BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Sejak
manusia dilahirkan pada dasarnya sudah sepantasnya untuk dilatih berfikir
dengan jelas, tajam, terang rumusannya, hal itu juga supaya lebih tangkas dan
kreatif. Dengan demikian kita sebagai generasi penerus bangsa perlu belajar
berfikir jernih dan jelas. Hal yang penting juga adalah belajar membuat deduksi
yang berani dengan salah satu cara untuk memahaminya butuh sillogisme. Hal ini
diperlukan karena mengajarkan kita untuk dapat melihat konsekuensi dari sesuatu
pendirian atau pernyataan yang apabila ditelaah lebih lanjut.
Mungkin
hal itu bisa terjadi karena tidak mau menghargai kebenaran dari sesuatu tradisi
atau tidak dapat menilai kegunaannya yang besar dari sesuatu yang berasal dari
masa lampau, ada juga sebagian orag yang mengatakan atau menggap percuma dengan
belajar tentang sillogisme, tetapi mungkin juga anggapan itu didasarkan pada
kenyataan bahwa biasanya dalam proses penulisan atau pemikiran hanya sedikit
orang saja yang dapat mengungkapkan pikirannya dalam betuk sillogisme, oleh
karena itu kami akan menjelaskan silogisme itu seperti apa, karena bentuk sillogismelah setiap langkah
dari proses tersebut menjadi terbuka.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1.
Apa definisi
sillogisme?
2.
Apa saja unsur-unsur
dalam sillogisme?
3.
Apa saja macam-macam
sillogisme?
C.
TUJUAN
PENULISAN
1.
Untuk mengetahui dan
memahami definisi sillogisme.
2.
Untuk mengetahui dan
memahami unsur-unsur dalam sillogisme.
3.
Untuk mengetahui dan
memahami macam-macam sillogisme.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi
Silogisme
Sillogisme berasal dari
bahasa yunani syllogismos, artinya penggabungan dalam konteks penalaran.
Istilah penggabungan ini menunjukan bahwa proposisi yang berfungsi sebagai
premis lebih dari satu atau bisa disebut sillogisme memiliki dua premis dan
satu kesimpulan.[1]
Bisa dikatakan sillogisme
adalah suatu pengambilan kesimpulan dari dua macam keputusan (yang mengandung
unsur yang sama yang salah satunya harus universal) suatu keputusan yang ke
tiga yang kebenarannya sama dengan dua keputusan yang mendahuluinya.
Dengan kata lain
silogisme adalah pola berfikir yang disusun dari dua buah pernyataan dan sebuah
kesimpulan. Sillogisme merupakan penjelasan deduksi yang sempurna. Disebut
sempurna karena:
1.
Apabila pemikiran deduktif
kita susun dalam bentuk silogisme esimpulannya akan segera terlihat.
2.
Dalam silogisme
proposisi diatur sedemikian rupa sehingga hubungannya segera jelas.[2]
Silogisme juga disebut
penyimpulan tidak langsung, dimana dari dua keputusan disimpulkan satu
keputusan yang baru. Keputusan yang baru itu berhubungan erat sekali dengan
premis-premisnya. [3]
Contoh:
Semua makhluk mempunyai
mata. (premis mayor)
Si kacang adalah
seorang makhluk. (premis minor)
Jadi, si kacang
mempunyai mata (kesimpulan).
B.
Unsur-unsur
Sillogisme
Bagian Sillogisme dapat
dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1.
Minor
Term
: Kata yang menjadi subjek dalam kesimpulan. Premis minor artinya pangkal
pikiran yang mengandung minor term nantinya akan muncul menjadi subjek dalam
konklusi.
Contoh:
sikacong adalah seorang makhluk.
2.
Mayor
Term : Kata yang menjadi predikat dalam
kesimpulan. Mayor artinya besar, premis mayor artinya pangkal pikir yang
mengandung term mayor dari sillogisme itu dimana nantinya akan muncul menjadi
predikat dalam konklusi.
Contoh:
semua makhlik mempunyai mata.
3.
Middle
Term : Kata yang terdapat pada premis mayor
dan premis minor. namun tidak dalam kesimpulan dan term ini yang menjadi
alasan untuk menyetujui predikat dengan
subjek atau tidak menyetujuinya.[4]
Contoh keseluruhan:
Ahmad adalah manusia
Semua
manusia mati
Jadi,
ahmad mati
Ahmad : minor term
Manusia : middle term
Mati : mayor term
C.
Macam-Macam
Sillogisme
Macam-macam sillogisme
ada dua, yaitu:
1.
Silogisme
Kategoris
Silogisme Kategoris
adalah sillogisme yang premis-premis dan kesimpulannya berupa
keputusan kategoris. Demi lahirnya konklusi maka mayor term harus universal,
sedangkan minor term harus partikular. [5]
Contoh:
Semua binatang buas adalah pemakan
daging.
Semua kucing adalah binatang buas.
Jadi semua kucing adalah pemakan daging.
Silogisme kategoris
dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
a.
Silogisme
Kategoris Standar
Silogisme Kategoris
Standar adalah argumen yang terdiri dari tiga proposisi kategoris standar yang
susunannya sama sehingga hanya ada tiga term yang terdapat pada rangkaian
proposisi tersebut.
Contoh:
Setiap
buruh adalah manusia pekerja.
Setiap
kuli bangunan adalah buruh.
Jadi,
setiap kuli bangunan adalah manusia pekerja.
b.
Silogisme Kategoris Menyimpang
Silogisme Kategoris
Menyimpang adalah silogisme terdiri dari proposisi-proposisi yang tidak
terstandar. Ada beberapa penyebab: yang pertama term predikat dari salah satu
premis berupa kata sifat atau kata kerja dan bukan kata benda. Yang kedua salah
satu proposisi dalam silogisme tidak dinyatakan secara eksplisit. Bentuk
silogisme seperti ini disebut dengan entimena (bentuk silogisme dimana salah
satu premisnya atau kesilmpulannya tidak dinyatakan).
Contoh:
Para
pekerja yang akan dipecat semuanya adalah pekerja malas.
Kamu
adalah pekerja rajin.
Jadi,
kamu tidak usah takut dipecat.
2.
Silogisme
Hipotetis
Sillogisme Hipotetis adalah
silogisme yang menggunakan proposisi hipotetis. Sedangkan premis minornya
proposisi kategorik yang menetapkan atau mengungkari term atecedent atau term
konsekuen.[6]
Sebenarnya Sillogisme hipotetik tidak memiliki premis mayor maupun premis minor
karena kita ketahui premis mayor itu mengandung term predikat pada konklusi.
Sedangkan premis minor itu mengandung term subjek pada konklusi.
Pada sillogisme hipotetik term konklusi
adalah term yang kesemuanya dikandung oleh premis mayornya, mungkin bagian
antecedent dan mungkin pula bagian konsekuensinya tergantung oleh bagian yang
diakui atau dipungkiri oleh premis minornya.
Silogisme ini dapat dibedakan menjadi
tiga, yaitu:
a.
Silogisme Hipotetis
Konditional, yaitu bentuk silogisme ini ditandai dengan ungkapan: ‘Jika....,
maka....,’ premis mayornya berupa proposisi konditional. Prinsip silogisme
hipotetis kondisional berbunyi: pengakuan terhadap antecedens berarti pengakuan
terhadap konsekuens. Pengingkaran terhadap konsekuens berarti pengingkaran
terhadap antecedens.
Contoh
: jika hujan maka jalanan basah.
b.
Silogisme Hipotetis
Konjungtif, bentuk silogisme ini
memiliki dua alternatif yang ditandai dengan ungkapan: ‘sekaligus...dan...’.
prinsip sillogisme hipotetis konjungtif berbunyi: jika alternatif yang satu
benar maka yang lainnya salah. Kalau yang satunya salah maka, yang lainnya
belum pasti bisa benar bisa salah.
Contoh: Pak Boli tidak bisa berada
di Jakarta dan Surabaya sekaligus.
c.
Silogisme Hipotetis
Disyungtif, bentuk silogisme ini
ditandai dengan ungkapan :’ atau..., atau...’. silogisme ini mengandung dua
kemungkinan, tidak lebih dan tidak kurang. Keduanya tidak bisa sama-sama benar
dan tidak bisa sama-sama salah. Yang satu
benar, yang lainnya salah. Yang satu salah yang lainnya benar. [7]
Contoh : atau bupati atau
sekretarisnya yang akan menghadiri pertemuan itu.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Sillogisme adalah suatu
cara untuk melahirkan deduksi. Sillogisme mengajarkan pada kita merumuskan,
menggolongkan pikiran sehingga kita dapat melihat hubungannya dengan mudah,
dengan demikian kita belajar berfikir tertib, jelas, tajam.
2.
Adapun unsur dari
sillogisme ada tiga unsur yaitu, Minor Term : Kata yang menjadi subjek dalam
kesimpulan. Mayor Term : Kata yang menjadi predikat
dalam kesimpulan. Middle Term : Kata yang terdapat pada premis mayor dan premis minor.
3.
Bembagian silogisme
secara garis besar dibagi dua yaitu, pertama.
Silogisme kategoris adalah silogisme
yang premis-premis dan
kesimpulannya berupa keputusan kategoris. Kedua,
Sillogisme hipotetis adalah silogisme yang menggunakan
proposisi hipotetis.
B.
Saran-Saran
1.
Pembaca dapat menelaah
lebih lanjut tentang ilmu logika tentang definisi sillogisme.
2.
Pembaca dapat menelaah
lebih lanjut tentang ilmu logika tentang unsur-unsur yang terdapat dalam sillogisme.
3.
Pembaca dapat menelaah
lebih lanjut tentang ilmu logika tentang macam-macam sillogisme.
[2] Ainurrahman
Hidayat, Ilmu Logika Pergulatan
Teknik-Teknik Berfikir Logis dengan Kesesatan Berfikir, (Surabaya: Pena
Salsabila, 2013), hlm. 116.