BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi
Amtsal Al-Qur’an
Amtsal
adalah bentuk jamak dari Masal. Dalam
sastra, masal adalah suatu ungkapan
perkataan yang dihikayatkan dan sudah populer dengan maksud menyerupakan
keadaan yang terdapat dalam perkataan itu dengan keadaan sesuatu yang karenanya
perkataan itu diucapkan.
Kata
masal digunakan pula untuk
menunjukkan arti “keadaan” dan “kisah yang menakjubkan”. Misalnya firman
Allah:“perumpamaan taman surga yang
dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa; disana ada sungai-sungai yang
airnya tidak payau,dan sungai-sungai air susu yang tidak berubah rasanya.....” (Muhammad/47:5).
Menurut
ulama Bayan, masal adalah majas murakkab yang ‘alaqah-nya musyabahah
jika penggunaannya telah populer. Majas ini pada asalnya adalah isti’arah tamsiliyah, seperti kata-kata
yang diucapkan terhadap orang yang ragu-ragu dalam melakukan suatu urusan.
Dikatakan
pula, definisi masal adalah
menonjolkan sesuatu makna (yang abstrak) dalam bentuk yang indrawi agar menjadi
indah dan menarik.
Ibnul
Qayyim mendefinisikan amsal Qur’an dengan “menyerupakan sesuatu dengan sesuatu
yang lain dalam hal hukumnya, dan mendekatkan sesuatu yang abstrak (ma’qul)
dengan yang indrawi (konkrit, mahsus),atau mendekatkan salah satu dari dua
mahsus dengan yang lain dan menganggap salah satunya itu sebagai yang lain.”[1]
Kalau
kita memperhatikan perumpamaan-perumpamaan yang terdapat dalma Al-Qur’an, akan
kita temukan bahwa Amtsal tersebut tidak sesuai dengan definisi/Amtsal yang
dikemukakan oleh para pakar kesusasteraan dan balaghah di atas, sehingga tidak
bisa disamakan dengan Amstal Al-Arab, dengan alasan tersebut:
1.
Amstal Al-Qur’an
merupakan firman allah yang kemunculannya tidak terkait oleh sebab historis
tertentu, sehingga tidak bisa diambil titik temu wajhu syabahnya (sisi
kemiripannya) anatara peristiwa kemunculannya Amstal tersebut dengan peristiwa
lain yang ingin diumpamakan.
2.
Amstal Al-Qur’an
lebih bersifat universal dan merupakan analogis yang terlepas dari
keterpaksaan, asal-asalan, serta kaidah-kaidah universal tentang akhlak yang
berlaku untuk segala ruang dan waktu.
3.
Amtsal Al-Qur’an
tidak semuanya berupa kiasan multiple (istigarah tamtsiliyah) dan belum banyak
dikenal di kalangan bangsa Arab.
Dari
kenyataan ini, kita dituntut untuk mencari definisi yang lebih mendekati
realitas Amtsal Al-Qur’an. Dalam hal ini, penulisan lebih condong kepada
definisi Amtsal Al-Qur’an yang diajukan oleh Manna’ Al-Qaththan dalam bukunya
yang berjudul “Mahabits fi ulum Al-Qur’an” sebagai berikut:
“Pengkongritan
makna yang abstrak yang dikemas dalam ungkapan yang indah, singkat, dan menarik,
serta menyentuh jiwa, baik ungkapan itu berbentuk tasybih (perumpamaan) atau
ungkapan-ungkapan lepas”.[2]
B.
Membuat
Masal dengan Qur’an
Telah
menjadi tradisi para sastrawan, menggunakan amsal di tempat-tempat yang
kondisinya serupa atau sesuai dengan isi amsal tersebut. Jika hal demikian
dibenarkan dalam ucapan-ucapan manusia yang telah berlaku sebagai masal, maka
para ulama tidak menyukai penggunaan ayat-ayat Qur’an sebagai masal. Mereka
tidak memandang perlu bahwa orang harus membacakan sesuatu ayat amsal dalam
Kitabullah ketika ia menghadapi suatu urusan duniawi. Hal ini demi menjaga
keagungan Qur’an dan kedudukannya dalam jiwa orang-orang mukmin.
Abu
‘Ubaid berkata, “Demikianlah. Seseorang yang ingin bertemu dengan sahabatnya
atau ada kepentingan dengannya, tiba-tiba sahabat itu datang tanpa diminta,
maka ia berkata kepadanya secara humor: ‘....kemudian engkau, wahai Musa, datang menurut waktu yang ditetapkan.’
(Ta Ha/ 0:40). Perbuatan demikian merupakan penghinaan terhadap Qur’an.” Ibn
Syihab az-zuhri berkata, “janganlah kmau menyerupakan (sesuatu) dengan
Kitabullah dan sunnah Rosulullah.” Maksudnya, kata Abu ‘Ubaid az- Zuhri,
janganlah kamu menjadikan bagi keduanya sesuatu perumpamaan, baik berupa ucapan
maupun perbuatan.[3]
C.
Macam-macam
Amtsal Al-Qur’an
Amtsal
Al-Qur’an dapat dibagi menjadi tiga macam:
1.
Al-Amtsal
Al-Musharrahah atau Al-Qiyasiyah.
`Amsal
musarrahah, ialah yang didalamnya dijelaskan dengan lafaz masal atau sesuatu yang menunjukkan
tasybih.
Al-Amtsal Al-Musharrahah atau Al-Qiyasiyah
adalah: “Perumpamaan yang mempergunakan kata “Matsal” atau yang mewakilinya”.
Artinya:
“Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat kemudian
mereka tiada memikulnya adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang
tebal. Amatlah buruknya perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu.
Dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang zalim”.
Dalam
ayat ini Allah mengumpamakan orang Yahudi yang tidak mengamalkan kitab Taurat yang diembankan kepadanya seperti
keledai yang membawa kitab-kitab tebal, tetapi tidak bisa memanfaatkannya.
Suatu
hal yang perlu dicatat disini bahwa ternyata para mufassir dan pakar balaghah
tidak hanya membatasi tamsil dalam Al-Qur’an dalam bentuk seperti di atas,
tetapi mereka menambahkan bentuk lain seperti kisah atau ungkapan kiasan
(majazi) kendati tidak mempergunakan kata Amstal, seperti firman Allah:
Artinya:
“ Atau
apakah (kamu tidak memperhatikan) orang yang melalui suatu negeri yang
(temboknya) telah roboh menutupi atapnya. Dia berkata: “Bagaiamana Allah
menghidupkan kembali negeri ini setelah hancur?” Maka allah mematikan orang itu
seratus tahun, kemudian menghidupkannya kembali. Allah bertanya: “Berapa lama
kamu tinggal disini?” Ia menjawab: ”Saya telah tinggal disini sehari atau
setengah hari”. Allah berfirman: “Sebenarnya telah tinggal disini setelah
seratus tahun lamanya; lihatlah kepada makanan dan minumanmu yang belum lagi
berobah; dan lihatlah kepada keledai kamu (yang telah menjadi tulang belulang);
Kami akan menjadikan kamu tanda kekuasaan Kami bagi manusia; dan lihatlah
kepada tulang belulang keledai itu, kemudian kami menyusunnya kembali, kemudian
kami membalutnya dengan daging”. Maka tatkala telah nyata kepadanya (bagaimana
Allah menghidupkan yang telah mati) diapun berkata: “Saya yakin bahwa Allah
Maha Kuasa atas segala sesuatu”.
Demikian
halnya ibn Al-Qayyim, ketika menafsirkan firman Allah:
Artinya:
“Sukakah salah seorag dari kamu memakan
daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya”.
Beliau berkata: “ini merupakan
perumpamaan qiyas (analogi ) yang paling bagus, dimana ayat ini mengumpamakan
pencabikan harga diri seseorang dengan pencabikan dagingnya”.
Ayat-ayat yang dikategorikan dalam
Amtsal Al-Musharrahah atau Al-Qiyasiyah ini dapat dikelompokkan menjadi dua
kelompok:
1. Topik-topikya
berorientasi kepada penututran tentang tingkah laku manusia dan sikap mereka
terhadap risalah Allah dan ajaran-ajaran-Nya. Terdapat 22 perumpamaan dalam
kategori ini diantaranya firman allah:
Artinya:
“Mereka itulah orang yang membeli
kesatuan dengan petunjuk, maka tidaklah beruntung perniagaan mereka dan
tidaklah mereka mendapat petunjuk. Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang
menyalakan api, maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah hilangkan
cahaya ( yang menyinari ) mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak
dapat melihat”.
2. Topik-topiknya
berorientasi kepada penuturan kerajaan Allah dan Makhluk-makhluk-Nya,
memberikan gambaran tentang hakekat segala penciptaannya, kehidupan, harta
benda, cahaya Allah dan lain-lainnya.
Contoh
dari perumpamaan hakekat kehidupan dunia ini bisa kita baca dalam firman Allah:
Artinya:
“Sesunguhnya perumpamaan kehidupan
duniawi itu, adalah seperti air (hujan) yang kami turunkan dari langit, lalu
tumbuhlah dengan suburnya karena air itu tanam-tanaman bumi, di antaranya ada
yang dimakan manusia dan binatang ternak. Hingga apabila bumi itu telah
sempurna keindahannya, dan memakai (pula) perhiasannya, tiba-tiba datanglah
kepadanya azab kami di waktu malam atau siang, lalu Kami jadikan (tanam
tanamannya) laksana tanam-tanaman yang sudah disabit, seakan-akan belum pernah
tumbuh kemarin. Demikian kami menjelaskan tanda-tanda kekuasaan (Kami) kepada
orang-orang yang berfikir”[4]
2. Al-Amtsal
Al-Mursalah
Amsal
mursalah, yaitu kalimat-kalimat bebas yang tidak menggunakan
lafaz tasybih secara jelas. Tetapi kalimat-kalimat itu berlaku sebagai masal.[5]
Yang dimaksud dengan Al-Amtsal
Al-Mursalah adalah: “Ungkapan-ungkapan
lepas yang tidak menggunakan kata perumpamaan, tetapi banyak dipergunakan
sebagai perumpamaan karena memiliki sisi-sisi
peringatan, pelajaran dan bisa meyakinkan orang”.
Ketika ayat-ayat dalam
kategori ini diturunkan, orang-orang arab tidak menjadikannya sebagai tamtsil,
tetapi di kemudian hari ayat-ayat tersebut memperoleh predikat tamtsil dan
dikenal luas oleh masyarakat. Perumpamaan-perumpamaan dalam kategori ini pada
umumnya merupakan prinsip-prinsip akhlak dan ajaran-ajaran agama yang padat
makna.
Terdapat beberapa
contoh amtsal dari kategori ini, diantaranya:
-
Firman Allah:
Artinya:
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada
kebijakan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu
cintai”.
-
Dan Firman-Nya:
Artinya:
“Sekarang jelaslah kebenaran itu”.
-
Dan Firman-Nya:
Artinya:
“Maka ambillah (kejadian itu) untuk
menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai pandangan”.
Terdapat
dua pandangan dalam penggunaan Al-Amtsal Al-Mursalah ini:
Pertama:
Tidak membolehkan. Imam Al-Razi ketika menafsirkan firman Allah:
“(untukmu
agamamu, dan untukku agamaku)” berkata: “Terdapat kebiasaan di kalangan masyarakat,
jika mereka ingin lepas tangan, bertamtsil dengan ayat ini, padahal ini tidak
boleh dilakukan, karena Al-Qur’an tidak diperuntukkan untuk maksud ini, tetapi
untuk dipikirkan dan diamalkan.
Kedua:
Memperbolehkan dengan syarat dilakukan secara serius, seperti, apabila
seseorang merasa pilu terhadap peristiwa kecelakaan yang sebab kejadiannya tidak
bisa diungkap, kemudian berkata:
“(tidak ada yang menyingkap
terjadinya hari itu kecuali Allah)”.
Sebaiknya,
apabila seseorang bertamsil dengan ayat tersebut dengan tujuan primer, canda
gurau dan untuk perilaku yang tidak terhormat, maka hal ini tidak boleh bahkan
pelakunya pantas mendapat dosa besar.
3. Al-Amtsal Al-Kamilah
Amsal kaminah, yaitu
yang didalamnya tidak disebutkan dengan jelas lafaz tamsil (permisalan) tetapi
ia menunjukkan makna-makna yang indah, menarik, dalam kepadatan redaksinya, dan
serupa dengannya.[6]
Al-Amtsal Al-Kamilah adalah perumpamaan-perumpamaan yang
secara tersurat tidak dinyatakan oleh Al-Qur’an sebagai amtsal terhadap suatu
peristiwa yang terjadi tetapi kandungan maknanya yang tersirat memberikan
indikasi makna yang mirip dengan perumpamaan arab yang dikenal. Dengan kata
lain Amtsal Al-Kamilah merupakan perumpamaan yang di tinjau dari sisi maknanya
dan bukan dari lafadznya. Oleh karenanya, mereka menamakan Amstal jenis ini
dengan Amtsal Al-Kamilah (perumpamaan terselubung)
Syeih
Jalaluddin Al-suyuti, dalam bukunya “Al-Itqan fi ‘ulum Al-Qur’an” memberikan
contoh dari Amtsal Al-Kaminah yang diriwayatkan oleh Al-Mawardi berikut : “aku
mendengar Aba Ishaq Ibrahim ibn Mudarrib
berkata.[7]
D. Manfaat
amtsal Al-Qur’an
Setiap
ungkapan dalam Al-Qur’an memiliki nilai I’jaz serta nilai-nilai petunjuk dan
didikan kepada orang-orang mukmin. Amtsal Al-Qur’an yang merupakan bagian
ungkapan-ungkapan Al-Qur’an dapat dipastikan memuat nilai-nilai tersebut, yang
tujuannya manusia meyakini kebenaran Al-Qur’an serta mengerjakan segala
petunjuk dan ajarannya. Diantara manfaat Al-Qur,an adalah :
1.
Memperjelas
suatu pemahaman suatu abstrak dengan cara mengumpamakannya dengan suatu yang
konkrit, supaya dirasakan dan dilihat dengan nyata, sehingga hal tersebut bisa
dipakai dan melekat dalam ingatan.
2.
Mampu membuat
lawan bicara puas dan menerima dengan sepenuh hati permasalahan yang disampaikan
kepadanya, bahkan penerimaan dan kepasan
tersebut bisa setingkat dengan penerimaan dan kepuasan yang diperoleh dari
penggunaan hujjah yang pasti.
3.
Mampu
mengakumulasi makna yang dapat dan mengagumkan dalam ungkapan-ungkapan yang
singkat, seperti halnya dalam Al-Amtsal Al-Kaminah dan Al-Amtsal
Al-Musharrahah.
4.
Menumbuh
suburkan ambisi untuk mengajarkan kebaikan, yang dalam hal ini terkadang
dilakukan dengan mengumpamakan perbuatan baik itu dengan fenomena alam atau
pemandangan alam dijagat raya ini.
5.
Membuat orang
enggan dan tidak tertarik untuk melakukan perbuatan yang diumpamakan dalam
Al-Qur’an seperti perumpamaan perbuatan ghibah dengan memakan daging manusia
yang sudah mati yang dimuat dalam ayat 12 surat Al-Hujurat.[8]
6.
Menonjolkan
sesuatu ma’qul (yang hanya bisa
dijangkau akal, abstrak) dalam bentuk konkrit yang dapat dirasakan indra
manusia, sehingga akal mudah menerimanya; sebab pengertian-pengertian abstrak
tidak akan tertanam dalam benak kecuali jika ia dituangkan dalam bentuk indrawi
yang dekat dengan pemahaman.
7.
Menyingkapkan
hakikat-hakikat dan mengemukakan sesuatu yang tidak tampak seakan-akan sesuatu
yang tampak.
8.
Mengumpulkan
makna yang menarik lagi indah dalam ungkapan yang padat, seperti amsal kaminah dan amsal mursalah dalam ayat diatas.
9.
Mendorong orang
yang diberi masal untuk berbuat sesuai dengan isi masal, jika ia merupakan
sesuatu yang disenangi jiwa.
10.
Menjauhkkan (tanfir, kebalikan no.4), jika isi masal
berupa sesuatu yang di benci jiwa.
11.
Untuk memuji
orang yang diberi masal.
12.
Untuk menggambarkan
(dengan masal itu) sesuatu yang mempunyai sifat yang dipandang buruk oleh orang
banyak. Misalnya tentang keadaan orang yang dikaruniai Kitabullah tetapi ia
tersesat jalan hingga tidak mengamalkannya.
13.
Amsal lebih
berpengaruh pada jiwa, lebih efektif dalam memberikan nasihat, lebih kuat dalam
memberikan peringatan, dan lebih dapat memuaskan hati. Allah banyak menyebutkan
amsal didalam Al-Qur’an untuk peringatan dan pelajaran.[9]
Dari
pembuatan Amtsal Al-Qur’an dan manfaatnya, dapat ditarik kesimpulan bahwa
Al-Qur’an dalam memberikan petunjuk, didikan dan pengajaran selalu
memperhatikan cara-cara menarik, menyentuh jiwa dan memuaskan akal pikiran
manusia, supaya seluruh pesan-pesannya itu diterima dengan penuh kesadaran dan
keikhlasan.
[1] Mudzakir,
Studi ilmu-ilmu Al-Qur’an (Bogor :
Litera Antarnusa, 2017), hlm 402-413
[2]
Moh Basri Asy’ari, Buku ajar Ulumul
Qur,an (Pamekasan: Stain Pamekasan Press, 2006), hlm46-47
[3] Mudzakir,
Studi ilmu-ilmu Al-Qur’an, hlm 413
[4] Moh
bashri Asy,ari, Buku ajar Ulumul Qur’an, hlm
47-50
[5] Ibid, hlm 405
[6] Ibid, hlm 408
[7] Ibid, hlm 52
[8] Ibid, hlm 55-58
[9] Ibid, hlm 410-412
DAFTAR PUSTAKA
Basri Asy’ari, Moh Buku ajar Ulumul Qur,an (Pamekasan: Stain Pamekasan Press, 2006)
Mudzakir,
Studi ilmu-ilmu Al-Qur’an (Bogor :
Litera Antarnusa, 2017)