimana yang telah terjadi di Uni Soviet dan Yugoslavia.
Ketiga, suatu gerakan reformasi
dilakukan dengan berdasar pada suatu acuan reformasi. Reformasi pada prinsipnya
gerakan untuk mengadakan suatu perubahan untuk mengembalikan pada suatu tatanan
structural yang ada, karena adanya suatu penyimpangan. Maka reformasi akan
mengembalikan pada dasar serta sistem negara demokrasi, bahwa kedaulatan adalah
ditangan rakyat sebagaimana terkandung dalam pasal 1 ayat (2) UUD 1945.
Reformasi harus mengembalikan dan melakukan perubahan ke arah sistem negara
hukum dalam arti yang sebenarnya sebagaimana terkandung dalam penjelasan UUD
1945, yaitu harus adanya perlindungan hak-hak asasi manusia, peradilan yang
bebas dari pengaruh penguasa, serta legalitas dalam arti hukum. Oleh karena itu
reformasi itu sendiri harus berdasarkan pada kerangka hukum yang jelas. Selain
itu reformasi harus diarahkan pada suatu perubahan ke arah transparasi dalam
setiap kebijaksanaan dalam penyelenggaraan negara karena hal ini sebagai
manesfestasi bahwa rakyatlah sebagai asal mula kekuasaan negara dan rakyatlah
segaa aspek kegiatan negara. Atau dengan prinsip, bahwa “Tiada Reformasi dan
Demokrasi tanpa supremasi hukum dan tiada supremasi hukum tanpa reformasi dan
demokrasi”.
Keempat, Reformasi diakukan ke arah
suatu perubahan kearah kondisi serta keadaan yang lebih baik dalam segala
aspeknya antara lain bidang politik, ekonomi, sosial budaya, serta kehidupan
keagamaan. Dengan lain perkataan reformasi harus dilakukan ke arah peningkatan
harkat dan martabat rakyat Indonesia sebagai manusia democrat, egaliter dan
manusiawi.
Kelima, Reformasi dilakukan dengan
suatu dasar moral dan etik sebagai manusia yang berketuhanan yang maha esa,
serta terjaminnya persatuan dan kesatuan bangsa.
Atas
dasar lima syarat-syarat di atas, maka gerakan reformasi harus tetap diletakkan
dalam kerangka perspektif pancasila sebagai landasan cita-cita dan ideology,
sebab tanpa adanya suatu dasar nilai yang jelas, maka reformasi akan mengarah
kepada disintegrasi, anarkisme, brutalisme, dengan demikian hakekat reformasi
itu adalah keberanian moral untuk membenahi yang masih terbengkalai, meluruskan
yang bengkok, mengadakan koreksi dan penyegaran secara terus-menerus, secara
gradual, beradab dan santun dalam koridor konstitusional dan atas pijakan/tatanan
yang berdasarkan pada moral religius.
1. 3.
Pancasila
sebagai ideologi terbuka
pancasila
sebgaai filsafat bangsa/negara dihubungkan dengan fungsinya sebagai dasar
negara, yang merupakan lndasan ideal bangsa Indonesia dan negara republik
Indonesia dapat disebut pula sebagai ideologi nasional atau disebut juga
sebagai ideologi negara. Artinya pancasila merupakan ideologi yang dianut oleh
negara (penyelenggaraan negara dan rakyat) Indonesia secara keseluruhan, bukan
milik atau monopoli seseorang atau sekelompok orang, disamping masih adanya
beberapa ideologi yang dianut oleh masyarakat Indonesia yang lain, sepanjang tidak
bertentangan dengan ideologi negara, sebab Pancasila merupakan kristalisasi
nilai-nilai kebenaran yang telah dipilih oleh para pendiri negara ini, yang
mana lima dasar atau lima silanya merupakan satu rangkaian kesatuan yang tidak
terpisahkan walaupun terbedakan sebagai dasar dan ideologi pemersatu.
sebagai suatu rumusan dasar filsafat Negara atau dalam kedudukan sebagai ideologi negara yang dikandung oleh pembukaan UUD 1945 ialah pancasila. Rumusan pancasila itu dapat pula disebut sebagai rumusan dasar cita negara (staatidee) dan sekaligus dasar dari cita hokum (rechtidee) negara republik Indonesia.
sebagai suatu rumusan dasar filsafat Negara atau dalam kedudukan sebagai ideologi negara yang dikandung oleh pembukaan UUD 1945 ialah pancasila. Rumusan pancasila itu dapat pula disebut sebagai rumusan dasar cita negara (staatidee) dan sekaligus dasar dari cita hokum (rechtidee) negara republik Indonesia.
Sebagai
cita negara, ia dirumuskan berdasarkan cita yang hidup di dalam masyarakat
(volksgeemenshapidee) yang telah ada sebelum negara itu didirikan. Memang sebelum
negara republik Indonesia berdiri, masyarakatnya telah ada sejak berabad-abad
silam. Terbentuknya suatu masyarakat pada umumnya terjadi secara alamiah.
Masyarakat itu kemudian mengembangkan citanya sendiri, yang berisi cita-cita,
harapan-harapan, keinginan-keinginan, norma-norma dan bentuk-bentuk ideal
masyarakat yang dicita-citakannya. Cita negara dirumuskan berdasarkan cita yang
hidup dalam masyarakat tadi sebagai hasil refleksi filosofis.
Pertanyaan
yang mendasar dan ilmiah adalah Apakah pancasila itu sebagai Ideologi? dan jika
sebagai ideologi apakah sebagai ideologi tertutup atau ideologi terbuka dan
dimana letak terbukanya?
Secara
wacana akademik istilah ideologi pada awalnya digunakan oleh seorang filsuf
Prancis, ANTOINE DESTUTT DE TRACY, yang diartikannya “ilmu pengetahuan mengenai
gagasan-gagasan (science of ideas). Istilah ini mula-mula mengandung konotasi
politik karena penggunaanyaberhubungan dengan epistemologi ilmu pengetahuan.
Dalam
sejarahnya istilah ideologi baru berhubungan dengan kehidupan politik setelah
Napoleon Bonaparte dari Prancis menamakan semua orang yang menentang
gagasan-gagasan “patriotic” yang dikemukakannya sebagai kaum “ideologis”. Bagi
Napoleon, ideologi adalah pemikiran-pemikiran khayali kaum idealis yang
menghalang-halangi pencapaian tujuan-tujuan revolusioner. Istilah ini semakin
popular pada abad pertengahan ke 19 setelah KARL MARX menerbitkan buku German
Ideology. Menurut ideologi hanyalah kesadaran yang palsu, ideologi adalah
kesadaran sebuah kelas sosial dan ekonomi dalam masyarakat demi mempertahankan
kepentingan-kepentingan mereka.
Dan
sejarah mencatat, berbagai akibat yang ditimbulkan oleh ideologi KARL MARX,
sejak kemenangan revolusi kaum Bolsjevik di Rusia pada tahun 1926 sampai masa
keruntuhan komunisme pada tahun-tahun belakangan ini. Kajian komprehensif dari
segi sosiologi pengetahuan mengenai ideologi dipelopori oleh KARL MANNHEIM. Tokoh
ini menerima dasar pemikiran Karl Max bahwa ideologi adalah “kesadaran kelas”.
Mann Heim membuat dua kategori ideologi, yaitu:
1. Ideologi yang bersifat
particular
2. Ideologi yang bersifat
menyeluruh.
Pada
kategori pertama dimaksudkannya sebagai
keyakinan-keyakinan yang tersusun secara sistimatis dan terkait erat dengan
kepentingan suatu kelas sosial dalam masyaraka. Sedangkan pada kategori kedua diartikannya sebagai suatu system
pemikiran yang menyeluruh mengenai semua aspek kehidupan sosial. Ideologi dalam
kategori kedua ini bercita-cita melakukan transformasi sosial secara
besar-besaran menuju bentuk tertentu. Jadi Mann Heim menganggap ideologi pada
kategori kedua ini tetap berada dalam batas-batas yang realistic dan berbeda
dengan “utopia” yang hanya berisi gagasan-gagasan besar yang hampir tidak
mungkin dapat diwujudkan.
Pertanyaannya
adalah apakah pancasila adalah ideologi dalam kategori pertama atau pada
ideologi pada kategori kedua?
Bagi
bangsa Indonesia ideologi tentu bukan kesadaran sebuah kelas sebagaimana
dipahami KARL MARX. Cara pandang kenegaraan bangsa Indonesia menolak penggunaan
analisis kelas karena negara diciptakan untuk semua. Negara mengatasi paham golongan
dan paham perseorangan, demikian ditegaskan dalam penjelasan umum UUD 1945,
jadi ideologi negara dimaksudkan untuk mengatasi kemungkinan adanya paham
golongan-golongan di dalam masyarakat karena keberadaan golongan-golongan
itupun diakui oleh ketentuan pasal 2 UUD 1945. penjelasan atas pasal ini
menerangkan bahwa yang dimaksud dengan golongan-golongan ialah badan-badan
seperti koperasi, serikat sekerja, dan badan-badan kolektif lain.
Dengan
demikian dari dua kategori ideologi yang dikemukakan oleh Mann Heim di atas,
ideologi pancasila dapat digolongkan sebagai ideologi menyeluruh. Memang lima
sila didalam pancasila itu mengandung ciri universal sehingga mungkin saja ia
ditemukan dalam gagasan berbagai masyarakat dan bangsa di dunia. Letak kekhasan
dan orsinilitasnya sebagai dasar filsafat dan ideologi negara republik
Indonesia ialah, kelima sila itu digabungkan dalam kesatuan yang integrative,
bulat dan utuh.
Dan
sebagai ideologi bersifat menyeluruh, karena pancasila yang dirumuskan dalam
pembukaan UUD 1945 pada alinea keempat itu, ditafsirkan secara otentik oleh
konstitusi/UUD 1945 dalam pokok-pokok pikiran pembukaan UUD 1945, oleh karena
pancasila sebagai ideologi juga didalamnya sekaligus sebagai cita hukum,
artinya pancasila membimbing arah pembentukan hukum dalam masyarakat.
Sebagai
norma-norma mendasar (staatfundamentalnorm) rumusan pancasila bukan rumusan
hukum yang bersifat operasional yang pelaksanaanya dikenakan sanksi. Untuk
membuat operasiaonal, negara membentuk berbagai peringkat peraturan
perundang-undangan.
Penyelenggara negara dalam mengoperasionalkan
ideologi pancasila, maka harus mengacu kepada penafsiran otentik dari
pancasila, dan telah menjadi kesepakatan para ahli hukum Indonesia, bahwa
pokok-pokok pikiran dalam penjelasan umum pembukaan UUD 1945 adalah tafsir
otentik dari pancasila yang dirumuskan atas dasar kesepakatan pendiri negara
dan itulah yang kemudian kita sebut PARADIGMA PANCASILA. Kemudian dimana letak
terbukanya sebagai ideologi, hal ini dapat ditelusuri dari pernyataan dalam
penjelasan umum, bahwa kita harus ingat dengan dinamika negara dan jangan
terlalu cepat membuat kristalisasi terhadap pikiran-pikiran yang mudah berubah.
Contoh
yang paling jelas adalah tentang konsep negara hukum yang dianut oleh negara
republik Indonesia didalam kontitusinya didasari dengan satu paradigma yaitu
dengan suatu prinsip “semangat para penyelenggara negara itu baik, maka baiklah
segalanya”. Bagaimana pijakan berpikirnya, penjelasan UUD 1945 menegaskan bahwa
negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa bermakna bahwa para penyelenggara
negara berkewajiban “memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur”. Kepatuhan
terhadap norma-norma moral berbeda dengan kepatuhan terhadap norma-norma hukum,
karena sangat bergantung pada keinsafan batin setiap individu dan adanya
kontrol yang kuat dari masyarakat. Inilah yang dimaksud dengan istilah
“semangat para penyelenggara Negara”.
Keberadaan lembaga kontrol yang terdiri dari
masyarakat, para cendikiawan, ulama, tokoh-tokoh masyarakat, dan kalangan pers
menjadi sangat penting untuk “mengawasi”, perilaku para lagislator dalam
merumuskan norma-norma hukum, maupun prilaku para penyelenggara negara.
Oleh
karena itu di era reformasi ini, pancasila sebenarnya dapat dijadikan paradigma
reformasi, apabila keberadaaan civil society yang kuat dan berprilaku democrat,
egaliter dan manusiawi. Civil society adalah elemen kunci dalam menentukan
terwujudnya masyarakat demokratis yang efektif. Civil society mungkin ada tanpa
demokrasi, tetapi demokrasi tidak bias ada tanpa civil society yang kuat.
Salah
satu parameter civil society yang kuat adalah adanya gerakan masyarakat
terhadap tegaknya supremasi hukum didalam negara demokrasi yang sekaligus
negara hukum.
Pertanyaanya
adalah dapatkah pancasila sebagai paradigma reformasi hukum? Jawaban atas
pertanyaan ini adalah tergantung pemahaman penyelenggara negara dan pemerintah
terhadap konsep negara hukum menurut paradigma UUD 1945.
1. 4.
Supremasi
Hukum dalam konsep negara hukum “pancasila”
Berbicara
tentang supremasi hukum, kita harus berbicara tentang masyarakat dimana hukum
itu berlaku baik yang disebut masyarakat nasional maupun internasional.
Supremasi hukum didalam masyarakat nasional kita karena didalamnya ada aturan
yang disebut hukum. Secara sederhana kita dapat mendefinisikan hukum sebagai
aturan tentang tingkah laku manusia dimasyarakat tertentu. Aturan yang disebut
hukum tadi akan terkait dengan tindakan manusia atau tingkah laku manusia
didalam suatu masyarakat nasional yang mempunyai berbagai macam aspek atau
bidang, didalamnya ada bidang politik, bidang ekonomi, bidang sosial, bidang
budaya, pendidikan dan juga keamanan. Didalam berbagai bidang itulah manusia
melakukan tingkah laku dan manusia satu dengan yang lain melakukan interaksi
dan interaksi itu berjalan secara tertib, maka dibutuhkan aturan yang disebut
hukum. Oleh karena itu ketika kita akan berbicara tentang supremasi hukum maka
timbul beberapa pertanyaan yang perlu mendapat jawaban secara jelas yaitu apa
dimaksud dengan supremasi hukum, untuk apa supremasi hukum itu ditegakkan dan
bagaimana caranya supremasi hukum itu bisa diwujudkan. Tetapi kita pertanyaan
tadi dialam kehidupan masyarakat nasional pada akhirnya bermuara kepada apa
yang disebut terwujudnya negara hukum.
Ketika
kita berbicara tentang negara hukum yang disebut supremasi hukum itu tentu saja
tidak akan lepas dari konsepsi dasar yang dipakai sebagai landasan untuk
menciptakan sebuah negara nasional yang pada tataran kenegaraan dan hukum
tertinggi disebut konstitusi atau Undang-undang dasar. Ini merupakan dasar yang
bersifat universal yang berlaku pada tiap-tiap negara. Oleh karena itu ketika
kita harus berbicara secara kongkrit tentang supremasi hukum di Indonesia pada
umumnya dan khususnya Kalimantan Barat pada khususnya, kita tidak bisa lain
kecuali kembali harus melihat kembali kepada konstitusi atau UUD 1945 sebagai
hukum dasar tertulis yang berlaku seluruh republik Indonesia.
Jika berbicara dalam tataran koridor konstitusional, maka persoalan supremasi hukum yang hanya mungkin terwujud didalam sebuah masyarakat nasional yang disebut negara hukum konstitusional, yaitu suatu negara dimana setiap tindakan dari penyelenggara negara : pemerintah dan segenap alat perlengkapan negara di pusat dan didaerah terhadap rakyatnya harus berdasarkan atas hukum-hukum yang berlaku yang ditentukan oleh rakyat / wakilnya didalam badan perwakilan rakyat. Dan dalam wacana politik modern, maka dalam paktek negara demokrasi dengan sendirinya negara hukum. Sesuai prinsip kedaulatan rakyat yang ada, didalam negara demokrasi hukum dibuat untuk melindungi hak-hak azasi manusia warga negara, melindungi mereka dari tindakan diluar ketentuan hukum dan untuk mewujudkan tertib sosial dan kepastian hukum serta keadilan sehingga proses politik berjalan secara damai sesuai koridor hokum/konstitusional.
Jika berbicara dalam tataran koridor konstitusional, maka persoalan supremasi hukum yang hanya mungkin terwujud didalam sebuah masyarakat nasional yang disebut negara hukum konstitusional, yaitu suatu negara dimana setiap tindakan dari penyelenggara negara : pemerintah dan segenap alat perlengkapan negara di pusat dan didaerah terhadap rakyatnya harus berdasarkan atas hukum-hukum yang berlaku yang ditentukan oleh rakyat / wakilnya didalam badan perwakilan rakyat. Dan dalam wacana politik modern, maka dalam paktek negara demokrasi dengan sendirinya negara hukum. Sesuai prinsip kedaulatan rakyat yang ada, didalam negara demokrasi hukum dibuat untuk melindungi hak-hak azasi manusia warga negara, melindungi mereka dari tindakan diluar ketentuan hukum dan untuk mewujudkan tertib sosial dan kepastian hukum serta keadilan sehingga proses politik berjalan secara damai sesuai koridor hokum/konstitusional.
UUD
1945 sebenarnya telah mempunyai ukuran-ukuran dasar yang bisa dipakai untuk
mewujudkan negara hukum dimana supremasi hukum akan diwujudkan.
Kalau
kita pelajari UUD 1945 dengan seksama ada sebuah kalimat dalam kaitan dengan
apa disebut negara hukum yang secara jelas disebutkan bahwa “Indonesia adalah
negara berdasar atas negara hukum, tidak berdasar atas kekuasaan belaka” ini
sebenarnya Grundnorm yang telah diberikan oleh Fonding father yang membangun
negara ini. Bagaimana kita akan menyusun negara hukum, bagaimana negara hukum
itu akan diarahkan, dalam arti untuk apa kita wujudkan negara hukum ini,
sekaligus dituntut untuk menegakkan hukum sebagai salah satu piranti yang bisa
dipergunakan secara tepat didalam mewujudkan keinginan atau cita-cita bangsa.
Formula UUD 1945 tersebut mengandung pengertian dasar bahwa didalam negara yang
dibangun oleh rakyat Indonesia ini sebenarnya diakui adanya dua faktor
yangterkait dalam mwujudkan negara hukum, yaitu satu factor hukum dan yang
kedua factor kekuasaan. Artinya hukum tidak bisa ditegakkan inkonkreto dalam
kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat tanpa adanya kekuasaan dan
dimanesfestasikan pada adanya apa yang UUD disebut.
Kata
penyelenggara negara di bidang Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif. Sebaliknya
pembentukan kekuasaan dan penggunaan kekuasaan sama sekali tidak boleh
meninggalkan factor hukum tersebut oleh karena hukum yang berupa Grundnorm
dalam UUD 1945 ini memberikan dasar terhadap terbentuknya kekuasaan yaitu
kedaulatan rakyat. Artinya rakyat yang berdaulat bukan negara yang berdaulat
dan hukum juga memberikan dasar terhadap penggunaan kekuasaan tersebut hingga
penggunaan kekuasaan yang ada pada negara tidak boleh diterapkan semena-mena
tanpa ada dasar hukumnya yang jelas. Dengan demikian maka kekuasaan yang ada
pada negara pada saat diterapkan harus menghormati kewenangan-kewenangan yang
sifat terbatas diberikan kepada aparat negara. Begitu juga hukumlah yang
menentukan arah kemana kekuasaan negara itu dipergunakan dan menentukan
tujuan-tujuan apa yang hendak dicapai dengan menggunakan kekuasaan tersebut.
Yang idak boleh dilupakan adalah bahwa hukum tidak hanya memberi dasar, tidak
hanya memberi arah, tidak hanya menentukan tujuan, tetapi hukum juga menentukan
cara atau prosedur bagaimana kekuasaan itu diterapkan didalam praktek
penyelenggaraan negara.
Dengan
demikian dua factor hukum dan kekuasaan, tidak bisa dilepaskan satu sama lain,
bagaikan lokomotif dan relnya serta gerbong yang ditarik lokomotif. Artinya
hukum tidak bisa ditegakkan bahkan lumpuh tanpa adanya dukungan kekuasaan.
Ebaliknya kekuasaan sama sekali tidak boleh meninggalkan hukum, oleh karena
apabila kekuasaan dibangun dan tanpa mengindahkan hukum, yang terjadi adalah
satu negara yang otoriter. Fungsi kekuasaan pada hakekatnya adalah memberikan
dinamika terhadap kehidupan hukum dan kenegaraan sesuai norma-norma dasar atau
grundnorm yang dituangkan dalam UUD 1945 dan kemudian dielaborasi lebih lanjut
secara betul dalam hirarki perundang-undangan yang jelas.
Jika
dipahami dengan benar pemahaman dan norma ini sebenarnya secara konsepsional
Indonesia memiliki landasan yang kuat untuk mewujudkan negara hukum konstitusional
yang demokratis dan dengan dengan demikian secara konsepsiaonal supremasi hukum
telah dijamin eksistensinya oleh UUD 1945. Artinya secara implementasi
pemecahan-pemecahan segala dibidang politik, ekonomi, sosial, budaya,
pendidikan dan lain-lain menggunakan legal approach dan apabila mau menggunakan
pendekatan kekuasaan itu harus didasarkan atas hukum.
Dan
memang setiap transisi dalam demokrasi pasti memiliki masalah khusus. Masalah
yang pokok terutama terkait dengan (1) kultur politik dan juga (2) struktur
politik. Demokrasi memerlukan adanya kultur dan struktur yang mendukung
proses-proses demokratisasi. Dua hal ini biasanya belum terbentuk dengan baik
dalam masyarkat transisi, seperti Indonesia saat ini, atau Kal-Bar khusus saat
ini. Di Indonesia, pasca orde baru, belum ada kultur demokrasi yang kuat
(misalnya tradisi berbeda pendapat, toleransi, dialog terbuka, tradisi
melakukan advokasi, prilaku yang menjunjung hukum dan moral religius dalam
menghadapi persoalan secara jernih). Struktur politik yang ada saat ini juga
belum cukup demokratis, karena diperlukan adanya perubahan structural yang
harus diawali dengan perubahan atau amandemen UUD 1945 dan atau produk-produk
hukum yang bertipe represif, ke arah otonom, dan bertipe responsive.
Dengan
demikian demokrasi modern selalu hadir dalam wadah negara hukum, sehingga
sering disebut sebagai negara hukum konstitusional. Ciri yang mendasar dari
demokrasi konstitusional yang demokratis adalah gagasan bahwa pemerintah yang
demokratis adalah pemerintah yang terbatas kekuasaannya dan tidak dibenarkan
bertindak sewenang-wenang terhadap warga negaranya. pembatasan-pembatasan atas
kekuasan pemerintah tercantum dalam konstitusi, sehingga sering disbut
“pemerintah berdasar atas konsttusi” (constitutional goverment), yang juga sama
dengan limited government atau restrained government.
Kemudian
dimana letak kaitan pancasila sebagai ideology dengan supremasi hukum?
Supremasi
hukum baru dapat ditegakkan apabilapara penyeleggara negara berprilaku
democrat, egaliter dan manusiawi yang dijiawai oleh nilai-nilai ideology
pancasila, artinya letak persoalan pokoknya belum tegaknya supremasi hukum
bukan pada konsepsi negara hukumnya, bukan konsepsi dasar ideology negara
pancasila yang tidak bisa memenuhi tantangan jaman, tetapi terletak pada
praktek penyelenggara negara disemua bidang yang telah meninggalkan unsur-unsur
yang ditanamkan tanamkan oleh UUD 1945, yaitu semangat penyelenggara negara.
Terutama
butir 4 dari pokok-pokok pikiran yang tercantum dalam pembukaanUUD 1945 yang mengandung
isi yang mewajibkan kepada pemerintah dan lain-lain penyeleggara negara untuk
budi pekerti kemanusiaan yang luhur dengan memegang teguh cita-cita moral
rakyat yang luhur, yang digali berdasarkan nilai-nilai ketuhanan yang maha esa
(moral religius), nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab (harkat dan
martabat manusia dan hak-hak asasi manusia), nilai-nilai persatuan dan
kesatuan, nilai-nilai kerakyatan dan prisip musyawarah mufakat, prinsip
perwakilan, dan nilai-nilai keadilan kebenaran untuk mewujudkan keadilan dan
kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
C. Prinsip
Pokok Demokrasi Pancasila
Prinsip
merupakan kebenaran yang pokok/dasar orang berfikir, bertindak dan lain
sebagainya. Dalam menjalankan prinsip-prinsip demokrasi secara umum, terdapat
dua landasan pokok yang menjadi dasar yang merupakan syarat mutlak untuk harus
diketahui oleh setiap orang yang menjadi pemimpin negara/rakyat/
masyarakat/organisasi/partai/keluarga, yaitu:
1. Suatu
negara itu adalah milik seluruh rakyatnya, jadi bukan milik perorangan atau
milik suatu keluarga/kelompok/golongan/partai, dan bukan pula milik penguasa
negara.
2. Siapapun
yang menjadi pemegang kekuasaan negara, prinsipnya adalah selaku pengurusan
rakyat, yaitu harus bisa bersikap dan bertindak adil terhadap seluruh
rakyatnya, dan sekaligus selaku pelayanan rakyat, yaitu tidak boleh/bisa
bertindak zalim terhadap tuannyaa, yakni rakyat.
Adapun prinsip pokok
demokrasi Pancasila adalah sebagai berikut:
Pemerintahan berdasarkan
hukum: dalam penjelasan UUD 1945 dikatakan:
a) Indonesia
ialah negara berdasarkan hukum (rechtstaat) dan tidak berdasarkan kekuasaan
belaka (machtstaat)
b) Pemerintah
berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar) tidak bersifat absolutisme
(kekuasaan tidak terbatas),
c) Kekuasaan
yang tertinggi berada di tangan MPR.
1.
Perlindungan terhadap hak
asasi manusia,
2.
Pengambilan keputusan atas
dasar musyawarah,
3.
Peradilan yang merdeka
berarti badan peradilan (kehakiman) merupakan badan yang merdeka, artinya
terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan kekuasaan lain contoh Presiden,
BPK, DPR, DPA atau lainnya.
4.
Adanya partai politik dan
organisasi sosial politik karena berfungsi untuk menyalurkan aspirasi rakyat.
5.
Pelaksanaan Pemilihan Umum.
6.
Kedaulatan adalah ditangan
rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR (pasal 1 ayat 2 UUD 1945), yang
berbunyai Kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh
Majelis Permusyawaratan Rakyat
7.
Keseimbangan antara hak dan
kewajiban.
8.
Pelaksanaan kebebasan yang
bertanggung jawab secara moral kepada Tuhan YME, diri sendiri, masyarakat, dan
negara ataupun orang lain.
9.
Menjunjung tinggi tujuan dan
cita-cita Nasional.
Prinsip
demokrasi yang didasarkan pada konsep di atas (rule of law), antara lain
sebagai berikut:
a. Tidaknya kekuasaan yang
sewenang-wenang;
b.
Kedudukan
yang sama dalam hokum;
c. Terjaminnya hak asasi manusia
oleh undang-undang
Makna
Budaya Demokrasi
Pertama
kali demokrasi diterapkan di Yunani di kota Athena dengan demokrasi langsung,
yaitu pemerintahan dimana seluruh rakyat secara bersama-sama diikutsertakan
dalam menetapkan garis-garis besar kebijakan pemerintah negara baik dalam
pelaksanaan maupun permasalahannya.
Tokoh-tokoh
yang mempunyai andil besar dalam memperjuangkan demokrasi, antara lain sebagai
berikut:
a.
John Locke (Inggris)
John Locke menganjurkan perlu adanya
pembagian kekuasaan dalam pemerintahan negara, yaitu sebagai berikut:
1)
Kekuasaan
Legislatif yaitu kekuasaan pembuat undang-undang.
2)
Kekuasaan
Eksekutif yaitu kekuasaan melaksanakan undang-undang.
3)
Kekuasaan
Federatif yaitu kekuasaan untuk menetapkan perang dan damai, membuat perjanjian
(aliansi) dengan negara lain, atau membuat kebijaksanaan/perjanjian dengan
semua orang atau badan luar negeri.
b.
Montesquieu (Prancis)
Kekuasaan
negara dalam melaksanakan kedaulatan atas nama seluruh rakyat untuk menjamin,
kepentingan rakyat harus terwujud dalam pemisahaan kekuasaan lembaga-lembaga
negara, antara lain sebagai berikut
1)
Kekuasaan
Legislatif yaitu kekuasaan pembuat undang-undang.
2)
Kekuasaan
Eksekutif yaitu kekuasaan melaksanakan undang-undang.
3)
Kekuasaan
Yudikatif yaitu kekuasaan untuk mengawasi pelaksanaan undang-undang oleh badan
peradilan.
c.
Abraham Lincoln (Presiden
Amerika Serikat
Menurut
Abraham Lincoln “Democracy is government of the people, by people, by people,
and for people”. Demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan
untuk rakyat.
Budaya
Prinsip Demokrasi
Pada
hakikatnya demokrasi adalah Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan. Kerakyatan adalah kekuasaan tertinggi yang
berada di tangan rakyat. Hikmah kebijaksanaan adalah penggunaan akal pikiran
atau rasio yang sehat dengan selalu mempertimbangkan persatuan dan kesatuan
bangsa.
Permusyawaratan
adalah tata cara khas kepribadian Indonesia dalam merumuskan dan memutuskan
sesuatu hal berdasarkan kehendak rakyat sehingga mencapai mufakat. Isi
pokok-pokok demokrasi Pancasila, antara lain sebagai berikut :
1)
Pelaksanaan
demokrasi harus berdasarkan Pancasila sesuai dengan yang tercantum dalam
pembukaan UUD 1945 alinea keempat.
2)
Demokrasi
harus menghargai hak asasi manusia serta menjamin hak-hak minoritas.
3)
Pelaksanaan
kehidupan ketatanegaraan harus berdasarkan berdasarkan atas kelembagaan.
4)
Demokrasi
harus bersendikan pada hukum seperti dalam UUD 1945. Indonesia adalah negara
hukum (rechstaat) bukan berdasarkan kekuasaan belaka (machstaat).
Demokrasi
Pancasila juga mengajarkan prinsip-prinsip, antara lain sebagai berikut:
a.
Persamaan
b.
Keseimbangan
hak dan kewajiban
c.
Kebebasan
yang bertanggung jawab
d.
Musyawarah
untuk mufakat.
e.
Mewujudkan
rasa keadilan sosial.
f.
Mengutamakan
persatuan nasional dan kekeluargaan.
g.
Menjunjung
tinggi tujuan dan cita-cita nasional.
Ada
11 prinsip yang diyakini sebagai kunci untuk memahami perkembangan demokrasi,
antara lain sebagai berikut:
a.
Pemerintahan
berdasarkan konstitusi
b.
Pemilu
yang demokratis
c.
Pemerintahan
lokal (desentralisasi kekuasaan)
d.
Pembuatan
UU
e.
Sistem
peradilan yang independen
f.
Kekuasaan
lembaga kepresidenan
g.
Media
yang bebas
h.
Kelompok-kelompok
kepentingan
i.
Hak
masyarakat untuk tahu
j.
Melindungi
hak-hak minoritas
k.
Kontrol
sipil atas militer
C. Ciri-Ciri Demokrasi Pancasila
Dalam
bukunya, Pendidikan Pembelajaran dan Penyebaran Kewarganegaraan, Idris Israil (2005:52-53) menyebutkan
ciri-ciri demokrasi Indonesia sebagai berikut:
1.
Kedaulatan ada di tangan
rakyat.
2.
Selalu berdasarkan
kekeluargaan dan gotong-royong.
3.
Cara pengambilan keputusan
melalui musyawarah untuk mencapai mufakat.
4.
Tidak kenal adanya partai
pemerintahan dan partai oposisi.
5.
Diakui adanya keselarasan
antara hak dan kewajiban.
6.
Menghargai hak asasi manusia.
7.
Ketidaksetujuan terhadap
kebijaksanaan pemerintah dinyatakan dan disalurkan melalui wakil-wakil rakyat.
Tidak menghendaki adanya demonstrasi dan pemogokan karena merugikan semua
pihak.
8.
Tidak menganut sistem
monopartai.
9.
Pemilu dilaksanakan secara
luber.
10. Mengandung
sistem mengambang.
11. Tidak
kenal adanya diktator mayoritas dan tirani minoritas.
12. Mendahulukan
kepentingan rakyat atau kepentingan umum.
E.
Sistem Pemerintahan Demokrasi Pancasila
Bangsa
Indonesia adalah bangsa yang sangat heterogen, yang masih dalam tahap belajar
untuk berdemokrasi. Karakter bangsa selayaknya bersumber pada nilai-nilai dan
simbol kebangsaan yang kita miliki (1) Hal ini didasarkan pada fakta bahwa
bangsa Indonesia adalah “bangsa yang besar” seperti yang sering kita dengan dan
kita dengungkan dalam berbagai kesempatan. Fakta tersebut memang berdasarkan
pada kenyataan, bahwa Indonesia adalah negara berpenduduk terbesar ke-lima
didunia (setelah Cina, India, Rusia, Amerika Serikat) dan sejak tahun 1999 kita
telah diklaim sebagai negara demokratis terbesar ketiga sesudah India dan
Amerika Serikat. Selain itu, Indonesia adalah merupakan percontohan Negara
Islam terbesar di dunia yang demokratis.
Suasana
toleransi dan saling menghargai antar umat beragama sangat tinggi. Dapat
dikatakan bahwa 90 persen dari jumlah penduduk Indonesia yang totalnya sebanyak
230,6 juta jiwa adalah muslim (1). Jumlah penduduk yang besar dapat merupakan
potensi, sekaligus hambatan. Apabila penduduknya berkualitas semua maka bangsa
tersebut jaya, meskipun tidak selalu menjadi negara yang “adidaya” tetapi
merupakan bangsa yang mempunyai “karakter”.
Bangsa
Indonesia juga dikenal sebagai bangsa dimana terdapat sifat “gotong royong”–saling
membantu, dan hal ini memang tidak terdapat istilah yang setara dengan kata
“gotong royong” dalam kosakata bahasa lain. Akan tetapi dalam kurun waktu
kemajuan zaman dan pengarug global, sifat “gotong-royong” makin pudar dan
diganti dengan sifat sifat “individualistik” serta “arogansi pribadi”. Apakah
yang menyebabkan terjadinya perubahan “karakter bangsa” ini sehingga pada saat
ini (tahun 2011) sering didengar bahwa bangsa Indonesia telah kehilangan
karakater bangsa nya ? Memang banyak hal-hal yang mewarnai “karakter” ini bila
kita cermati berbagai hal yang terkait budaya (“culture”) ataupun faktor faktor
sosial lainnya maupun terkait faktor ekonomi bangsa.
Untuk
itu, maka adalah tepat adanya “FORUM PEMULIHAN JATIDIRI BANGSA” atau
“PELESTARIAN KARAKTER BANGSA” dapat diselenggarakan melalui pendidikan dan
pengajaran di lingkungan institusi pendidikan Indonesia disemua strata agar
dapat diperoleh manfaat mengembalikan martabat bangsa. Strategi umum
pembangunan sdm berkualitas dalam penegakan kepribadian, penegasan kemandirian
bangsa menjalin sinergi kebangkitan bangsa harus dicapai melalui pendidikan.
Disamping
melalui pendidikan formal oleh institusi pendidikan, pembangunan sumber daya
manusia juga dapat dilaksanakan secara non formal. Disinilah peran pembinaan
kesadaran bela negara kepada setiap warga juga menjadi semakin penting
dilakukan melalui berbagai upaya internalisasi guna membangun karakter dan
perkuatan jati diri bangsa, sehingga mampu mengaplikasikan nilai-nilai bela
negara ke semua aspek kehidupan. (2) Dalam mewujudkan sumber daya manusia
Indonesia yang memiliki intelektualitas baik, pendidikan diperlukan agar sebuah
bangsa dapat memiliki karakter dan jati dirinya, yaitu jatidiri ke-Indonesiaan,
sehingga tercipta generasi penerus yang mampu mewujudkan bangsa dan negara ini
menjadi negara yang maju, mandiri dan bermartabat.
Karena
inilah yang merupakan kekuatan pertahanan (soft power) bagi bangsa dan negara
dalam menghadapi kompleksitas tantangan dan ancaman di era global. Derasnya
arus informasi era global ini, tidak berarti suatu bangsa harus kehilangan
kepribadian atau jati diri, akan tetapi justru pada era inilah sebuah bangsa
harus mampu menunjukkan jati dirinya. Karena, bangsa yang malang akan
kehilangan jati dirinya dan niscaya akan menjadi budak bangsa lain. Ia akan
terpinggirkan dari peradaban sejarah dan selanjutnya bangsa itu akan punah.
Akibat dari fenomena tersebut adalah terjadinya kemerosotan ( ”dekadensi”)
moral dan etika, yang akan mewarnai perubahan karakter bangsa.
Selanjutnya,
Akibat dari kemerosotan ini adalah kehidupan bangsa mengalami sejumlah paradoks
luar biasa: kita menikmati kebebasan dan demokrasi tetapi kita kehilangan
identitas bersama. Kita mengalami kemanjuan pesat dalam pembangunan
infrastruktur politik namun padas yang sama dasar-dasar kebersamaan sebagai
bangsa jutsru semakin menipis, konflik kedaerahan, etnis dan agama meningkat
dan tuntutan keadilan masih muncul di mana-mana. Reformasi kita rupanya
sekaligus dibarengi dengan absenya pandangan kebangsaan.
1.
Indonesia Menganut Sistem Konstitusional
Pemerintah
berdasarkan sistem konstitusional (hukum
dasar) dan tidak bersifat absolutism (kekuasaan yang mutlak tidak terbatas). Sistem konstitusional
ini lebih menegaskan bahwa pemerintah dalam melaksanakan tugasnya dikendalikan
atau dibatasi oleh ketentuan konstitusi, di samping oleh ketentuan-ketentuan
hukum lainnya yang merupakan pokok konstitusional, seperti TAP MPR dan
Undang-undang.
2.
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
MPR
sebagai pemegang kekuasaan negara yang tertinggi seperti telah disebutkan dalam
pasal 1 ayat 2 UUD 1945 pada halaman terdahulu, bahwa (kekuasaan negara tertinggi) ada di tangan rakyat dan
dilakukan sepenuhnya oleh MPR. Dengan demikian, MPR adalah lembaga negara
tertinggi sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia. Sebagai pemegang
kekuasaan negara yang tertinggi, MPR mempunyai:
Tugas
pokok, yaitu:
a. Menetapkan UUD
b. Menetapkan GBHN
c. Memilih dan
mengangkat presiden dan wakil presiden
Wewenang
MPR, yaitu:
1.
Membuat putusan-putusan yang
tidak dapat dibatalkan oleh lembaga negara lain, seperti penetapan GBHN yang
pelaksanaannya ditugaskan kepada Presiden
2.
Meminta pertanggungjawaban
presiden/mandataris mengenai pelaksanaan GBHN
3.
Melaksanakan pemilihan dan
selanjutnya mengangkat Presiden dan Wakil Presiden
4.
Mencabut mandat dan
memberhentikan presiden dalam masa jabatannya apabila presiden/mandataris
sungguh-sungguh melanggar haluan negara dan UUD 1945
5.
Mengubah undang-undang.
3.
Presiden
Presiden
adalah penyelenggaraan pemerintah yang tertinggi di bawah Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR). Di bawah MPR, presiden ialah penyelenggara
pemerintah negara tertinggi. Presiden selain diangkat oleh majelis juga harus
tunduk dan bertanggung jawab kepada majelis. Presiden adalah Mandataris MPR
yang wajib menjalankan putusan-putusan MPR.
Presiden Indonesia (nama jabatan
resmi: Presiden Republik Indonesia)
adalah kepala negara sekaligus kepala pemerintahan Indonesia.
Sebagai kepala negara, Presiden adalah simbol resmi negara Indonesia di dunia. Sebagai kepala pemerintahan, Presiden dibantu olehwakil presiden dan menteri-menteri dalam kabinet,
memegang kekuasaan eksekutif untuk
melaksanakan tugas-tugas pemerintah sehari-hari.
Presiden (dan Wakil Presiden) menjabat selama 5 tahun, dan sesudahnya dapat
dipilih kembali dalam jabatan yang sama untuk satu kali masa jabatan.
Wewenang,
kewajiban, dan hak Presiden antara lain:
·
Memegang
kekuasaan pemerintahan menurut UUD
·
Mengajukan
Rancangan Undang-Undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Presiden melakukan pembahasan dan pemberian
persetujuan atas RUU bersama DPR serta mengesahkan RUU menjadi UU.
·
Menyatakan
perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain dengan persetujuan
DPR
·
Membuat
perjanjian internasional lainnya dengan persetujuan DPR
·
Menyatakan
keadaan bahaya.
·
Mengangkat
duta dan konsul. Dalam mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan DPR
·
Menerima
penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan DPR.
·
Memberi
gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan lainnya yang diatur dengan UU
·
Meresmikan
anggota Badan Pemeriksa Keuangan yang dipilih oleh DPR dengan memperhatikan
pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah
·
Menetapkan
hakim konstitusi dari calon yang diusulkan Presiden, DPR, dan Mahkamah Agung
·
Mengangkat
dan memberhentikan anggota Komisi Yudisial dengan persetujuan DPR.
Persyaratan
Syarat
Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia menurut UU No 42 tahun 2008
tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden sebagai berikut:
1.
Bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa
2.
Warga
Negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan
lain karena kehendaknya sendiri
3.
Tidak
pernah mengkhianati negara, serta tidak pernah melakukan tindak pidana korupsi
dan tindak pidana berat lainnya
4.
Mampu
secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai
Presiden dan Wakil Presiden
5.
Bertempat
tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
6.
Telah
melaporkan kekayaannya kepada instansi yang berwenang memeriksa laporan
kekayaan penyelenggara negara
7.
Tidak
sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan dan/atau secara badan
hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang merugikan keuangan negara
8.
Tidak
sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan
9.
Tidak
pernah melakukan perbuatan tercela
10. Terdaftar sebagai Pemilih
11. memiliki Nomor Pokok Wajib
Pajak (NPWP) dan telah melaksanakan kewajiban membayar pajak selama 5 tahun
terakhir yang dibuktikan dengan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan
Wajib Pajak OrangPribadi
12. Belum pernah menjabat sebagai
Presiden atau Wakil Presiden selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan
yang sama
13. Setia kepada Pancasila
sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
dan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945
14. tidak pernah dijatuhi pidana
penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5
(lima) tahun atau lebih
15. Berusia sekurang-kurangnya 35
(tiga puluh lima) tahun
16. Berpendidikan paling rendah
tamat Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK), Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat
17. Bukan bekas anggota
organisasi terlarang Partai Komunis Indonesia, termasuk organisasi massanya,
atau bukan orang yang terlibat langsung dalam G.30.S/PKI
18. Memiliki visi, misi, dan
program dalam melaksanakan pemerintahan negara Republik Indonesia
4.
Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Presiden
tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi DPR mengawasi pelaksanaan mandat
(kekuasaan pemerintah) yang dipegang oleh presiden dan DPR harus saling bekerja
sama dalam pembentukan undang-undang termasuk APBN. Untuk mengesahkan
undang-undang, presiden harus mendapat persetujuan dari DPR. Hak DPR di bidang
legislative ialah hak inisiatif, hak amandemen, dan hak budget.
Hak
DPR di bidang pengawasan meliputi:
1. Hak
tanya/bertanya kepada pemerintah
2. Hak
interpelasi, yaitu meminta penjelasan atau keterangan kepada pemerintah
3. Hak
Mosi (percaya/tidak percaya) kepada pemerintah
4. Hak
Angket, yaitu hak untuk menyelidiki sesuatu hal
5. Hak
Petisi, yaitu hak mengajukan usul/saran kepada pemerintah.
6.
Menteri Negara
Menteri
Negara adalah pembantu presiden, Menteri Negara tidak bertanggung jawab kepada
DPR. Presiden memiliki wewenang untuk mengangkat dan memberhentikan menteri
negara. Menteri ini tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi kepada presiden.
Berdasarkan hal tersebut, berarti sistem kabinet kita adalah kabinet
kepresidenan/presidensil. Kedudukan Menteri Negara bertanggung jawab kepada
presiden, tetapi mereka bukan pegawai tinggi biasa, menteri ini menjalankan
kekuasaan pemerintah dalam prakteknya berada di bawah koordinasi presiden.
Dalam
UUD 1945, Bab V tentang Kementerian Negara, Pasal 17 disebutkan :
1. Presiden dibantu oleh menterimenteri
negara.
2. Menterimenteri itu diangkat
dan diberhentikan oleh Presiden. *)
3. Setiap menteri membidangi
urusan tertentu dalam pemerintahan. *)
4. Pembentukan, pengubahan, dan
pembubaran kementerian negara diatur dalam undang-undang. ***)
Berikut
tugas/fungsi beserta visi-misi Menteri Negara.
1.
Menteri
Negara Riset dan Teknologi
Kementerian
Negara Ristek mempunyai tugas membantu Presiden dalam merumuskan kebijakan dan
koordinasi di bidang riset, ilmu pengetahuan dan teknologi.
Menyelenggarakan fungsi:
Menyelenggarakan fungsi:
·
Perumusan
kebijakan nasional di bidang riset, ilmu pengetahuan dan teknologi;
·
Koordinasi
pelaksanaan kebijakan di bidang riset, ilmu pengetahuan dan teknologi;
·
Pengelolaan
barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggungjawabnya;
pengawasan atas pelaksanaan tugasnya;
pengawasan atas pelaksanaan tugasnya;
·
Penyampaian
laporan hasil evaluasi, saran, dan pertimbangan di bidang tugas dan fungsinya
kepada Presiden.
VISI
Pembangunan IPTEK 2025:
·
”Iptek
sebagai kekuatan utama peningkatan kesejahteraan yang berkelanjutan dan
peradaban bangsa”
MISI
Pembangunan IPTEK 2025:
·
Menempatkan
Iptek sebagai landasan kebijakan pembangunan nasional yang berkelanjutan;
·
Memberikan
landasan etika pada pengembangan dan penerapan Iptek;
Mewujudkan sistem inovasi nasional yang tangguh guna meningkatkan daya saing bangsa di era global;
Mewujudkan sistem inovasi nasional yang tangguh guna meningkatkan daya saing bangsa di era global;
·
Meningkatkan
difusi Iptek melalui pemantapan jaringan pelaku dan kelembagaan Iptek termasuk
pengembangan mekanisme dan kelembagaan intermediasi Iptek;
·
Mewujudkan
SDM, Sarana dan Prasarana serta Kelembagaan Iptek yang berkualitas dan
kompetitif;
·
Mewujudkan
masyarakat Indonesia yang cerdas dan kreatif dalam suatu peradaban masyarakat
yang berbasis pengetahuan (knowledge based society).
2. Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah
Kementerian
Negara Koperasi dan UKM mempunyai tugas membantu Presiden dalam merumuskan
kebijakan dan koordinasi di bidang koperasi dan usaha kecil dan menengah.
Menyelenggarakan
fungsi:
·
Perumusan
kebijakan nasional di bidang koperasi dan usaha kecil dan menengai;
·
Koordinasi
pelaksanaan kebijakan di bidang koperasi dan usaha kecil dan menengai;
·
Pengelolaan
barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggungjawabnya;
·
Pengawasan
atas pelaksanaan tugasnya;
·
Penyampaian
laporan hasil evaluasi, saran, dan pertimbangan di bidang tugas dan fungsinya
kepada Presiden.
VISI:
Menjadi
Lembaga Pemerintah yang kredibel dan efektif untuk mendinamisasi pemberdayaan
koperasi dan UMKM dalam rangka meningkatkan produktivitas, daya saing dan
kemandirian.
MISI:
Memberikan
kontribusi nyata dalam pembangunan nasional melalui perumusan kebijakan
nasional; pengkoordinasian perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian kebijakan
pemberdayaan di bidang koperasi dan UMKM; serta peningkatan sinergi dan peran
aktif masyarakat dan dunia usaha dalam rangka meningkatkan produktivitas, daya
saing dan kemandirian koperasi dan UMKM secara sistimatis, berkelanjutan dan
terintegrasi secara nasional.
1.
Menteri
Negara Lingkungan Hidup
Kementerian
Negara Lingkungan Hidup mempunyai tugas membantu Presiden dalam merumuskan
kebijakan dan koordinasi di bidang lingkungan hidup dan pengendalian dampak
lingkungan.
Menyelenggarakan
fungsi:
·
Perumusan
kebijakan nasional di bidang lingkungan hidup dan pengendalian dampak
lingkungan;
·
Koordinasi
pelaksanaan kebijakan di bidang lingkungan hidup dan pengendalian dampak lingkungan;
·
Pengelolaan
barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggungjawabnya;
pengawasan atas pelaksanaan tugasnya;
pengawasan atas pelaksanaan tugasnya;
·
Penyampaian
laporan hasil evaluasi, saran, dan pertimbangan di bidang tugas dan fungsinya
kepada Presiden.
VISI:
Terwujudnya
perbaikan kualitas fungsi lingkungan hidup melalui Kementerian Negara
Lingkungan Hidup sebagai institusi yang handal dan proaktif untuk mencapai
pembangunan berkelanjutan melalui penerapan prinsip-prinsip Good Enviromental
Governance, guna meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia”.
MISI:
Mewujudkan
kebijakan pengelolaan SDA dan Lingkungan Hidup guna mendukung tercapainya
pembangunan berkelanjutan;
Membangun
koordinasi dan kemitraan para pemangku kepentingan dalam pengelolaan dan
pemanfaatan SDA dan Lingkungan Hidup secara efisien, adil dan berkelanjutan;
Mewujudkan
pencegahan kerusakan dan pengendalian pencemaran SDA dan Lingkungan Hidup dalam
rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup.
Landasan
hukum kementerian adalah Bab V Pasal 17 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa:
1.
Presiden
dibantu oleh menteri-menteri negara.
2.
Menteri-menteri
itu diangkat dan diperhentikan oleh Presiden.
3.
Setiap
menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.
4.
Pembentukan,
pengubahan, dan pembubaran kementerian negara diatur dalam undang-undang.
Lebih
lanjut, kementerian diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang
Kementerian Negara dan Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang
Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara.
Pembentukan
kementerian dilakukan paling lama 14 hari kerja sejak presiden mengucapkan
sumpah/janji. Urusan pemerintahan yang nomenklatur kementeriannya secara tegas
disebutkan dalam UUD 1945 harus dibentuk dalam satu kementerian tersendiri.
Untuk kepentingan sinkronisasi dan koordinasi urusan kementerian, presiden juga
dapat membentuk kementerian koordinasi. Jumlah seluruh kementerian maksimal 34
kementerian.
Kementerian
yang membidangi urusan pemerintahan selain yang nomenklatur kementeriannya
secara tegas disebutkan dalam UUD 1945 dapat diubah oleh presiden. Pemisahan,
penggabungan, dan pembubaran kementerian tersebut dilakukan dengan
pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), kecuali untuk pembubaran kementerian yang
menangani urusan agama, hukum, keamanan, dan keuangan harus dengan persetujuan DPR
7.
Kekuasaan Kepala Negara Tidak Tak Terbatas
Kepala
Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi ia bukan diktator, artinya
kekuasaan tidak tak terbatas. Ia harus memperhatikan sungguh-sungguh suara DPR.
Kedudukan DPR kuat karena tidak dapat dibubarkan oleh presiden dan semua
anggota DPR merangkap menjadi anggota MPR. DPR sejajar dengan presiden.
Kekuasaan
Kepala Negara Tidak Tak Terbatas, meskipun Kepala negara tidak bertanggung
jawab kepada DPR, ia bukan “ Diktator “ artinya kekuasaan tidak terbatas,
disini Presiden adalah sudah tidak lagi merupakan mandataris MPR, namun
demikian ia tidak dapat membubarkan DPR atau MPR.
1.
Negara
hukum berdasarkan Pancasila
Negara Indonesia adalah negara hukum, negara hukum
berdasarkan Pancasila bukan berdasarkan kekuasaan.
Ciri
– ciri suatu negara hukum adalah
·
Pengakuan
dan perlindungan hak – hak asasi yang mengandung persamaan dalam bidang
politik, hukum, sosial, ekonomi, dan kebudayaan.
·
Peradilan
yang bebas dari suatu pengaruh kekuasaan atau kekuatan lain dan tidak memihak.
2.
Jaminan
kepastian hokum
Kekuasaan
Pemerintahan
Negara
Pasal 4 ayat 1 UUD 1945 menyatakan bahwa Presiden Republik Indonesia memegang
kekuasaan pemerintahan menurut UUD 1945, Presiden dibantu oleh seorang Wakil
Presiden pasal 4 ayat 2 dalam melaksanakan tugasnya. Menurut sistem
pemerintahan negara berdasarkan UUD 1945 hasil amandemen 2002, bahwa
Presiden dipilih langsung oleh rakyat secara legitimasi. Presiden kedudukannya
kuat, disini kekuasaan Presiden tidak lagi berada dibawah MPR selaku
mandataris. Akan tetapi jika Presiden dalam melaksanakan tugas menyimpang dari
Konstitusi, maka MPR melakukan Impeachment, pasal 3 ayat 3 UUD 1945 dan
dipertegas oleh pasal 7A. Proses Impeachment agar bersifat adil dan obyektif
harus diselesaikan melalui Mahkamah Konstitusi, pasal 7B ayat 4 dan 5, dan jika
Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan Wakil Presiden melanggar
hukum, maka MPR harus segera bersidang dan keputusan didukung 3/4 dari jumlah
anggota dan 2/3 dari jumlah anggota yang hadir pasal 7B ayat 7.
Pemerintahan
Daerah, diatur oleh pasal 18 UUD 1945
Pasal 18 ayat 1 menjelaskan bahwa Negara Republik Indonesia dibagi atas daerah – daerah propinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undang – undang. Pasal 18 ayat 2 mengatur otonomi pemerintahan daerah, ayat tersebut menyatakan bahwa pemerintahan daerah propinsi, kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, atau pengertian otonomi sama artinya mengatur rumah tangga sendiri.
Pasal 18 ayat 1 menjelaskan bahwa Negara Republik Indonesia dibagi atas daerah – daerah propinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undang – undang. Pasal 18 ayat 2 mengatur otonomi pemerintahan daerah, ayat tersebut menyatakan bahwa pemerintahan daerah propinsi, kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, atau pengertian otonomi sama artinya mengatur rumah tangga sendiri.
3.
Pemilihan
Umum
Hasil
amandemen UUD 1945 tahun 2002 secara eksplisit mengatur tentang Pemilihan Umum
dilakukan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap 5 tahun
sekali, diatur pasal 22E ayat 1. Untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden dan
Wakil Presiden pasal 22 E ayat 2. Dalam pemilu tersebut landasan yan dipergunakan
adalah Undang–Undang UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilu.
Wilayah Negara
Wilayah Negara
Pasal
25A UUD 1945 hasil amandemen 2002 memuat ketentuan bahwa, Negara Kesatuan
Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri nusantara dengan
wilayah yang batas – batas dan hak – haknya ditetapkan dengan Undang – Undang.
Hak
Asasi Manusia Menurut UUD 1945 Hak asasi manusia tidaklah lahir mendadak
sebagaimana kita lihat dalam “ Universal Declaration of Human Right “ pada
tanggal 10 Desember 1948 yang ditanda- tangani oleh PBB. Hak asasi manusia
sebenarnya tidak dapat dipisahkan dengan filosofis manusia yang
melatarbelakangi. Bangsa Indonesia didalam hak asasi manusia terlihat lebih
dahulu sudah memiliki aturan hukumnya seperti dalam Pembukaan UUD 1945 alinea 1
dinyatakan bahwa : “ kemerdekaan adalah hak segala bangsa “. Sebagai contoh
didalam UUD 1945 pasal 28A menyatakan : “ Setiap orang berhak untuk hidup serta
berhak memepertahankan hidup dan kehidupannya “. Pasal 28A sampai dengan pasal
28J mengatur tentang hak asasi manusia didalam UUD 1945.
4.
Kekuasaan
pemerintah Negara
Negara
Pasal 4 ayat 1 UUD 1945 menyatakan bahwa Presiden Republik Indonesia memegang
kekuasaan pemerintahan menurut UUD 1945, Presiden dibantu oleh seorang Wakil
Presiden pasal 4 ayat 2 dalam melaksanakan tugasnya. Menurut sistem
pemerintahan negara berdasarkan UUD 1945 hasil amandemen 2002, bahwa
Presiden dipilih langsung oleh rakyat secara legitimasi. Presiden kedudukannya
kuat, disini kekuasaan Presiden tidak lagi berada dibawah MPR selaku
mandataris. Akan tetapi jika Presiden dalam melaksanakan tugas menyimpang dari
Konstitusi, maka MPR melakukan Impeachment, pasal 3 ayat 3 UUD 1945 dan
dipertegas oleh pasal 7A. Proses Impeachment agar bersifat adil dan obyektif
harus diselesaikan melalui Mahkamah Konstitusi, pasal 7B ayat 4 dan 5, dan jika
Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan Wakil Presiden melanggar
hukum, maka MPR harus segera bersidang dan keputusan didukung 3/4 dari jumlah
anggota dan 2/3 dari jumlah anggota yang hadir pasal 7B ayat 7.
5.
Sistem
Ketatanegaraan Indonesia berdasarkan Pancasila
Hukum
dasar yang tak tertulis (konvensi) adalah aturan-aturan yang timbul dan
terpelihara dalam praktek penyelenggaraan Negara. Untuk menyelidiki hukum dasar
suatu Negara tidak cukup hanya menyelidiki pasal-pasal UUD nya saja, akan
tetapi harus menyelidiki juga bagaimana prakteknya dan suasana kebatinannya
dari UUD itu.
Hukum
dasar tertulis (UUD) merupakan kerangka dan tugas-tugas pokok dari badan-badan
pemerintah suatu Negara dalam menentukan mekanisme kerja badan-badan tersebut
seperti eksekutif, yudikatif dan legislative.
Undang-undang
Dasar 1945 merupakan hukum dasar yang tertulis kedudukan dan fungsi dari UUD
1945 merupakan pengikat bagi pemerintah, lembaga Negara, lembaga masyarakat,
warga Negara Indonesia sebagai hukum dasar UUD 1945 memuat norma-norma atau
aturan-aturan yang harus ditaati dan dilaksanakan.
Indonesia adalah Negara demokrasi yang berdasarkan atas hukum. Oleh karena itu, dalam segala aspek pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara diatur dalam sistem peraturan perundang-undangan. Hal inilah yang dimaksud dengan pengertian Pancasila dalam konteks ketatanegaraan Republik Indonesia.
Indonesia adalah Negara demokrasi yang berdasarkan atas hukum. Oleh karena itu, dalam segala aspek pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara diatur dalam sistem peraturan perundang-undangan. Hal inilah yang dimaksud dengan pengertian Pancasila dalam konteks ketatanegaraan Republik Indonesia.
Hal
ini tidaklah lepas dari eksistensi pembukaan UUD 1945 yang dalam konteks
ketatanegaraan Indonesia memilih kedudukan yang sangat penting karena merupakan
suatu staasfundamentalnorm dan berada pada hirearkhi tertib hukum tertinggi di
Indonesia. Dalam kedudukan dan fungsi Pancasila sebagai dasar Negara Indonesia.
Pada hakikatnya merupakan suatu dasar dan asas kerohanian dalam setiap aspek
penyelenggaraan Negara termasuk dalam penyusunan tertib hukum di Indonesia.
Maka
kedudukan Pancasila sesuai dengan yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945
adalah sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia, sesuai dengan yang
tercantum dalam penjelasan tentang pembukaan UUD yang termuat dalam Berita
Republik Indonesia tahun II no. 7, hal ini dapat disimpulkan bahwa pembukaan
UUD 1945 adalah sebagai sumber hukum positif Indonesia.
Dengan
demikian seluruh peraturan perundang-undangan di Indonesia harus bersumber pada
Pembukaan UUD 1945 yang di dalamnya terkandung dasar filsafat Indonesia. Dapat
kita lihat bahwa pancasila dalam konteks ketatanegaraan RI. Dalam beberapa
tahun ini Indonesia mengalami perubahan yang sangat mendasar mengenai sistem
ketatanegaraan.
Dalam
hal perubahan tersebut, secara umum dapat kita katakan bahwa perubahan mendasar
setelah empat kali amandemen UUD 1945 ialah komposisi dari UUD tersebut yang
semula terdiri atas Pembukaan, Batang Tubuh dan Penjelasannya, berubah menjadi
hanya terdiri atas pembukaan dan pasal-pasal.
Pembukaan
UUD 1945 yang semula ada dan kedudukannya mengandung kontroversi karena tidak
turut disahkan oleh PPKI tanggal 18 Agustus 1945 dihapuskan. Materi yang
dikandungnya sebagia dimasukkan, diubah dan ada pula yang dirumuskan kembali ke
dalam pasal-pasal amandemen Perubahan mendasar UUD 1945. setelah emoat kali
amandemen, juga berkaitan dengan pelaksana kedaulatan rakyat dan penjelmaannya
ke dalam lembaga-lembaga Negara.
Sebelum
amandemen kedaulatan yang berada di tangan rakyat, dilaksanakan sepenuhnya oleh
Majelis Permusyawaratan Rakyat. Majelis yang terdiri atas anggota-anggota DPR
ditambah dengan utusan dan daerah-daerah dan golongan-golongan itu. Demikian
besar dan luas kewenangannya. Antara lain mengangkat dan memberhentikan
Presiden, menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara, serta mengubah
Undang-undang Dasar.
Rumusan
UUD 1945 tentang semangat penyelenggaraan Negara belum cukup didukung ketentuan
konstitusi yang memuat aturan dasar tentang kehidupan yang demokratis,
supremasi hukum, pemberdayaan rakyat, penghormatan hak asasi manusia dan
oronomi daerah. Hal ini membuka peluang bagi berkembangnya praktek
penyelenggara Negara yang tidak sesuai dengan Pembukaan UUD 1945, antara lain
sebagai berikut:
Tidak
adanya check and balances antar lembaga Negara dan kekuasaan terpusat pada
Presiden.
Infrastruktur
yang dibentuk, antara lain partai politik dan organisasi masyarakat.
Pemilihan
Umum (Pemilu) diselenggarakan untuk memenuhi persyaratan demokrasi formal
karena seluruh proses tahapan pelaksanaannya dikuasai oleh pemerintah.
Kesejahteraan
social berdasarkan Pasal 33 UUD 1945 tidak tercapai justru yang berkembang
adalah sistem monopoli dan oligopoly.
Dengan
demikian seluruh peraturan perundang-undangan di Indonesia harus bersumber pada
Pembukaan UUD 1945 yang di dalamnya terkandung dasar filsafat Indonesia.
F. Fungsi
Demokrasi Pancasila
Landasan
formil dari periode Republik Indonesia III ialah Pancasila, UUD 45 serta
Ketetapan-ketetapan MPRS. Sedangkan sistem pemerintahan demokrasi Pancasila
menurut prinsip-prinsip yang terkandung di dalam Batang Tubuh UUD 1945
berdasarkan tujuh sendi pokok, yaitu sebagai berikut:
1.
Indonesia ialah
negara yang berdasarkan hukum
Negara Indonesia berdasarkan hukum (Rechsstaat),
tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machsstaat). Hal ini mengandung arti
bahwa baik pemerintah maupun lembaga-lembaga negara lainnya dalam melaksanakan
tindakan apapun harus dilandasi oleh hukum dan tindakannya bagi rakyat harus
ada landasan hukumnya. Persamaan kedudukan dalam hukum bagi semua warga negara
harus tercermin di dalamnya.
2.
Indonesia menganut
sistem konstitusional
Pemerintah
berdasarkan sistem konstitusional (hukum dasar) dan tidak bersifat absolutisme
(kekuasaan yang mutlak tidak terbatas). Sistem konstitusional ini lebih
menegaskan bahwa pemerintah dalam melaksanakan tugasnya dikendalikan atau
dibatasi oleh ketentuan konstitusi, di samping oleh ketentuan-ketentuan hukum
lainnya yang merupakan pokok konstitusional, seperti TAP MPR dan Undang-undang.
3.
Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai pemegang kekuasaan negara yang tertinggi.
Seperti
telah disebutkan dalam pasal 1 ayat 2 UUD 1945 pada halaman terdahulu, bahwa
(kekuasaan negara tertinggi) ada di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh
MPR. Dengan demikian, MPR adalah lembaga negara tertinggi sebagai penjelmaan
seluruh rakyat Indonesia. Sebagai pemegang kekuasaan negara yang tertinggi
MPR mempunyai tugas pokok, yaitu:
a.
Menetapkan
UUD;
b.
Menetapkan
GBHN; dan
c.
Memilih
dan mengangkat presiden dan wakil presiden
Wewenang
MPR, yaitu:
1.
Membuat
putusan-putusan yang tidak dapat dibatalkan oleh lembaga negara lain, seperti
penetapan GBHN yang pelaksanaannya ditugaskan kepada Presiden;
2.
Meminta
pertanggungjawaban presiden/mandataris mengenai pelaksanaan GBHN;
3.
Melaksanakan
pemilihan dan selanjutnya mengangkat Presiden dan Wakil Presiden;
4.
Mencabut
mandat dan memberhentikan presiden dalam masa jabatannya apabila
presiden/mandataris sungguh-sungguh melanggar haluan negara dan UUD;
5.
Mengubah
undang-undang.
1.
Presiden
adalah penyelenggaraan pemerintah yang tertinggi di bawah Majelis
Permusyawaratan
Rakyat (MPR)
Di
bawah MPR, presiden ialah penyelenggara pemerintah negara tertinggi. Presiden
selain diangkat oleh majelis juga harus tunduk dan bertanggung jawab kepada
majelis. Presiden adalah Mandataris MPR yang wajib menjalankan putusan-putusan
MPR.
5. Pengawasan
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Presiden
tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi DPR mengawasi pelaksanaan mandat
(kekuasaan pemerintah) yang dipegang oleh presiden dan DPR harus saling bekerja
sama dalam pembentukan undang-undang termasuk APBN. Untuk mengesahkan
undang-undang, presiden harus mendapat persetujuan dari DPR. Hak DPR di bidang
legislative ialah hak inisiatif, hak amandemen, dan hak budget.
Hak
DPR di bidang pengawasan meliputi:
1.
Hak
tanya/bertanya kepada pemerintah;
2.
Hak
interpelasi, yaitu meminta penjelasan atau keterangan kepada pemerintah;
3.
Hak
Mosi (percaya/tidak percaya) kepada pemerintah;
4.
Hak
Angket, yaitu hak untuk menyelidiki sesuatu hal;
5.
Hak
Petisi, yaitu hak mengajukan usul/saran kepada pemerintah.
1.
Menteri
Negara adalah pembantu presiden,
Menteri
Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR
Presiden
memiliki wewenang untuk mengangkat dan memberhentikan menteri negara. Menteri
ini tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi kepada presiden. Berdasarkan hal
tersebut, berarti system cabinet kita adalah cabinet kepresidenan/presidensil.
Kedudukan
Menteri Negara bertanggung jawab kepada presiden, tetapi mereka bukan pegawai
tinggi biasa, menteri ini menjalankan kekuasaan pemerintah dalam prakteknya
berada di bawah koordinasi presiden.
6.
Kekuasaan
Kepala Negara tidak tak terbatas
Kepala
Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi ia bukan diktator, artinya
kekuasaan tidak tak terbatas. Ia harus memperhatikan sungguh-sungguh suara DPR.
Kedudukan DPR kuat karena tidak dapat dibubarkan oleh presiden dan semua
anggota DPR merangkap menjadi anggota MPR. DPR sejajar dengan presiden.
Adapun
fungsi demokrasi Pancasila adalah sebagai berikut:
1)
Menjamin adanya keikutsertaan
rakyat dalam kehidupan bernegara
Contohnya: Ikut
menyukseskan Pemilu, ikut menyukseskan Pembangunan, ikut duduk dalam badan
perwakilan/permusyawaratan, dll
2)
Menjamin tetap tegaknya
Negara RI
3)
Menjamin tetap tegaknya
negara kesatuan RI yang mempergunakan sistem konstitusional.
4)
Menjamin tetap tegaknya hukum
yang bersumber pada Pancasila
5)
Menjamin adanya hubungan yang
selaras, serasi dan seimbang antara lembaga Negara
6)
Menjamin adanya pemerintahan
yang bertanggung jawab
Contohnya:
Presiden adalah Mandataris MPR dan Presiden bertanggung jawab kepada MPR.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Demokrasi
Pancasila adalah sebuah sistem demokrasi pemerintahan, yang keduanya bisa
dipakai di negara manapun, dengan cara masing masing di indonesia sendiri
demokrasi pancasila sudah mendarah daging disetiap warga nya, karena demokrasi
itu mencerminkan kehidupan bermasyarakat, sistem demokrasi / pemerintahan
liberal tidak akan cocok untuk diterapkan di indonesia karena adat dan budaya
negara indonesia bertolak belakang dengan negara barat, NKRI harga mati,
demokrasi pancasila harus dibudayakan kepada anak cucu kita.
Makna
Demokrasi Pancasila bisa bermakna keikutsertaan rakyat kehidupan bermasyarakat
dan kehidupan bernegara ditentukan peraturan perundang-undangan.
Dalam
demokrasi Pancasila Rakyat adalah Subjek demokrasi, yaitu rakyat sebagai
keseluruhan berhak ikut serta aktif menentukan keinginan-keinginan dan juga
sebagai pelaksana dari keinginan-keinginan itu. Keinginan rakyat tersebut
disalurkan melalui lembaga-lembaga perwakilan yang ada yang dibentuk melalui
Pemilihan Umum.
Menurut
beberapa pakar, demokrasi merupakan system pemerintahan yang paling baik hingga
sekarang ini. Demokrasi sendiri lahir atas adanya kesadaran bahwa dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara segala kebijakan dan pengambil
kebijakan harus berasal dari rakyat dan untuk rakyat. Namun apabila dilihat
dari kenyataan, keterpurukan dari berbagai sector kehidupan Negara penganut
demokrasi masih sangat besar, termasuk Indonesia.
Indonesia
menggunakan system demokrasi pancasila yang dianggap merupakan perwujudan
nilai-nilai dan falsafah hidup bangsa Indonesia yang berasaskan kekeluargaan.
Implementasi demokrasi pancasila sendiri telah di buktikan dengan sebuah proses
pemilihan umum yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.
B. Saran
Setelah
kita menyimak dari pembahasan di atas tentunya kita dapat memahami dan
mengamalkannya, meski pembahasan ini kurang begitu lengkap, namun dengan
ketidak lengkapan ini kami sebagai penulis dari makalah ini apabila ada hal
kurang begitu berkenan baik dari penulisan terutama dalam pembahasan materi
ini, mohon maaf yang tiada batasnya.
Terima kasih atas semua pihak yang telah membaca
makalah ini, dan kami berharap atas
kritikan dan saran bagi pembaca, supaya kami dapat memperbaiki kembali untuk
jenjang berikutnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Budiardjo,
Miriam. 2002. Dasar-dasar Ilmu Politik.
Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Israil,
Idris. 2005. Pendidikan Pembelajaran dan
Penyebaran Kewarganegaraan. Malang: Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya.
Sharma, P. 2004. Sistem Demokrasi Yang Hakiki. Jakarta :
Yayasan Menara Ilmu.