NABI DI MEKAH
MAKALAH
Untuk Memenuhi Tugas
Mata Sirah Nabawiyah
Dosen Pengampu
Moh. Subhan
Zamzami, LC.,M.TH.I
Disusun Oleh
PROGRAM
STUDI ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR
JURUSAN SYARIAH
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PAMEKASAN
TAHUN 2017
KATA
PENGANTAR
Assalamu’ alaikum Wr. Wb.
Puji
syukur ke hadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat, taufik, dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini walaupun masih
terdapat banyak kekurangan di dalamnya.
Selawat
serta salam semoga tetap tercura limpahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW
yang telah berusaha dengan penuh kesabaran sehingga mengangkat kita dari alam
kebodohan menuju alam yang terang benderang sehingga sampai detik ini penulis
tetap semangat berjuang meningkatkan wawasan keilmuan.
Penulis
sampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis
menyelesaikan makalah ini, namun makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
sebab itu, penulis mohon kritik dan saran yang membangun.
Wassalamu’ alaikum Wr. Wb.
Pamekasan, 24 Oktober 2017
PENULIS
DAFTAR ISI
Halaman Cover………................................................................................ ............i
Kata Pengantar………................................................................................. ...........ii
Daftar Isi……….......................................................................................... ..........iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..……....................................................................... ............1
B. Rumusan Masalah…........................................................................ ............1
C. Tujuan Penulisan……….................................................................. ............1
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................2-11
A. Kondisi Mekah sebelum Islam..................................................................2-4
B. Strategi dakwah Nabi di Mekah................................................................4-9
C. Ayat-ayat Alquran yang turun di Mekah................................................9-11
BAB III PENUTUP..............................................................................................12
A.
Kesimpulan………….……………………………………........................12
B.
Saran...........................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................13
KATA PENGANTAR
Puji syukur
kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas segala Rahmatnya sehingga makalah ini dapat
tersusun hingga selesai. Semoga
shalawat dan salam selalu terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad
SAW., keluarga, sahabat, tabi’in, dan kita semua sebagai umat yang taat dan
turut terhadap ajaran yang dibawanya.
Semoga makalah ini
dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, untuk ke depannya
dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik
lagi. Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh
karena itu, kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Pamekasan,24 Oktober 2017
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Masa kerasulan
Nabi Muhammad di Mekah dimulai sejak beliau menerima wahyu pertama sebagai
pertanda diangkatnya sebagai Nabi sampai beliau hijrah ke Madinah. Pada periode
Mekkah Nabi hanya menyampaikan hal-hal berhubungan dengan persoalan keimanan
dan akhlak. Nabi diutus untuk menyempurnakan akhlak dan etika penuduk Mekah.
Hal ini sesuai dengan kondisi bangsa Arab yang jauh dari nilai-nilai religius
dan nilai kemanusiaan sudah tidak ada artinya lagi, terutama nasib budak dan
wanita.[1]
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Bagimana kondisi Mekah sebelum Islam?
2.
Bagaimana strategi dakwah nabi Muhammad di Mekah?
3.
Bagaimana ayat-ayat Alquran
yang turun di Mekah?
C.
TUJUAN PENULISAN
1.
Untuk mengetahui kondisi Mekah sebelum Islam.
2.
Untuk mengetahui strategi dakwah Nabi Muhammad di Mekah.
3.
Untuk mengetahui ayat-ayat
Alquran yang turun di Mekah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Kondisi Mekah Sebelum Islam
Nama Mekah disebut Macaroba
oleh Ptolemius, diambil dari bahasa Saba, Makuraba yang berarti
tempat suci. Kata itu menunjukkan bahwa kota itu didirikan oleh suatu kelompok
keagamaan, sehingga bisa dikatakan bahwa sejak dulu jauh sebelum kelahiran Nabi
di Mekah telah menjadi pusat keagamaan. Kota itu terletak di Tihamah, sebelah
selatan Hijaz sekitar 48 mil dari laut merah yang mempunyai suhu udara yang
panas.[2] Secara
geografis, Mekah terletak di Jazirah Arab, kira-kira 450 km dari kota Madinah
yang dikenal ketandusannya. Mekah dikenal dengan penduduk yang mengembala,
namun wilayah ini melahirkan seumlah sosok pemimpin yang berpengaruh dan karismatik
sepanjang sejarahnya. Gambaran at-Tabari dalam kitabnya Tarikh al-Tabari
sebagaimana dikutip Misrawi bahwa Mekah mempunyai dua penduduk didua daerah
bernama Sabuqa dan Gabulza. Dikisahkan mereka tidak berpakaian dan tinggal di
alam terbuka berjenis kelamin laki-laki dan jika istri mereka melahirkan bayi
perempuan maka dibunuh.[3]
Mekah, sebelum Islam telah menjadi
pusat perdadagangan. Bahkan
menurut Syaba, Mekah merupakan daerah perdagangan internasional
sejak sekitar pertengahan
abad ke -6 M. Hal ini disebabkan Mekah merupakan pusat peribadatan
bangsa Arab, di mana terdapat Ka’bah yang
dijadikan sebagai pusat berhala dari
berbagai suku di Jazirah Arab. Pada setiap musim haji tiba, mereka
datang dari berbagai penjuru untuk melakukan penyembahan, di samping itu
dapat berdagang dengan aman karena pada bulan-bulan suci dilarang melakukan
peperangan. Hal tersebut telah menjadi tradisi mereka dari tahun ketahun.
Beberapa sejarawan barat, antara lain Patricia Crone, menolak pandangan tentang
keberadaan Mekah sebagai pusat dagang.
Menurutnya, kondisi geografisnya
yang tandus tidak memungkinkan
Mekah menjadi jalur
dagang internasional, walaupun ada
kegiatan dagang di sana
itu hanya dalam skala kecil. Perlu
diingat bahwa, meskipun kondisi
alamnya tandus, keberadaan Ka’bah
di Mekah tidak bisa digantikan oleh
daerah lain yang subur
sekalipun. Seperti telah
disebutkan, Ka’bah memiliki arti
penting dalam budaya Arab
sehingga jelas sekali bahwa
keberadaan Mekah sebagai pusat dagang lebih disebabkan oleh faktor kultural
dari pada faktor geografis.[4]
Kondisi Mekah yang demikian
itu, membawa keuntungan finansial bagi penduduk
Mekah, terutama bagi suku Quraisy yang merupakan penguasa
Ka’bah dan perdagangannya. Hal ini pula yang membuat
orang-orang Mekah mengalami kelunturan nilai-nilai humanisme kesukuan mereka
karena digerogoti oleh
krisis moral dan
sosial ketika mereka meninggalkan tatanan ekonomi nomadik dan
memasuki tatanan ekonomi perdagangan atau ekonomi kapitalis. Atas kondisi
yang demikian itulah Nabi Muhammad
diutus oleh Allah untuk melakukan reformasi terhadap tatanan moral dan sosial berdasarkan petunjuk wahyu dari Allah. Akibatnya kaum Quraisy memandang
ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad mengancam
kedudukan dan kekuasaan
mereka, baik secara politik
maupun secara ekonomi. Pernyataan nabi Muhammad akan kenabiannya, penentangannya terhadap ketidakadilan dalam masyarakat
Mekah, dan penegasannya bahwa semua orang yang beriman adalah sederajat yang
merupakan satu komunitas universal, mengancam
wewenang politik kesukuan. Penolakan terhadap politeisme benar-benar
mengancam kepentingan ekonomi kaum
Quraisy yang mengontrol Ka’bah yang merupakan sumber prestise dan
pendapatan keagamaan masyarakat Mekah. Akibatnya orang-orang musyrik Mekah menentang ajaran yang dibawa oleh Nabi.
Menurut Toha Husayn, seperti dikutip
oleh Asghar Ali, andaikata Nabi hanya mengajarkan tentang kepercayaan kepada Allah tanpa menentang
sistem ekonomi dan sosial, membiarkan
perbedaan kuat dan lemah, hamba dan tuan, kaya dan miskin dan
ketidakmerataan distribusi kekayaan,
niscaya sebagian besar
orang Mekah pasti menerimanya.
Karena pada dasarnya mereka tidaklah secara tulus menyembah
berhala, melainkan mereka menggunakan
berhala berhala itu untuk menguasai dan meng-eksploitasi upacara mereka demi
meraih keuntungan ekonomi.[5]
Ahmad Syalabi menjelaskan faktor yang mendorong orang-orang musyrik
Quraisy menolak ajaran nabi Muhammad yaitu:
1.
Persaingan dalam berebut kekuasaan, yakni beranggapan bahwa tunduk
kepada agama Muhammad berarti tunduk
kepada kekuasaan bani Muthalib.
2.
Taqlid kepada nenek
moyang mereka. Islam yang didakwahkan Nabi dianggap sesuatu yang baru dan tidak
menggantikan tradisi yang sudah ada.
3.
Memperniagakan patung. Bagi sebagian orang Arab Mekah, memahat
patung yang menggambarkan Lata wal Uzza merupakan sumber perekonomian
mereka.
4.
Takut dibangkitkan setelah
mati, untuk mempertanggung jawabkan semua perbuatn di dunia. Bagi orang
kafir Quraisy ajaran semacam ini sangat kejam.[6]
B.
Strategi Dakwah Nabi Muhammad di Mekah
Dakwah secara etimologi
berarti panggilan, ajakan,
atau seruan. Dalam
ilmu tata bahasa
Arab, kata dakwah berbentuk sebagai
isim masdar dari
kata دعى يدعو yang artinya adalah memanggil, mengajak atau menyeru. Sedangkan
menurut istilah mengandung pengertian beragam, menurut para ahli dakwah salah
satunya Hamzah Yaqub dalam
bukunya Publistik Islam, menurutnya dakwah adalah
upaya mengajak umat manusia
dengan hikmah dan bijaksana
mengikuti petunjuk Allah
dan Rasul-nya.[7]
Berikut strategi dakwah nabi Muhammad di Mekah antara lain:
1. Dakwah secara sembunyi-sembunyi
Dengan diturunkannya wahyu Nabi mulai mengajak masyarakat Mekah
untuk menyembah Allah semata dan meninggalkan berhala. Akan tetapi dakwah Nabi
ini dilakukan secara sembunyi-sembunyi dilingkungan sendiri dan orang-orang
terdekatnya. Rumah Arqam bin Abil Arqam menjadi tempat pertmuan Nabi dengan
sahabat-sahabat. Disanalah Nabi mengajarkan dasar-dasar agama dan mebacakan
wahyu (Alquran).[8]
Nabi berkdawah kepada kerabat dekatnya yaitu Khadijah binti
Khuwalid (istri Nabi), Ummul Mukminin, Zaid bin Haristsah bin Syurabil Kalbi, Ali
bin Abi Thalib dan sahabat Nabi seperti Abu Bakar as Siddiq mereka itu disebut as-Sabiqunal
Awwalun. Kawanan lain yang lebih dahulu masuk Islam adalah Bilal bin Rabbah al Habsy, Abu Salamah bin
Abdul Asad, Arqam bin Abil Arqam, Ustman bin Mazh’un, Qudamah dan Abdullah,
Zaid bin Tsabit dan Istrinya, Ubaidah bin Haris bin Muthalib, mereka ini
disebut juga as Sabiqunal Awwalun, yang semuanya berasal dari suku Quraiys.
Ibnu Hisyam menghitung jumlah mereka empat puluh orang.[9]
Dakwah Nabi dilakukan secara
sembunyi dan hati-hati karena kawatir bangsa Arab kaget dengan adanya perkara
yang berat ini, akibatnya sulit bagi mereka untuk masuk Islam. Oleh sebab itu,
Nabi berkdakwah kepada orang-orang yang dapat dipercaya. Salah satu sahabat
Nabi yang setia dalam dakwahnya adalah Abu Bakar. Beliau turut andil dalam
menyerukan agama Islam, Abu Bakar berdakwah kepada orang- orang yang dapat
dipercaya dari kalangan kabilah Quraisy. Ternyata ajakan ini mendapat sambutan
hangat dari segolongan orang antara lain dari Usman bin Affan. Tatkala al Hakam
paman sahabat Usman mengetahui tentang keislamannya, maka al Hakam mengikatnya
dengan kuat lalu berkata,” apakah engkau benci dengan agama nenek moyang engkau
sehingga memeluk agama itu?
Demi tuhan aku tidak akan melepaskan ikatan ini sehingga engkau meninggalkan agama baru itu”. Lalu
Usman menjawab” demi Allah aku tidak akan meninggalkan agama itu”. Setelah al
Hakam melihat keteguhan hati Usman dalam memeluk agamanya lalu dia melepaskan
ikatannya.[10]
Metode dakwah Nabi seperti itu
dapat digambarkan sebagai
metode Sentrifugal yaitu
memulai sesuatu dari dirisendiri,
kemudian menyebarkannya kepada lingkungan keluarga yang
terdekat dan terus meluas kepada
lapisan yang paling jauh. Dengan metode
ini, Nabi secara sadar mulai
memfungsikan dirinya sebagai
suatu kekuatan sentrifugal yaitu
kekuatanyang berada pada
suatu titik tengah
yang kemudian menyebar
dari lingkaran terdekat yang terkecil
hingga lingkaran terluas yang hampir
tanpa batas. Dengan metode
tersebut, sulit dihindari bahwa
pada saatnyaakan makin banyak
orang yang tahu
dengan agama baru
yang dibawa oleh Nabi Muhammad. Dan itulah yang terjadi makin lama pengikut Nabi makin
bertambah jumlahnya setelah tiga tahun berjalan.[11]
2. Dakwah
secara terang-terangan
Pada periode ini
Nabi tidak hanya
berdakwah pada penduduk Mekah
saja tapi juga
mengajak orang-orang dari
luar Makkah, yaitu ke
wilayah Taif sebelah Tenggara Mekah dan sejumlah wilayah lainnya. Kegiatan dakwah ini
berlangsung sejak tahun ke-10 kenabian hingga
Hijrah ke Madinah. Wafatnya dua orang yang sangat berjasa dalam menopang
gerakan dakwah Nabi Muhammad yaitu Khadijah dan
Abu Thalib, membuat kafir
Quraisy melakukan intimidasi secara intens terhadap gerakan
dakwah Nabi.[12]
Beberapa tahun nabi Muhammad, tidak berani menampakkan dakwah pada
perkumpulan kaum Quraisy dan kaum muslimin masih belum mampu menampakkan ibadah
mereka karena kawatir terhadap kekejaman kaum Quraisy. Setiap kaum Muslim yang
ingin melakukan ibadah, mereka terpaksa pergi keluar kota Mekah dan di sanalah
mereka melakukan salat secara diam-diam.
Tatkala telah masuk Islam sekitar tiga puluh orang, keadaan memaksa
Nabi berkumpul dengan mereka guna menyampaikan bimbingan dan ajaran agama
Islam. Setelah beberapa waktu Nabi berdakwah secara sembunyi-sembunyi lalu
turun ayat al Hijr: 94
فَاصْدَعْ بِمَا تُؤْمَرُ
وَأَعْرِضْ عَنِ الْمُشْرِكِينَ
Maka sampaikanlah olehmu secara
terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari
orang-orang yang musyrik.[13]
Pada waktu itu Nabi segera melaksanakan perintah Allah kemudian
Nabi pergi ke bukit Safa lalu memanggil “Wahai bani Fihr, wahai bani Addi”,
sehingga mereka berkumpul dan orang yang tidak bisa hadir mengirimkan orang
untuk melihat apa yang terjadi. Nabi berkata, “bagaimanakah pendapatmu jika aku
kabarkan bahwa dibelakang gunung ini ada pasukan kuda musuh yang menyerangmu
apakah kau mempercayaiku?”. Mereka berkata, “ya, kami belum pernah melihatmu
berdusta”. Nabi bersabda,“ketahuilah, sesungguhnya aku adalah seorang pemberi
peringatan kepada kalian dari siksa yang pedih”. Abu Lahab kemudian memprotes,”
sungguh celaka kamu Muhammad sepanjang hari. Hanya untuk inikah kamu
mengumpulkan kami.[14]
Selanjutnya turunlah surah al Lahab: 1-5
مَا
أَغْنَىٰ عَنْهُ مَالُهُۥ
وَمَا كَسَبَۭ
سَيَصْلَىٰ نَارًا ذَاتَ لَهَبٍۭ
وَٱمْرَأَتُهُۥ
حَمَّالَةَ تَبَّتْ يَدَا أَ بِي لَهَبٍ وَتَبْۭ
ٱلْحَطَبِۭ
فِى جِيدِهَا حَبْلٌ مِّن مَّسَدٍۭ
Binasalah
kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasaTidaklah berfaedah
kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang
bergejolak. Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar Yang di lehernya ada
tali dari sabut.
Yang dimaksud dengan pembawa kayu bakar ialah yang berjalan seraya
mengumpat, sebab istri abu Lahab selalu memfitnah Rasulallah sebagai pembuat
kebohongan. Hal itu dikatakan oleh istri abu Lahab di hadapan kumpulan kaum
wanita. Setelah peristiwa itu turun pula firman Allah surah as-Syuara: 214
وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ
الْأَقْرَبِينَ
Dan berilah
peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.
Yang dimaksud dengan kaum kerabat yang terdekat oleh ayat di atas
adalah Bani Hasyim, Bani Muthallib, Bani Naufal, Bani Abdusy Syamsy mereka
adalah anak cucu Abdu Manaf. Selanjutnya Nabi mengumpulkan mereka, lalu
bersabda:” sesungguhnya seorang pemimpin itu tidak akan berdusta terhadap kaum
kerabatnya. Demi Allah, seandainya semua manusia berdusta, aku tidak akan
berdusta pada kalian dan seandainya manusia menipu, aku tidak akan menipu
kalian. Demi Allah tiada tuhan selain Allah, sesungguhnya aku adalah utusan
Allah secara khusus untuk kalian dan seluruh umat manusia.”[15]
Dakwah Nabi secara terang-terangan ini ditentang dan ditolak bangsa Quraisy dengan
alasan bahwa mereka tidak dapat meninggalkan agama yang telah mereka warisi dari nenek moyang mereka dan
sudah menjadi bagian dari tradisi kehidupan mereka. Pada saat itulah Nabi
mengingatkan mereka akan perlunya membebaskan pikiran dan akal mereka dari
belenggu taklid. Selanjutnya dijelaskan oleh Nabi bahwa tuhan-tuhan yang
mereka sembah itu tidak dapat dijadikan alasan untuk mengikuti mereka secara
taklid buta.[16]
Dakwah nabi di Mekah ini berakhir dengan dilaksanakannya hijrah ke
Mdinah. Peristiwa hijrah Nabi dilaksanakan setelah kondisi Mekah tidak lagi kondusif bagi pergerakan Islam. Solusi terhadap
persoalan ini adalah mencari tempat aman bagi pergerakan dakwah. Bila di
analisa lebih jauh para pemuka dan kalangan aristokrat Quraisy Mekah
merupakan penentang utama terhadap dakwah Rasulallah.
Paling tidak ada dua faktor yang melatar belakangi penentangan
mereka diantaranya:
1.
Faktor sosial politik, mereka umumnya berpendapat bahwa kebangkitan
Islam identik dengan kehancuran
posisi sosial politik mereka.
2.
Faktor ekonomi, disisi lain Ka’bah dengan ratusan berhala, saat itu
merupakan sumber penghasilan utama sejumlah tokoh-tokoh Quraisy. Sedangkan Islam
menganjurkan meninggalkan sistem penyembahan berhala
yang merupakan sentral dari
sistem politik mereka. Membiarkan dakwah nabi Muhammad terus berjalan niscaya
akan tamatlah simbol kekuasaan sosial politik para pemuka Quraisy.[17]
C.
Ayat-ayat Alquran yang Turun
di Mekah
Terdapat beberapa pendapat di kalangan ulama ahli ilmu Al quran
tentang definisi ayat yang turun di
Mekah diantaranya:
1.
Memformulasikan makkiyah dengan surah dan ayat Al quran yang
turun di Mekah dan sekitarnya.
2.
Ulama mendefinisikan ayat Makkiyah adalah ayat turun di
Mekah yang khitab (arah pembicaraannya) lebih ditujukan kepada penduduk
Mekkah.
3.
Ulama mendefinisikan ayat Makkiyah dalah ayat yang turun
sebelum Nabi hijrah ke Madinah.[18] .
Berikut adalah penjelasan tentang ayat-ayat Makkiyah:
a.
Ciri- ciri surah Makkiyah diantaranya:
1.
Di dalamna terdapat ayat sajdah.
2.
Ayat-ayatnya dimulai dengan kata “kalla”
3.
Dimulai dengan ungkapan “ya ayyuhannas” kecuali pada
penghujung surah al Haj: 22 dimulai dengan ungkpan “ya ayyuhal ladzina”
4.
Ayat-ayatnya mengandung kisah Nabi dan umat terdahulu
5.
Ayat-ayatnya dimulai dengan huruf terpotong-potong.[19]
b.
Unsur tematik surah Makkiyah yaitu tentang akidah dan akhlak
Menurut Jabiri ada enam unsur tema pokok yang masuk kedalam
kategori makkiyah dan semuanya berkaitan dengan akidah dan akhlak dalam
Islam diantaranya:
1.
Kenabian, Rububiyah dan Uluhiyah
Ada sekitar 27 surah yang masuk dalam hal ini yakni:
Al alaq, al Muddatsir, al Masad, at Takwir, al A’la, al Lail,al
Fajr, ad-Duha, as- Syarh, al Ashr, al Adiyat, al Kautsar, at Takatsur, al Maun,
al Kafirun, al Fiil, al Falaq, an Nas, al Ikhlas, al Fatihah, ar Rahman, an
Najm, Abasa, as Syams, al Buruj, at Tin dan Quraisy.[20]
2.
Kebangkitan, Balasan dan persaksian hari akhir
Ada
sekitar 12 surah yang masuk dalam hal ini yakni:
al-
Qari’ah, az Zalzalah, al Qiyamah, al Humazah, al Mursalat, Qaf, al Balad, al
Qalam, at Thariq dan al Qamar. Surah tersebut membahas persoalan hari akhir
serta unsur-unsur yang ada di dalamnya
seperti persoalan kebangkitan dan balasan. Hal ini sesuai dengan kondisi sesuai
kondisi sosial keagamaan masyarakat Mekah Quraisy yang tidak mengakui akan
adanya hari akhir dengan berbagai unsurnya seperti balasan pahala dan syurga
bagi yang berbuat baik, serta siksa bagi orang yang berbuat dosa.[21]
3.
Membatalkan syirik dan membersihkan penyembahan berhala
Ada
sekiat 15 surah dalam hal ini yaitu:
Shad,
al A’raf, al Jin, Yasin, al Furqan, Fathir, Maryam, Taha, al Waqi’ah, as
Syuara, an Naml, al Qashash, Yunus, Hud dan Yusuf.
Dalam
surah tersebut membahas tentang tentang tauhid, sembari membahas perbuatan
syirik dan ajaran yang bertujuan untuk membersihkan tindakan bodoh orang-orang
yang melakukan penyembahan berhala.[22]
4.
Berdakwah secara terang terangan dan menjalin hubungan dengan
kabilah-kabilah
Ada
sekitar 5 surah yang ke dalam hal ini
yakni:
al Hijr, al An’am, as Shaffat, Luqman dan as Saba’. Ada yang
berpendapat surat al Hijr: 94-96 merupakan perintah kepada Nabi untuk
berdakawah secara terang-terangan. Tetapi menurut al Jabiri, arah itu merupakan
arah baru dakwah nabi Muhammad. Dakwah
secara terang-terangan sudah dilakukan oleh Abdullah bin Mas’ud yang membaca
surah ar Rahman dengan suara lantang di Masjidil Haram, sehingga para pembesar
Quraisy bertanya-tanya apa yang dia baca. Begitu juga Nabi yang membaca surah
an Najm.[23]
5.
Terhadap Nabi dan keluarganya, serta kaum muslimin hijrah ke
Habsyah
Ada
sekitar 8 surah yang masuk ke dalam kategori tema ini yakni:
Az Zumar, Ghafir, Fushsilat, as Syura, az Zuhruf, ad Dukhan, al Jatsiyah
dan al Ahqaf. Catatan penting dalam surah ini membahas tentang dialog. Dalam
situasi dan kondisi masyarakat yang dikuasi oleh otoritas suku, Islam
datang dengan pertimbangan yang sangat matang untuk menghindari sentimen
umat yang menjadi sasaran dakwahnya.[24]
6.
Paska pengepungan menjalin hubungan dengan kabilah- kabilah dan
persiapan hijrah ke Madinah
Ada sekitar 25 surah yang masuk dalam hal ini
Nuh, ad Dzariyat, al Ghasiyah, al Insan, al Kahfi, an Nahl,
Ibrahim, al Anbiya’, al Mukminun, as Sajadah, at Thur, al Mulk, al Haqqah, al
Maarij, an Naba’, an Naziat, al Infithar, al Insyiqaq, al Muzammil, ar Ra’du,
al Isra’, ar Rum, al Ankabut, al Muthafifin dan al Haj. Pada fase ini pengepungan
orang Quraisy. Ketika Nabi dan sahabat mendakwahkan Islam secara terang
terangan mereka dikepung oleh pembesar Quraisy. Setelah itu Nabi memutuskan
hijrah ke Madinah.[25]
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
1.
Kondisi Mekah sebelum Islam
Mekah,
sebelum Islam telah menjadi
pusat perdadagangan. Bahkan
menurut Syaba, Mekah merupakan daerah perdagangan internasional
sejak sekitar pertengahan
abad ke -6 M. Hal ini disebabkan Mekah merupakan pusat peribadatan
bangsa Arab, di mana terdapat
Ka’bah yang dijadikan
sebagai pusat berhala dari berbagai suku di Jazirah Arab. Pada setiap
musim haji tiba, mereka datang dari berbagai penjuru untuk melakukan
penyembahan.
2.
Strategi dakwah Nabi di Mekah
a.
Dakwah secara sembunyi-sembunyi
b.
Dakwah secara terang-terangan
3.
Ayat-ayat al Quran yang turun di Mekah
Menurut
Jabiri ada enam unsur tema pokok yang masuk kedalam kategori makkiyah dan
semuanya berkaitan dengan akidah dan akhlak dalam Islam diantaranya:
1.
Kenabian, Rububiyah dan Uluhiyah
2.
Kebangkitan, Balasan dan persaksian hari akhir
3.
Membatalkan syirik dan membersihkan penyembahan berhala
4.
Berdakwah secara terang terangan dan menjalin hubungan dengan
kabilah-kabilah
5.
Terhadap Nabi dan keluarganya, serta kaum muslimin hijrah ke
Habsyah
6.
Pasca pengepungan menjalin hubungan dengan kabilah- kabilah dan
persiapan hijrah ke Madinah
B.
SARAN
Nabi Muhammad di utus untuk menyempurnakan akhlak manusia khususnya
pada waktu itu adalah Mekah. Dengan kegigihan Nabi dalam berdakwah membuat
Islam semakim berkembang sampai saat ini. Kita sebagai generasi muda harus
semangat dalam menuntut ilmu, yang mana jika ilmu kita bermanafaat kepada orang
lain juga dikatakan sebagai dakwah.
DAFTAR PUSTAKA
Hasan Nor, Sejarah
Peradaban Islam Pamekasan: STAIN Pamekasan Press, 2006.
Hitti K.
Philip, History of The Arabs terj.
Cecep Lukman Yasin, Dedi Slamet Riyadi Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2014.
Sulaiman Rusdi,
Pengantar Metodologi Studi Sejarah Peradaban Islam Jakarta: Rajawali
Pers, 2014.
Aksin Wijaya, Sejarah Kenabian dalam Perspektif Tafsir Nuzuli
Izzat Darwazah, Bandung: Mizan
Pustaka, 2016.
Al Mubarakfur Syafiyurrahman, Sirah Nabawiyah terj. Kathur Suhardi Jakarta: Pustaka al
Kautsar, 2017.
Haris Ahmad,
“Nabi Muhammad dan Reformasi Masyarakat Arab”, Kontikstuailta jurnal
Penelitian Sosial Keagamaan I Vol. 21 No.2, Desember 2006.
Hamka, “Hijrah
Dalam Perspekstif Sosio-Kultural Historis”, Hunafa Vol 2 No. 2 Agustus
2005.
Zulaikha,
“Dakwah dan Kekuasaan (Perspektif Historis)” Al-Bayan Vol 19, No. 28,
Juli- Desember 2013.
Nasution Fauziah,
“Rasulullah SAW sebagai Shahibu ad-Dakwah
(Analisis Sejarah Dakwah pada Masa Rasulullah SAW)”, Hikmah, Vol.
VII, No. 01 Januari 2013.
Al Buthy, Muhammad
Said Ramadhan, Sirah Nabawiyah Analisis Ilmiah Manhajiah Sejarah Pergerakan
Islam di Masa Rasulallah terj Ainur Rafiq Saleh Tahmid Jakarta: Robbani
Pers, 1999
Suma
, Muhammad Amin, Ulumul Quran Jakarata: Raja Grafindo Persada, 2013.
Anawar
Rosihon, Ulumul Quran Bandung: Pustaka Setia, 2016.
[1] Nor Hasan, Sejarah
Peradaban Islam (Pamekasan: STAIN Pamekasan Press, 2006), hlm. 14
[2] Philip K. Hitti, History of The Arabs terj. Cecep Lukman Yasin,
Dedi Slamet Riyadi (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2014), hlm. 130
[3] Rusdi
Sulaiman, Pengantar Metodologi Studi Sejarah Peradaban Islam (Jakarta:
Rajawali Pers, 2014), hlm. 172
[4] Hamka, “Hijrah Dalam Perspekstif Sosio-Kultural Historis”, Hunafa
Vol 2 No. 2 Agustus 2005 hlm. 121
[5]Hamka, “Hijrah
Dalam Perspekstif Sosio-Kultural
Historis”, Hunafa Vol 2 No. 2 Agustus 2005, hlm. 122
[6]Aksin Wjiaya, Sejarah Kenabian dalam Perspektif Tafsir Nuzuli
Izzat Darwazah, (Bandung: Mizan Pustaka, 2016), hlm. 347
[7] Zulaikha,
“Dakwah dan Kekuasaan (Perspektif Historis)” Al-Bayan Vol 19, No. 28,
Juli-Desember 2013, hlm.21
[8] Abdul Kodir,
Sejarah Pendidikan Islam dari Masa Rasulallah hingga Reformasi di Indonesia
(Bandung: Pustaka Setia,2015), hlm. 40
[9] Syafiyurrahman
al Mubarakfur, Sirah Nabawiyah terj. Kathur Suhardi (Jakarta: Pustaka al
Kautsar, 2017), hlm. 74.
[10] Muhammad al Khudari Bek, Nurul Yaqin Fi Siaratil Sayyidil
Mursalin terj. Bahrun Abu Bakar (Bandung: Sinar Baru Bandung Offest, 1989),
hlm. 38
[11] Ahmad Haris,
“Nabi Muhammad dan Reformasi Masyarakat Arab”, Kontekstualita
jurnal Penelitian Sosial
Keagamaan I Vol. 21 No.2,
Desember 2006, hlm. 10
[12] Fauziah Nasution, “Rasulullah SAW sebagai Shahibu ad-Dakwah (Analisis Sejarah Dakwah pada Masa Rasulullah
SAW)”, Hikmah, Vol. VII, No. 01 Januari 2013, hlm. 144
[14] Muhammad Said Ramadhan al Buthy, Sirah Nabawiyah Analisis Ilmiah
Manhajiah Sejarah Pergerakan Islam di Masa Rasulallah terj Ainur Rafiq
Saleh Tahmid (Jakrta: Robbani Pers, 1999), hlm. 77
[17] Fauziah
Nasution, “Rasulullah SAW sebagai Shahibu ad-Dakwah (Analisis Sejarah Dakwah pada Masa Rasulullah
SAW)”, Hikmah, Vol. VII, No. 01 Januari 2013, hlm. 145
[18] Muhammad Amin
Suma, Ulumul Quran ( Jakrata: Raja Grafindo Persada, 2013), hlm. 276
[24] Ibid.
NABI DI MEKAH
MAKALAH
Untuk Memenuhi Tugas Mata Sirah Nabawiyah
Dosen Pengampu
Moh. Subhan Zamzami, LC.,M.TH.I
Disusun Oleh
PROGRAM STUDI ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR
JURUSAN SYARIAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PAMEKASAN
TAHUN 2017
KATA PENGANTAR
Assalamu’ alaikum Wr. Wb.
Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini walaupun masih terdapat banyak kekurangan di dalamnya.
Selawat serta salam semoga tetap tercura limpahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW yang telah berusaha dengan penuh kesabaran sehingga mengangkat kita dari alam kebodohan menuju alam yang terang benderang sehingga sampai detik ini penulis tetap semangat berjuang meningkatkan wawasan keilmuan.
Penulis sampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan makalah ini, namun makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, penulis mohon kritik dan saran yang membangun.
Wassalamu’ alaikum Wr. Wb.
Pamekasan, 24 Oktober 2017
PENULIS
DAFTAR ISI
Halaman Cover………................................................................................ ............i
Kata Pengantar………................................................................................. ...........ii
Daftar Isi……….......................................................................................... ..........iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..……....................................................................... ............1
B. Rumusan Masalah…........................................................................ ............1
C. Tujuan Penulisan……….................................................................. ............1
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................2-11
A. Kondisi Mekah sebelum Islam..................................................................2-4
B. Strategi dakwah Nabi di Mekah................................................................4-9
C. Ayat-ayat Alquran yang turun di Mekah................................................9-11
BAB III PENUTUP..............................................................................................12
A. Kesimpulan………….……………………………………........................12
B. Saran...........................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................13
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas segala Rahmatnya sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Semoga shalawat dan salam selalu terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW., keluarga, sahabat, tabi’in, dan kita semua sebagai umat yang taat dan turut terhadap ajaran yang dibawanya.
Semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi. Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Pamekasan,24 Oktober 2017
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Masa kerasulan Nabi Muhammad di Mekah dimulai sejak beliau menerima wahyu pertama sebagai pertanda diangkatnya sebagai Nabi sampai beliau hijrah ke Madinah. Pada periode Mekkah Nabi hanya menyampaikan hal-hal berhubungan dengan persoalan keimanan dan akhlak. Nabi diutus untuk menyempurnakan akhlak dan etika penuduk Mekah. Hal ini sesuai dengan kondisi bangsa Arab yang jauh dari nilai-nilai religius dan nilai kemanusiaan sudah tidak ada artinya lagi, terutama nasib budak dan wanita.[1]
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagimana kondisi Mekah sebelum Islam?
2. Bagaimana strategi dakwah nabi Muhammad di Mekah?
3. Bagaimana ayat-ayat Alquran yang turun di Mekah?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui kondisi Mekah sebelum Islam.
2. Untuk mengetahui strategi dakwah Nabi Muhammad di Mekah.
3. Untuk mengetahui ayat-ayat Alquran yang turun di Mekah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kondisi Mekah Sebelum Islam
Nama Mekah disebut Macaroba oleh Ptolemius, diambil dari bahasa Saba, Makuraba yang berarti tempat suci. Kata itu menunjukkan bahwa kota itu didirikan oleh suatu kelompok keagamaan, sehingga bisa dikatakan bahwa sejak dulu jauh sebelum kelahiran Nabi di Mekah telah menjadi pusat keagamaan. Kota itu terletak di Tihamah, sebelah selatan Hijaz sekitar 48 mil dari laut merah yang mempunyai suhu udara yang panas.[2] Secara geografis, Mekah terletak di Jazirah Arab, kira-kira 450 km dari kota Madinah yang dikenal ketandusannya. Mekah dikenal dengan penduduk yang mengembala, namun wilayah ini melahirkan seumlah sosok pemimpin yang berpengaruh dan karismatik sepanjang sejarahnya. Gambaran at-Tabari dalam kitabnya Tarikh al-Tabari sebagaimana dikutip Misrawi bahwa Mekah mempunyai dua penduduk didua daerah bernama Sabuqa dan Gabulza. Dikisahkan mereka tidak berpakaian dan tinggal di alam terbuka berjenis kelamin laki-laki dan jika istri mereka melahirkan bayi perempuan maka dibunuh.[3]
Mekah, sebelum Islam telah menjadi pusat perdadagangan. Bahkan menurut Syaba, Mekah merupakan daerah perdagangan internasional sejak sekitar pertengahan abad ke -6 M. Hal ini disebabkan Mekah merupakan pusat peribadatan bangsa Arab, di mana terdapat Ka’bah yang dijadikan sebagai pusat berhala dari berbagai suku di Jazirah Arab. Pada setiap musim haji tiba, mereka datang dari berbagai penjuru untuk melakukan penyembahan, di samping itu dapat berdagang dengan aman karena pada bulan-bulan suci dilarang melakukan peperangan. Hal tersebut telah menjadi tradisi mereka dari tahun ketahun. Beberapa sejarawan barat, antara lain Patricia Crone, menolak pandangan tentang keberadaan Mekah sebagai pusat dagang.
Menurutnya, kondisi geografisnya yang tandus tidak memungkinkan Mekah menjadi jalur dagang internasional, walaupun ada kegiatan dagang di sana itu hanya dalam skala kecil. Perlu diingat bahwa, meskipun kondisi alamnya tandus, keberadaan Ka’bah di Mekah tidak bisa digantikan oleh daerah lain yang subur sekalipun. Seperti telah disebutkan, Ka’bah memiliki arti penting dalam budaya Arab sehingga jelas sekali bahwa keberadaan Mekah sebagai pusat dagang lebih disebabkan oleh faktor kultural dari pada faktor geografis.[4]
Kondisi Mekah yang demikian itu, membawa keuntungan finansial bagi penduduk Mekah, terutama bagi suku Quraisy yang merupakan penguasa Ka’bah dan perdagangannya. Hal ini pula yang membuat orang-orang Mekah mengalami kelunturan nilai-nilai humanisme kesukuan mereka karena digerogoti oleh krisis moral dan sosial ketika mereka meninggalkan tatanan ekonomi nomadik dan memasuki tatanan ekonomi perdagangan atau ekonomi kapitalis. Atas kondisi yang demikian itulah Nabi Muhammad diutus oleh Allah untuk melakukan reformasi terhadap tatanan moral dan sosial berdasarkan petunjuk wahyu dari Allah. Akibatnya kaum Quraisy memandang ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad mengancam kedudukan dan kekuasaan mereka, baik secara politik maupun secara ekonomi. Pernyataan nabi Muhammad akan kenabiannya, penentangannya terhadap ketidakadilan dalam masyarakat Mekah, dan penegasannya bahwa semua orang yang beriman adalah sederajat yang merupakan satu komunitas universal, mengancam wewenang politik kesukuan. Penolakan terhadap politeisme benar-benar mengancam kepentingan ekonomi kaum Quraisy yang mengontrol Ka’bah yang merupakan sumber prestise dan pendapatan keagamaan masyarakat Mekah. Akibatnya orang-orang musyrik Mekah menentang ajaran yang dibawa oleh Nabi. Menurut Toha Husayn, seperti dikutip oleh Asghar Ali, andaikata Nabi hanya mengajarkan tentang kepercayaan kepada Allah tanpa menentang sistem ekonomi dan sosial, membiarkan perbedaan kuat dan lemah, hamba dan tuan, kaya dan miskin dan ketidakmerataan distribusi kekayaan, niscaya sebagian besar orang Mekah pasti menerimanya.
Karena pada dasarnya mereka tidaklah secara tulus menyembah berhala, melainkan mereka menggunakan berhala berhala itu untuk menguasai dan meng-eksploitasi upacara mereka demi meraih keuntungan ekonomi.[5]
Ahmad Syalabi menjelaskan faktor yang mendorong orang-orang musyrik Quraisy menolak ajaran nabi Muhammad yaitu:
1. Persaingan dalam berebut kekuasaan, yakni beranggapan bahwa tunduk kepada agama Muhammad berarti tunduk kepada kekuasaan bani Muthalib.
2. Taqlid kepada nenek moyang mereka. Islam yang didakwahkan Nabi dianggap sesuatu yang baru dan tidak menggantikan tradisi yang sudah ada.
3. Memperniagakan patung. Bagi sebagian orang Arab Mekah, memahat patung yang menggambarkan Lata wal Uzza merupakan sumber perekonomian mereka.
4. Takut dibangkitkan setelah mati, untuk mempertanggung jawabkan semua perbuatn di dunia. Bagi orang kafir Quraisy ajaran semacam ini sangat kejam.[6]
B. Strategi Dakwah Nabi Muhammad di Mekah
Dakwah secara etimologi berarti panggilan, ajakan, atau seruan. Dalam ilmu tata bahasa Arab, kata dakwah berbentuk sebagai isim masdar dari kata دعى يدعو yang artinya adalah memanggil, mengajak atau menyeru. Sedangkan menurut istilah mengandung pengertian beragam, menurut para ahli dakwah salah satunya Hamzah Yaqub dalam bukunya Publistik Islam, menurutnya dakwah adalah upaya mengajak umat manusia dengan hikmah dan bijaksana mengikuti petunjuk Allah dan Rasul-nya.[7]
Berikut strategi dakwah nabi Muhammad di Mekah antara lain:
1. Dakwah secara sembunyi-sembunyi
Dengan diturunkannya wahyu Nabi mulai mengajak masyarakat Mekah untuk menyembah Allah semata dan meninggalkan berhala. Akan tetapi dakwah Nabi ini dilakukan secara sembunyi-sembunyi dilingkungan sendiri dan orang-orang terdekatnya. Rumah Arqam bin Abil Arqam menjadi tempat pertmuan Nabi dengan sahabat-sahabat. Disanalah Nabi mengajarkan dasar-dasar agama dan mebacakan wahyu (Alquran).[8]
Nabi berkdawah kepada kerabat dekatnya yaitu Khadijah binti Khuwalid (istri Nabi), Ummul Mukminin, Zaid bin Haristsah bin Syurabil Kalbi, Ali bin Abi Thalib dan sahabat Nabi seperti Abu Bakar as Siddiq mereka itu disebut as-Sabiqunal Awwalun. Kawanan lain yang lebih dahulu masuk Islam adalah Bilal bin Rabbah al Habsy, Abu Salamah bin Abdul Asad, Arqam bin Abil Arqam, Ustman bin Mazh’un, Qudamah dan Abdullah, Zaid bin Tsabit dan Istrinya, Ubaidah bin Haris bin Muthalib, mereka ini disebut juga as Sabiqunal Awwalun, yang semuanya berasal dari suku Quraiys. Ibnu Hisyam menghitung jumlah mereka empat puluh orang.[9]
Dakwah Nabi dilakukan secara sembunyi dan hati-hati karena kawatir bangsa Arab kaget dengan adanya perkara yang berat ini, akibatnya sulit bagi mereka untuk masuk Islam. Oleh sebab itu, Nabi berkdakwah kepada orang-orang yang dapat dipercaya. Salah satu sahabat Nabi yang setia dalam dakwahnya adalah Abu Bakar. Beliau turut andil dalam menyerukan agama Islam, Abu Bakar berdakwah kepada orang- orang yang dapat dipercaya dari kalangan kabilah Quraisy. Ternyata ajakan ini mendapat sambutan hangat dari segolongan orang antara lain dari Usman bin Affan. Tatkala al Hakam paman sahabat Usman mengetahui tentang keislamannya, maka al Hakam mengikatnya dengan kuat lalu berkata,” apakah engkau benci dengan agama nenek moyang engkau sehingga memeluk agama itu?
Demi tuhan aku tidak akan melepaskan ikatan ini sehingga engkau meninggalkan agama baru itu”. Lalu Usman menjawab” demi Allah aku tidak akan meninggalkan agama itu”. Setelah al Hakam melihat keteguhan hati Usman dalam memeluk agamanya lalu dia melepaskan ikatannya.[10] Metode dakwah Nabi seperti itu dapat digambarkan sebagai metode Sentrifugal yaitu memulai sesuatu dari dirisendiri, kemudian menyebarkannya kepada lingkungan keluarga yang terdekat dan terus meluas kepada lapisan yang paling jauh. Dengan metode ini, Nabi secara sadar mulai memfungsikan dirinya sebagai suatu kekuatan sentrifugal yaitu kekuatanyang berada pada suatu titik tengah yang kemudian menyebar dari lingkaran terdekat yang terkecil hingga lingkaran terluas yang hampir tanpa batas. Dengan metode tersebut, sulit dihindari bahwa pada saatnyaakan makin banyak orang yang tahu dengan agama baru yang dibawa oleh Nabi Muhammad. Dan itulah yang terjadi makin lama pengikut Nabi makin bertambah jumlahnya setelah tiga tahun berjalan.[11]
2. Dakwah secara terang-terangan
Pada periode ini Nabi tidak hanya berdakwah pada penduduk Mekah saja tapi juga mengajak orang-orang dari luar Makkah, yaitu ke wilayah Taif sebelah Tenggara Mekah dan sejumlah wilayah lainnya. Kegiatan dakwah ini berlangsung sejak tahun ke-10 kenabian hingga Hijrah ke Madinah. Wafatnya dua orang yang sangat berjasa dalam menopang gerakan dakwah Nabi Muhammad yaitu Khadijah dan Abu Thalib, membuat kafir Quraisy melakukan intimidasi secara intens terhadap gerakan dakwah Nabi.[12] Beberapa tahun nabi Muhammad, tidak berani menampakkan dakwah pada perkumpulan kaum Quraisy dan kaum muslimin masih belum mampu menampakkan ibadah mereka karena kawatir terhadap kekejaman kaum Quraisy. Setiap kaum Muslim yang ingin melakukan ibadah, mereka terpaksa pergi keluar kota Mekah dan di sanalah mereka melakukan salat secara diam-diam.
Tatkala telah masuk Islam sekitar tiga puluh orang, keadaan memaksa Nabi berkumpul dengan mereka guna menyampaikan bimbingan dan ajaran agama Islam. Setelah beberapa waktu Nabi berdakwah secara sembunyi-sembunyi lalu turun ayat al Hijr: 94
فَاصْدَعْ بِمَا تُؤْمَرُ وَأَعْرِضْ عَنِ الْمُشْرِكِينَ
Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik.[13]
Pada waktu itu Nabi segera melaksanakan perintah Allah kemudian Nabi pergi ke bukit Safa lalu memanggil “Wahai bani Fihr, wahai bani Addi”, sehingga mereka berkumpul dan orang yang tidak bisa hadir mengirimkan orang untuk melihat apa yang terjadi. Nabi berkata, “bagaimanakah pendapatmu jika aku kabarkan bahwa dibelakang gunung ini ada pasukan kuda musuh yang menyerangmu apakah kau mempercayaiku?”. Mereka berkata, “ya, kami belum pernah melihatmu berdusta”. Nabi bersabda,“ketahuilah, sesungguhnya aku adalah seorang pemberi peringatan kepada kalian dari siksa yang pedih”. Abu Lahab kemudian memprotes,” sungguh celaka kamu Muhammad sepanjang hari. Hanya untuk inikah kamu mengumpulkan kami.[14] Selanjutnya turunlah surah al Lahab: 1-5
مَا أَغْنَىٰ عَنْهُ مَالُهُۥ وَمَا كَسَبَۭ سَيَصْلَىٰ نَارًا ذَاتَ لَهَبٍۭ وَٱمْرَأَتُهُۥ حَمَّالَةَ تَبَّتْ يَدَا أَ بِي لَهَبٍ وَتَبْۭ
ٱلْحَطَبِۭ فِى جِيدِهَا حَبْلٌ مِّن مَّسَدٍۭ
Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasaTidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar Yang di lehernya ada tali dari sabut.
Yang dimaksud dengan pembawa kayu bakar ialah yang berjalan seraya mengumpat, sebab istri abu Lahab selalu memfitnah Rasulallah sebagai pembuat kebohongan. Hal itu dikatakan oleh istri abu Lahab di hadapan kumpulan kaum wanita. Setelah peristiwa itu turun pula firman Allah surah as-Syuara: 214
وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ
Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.
Yang dimaksud dengan kaum kerabat yang terdekat oleh ayat di atas adalah Bani Hasyim, Bani Muthallib, Bani Naufal, Bani Abdusy Syamsy mereka adalah anak cucu Abdu Manaf. Selanjutnya Nabi mengumpulkan mereka, lalu bersabda:” sesungguhnya seorang pemimpin itu tidak akan berdusta terhadap kaum kerabatnya. Demi Allah, seandainya semua manusia berdusta, aku tidak akan berdusta pada kalian dan seandainya manusia menipu, aku tidak akan menipu kalian. Demi Allah tiada tuhan selain Allah, sesungguhnya aku adalah utusan Allah secara khusus untuk kalian dan seluruh umat manusia.”[15]
Dakwah Nabi secara terang-terangan ini ditentang dan ditolak bangsa Quraisy dengan alasan bahwa mereka tidak dapat meninggalkan agama yang telah mereka warisi dari nenek moyang mereka dan sudah menjadi bagian dari tradisi kehidupan mereka. Pada saat itulah Nabi mengingatkan mereka akan perlunya membebaskan pikiran dan akal mereka dari belenggu taklid. Selanjutnya dijelaskan oleh Nabi bahwa tuhan-tuhan yang mereka sembah itu tidak dapat dijadikan alasan untuk mengikuti mereka secara taklid buta.[16]
Dakwah nabi di Mekah ini berakhir dengan dilaksanakannya hijrah ke Mdinah. Peristiwa hijrah Nabi dilaksanakan setelah kondisi Mekah tidak lagi kondusif bagi pergerakan Islam. Solusi terhadap persoalan ini adalah mencari tempat aman bagi pergerakan dakwah. Bila di analisa lebih jauh para pemuka dan kalangan aristokrat Quraisy Mekah merupakan penentang utama terhadap dakwah Rasulallah.
Paling tidak ada dua faktor yang melatar belakangi penentangan mereka diantaranya:
1. Faktor sosial politik, mereka umumnya berpendapat bahwa kebangkitan Islam identik dengan kehancuran posisi sosial politik mereka.
2. Faktor ekonomi, disisi lain Ka’bah dengan ratusan berhala, saat itu merupakan sumber penghasilan utama sejumlah tokoh-tokoh Quraisy. Sedangkan Islam menganjurkan meninggalkan sistem penyembahan berhala yang merupakan sentral dari sistem politik mereka. Membiarkan dakwah nabi Muhammad terus berjalan niscaya akan tamatlah simbol kekuasaan sosial politik para pemuka Quraisy.[17]
C. Ayat-ayat Alquran yang Turun di Mekah
Terdapat beberapa pendapat di kalangan ulama ahli ilmu Al quran tentang definisi ayat yang turun di Mekah diantaranya:
1. Memformulasikan makkiyah dengan surah dan ayat Al quran yang turun di Mekah dan sekitarnya.
2. Ulama mendefinisikan ayat Makkiyah adalah ayat turun di Mekah yang khitab (arah pembicaraannya) lebih ditujukan kepada penduduk Mekkah.
3. Ulama mendefinisikan ayat Makkiyah dalah ayat yang turun sebelum Nabi hijrah ke Madinah.[18] . Berikut adalah penjelasan tentang ayat-ayat Makkiyah:
a. Ciri- ciri surah Makkiyah diantaranya:
1. Di dalamna terdapat ayat sajdah.
2. Ayat-ayatnya dimulai dengan kata “kalla”
3. Dimulai dengan ungkapan “ya ayyuhannas” kecuali pada penghujung surah al Haj: 22 dimulai dengan ungkpan “ya ayyuhal ladzina”
4. Ayat-ayatnya mengandung kisah Nabi dan umat terdahulu
5. Ayat-ayatnya dimulai dengan huruf terpotong-potong.[19]
b. Unsur tematik surah Makkiyah yaitu tentang akidah dan akhlak
Menurut Jabiri ada enam unsur tema pokok yang masuk kedalam kategori makkiyah dan semuanya berkaitan dengan akidah dan akhlak dalam Islam diantaranya:
1. Kenabian, Rububiyah dan Uluhiyah
Ada sekitar 27 surah yang masuk dalam hal ini yakni:
Al alaq, al Muddatsir, al Masad, at Takwir, al A’la, al Lail,al Fajr, ad-Duha, as- Syarh, al Ashr, al Adiyat, al Kautsar, at Takatsur, al Maun, al Kafirun, al Fiil, al Falaq, an Nas, al Ikhlas, al Fatihah, ar Rahman, an Najm, Abasa, as Syams, al Buruj, at Tin dan Quraisy.[20]
2. Kebangkitan, Balasan dan persaksian hari akhir
Ada sekitar 12 surah yang masuk dalam hal ini yakni:
al- Qari’ah, az Zalzalah, al Qiyamah, al Humazah, al Mursalat, Qaf, al Balad, al Qalam, at Thariq dan al Qamar. Surah tersebut membahas persoalan hari akhir serta unsur-unsur yang ada di dalamnya seperti persoalan kebangkitan dan balasan. Hal ini sesuai dengan kondisi sesuai kondisi sosial keagamaan masyarakat Mekah Quraisy yang tidak mengakui akan adanya hari akhir dengan berbagai unsurnya seperti balasan pahala dan syurga bagi yang berbuat baik, serta siksa bagi orang yang berbuat dosa.[21]
3. Membatalkan syirik dan membersihkan penyembahan berhala
Ada sekiat 15 surah dalam hal ini yaitu:
Shad, al A’raf, al Jin, Yasin, al Furqan, Fathir, Maryam, Taha, al Waqi’ah, as Syuara, an Naml, al Qashash, Yunus, Hud dan Yusuf.
Dalam surah tersebut membahas tentang tentang tauhid, sembari membahas perbuatan syirik dan ajaran yang bertujuan untuk membersihkan tindakan bodoh orang-orang yang melakukan penyembahan berhala.[22]
4. Berdakwah secara terang terangan dan menjalin hubungan dengan kabilah-kabilah
Ada sekitar 5 surah yang ke dalam hal ini yakni:
al Hijr, al An’am, as Shaffat, Luqman dan as Saba’. Ada yang berpendapat surat al Hijr: 94-96 merupakan perintah kepada Nabi untuk berdakawah secara terang-terangan. Tetapi menurut al Jabiri, arah itu merupakan arah baru dakwah nabi Muhammad. Dakwah secara terang-terangan sudah dilakukan oleh Abdullah bin Mas’ud yang membaca surah ar Rahman dengan suara lantang di Masjidil Haram, sehingga para pembesar Quraisy bertanya-tanya apa yang dia baca. Begitu juga Nabi yang membaca surah an Najm.[23]
5. Terhadap Nabi dan keluarganya, serta kaum muslimin hijrah ke Habsyah
Ada sekitar 8 surah yang masuk ke dalam kategori tema ini yakni:
Az Zumar, Ghafir, Fushsilat, as Syura, az Zuhruf, ad Dukhan, al Jatsiyah dan al Ahqaf. Catatan penting dalam surah ini membahas tentang dialog. Dalam situasi dan kondisi masyarakat yang dikuasi oleh otoritas suku, Islam datang dengan pertimbangan yang sangat matang untuk menghindari sentimen umat yang menjadi sasaran dakwahnya.[24]
6. Paska pengepungan menjalin hubungan dengan kabilah- kabilah dan persiapan hijrah ke Madinah
Ada sekitar 25 surah yang masuk dalam hal ini
Nuh, ad Dzariyat, al Ghasiyah, al Insan, al Kahfi, an Nahl, Ibrahim, al Anbiya’, al Mukminun, as Sajadah, at Thur, al Mulk, al Haqqah, al Maarij, an Naba’, an Naziat, al Infithar, al Insyiqaq, al Muzammil, ar Ra’du, al Isra’, ar Rum, al Ankabut, al Muthafifin dan al Haj. Pada fase ini pengepungan orang Quraisy. Ketika Nabi dan sahabat mendakwahkan Islam secara terang terangan mereka dikepung oleh pembesar Quraisy. Setelah itu Nabi memutuskan hijrah ke Madinah.[25]
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Kondisi Mekah sebelum Islam
Mekah, sebelum Islam telah menjadi pusat perdadagangan. Bahkan menurut Syaba, Mekah merupakan daerah perdagangan internasional sejak sekitar pertengahan abad ke -6 M. Hal ini disebabkan Mekah merupakan pusat peribadatan bangsa Arab, di mana terdapat Ka’bah yang dijadikan sebagai pusat berhala dari berbagai suku di Jazirah Arab. Pada setiap musim haji tiba, mereka datang dari berbagai penjuru untuk melakukan penyembahan.
2. Strategi dakwah Nabi di Mekah
a. Dakwah secara sembunyi-sembunyi
b. Dakwah secara terang-terangan
3. Ayat-ayat al Quran yang turun di Mekah
Menurut Jabiri ada enam unsur tema pokok yang masuk kedalam kategori makkiyah dan semuanya berkaitan dengan akidah dan akhlak dalam Islam diantaranya:
1. Kenabian, Rububiyah dan Uluhiyah
2. Kebangkitan, Balasan dan persaksian hari akhir
3. Membatalkan syirik dan membersihkan penyembahan berhala
4. Berdakwah secara terang terangan dan menjalin hubungan dengan kabilah-kabilah
5. Terhadap Nabi dan keluarganya, serta kaum muslimin hijrah ke Habsyah
6. Pasca pengepungan menjalin hubungan dengan kabilah- kabilah dan persiapan hijrah ke Madinah
B. SARAN
Nabi Muhammad di utus untuk menyempurnakan akhlak manusia khususnya pada waktu itu adalah Mekah. Dengan kegigihan Nabi dalam berdakwah membuat Islam semakim berkembang sampai saat ini. Kita sebagai generasi muda harus semangat dalam menuntut ilmu, yang mana jika ilmu kita bermanafaat kepada orang lain juga dikatakan sebagai dakwah.
DAFTAR PUSTAKA
Hasan Nor, Sejarah Peradaban Islam Pamekasan: STAIN Pamekasan Press, 2006.
Hitti K. Philip, History of The Arabs terj. Cecep Lukman Yasin, Dedi Slamet Riyadi Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2014.
Sulaiman Rusdi, Pengantar Metodologi Studi Sejarah Peradaban Islam Jakarta: Rajawali Pers, 2014.
Aksin Wijaya, Sejarah Kenabian dalam Perspektif Tafsir Nuzuli Izzat Darwazah, Bandung: Mizan Pustaka, 2016.
Al Mubarakfur Syafiyurrahman, Sirah Nabawiyah terj. Kathur Suhardi Jakarta: Pustaka al Kautsar, 2017.
Haris Ahmad, “Nabi Muhammad dan Reformasi Masyarakat Arab”, Kontikstuailta jurnal Penelitian Sosial Keagamaan I Vol. 21 No.2, Desember 2006.
Hamka, “Hijrah Dalam Perspekstif Sosio-Kultural Historis”, Hunafa Vol 2 No. 2 Agustus 2005.
Zulaikha, “Dakwah dan Kekuasaan (Perspektif Historis)” Al-Bayan Vol 19, No. 28, Juli- Desember 2013.
Nasution Fauziah, “Rasulullah SAW sebagai Shahibu ad-Dakwah (Analisis Sejarah Dakwah pada Masa Rasulullah SAW)”, Hikmah, Vol. VII, No. 01 Januari 2013.
Al Buthy, Muhammad Said Ramadhan, Sirah Nabawiyah Analisis Ilmiah Manhajiah Sejarah Pergerakan Islam di Masa Rasulallah terj Ainur Rafiq Saleh Tahmid Jakarta: Robbani Pers, 1999
Suma , Muhammad Amin, Ulumul Quran Jakarata: Raja Grafindo Persada, 2013.
Anawar Rosihon, Ulumul Quran Bandung: Pustaka Setia, 2016.
[1] Nor Hasan, Sejarah Peradaban Islam (Pamekasan: STAIN Pamekasan Press, 2006), hlm. 14
[2] Philip K. Hitti, History of The Arabs terj. Cecep Lukman Yasin, Dedi Slamet Riyadi (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2014), hlm. 130
[3] Rusdi Sulaiman, Pengantar Metodologi Studi Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hlm. 172
[4] Hamka, “Hijrah Dalam Perspekstif Sosio-Kultural Historis”, Hunafa Vol 2 No. 2 Agustus 2005 hlm. 121
[5]Hamka, “Hijrah Dalam Perspekstif Sosio-Kultural Historis”, Hunafa Vol 2 No. 2 Agustus 2005, hlm. 122
[6]Aksin Wjiaya, Sejarah Kenabian dalam Perspektif Tafsir Nuzuli Izzat Darwazah, (Bandung: Mizan Pustaka, 2016), hlm. 347
[7] Zulaikha, “Dakwah dan Kekuasaan (Perspektif Historis)” Al-Bayan Vol 19, No. 28, Juli-Desember 2013, hlm.21
[8] Abdul Kodir, Sejarah Pendidikan Islam dari Masa Rasulallah hingga Reformasi di Indonesia (Bandung: Pustaka Setia,2015), hlm. 40
[9] Syafiyurrahman al Mubarakfur, Sirah Nabawiyah terj. Kathur Suhardi (Jakarta: Pustaka al Kautsar, 2017), hlm. 74.
[10] Muhammad al Khudari Bek, Nurul Yaqin Fi Siaratil Sayyidil Mursalin terj. Bahrun Abu Bakar (Bandung: Sinar Baru Bandung Offest, 1989), hlm. 38
[11] Ahmad Haris, “Nabi Muhammad dan Reformasi Masyarakat Arab”, Kontekstualita jurnal Penelitian Sosial Keagamaan I Vol. 21 No.2, Desember 2006, hlm. 10
[12] Fauziah Nasution, “Rasulullah SAW sebagai Shahibu ad-Dakwah (Analisis Sejarah Dakwah pada Masa Rasulullah SAW)”, Hikmah, Vol. VII, No. 01 Januari 2013, hlm. 144
[14] Muhammad Said Ramadhan al Buthy, Sirah Nabawiyah Analisis Ilmiah Manhajiah Sejarah Pergerakan Islam di Masa Rasulallah terj Ainur Rafiq Saleh Tahmid (Jakrta: Robbani Pers, 1999), hlm. 77
[17] Fauziah Nasution, “Rasulullah SAW sebagai Shahibu ad-Dakwah (Analisis Sejarah Dakwah pada Masa Rasulullah SAW)”, Hikmah, Vol. VII, No. 01 Januari 2013, hlm. 145
[18] Muhammad Amin Suma, Ulumul Quran ( Jakrata: Raja Grafindo Persada, 2013), hlm. 276
[24] Ibid.
NABI DI MEKAH
MAKALAH
Untuk Memenuhi Tugas Mata Sirah Nabawiyah
Dosen Pengampu
Moh. Subhan Zamzami, LC.,M.TH.I
Disusun Oleh
PROGRAM STUDI ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR
JURUSAN SYARIAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PAMEKASAN
TAHUN 2017
KATA PENGANTAR
Assalamu’ alaikum Wr. Wb.
Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini walaupun masih terdapat banyak kekurangan di dalamnya.
Selawat serta salam semoga tetap tercura limpahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW yang telah berusaha dengan penuh kesabaran sehingga mengangkat kita dari alam kebodohan menuju alam yang terang benderang sehingga sampai detik ini penulis tetap semangat berjuang meningkatkan wawasan keilmuan.
Penulis sampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan makalah ini, namun makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, penulis mohon kritik dan saran yang membangun.
Wassalamu’ alaikum Wr. Wb.
Pamekasan, 24 Oktober 2017
PENULIS
DAFTAR ISI
Halaman Cover………................................................................................ ............i
Kata Pengantar………................................................................................. ...........ii
Daftar Isi……….......................................................................................... ..........iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..……....................................................................... ............1
B. Rumusan Masalah…........................................................................ ............1
C. Tujuan Penulisan……….................................................................. ............1
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................2-11
A. Kondisi Mekah sebelum Islam..................................................................2-4
B. Strategi dakwah Nabi di Mekah................................................................4-9
C. Ayat-ayat Alquran yang turun di Mekah................................................9-11
BAB III PENUTUP..............................................................................................12
A. Kesimpulan………….……………………………………........................12
B. Saran...........................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................13
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas segala Rahmatnya sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Semoga shalawat dan salam selalu terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW., keluarga, sahabat, tabi’in, dan kita semua sebagai umat yang taat dan turut terhadap ajaran yang dibawanya.
Semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi. Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Pamekasan,24 Oktober 2017
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Masa kerasulan Nabi Muhammad di Mekah dimulai sejak beliau menerima wahyu pertama sebagai pertanda diangkatnya sebagai Nabi sampai beliau hijrah ke Madinah. Pada periode Mekkah Nabi hanya menyampaikan hal-hal berhubungan dengan persoalan keimanan dan akhlak. Nabi diutus untuk menyempurnakan akhlak dan etika penuduk Mekah. Hal ini sesuai dengan kondisi bangsa Arab yang jauh dari nilai-nilai religius dan nilai kemanusiaan sudah tidak ada artinya lagi, terutama nasib budak dan wanita.[1]
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagimana kondisi Mekah sebelum Islam?
2. Bagaimana strategi dakwah nabi Muhammad di Mekah?
3. Bagaimana ayat-ayat Alquran yang turun di Mekah?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui kondisi Mekah sebelum Islam.
2. Untuk mengetahui strategi dakwah Nabi Muhammad di Mekah.
3. Untuk mengetahui ayat-ayat Alquran yang turun di Mekah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kondisi Mekah Sebelum Islam
Nama Mekah disebut Macaroba oleh Ptolemius, diambil dari bahasa Saba, Makuraba yang berarti tempat suci. Kata itu menunjukkan bahwa kota itu didirikan oleh suatu kelompok keagamaan, sehingga bisa dikatakan bahwa sejak dulu jauh sebelum kelahiran Nabi di Mekah telah menjadi pusat keagamaan. Kota itu terletak di Tihamah, sebelah selatan Hijaz sekitar 48 mil dari laut merah yang mempunyai suhu udara yang panas.[2] Secara geografis, Mekah terletak di Jazirah Arab, kira-kira 450 km dari kota Madinah yang dikenal ketandusannya. Mekah dikenal dengan penduduk yang mengembala, namun wilayah ini melahirkan seumlah sosok pemimpin yang berpengaruh dan karismatik sepanjang sejarahnya. Gambaran at-Tabari dalam kitabnya Tarikh al-Tabari sebagaimana dikutip Misrawi bahwa Mekah mempunyai dua penduduk didua daerah bernama Sabuqa dan Gabulza. Dikisahkan mereka tidak berpakaian dan tinggal di alam terbuka berjenis kelamin laki-laki dan jika istri mereka melahirkan bayi perempuan maka dibunuh.[3]
Mekah, sebelum Islam telah menjadi pusat perdadagangan. Bahkan menurut Syaba, Mekah merupakan daerah perdagangan internasional sejak sekitar pertengahan abad ke -6 M. Hal ini disebabkan Mekah merupakan pusat peribadatan bangsa Arab, di mana terdapat Ka’bah yang dijadikan sebagai pusat berhala dari berbagai suku di Jazirah Arab. Pada setiap musim haji tiba, mereka datang dari berbagai penjuru untuk melakukan penyembahan, di samping itu dapat berdagang dengan aman karena pada bulan-bulan suci dilarang melakukan peperangan. Hal tersebut telah menjadi tradisi mereka dari tahun ketahun. Beberapa sejarawan barat, antara lain Patricia Crone, menolak pandangan tentang keberadaan Mekah sebagai pusat dagang.
Menurutnya, kondisi geografisnya yang tandus tidak memungkinkan Mekah menjadi jalur dagang internasional, walaupun ada kegiatan dagang di sana itu hanya dalam skala kecil. Perlu diingat bahwa, meskipun kondisi alamnya tandus, keberadaan Ka’bah di Mekah tidak bisa digantikan oleh daerah lain yang subur sekalipun. Seperti telah disebutkan, Ka’bah memiliki arti penting dalam budaya Arab sehingga jelas sekali bahwa keberadaan Mekah sebagai pusat dagang lebih disebabkan oleh faktor kultural dari pada faktor geografis.[4]
Kondisi Mekah yang demikian itu, membawa keuntungan finansial bagi penduduk Mekah, terutama bagi suku Quraisy yang merupakan penguasa Ka’bah dan perdagangannya. Hal ini pula yang membuat orang-orang Mekah mengalami kelunturan nilai-nilai humanisme kesukuan mereka karena digerogoti oleh krisis moral dan sosial ketika mereka meninggalkan tatanan ekonomi nomadik dan memasuki tatanan ekonomi perdagangan atau ekonomi kapitalis. Atas kondisi yang demikian itulah Nabi Muhammad diutus oleh Allah untuk melakukan reformasi terhadap tatanan moral dan sosial berdasarkan petunjuk wahyu dari Allah. Akibatnya kaum Quraisy memandang ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad mengancam kedudukan dan kekuasaan mereka, baik secara politik maupun secara ekonomi. Pernyataan nabi Muhammad akan kenabiannya, penentangannya terhadap ketidakadilan dalam masyarakat Mekah, dan penegasannya bahwa semua orang yang beriman adalah sederajat yang merupakan satu komunitas universal, mengancam wewenang politik kesukuan. Penolakan terhadap politeisme benar-benar mengancam kepentingan ekonomi kaum Quraisy yang mengontrol Ka’bah yang merupakan sumber prestise dan pendapatan keagamaan masyarakat Mekah. Akibatnya orang-orang musyrik Mekah menentang ajaran yang dibawa oleh Nabi. Menurut Toha Husayn, seperti dikutip oleh Asghar Ali, andaikata Nabi hanya mengajarkan tentang kepercayaan kepada Allah tanpa menentang sistem ekonomi dan sosial, membiarkan perbedaan kuat dan lemah, hamba dan tuan, kaya dan miskin dan ketidakmerataan distribusi kekayaan, niscaya sebagian besar orang Mekah pasti menerimanya.
Karena pada dasarnya mereka tidaklah secara tulus menyembah berhala, melainkan mereka menggunakan berhala berhala itu untuk menguasai dan meng-eksploitasi upacara mereka demi meraih keuntungan ekonomi.[5]
Ahmad Syalabi menjelaskan faktor yang mendorong orang-orang musyrik Quraisy menolak ajaran nabi Muhammad yaitu:
1. Persaingan dalam berebut kekuasaan, yakni beranggapan bahwa tunduk kepada agama Muhammad berarti tunduk kepada kekuasaan bani Muthalib.
2. Taqlid kepada nenek moyang mereka. Islam yang didakwahkan Nabi dianggap sesuatu yang baru dan tidak menggantikan tradisi yang sudah ada.
3. Memperniagakan patung. Bagi sebagian orang Arab Mekah, memahat patung yang menggambarkan Lata wal Uzza merupakan sumber perekonomian mereka.
4. Takut dibangkitkan setelah mati, untuk mempertanggung jawabkan semua perbuatn di dunia. Bagi orang kafir Quraisy ajaran semacam ini sangat kejam.[6]
B. Strategi Dakwah Nabi Muhammad di Mekah
Dakwah secara etimologi berarti panggilan, ajakan, atau seruan. Dalam ilmu tata bahasa Arab, kata dakwah berbentuk sebagai isim masdar dari kata دعى يدعو yang artinya adalah memanggil, mengajak atau menyeru. Sedangkan menurut istilah mengandung pengertian beragam, menurut para ahli dakwah salah satunya Hamzah Yaqub dalam bukunya Publistik Islam, menurutnya dakwah adalah upaya mengajak umat manusia dengan hikmah dan bijaksana mengikuti petunjuk Allah dan Rasul-nya.[7]
Berikut strategi dakwah nabi Muhammad di Mekah antara lain:
1. Dakwah secara sembunyi-sembunyi
Dengan diturunkannya wahyu Nabi mulai mengajak masyarakat Mekah untuk menyembah Allah semata dan meninggalkan berhala. Akan tetapi dakwah Nabi ini dilakukan secara sembunyi-sembunyi dilingkungan sendiri dan orang-orang terdekatnya. Rumah Arqam bin Abil Arqam menjadi tempat pertmuan Nabi dengan sahabat-sahabat. Disanalah Nabi mengajarkan dasar-dasar agama dan mebacakan wahyu (Alquran).[8]
Nabi berkdawah kepada kerabat dekatnya yaitu Khadijah binti Khuwalid (istri Nabi), Ummul Mukminin, Zaid bin Haristsah bin Syurabil Kalbi, Ali bin Abi Thalib dan sahabat Nabi seperti Abu Bakar as Siddiq mereka itu disebut as-Sabiqunal Awwalun. Kawanan lain yang lebih dahulu masuk Islam adalah Bilal bin Rabbah al Habsy, Abu Salamah bin Abdul Asad, Arqam bin Abil Arqam, Ustman bin Mazh’un, Qudamah dan Abdullah, Zaid bin Tsabit dan Istrinya, Ubaidah bin Haris bin Muthalib, mereka ini disebut juga as Sabiqunal Awwalun, yang semuanya berasal dari suku Quraiys. Ibnu Hisyam menghitung jumlah mereka empat puluh orang.[9]
Dakwah Nabi dilakukan secara sembunyi dan hati-hati karena kawatir bangsa Arab kaget dengan adanya perkara yang berat ini, akibatnya sulit bagi mereka untuk masuk Islam. Oleh sebab itu, Nabi berkdakwah kepada orang-orang yang dapat dipercaya. Salah satu sahabat Nabi yang setia dalam dakwahnya adalah Abu Bakar. Beliau turut andil dalam menyerukan agama Islam, Abu Bakar berdakwah kepada orang- orang yang dapat dipercaya dari kalangan kabilah Quraisy. Ternyata ajakan ini mendapat sambutan hangat dari segolongan orang antara lain dari Usman bin Affan. Tatkala al Hakam paman sahabat Usman mengetahui tentang keislamannya, maka al Hakam mengikatnya dengan kuat lalu berkata,” apakah engkau benci dengan agama nenek moyang engkau sehingga memeluk agama itu?
Demi tuhan aku tidak akan melepaskan ikatan ini sehingga engkau meninggalkan agama baru itu”. Lalu Usman menjawab” demi Allah aku tidak akan meninggalkan agama itu”. Setelah al Hakam melihat keteguhan hati Usman dalam memeluk agamanya lalu dia melepaskan ikatannya.[10] Metode dakwah Nabi seperti itu dapat digambarkan sebagai metode Sentrifugal yaitu memulai sesuatu dari dirisendiri, kemudian menyebarkannya kepada lingkungan keluarga yang terdekat dan terus meluas kepada lapisan yang paling jauh. Dengan metode ini, Nabi secara sadar mulai memfungsikan dirinya sebagai suatu kekuatan sentrifugal yaitu kekuatanyang berada pada suatu titik tengah yang kemudian menyebar dari lingkaran terdekat yang terkecil hingga lingkaran terluas yang hampir tanpa batas. Dengan metode tersebut, sulit dihindari bahwa pada saatnyaakan makin banyak orang yang tahu dengan agama baru yang dibawa oleh Nabi Muhammad. Dan itulah yang terjadi makin lama pengikut Nabi makin bertambah jumlahnya setelah tiga tahun berjalan.[11]
2. Dakwah secara terang-terangan
Pada periode ini Nabi tidak hanya berdakwah pada penduduk Mekah saja tapi juga mengajak orang-orang dari luar Makkah, yaitu ke wilayah Taif sebelah Tenggara Mekah dan sejumlah wilayah lainnya. Kegiatan dakwah ini berlangsung sejak tahun ke-10 kenabian hingga Hijrah ke Madinah. Wafatnya dua orang yang sangat berjasa dalam menopang gerakan dakwah Nabi Muhammad yaitu Khadijah dan Abu Thalib, membuat kafir Quraisy melakukan intimidasi secara intens terhadap gerakan dakwah Nabi.[12] Beberapa tahun nabi Muhammad, tidak berani menampakkan dakwah pada perkumpulan kaum Quraisy dan kaum muslimin masih belum mampu menampakkan ibadah mereka karena kawatir terhadap kekejaman kaum Quraisy. Setiap kaum Muslim yang ingin melakukan ibadah, mereka terpaksa pergi keluar kota Mekah dan di sanalah mereka melakukan salat secara diam-diam.
Tatkala telah masuk Islam sekitar tiga puluh orang, keadaan memaksa Nabi berkumpul dengan mereka guna menyampaikan bimbingan dan ajaran agama Islam. Setelah beberapa waktu Nabi berdakwah secara sembunyi-sembunyi lalu turun ayat al Hijr: 94
فَاصْدَعْ بِمَا تُؤْمَرُ وَأَعْرِضْ عَنِ الْمُشْرِكِينَ
Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik.[13]
Pada waktu itu Nabi segera melaksanakan perintah Allah kemudian Nabi pergi ke bukit Safa lalu memanggil “Wahai bani Fihr, wahai bani Addi”, sehingga mereka berkumpul dan orang yang tidak bisa hadir mengirimkan orang untuk melihat apa yang terjadi. Nabi berkata, “bagaimanakah pendapatmu jika aku kabarkan bahwa dibelakang gunung ini ada pasukan kuda musuh yang menyerangmu apakah kau mempercayaiku?”. Mereka berkata, “ya, kami belum pernah melihatmu berdusta”. Nabi bersabda,“ketahuilah, sesungguhnya aku adalah seorang pemberi peringatan kepada kalian dari siksa yang pedih”. Abu Lahab kemudian memprotes,” sungguh celaka kamu Muhammad sepanjang hari. Hanya untuk inikah kamu mengumpulkan kami.[14] Selanjutnya turunlah surah al Lahab: 1-5
مَا أَغْنَىٰ عَنْهُ مَالُهُۥ وَمَا كَسَبَۭ سَيَصْلَىٰ نَارًا ذَاتَ لَهَبٍۭ وَٱمْرَأَتُهُۥ حَمَّالَةَ تَبَّتْ يَدَا أَ بِي لَهَبٍ وَتَبْۭ
ٱلْحَطَبِۭ فِى جِيدِهَا حَبْلٌ مِّن مَّسَدٍۭ
Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasaTidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar Yang di lehernya ada tali dari sabut.
Yang dimaksud dengan pembawa kayu bakar ialah yang berjalan seraya mengumpat, sebab istri abu Lahab selalu memfitnah Rasulallah sebagai pembuat kebohongan. Hal itu dikatakan oleh istri abu Lahab di hadapan kumpulan kaum wanita. Setelah peristiwa itu turun pula firman Allah surah as-Syuara: 214
وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ
Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.
Yang dimaksud dengan kaum kerabat yang terdekat oleh ayat di atas adalah Bani Hasyim, Bani Muthallib, Bani Naufal, Bani Abdusy Syamsy mereka adalah anak cucu Abdu Manaf. Selanjutnya Nabi mengumpulkan mereka, lalu bersabda:” sesungguhnya seorang pemimpin itu tidak akan berdusta terhadap kaum kerabatnya. Demi Allah, seandainya semua manusia berdusta, aku tidak akan berdusta pada kalian dan seandainya manusia menipu, aku tidak akan menipu kalian. Demi Allah tiada tuhan selain Allah, sesungguhnya aku adalah utusan Allah secara khusus untuk kalian dan seluruh umat manusia.”[15]
Dakwah Nabi secara terang-terangan ini ditentang dan ditolak bangsa Quraisy dengan alasan bahwa mereka tidak dapat meninggalkan agama yang telah mereka warisi dari nenek moyang mereka dan sudah menjadi bagian dari tradisi kehidupan mereka. Pada saat itulah Nabi mengingatkan mereka akan perlunya membebaskan pikiran dan akal mereka dari belenggu taklid. Selanjutnya dijelaskan oleh Nabi bahwa tuhan-tuhan yang mereka sembah itu tidak dapat dijadikan alasan untuk mengikuti mereka secara taklid buta.[16]
Dakwah nabi di Mekah ini berakhir dengan dilaksanakannya hijrah ke Mdinah. Peristiwa hijrah Nabi dilaksanakan setelah kondisi Mekah tidak lagi kondusif bagi pergerakan Islam. Solusi terhadap persoalan ini adalah mencari tempat aman bagi pergerakan dakwah. Bila di analisa lebih jauh para pemuka dan kalangan aristokrat Quraisy Mekah merupakan penentang utama terhadap dakwah Rasulallah.
Paling tidak ada dua faktor yang melatar belakangi penentangan mereka diantaranya:
1. Faktor sosial politik, mereka umumnya berpendapat bahwa kebangkitan Islam identik dengan kehancuran posisi sosial politik mereka.
2. Faktor ekonomi, disisi lain Ka’bah dengan ratusan berhala, saat itu merupakan sumber penghasilan utama sejumlah tokoh-tokoh Quraisy. Sedangkan Islam menganjurkan meninggalkan sistem penyembahan berhala yang merupakan sentral dari sistem politik mereka. Membiarkan dakwah nabi Muhammad terus berjalan niscaya akan tamatlah simbol kekuasaan sosial politik para pemuka Quraisy.[17]
C. Ayat-ayat Alquran yang Turun di Mekah
Terdapat beberapa pendapat di kalangan ulama ahli ilmu Al quran tentang definisi ayat yang turun di Mekah diantaranya:
1. Memformulasikan makkiyah dengan surah dan ayat Al quran yang turun di Mekah dan sekitarnya.
2. Ulama mendefinisikan ayat Makkiyah adalah ayat turun di Mekah yang khitab (arah pembicaraannya) lebih ditujukan kepada penduduk Mekkah.
3. Ulama mendefinisikan ayat Makkiyah dalah ayat yang turun sebelum Nabi hijrah ke Madinah.[18] . Berikut adalah penjelasan tentang ayat-ayat Makkiyah:
a. Ciri- ciri surah Makkiyah diantaranya:
1. Di dalamna terdapat ayat sajdah.
2. Ayat-ayatnya dimulai dengan kata “kalla”
3. Dimulai dengan ungkapan “ya ayyuhannas” kecuali pada penghujung surah al Haj: 22 dimulai dengan ungkpan “ya ayyuhal ladzina”
4. Ayat-ayatnya mengandung kisah Nabi dan umat terdahulu
5. Ayat-ayatnya dimulai dengan huruf terpotong-potong.[19]
b. Unsur tematik surah Makkiyah yaitu tentang akidah dan akhlak
Menurut Jabiri ada enam unsur tema pokok yang masuk kedalam kategori makkiyah dan semuanya berkaitan dengan akidah dan akhlak dalam Islam diantaranya:
1. Kenabian, Rububiyah dan Uluhiyah
Ada sekitar 27 surah yang masuk dalam hal ini yakni:
Al alaq, al Muddatsir, al Masad, at Takwir, al A’la, al Lail,al Fajr, ad-Duha, as- Syarh, al Ashr, al Adiyat, al Kautsar, at Takatsur, al Maun, al Kafirun, al Fiil, al Falaq, an Nas, al Ikhlas, al Fatihah, ar Rahman, an Najm, Abasa, as Syams, al Buruj, at Tin dan Quraisy.[20]
2. Kebangkitan, Balasan dan persaksian hari akhir
Ada sekitar 12 surah yang masuk dalam hal ini yakni:
al- Qari’ah, az Zalzalah, al Qiyamah, al Humazah, al Mursalat, Qaf, al Balad, al Qalam, at Thariq dan al Qamar. Surah tersebut membahas persoalan hari akhir serta unsur-unsur yang ada di dalamnya seperti persoalan kebangkitan dan balasan. Hal ini sesuai dengan kondisi sesuai kondisi sosial keagamaan masyarakat Mekah Quraisy yang tidak mengakui akan adanya hari akhir dengan berbagai unsurnya seperti balasan pahala dan syurga bagi yang berbuat baik, serta siksa bagi orang yang berbuat dosa.[21]
3. Membatalkan syirik dan membersihkan penyembahan berhala
Ada sekiat 15 surah dalam hal ini yaitu:
Shad, al A’raf, al Jin, Yasin, al Furqan, Fathir, Maryam, Taha, al Waqi’ah, as Syuara, an Naml, al Qashash, Yunus, Hud dan Yusuf.
Dalam surah tersebut membahas tentang tentang tauhid, sembari membahas perbuatan syirik dan ajaran yang bertujuan untuk membersihkan tindakan bodoh orang-orang yang melakukan penyembahan berhala.[22]
4. Berdakwah secara terang terangan dan menjalin hubungan dengan kabilah-kabilah
Ada sekitar 5 surah yang ke dalam hal ini yakni:
al Hijr, al An’am, as Shaffat, Luqman dan as Saba’. Ada yang berpendapat surat al Hijr: 94-96 merupakan perintah kepada Nabi untuk berdakawah secara terang-terangan. Tetapi menurut al Jabiri, arah itu merupakan arah baru dakwah nabi Muhammad. Dakwah secara terang-terangan sudah dilakukan oleh Abdullah bin Mas’ud yang membaca surah ar Rahman dengan suara lantang di Masjidil Haram, sehingga para pembesar Quraisy bertanya-tanya apa yang dia baca. Begitu juga Nabi yang membaca surah an Najm.[23]
5. Terhadap Nabi dan keluarganya, serta kaum muslimin hijrah ke Habsyah
Ada sekitar 8 surah yang masuk ke dalam kategori tema ini yakni:
Az Zumar, Ghafir, Fushsilat, as Syura, az Zuhruf, ad Dukhan, al Jatsiyah dan al Ahqaf. Catatan penting dalam surah ini membahas tentang dialog. Dalam situasi dan kondisi masyarakat yang dikuasi oleh otoritas suku, Islam datang dengan pertimbangan yang sangat matang untuk menghindari sentimen umat yang menjadi sasaran dakwahnya.[24]
6. Paska pengepungan menjalin hubungan dengan kabilah- kabilah dan persiapan hijrah ke Madinah
Ada sekitar 25 surah yang masuk dalam hal ini
Nuh, ad Dzariyat, al Ghasiyah, al Insan, al Kahfi, an Nahl, Ibrahim, al Anbiya’, al Mukminun, as Sajadah, at Thur, al Mulk, al Haqqah, al Maarij, an Naba’, an Naziat, al Infithar, al Insyiqaq, al Muzammil, ar Ra’du, al Isra’, ar Rum, al Ankabut, al Muthafifin dan al Haj. Pada fase ini pengepungan orang Quraisy. Ketika Nabi dan sahabat mendakwahkan Islam secara terang terangan mereka dikepung oleh pembesar Quraisy. Setelah itu Nabi memutuskan hijrah ke Madinah.[25]
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Kondisi Mekah sebelum Islam
Mekah, sebelum Islam telah menjadi pusat perdadagangan. Bahkan menurut Syaba, Mekah merupakan daerah perdagangan internasional sejak sekitar pertengahan abad ke -6 M. Hal ini disebabkan Mekah merupakan pusat peribadatan bangsa Arab, di mana terdapat Ka’bah yang dijadikan sebagai pusat berhala dari berbagai suku di Jazirah Arab. Pada setiap musim haji tiba, mereka datang dari berbagai penjuru untuk melakukan penyembahan.
2. Strategi dakwah Nabi di Mekah
a. Dakwah secara sembunyi-sembunyi
b. Dakwah secara terang-terangan
3. Ayat-ayat al Quran yang turun di Mekah
Menurut Jabiri ada enam unsur tema pokok yang masuk kedalam kategori makkiyah dan semuanya berkaitan dengan akidah dan akhlak dalam Islam diantaranya:
1. Kenabian, Rububiyah dan Uluhiyah
2. Kebangkitan, Balasan dan persaksian hari akhir
3. Membatalkan syirik dan membersihkan penyembahan berhala
4. Berdakwah secara terang terangan dan menjalin hubungan dengan kabilah-kabilah
5. Terhadap Nabi dan keluarganya, serta kaum muslimin hijrah ke Habsyah
6. Pasca pengepungan menjalin hubungan dengan kabilah- kabilah dan persiapan hijrah ke Madinah
B. SARAN
Nabi Muhammad di utus untuk menyempurnakan akhlak manusia khususnya pada waktu itu adalah Mekah. Dengan kegigihan Nabi dalam berdakwah membuat Islam semakim berkembang sampai saat ini. Kita sebagai generasi muda harus semangat dalam menuntut ilmu, yang mana jika ilmu kita bermanafaat kepada orang lain juga dikatakan sebagai dakwah.
DAFTAR PUSTAKA
Hasan Nor, Sejarah Peradaban Islam Pamekasan: STAIN Pamekasan Press, 2006.
Hitti K. Philip, History of The Arabs terj. Cecep Lukman Yasin, Dedi Slamet Riyadi Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2014.
Sulaiman Rusdi, Pengantar Metodologi Studi Sejarah Peradaban Islam Jakarta: Rajawali Pers, 2014.
Aksin Wijaya, Sejarah Kenabian dalam Perspektif Tafsir Nuzuli Izzat Darwazah, Bandung: Mizan Pustaka, 2016.
Al Mubarakfur Syafiyurrahman, Sirah Nabawiyah terj. Kathur Suhardi Jakarta: Pustaka al Kautsar, 2017.
Haris Ahmad, “Nabi Muhammad dan Reformasi Masyarakat Arab”, Kontikstuailta jurnal Penelitian Sosial Keagamaan I Vol. 21 No.2, Desember 2006.
Hamka, “Hijrah Dalam Perspekstif Sosio-Kultural Historis”, Hunafa Vol 2 No. 2 Agustus 2005.
Zulaikha, “Dakwah dan Kekuasaan (Perspektif Historis)” Al-Bayan Vol 19, No. 28, Juli- Desember 2013.
Nasution Fauziah, “Rasulullah SAW sebagai Shahibu ad-Dakwah (Analisis Sejarah Dakwah pada Masa Rasulullah SAW)”, Hikmah, Vol. VII, No. 01 Januari 2013.
Al Buthy, Muhammad Said Ramadhan, Sirah Nabawiyah Analisis Ilmiah Manhajiah Sejarah Pergerakan Islam di Masa Rasulallah terj Ainur Rafiq Saleh Tahmid Jakarta: Robbani Pers, 1999
Suma , Muhammad Amin, Ulumul Quran Jakarata: Raja Grafindo Persada, 2013.
Anawar Rosihon, Ulumul Quran Bandung: Pustaka Setia, 2016.
[1] Nor Hasan, Sejarah Peradaban Islam (Pamekasan: STAIN Pamekasan Press, 2006), hlm. 14
[2] Philip K. Hitti, History of The Arabs terj. Cecep Lukman Yasin, Dedi Slamet Riyadi (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2014), hlm. 130
[3] Rusdi Sulaiman, Pengantar Metodologi Studi Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hlm. 172
[4] Hamka, “Hijrah Dalam Perspekstif Sosio-Kultural Historis”, Hunafa Vol 2 No. 2 Agustus 2005 hlm. 121
[5]Hamka, “Hijrah Dalam Perspekstif Sosio-Kultural Historis”, Hunafa Vol 2 No. 2 Agustus 2005, hlm. 122
[6]Aksin Wjiaya, Sejarah Kenabian dalam Perspektif Tafsir Nuzuli Izzat Darwazah, (Bandung: Mizan Pustaka, 2016), hlm. 347
[7] Zulaikha, “Dakwah dan Kekuasaan (Perspektif Historis)” Al-Bayan Vol 19, No. 28, Juli-Desember 2013, hlm.21
[8] Abdul Kodir, Sejarah Pendidikan Islam dari Masa Rasulallah hingga Reformasi di Indonesia (Bandung: Pustaka Setia,2015), hlm. 40
[9] Syafiyurrahman al Mubarakfur, Sirah Nabawiyah terj. Kathur Suhardi (Jakarta: Pustaka al Kautsar, 2017), hlm. 74.
[10] Muhammad al Khudari Bek, Nurul Yaqin Fi Siaratil Sayyidil Mursalin terj. Bahrun Abu Bakar (Bandung: Sinar Baru Bandung Offest, 1989), hlm. 38
[11] Ahmad Haris, “Nabi Muhammad dan Reformasi Masyarakat Arab”, Kontekstualita jurnal Penelitian Sosial Keagamaan I Vol. 21 No.2, Desember 2006, hlm. 10
[12] Fauziah Nasution, “Rasulullah SAW sebagai Shahibu ad-Dakwah (Analisis Sejarah Dakwah pada Masa Rasulullah SAW)”, Hikmah, Vol. VII, No. 01 Januari 2013, hlm. 144
[14] Muhammad Said Ramadhan al Buthy, Sirah Nabawiyah Analisis Ilmiah Manhajiah Sejarah Pergerakan Islam di Masa Rasulallah terj Ainur Rafiq Saleh Tahmid (Jakrta: Robbani Pers, 1999), hlm. 77
[17] Fauziah Nasution, “Rasulullah SAW sebagai Shahibu ad-Dakwah (Analisis Sejarah Dakwah pada Masa Rasulullah SAW)”, Hikmah, Vol. VII, No. 01 Januari 2013, hlm. 145
[18] Muhammad Amin Suma, Ulumul Quran ( Jakrata: Raja Grafindo Persada, 2013), hlm. 276
[24] Ibid.