MAKALAH
“ Kepemimpinan dalam Manajemen Pendidikan Islam”
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliyah Manajemen Pendidikan Islam kepada
Dosen
pengampu: Dr. Mohammad Thoha, M.Pd.I
Di Susun Oleh :
KURNIA ILAHI SUFA : (18201501020025)
JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB
SEKOLAH TINGGI AGAMA
ISLAM NEGERI PAMEKASAN
TAHUN PELAJARAN 2016
KATA
PENGANTAR
Assalamualaikum wr. Wb.
Puji syukur alhamdulillah saya
panjatkan kehadirat Allah SWT karena sebab rahmat dan nikmatnya saya dapat
menyelesaikan sebuah tugas makalah Manajemen
Pendidikan Islam ini, yang diberikan oleh Dr. Mohammad Thoha, M.Pd.I selaku dosen pengampu.
Sholawat serta salam semoga
tercurah limpahkan kepada nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita
dari alam jahiliyah menuju alam ilmiyah sehingga kita semua bisa merasakan
betapa indahnya agama islam yang penuh dengan ilmu- ilmu pengetahuan semoga
kita bisa selamat dunia akhirat.
Pembuatan makalah ini bertujuan
untuk menyelesaikan tugas dari dosen agar memenuhi tugas yang telah ditetapkan,
dan juga agar setiap mahasiswa dapat terlatih dalam pembuatan makalah. Makalah
ini berjudul“Kepemimpinan
dalam Manajemen Pendidikan Islam”.
Adapun sumber sumber dalam pembuatan makalah ini, didapatkan dari
beberapa buku yang membahas tentang materi yang berkaitan dengan makalah ini.
Kami sebagai penulis makalah ini, sangat berterimakasih kepada penyedia sumber
walau tidak dapat secara langsung untuk
mengucapkannya.
Kami menyadari bahwa setiap manusia
memiliki keterbatasan, begitupun dengan kami yang masih seorang mahasiswa.
Dalam pembuatan makalah ini mungkin masih
banyak sekali kekurangan kekurang yang ditemukan, oleh karena itu, kami
mengucapkan mohon maaf yang sebesar-besarnya . Kami mangharapkan ada kritik dan
saran dari para pembaca sekalian dan semoga makalah ini dapat bermanfaat .
Wassalamualaikumwr.wb.
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR
............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................ 1
Latar Belakang........................................................................................................... 1
A. Rumusan Masalah.......................................................................................... 1
B. Tujuan Masalah
........................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................... 1
A.
Pengertian
Kepemimpinan............................................................................. 2
B.
Pendekatan
Kepemimpinan........................................................................... 3
C.
Manajemen
Kepemimpinan Kepala Sekolah yang Efektif............................ 8
D.
Kepemimpinan
dalam Peningkatan Kerja...................................................... 10
E.
Fungsi
Kepemimpinan................................................................................... 12
BAB III PENUTUP .................................................................................................... 14
A.
Kesimpulan .................................................................................................... 14
B.
Saran .............................................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 15
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kepemimpinan dalam Manajemen Berbasis Sekolah kemimpinan merupakan
suatu hal yang sangat pentingke dalam manajemen berbasis sekolah. Kepemimpinan
berkaitan dengan masalah kepala sekolah dalam meningkatan kesempatan untuk
mengadakan pertemuan secara efektif dengan para guru dalam situasi yang
kondusif. Perilaku kepalasekolah harus dapat mendorong kinerja para guru dengan
menunjukkan rasa bersahabat, dekat, dan penuh pertimbangan terhadap para guru,
baik sebagai individu maupun sebagai kelompok.
Perilaku instrumental merupakan tugas-tugas yang diorientasikan dan
secara langsung diklarifikasi dalam peranan dan tugas-tugasPara guru, sebagai
individu dan sebagai kelompok. Perilaku pemimpin yang sitif dapat mendorong
kelompok dalam mengarahkan dan memotivasi individu untuk bekerja sama dalam
kelompok dalam rangka mewujudkan tujuan oganisasi.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa
Pengertian Kepemimpinan?
2.
Bagaimana
Pendekatan Kepemimpinan ?
3.
Bagaimana
Manajemen Kepemimpinan Kepala Sekolah yang Efektif ?
4.
Bagaimana
Kepemimpinan dalam Peningkatan Kerja?
5.
Bagaimana
Fungsi Kepemimpinan ?
C.
Tujuan
Masalah
1.
Mengetahui
Pengertian tentang Kepemimpinan.
2.
Mengetahui
Pendekatan Tentang Kepemimpinan.
3.
Mengetahui
manajemen Kepemimpinan Kepada Sekolah yang Efektif.
4.
Mengetahui
Kepemimpinan dalam Peningkatan Kerja
5.
Mengetaui
Fungsi Kepemimpinan
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Kepemimpinan
Kepemimpinan
dapat diartikan sebagai proses memengaruhi dan mengarahkan para pegawai dalam
melakukan pekerjaan yang telah ditugaskan kepada mereka. Sebagaimana didefinisikan
oleh Stoner,Freeman,Gilbert. Kepemimpinan adalah proses dalam mengarahkan dan
memengaruhi para anggota dalam berbagai aktivitas yang harus dilakukan. Lebih
jauh lagi Giffin membagi pengertia kepemimpinan menjadi dua konsep, yaitu
sebagai roses dan sebagai atribut. Sebagai proses, kepemimpinan difokuskan
kepada apa yang dilakukan oleh para pemimpin, yaitu proses dimana para pemimpin
menggunakan pengaruhnya untuk memperjelas tujuan organisasi para pegawai,
bawahan atau yang dipimpinnya, memotivasi mereka untuk mencapai tujuan
tersebut, serta membantu menciptakan suatu budaya produktif dalam organisasi.
Adapun dari sisi atribut kepemimpinan adalah kumpulan karakteristik yang harus
dimiliki oleh seorang pemimpin. Oleh karena itu,pemimpin dapat didefinisikan sebagai
seseorang yang memiliki kemampuan untuk memengaruhi perilku orang lain tanpa
menggunakan kekuatan,sehingga orang-orang yang dipimpinnya menerima dirinya
sebagai sosok yang layak memimpin mereka.[1]
Namun
demikian, walaupun dari definisi kepemimpinan tersebut bertitik tolak dari pemberian
pengaruh kepada orang lain untuk melaksanakan apa yang dikehendaki pemimpin untuk
menuju suatu tujuan secara efektif dan efisien, namun ternyata proses inilah
yang kemudian menghasilkan tingkatan-tingkatan dalam kepemimpinan. Kasali (2007),
dengan mengutip Maxwell mengemukakan 5 tahap kepemimpinan yang meliputi : (1)
Level 1, pemimpin karena hal hal yang bersifat legalitas semisal menjadipemimpin
karena Surat Keputusan (SK); (2) level 2, pemimpinyang memimpin dengan kecintaannya,
pemimpin pada level inisudah memimpin orang (3) level3, pemimpin yang lebih
berorientasi pada hasil, pada prestasi kerja adalah sangat penting:(4)
level4,padatingkatinipemimpin berusaha menumbuhkan pribadi-pribadi dalam organisasi
untuk menjadi pemimpin; dan (5) level 5, pemimpinyang memiliki daya tarik yang
luar biasa, Pada pemimpin level ini orang-orang ingin mengikutinya bukan hanya
karena apa yang telah diberikan pemimpin secara personal atau manfaatnya,juga
karena nilai-nilai dan simbol-simbol yang melekat pada diri orang tersebut.[2]
B.
Pendekatan
Kepemimpinan
Kepemimpinan
itu suatu kemampuan yang dapat dipelajari atau sudah sedia ada?Pertanyaan ini
mencoba membawa kita kepada sebuah uraian mengenai beberapa pendekatan mengenai
kepemimpinan, Di antara pendekatan yang telah adalah pendekatan personal(personal traits of
leadership approach), perilaku (approach), serta pendekatan kontingensi
(contingency approach)
1.
Pendekatan Personal Mengenai Kepemimpinan
Pendekatan
personal mengenai kepemimpinan berangkat dari sebuah pertanyaan sederhana:
Siapakah pemimpin itu? Apakah menjadi pemimpin itu di ajari? Apakah yang
membedakan antara pemimpin dan bukan pemimpin. Pendekatan personal mencoba
melihat pemimpin dari sisi personal atau karakteristik figur dari seorang
pemimpin.
Pemimpin
dan bukan seorang pemimpin berbagai pandangan dapat kita temukan ketika barangkali
kita pernah mendengar bahwa pemimpin itu harus cerdas, pintar, bersifat terbuka,
memiliki kepercayaan diri dan lebih tinggi misalnya. Akan tetapipadakenyataannya
kita barangkali dapat bertanya, seperti apa orang yang cerdas dan Apakah
seorang yang mesti bertitel profesor atau doktor? Lalu mengapa banyak presiden yang
tidak memiliki titel tersebut?Apabila bersifat terbuka adalah prasyarat seorang
pemimpin, mengapa seorang Abraham Lincoln dapat menjadi seorang presidenpadahaldirinya
cenderung bersifat tertutup?dan seterusnya. Pandangan bahwa pemimpin harus cerdas,
tinggi, bersifat terbuka, pada kenyataannya masih menimbulkan pro dan kontra terlebih
pada kenyataannya bahwa banyak pemimpin yang tidak memiliki kriteria tersebut,
namun dia diakui sebagai pemimpin oleh masyarakatnya.
pemimpin
efektif dan pemimpin tidak efektif. Pendekatan ini melihat bahwa karakteristik
pemimpin bukan sekedar dilihat dari sisi fisik saja, tetapi juga kemampuannya
untuk mencapa itujuan dari sebuah organisasi Mereka yang mampu membawa
anggotanya untuk bersama sama mencapai tujuan, dikatakan sebagai pemimpin yang efektif. Adapun
sebaliknya, mereka yang tidak mampu memengaruhi anggotanya untuk bersama-sama mencapai tujuan dikatakan sebagai pemimpin
tidak efektif. Berdasarkan hal ini,
isu-isu baru kemudian muncul seperti apakah pria lebih efektif dari
wanita?Apakah suku tertentu lebih efektif dari suku yang lainnya, dan lain
sebagainya. Pada intinya jika kita menerima bahwa pemimpin lebih cenderung dilihat
dari kemampuannya dalam pencapaian tujuan, maka pemimpin efektif sangat mungkin
untuk muncul dari pria maupun wanita, suku bangsa, dan ras manapun, maupun dari
kalangan mana pun, sehingga semakin jelas bagi kita bahwa ketika kita menyadari
bahwa setiap individu memiliki keragamannya masing-masing.[3]
2.
Pendekatan Perilaku Mengenai Kepemimpinan
Ketika kita menyadari bahwa dari sisi personal atau karakteristik individu, pembedaan pemimpin bukan dan bukan pemimpin agak sulit untuk dibedakan, maka pendekatan lain yang bisa digunakan adalah pendekatan perilaku mengenai kepemimpinan. Pada dasarnya pendekatan ini mencoba lebih memfokuskan kepada perilaku dan tindakan apa yang dilakukan oleh seorang pemimpin atau pemimpin yang efektif.
Pendekatan
perilaku lebih memfokuskan kepada beberapa tindakan yang dilaknkan oleh
pemimpin, seperti bagaimana mereka melakukan delegasi,bagaimana mereka
berkomunikasi dengan orang-orang, serta bagaimana mereka memotivasi para
pegawai, dan seterusnya. Perilaku, tidak seperti faktor personal, dapat
dipelajari sehingga mereka yang mendapatkan pendidikan atau pelatihan yang
memadai mengenai kepemimpinan akan mampu menjadi pemimpin yang efektif. Para
teoritisi yang melakukan pendekatan perilaku mengenai kepemimpinan pada dasarnya
memfokuskan pada dua aspek dari perilaku kepemimpinan, yaitu fungsi-fungsi kepemimpinan
(leadership functions) dan gaya kepemimpinan(leadership styles).
3.
Pendekatan Kontingensi Mengenai Kepemimpinan
Apa
yang dapat disimpulkan dari kedua pendekatan mengenai kepemimpinan di atas adalah
bahwa gaya kepemimpinan sangat ditentukan oleh berbagai faktor, di antaranya
latar belakang personal, pendidikan personal, pengalaman, hingga lingkungan yang
dihadapinya. Kenyataan ini membawa kepada kesimpulan bahwa pada dasarnya gaya
kepemimpinan bersifat situasional.
Para
peneliti kemudian mulai melakukan identifikasi situasi-situasi yang mendorong
suatu gaya kepemimpinan tertentu dilakukan. Pendekatan kepemimpinan yang mempertimbangkan
situasi yang dihadapi inilah yang dinamakan sebagai pendekatan kontigensi dalam
kepemimpinan, di mana secara sederhana pendekatan kontigensi memandang bahwa
gaya manajemen atau gaya kepemimpinan yang akan memberikan kontribusi positif
bagi organisasi sangat beragam dan sangat
ditentukan oleh keragaman situasi dan keadaan yang dihadapi oleh organisasi
tersebut dari waktu ke waktu. Terdapat beberapa model mengenai pendekatan kontingensi
ini, yaitu di antaranya model kepemimpinan situasional dari Hersey Blanchard,
model LPC dari Fiedler,dan model jalan tujuan dari Evans House. Berikut ini
akan diuraikan satu per satu mengenai model tersebut.[4]
a.
Model Kepemimpinan Situasional
Paul
Hersey dan Kenneth H Blanchard membuat suatu model yang dinamakan sebagai model
kepemimpinan situasional (situational leadership model). Menjelaskan bahwa para
manajer perlu menyesuaikan gaya kepemimpinan mereka sebagai respons terhadap
berbagai karakter dariorang-orang yang menjad ibawahanny aseperti harapan
pekerja, pengalaman, keahlian, dan kesanggupan dalam menerima tanggung jawab
b.
Model LPC
Model kepemimpinan kontingensi kedua adalah Model LPC
yang diperkenalkan oleh Fred Fiedler.
Model ini menjelaskan bahwa kepemimpinan yang sebaiknya digunakan beragam dan
bergatung kepada kecenderungan situasi
yang terjadi, LPC singkatan dari Least Preferred Coworker, dimana pemimpin atau
manajer perlu mengidentifikasi gaya kepemimpinan manakah yang paling cocok
untuk diimplementasikanyang disesuai dengan kondisi minimum pekerja yang
dihadapinya.Menurut Fiedler kunci pemahaman dari pendekatan situsional adalah
tingkatan kecenderungan manajer terhadap penilaian situasi pekerja yang
dihadapinya. Artinya manajer perlu menilai apakah situasiyang dihadapinya
memiliki kecenderungan yang mungkin didekati dengan gaya kepemimpinannya
ataukah tidak.
Fiedler menyimpulkan bahwa ada 3 faktor kontingensi yang
perlu dipertimbangkan dalam model LPC yang dikemukakannya, yaitu relasi
pemimpin bawahan (leader member relation), struktur pekerjaan (task structure),
serta peran kekuasaan (power position). Jika kepercayaan antara pimpinan dengan
bawahan baik, penghargaan dari kedua belah pihak baik, dan penghargaan dari
kedua belah pihak baik, dan seterusnya, maka relasi pimpinan -bawahan
dikategorikan baik. Demikian pula sebaliknya, jika terdapat ketidak percayaan, tak
ada penghargaan, dan seterusnya, maka relasi bawahan dikategorikan buruk dalam
model LPO diatas. Struktur Tugas atau Pekerjaan
menggambarkan baik tidaknya seluruh rangkaian pekerjaan yang akan dilakukan
dari mulai kejelasan tugas, prosedur, dan lain sebagainya. Jika struktur pekerjaan
ini tersedia dengan lengkap dan jelas, maka dikategorikan pada tinggi, dan jika
sebaliknya dikategorikan pada rendah. Peran/posisi kekuasaan menggambar peran
atau posisi kekuasaan pemimpin terhadap bawahannya. Jika pemimpin memiliki peran
yang kuat dalam memengaruhi dan mengarahkan bawahannya, maka faktor
peran/posisi kekuasaan ini di katagorikan pada kuat, demikian pula sebaliknya,
jika pemimpin kurang berperan dalam memengaruhi bawahan, kebijakan dan keputusan diputusan oleh oranglain, maka
peran/posisi kekuasaan ini dikategorikan lemah. Adapun untuk situasi yang cukup kondusif , gaya kepemimpinan yang
perlu diimplementasikan adalah gaya kepemimpinn yang lebih menekankan pada
orientasi hubungan dengan orang-orang, dan jika situasi yang dihadapi adalah
tidak kondusif, maka gaya kepemimpinan yang perlu diimplementasikan adalah yang
berorientasi pekerjaan/tugas.[5]
c.
Model Jalan Tujuan (Path Goal Theory)
Model ini diperkenalkan oleh Martin G. Evans dan Robert
House. Pendekatan Evans dan House berangkat dari asumsi dasar teorimengenai
harapan ( expectancy theory). Berdasarkan asumsi ini, Evans dan House
berpendapat bahwa sekalipun gaya kepemimpinan perlu disesuaikan dengan situasi
yang dihadapi, apakah kecenderungan pekerja untuk berorientasi pada pekerjaan
atau relasi sosial, akan tetapi faktor terpenting yang perlu diperhatikan
justru bahwa pemimpin harus mampu menyediakan dan menjelaskan penghargaan apa
yang akan diterima oleh para pekerja sekiranya mereka mengikuti apa yang
diperintahkan atau diarahkan oleh pemimpin atau rmanajer. Manajer harus
menentukan tujuan (rewards yang diharapkan pekerjaan dan jalan-jalan( Path)
yang perlu dilakukan pekerja untuk meraih tujuan tersebut.Olehsebabitulah model
Evans dan House dinamakan sebagai model jalan tujuan (Path Goal Theory). Ada
dua hal yang perlu mendapat perhatian dari model jalan tujuan ini, yaitu
perilaku pemimpin (leader behavior) dan faktor situasi (situational factors).
Dalam hal perilaku pemimpin,paling tidak ada empat tipe
pemimpin berdasarkan model jalan tujuan ini, yaitu :
a.
Pemimpin direktif, yaitu pemimpin yang
cenderung untuk menentukan langsung apa yang harus dilakukan oleh bawahan dan
apa yang seperti ini langsung memberikan arah dan panduan serta memberikan
jadwal kerja yang spesifik.
b.
Pemimpin suportif, yaitu pemimpi yang cenderung
bersahabat dan mudah diajak berdialog oleh siapa pun, memberikan perhatian
penuh setara.
c.
Pemimpin partisipatif, yaitu pemimpin yang
cenderung untuk memberikan konsultasi kepada bawahan, mengakomodasi berbagai
masukan, serta melibatkan bawahan dalam pengambilan keputusan.
d. Pemimpin prestatif, yaitu pemimpin
yang memiliki visi perubahan dan standar yang tinggi akan produktivitas,
memberikan dorongan kepada bawahan untuk berprestasi dan memotivasi kemampuan
bawahan dalam melakukan berbagai pekerjaan.[6]
Pada praktiknya, keempat tipe perilaku pemimpin ini
bersifat situasional pula. Bagi orang-orang baru, Barangkali pendekatan
direktif akan lebih sesuai untuk digunakan karena orang-orang tersebut belum
mengenal organisasi, rekan kerja, serta lingkungan pekerjaannya. Setelah beberapa lama mereka mengenal organisasinya,
barangkali pendekatan lain perlu ilakukan, dari mulai suportif, Partisipatif,
hingga prestatif.
d.
Vroom-Yetton-Jago(VYJ)
Model ini diperkenalkan pada tahun 1973 oleh Vicctor
Vroom,Phillip Yetton, dan kemudian disempurnakan pada tahun 1988 oleh Vroom dan
Arthur G. Jago. Model ini memfokuskan hanya pada tingkat partisi pasi bawahan
dalam pengambilan keputusan. Model ini memiliki dasar asumsi bahwa sebuah
keputusan dikatakan efektif jika keputusan tersebut memiliki dua ciri, yaitu berkualitas
dan diterima.Sebuah keputusan dikatakan berkualitas sekiranya keputusan
memberikan implikasi positif pada kinerja. Keputusan dikatakan diterima
sekiranya keputusan tersebut diterima oleh bawahan dan bawaahan berkomitmen
untuk menjalankannya.[7]
C.
Manajemen
Kepemimpinan Kepala Sekolah yang Efektif
Kepala sekolah merupakan motor penggerak, penentu arah kebijakan
sekolah, yang akan menentukan bagaimana tujuan-tujuan sekolah dan pendidikan
pada umumnya direalisasikan. Sehubungan dengan MBS, kepala sekolah dituntut
untuk senantiasa meningkatkan efektifitas kinerja. Dengan begitu, MBS bagai
paradigma baru pendidikan dapat memberikan hasil yang memuaskan.[8]
Kinerja kepemimpinan kepala
sekolah dalam kaitannya dengan MBS adalah segala upaya yang dilakukan dan hasil
yang dapat dicapai oleh kepala sekolah dalam mengimplementasi MBS di sekolahnya
untuk mewujudkan tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.
Sehubungan dengan itu, kepemimpinan kepala sekolah yang efektif
dalam MBS dapat dilihat berdasarkan kriteria berikut:
1.
Mampu
memberdayakan guru-guru untuk melaksanakan proses
pembelajaran dengan baik, lancar, dan produktif.
pembelajaran dengan baik, lancar, dan produktif.
2.
dapat
menyelesaikan tugas dan pekerjaan sesuai dengan waktu
yang telah ditetapkan.
yang telah ditetapkan.
3.
mampu
menjalin hubungan yang harmonis dengan masyarakat
sehingga dapat melibatkan mereka secara aktif dalam rangka
mewujudkan sekolah dan pendidikan.
sehingga dapat melibatkan mereka secara aktif dalam rangka
mewujudkan sekolah dan pendidikan.
4.
Berhasil menerapkan prinsip kepemimpinan yang
sesuai dengan tingkat kedewasaan guru dan lain di sekolah;
5.
berhasil mewujudkan tujuan sekolah secara
produktif sesuai
dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
6.
Bekerja
dengan tim manajemen
Pidarta (1988) mengemukakan tiga macam keterampilan yang dimiliki
oleh kepala sekolah untuk menyukseskan kepemimpinannya. Ketiga keterampilan
tersebut adalah ketrampilan konseptual, yaitu untuk memahami dan mengoprasikan organisasi;
keterampilan manusiawi, yaitu keterampilan untuk bekerja sama, memotivasi dan
memimpin, serta keterampilan tehnik ialah ketrampilan dalam menggunakan pengetahuan,
metode, tehnik, serta perlengkapan untuk menyelesaikan tugas tertentu. Lebih
lanjut dikemukakan bahwa untuk memiliki kemampuan, terutama keterampilan
konsep, para kepala sekolah diharapkan melakukan kegiatan-kegiatan berikut: (1)
senantiasa belajar dari pekerjaan sehari-hari terutama dari cara kerja para
guru dan pegawai sekolah lainnya; (2) melakukan observasi kegiatan menajemen
secara terencana; (3) membaca berbagai hal yang berkaitan dengan
kegiatan-kegiatan yang sedang dilaksanakan; (4) memanfaatkan hasil-hasil
penelitian orang lain; (5) berpikir untuk masa yang akan datang, dan (6)
merumuskan ide-ide yang dapat diuji cobakan. Selain itu,kepala sekolah harus
dapat menerapkan gaya kepemimpinan yang efektif sesuai dengan situasi dan
kebutuhan serta motivasi para guru dan pekerja lain.[9]
·
Kepemimpinan
Kepala Sekolah
Peters
dan Austin dalam Sallis (1993), memberikan pertimbangan spesifik
mengenai kepemimpinan pendidikan yang diberi
tema Excellence In School Leadership.
Mereka berpendapat kepemimpinan pendidikan membutuhkan perspektif sebagai berikut:
a. Visi dan simbol.Guru kepala atau kepala sekolah harus
mengomunikasikan nilai-nilai institusi kepada staffnya, siswa, dan masyarakat
luas.
b. Management by
walking about yang merupakan gaya kepemimpinan
bagi setiapinstitusi.
c. For The Kids (untuk anak-anak).Istilah dalam pendidikan yang berarti ekuivalen dengan dekat pada pelanggan.
d. Autonomi, pengalaman, dan dukungan terhadap kegagalan.
Pemimpin pendidikan
harus mendorong inovasi diantara staffnya dan siap terhadap kegagalan yang
pasti muncul dalam melakukan inovasi
e. Menciptakan rasa 'kekeluargaan. Pemimpin perlu menciptakan
suatu perasaan sebagai
komunitas di antara siswa, murid, orangtua, guru, dan staff pendukung
f. Rasa sebagai
keseluruhan, ritme, keinginan kuat, intensitas, dan antusiasme[10].
D.
Kepemimpinan
dalam Peningkatan Kerja
Selain pokok-pokok perhatian MBS sebagaimana diuraikan diatas, perhatian
selanjutnya diberikan pada hal penting yaitu peranan kepemimpinan kepala sekolah
dalam kaitannya dengan pengembangan guru. Prinsip-prinsip dan praktek-praktek
kepemimpinan ini hendaknya dikaitkan dengan peranan kepala sekolah dan kedudukan
pimpinan lainnya yang relevan, dan peranan kepemimpinan khusus meliputi hubungan
dengan staf, siswa, orang tua siswa dan orang-orang lain di luar komuniti tempat sekolah itu berada.[11]
Sejarah pertumbuhan peradaban manusia banyak menunjukkan bukti
bahwa salah satu faktor yang menentukan keberhasilan dan keberlangsungan
organisasi adalah kuat tidaknya kepemimpinan. Kegagalan dan keberhasilan suatu
organisasi banyak ditentukan oleh pemimpin karena pemimpin merupakan pengendali
dan penentu arah yang hendak ditempuh oleh organisasi menuju tujuanyang akan
dicapai.
Semakin tinggi kepemimpinan yang diduduki oleh seseorang dalam
organisasi, nilai dan bobot strategik dari keputusan yang diambilnya semakin
besar. Sebaliknya, semakin rendah kedudukan seseorang dalam suatu organisasi,
keputusan yang diambilnya pun yang lebih operasional. Banyak hasil-hasil studi
yang menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan yang terdapat dalam setiap organisasi
merupakan factor yang berhubungan dengan produktivitas dan efektivitas
organisasi.
Dalam kaitannya dengan
peranan gaya kepemimpinan dalam meningkatkan kinerja pegawai, perlu dipahami
bahwa setiap pemimpin bertanggung jawab mengarahkan apa yang baik bagi pegawainya,
dan dia sendiri harus berbuat baik. Pemimpin harus menjadi contoh, sabar, dan
penuh pengertian. Fungsi pemimpin hendaknya diartikan sebagai motto Ki
Hajar Dewantara: Ing ngarsa sung tulada,
Ing madya mangun karsa, tut wuri
handayani ( didepan menadi teladan, ditengah membina kemauan, dibelakang
menjadi pendorong/ memberi daya ).
Dalam rangka pembinaan MBS, kepala sekolah, sebagai pemimpin, harus
memilki berbagai kemauan diantaranya yang berkaitan dengan pembinaan disiplin
pegawai dan motivasi.[12]
1.
Pembinaan
Disiplin
Seorang pemimpin harus mampu menumbuhkan disiplin, terutama
disiplin diri (Self-discipline). Dalam kaitan ini pemimpin harus mampu membantu
pegawai mengembangkan pola dan meningkatkan standar perilakunya, serta
menggunakan pelaksanaan aturan sebagai alat untuk menegakkan disiplin. Disiplin
merupakan sesuatu yang penting untuk menanamkan rasa hormat terhadap
kewenangan, menanamkan kerjasama, dan merupakan kebutuhan untuk berorganisasi, serta
untuk menanamkan rasa hormat terhadap orang lain.
2.
Pembangkit
motivasi
Keberhasilan suatu organisasi atau lembaga dipengaruhi oleh berbagai
faktor, baik faktor yang datang dari dalam maupun maupun yang datang dari
lingkungan. Dari berbagai faktor tersebut, motivasi merupakan suatu faktor yang
cukup dominan dan dapat menggerakkan faktor-faktor lain ke arah efektivitas
kerja. Dalam hal tertentu motivasi sering disamakan dengan mesin dan kemudi
mobil, yang berfungsi sebagai penggerak dan pengarah.
Setiap pegawai memiliki karakteristik khusus, yang satu sama lain. Hal
tersebut memerlukan perhatian dan pelayanan khusus pula dari pemimpinnya, agar
mereka dapat memanfaatkanwaktu untuk meningkatkan kinerjanya. Perbedaan pegawai
tidak hanya dalam bentuk fisik, tetapi juga dalam bentuk psikisnya ,misalnya
motivasi. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kinerja,perlu diupayakan untuk
membangkitkan motivasi para pegawai dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi.
E.
Fungsi
Kepemimpinan
Fungsi
Kepemimpinan adalah fungsi yang akan mendukung tercapainya tim
yang efektif sehingga manajemen dapat dijalankan secara efektif dalam mencapai tujuan. Terdapat dua fungsi yang terkait dengan hal ini, yaitu fungsi yang terkait dengan tugas atau pekerjaan (task-relatede functions), dan fungsi yang terkait hubungan sosial atau pemeliharaan kelompok (group-maintanance functions). Fungsi yang terkait dengan tugas dan pekerjaan memfokuskan fungsi kepemimpinan dalam menjalankan berbagai pekerjaan atau tugas yang telah direncanakan dalam suatu organisasi. Dengan demikian kepemimpinan yang efektif adalah ketika pemimpin mampu memengaruhi orang-orang untuk dapat melakukan tugas-tugas yang telah dipercayakan kepada mereka. Adapun fungsi fungsi yang terkait dengan hubungan sosial atau pemeliharaan kelompok memfokuskan fungsi kepemimpinan dalam upaya untuk senantiasa memelihara kesatu di antara sesama pekerja, pengertian dengan dan sesama mereka. Dengan demikian pemimpin yang efektif adalah ketika pemimpin tersebut mampu berkomunikasi dengan dengan baik dengan tim kerja, mengajak mereka untuk senantiasa memelihara kebersamaan dan saling pengertian sehingga tim kerja yang ada senantiasa terpelihara dengan baik.[13]
yang efektif sehingga manajemen dapat dijalankan secara efektif dalam mencapai tujuan. Terdapat dua fungsi yang terkait dengan hal ini, yaitu fungsi yang terkait dengan tugas atau pekerjaan (task-relatede functions), dan fungsi yang terkait hubungan sosial atau pemeliharaan kelompok (group-maintanance functions). Fungsi yang terkait dengan tugas dan pekerjaan memfokuskan fungsi kepemimpinan dalam menjalankan berbagai pekerjaan atau tugas yang telah direncanakan dalam suatu organisasi. Dengan demikian kepemimpinan yang efektif adalah ketika pemimpin mampu memengaruhi orang-orang untuk dapat melakukan tugas-tugas yang telah dipercayakan kepada mereka. Adapun fungsi fungsi yang terkait dengan hubungan sosial atau pemeliharaan kelompok memfokuskan fungsi kepemimpinan dalam upaya untuk senantiasa memelihara kesatu di antara sesama pekerja, pengertian dengan dan sesama mereka. Dengan demikian pemimpin yang efektif adalah ketika pemimpin tersebut mampu berkomunikasi dengan dengan baik dengan tim kerja, mengajak mereka untuk senantiasa memelihara kebersamaan dan saling pengertian sehingga tim kerja yang ada senantiasa terpelihara dengan baik.[13]
Sedangkan
menurutMahdi bin Ibrahim , Fungsi manajemen Pendidikan meliputi :
Perencanaan,Pengorganisasian ,Pengarahan dan Pengawasan.
1.
Fungsi Perencanaan
Perencanaan adalah sebuah proses perdana ketika hendak melakukan
pekerjaan baik dalam bentuk pemikiran maupun kerangka kerja agar tujuan yang
hendak dicapai mendapat hasil yang maksimal.
2.
Fungsi Pengorganisasian
Sebuah organisasi dalam manajemen pendidikan islam akan dapat berjlan
lncar dan sesuai dengan tujuan jika konsisten dengan prinsip-prinsip yang
mendesain perjalanan organisasi yaitu, kebebasan, keadilan dan musyawarah.
3.
Fungsi pengarahan
Pengarahan adalah suatu proses meberi bimbingan kepada rekan kerja
sehingga mereka menjadi pegawai yang berpengetahuan dan akan bekerja secara
efektif menuju sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya.
4.
Fungsi Pengawasan
Pengawasan adalah keseluruhan upaya pengamatan pelaksanaan kegiatan
operasional guna menjamin bahwa kegiatan tersebut sesuai dengan rencana yang
telah ditetapkan sebelumnya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kepemimpinan dapat diartikan sebagai proses memengaruhi dan
mengarahkan para pegawai dalam melakukan pekerjaan yang telah ditugaskan kepada
mereka. Sebagaimana didefinisikan oleh Stoner,Freeman,Gilbert. Kepemimpinan
adalah proses dalam mengarahkan dan memengaruhi para anggota dalam berbagai
aktivitas yang harus dilakukan. Kepemimpinan merupakan kemampuan yang dipunyai
seseorang untuk mempengaruhi orang –orang lain agar pekerja mencapai tujuan dan
sasaran. Kepemimpinan juga bagian penting dari manajemen tetapi tidak sama
dengan manajemen. Manajemen mencakup kepemimpinan tetapi juga mencakup
fungsi-fungsi lain seperti perencanaan, pengorganisasian, dan pengawasan.
B.
Saran
Dalam penyusunan makalah ini
mungkin masih banyak kesalahan-kesalahan dalam penyusunannya, mohon maaf kepada
dosen pengampu serta teman-teman untuk membantu merevisi agar makalah ini lebih
sempurna dan sebagai proses pembelajaran menuju kesempurnaan.
DAFTAR PUSTAKA
Trisnawati Erni
& Saefullah Kurniawan, Pengantar Manajemen, Jakarta : Kencana
Perdana Media Group 2005
Muhaimin,
Manajemen pendidikan, Jakarta : kencana Perdana Media Group 2009
Rohiat, Manajemen
Sekolah, Bandung : PT Refika Aditama 2012
Mulyasa,
Manajemen Berbasis Sekolah, Bandung : PT REMAJA ROSDAKARYA 2003
[1] Ernie Trisnawati, Dkk, Pengantar Manajemen, Jakarta : KENCANA
PRENADA MEDIA GROUP 2005, Hlm. 255
[2] Muhaimin, Manajemen Pendidikan(Aplikasinya dalam Penyusunan
Pegembangan Madrasah), Jakarta : KENCANA MEDIA GROUP,Hlm.30
[3] Erni Trisnawati Dkk, Op.Cit, Hlm.258
[4] Ernie Trisnawati, Op,Cit,Hlm.264
[5] Ernie Trisnawati Dkk, Op.Cit,Hlm.269
[6] Ernie Trisnawati Dkk, Op.Cit,Hlm.269
[7] Ernie Trisnawati Dkk, Op.cit,Hlm270
[8] Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah, Bandung : PT REMAJA
ROSDAKARYA 2003,Hlm,126
[9] Mulyasa, Op.Cit,Hlm.127
[10] Rohiat, Manajemen Sekolah(Teori Dasar dan Praktik), Bandung :
PT Refika Aditama 2012, Hlm36
[11] Mulyasa, Op.Cit,Hlm116-117
[12] Mulyasa, Op.Cit, Hlm.118
[13] Ernie Trisnawati, Op.Cit,259-260