BAB II
PEMBAHASAN
A.
Perspektif Holistik-Humanistik Abraham Maslow
Maslow dilahirkan pada tahun 1908 di Brooklyn, New York. Dia anak sulung
dari tujuh bersaudara. Pada waktu Maslow berusia 24 tahun, orang tuanya berimigrasi
dari Rusia menuju Amerika Serikat. Dalam perjalanan hidupnya, Maslow berkembang
dalam iklim keluarga yang kurang menyenangkan. Dia merasa tidak bahagia dan
terisolasi, karena orang tuanya tidak memberikan kasih sayang, ayahnya bersikap
dingin dan tidak akrab, dan sering tidak ada di rumah dalam waktu yang cukup
lama. Ibunya sangat percaya akan tahayul, yang sering menghukum Maslow
gara-gara hal kecil saja. Dia menghukum, menolak, dan lebih mencintai saudaranya
dari pada mencintai Maslow.[1]
Pada suatu
hari Maslow membawa dua anak kucing yang tersesat, ibunya membunuh kedua kucing
tersebut, kemudian ibunya menampar dan membenturkan kepala Maslow ke tembok.
Perlakuan ibunya kepada Maslow memberikan dampak yang serius bagi dirinya,
tidak hanya kepada kehidupan emiosionalnya, tetapi juga pada pekerjaannya dalam
psikologi.[2]
Dalam satu
tulisannya, Maslow mengemukakan keyakinan yang penuh akan filsafat hidupnya,
seluruh penelitian dan perumusan teorinya berakar dari kebencian untuk melawan
terhadap segala sesuatu yang telah dilakukan ibunya. Sejak kecil Maslow merasa
berbeda dengan orang lain. Dia merasa malu karena memiliki badan yang kurus dan
hidung yang besar. Pada usia remaja, dia merasakan rendah diri yang sangat
dalam (inferiorty complex). Dia
mencoba untuk mengkompensasinya dengan berusaha semaksimal mungkin untuk meraih
pengakuan, penerimaan, dan penghargaan dalam bidang atletik, namun tidak
berhasil. Dia kembali bersahabat dengan buku.[3]
Sejak kecil
dan remaja, Maslow sudah senang membaca. Pagi-pagi dia pergi keperpustakaan
yang dekat dari rumahnya untuk meminjam buku. Apabila berangkat kesekolah, dia pergi
satu jam sebelum masuk kelas. Selama satu jam tersebut dia pergunakan untuk
membaca buku yang dia pinjam dari perpustakaan. Maslow melanjutkan studi ke
Universitas Cornel, kemudian ke Universitas Wisconsis bersama sepupunya, Bertha
dalam bidang psikologi. Pada usia 20 dia menikah dengan Bertha (berusia 19
tahun). Pernikahan ini membawa kebahagaiaan baginya, karena dia merasa
memiliki perasaan yang berharga dan bermakna dalam hidupnya, yang sebelumnya
tidak dimilikinya.[4]
Di
Wisconsin, dia terkesan sekali dengan psikologi behavioristik dari John B.
Watson seorang penganjur revolusioner untuk menjadikan psikologi sebagai suatu
ilmu pengetahuan tentang perilaku (science
of behavior). seperti halnya banyak orang pada tahun 1930-an, Maslow
berpendapat bahwa behavioristik dapat memecahkan berbagai masalah. Dia menerima
pelatihan dalam psikologi eksperimen, bekerja bersama Harry Harlow dalam
mempelajari perilaku monyet.[5]
Di samping
itu, Maslow juga mempelajari hasil karya Freud,[6]
psikologi gestalt,[7]
filsafat Alfert North Whitehead,[8]
dan Henri Bergson.[9]
Maslow menerima gelar ph.D dari Universitas Wisconsin pada tahun 1934.
Dia kemudian pindah ke New York, dan menjadi postdoctoral fellowship yang berada di bawah tanggung jawab E.L
Thorndike,[10]
di Universitas Colombia. Kemudian dia menjadi pengajar di Brooklyn College
sampai mengikuti tes kecerdasan dan bakat skolastik.[11]
Thorndike mengatakan kepadanya, bahwa IQ-nya sangat tinggi, yaitu 195, masuk
kelompok genius.[12]
Selama
mengajar di New York, dia berkesempatan bertemu dengan Erich Fromm,[13]
Karen Horney, Max Wertheimer (ahli psikologi gestalt), Alfred Adler, dan Ruth
Benedict (Antropolog Amerika). Kekagumannya kepada Benedict dan Wertheimer
mendorong dia untuk meneliti “self-actualization”
dan merumuskan teori kepribadiannya.[14]
Sejak tahun
1951 sampai 1959 dia mengajar di Universitas Brandeis di Waltham Massachussets.
Kemudian dia pindah ke California untuk memperdalam filsafat politik, ekonomi,
dan etika, yang semuanya itu memperkaya teorinya, psikologi humanistik. Di
akhir kehidupannya, dia menjadi salah seorang ahli psikologi yang populer. Dia
menerima banyak penghargaan dari berbagai pihak, dan tahun 1967 dia terpilih
sebagai Presiden Assosiasi Psikologi Amerika.[15]
Teori
kepribadian Maslow dibuat berdasarkan beberapa asumsi dasar mengenai motivasi.
Pertama, Maslow (1970) mengadopsi sebuah pendekatan
menyeluruh pada motivasi (holistic approach to motivation). Yaitu,
keseluruhan dari seseorang, bukan hanya satu bagian atau fungsi, termotivasi.[16]
Kedua,
motivasi biasanya kompleks atau terdiri dari beberapa hal (motivation is usually complex), yang berarti bahwa tingkah laku
seseorang dapat muncul dari beberapa motivasi yang terpisah. Contohnya,
keinginan untuk berhubungan seksual dapat termotivasi tidak hanya oleh adanya
kebutuhan yang berkaitan dengan alat kelamin, tetapi juga oleh kebutuhan akan
dominasi, kebersamaan, cinta, dan harga diri.[17]
Asumsi
ketiga adalah bahwa orang orang berulang kali bermotivasi oleh kebutuhan
kebutuhan (people are continually
motivated by one need or another). Ketika sebuah kebutuhan terpenuhi,
biasanya kebutuhan tersebut berkurang kekuatan untuk motivasinya dan di
gantikan kebutuhan lain.[18]
Asumsi
lainnya adalah bahwa semua orang dimanapun termotivasi oleh kebutuhan dasar
yang sama (all people everywhere are
motivated by the same basic needs). Bagaimana cara orang-orang dikultur
yang berbeda-beda memperoleh makanan, membangun tempat tinggal, mengekpresikan
pertemanan, dan seterusnya bisa
bervariasi, tetapi kebutuhan dasar untuk makanan, keamanan, dan pertemanan
merupakan kebutuhan yang berlaku umum untuk semua spesies.[19]
Asumsi
terakhir mengenai motivasi adalah bahwa kebutuhan kebutuhan dapat di bentuk
menjadi sebuah hierarki (needs can be
arrangedon a hierarchy) (Maslow, 1943,1970)[20]
HIERARKI KEBUTUHAN
Konsep
hierarki kebutuhan yang diungkapkan Maslow yang beranggapan bahwa kebutuhan-kebutuhan
di level rendah harus terpenuhi paling tidak cukup terpenuhi terlebih dahulu
sebelum kebutuhan-kebutuhan di level lebih tinggi menjadi hal yang memotivasi. Lima kebutuhan membentuk hierarki ini adalah kebutuhan konatif (
konative needs), yang berarti bahwa kebutuhan-kebutuhan ini memiliki karakter mendorong
atau memotivasi. Kebutuhan-kebutuhan inilah yang sering kali Maslow sebut sebagai
kebutuhan-kebutuhan dasar yang dapat dibentuk menjadi sebuah hierarki atau
tangga dimana anak tangga menggambarkan kebutuhan yang lebih tinggi tetapi
bukan merupakan kebutuhan untuk bertahan hidup, kebutuhan kebutuhan di level
rendah mempunyai prapotensi yang lebih besar di bandingkan kebutuhan-kebutuhan
di level lebih tinggi dengan demikian, kebutuhan-kebutuhan di level lebih
rendah ini harus terpenuhi atau cukup terpenuhi terlebih dahulu sebelum
kebutuhan di level tinggi bisa aktif. Contohnya seorang yang termotivasi untuk
mendapatkan penghargaan atau aktualisasi diri harus terlebih dahulu terpenuhi kebutuhan
akan makanan dan keamanannya. Oleh karena itu, rasa lapar dan keamanan
prapotensi terhadap penghargaan maupun aktualisasi diri.[21]
Maslow (1970)
mengungkapkan kebutuhan kebutuhan berikut ini berdasarkan prapotensi dari
masing masing: fisiologis (physiological),
keamanan (safety), cinta dan
keberadaan (love and belongingness),
penghargaan ( esteem), kognitif, dan
aktualisasi diri ( selfactualization).[22]
1.
Kebutuhan
fisiologis
Kebutuhan
ini merupakan kebutuhan manusia yang paling dasar, kebutuhan untuk
mempertahankan hidupnya secara fisik, yaitu kebutuhan akan makanan, minuman,
seks, istirahat (tidur), dan oksigen.
2.
Kebutuhan
rasa aman
Kebutuhan
ini sangat penting bagi setiap orang, baik anak, remaja, maupun dewasa. Pada
anak kebutuhan akan rasa aman ini nampak dengan jelas, sebab mereka suka
mereaksi secara langsung terhadap sesuatu yang mengancam dirinya. Agar
kebutuhan anak akan rasa aman ini terpenuhi, maka perlu diciptakan iklim
kehidupan yang memberi kebebasan untuk berekspresi.
3. Kebutuhan pengakuan dan kasih sayang
Kebutuhan
ini dapat diekspresikan dalam berbagai cara, seperti : persahabatan,
percintaan, atau pergaulan yang lebih luas. Kebutuhan akan kasih sayang atau
mencintai dan dicintai dapat dipuaskan melalui hubungan yang akrab dengan orang
lain. Maslow berpendapat bahwa kegagalan dalam mencapai kepuasan kebutuhan
cinta atau kasih sayang merupakan penyebab utama dari gangguan emosional atau maladjustment.
4. Kebutuhan Penghargaan
Jika
seseorang telah dicintai atau diakui maka orang itu akan mengembangkan
kebutuhan perasaan berharga. Kebutuhan ini meliputi dua kategori, yaitu : (a)
harga diri meliputi kepercayaan diri, kompetensi, kecukupan, prestasi, dan
kebebasan; (b) penghargaan dari orang lain meliputi pengakuan, perhatian,
prestise, respek, dan kedudukan (status).
5. Kebutuhan Kognitif
Secara
alamiah manusia memiliki hasrat ingin tau (memperoleh pengetahuan, atau
pemahaman tentang sesuatu). Rasa ingin tau ini biasanya terhambat
perkembangannya oleh lingkungan, baik keluarga maupun sekolah. Kegagalan dalam
memenuhi kebutuhan akan menghambat pencapaian perkembangan secara penuh.
Menurut Maslow, rasa ingin tau ini merupakan ciri mental yang sehat kebutuhan
kognitif ini diekspresikan sebagai kebutuhan untuk memahami, menganalisis,
mengevaluasi, menjelaskan, sesuatu atau suasana baru untuk meneliti.
6.
Kebutuhan Estetika
Kebutuhan
estetik (order and beauty merupakan
ciri orang yang sehat mentalnya. Melalui kebutuhan inilah manusia dapat
mengembangkan kreativitasnya dalam bidang seni (lukis, rupa, patung, dan
grafis), arsitektur, tata busana, dan tata rias. Di samping itu orang yang sehat mentalnya ditandai dengan kebutuhan
keteraturan, keserasian, atau keharmonisan dalam setiap aspek kehidupannya,
seperti dalam cara berpakaian (rapi dengan keterpaduan warna yang serasi), dan
kepemeliharaan terhadap lalu lintas.
7. Kebutuhan Aktualisasi Diri
Maslow berpendapat bahwa
manusia dimotivasi untuk menjadi segala sesuatu yang dia mampu untuk menjadi
itu. Walaupun kebutuhan lainnya terpenuhi namun kebutuhan aktualisasi diri
tidak terpenuhi, tidak mengembangkan atau tidak mampu menggunakan kemampuan bawaannya
secara penih, maka seseorang akan mengalami kegelisahan, ketidaksenangan, atau
frustasi.
B.
Perspektif Fenomenologi Carl Rogers
Rogers lahir di Oak Park, Illinois, pada 8-1-1902. Pada umur 12 tahun
keluarganya mengusahakan pertanian dan Rogers menjadi tertarik kepada pertanian secara ilmiah.
Pertanian ini membawanya ke perguruan tinggi, dan pada tahun-tahun pertama dia
sangat gemar akan ilmu alam dan ilmu hayat. Setelah menyelesaikan pelajaran di Universitas Of Wisconsin pada 1924 dia lalu masuk Union
Theological Seminary di New York City, dimana dia mendapat pandangan
yang liberal dan filsafat mengenai agama. Kemudian pindah ke Teachers College
of Columbia, disana dia terpengaruh oleh filsafat John Dewey serta mengenal
Psikologi klinis dan bimbingan L. Hollingworth. Dia mendapat gelar M.A. pada
1928 dan doktor pada 1931 di Columbia. Pengalaman praktisnya yang pertama-tama
diperolehnya di Institute for Child Guidance. Lembaga tersebut orientasinya
freudian. Rogers menemukan bahwa pemikiran Freudian yang spekulatif itu tidak
cocok dengan pendidikan yang diterimanya yang mementingkan statistik dan
pemikiran menurut aliran Thorndike.[23]
Berdasarkan etimologinya istilah fenomenologi berasal dari bahasa Yunani
yaitu phenomenon dan logos. Sedangkan menurut bahasa fenomenologi dapat diartikan sebagai penampilan sesuatu
yang menampilkan diri. Dalam psikologi, fenomena biasanya didefinisikan sebagai
data dari pengalaman yang diamati dan dijabarkan oleh subjek yang mengalami
suatu waktu. Husserel merupakan bapak fenomenologi modern, dia ,mengartikan
fenomenologi sebagai suatu ilmu pengetahuan tentang fenomena, tentang
objek-objek sebagaimana objek-objek fenomenologi berfokus pada
fenomena-fenomena yang disadari oleh manusia. Fenomenologi bukanlah suatu
aliran atau doktrin , lebih tepatnya fenomenologi merupakan suatu gerakan yang
mencakup berbagai doktrin yang memiliki inti yang umum. (misiak & Sexton,
2009)[24]
Setelah mendapat doktor dalam psikologi Rogers menjadi anggota staf dari
pada Rochester Guidance Center dan kemudian menjadi pemimpinnya. Selama masa
ini Rogers dipengaruhi oleh Otto Rank, seorang psychoanalyst yang memisahkan
diri dari Freudian yang ortodok.[25]
Pada tahun 1940 Rogers menerima tawaran untuk menjadi guru besar psikologi
di Ohio State University. Perpindahan dari pekerjaan klinis ke suasana akademis
ini dirasa oleh Rogers sendiri sangat tajam. Karena ransangan-ransangannya dia
merasa terpaksa harus membuat pandangan-pandangannya dalam psikoterapi itu
menjadi jelas. Dan dikerjakannya pada 1942 dalam buku: Counselling dan
psychotherapy. Pada tahun 1945 Rogers menjadi mahaguru psikologi di Universitas Of
Chicago, yang dijabatnya hingga kini. Tahun 1946-1957 menjadi presiden the
American Psychological Association.[26]
Sepanjang karirnya, Rogers mengusulkan pendekatan kepribadian
fenomenologis. Menurut pendapat fenomenologisnya (1951), tiap individu
memahami dunia dengan cara yang unik. Persepsi inilah yang menciptakan bidang
atau medan fenomenal individual. Medan fenomenal individual
menyertakan persepsi sadar dan bawah sadar, termasuk yang disadari maupun yang
tidak disadari oleh individu. Akan tetapi penentu prilaku paling penting,
khususnya dalam diri orang yang sehat, adalah kesadaran. Dengan demikian,
pendekatan Rogers berbeda dari penekanan psikoanalitis pada alam bawah sadar.
Walaupun medan fenomenal pada dasarnya
merupakan dunia pribadi seseorang, kita dapat mencoba merasakan dunia yang
dilihat orang lain, melihat prilaku melalui mata mereka dan memahami makna psikologis
dunia tersebut bagi mereka.[27]
Rogers berkomitmen pada fenomenologi sebagai dasar pengetahuan ilmiah
tentang manusia. Menurut Rogers, riset dalam psikologi harus menyertakan upaya
keras dan berkesinambungan untuk memahami fenomena pengalaman subjektif. Sesuai
dengan prinsip ilmiah, berbagai upaya tersebut harus dimulai dari laboratorium
atau di komputer. Rogers percaya bahwa materi klinis, yang didapat sepanjang
psikoterapi, menawarkan sumber berharga untuk data fenomenologis.[28]
Dalam usahanya memahami perilaku manusia. Rogers selalu
memulai dengan observasi klinis dan kemudian menggunakan observasi ini untuk
merumuskan hipotesis yang dapat diuji dalam berbagai cara. Dia memandang terapi
sebagai pengalaman “bebas” yang subjektif dan menganggap riset sebagai upaya
objektif yang baik, dia menggunakan yang satu sebagai sumber hipotesis dan
menggunakan yang satunya lagi sebagai alat untuk konfirmasi berbagai hipotesis
tersebut.[29]
Kunci konsep struktural dalam teori kepribadian Rogerian adalah diri
(self). Menurut Rogers, individu memahami objek dan pengalaman eksternal, dan
memberikan makna kepada mereka. Keseluruhan sistem persepsi dan makna
menciptakan medan fenomenal individual. Berbagai bagian dari medan fenomenal
yang dilihat oleh individu sebagai self (diri), “me” (saya-objek), atau “I”
(aku-subjek) akan membentuk diri. Diri, atau konsep diri, merepresentasikan
pola persepsi yang terorganisasi dan konsisten. Walaupun diri selalu berubah,
akan tetapi diri selalu mempertahankan kualitas yang telah terpola,
terintegrasi, dan terorganisir ini. Karena kualitas terorganisir terus bertahan dari waktu
ke waktu dan menjadi karakteristik seseorang, maka diri adalah struktur
kepribadian.[30]
Dua poin tambahan yang patut diperhatikan berkaitan dengan konsep “diri”
Rogers. Pertama, diri bukanlah sesosok “orang” mini dalam diri kita. Diri tidak
“melakukan” apapun. Individu tidak memiliki diri yang mengontrol perilaku. Diri
lebih merupakan serangkaian persepsi yang terorganisir. Kedua, pola pengalaman
dan persepsi yang dikenal sebagai diri, pada umumnya tersedia bagi kesadaran
artinya, pola tersebut dapat dinaikkan ke level kesadaran. Walaupun indiividu
memiliki pengalaman yang tidak mereka sadari, konsep diri pada dasarnya berada
dilevel kesadaran. Rogers percaya bahwa definisi diri tersebut akurat dan
diperlukan untuk riset. Definisi diri yang mencakup materi bawah sadar, menurut
Rogers, tidak dapat dipelajari secara objektif.[31]
Konsep struktural yang terkait adalah diri ideal (ideal self). Diri ideal
adalah konsep diri yang paling diinginkan oleh individual. Konsep tersebut
mencakup persepsi dan makna yang secara potensial relevan terhadap diri dan
amat penting bagi individu tersebut. Dengan demikian, rogers menyadari bahwa
pandangan kita akan diri kita sendiri mengandung dua komponen yang saling
berlawanan: diri kita saat ini, dan diri yang dilihat sebagai wujud ideal diri kita di masa mendatang.[32]
C. Persamaan Dan Perbedaan Pemikiran Abraham Maslow Dan Carl R. Rogers
1. Persamaan pemikiran Abraham Maslow dan Carl R.
Rogers
Dapat disimpulkan
bahwa teori humanistik dan holisme dari Abraham Maslow dan Carl R. Roger adalah
memandang manusia secara utuh sebagai manusia. Menurut Maslow dalam hirarki
kebutuhan, manusia dapat mencapai puncak dari kebutuhan yaitu aktualisasi diri
jika kebutuhan-kebutuhan dasar sudah terpenuhi dngan baik. Kebutuhan-kebutuhan
dasar tersebut adalah fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan dicintai dan
mencintai, dan kebutuhan akan harga diri.
Roger perpendapat
bahwa manusia dipandang dengan unconditional positive regards. Pandangan ini
selalu memandang bahwa manusia dapat berfungsi secara utuh, sehingga pada
akhirnya dapat menerima diri kemudian dapat merealisasikan dirinya dengan baik.[33]
2. Perbedaan pemikiran Abraham Maslow dan Carl R.
Rogers
Carl Rogers (1902-1987) adalah seorang humanistik psikolog
setuju dengan sebagian besar dari apa Maslow percaya, tetapi menambahkan bahwa
bagi seseorang untuk "tumbuh", mereka memerlukan suatu lingkungan
yang menyediakan mereka dengan genuinness (keterbukaan dan self-disclosure),
penerimaan (yang dilihat dengan hal positif tanpa syarat), dan empati (didengarkan
dan dipahami).
Satu perbedaan antara Maslow dan Rogers adalah penekanan bahwa Maslow
memberikan ke puncak pengalaman.
Puncak pengalaman saat di
dalam hidup yang membawa kita melampaui persepsi biasa, pikiran, dan perasaan.
Biasanya, individu merasa berenergi, lebih "hidup". Dalam beberapa
hal, pengalaman puncak mirip dengan konsep Zen satori (harfiah
"pencerahan"), yang, seperti pengalaman puncak, datang tanpa diduga,
dan mengubah pemahaman individu tentang diri dan dunia. Karena sifat
"mistis" dari pengalaman puncak, beberapa psikolog kurang nyaman
dengan teori Maslow daripada dengan Rogers, yang menggunakan konsep yang lebih
mudah berhubungan dengan psikologi "mainstream".[34]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Teori
kepribadian maslow di buat berdasarkan beberapa asumsi dasar mengenai motivasi.
Pertama, maslow (1970) mengadopsi sebuah pendekatan
menyeluruh pada motivasi (holistic approach to motivation). Yaitu,
keseluruhan dari seseorang, bukan hanya satu bagian atau fungsi, termotivasi.
Kedua, motivasi biasanya kompleks atau terdiri dari beberapa hal (motivation is usually complex), yang
berarti bahwa tingkah laku seseorang dapat muncul dari beberapa motivasi yang
terpisah. Asumsi ketiga adalah bahwa orang orang berulang kali bermotivasi oleh
kebutuhan kebutuhan (people are
continually motivated by one need or another). Ketika sebuah kebutuhan
terpenuhi, biasanya kebutuhan tersebut berkurang kekuatan untuk motivasinya dan
di gantikan kebutuhan lain.
Kunci
konsep struktural dalam teori kepribadian Rogerian adalah diri (self). Menurut
Rogers, individu memahami objek dan pengalaman eksternal, dan memberikan makna kepada mereka. Keseluruhan sistem persepsi dan makana menciptakan
medan fenomenal individual. Berbagai bagian dari medan fenomenal yang dilihat
oleh individu sebagai self (diri), “me” (saya-objek), atau “I” (aku-subjek)
akan membentuk diri. Diri, atau konsep diri, merepresentasikan pola persepsi
yang terorganisasi dan konsisten. Walaupun diri selalu berubah, akan tetapi
diri selalu mempertahankan kualitas yang telah terpola, terintegrasi, dan
terorganisir ini. Karena kulaitas terorganisir terus bertahan dari waktu ke
waktu dan menjadi karakteristik seseorang, maka diri adalah struktur
kepribadian.
B. Saran
Semoga dengan disusunnya makalah ini, dapat menambah pengetahuan kita
tentang Perspektif Holistik-Humanistik Abraham Maslow dan fenomenologi
Carl R. Rogers. Kita dapat mengetahui bahwa Perspektif Holistik-Humanistik
Abraham Maslow dan Penomenologi Carl R. Rogers pasti ada dalam setiap disiplin
ilmu yang berkaitan dengan kehidupan. Betapa tingginya sebuah ilmu memandang Perspektif
Holistik-Humanistik Abraham Maslow dan Penomenologi Carl R. Rogers sebagai
aspek yang berperan penting dalam komponen ilmu pengetahuan dalam kehidupan.
Kami menyadari terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini.
Untuk itu, kami mengharap saran yang konstruktif dari temen-temen sekalian
serta para pembaca terutama Dosen pengampu demi perbaikan makalah kami dimasa
selanjutnya.
[6]Selama
hidupnya, Freud telah banyak menulis tentang teori yang dikembangkannya,
diantaranya: (1) The Interpretation of
Dreams, diterbitkan tahun 1900, (2) The
Psychopatology of Everyday Life, diterbitkan pada tahun 1901, dan (3) An Outlien of Psychoanalysis, diterbitkan
pada tahun 1940.
[7]Psikologi Gestalt tidak
bisa lepas dari nama pendirinya yaitu Fritz Perls (1893-1970) yang dipandang
sebagai pribadi penuh semangat, kharismatik, mempunyai antusiasme menggugah
bagi orang-orang yang mendengarkannya. (Triantoro Safari, Terapi
& Konselimg Gestalt (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2005), hlm. 1)
[8]Alfert
North Whitehead, yang dikenal dengan sebutan whitehead, menemukan sistem
filsafatnya berdasarkan usaha kritis dan kreatif dalam dialog intelektual dengan
para pemikir lain dan dalam konfrontasinya dengan pengalaman hidup. Dalam
bukunya yang berjudul Process and
Reality, ia menyebutkan filusuf-filusuf yang mempengaruhinya. Plato adalah
salah satu filusuf yang mempengaruhinya. Bagi Whitehead, sistem filsafat yang
mau dikembangkannya adalah suatu sintesis kreatif atas Plato dengan kosmologi
modern sebagaimana yang dikembangkan oleh Galelio, Descartes dan Newton. (https://id.m.wikipedia.org./wiki/filsafat_proses, diakses
tanggal 10 September 2017)
[9]Henri
Bergson adalah filsuf abad ke-20 ini. Ia memengaruhi William James dan
Whitehead dan berpengaruh besar terhadap pemikiran prancis. Filsafat Bergson
tidak seperti kebanyakan filsafat terdahulu. Filsafatnya bersifat dualistik,
yakni dunia ini dibagi oleh Bergson menjadi dua unsur: pertama, kehidupan dan
yang kedua, yang oleh kebanyakan intelek disebut materi.
[10]Edward Lee Thorndike lahir pada tanggal 31
Agustus 1874 dan meninggal 9 Agustus 1949. Ia adalah seorang psikolog Amerika
yang menghabiskan hampir seluruh karirnya di Teachers College, Columbia
University. Karyanya di bidang psikologi perbandingan dan proses pembelajaran
membuahkan teori koniksionisme dan membantu meletakkan dasar ilmiah untuk
psikologi pendidikan modern. Dia juga bekerja di pengembangan sumber daya
manusia di tempat industri, seperti ujian dan pengujian karyawan. Dia adalah
anggota dewan dari Psychological Corporation dan menjabat sebagai presiden dari
American Psychological Association pada tahun 1912. (https://id.m.wikipedia.org/wiki/Edward_Lee_Thordike.
Diakses pada tanggal 10 September 2017)
[11]Skolastik
adalah sistem logika, filsafat, dan teologi para sarjana Abad pertengahan atau
orang terpelajar abad ke-10 hingga abad ke-15, berlandaskan logika Aristoteles
dan tulisan para ahli agama Kristen zaman permulaan agama.
[13]Erich Fromm lahir 23
Maret 1900 dan meninggal 18 Maret 1980. Ia merupakan seorang psikologi sosial,
psikoanalisis, sosiologi, humanisme, sosial demokrat dan filsuf berkebangsaan
Jerman. Dia merupakan asosiasi untuk sekolah Frankfurt untuk teori kritik. (https://id.wikipedia.org/wiki/Erich_Fromm.
Diakses pada tanggal 10 September 2017)
[16]Jess Feist dan Gregory
J. Feist, Teori Kepribadian, (Jakarta : Salemba Humalika, 2011) Hlm. 330 -331
[24]Elvina-febrianti-fpsi12elvinba-febrianti-fpsi12.web.unair.ac.id/artikel_detail-134539-psikologi%20humanistik-FENOMENOLOGI.htm/,
diakses tanggal 8 September 2017.
[27]Lawrence A. Pervin, dkk, Psikologi
Kepribadian Teori dan Penelitian Edisi 9, ( Jakarta : Prenada Media
Group, 2012) Hlm. 172
[33]http://konselingyuk.blogspot.co.id/2008/11/holisme-dan-humanisme-maslow-dan-c.html?m=1.
Diakses pada tanggal 10 September 2017
[34]http://kristianawidi.blogspot.co.id/2012/02/makalah-teori-humanistik-carl-rogers.html.
Diakses pada tanggal 10 September 2017