MAKALAH
Sosiologi Agama Sebagai
Sistem
Sosial
Diajukan
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah: Sosiologi Agama
Dosen pengampu : Rasidi, M.PD.I
Oleh:
Prodi:
Pendidikan Bahasa Arab
Jurusan : Tarbiyah
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) PAMEKASAN
2017BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Agama
merupakan sebuah fenomena sosial, dan karenanya ada pada proses timbal balik
yang terus menerus serta hubungan serta hubungan interaktif dengan fenomena
sosial lainnya.[1]
Agama selalu menghadirkan wajah ganda yang ambivalen, menjadi perekat dan
sumber integrasi disatu sisi, tapi juga menjadi pemisah dan dan sumber konflik
satu sisi lain, bagaimana masyarakat tidak mengenal satu sama lainnya, berasal
dari berbagai belahan dunia bisa terbangun sentimennya karena agama. Juga
sebaliknya, bagaimana ikatan-ikatan persaudaraan menjadi pudar karena berbeda
agama atau pemahaman keagamaan. Wajah ganda agama juga tercermin pada
kapasitasnya sebagai sumber penyakit sekaligus penyembuh. Fundamentalisme di
tenggara sebagai penyakit yang kerap berujung pada kekerasan. Tapi, agama pula
yang berfungsi sebagai obat yang mujarab atau powerful medicine.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa Yang Di Maksud Dengan Sistem Social ?
2. Apa Saja Unsur-Unsur dalam Sistem Sosial ?
3. Apa Yang Dimaksud Dengan Agama Sebagai Sistem Sosial Budaya ?
4. Bagaimana
Pandangan Geertz tentang Agama Sebagai Sistem Budaya ?
5. Bagaimana Pengaruh Agama Terhadap Sistem Sosial Budaya ?
C.
Tujuan
1. Untuk Mengetahui Sistem Social.
2. Untuk Mengetahui Unsur-Unsur dalam Sistem Sosial.
3. Untuk Mengetahui Apa yang di
maksud dengan Agama Sebagai Sistem Sosial Budaya.
4. Untuk
Mengetahui Pandangan Geertz tentang Agama Sebagai Sistem Budaya.
5. Untuk Mengetahui Pengaruh Agama Terhadap Sistem Sosial Budaya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Sistem Sosial
Secara umum sistem sosial dapat di artikan
sebagai suatu sistem yang terdiri sekumpulan tindakan yang dibentuk dari
berbagai interaksi sosial antara satu individu dengan individu yang lainnya
yang dimana akan selalu tumbuh dan berkembang di masyarakat. Sistem sosial ini
dapat terbentuk dengan sendirinya yaitu karena adanya satu penilaian umum yang
telah menjadi sebuah kesepakatan diantara kelompok masyarakat. Penilaian umum
ini biasanya memiliki standar-standar tertentu yang di sebut juga dengan norma
sosial.
Adapun pengertian sistem sosial juga banyak di
kemukakan oleh para ahli yang diantaranya adalah Talcott Persons. Menurut
Talcott Persons sistem sosial dapat di definisikan sebagai suatu proses
interaksi yang terjadi di dalam masyarakat diantara para pelaku sosial.
Interaksi yang terjadi diantara para pelaku sosial ini tentunya akan melibatkan
sebuah struktur relasi yang menurut Talcott Persons di sebut sebagai sebuah
sistem.
Dengan adanya pendapat dari Talcott Person ini,
banyak orang yang mengambil kesimpulan yang di dapat dari hasil pemikiran
Talcott Persons yaitu sistem sosial juga terdiri dari sebuah dari kolektivitas
dan juga peran.
Oleh Karena itu, interaksi yang terjadi antara satu
individu dan individu lainnya menurut Talcott Person akan mampu melahirkan
sebuah sistem sosial. Sebagai salah satu contohnya adalah sistem
sosial di dalam penjara dimana individu-individu yang ada di dalamnya lebih
dari satu orang yang tentunya melibatkan interaksi di dalamnya.
B. Unsur-Unsur Sistem Sosial
Suatu sistem sosial tidak hanya berupa kumpulan individu. Sistem
sosial juga berupa hubungan-hubungan sosial dan sosialisasi yang
membentuk nilai-nilai dan adat-istiadat
sehingga terjalin kesatuan hidup bersama yang teratur dan berkesinambungan.
Menurut Selo Soemardjan mengacu pendapat Loomis suatu
sistem sosial harus terdiri atas sembilan unsur sebagai
berikut.
1. Kepercayaan dan Pengetahuan
Unsur kepercayaan dan pengetahuan merupakan unsur yang paling
penting dalam sistem sosial karena perilaku anggota dalam masyarakat sangat
dipengaruhi oleh apa yang mereka yakini dan apa yang mereka ketahui tentang
kebenaran, sistem religi, dan cara-cara penyembahan kepada sang pencipta.
2. Perasaan
Perasaan adalah keadaan jiwa manusia yang berkenaan dengan situasi alam sekitarnya termasuk di dalamnya sesama manusia. Perbedaan latar belakang budaya suatu masyarakat akan membedakan keadaan kejiwaan masyarakat yang membentuk suatu sistem sosial. Perasaan terbentuk melalui hubungan yang menghasilkan situasi kejiwaan tertentu yang bila sampai pada tingkat tertentu harus dikuasai agar tidak terjadi ketegangan jiwa yang berlebihan.
Perasaan adalah keadaan jiwa manusia yang berkenaan dengan situasi alam sekitarnya termasuk di dalamnya sesama manusia. Perbedaan latar belakang budaya suatu masyarakat akan membedakan keadaan kejiwaan masyarakat yang membentuk suatu sistem sosial. Perasaan terbentuk melalui hubungan yang menghasilkan situasi kejiwaan tertentu yang bila sampai pada tingkat tertentu harus dikuasai agar tidak terjadi ketegangan jiwa yang berlebihan.
3. Tujuan
Dalam setiap tindakannya manusia mempunyai tujuan-tujuan yang hendak dicapai. Tujuan tersebut, yaitu suatu hasil akhir atas suatu tindakan dan perilaku seseorang yang harus dicapai melalui perubahan maupun dengan cara mempertahankan suatu keadaan yang sudah bagus.
Dalam setiap tindakannya manusia mempunyai tujuan-tujuan yang hendak dicapai. Tujuan tersebut, yaitu suatu hasil akhir atas suatu tindakan dan perilaku seseorang yang harus dicapai melalui perubahan maupun dengan cara mempertahankan suatu keadaan yang sudah bagus.
Norma adalah pedoman-pedoman tentang perilaku yang diharapkan atau
pantas menurut kelompok atau masyarakat. Norma-norma sosial merupakan patokan
tingkah laku yang diwajibkan atau dibenarkan dalam situasi-situasi tertentu dan
merupakan unsur paling penting untuk meramalkan tindakan manusia dalam sistem
sosial. Norma-norma sosial dipelajari dan dikembangkan melalui sosialisasi
sehingga menjadi pranata-pranata sosial.
Kedudukan adalah posisi seseorang secara umum dalam masyarakatnya
sehubungan dengan orang lain, dalam arti lingkungan pergaulan, prestasi,
hak-hak, serta kewajibannya. Kedudukan menentukan apa yang harus seseorang
perbuat bagi masyarakat. Di dalam setiap sistem sosial dijumpai bermacam-macam
kedudukan baik yang diperoleh secara turun-temurun, dengan usaha sendiri maupun
kedudukan yang diberikan sebagai penghargaan dari lingkungan sendiri, sedangkan
peran (role) adalah pelaksanaan hak dan kewajiban seseorang sesuai dengan
kedudukannya.
6. Tingkat/Pangkat
Pangkat berkaitan dengan kedudukan dan peranan seseorang dalam masyarakat. Seseorang dengan pangkat tertentu berarti mempunyai proporsi hak-hak dan kewajiban-kewajibannya. Pangkat diperoleh setelah melalui penilaian terhadap perilaku seseorang yang menyangkut pendidikan, pengalaman, keahliannya, pengabdiannya, kesungguhannya, dan ketulusan perbuatan yang dilakukannya.
Pangkat berkaitan dengan kedudukan dan peranan seseorang dalam masyarakat. Seseorang dengan pangkat tertentu berarti mempunyai proporsi hak-hak dan kewajiban-kewajibannya. Pangkat diperoleh setelah melalui penilaian terhadap perilaku seseorang yang menyangkut pendidikan, pengalaman, keahliannya, pengabdiannya, kesungguhannya, dan ketulusan perbuatan yang dilakukannya.
7. Kekuasaan
Kekuasaan adalah setiap kemampuan untuk mempengaruhi pihak-pihak lain. Kalau seseorang diakui oleh masyarakat sekitarnya maka itulah yang disebut wewenang.
Kekuasaan adalah setiap kemampuan untuk mempengaruhi pihak-pihak lain. Kalau seseorang diakui oleh masyarakat sekitarnya maka itulah yang disebut wewenang.
8. Sanksi
Sanksi adalah suatu bentuk imbalan yang diberikan terhadap seseorang atas perilakunya. Sanksi dapat berupa hadiah dan dapat pula berupa hukuman. Sanksi diberikan oleh masyarakat untuk menjaga tingkah laku para masyarakat supaya sesuai dengan aturan yang berlaku. Setiap masyarakat akan menerapkan sanksi baik yang positif maupun sanksi yang negatif kepada anggotanya, tetapi wujud dan tingkatan sanksi yang diberikan sangat tergantung pada peradaban masyarakat tersebut.
Sanksi adalah suatu bentuk imbalan yang diberikan terhadap seseorang atas perilakunya. Sanksi dapat berupa hadiah dan dapat pula berupa hukuman. Sanksi diberikan oleh masyarakat untuk menjaga tingkah laku para masyarakat supaya sesuai dengan aturan yang berlaku. Setiap masyarakat akan menerapkan sanksi baik yang positif maupun sanksi yang negatif kepada anggotanya, tetapi wujud dan tingkatan sanksi yang diberikan sangat tergantung pada peradaban masyarakat tersebut.
9. Fasilitas (Sarana)
Fasilitas adalah semua bentuk cara, jalan, metode, benda-benda yang
digunakan manusia untuk menciptakan tujuan sistem sosial itu sendiri. Fasilitas
di sini sama dengan sumber daya material yang berupa gagasan atau ide.
C. Agama Sebagai Sistem Sosial Budaya
Konsep mengenai kebudayaan yang di kemukakan seperti
tersebut diatas itulah yang dapat digunakan sebagai alat atau kacamata untuk
mengkaji serta memahami agama.atau dalam kata lain di sinilah agama merupakan
sistem budaya. Bila agama dilihat dengan menggunakan kacamata agama, maka agama
diperlakukan sebagai kebudayaan yaitu sebagai sebuah pedoman bagi kehidupan
masyarakat yang diyakini kebenarannya. Sedangkan agama yang dilihat dan
diperlakukan sebagai pengetahuan dan keyakinan oleh sebuah masyarakat, maka
akan muncul sebuah keyakinan bahwa agama adalah sesuatu yang hanya sebatas yang
kudus dan sakral yang dapat dibedakan dari pengetahuan dan keyakinan sakral dan
yang profan yang menjadi ciri dari kebudayaan.[2] Pada
waktu kita melihat dan memperlakukan agama sebagai kebudayaan maka yang kita
lihat adalah agama sebagai keyakinan yang hidup yang ada dalam masyarakat
manusia, dan bukan agama yang ada dalam teks suci, yaitu dalam kitab suci Al
Qur’an dan Hadits Nabi. Sebagai sebuah keyakinan yang hidup dalam masyarakat,
maka agama menjadi bercorak lokal yaitu, lokal sesuai dengan kebudayaan dari
masyarakat tersebut. Untuk dapat menjadi pengetahuan dan keyakinan dari
masyarakat yang bersangkutan, maka agama harus melakukan berbagai proses
perjuangan dalam meniadakan nilai-nilai budaya yang bertentangan dengan
keyakinan hakiki dari agama tersebut dan untuk itu juga harus dapat
mensesuaikan nilai-nilai hakikinya dengan nilai-nilai budaya serta unsur-unsur
kebudayaan yang ada, sehingga agama tersebut dapat menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari berbagai unsur dan nilai-nilai budaya dari kebudayaan
tersebut. Dengan
demikian maka agama akan dapat menjadi sistem nilai-nilai budaya dari
kebudayaan yang ada tersebut. Bila agama
telah menjadi sistem dari kebudayaan maka agama juga menjadi bagian dari
nilai-nilai budaya dari kebudayaan tersebut. Dengan demikian, maka berbagai
tindakan yang dilakukan oleh para warga masyarakat untuk pemenuhan
kebutuhan-kebutuhan kehidupan mereka dalam sehari-harinya juga akan berlandaskan
pada etos agama yang diyakini. Dengan demikian, nilai-nilai etika dan moral
agama akan terserap dan tercermin dalam berbagai pranata,prilaku yang ada dalam
masyarakat itu Sebaliknya, bila yang menjadi inti dan yang hakiki dari
kebudayaan tersebut adalah nilai-nilai budaya yang lain atau yang berbeda dari
pembahsan tersebut, maka nilai-nilai etika dan moral dari agama yang dipeluk
oleh masyarakat tersebut hanya akan menjadi pemanis mulut saja atau hanya
penting untuk upacara-upacara saja. Apa gunanya menggunakan pendekatan
kebudayaan terhadap agama.
1.
Yang terutama adalah kegunaannya sebagai alat metodologi untuk memahami
corak keagamaan yang dipunyai oleh sebuah masyarakat dan para warganya.
2.
Untuk dapat mengarahkan dan menambah keyakinan
agama yang dipunyai oleh masyarakat tersebut sesuai dengan ajaran yang benar
menurut agama, tanpa harus menimbulkan pertentangan dengan masyarakat yang ada.
3.
Seringkali sesuatu keyakinan agama yang sama
dengan keyakinan yang kita punyai itu dapat berbeda dalam berbagai aspeknya
yang lokal. Tetapi, dengan memahami kondisi lokal( bukan mengikuti praktek
budaya yang bertentangan) tersebut maka kita dapat menjadi lebih toleran
terhadap aspek-aspek lokal, karena memahami bahwa bila aspek-aspek lokal dari
keyakinan agama masyarakat tersebut dirubah prontal maka akan terjadi
perubahan-perubahan dalam berbagai pranata yang ada dalam masyarakat yang pada
akhirnya akan menghasilkan perubahan kebudayaan yang merugikan da’wah yang ada.
Hal ini terjadi karena tidak adanya kesesuaian dengan kondisi-kondisi lokal
lingkungan hidup masyarakat itu.
D. Pandangan
Geertz tentang Agama Sebagai Sistem Budaya,
Geertz adalah
orang pertama yang mengungkapkan pandangan tentang agama sebagai sebuah sistem
budaya. Karya Geertz, "Religion as a Cultural System," dianggap
sebagai tulisan klasik tentang agama. Pandangan Geertz, saat itu ketika
teori-teori tentang kajian agama berhenti pada teori-teori besar
Mark Weber dan Durkheim yang berkutat pada teori fungsionalisme dan struktural
fungsionalisme, memberikan arah baru bagi kajian agama. Geertz mengungkapkan
bahwa agama harus dilihat sebagai suatu sistem yang mampu mengubah suatu
tatanan masyarakat. Tidak seperti pendahulunya yang menganggap agama sebagai
bagian kecil dari sistem budaya, Geertz berkayinan bahwa agama adalah sistem
budaya sendiri yang dapat membentuk karakter masyarakat Walaupun Geertz
mengakui bahwa ide yang demikian tidaklah baru, tetapi agaknya sedikit orang
yang berusaha untuk membahasnya lebih mendalam. Oleh karena itu Geertz mendefinisikan
agama sebagai: "A system of symbols which acts to establish powerful,
pervasive and long-lasting moods and motivations of a general order of
existence and clothing these conceptions with such an aura of factuality that
the moods and motivations seem uniquely realistic."Dengan pandangan
seperti ini, Geertz dapat dikategorikan ke dalam kelompok kajian semiotic
tradition warisan dari Ferdinand de Saussure yang pertama mengungkapkan tentang
makna simbol dalam tradisi linguistik. Geertz mengartikan simbol sebagai suatu
kendaraan (vehicle) untuk menyampaikan suatu konsepsi tertentu. Jadi bagi
Geertz norma atau nilai keagamaan harusnya diinterpretasikan sebagai sebuah
simbol yang menyimpan konsepsi tertentu. Simbol keagamaan tersebut mempunyai
dua corak yang berbeda; pada satu sisi ia merupakan modes for reality dan di
sisi yang lainnya ia merupakan modes of reality. Yang pertama menunjukkan suatu
existensi agama sebagai suatu sistem yang dapat membentuk masyarakat ke dalam
cosmic order tertentu, sementara itu sisi modes of reality merupakan pengakuan
Geertz akan sisi agama yang dipengaruhi oleh lingkungan sosial dan perilaku
manusia.Geertz menerapkan pandangan-pandangannya untuk meneliti tentang agama
dalam satu masyarakat. Karya Geertz yang tertuang dalam The Religion of Java
maupun Islam Observed merupakan dua buku yang bercerita bagaimana agama dikaji
dalam masyarakat. Buku The Religion of Java memperlihatkan hubungan agama
dengan ekonomi dan politik suatu daerah. Juga bagaimana agama menjadi ideologi
kelompok yang kemudian menimbulkan konflik maupun integrasi dalam suatu
masyarakat. Sementara itu Islam Observed ingin melihat perwujudan agama dalam
masyarakat yang berbeda untuk memperlihatkan kemampuan agama dalam mewujudkan
masyarakat maupun sebagai perwujudan dari interaksi dengan budaya lokal.[3]
E.
Pengaruh Agama Terhadap Sistem Sosial Budaya
Struktur peter M Blau,
menyatakan bahwa struktur sosial adalah penyebaran secara kuantitatif warga
komunitas didalam berbagai posisi sosial yang berbeda yang mempengaruhi
hubungan di antara mereka. Karakteristik pokok dari struktur yaitu adanya
berbagai tingkat ketidaksamaan atau keberagaman antar bagian dan konsolidasi
yang timbul dalam kehidupan bersama, sehingga mempengaruhi derajat hubungan
antar bagian tersebut yang berupa dominasi, eksploitasi, konflik, persaingan,
dan kerjasama. Selanjutnya Blau mengelompokkan parameter
nominal dan gradual. Parameter nominal membagi komunitas menjadi sub-sub bagian
atas dasar batas yang cukup jelas, seperti agama, ras, jenis kelamin,
pekerjaan, marga, tempat kerja/tinggal, afiliasi politik, bahasa nasionalitas,
dan sebagainya. Kalau dicermati pengelompokkan ini bersifat horizontal, dan
akan melahirkan berbagai “golongan”. Adapun parameter gradual membagi komunitas
kedalam kelompok sosial atas dasar peringkat status yang menciptakkan perbedaan
kelas, seperti pendidikan, pendapatan, kekayaan, prestise, kekuasaan,
kewibawaan, intelegensia, dan sebagainya. Jadi pengelompokkan ini bersifat
vertical, yang akan melahirkan berbagai “lapisan”. Atas dasar struktur sosial
yang dikemukakan Blau di atas, dapat disebutkan behwa interaksi antar bagian
dalam kehidupan bersama dapat terjadi antar kelompok, baik atas dasar parameter
nominal atau gradual.; bahkan tidak hanya secara internal tetapi juga secara
eksternal. Interaksi antar bagian dalam kehidupan sosial, atas anggota dari
berbagai “golongan” dan “lapisan” tadi. Sementara itu berdasarkan konsep parson
(1951). Setiap sistem sosial diperlukan persyaratan fungsional. Diantaranya
dijelaskan bahwa sistem social harus dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan
dan dengan tuntutan transformasi pada setiap kondisi tindakan warga
(adaptation). Berikutnya, tindakan warga diarahkan untuk mencapai tujuan
bersama (goal attainment). Kemudian persyaratan lain adalah bahwa dalam
interaksi antar warga setidaknya harus ada suatu tingkat solidaritas, agar
struktur dan sistem sosial berfungsi (integration).Salah satu yang menetukan
sistem sosial budaya yang ada dimasyarakat adalah agama. Agama dapat menetukan
sistem sosial budaya yang ada dimasyarakat, contoh : sistem kasta yang ada pada
agama hindu. Pada sistem kasta interaksi antar golongan yang tersekat ini telah
diatur dalam tata caranya sendiri, bagaimana bersikap, dan bertingkahlaku
terhadap golongan lainnya telah diatur dalam agama. Contoh lain pengaruh agama
dalam sistem social budaya adalah diadaptasikannya aturan-aturan agama dalam
hukum dan tata aturan dimasyarakat seperti syariat Islam di NAD. Selain itu
agama juga berpengaruh dalam berbagai aspek kehidupan sosial budaya antara
lain; sistem perkawinan, sistem kekerabatan, sopan santun, dan lainnya. Sistem
atau pola sosial selalu bisa berubah bahkan yang dianggap didasarkan pada
agama, Contoh kasus : Beberapa orang tertentu, memutuskan untuk tidak melaksanakan
ritual-ritual yang menurutnya bid’ah meskipun mereka mengetahui juga, bahwa
tindakan ini bertentangan dengan pola-pola yang berlaku mengenai konsep
beragama yang layak pada masyarakat. Tapi ketika banyak orang yang tidak
melakukan ritual-ritual telah dianggap biasa, maka pola-pola yang berlaku
mengenai konsep beragama yang layak bagi orang tersebut telah berubah. Apabila
tingkah laku yang digariskan oleh pola-pola terlalu kurang dapat menguntungkan
untuk menghadapi keadaan yang aktual, maka pola-pola sendirilah yang akan
berubah. Jika tidak demikian, maka pola-pola tersebut akan lebih merupakan
penghalang daripada menguntungkan masyarakat.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Secara umum sistem sosial dapat di artikan
sebagai suatu sistem yang terdiri sekumpulan tindakan yang dibentuk dari
berbagai interaksi sosial antara satu individu dengan individu yang lainnya
yang dimana akan selalu tumbuh dan berkembang di masyarakat.
Unsur-Unsur
Sistem Sosial
1.
Kepercayaan
dan Pengetahuan
2.
Perasaan
3.
Tujuan
4.
Norma/Kaidah/Peraturan
Sosial
6.
Tingkat/Pangkat
7.
Kekuasaan
8.
Sanksi
9.
Fasilitas
(Sarana)
Pandangan Geertz, saat itu ketika teori-teori
tentang kajian agama berhenti pada teori-teori besar Mark Weber dan
Durkheim yang berkutat pada teori fungsionalisme dan struktural fungsionalisme,
memberikan arah baru bagi kajian agama. Geertz mengungkapkan bahwa agama harus
dilihat sebagai suatu sistem yang mampu mengubah suatu tatanan masyarakat. Tidak
seperti pendahulunya yang menganggap agama sebagai bagian kecil dari sistem
budaya, Geertz berkayinan bahwa agama adalah sistem budaya sendiri yang dapat
membentuk karakter masyarakat Walaupun Geertz mengakui bahwa ide yang demikian
tidaklah baru, tetapi agaknya sedikit orang yang berusaha untuk membahasnya
lebih mendalam.
Salah
satu yang menetukan sistem sosial budaya yang ada dimasyarakat adalah agama.
Agama dapat menetukan sistem sosial budaya yang ada dimasyarakat, contoh :
sistem kasta yang ada pada agama hindu. Pada sistem kasta interaksi antar
golongan yang tersekat ini telah diatur dalam tata caranya sendiri, bagaimana
bersikap, dan bertingkahlaku terhadap golongan lainnya telah diatur dalam
agama. Selain itu agama juga berpengaruh dalam berbagai aspek kehidupan sosial
budaya antara lain; sistem perkawinan, sistem kekerabatan, sopan santun, dan
lainnya. Sistem atau pola sosial selalu bisa berubah bahkan yang dianggap
didasarkan pada agama, Contoh kasus : Beberapa orang tertentu, memutuskan untuk
tidak melaksanakan ritual-ritual yang menurutnya bid’ah meskipun mereka
mengetahui juga, bahwa tindakan ini bertentangan dengan pola-pola yang berlaku
mengenai konsep beragama yang layak pada masyarakat. Tapi ketika banyak orang
yang tidak melakukan ritual-ritual telah dianggap biasa, maka pola-pola yang
berlaku mengenai konsep beragama yang layak bagi orang tersebut telah berubah.
Apabila tingkah laku yang digariskan oleh pola-pola terlalu kurang dapat
menguntungkan untuk menghadapi keadaan yang aktual, maka pola-pola sendirilah
yang akan berubah. Jika tidak demikian, maka pola-pola tersebut akan lebih
merupakan penghalang daripada menguntungkan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Ronald L.
Johnstone, Religion In Society; Sociology Of Religion, (New Jersey:Prentice
Hall, 1992)
Koentjaraningrat. Ilmu Antropologi.( Jakarta: Bhratara 1998).
Syaifuddin,
Fedeani., 1988. Agama Dalam Analisa Dan Interpretasi Sosiologis.
Jakarta: Rajawali 1998)