Tuesday 24 October 2017

Perspektif Holistik-Humanistik Abraham Maslow



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Perspektif  Holistik-Humanistik Abraham  Maslow
Maslow dilahirkan pada tahun 1908 di Brooklyn, New York. Dia anak sulung dari tujuh bersaudara. Pada waktu Maslow berusia 24 tahun, orang tuanya berimigrasi dari Rusia menuju Amerika Serikat. Dalam perjalanan hidupnya, Maslow berkembang dalam iklim keluarga yang kurang menyenangkan. Dia merasa tidak bahagia dan terisolasi, karena orang tuanya tidak memberikan kasih sayang, ayahnya bersikap dingin dan tidak akrab, dan sering tidak ada di rumah dalam waktu yang cukup lama. Ibunya sangat percaya akan tahayul, yang sering menghukum Maslow gara-gara hal kecil saja. Dia menghukum, menolak, dan lebih mencintai saudaranya dari pada mencintai Maslow.[1]
Pada suatu hari Maslow membawa dua anak kucing yang tersesat, ibunya membunuh kedua kucing tersebut, kemudian ibunya menampar dan membenturkan kepala Maslow ke tembok. Perlakuan ibunya kepada Maslow memberikan dampak yang serius bagi dirinya, tidak hanya kepada kehidupan emiosionalnya, tetapi juga pada pekerjaannya dalam psikologi.[2]
Dalam satu tulisannya, Maslow mengemukakan keyakinan yang penuh akan filsafat hidupnya, seluruh penelitian dan perumusan teorinya berakar dari kebencian untuk melawan terhadap segala sesuatu yang telah dilakukan ibunya. Sejak kecil Maslow merasa berbeda dengan orang lain. Dia merasa malu karena memiliki badan yang kurus dan hidung yang besar. Pada usia remaja, dia merasakan rendah diri yang sangat dalam (inferiorty complex). Dia mencoba untuk mengkompensasinya dengan berusaha semaksimal mungkin untuk meraih pengakuan, penerimaan, dan penghargaan dalam bidang atletik, namun tidak berhasil. Dia kembali bersahabat dengan buku.[3]
Sejak kecil dan remaja, Maslow sudah senang membaca. Pagi-pagi dia pergi keperpustakaan yang dekat dari rumahnya untuk meminjam buku. Apabila berangkat kesekolah, dia pergi satu jam sebelum masuk kelas. Selama satu jam tersebut dia pergunakan untuk membaca buku yang dia pinjam dari perpustakaan. Maslow melanjutkan studi ke Universitas Cornel, kemudian ke Universitas Wisconsis bersama sepupunya, Bertha dalam bidang psikologi. Pada usia 20 dia menikah dengan Bertha (berusia 19 tahun­). Pernikahan ini membawa kebahagaiaan baginya, karena dia merasa memiliki perasaan yang berharga dan bermakna dalam hidupnya, yang sebelumnya tidak dimilikinya.[4]
Di Wisconsin, dia terkesan sekali dengan psikologi behavioristik dari John B. Watson seorang penganjur revolusioner untuk menjadikan psikologi sebagai suatu ilmu pengetahuan tentang perilaku (science of behavior). seperti halnya banyak orang pada tahun 1930-an, Maslow berpendapat bahwa behavioristik dapat memecahkan berbagai masalah. Dia menerima pelatihan dalam psikologi eksperimen, bekerja bersama Harry Harlow dalam mempelajari perilaku monyet.[5]
Di samping itu, Maslow juga mempelajari hasil karya Freud,[6] psikologi gestalt,[7] filsafat Alfert North Whitehead,[8] dan Henri Bergson.[9] Maslow menerima gelar ph.D dari Universitas Wisconsin pada tahun 1934. Dia kemudian pindah ke New York, dan menjadi postdoctoral fellowship yang berada di bawah tanggung jawab E.L Thorndike,[10] di Universitas Colombia. Kemudian dia menjadi pengajar di Brooklyn College sampai mengikuti tes kecerdasan dan bakat skolastik.[11] Thorndike mengatakan kepadanya, bahwa IQ­-nya sangat tinggi, yaitu 195, masuk kelompok genius.[12]
Selama mengajar di New York, dia berkesempatan bertemu dengan Erich Fromm,[13] Karen Horney, Max Wertheimer (ahli psikologi gestalt), Alfred Adler, dan Ruth Benedict (Antropolog Amerika). Kekagumannya kepada Benedict dan Wertheimer mendorong dia untuk meneliti “self-actualization” dan merumuskan teori kepribadiannya.[14]
Sejak tahun 1951 sampai 1959 dia mengajar di Universitas Brandeis di Waltham Massachussets. Kemudian dia pindah ke California untuk memperdalam filsafat politik, ekonomi, dan etika, yang semuanya itu memperkaya teorinya, psikologi humanistik. Di akhir kehidupannya, dia menjadi salah seorang ahli psikologi yang populer. Dia menerima banyak penghargaan dari berbagai pihak, dan tahun 1967 dia terpilih sebagai Presiden Assosiasi Psikologi Amerika.[15]
Teori kepribadian Maslow dibuat berdasarkan beberapa asumsi dasar mengenai motivasi. Pertama, Maslow (1970) mengadopsi sebuah pendekatan menyeluruh pada motivasi (holistic approach to motivation). Yaitu, keseluruhan dari seseorang, bukan hanya satu bagian atau fungsi, termotivasi.[16]
Kedua, motivasi biasanya kompleks atau terdiri dari beberapa hal (motivation is usually complex), yang berarti bahwa tingkah laku seseorang dapat muncul dari beberapa motivasi yang terpisah. Contohnya, keinginan untuk berhubungan seksual dapat termotivasi tidak hanya oleh adanya kebutuhan yang berkaitan dengan alat kelamin, tetapi juga oleh kebutuhan akan dominasi, kebersamaan, cinta, dan harga diri.[17]
Asumsi ketiga adalah bahwa orang orang berulang kali bermotivasi oleh kebutuhan kebutuhan (people are continually motivated by one need or another). Ketika sebuah kebutuhan terpenuhi, biasanya kebutuhan tersebut berkurang kekuatan untuk motivasinya dan di gantikan kebutuhan lain.[18]
Asumsi lainnya adalah bahwa semua orang dimanapun termotivasi oleh kebutuhan dasar yang sama (all people everywhere are motivated by the same basic needs). Bagaimana cara orang-orang dikultur yang berbeda-beda memperoleh makanan, membangun tempat tinggal, mengekpresikan pertemanan, dan seterusnya  bisa bervariasi, tetapi kebutuhan dasar untuk makanan, keamanan, dan pertemanan merupakan kebutuhan yang berlaku umum untuk semua spesies.[19]
Asumsi terakhir mengenai motivasi adalah bahwa kebutuhan kebutuhan dapat di bentuk menjadi sebuah hierarki (needs can be arrangedon a hierarchy) (Maslow, 1943,1970)[20]
        HIERARKI KEBUTUHAN
Konsep hierarki kebutuhan yang diungkapkan Maslow yang beranggapan bahwa kebutuhan-kebutuhan di level rendah harus terpenuhi paling tidak cukup terpenuhi terlebih dahulu sebelum kebutuhan-kebutuhan di level lebih tinggi menjadi hal yang memotivasi. Lima kebutuhan membentuk hierarki ini adalah kebutuhan konatif ( konative needs), yang berarti bahwa kebutuhan-kebutuhan ini memiliki karakter mendorong atau memotivasi. Kebutuhan-kebutuhan inilah yang sering kali Maslow sebut sebagai kebutuhan-kebutuhan dasar yang dapat dibentuk menjadi sebuah hierarki atau tangga dimana anak tangga menggambarkan kebutuhan yang lebih tinggi tetapi bukan merupakan kebutuhan untuk bertahan hidup, kebutuhan kebutuhan di level rendah mempunyai prapotensi yang lebih besar di bandingkan kebutuhan-kebutuhan di level lebih tinggi dengan demikian, kebutuhan-kebutuhan di level lebih rendah ini harus terpenuhi atau cukup terpenuhi terlebih dahulu sebelum kebutuhan di level tinggi bisa aktif. Contohnya seorang yang termotivasi untuk mendapatkan penghargaan atau aktualisasi diri harus terlebih dahulu terpenuhi kebutuhan akan makanan dan keamanannya. Oleh karena itu, rasa lapar dan keamanan prapotensi terhadap penghargaan maupun aktualisasi diri.[21]
Maslow (1970) mengungkapkan kebutuhan kebutuhan berikut ini berdasarkan prapotensi dari masing masing: fisiologis (physiological), keamanan (safety), cinta dan keberadaan (love and belongingness), penghargaan ( esteem), kognitif, dan aktualisasi diri ( selfactualization).[22]
1.      Kebutuhan fisiologis
Kebutuhan ini merupakan kebutuhan manusia yang paling dasar, kebutuhan untuk mempertahankan hidupnya secara fisik, yaitu kebutuhan akan makanan, minuman, seks, istirahat (tidur), dan oksigen.
2.      Kebutuhan rasa aman
Kebutuhan ini sangat penting bagi setiap orang, baik anak, remaja, maupun dewasa. Pada anak kebutuhan akan rasa aman ini nampak dengan jelas, sebab mereka suka mereaksi secara langsung terhadap sesuatu yang mengancam dirinya. Agar kebutuhan anak akan rasa aman ini terpenuhi, maka perlu diciptakan iklim kehidupan yang memberi kebebasan untuk berekspresi.
3.      Kebutuhan pengakuan dan kasih sayang
Kebutuhan ini dapat diekspresikan dalam berbagai cara, seperti : persahabatan, percintaan, atau pergaulan yang lebih luas. Kebutuhan akan kasih sayang atau mencintai dan dicintai dapat dipuaskan melalui hubungan yang akrab dengan orang lain. Maslow berpendapat bahwa kegagalan dalam mencapai kepuasan kebutuhan cinta atau kasih sayang merupakan penyebab utama dari gangguan emosional atau maladjustment.
4.      Kebutuhan Penghargaan
Jika seseorang telah dicintai atau diakui maka orang itu akan mengembangkan kebutuhan perasaan berharga. Kebutuhan ini meliputi dua kategori, yaitu : (a) harga diri meliputi kepercayaan diri, kompetensi, kecukupan, prestasi, dan kebebasan; (b) penghargaan dari orang lain meliputi pengakuan, perhatian, prestise, respek, dan kedudukan (status).
5.      Kebutuhan Kognitif
Secara alamiah manusia memiliki hasrat ingin tau (memperoleh pengetahuan, atau pemahaman tentang sesuatu). Rasa ingin tau ini biasanya terhambat perkembangannya oleh lingkungan, baik keluarga maupun sekolah. Kegagalan dalam memenuhi kebutuhan akan menghambat pencapaian perkembangan secara penuh. Menurut Maslow, rasa ingin tau ini merupakan ciri mental yang sehat kebutuhan kognitif ini diekspresikan sebagai kebutuhan untuk memahami, menganalisis, mengevaluasi, menjelaskan, sesuatu atau suasana baru untuk meneliti.
6.      Kebutuhan Estetika
Kebutuhan estetik (order and beauty merupakan ciri orang yang sehat mentalnya. Melalui kebutuhan inilah manusia dapat mengembangkan kreativitasnya dalam bidang seni (lukis, rupa, patung, dan grafis), arsitektur, tata busana, dan tata rias. Di samping itu orang yang sehat mentalnya ditandai dengan kebutuhan keteraturan, keserasian, atau keharmonisan dalam setiap aspek kehidupannya, seperti dalam cara berpakaian (rapi dengan keterpaduan warna yang serasi), dan kepemeliharaan terhadap lalu lintas.
7.      Kebutuhan Aktualisasi Diri
Maslow berpendapat bahwa manusia dimotivasi untuk menjadi segala sesuatu yang dia mampu untuk menjadi itu. Walaupun kebutuhan lainnya terpenuhi namun kebutuhan aktualisasi diri tidak terpenuhi, tidak mengembangkan atau tidak mampu menggunakan kemampuan bawaannya secara penih, maka seseorang akan mengalami kegelisahan, ketidaksenangan, atau frustasi.  
B.     Perspektif Fenomenologi Carl Rogers
Rogers lahir di Oak Park, Illinois, pada 8-1-1902. Pada umur 12 tahun keluarganya mengusahakan pertanian dan Rogers menjadi  tertarik kepada pertanian secara ilmiah. Pertanian ini membawanya ke perguruan tinggi, dan pada tahun-tahun pertama dia sangat gemar akan ilmu alam dan ilmu hayat. Setelah menyelesaikan pelajaran di Universitas Of  Wisconsin pada 1924 dia lalu masuk Union Theological Seminary di New York City, dimana dia mendapat pandangan yang liberal dan filsafat mengenai agama. Kemudian pindah ke Teachers College of Columbia, disana dia terpengaruh oleh filsafat John Dewey serta mengenal Psikologi klinis dan bimbingan L. Hollingworth. Dia mendapat gelar M.A. pada 1928 dan doktor pada 1931 di Columbia. Pengalaman praktisnya yang pertama-tama diperolehnya di Institute for Child Guidance. Lembaga tersebut orientasinya freudian. Rogers menemukan bahwa pemikiran Freudian yang spekulatif itu tidak cocok dengan pendidikan yang diterimanya yang mementingkan statistik dan pemikiran menurut aliran Thorndike.[23]
Berdasarkan etimologinya istilah fenomenologi berasal dari bahasa Yunani yaitu phenomenon dan logos. Sedangkan menurut bahasa fenomenologi dapat diartikan sebagai penampilan sesuatu yang menampilkan diri. Dalam psikologi, fenomena biasanya didefinisikan sebagai data dari pengalaman yang diamati dan dijabarkan oleh subjek yang mengalami suatu waktu. Husserel merupakan bapak fenomenologi modern, dia ,mengartikan fenomenologi sebagai suatu ilmu pengetahuan tentang fenomena, tentang objek-objek sebagaimana objek-objek fenomenologi berfokus pada fenomena-fenomena yang disadari oleh manusia. Fenomenologi bukanlah suatu aliran atau doktrin , lebih tepatnya fenomenologi merupakan suatu gerakan yang mencakup berbagai doktrin yang memiliki inti yang umum. (misiak & Sexton, 2009)[24]
Setelah mendapat doktor dalam psikologi Rogers menjadi anggota staf dari pada Rochester Guidance Center dan kemudian menjadi pemimpinnya. Selama masa ini Rogers dipengaruhi oleh Otto Rank, seorang psychoanalyst yang memisahkan diri dari Freudian yang ortodok.[25]
Pada tahun 1940 Rogers menerima tawaran untuk menjadi guru besar psikologi di Ohio State University. Perpindahan dari pekerjaan klinis ke suasana akademis ini dirasa oleh Rogers sendiri sangat tajam. Karena ransangan-ransangannya dia merasa terpaksa harus membuat pandangan-pandangannya dalam psikoterapi itu menjadi jelas. Dan dikerjakannya pada 1942 dalam buku: Counselling dan psychotherapy. Pada tahun 1945 Rogers menjadi mahaguru psikologi di Universitas Of Chicago, yang dijabatnya hingga kini. Tahun 1946-1957 menjadi presiden the American Psychological Association.[26]
Sepanjang karirnya, Rogers mengusulkan pendekatan kepribadian fenomenologis. Menurut pendapat fenomenologisnya (1951), tiap individu memahami dunia dengan cara yang unik. Persepsi inilah yang menciptakan bidang atau medan fenomenal individual. Medan fenomenal individual menyertakan persepsi sadar dan bawah sadar, termasuk yang disadari maupun yang tidak disadari oleh individu. Akan tetapi penentu prilaku paling penting, khususnya dalam diri orang yang sehat, adalah kesadaran. Dengan demikian, pendekatan Rogers berbeda dari penekanan psikoanalitis pada alam bawah sadar. Walaupun  medan fenomenal pada dasarnya merupakan dunia pribadi seseorang, kita dapat mencoba merasakan dunia yang dilihat orang lain, melihat prilaku melalui mata mereka dan memahami makna psikologis dunia tersebut bagi mereka.[27]
Rogers berkomitmen pada fenomenologi sebagai dasar pengetahuan ilmiah tentang manusia. Menurut Rogers, riset dalam psikologi harus menyertakan upaya keras dan berkesinambungan untuk memahami fenomena pengalaman subjektif. Sesuai dengan prinsip ilmiah, berbagai upaya tersebut harus dimulai dari laboratorium atau di komputer. Rogers percaya bahwa materi klinis, yang didapat sepanjang psikoterapi, menawarkan sumber berharga untuk data fenomenologis.[28]
Dalam usahanya memahami perilaku manusia. Rogers selalu memulai dengan observasi klinis dan kemudian menggunakan observasi ini untuk merumuskan hipotesis yang dapat diuji dalam berbagai cara. Dia memandang terapi sebagai pengalaman “bebas” yang subjektif dan menganggap riset sebagai upaya objektif yang baik, dia menggunakan yang satu sebagai sumber hipotesis dan menggunakan yang satunya lagi sebagai alat untuk konfirmasi berbagai hipotesis tersebut.[29]
Kunci konsep struktural dalam teori kepribadian Rogerian adalah diri (self). Menurut Rogers, individu memahami objek dan pengalaman eksternal, dan memberikan makna kepada mereka. Keseluruhan sistem persepsi dan makna menciptakan medan fenomenal individual. Berbagai bagian dari medan fenomenal yang dilihat oleh individu sebagai self (diri), “me” (saya-objek), atau “I” (aku-subjek) akan membentuk diri. Diri, atau konsep diri, merepresentasikan pola persepsi yang terorganisasi dan konsisten. Walaupun diri selalu berubah, akan tetapi diri selalu mempertahankan kualitas yang telah terpola, terintegrasi, dan terorganisir ini. Karena kualitas terorganisir terus bertahan dari waktu ke waktu dan menjadi karakteristik seseorang, maka diri adalah struktur kepribadian.[30]
Dua poin tambahan yang patut diperhatikan berkaitan dengan konsep “diri” Rogers. Pertama, diri bukanlah sesosok “orang” mini dalam diri kita. Diri tidak “melakukan” apapun. Individu tidak memiliki diri yang mengontrol perilaku. Diri lebih merupakan serangkaian persepsi yang terorganisir. Kedua, pola pengalaman dan persepsi yang dikenal sebagai diri, pada umumnya tersedia bagi kesadaran artinya, pola tersebut dapat dinaikkan ke level kesadaran. Walaupun indiividu memiliki pengalaman yang tidak mereka sadari, konsep diri pada dasarnya berada dilevel kesadaran. Rogers percaya bahwa definisi diri tersebut akurat dan diperlukan untuk riset. Definisi diri yang mencakup materi bawah sadar, menurut Rogers, tidak dapat dipelajari secara objektif.[31]
Konsep struktural yang terkait adalah diri ideal (ideal self). Diri ideal adalah konsep diri yang paling diinginkan oleh individual. Konsep tersebut mencakup persepsi dan makna yang secara potensial relevan terhadap diri dan amat penting bagi individu tersebut. Dengan demikian, rogers menyadari bahwa pandangan kita akan diri kita sendiri mengandung dua komponen yang saling berlawanan: diri kita saat ini, dan diri yang dilihat sebagai  wujud ideal diri kita di masa mendatang.[32]

C. Persamaan Dan Perbedaan Pemikiran Abraham Maslow Dan Carl R. Rogers
1.  Persamaan pemikiran Abraham Maslow dan Carl R. Rogers
Dapat disimpulkan bahwa teori humanistik dan holisme dari Abraham Maslow dan Carl R. Roger adalah memandang manusia secara utuh sebagai manusia. Menurut Maslow dalam hirarki kebutuhan, manusia dapat mencapai puncak dari kebutuhan yaitu aktualisasi diri jika kebutuhan-kebutuhan dasar sudah terpenuhi dngan baik. Kebutuhan-kebutuhan dasar tersebut adalah fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan dicintai dan mencintai, dan kebutuhan akan harga diri.
Roger perpendapat bahwa manusia dipandang dengan unconditional positive regards. Pandangan ini selalu memandang bahwa manusia dapat berfungsi secara utuh, sehingga pada akhirnya dapat menerima diri kemudian dapat merealisasikan dirinya dengan baik.[33]
2.  Perbedaan pemikiran Abraham Maslow dan Carl R. Rogers
Carl Rogers (1902-1987) adalah seorang humanistik psikolog setuju dengan sebagian besar dari apa Maslow percaya, tetapi menambahkan bahwa bagi seseorang untuk "tumbuh", mereka memerlukan suatu lingkungan yang menyediakan mereka dengan genuinness (keterbukaan dan self-disclosure), penerimaan (yang dilihat dengan hal positif tanpa syarat), dan empati (didengarkan dan dipahami).
Satu perbedaan antara Maslow dan Rogers adalah penekanan bahwa Maslow memberikan ke puncak pengalaman. Puncak pengalaman saat di dalam hidup yang membawa kita melampaui persepsi biasa, pikiran, dan perasaan. Biasanya, individu merasa berenergi, lebih "hidup". Dalam beberapa hal, pengalaman puncak mirip dengan konsep Zen satori (harfiah "pencerahan"), yang, seperti pengalaman puncak, datang tanpa diduga, dan mengubah pemahaman individu tentang diri dan dunia. Karena sifat "mistis" dari pengalaman puncak, beberapa psikolog kurang nyaman dengan teori Maslow daripada dengan Rogers, yang menggunakan konsep yang lebih mudah berhubungan dengan psikologi "mainstream".[34]



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Teori kepribadian maslow di buat berdasarkan beberapa asumsi dasar mengenai motivasi. Pertama, maslow (1970) mengadopsi sebuah pendekatan menyeluruh pada motivasi (holistic approach to motivation). Yaitu, keseluruhan dari seseorang, bukan hanya satu bagian atau fungsi, termotivasi. Kedua, motivasi biasanya kompleks atau terdiri dari beberapa hal (motivation is usually complex), yang berarti bahwa tingkah laku seseorang dapat muncul dari beberapa motivasi yang terpisah. Asumsi ketiga adalah bahwa orang orang berulang kali bermotivasi oleh kebutuhan kebutuhan (people are continually motivated by one need or another). Ketika sebuah kebutuhan terpenuhi, biasanya kebutuhan tersebut berkurang kekuatan untuk motivasinya dan di gantikan kebutuhan lain.
Kunci konsep struktural dalam teori kepribadian Rogerian adalah diri (self). Menurut Rogers, individu memahami objek dan pengalaman eksternal, dan memberikan makna kepada mereka. Keseluruhan sistem persepsi dan makana menciptakan medan fenomenal individual. Berbagai bagian dari medan fenomenal yang dilihat oleh individu sebagai self (diri), “me” (saya-objek), atau “I” (aku-subjek) akan membentuk diri. Diri, atau konsep diri, merepresentasikan pola persepsi yang terorganisasi dan konsisten. Walaupun diri selalu berubah, akan tetapi diri selalu mempertahankan kualitas yang telah terpola, terintegrasi, dan terorganisir ini. Karena kulaitas terorganisir terus bertahan dari waktu ke waktu dan menjadi karakteristik seseorang, maka diri adalah struktur kepribadian.

B.     Saran
Semoga dengan disusunnya makalah ini, dapat menambah pengetahuan kita tentang Perspektif Holistik-Humanistik Abraham Maslow dan fenomenologi Carl R. Rogers. Kita dapat mengetahui bahwa Perspektif Holistik-Humanistik Abraham Maslow dan Penomenologi Carl R. Rogers pasti ada dalam setiap disiplin ilmu yang berkaitan dengan kehidupan. Betapa tingginya sebuah ilmu memandang Perspektif Holistik-Humanistik Abraham Maslow dan Penomenologi Carl R. Rogers sebagai aspek yang berperan penting dalam komponen ilmu pengetahuan dalam kehidupan.
Kami menyadari terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Untuk itu, kami mengharap saran yang konstruktif dari temen-temen sekalian serta para pembaca terutama Dosen pengampu demi perbaikan makalah kami dimasa selanjutnya.






[1]Syamsu yusuf LN, dkk, Teori kepribadian, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2007) Hlm. 153- 154
[2]Ibid.
[3]Ibid.
[4]Ibid., 154-155
[5]Ibid.
[6]Selama hidupnya, Freud telah banyak menulis tentang teori yang dikembangkannya, diantaranya: (1) The Interpretation of Dreams, diterbitkan tahun 1900, (2) The Psychopatology of Everyday Life, diterbitkan pada tahun 1901, dan (3) An Outlien of Psychoanalysis, diterbitkan pada tahun 1940.
[7]Psikologi Gestalt tidak bisa lepas dari nama pendirinya yaitu Fritz Perls (1893-1970) yang dipandang sebagai pribadi penuh semangat, kharismatik, mempunyai antusiasme menggugah bagi orang-orang yang mendengarkannya. (Triantoro Safari, Terapi & Konselimg Gestalt (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2005), hlm. 1)
[8]Alfert North Whitehead, yang dikenal dengan sebutan whitehead, menemukan sistem filsafatnya berdasarkan usaha kritis dan kreatif dalam dialog intelektual dengan para pemikir lain dan dalam konfrontasinya dengan pengalaman hidup. Dalam bukunya yang berjudul Process and Reality, ia menyebutkan filusuf-filusuf yang mempengaruhinya. Plato adalah salah satu filusuf yang mempengaruhinya. Bagi Whitehead, sistem filsafat yang mau dikembangkannya adalah suatu sintesis kreatif atas Plato dengan kosmologi modern sebagaimana yang dikembangkan oleh Galelio, Descartes dan Newton. (https://id.m.wikipedia.org./wiki/filsafat_proses, diakses tanggal 10 September 2017)
[9]Henri Bergson adalah filsuf abad ke-20 ini. Ia memengaruhi William James dan Whitehead dan berpengaruh besar terhadap pemikiran prancis. Filsafat Bergson tidak seperti kebanyakan filsafat terdahulu. Filsafatnya bersifat dualistik, yakni dunia ini dibagi oleh Bergson menjadi dua unsur: pertama, kehidupan dan yang kedua, yang oleh kebanyakan intelek disebut materi.
[10]Edward Lee Thorndike lahir pada tanggal 31 Agustus 1874 dan meninggal 9 Agustus 1949. Ia adalah seorang psikolog Amerika yang menghabiskan hampir seluruh karirnya di Teachers College, Columbia University. Karyanya di bidang psikologi perbandingan dan proses pembelajaran membuahkan teori koniksionisme dan membantu meletakkan dasar ilmiah untuk psikologi pendidikan modern. Dia juga bekerja di pengembangan sumber daya manusia di tempat industri, seperti ujian dan pengujian karyawan. Dia adalah anggota dewan dari Psychological Corporation dan menjabat sebagai presiden dari American Psychological Association pada tahun 1912.  (https://id.m.wikipedia.org/wiki/Edward_Lee_Thordike. Diakses pada tanggal 10 September 2017)
[11]Skolastik adalah sistem logika, filsafat, dan teologi para sarjana Abad pertengahan atau orang terpelajar abad ke-10 hingga abad ke-15, berlandaskan logika Aristoteles dan tulisan para ahli agama Kristen zaman permulaan agama.
[12]Syamsu yusuf LN, dkk, Teori kepribadian, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2007) Hlm. 155
[13]Erich Fromm lahir 23 Maret 1900 dan meninggal 18 Maret 1980. Ia merupakan seorang psikologi sosial, psikoanalisis, sosiologi, humanisme, sosial demokrat dan filsuf berkebangsaan Jerman. Dia merupakan asosiasi untuk sekolah Frankfurt untuk teori kritik. (https://id.wikipedia.org/wiki/Erich_Fromm. Diakses pada tanggal 10 September 2017)
[14]Yusuf LN, Loc. Cit.
[15]Ibid.
[16]Jess Feist dan Gregory J. Feist, Teori Kepribadian, (Jakarta : Salemba Humalika, 2011) Hlm.  330 -331
[17]Ibid.
[18]Ibid.
[19]Ibid.
[20]Ibid.
[21]Ibid., hlm. 331-332
[22] Ibid.
[23]Sumadi Suryabrata, Psikologi Kepribadian, ( Jakarta : Rajawali Pers, 2012) Hlm.  254 - 255
[24]Elvina-febrianti-fpsi12elvinba-febrianti-fpsi12.web.unair.ac.id/artikel_detail-134539-psikologi%20humanistik-FENOMENOLOGI.htm/, diakses tanggal 8 September 2017.
[25]Suryabrata,  Loc. Cit.
[26]Ibid.
[27]Lawrence A. Pervin, dkk, Psikologi Kepribadian Teori dan Penelitian Edisi 9, ( Jakarta : Prenada Media Group, 2012) Hlm.  172
[28]Ibid.
[29]Ibid.
[30]Ibid., hlm. 173
[31]Ibid.
[32]Ibid.
[33]http://konselingyuk.blogspot.co.id/2008/11/holisme-dan-humanisme-maslow-dan-c.html?m=1. Diakses pada tanggal 10 September 2017
[34]http://kristianawidi.blogspot.co.id/2012/02/makalah-teori-humanistik-carl-rogers.html. Diakses pada tanggal 10 September 2017