MAKALAH
“Institusi Pendidikan Islam
Pra-Madrasah”
Untuk memuhi tugas mata kuliah ”Sejarah pendidikan
Islam”
Dosen Pengampu: Zainudin Syarif
M.Pd.I
Disusun Oleh:
Imam Hanafi
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB
JURUSAN
TARBIYAH
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PAMEKASAN
KATA
PENGANTAR
Segala puji dan syukur bagi Allah tuhan semesta alam
yang telah memeberikan rahmat dan hidayahnya
kepada kita semua. Shalawat serta salam
semoga tetap tercurah limpahkan kepada
junjungan kita nabi besar Muhammad
Saw.
Pendidikan Islam
merupakan suatu proses untuk mengubah
tingkah laku pada
kehidupan masyarakat dan alam
sekitarnya yang berfungsi merealisasikan dan mengaktualisasikan potensi mahasiswa baik yang
berupa ilmu
umum maupun
agama, serta untuk meningkatkan
kualitas keimanan
seseorang terhadap
Allah dan menambah
wawasan ilmu pengetahuan yang luas bagi
masyarakat.
Setiap insan berkepentingan
mengoptimalkan diri meraih
hikmah dalam proses pembelajaran supaya dapat
memperoleh ilmu agama yang bermanfaat baik
bagi dirinya sendiri maupun masyarakat dan memiliki ilmu yang berwawasan luas baik ilmu agama
maupun intelektual, untuk itu kami
dari kelompok lima membuat makalah tentang materi sejarah pendidikan Islam
yang membahas tentang
institusi pendidikan
Islam pra-madrasah guna
menambah wawasan ilmu pengetahuan
tentang agama Islam.
Kesempurnaan hanya
milik Allah khilaf
dan salah hanya milik
penulis sebagai hamba-Nya. Penulis
sangat menyadari bahwa
isi makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu
penulis meminta maaf
atas segala kesalahan
penulisan baik dalam penulisan
kalimat tanda baca dan penempatan huruf besar. Semoga pembaca maupun penulis mendapatkan syafa’at
dan rahmat.
Pamekasan, 07 Desember 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................................................
i
KATA
PENGANTAR.....................................................................................................................
ii
DAFTAR
ISI...................................................................................................................................
iii
A.. Institusi Pendidikan
Islam pra-Madrasah...............................................................................3
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................
11
PENDAHULUAN
Dalam menjalankan
kehidupan yang bermakna
dan manfaat diperlukan adanya
upaya untuk membuat
waktu yang dimiliki secara efisien, karenanya manusia
akan memperoleh keuntungan sesuai yang ia harapkan. Manusia
secara instiktif adalah
makhluk sosial, dimana
ia tidak dapat
hidup tanpa bantuan
orang lain. Karenanya
ia membutuhkan teman serta
masyarakat untuk berinteraksi baik pergaulan bersifat batin
ataupun lahiriyah sesuai
yang dibutuhkan.
Setiap manusia
yang telah di bekali
dengan rasa ingin
tahu terhadap berbagai macam ilmu, baik itu berupa
ilmu umum maupun ilmu agama,
dalam pendidikan ilmu agama sangat penting untuk mengetahui
tentang ilmu sejarah pendidikan Islam yang merupakan suatu ilmu yang membahas tentang institusi pendidikan Islam pra-Madrasah
di mulai pada masa Rasulullah
dan sesudahnya.
Diantara pembahasan yang terkandung
dalam suatu ilmu sejarah pendidikan
Islam ialah
tentang pendidikan Islam pra madrasah yang pada
umumnya lembaga pendidikan Islam sebelum masa
periode madrasah disebut
juga periode klasik
dan di klasifikasikan atas
dasar muatan kurikulum
yang diajarkan.
Mengerti dan memahami
secara luas tentang sejarah
pendidikan Islam baik pada masa
kepemimpinan rasulullah dan sesudahnya sangat penting bagi kehidupan manusia, maka dari itu
kami dari kelompok
enam membuat makalah
dengan
judul “institusi pendidikan
Islam pra-Madrasah ” agar dapat menambah
wawasan ilmu pengetahuan bagi semua para pembaca.
B. Rumusan Masalah
Rumusan makalah
yang terdapat makalah
ini adalah:
1.
Institusi Pendidikan
Islam pra-Madrasah
2.
Lembaga
Institusi Pendidikan pra-Madrasah
C.
Tujuan
Tujuan pembuatan
dari makalah ini
adalah untuk mengetahui:
1.
Institusi Pendidikan
Islam pra-Madrasah
2.
Lembaga
Institusi Pendidikan pra-Madrasah
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Institusi
Pendidikan Islam Pra-Madrasah
Sebagaimana
di maklumi bahwa di dunia Islam sebelum
muncul lembaga pendidikan formal
(madrasah dan universitas) sebenarnya telah
berkembang lembaga pendidikan
Islam yang di kategorikan
sebagai lembaga pendidikan nonformal.
Lembaga-lembaga ini berkembang
terus bersamaan dengan tumbuh dan
berkembangnya bentuk-bentuk
lembaga pendidikan formal. Berdirinya
institusi-institusi
pendidikan dalam Islam
merupakan instrumens dalam
menyebarkan agama Islam.
Adapun kronologi
periode-periode perkembangan
Islam menurut Zuhairini
(1997) sebagai berikut:
1.
Periode
pembinaan pendidikan Islam:
pada masa Rasulullah
saw.
2.
Periode pertumbuhan
pendidikan
Islam: pada masa
Rasulullah sampai bani Umayyah
3.
Periode kejayaan pendidikan
Islam: pada masa Abbasiyah sampai jatuhnya Baghdad
yang diwarnai dengan
berdirinya madrasah dan puncak
kejayaan Islam.
4.
Periode kemunduran
pendidikan Islam: masa jatuhnya Baghdad sampai jatuhnya Mesir ketangan
Napoleon
5.
Periode pembaruan pendidikan Islam: masa Mesir di pegang
oleh Napoleon sampai kini.
Pada
awal tumbuhnya Islam
yaitu masa rasulullah
saw tahun 610 M (periode pertama dan
kedua) ditemukan bahwa proses
kegiatan pendidikan Islam di mulai sejak
wahyu pertama turun,
yaitu surat al-Alaq
ayat 1-5). Dengan turunnya surat
diatas (sebagai landasan fundamental dalam pendidikan) Allah swt
melalui rasulnya yakni
nabi Muhammad telah memerintahkan
umat Islam untuk
belajar membaca dan menulis. Pada hakikatnya, perintah “bacalah”
ini memiliki makna filosofi mendalam bila
ditinjau dari aspek
pendidikan.
Institusi pertama yang digunakan sebagai
tempat kegiatan belajar membaca,
menulis, dan menghafal
al-Qur’an yaitu Darul Arqam (sebuah
rumah sahabat: Arqam
diluar Mekah). Pada saat itu,
rasulullah sendiri bertindak sebagai
guru dalam mengajar, dan membimbing mereka dalam memahami al-Qur’an.
Selanjutnya setelah hijrah
ke Madinah (Yastrib)
maka kegiatan (pendidikan) belajar
dipusatkan di masjid
Nabawi.
B.
Lembaga
Institusi Pendidikan pra-Madrasah
Selain masjid,
ada beberapa istilah
institusi pendidikan yang
digunakan pada periode pertama
dan kedua, menurut
Syalabi (1973) dan Mehdi (2003)
sebagai berikut:
1.
Kuttab
Istilah
“kuttab” menurut A.L. Tibawi
sama dengan “maktab”, keduanya merupakan derivasi dari kata dasar
“kataba (menulis)” hanya saja istilah
“maktab” lebih modern
dari pada kata
“kuttab”.[1]
Namun, keduanya merupakan lembaga pendidikan dasar dalam Islam. Adapun yang dimaksud dengan
“kuttab” atau “maktab” adalah tempat untuk belajar membaca dan menulis yang
ada dirumah guru, sedangkan para
siswa datang
berkumpul untuk belajar.
Secara historis,
kuttab adalah sejenis tempat belajar yang mula-mula
lahir di dunia Islam. Kuttab sebenarnya sudah ada di negara Arab sebelum
datangnya Islam, tetapi
belum dikenal. Diantara
penduduk Mekkah yang
mula-mula belajar menulis
huruf arab di
kuttab ialah Sufyan ibn Umayyah ibn Abd
al-Syams dan Abu
Qais ibn Abd al-Manaf
ibn Zuhrah ibn Kilab. Keduanya belajar
dari Bisyr ibn Abd al-Malik yang dan
mempelajarinya dari Hirah.
Pada
awal perkembangan Islam,
kuttab tersebut dilaksanakan di rumah-rumah guru yang
bersangkutan, kemudian pada akhir abad pertama hijriyah, mulai muncul
jenis kuttab, yang disamping
memberikan pelajaran baca tulis,
juga
mengajarkan al-Qur’an dan pokok-pokok agama.
Kepandaian baca tulis dalam kehidupan
sosial dan politik
umat Islam ternyata memegang peranan
penting,
digunakan sebagai media komunikasi dakwah kepada dunia diluar Arab
serta dalam menuliskan
perjanjian-perjanjian,
karena kepentingan inilah
maka kuttab sebagai
tempat belajar menulis
dan membaca semakin
pesat.
Perubahan
terjadi di akhir
abad pertama hijriyah, dimana dalam kuttab ini
telah diberikan juga
materi al-Qur’an dan
pokok-pokok ajaran agama,
seperti pokok-pokok nahwu
dan shorrof. Pada mulanya kuttab jenis ini
merupakan pemindahan dari
pengajaran al-Qur’an yang berlangsung masjid
dan semua kalangan
2.
Sekolah istana
Sesuai
dengan namanya, sekolah
istana merupakan sebuah
tempat pendidikan yang
di laksanakan di
istana. Perbedaannya dengan maktab
yaitu selain diberikan
keterampilan menulis dan
membaca, ia juga diberikan
pelajaran sosial dan kebudayaan sebagai persiapan kependidikan tinggi, memasuki
pergaulan di masyarakat
dan untuk bekerja
di istana.
3.
Sebuah kedai buku
tempat
ini bisa dimaknai sebagai tempat-tempat tinggal pribadi cendekiawan muslim,
atau disebut juga
sebagai salon sastra.
4.
Shuffah
Ia merupakan institusi pendidikan untuk
aktivitas belajar pada masa rasulullah
saw, ketika berada
di kota Madinah.
Lembaga ini di dirikan sebagai tempat
untuk
mempelajari, membaca dan menghafal
al-Qur’an yang langsung
di
bimbing oleh nabi.
Disamping itu, ada beberapa
materi lainnya juga
diajarkan antara lain
ilmu dasar berhitung,
kedokteran, dan ilmu fonetik
5.
Halaqah
Sesuai maknanya merupakan tempat belajar
dimana siswanya duduk melingkari seorang
guru. Bentuk pelajaran
ini bisa dijumpai
di setiap pondok pesantren,
ketika seorang kiayi memberikan pengajian di Aula, musolla,
atau masjid.
6.
Manazilul
al-Ulama’
Tipe
tempat pendidikan ini termasuk dalam kategori yang tertua,
bahkan lebih dahulu
ada sebelum halaqah
di masjid. Nabi saw dan para
sahabatnya, menjadikan rumah sahabat al-Arqam ibn Abi al-Arqam sebagai markas gerakan.
Salah satu aktivitasnya
adalah pengajaran poko-pokok
akidah dan penyampaian wahyu-wahyu ilahi yang turun kepada nabi Muhammad saw.
Pada masa
kejayaan
pendidikan Islam,
rumah-rumah para
ulama dan para ahli
ilmu
pengetahuan menjadi tempat belajar
dan pengembangan ilmu pengetahuan. Hal ini pada umumya
disebabkan karena ulama
dan ahli yang bersangkutan tidak
mungkin memberikan pelajaran di
masjid, sedangkan pelajar banyak yang
berminat untuk mempelajari pengetahuan kepadanya. Diantara
rumah ulama terkenal
yang menjadi tempat belajar adalah rumah
ibn Sina, al-Ghazali,
dan Ali ibn
Muhammad al-Fasihi, Ya’qub ibn Killis, Wazir
Khalifah al-Aziz bi
Allah al-Fatimiy dan
lain-lain[2]
7.
Masjid dan Jami’
Pendidikan Islam dan masjid merupakan satu kesatuan yang integral, dimana masjid merupakan
pusat dan urat nadi kegiatan keislaman, yang meliputi aktivitas
keagamaan, politik, budaya
dan yudikatif.[3]
Mulai zaman nabi saw dengan
masjid Quba dan
Nabawi, masjid selalu
menjadi alternatif utama dalam penyelenggaraan pendidikan Islam. Dan
adapun kurikulum pembelajarannya lebih
ditekankan pada aktivitas
menghafal.
Pada masa Abbasiyah dan masa perkembangan
kebudayaan Islam, masjid-masjid yang
di dirikan oleh para
penguasa pada umumnya di
perlengkapi dengan berbagai macam sarana dan tempat-tempat untuk pengajian dari ulama-ulama
yang merupakan
kelompok-kelompok (halaqah), tempat untuk
berdiskusi dan juga
munazarah dalam berbagai
ilmu pengetahuan, dan
dilengkapi dengan ruang
perpustakaan dengan buku-buku
dari berbagai macam
ilmu pengetahuan.
Seperti
halnya masjid, pada masa itu bermunculan dan berkembang pula jami’
sebagai pusat pendidikan, hanya saja
perkembangannya sedikit lamban
di bandingkan dengan masjid.
Beberapa jami’ yang
terkenal sebelum Abbasiyah, antara
lain jami’ Amr
ibn Ash, jami’ Ahmad
ibn Thulun.
Disamping
itu, terdpat masjid
khan, yang juga dilengkapi dengan bangunan (asrama, pemondokan)
yang masih bergandengan
dengan masjid. Berbeda dengan
masjid biasa, masjid
khan menyediakan tempat
penginapan yang cukup representatif bagi para pelajar yang datang dari berbagai
kota. Tahap ini mencapai
perkembangan yang sangat
pesat pada abad ke 10 M.
8.
Hawanit
al-Warraqin (toko-toko kitab)
Pada masa
pemerintahan Abbasiyah, dimana ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam
sudah tumbuh dan berkembang dan di ikuti oleh penulisan kitab-kitab dalam
berbagai cabang ilmu
pengetahuan, maka berdirilah
toko-toko kitab. Pada
mulanya toko kitab
itu berfungsi sebagai tempat
berjual beli kitab
yang telah ditulis
dalam berbagai macam
ilmu pengetahuan. Mereka membeli
dari penulisnya kemudian
menjualnya kepada siapa
yang berminat untuk
mempelajarinya.
Saudagar-saudagar
kitab bukanlah orang yang mencari
keuntungan semata, tetapi kebanyakan
mereka adalah sastrawan-sastrawan yang cerdas,
yang telah memlih
usaha sebagai pedagang
kitab tersebut, agar mereka
mendapatkan kesempatan yang
baik untuk membaca dan menelaah, serta bergaul dengan
para ulama dan
pujangga. Mereka juga
menyalin kitab-kitab yang penting
dan juga menyodorkannya kepada mereka yang
memerlukannya dengan mendapat
imbalan.
Dengan demikian,
toko kitab tersebut telah berkembang fungsinya
bukan hanya sebagai
tempat berjual beli kitab tetapi
sekaligus juga sebagai lembaga
pendidikan yang merupakan tempat
berkumpulnya para ulama, pujangga
dan ahli-ahli ilmu
pengetahuan lainnya, untuk berdiskusi, berdebat,
bertukar fikiran dalam
berbagai masalah ilmiah.
9.
Maktabat
(perpustakaan)
Perpustakaan memegang
peranan penting dalam
menyukseskan tugas-tugas lembaga
pendidikan dalam bentuk
yang lebih sempurna, dan juga membantu
berlangsungnya terus-menerus pelajaran,
prestasi, penelitian perorangan serta memudahkan cara-cara memperoleh
pendidikan dari orang banyak.
Perpustakaan tersebut
telah banyak tersebar
dalam bentuk yang
belum pernah dikenal
sebelum itu, dan lagi
ia merupakan satu keistimewaan khusus
bagi lembaga-lembaga pendidikan
Islam.
Berkaitan
dengan perkembanga perpustakaan
itu, kita temukan beberapa pendapat ilmuwan
yang menelaah jenis
dan perkembangan perpustakaan. Perpustakaan umum biasanya berhubungan dengan sekolah, sekolah tinggi atau masjid serta
terbuka untuk umum.
Perpustakaan semi
terbuka untuk satu kelompok yang
terpilih, dan perpustakaan pribadi dimiliki
oleh cendekiawan
untuk kebutuhan pribadinya.
Al-Maqrisi
menyebutkan perpustakaan-perpustakaan
besar yang di dirikan disamping
masjid dan juga dar al-Hikmah yang dibuka bagi para peminatnya
yang terdiri dari
pembaca dan penyali bermacam-macam cabang ilmu
pengetahuan, dimana di dalamnya
juga di sediakan tinta dan kertas tulis.
Demikian pula ia menyebutkan
perpustakaan yang di
dirikan di samping
madrasah al-Fadiliyyah yang
mempunyai koleksi sejumlah
100.000 kitab. Padahal
saat itu belum ada mesin cetak.
Ibn al-Qifti menyebutkan bahwa disana
juga terdapat 6500 kitab tentang ilmu falak disamping memiliki dua buah
globe, dimana asumsi
bangsa Eropa pada saat itu bahwa
bumi bentuknya datar. [4]
10.
Al-Badiyah
(Daerah Pedalaman)
Bahasa
arab sampai menjelang kedatanga Islam tetap terpelihara kemurniannya, tetapi
kemudian terkontaminasi oleh
bahasa-bahasa jiran (tetangga) sebagai akibat
dari interaksi perdagangan yang
mereka jalin. Pencemaran bahasa yang
tidak bisa di hindari ini lazim disebut lahn. Masyarakat paling
banyak bermunculan lahn,
karena frekuensi interaksi mereka yang
dimiliki tinggi dengan
para pendatang, ataupun
sebaliknya, mereka yang menjadi
pendatang di daerah-daerah
tetangga. Fenomena sosial ini
sangat kontras jika
dibandingkan dengan masyarakat badui
(pedesaan) yang bahasa
mereka relatif
lebih murni dan
terjaga. Realitas inila yang kemudian
mendorong para pelajar yang peduli akan orisinalitas kebahasaan mereka, untuk pergi belajar bahasa yang fasih lagi murni, dan mempelajari
pula syair-syair serta sastra
arab
ke sumbernya yang asli, yakni badiyah
(pedalaman), bahkan tidak sedikit yang memutuskan
untuk tinggal sementara waktu di
sana[5].
Kemampuan
dalam menyesuaikan materi pelajaran
dengan potensi masyarakat yang dimiliki, rasulullah saw juga telah
menerapkan aspek manajemen, yaitu sistem
rekrutmen guru sebagai pengajar di
institusi pendidikan Islam karena semakin tinggi antusias masyarakat untuk belajar agama
Islam, dan rasulullah sendiri
tidak mungkin mengajar,
membimbing mereka pada
waktu bersamaan
di tempat yang
berbeda, maka rasul
telah merekrut guru untuk
di tetapkan sebagai pengajar di beberapa institusi pendidikan
Islam. Tercatat dalam sejarah
bahwa Ubaid bin al-Samit sebagai guru yang
diangkat oleh rasulullah saw. pada
sekolah al-Shuffah di Madinah
(sebuah ruangan yang di gunakan
sebagai tempat belajar dan menyantuni anak
yatim piatu yang
berada di dalam masjid
Nabawi-Madinah)
BAB II
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang terdapat
dalam makalah ini
adalah
1.
Pada sejarah perkembangan Islam
sebelum pendidikan islam menuju
pada periode pendidika
Islam di madrasah, pendidika
Islam melalui masa
periode pra-Madrasah yang mana
pada masa ini
banyak berdiri
lembaga-lembaga pendidikan dalam Islam,
diantaranya yaitu
Kuttab atau Maktab,
Halaqah dan Masjid dan Faktor yang mendorong munculnya lembag-lembaga
tersebut yaitu dikarenakan oleh faktor
motifasi demi berkembangnya keilmuan dan terdorong
oleh berkembangnya kebutuhan
pada masa awal
Islam.
B. Saran
1.
Berdasarkan
isi pembahasan dari makalah
ini dalam menjalani
kehidupan di dunia ini hendaknya lebih memperluas
dalam memahami tentang hal yang
berkaitan dengan pendidikan
Islam seperti halnya
pendidikan Islam pada
masa rasulullah.
2.
Dalam
pembuatan makalah
ini apabila terdapat beberapa kesalahan
dalam cara penulisan baik penempatan kalimat huruf
besa maupun pembahasan, penulis meminta maaf dan sekiranya
pembaca dapat memperbaiki kesalahan dalam pembuatan makalah.
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. Suwito, MA. Et al./ Sejarah sosial
Pendidikan Islam. 13220. Jakarta,
Kencana 2005
Dr. Siswanto, M. Pd. I./ Dinamika Pendidikan
Islam Perspektif Historis. Surabaya
Abudin
Nata, Sejarah Pendidikan
Islam pada Periode Klasik dan
pertengahan, Jakarta: Rajawali
Pers, 2013
[1] A.L. Tibawi, Islamic Education: Its Tradition and Modernization into the Arab National System (London:
Luzac and company Ltd, 1979), hlm 26
[3] Muhammad Munir Mursi, al-Tarbiyah al-Islamiyah ushuluha wa Tathawwuruha fi al-Bilad
al-Arabiyyah (Kairo: Alam al-Kutub, 1977), hlm.93
[4] Al-Baghdadi, Sistem pendidikan di masa
khalifah Islam (Bangil: al-Izzah, 1996), hlm.107-108
PENDAHULUAN
Dalam menjalankan
kehidupan yang bermakna
dan manfaat diperlukan adanya
upaya untuk membuat
waktu yang dimiliki secara efisien, karenanya manusia
akan memperoleh keuntungan sesuai yang ia harapkan. Manusia
secara instiktif adalah
makhluk sosial, dimana
ia tidak dapat
hidup tanpa bantuan
orang lain. Karenanya
ia membutuhkan teman serta
masyarakat untuk berinteraksi baik pergaulan bersifat batin
ataupun lahiriyah sesuai
yang dibutuhkan.
Setiap manusia
yang telah di bekali
dengan rasa ingin
tahu terhadap berbagai macam ilmu, baik itu berupa
ilmu umum maupun ilmu agama,
dalam pendidikan ilmu agama sangat penting untuk mengetahui
tentang ilmu sejarah pendidikan Islam yang merupakan suatu ilmu yang membahas tentang institusi pendidikan Islam pra-Madrasah
di mulai pada masa Rasulullah
dan sesudahnya.
Diantara pembahasan yang terkandung
dalam suatu ilmu sejarah pendidikan
Islam ialah
tentang pendidikan Islam pra madrasah yang pada
umumnya lembaga pendidikan Islam sebelum masa
periode madrasah disebut
juga periode klasik
dan di klasifikasikan atas
dasar muatan kurikulum
yang diajarkan.
Mengerti dan memahami
secara luas tentang sejarah
pendidikan Islam baik pada masa
kepemimpinan rasulullah dan sesudahnya sangat penting bagi kehidupan manusia, maka dari itu
kami dari kelompok
enam membuat makalah
dengan
judul “institusi pendidikan
Islam pra-Madrasah ” agar dapat menambah
wawasan ilmu pengetahuan bagi semua para pembaca.
B. Rumusan Masalah
Rumusan makalah
yang terdapat makalah
ini adalah:
1.
Institusi Pendidikan
Islam pra-Madrasah
2.
Lembaga
Institusi Pendidikan pra-Madrasah
C.
Tujuan
Tujuan pembuatan
dari makalah ini
adalah untuk mengetahui:
1.
Institusi Pendidikan
Islam pra-Madrasah
2.
Lembaga
Institusi Pendidikan pra-Madrasah
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Institusi
Pendidikan Islam Pra-Madrasah
Sebagaimana
di maklumi bahwa di dunia Islam sebelum
muncul lembaga pendidikan formal
(madrasah dan universitas) sebenarnya telah
berkembang lembaga pendidikan
Islam yang di kategorikan
sebagai lembaga pendidikan nonformal.
Lembaga-lembaga ini berkembang
terus bersamaan dengan tumbuh dan
berkembangnya bentuk-bentuk
lembaga pendidikan formal. Berdirinya
institusi-institusi
pendidikan dalam Islam
merupakan instrumens dalam
menyebarkan agama Islam.
Adapun kronologi
periode-periode perkembangan
Islam menurut Zuhairini
(1997) sebagai berikut:
1.
Periode
pembinaan pendidikan Islam:
pada masa Rasulullah
saw.
2.
Periode pertumbuhan
pendidikan
Islam: pada masa
Rasulullah sampai bani Umayyah
3.
Periode kejayaan pendidikan
Islam: pada masa Abbasiyah sampai jatuhnya Baghdad
yang diwarnai dengan
berdirinya madrasah dan puncak
kejayaan Islam.
4.
Periode kemunduran
pendidikan Islam: masa jatuhnya Baghdad sampai jatuhnya Mesir ketangan
Napoleon
5.
Periode pembaruan pendidikan Islam: masa Mesir di pegang
oleh Napoleon sampai kini.
Pada
awal tumbuhnya Islam
yaitu masa rasulullah
saw tahun 610 M (periode pertama dan
kedua) ditemukan bahwa proses
kegiatan pendidikan Islam di mulai sejak
wahyu pertama turun,
yaitu surat al-Alaq
ayat 1-5). Dengan turunnya surat
diatas (sebagai landasan fundamental dalam pendidikan) Allah swt
melalui rasulnya yakni
nabi Muhammad telah memerintahkan
umat Islam untuk
belajar membaca dan menulis. Pada hakikatnya, perintah “bacalah”
ini memiliki makna filosofi mendalam bila
ditinjau dari aspek
pendidikan.
Institusi pertama yang digunakan sebagai
tempat kegiatan belajar membaca,
menulis, dan menghafal
al-Qur’an yaitu Darul Arqam (sebuah
rumah sahabat: Arqam
diluar Mekah). Pada saat itu,
rasulullah sendiri bertindak sebagai
guru dalam mengajar, dan membimbing mereka dalam memahami al-Qur’an.
Selanjutnya setelah hijrah
ke Madinah (Yastrib)
maka kegiatan (pendidikan) belajar
dipusatkan di masjid
Nabawi.
B.
Lembaga
Institusi Pendidikan pra-Madrasah
Selain masjid,
ada beberapa istilah
institusi pendidikan yang
digunakan pada periode pertama
dan kedua, menurut
Syalabi (1973) dan Mehdi (2003)
sebagai berikut:
1.
Kuttab
Istilah
“kuttab” menurut A.L. Tibawi
sama dengan “maktab”, keduanya merupakan derivasi dari kata dasar
“kataba (menulis)” hanya saja istilah
“maktab” lebih modern
dari pada kata
“kuttab”.[1]
Namun, keduanya merupakan lembaga pendidikan dasar dalam Islam. Adapun yang dimaksud dengan
“kuttab” atau “maktab” adalah tempat untuk belajar membaca dan menulis yang
ada dirumah guru, sedangkan para
siswa datang
berkumpul untuk belajar.
Secara historis,
kuttab adalah sejenis tempat belajar yang mula-mula
lahir di dunia Islam. Kuttab sebenarnya sudah ada di negara Arab sebelum
datangnya Islam, tetapi
belum dikenal. Diantara
penduduk Mekkah yang
mula-mula belajar menulis
huruf arab di
kuttab ialah Sufyan ibn Umayyah ibn Abd
al-Syams dan Abu
Qais ibn Abd al-Manaf
ibn Zuhrah ibn Kilab. Keduanya belajar
dari Bisyr ibn Abd al-Malik yang dan
mempelajarinya dari Hirah.
Pada
awal perkembangan Islam,
kuttab tersebut dilaksanakan di rumah-rumah guru yang
bersangkutan, kemudian pada akhir abad pertama hijriyah, mulai muncul
jenis kuttab, yang disamping
memberikan pelajaran baca tulis,
juga
mengajarkan al-Qur’an dan pokok-pokok agama.
Kepandaian baca tulis dalam kehidupan
sosial dan politik
umat Islam ternyata memegang peranan
penting,
digunakan sebagai media komunikasi dakwah kepada dunia diluar Arab
serta dalam menuliskan
perjanjian-perjanjian,
karena kepentingan inilah
maka kuttab sebagai
tempat belajar menulis
dan membaca semakin
pesat.
Perubahan
terjadi di akhir
abad pertama hijriyah, dimana dalam kuttab ini
telah diberikan juga
materi al-Qur’an dan
pokok-pokok ajaran agama,
seperti pokok-pokok nahwu
dan shorrof. Pada mulanya kuttab jenis ini
merupakan pemindahan dari
pengajaran al-Qur’an yang berlangsung masjid
dan semua kalangan
2.
Sekolah istana
Sesuai
dengan namanya, sekolah
istana merupakan sebuah
tempat pendidikan yang
di laksanakan di
istana. Perbedaannya dengan maktab
yaitu selain diberikan
keterampilan menulis dan
membaca, ia juga diberikan
pelajaran sosial dan kebudayaan sebagai persiapan kependidikan tinggi, memasuki
pergaulan di masyarakat
dan untuk bekerja
di istana.
3.
Sebuah kedai buku
tempat
ini bisa dimaknai sebagai tempat-tempat tinggal pribadi cendekiawan muslim,
atau disebut juga
sebagai salon sastra.
4.
Shuffah
Ia merupakan institusi pendidikan untuk
aktivitas belajar pada masa rasulullah
saw, ketika berada
di kota Madinah.
Lembaga ini di dirikan sebagai tempat
untuk
mempelajari, membaca dan menghafal
al-Qur’an yang langsung
di
bimbing oleh nabi.
Disamping itu, ada beberapa
materi lainnya juga
diajarkan antara lain
ilmu dasar berhitung,
kedokteran, dan ilmu fonetik
5.
Halaqah
Sesuai maknanya merupakan tempat belajar
dimana siswanya duduk melingkari seorang
guru. Bentuk pelajaran
ini bisa dijumpai
di setiap pondok pesantren,
ketika seorang kiayi memberikan pengajian di Aula, musolla,
atau masjid.
6.
Manazilul
al-Ulama’
Tipe
tempat pendidikan ini termasuk dalam kategori yang tertua,
bahkan lebih dahulu
ada sebelum halaqah
di masjid. Nabi saw dan para
sahabatnya, menjadikan rumah sahabat al-Arqam ibn Abi al-Arqam sebagai markas gerakan.
Salah satu aktivitasnya
adalah pengajaran poko-pokok
akidah dan penyampaian wahyu-wahyu ilahi yang turun kepada nabi Muhammad saw.
Pada masa
kejayaan
pendidikan Islam,
rumah-rumah para
ulama dan para ahli
ilmu
pengetahuan menjadi tempat belajar
dan pengembangan ilmu pengetahuan. Hal ini pada umumya
disebabkan karena ulama
dan ahli yang bersangkutan tidak
mungkin memberikan pelajaran di
masjid, sedangkan pelajar banyak yang
berminat untuk mempelajari pengetahuan kepadanya. Diantara
rumah ulama terkenal
yang menjadi tempat belajar adalah rumah
ibn Sina, al-Ghazali,
dan Ali ibn
Muhammad al-Fasihi, Ya’qub ibn Killis, Wazir
Khalifah al-Aziz bi
Allah al-Fatimiy dan
lain-lain[2]
7.
Masjid dan Jami’
Pendidikan Islam dan masjid merupakan satu kesatuan yang integral, dimana masjid merupakan
pusat dan urat nadi kegiatan keislaman, yang meliputi aktivitas
keagamaan, politik, budaya
dan yudikatif.[3]
Mulai zaman nabi saw dengan
masjid Quba dan
Nabawi, masjid selalu
menjadi alternatif utama dalam penyelenggaraan pendidikan Islam. Dan
adapun kurikulum pembelajarannya lebih
ditekankan pada aktivitas
menghafal.
Pada masa Abbasiyah dan masa perkembangan
kebudayaan Islam, masjid-masjid yang
di dirikan oleh para
penguasa pada umumnya di
perlengkapi dengan berbagai macam sarana dan tempat-tempat untuk pengajian dari ulama-ulama
yang merupakan
kelompok-kelompok (halaqah), tempat untuk
berdiskusi dan juga
munazarah dalam berbagai
ilmu pengetahuan, dan
dilengkapi dengan ruang
perpustakaan dengan buku-buku
dari berbagai macam
ilmu pengetahuan.
Seperti
halnya masjid, pada masa itu bermunculan dan berkembang pula jami’
sebagai pusat pendidikan, hanya saja
perkembangannya sedikit lamban
di bandingkan dengan masjid.
Beberapa jami’ yang
terkenal sebelum Abbasiyah, antara
lain jami’ Amr
ibn Ash, jami’ Ahmad
ibn Thulun.
Disamping
itu, terdpat masjid
khan, yang juga dilengkapi dengan bangunan (asrama, pemondokan)
yang masih bergandengan
dengan masjid. Berbeda dengan
masjid biasa, masjid
khan menyediakan tempat
penginapan yang cukup representatif bagi para pelajar yang datang dari berbagai
kota. Tahap ini mencapai
perkembangan yang sangat
pesat pada abad ke 10 M.
8.
Hawanit
al-Warraqin (toko-toko kitab)
Pada masa
pemerintahan Abbasiyah, dimana ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam
sudah tumbuh dan berkembang dan di ikuti oleh penulisan kitab-kitab dalam
berbagai cabang ilmu
pengetahuan, maka berdirilah
toko-toko kitab. Pada
mulanya toko kitab
itu berfungsi sebagai tempat
berjual beli kitab
yang telah ditulis
dalam berbagai macam
ilmu pengetahuan. Mereka membeli
dari penulisnya kemudian
menjualnya kepada siapa
yang berminat untuk
mempelajarinya.
Saudagar-saudagar
kitab bukanlah orang yang mencari
keuntungan semata, tetapi kebanyakan
mereka adalah sastrawan-sastrawan yang cerdas,
yang telah memlih
usaha sebagai pedagang
kitab tersebut, agar mereka
mendapatkan kesempatan yang
baik untuk membaca dan menelaah, serta bergaul dengan
para ulama dan
pujangga. Mereka juga
menyalin kitab-kitab yang penting
dan juga menyodorkannya kepada mereka yang
memerlukannya dengan mendapat
imbalan.
Dengan demikian,
toko kitab tersebut telah berkembang fungsinya
bukan hanya sebagai
tempat berjual beli kitab tetapi
sekaligus juga sebagai lembaga
pendidikan yang merupakan tempat
berkumpulnya para ulama, pujangga
dan ahli-ahli ilmu
pengetahuan lainnya, untuk berdiskusi, berdebat,
bertukar fikiran dalam
berbagai masalah ilmiah.
9.
Maktabat
(perpustakaan)
Perpustakaan memegang
peranan penting dalam
menyukseskan tugas-tugas lembaga
pendidikan dalam bentuk
yang lebih sempurna, dan juga membantu
berlangsungnya terus-menerus pelajaran,
prestasi, penelitian perorangan serta memudahkan cara-cara memperoleh
pendidikan dari orang banyak.
Perpustakaan tersebut
telah banyak tersebar
dalam bentuk yang
belum pernah dikenal
sebelum itu, dan lagi
ia merupakan satu keistimewaan khusus
bagi lembaga-lembaga pendidikan
Islam.
Berkaitan
dengan perkembanga perpustakaan
itu, kita temukan beberapa pendapat ilmuwan
yang menelaah jenis
dan perkembangan perpustakaan. Perpustakaan umum biasanya berhubungan dengan sekolah, sekolah tinggi atau masjid serta
terbuka untuk umum.
Perpustakaan semi
terbuka untuk satu kelompok yang
terpilih, dan perpustakaan pribadi dimiliki
oleh cendekiawan
untuk kebutuhan pribadinya.
Al-Maqrisi
menyebutkan perpustakaan-perpustakaan
besar yang di dirikan disamping
masjid dan juga dar al-Hikmah yang dibuka bagi para peminatnya
yang terdiri dari
pembaca dan penyali bermacam-macam cabang ilmu
pengetahuan, dimana di dalamnya
juga di sediakan tinta dan kertas tulis.
Demikian pula ia menyebutkan
perpustakaan yang di
dirikan di samping
madrasah al-Fadiliyyah yang
mempunyai koleksi sejumlah
100.000 kitab. Padahal
saat itu belum ada mesin cetak.
Ibn al-Qifti menyebutkan bahwa disana
juga terdapat 6500 kitab tentang ilmu falak disamping memiliki dua buah
globe, dimana asumsi
bangsa Eropa pada saat itu bahwa
bumi bentuknya datar. [4]
10.
Al-Badiyah
(Daerah Pedalaman)
Bahasa
arab sampai menjelang kedatanga Islam tetap terpelihara kemurniannya, tetapi
kemudian terkontaminasi oleh
bahasa-bahasa jiran (tetangga) sebagai akibat
dari interaksi perdagangan yang
mereka jalin. Pencemaran bahasa yang
tidak bisa di hindari ini lazim disebut lahn. Masyarakat paling
banyak bermunculan lahn,
karena frekuensi interaksi mereka yang
dimiliki tinggi dengan
para pendatang, ataupun
sebaliknya, mereka yang menjadi
pendatang di daerah-daerah
tetangga. Fenomena sosial ini
sangat kontras jika
dibandingkan dengan masyarakat badui
(pedesaan) yang bahasa
mereka relatif
lebih murni dan
terjaga. Realitas inila yang kemudian
mendorong para pelajar yang peduli akan orisinalitas kebahasaan mereka, untuk pergi belajar bahasa yang fasih lagi murni, dan mempelajari
pula syair-syair serta sastra
arab
ke sumbernya yang asli, yakni badiyah
(pedalaman), bahkan tidak sedikit yang memutuskan
untuk tinggal sementara waktu di
sana[5].
Kemampuan
dalam menyesuaikan materi pelajaran
dengan potensi masyarakat yang dimiliki, rasulullah saw juga telah
menerapkan aspek manajemen, yaitu sistem
rekrutmen guru sebagai pengajar di
institusi pendidikan Islam karena semakin tinggi antusias masyarakat untuk belajar agama
Islam, dan rasulullah sendiri
tidak mungkin mengajar,
membimbing mereka pada
waktu bersamaan
di tempat yang
berbeda, maka rasul
telah merekrut guru untuk
di tetapkan sebagai pengajar di beberapa institusi pendidikan
Islam. Tercatat dalam sejarah
bahwa Ubaid bin al-Samit sebagai guru yang
diangkat oleh rasulullah saw. pada
sekolah al-Shuffah di Madinah
(sebuah ruangan yang di gunakan
sebagai tempat belajar dan menyantuni anak
yatim piatu yang
berada di dalam masjid
Nabawi-Madinah)
BAB II
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang terdapat
dalam makalah ini
adalah
1.
Pada sejarah perkembangan Islam
sebelum pendidikan islam menuju
pada periode pendidika
Islam di madrasah, pendidika
Islam melalui masa
periode pra-Madrasah yang mana
pada masa ini
banyak berdiri
lembaga-lembaga pendidikan dalam Islam,
diantaranya yaitu
Kuttab atau Maktab,
Halaqah dan Masjid dan Faktor yang mendorong munculnya lembag-lembaga
tersebut yaitu dikarenakan oleh faktor
motifasi demi berkembangnya keilmuan dan terdorong
oleh berkembangnya kebutuhan
pada masa awal
Islam.
B. Saran
1.
Berdasarkan
isi pembahasan dari makalah
ini dalam menjalani
kehidupan di dunia ini hendaknya lebih memperluas
dalam memahami tentang hal yang
berkaitan dengan pendidikan
Islam seperti halnya
pendidikan Islam pada
masa rasulullah.
2.
Dalam
pembuatan makalah
ini apabila terdapat beberapa kesalahan
dalam cara penulisan baik penempatan kalimat huruf
besa maupun pembahasan, penulis meminta maaf dan sekiranya
pembaca dapat memperbaiki kesalahan dalam pembuatan makalah.
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. Suwito, MA. Et al./ Sejarah sosial
Pendidikan Islam. 13220. Jakarta,
Kencana 2005
Dr. Siswanto, M. Pd. I./ Dinamika Pendidikan
Islam Perspektif Historis. Surabaya
Abudin
Nata, Sejarah Pendidikan
Islam pada Periode Klasik dan
pertengahan, Jakarta: Rajawali
Pers, 2013
[1] A.L. Tibawi, Islamic Education: Its Tradition and Modernization into the Arab National System (London:
Luzac and company Ltd, 1979), hlm 26
[3] Muhammad Munir Mursi, al-Tarbiyah al-Islamiyah ushuluha wa Tathawwuruha fi al-Bilad
al-Arabiyyah (Kairo: Alam al-Kutub, 1977), hlm.93
[4] Al-Baghdadi, Sistem pendidikan di masa
khalifah Islam (Bangil: al-Izzah, 1996), hlm.107-108