Monday, 13 November 2017

AMTSAL AL-QUR’AN MAKALAH Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ulumul Qur’an Yang diampu oleh Bapak Syukron Affani, M.S.I Disusun Oleh : Ramadhan Ikafiana Widiastutik Rif’atul Hasanah Sudiyanto Robiatul Adawiyah PROGAM STUDI PERBANKAN SYARI’AH JURUSAN EKONOMI DAN BISNIS ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PAMEKASAN 2017


BAB II
PEMBAHASAN
A.      Definisi Amtsal Al-Qur’an
Amtsal adalah bentuk jamak dari Masal. Dalam sastra, masal adalah suatu ungkapan perkataan yang dihikayatkan dan sudah populer dengan maksud menyerupakan keadaan yang terdapat dalam perkataan itu dengan keadaan sesuatu yang karenanya perkataan itu diucapkan.
Kata masal digunakan pula untuk menunjukkan arti “keadaan” dan “kisah yang menakjubkan”. Misalnya firman Allah:“perumpamaan taman surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa; disana ada sungai-sungai yang airnya tidak payau,dan sungai-sungai air susu yang tidak berubah rasanya.....” (Muhammad/47:5).
Menurut ulama Bayan, masal adalah majas murakkab yang ‘alaqah-nya musyabahah jika penggunaannya telah populer. Majas ini pada asalnya adalah isti’arah tamsiliyah, seperti kata-kata yang diucapkan terhadap orang yang ragu-ragu dalam melakukan suatu urusan.
Dikatakan pula, definisi masal adalah menonjolkan sesuatu makna (yang abstrak) dalam bentuk yang indrawi agar menjadi indah dan menarik.
Ibnul Qayyim mendefinisikan amsal Qur’an dengan “menyerupakan sesuatu dengan sesuatu yang lain dalam hal hukumnya, dan mendekatkan sesuatu yang abstrak (ma’qul) dengan yang indrawi (konkrit, mahsus),atau mendekatkan salah satu dari dua mahsus dengan yang lain dan menganggap salah satunya itu sebagai yang lain.”[1]
Kalau kita memperhatikan perumpamaan-perumpamaan yang terdapat dalma Al-Qur’an, akan kita temukan bahwa Amtsal tersebut tidak sesuai dengan definisi/Amtsal yang dikemukakan oleh para pakar kesusasteraan dan balaghah di atas, sehingga tidak bisa disamakan dengan Amstal Al-Arab, dengan alasan tersebut:
1.      Amstal Al-Qur’an merupakan firman allah yang kemunculannya tidak terkait oleh sebab historis tertentu, sehingga tidak bisa diambil titik temu wajhu syabahnya (sisi kemiripannya) anatara peristiwa kemunculannya Amstal tersebut dengan peristiwa lain yang ingin diumpamakan.
2.      Amstal Al-Qur’an lebih bersifat universal dan merupakan analogis yang terlepas dari keterpaksaan, asal-asalan, serta kaidah-kaidah universal tentang akhlak yang berlaku untuk segala ruang dan waktu.
3.      Amtsal Al-Qur’an tidak semuanya berupa kiasan multiple (istigarah tamtsiliyah) dan belum banyak dikenal di kalangan bangsa Arab.
Dari kenyataan ini, kita dituntut untuk mencari definisi yang lebih mendekati realitas Amtsal Al-Qur’an. Dalam hal ini, penulisan lebih condong kepada definisi Amtsal Al-Qur’an yang diajukan oleh Manna’ Al-Qaththan dalam bukunya yang berjudul “Mahabits fi ulum Al-Qur’an” sebagai berikut:
           “Pengkongritan makna yang abstrak yang dikemas dalam ungkapan yang indah, singkat, dan menarik, serta menyentuh jiwa, baik ungkapan itu berbentuk tasybih (perumpamaan) atau ungkapan-ungkapan lepas”.[2]

B.     Membuat Masal dengan Qur’an
Telah menjadi tradisi para sastrawan, menggunakan amsal di tempat-tempat yang kondisinya serupa atau sesuai dengan isi amsal tersebut. Jika hal demikian dibenarkan dalam ucapan-ucapan manusia yang telah berlaku sebagai masal, maka para ulama tidak menyukai penggunaan ayat-ayat Qur’an sebagai masal. Mereka tidak memandang perlu bahwa orang harus membacakan sesuatu ayat amsal dalam Kitabullah ketika ia menghadapi suatu urusan duniawi. Hal ini demi menjaga keagungan Qur’an dan kedudukannya dalam jiwa orang-orang mukmin.
Abu ‘Ubaid berkata, “Demikianlah. Seseorang yang ingin bertemu dengan sahabatnya atau ada kepentingan dengannya, tiba-tiba sahabat itu datang tanpa diminta, maka ia berkata kepadanya secara humor: ‘....kemudian engkau, wahai Musa, datang menurut waktu yang ditetapkan.’ (Ta Ha/ 0:40). Perbuatan demikian merupakan penghinaan terhadap Qur’an.” Ibn Syihab az-zuhri berkata, “janganlah kmau menyerupakan (sesuatu) dengan Kitabullah dan sunnah Rosulullah.” Maksudnya, kata Abu ‘Ubaid az- Zuhri, janganlah kamu menjadikan bagi keduanya sesuatu perumpamaan, baik berupa ucapan maupun perbuatan.[3]
C.    Macam-macam Amtsal Al-Qur’an
       Amtsal Al-Qur’an dapat dibagi menjadi tiga macam:
1.      Al-Amtsal Al-Musharrahah atau Al-Qiyasiyah.
            `Amsal musarrahah, ialah yang didalamnya dijelaskan dengan lafaz masal atau sesuatu yang menunjukkan tasybih.
Description: New Doc 2017-11-09_7.jpgAl-Amtsal Al-Musharrahah atau Al-Qiyasiyah adalah: “Perumpamaan yang mempergunakan kata “Matsal” atau yang mewakilinya”.



Artinya:
Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat kemudian mereka tiada memikulnya adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Amatlah buruknya perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. Dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang zalim”.
Dalam ayat ini Allah mengumpamakan orang Yahudi yang tidak mengamalkan kitab  Taurat yang diembankan kepadanya seperti keledai yang membawa kitab-kitab tebal, tetapi tidak bisa memanfaatkannya.
Description: New Doc 2017-11-09_2.jpgSuatu hal yang perlu dicatat disini bahwa ternyata para mufassir dan pakar balaghah tidak hanya membatasi tamsil dalam Al-Qur’an dalam bentuk seperti di atas, tetapi mereka menambahkan bentuk lain seperti kisah atau ungkapan kiasan (majazi) kendati tidak mempergunakan kata Amstal, seperti firman Allah:






Artinya:
 “ Atau apakah (kamu tidak memperhatikan) orang yang melalui suatu negeri yang (temboknya) telah roboh menutupi atapnya. Dia berkata: “Bagaiamana Allah menghidupkan kembali negeri ini setelah hancur?” Maka allah mematikan orang itu seratus tahun, kemudian menghidupkannya kembali. Allah bertanya: “Berapa lama kamu tinggal disini?” Ia menjawab: ”Saya telah tinggal disini sehari atau setengah hari”. Allah berfirman: “Sebenarnya telah tinggal disini setelah seratus tahun lamanya; lihatlah kepada makanan dan minumanmu yang belum lagi berobah; dan lihatlah kepada keledai kamu (yang telah menjadi tulang belulang); Kami akan menjadikan kamu tanda kekuasaan Kami bagi manusia; dan lihatlah kepada tulang belulang keledai itu, kemudian kami menyusunnya kembali, kemudian kami membalutnya dengan daging”. Maka tatkala telah nyata kepadanya (bagaimana Allah menghidupkan yang telah mati) diapun berkata: “Saya yakin bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”.
Description: New Doc 2017-11-09_3.jpgDemikian halnya ibn Al-Qayyim, ketika menafsirkan firman Allah:

                   Artinya: “Sukakah salah seorag dari kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya”.
            Beliau berkata: “ini merupakan perumpamaan qiyas (analogi ) yang paling bagus, dimana ayat ini mengumpamakan pencabikan harga diri seseorang dengan pencabikan dagingnya”.
            Ayat-ayat yang dikategorikan dalam Amtsal Al-Musharrahah atau Al-Qiyasiyah ini dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok:
1.      Topik-topikya berorientasi kepada penututran tentang tingkah laku manusia dan sikap mereka terhadap risalah Allah dan ajaran-ajaran-Nya. Terdapat 22 perumpamaan dalam kategori ini diantaranya firman allah:
Description: New Doc 2017-11-09_4.jpg
Artinya:
“Mereka itulah orang yang membeli kesatuan dengan petunjuk, maka tidaklah beruntung perniagaan mereka dan tidaklah mereka mendapat petunjuk. Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah hilangkan cahaya ( yang menyinari ) mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat”.
2.      Topik-topiknya berorientasi kepada penuturan kerajaan Allah dan Makhluk-makhluk-Nya, memberikan gambaran tentang hakekat segala penciptaannya, kehidupan, harta benda, cahaya Allah dan lain-lainnya.
Contoh dari perumpamaan hakekat kehidupan dunia ini bisa kita baca dalam firman Allah:
Description: New Doc 2017-11-09_5.jpg
Artinya:
“Sesunguhnya perumpamaan kehidupan duniawi itu, adalah seperti air (hujan) yang kami turunkan dari langit, lalu tumbuhlah dengan suburnya karena air itu tanam-tanaman bumi, di antaranya ada yang dimakan manusia dan binatang ternak. Hingga apabila bumi itu telah sempurna keindahannya, dan memakai (pula) perhiasannya, tiba-tiba datanglah kepadanya azab kami di waktu malam atau siang, lalu Kami jadikan (tanam tanamannya) laksana tanam-tanaman yang sudah disabit, seakan-akan belum pernah tumbuh kemarin. Demikian kami menjelaskan tanda-tanda kekuasaan (Kami) kepada orang-orang yang berfikir”[4]
2.      Al-Amtsal Al-Mursalah
Amsal mursalah, yaitu kalimat-kalimat bebas yang tidak menggunakan lafaz tasybih secara jelas. Tetapi kalimat-kalimat itu berlaku sebagai masal.[5]
Yang dimaksud dengan Al-Amtsal Al-Mursalah adalah:  “Ungkapan-ungkapan lepas yang tidak menggunakan kata perumpamaan, tetapi banyak dipergunakan sebagai perumpamaan karena memiliki sisi-sisi  peringatan, pelajaran dan bisa meyakinkan orang”.
Ketika ayat-ayat dalam kategori ini diturunkan, orang-orang arab tidak menjadikannya sebagai tamtsil, tetapi di kemudian hari ayat-ayat tersebut memperoleh predikat tamtsil dan dikenal luas oleh masyarakat. Perumpamaan-perumpamaan dalam kategori ini pada umumnya merupakan prinsip-prinsip akhlak dan ajaran-ajaran agama yang padat makna.
Terdapat beberapa contoh amtsal dari kategori ini, diantaranya:
-          Firman Allah:
             Description: New Doc 2017-11-09 (1)_1.jpg
Artinya:
Description: hgjasdvj.jpgKamu sekali-kali tidak sampai kepada kebijakan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai”.
-          Dan Firman-Nya:
                                                       
Artinya: “Sekarang jelaslah kebenaran itu”.
-          Dan Firman-Nya:
Description: New Doc 2017-11-09 (2)_2.jpgArtinya: “Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai pandangan”.
Terdapat dua pandangan dalam penggunaan Al-Amtsal Al-Mursalah ini:
Description: New Doc 2017-11-09 (3)_1.jpgPertama: Tidak membolehkan. Imam Al-Razi ketika menafsirkan firman Allah:                                                       
“(untukmu agamamu, dan untukku agamaku)” berkata: “Terdapat kebiasaan di kalangan masyarakat, jika mereka ingin lepas tangan, bertamtsil dengan ayat ini, padahal ini tidak boleh dilakukan, karena Al-Qur’an tidak diperuntukkan untuk maksud ini, tetapi untuk dipikirkan dan diamalkan.
Kedua: Memperbolehkan dengan syarat dilakukan secara serius, seperti, apabila seseorang merasa pilu terhadap peristiwa kecelakaan yang sebab kejadiannya tidak bisa diungkap, kemudian berkata:                Description: New Doc 2017-11-09 (3)_2.jpg

“(tidak ada yang menyingkap terjadinya hari itu kecuali Allah)”.
Sebaiknya, apabila seseorang bertamsil dengan ayat tersebut dengan tujuan primer, canda gurau dan untuk perilaku yang tidak terhormat, maka hal ini tidak boleh bahkan pelakunya pantas mendapat dosa besar.
3.      Al-Amtsal Al-Kamilah
Amsal kaminah, yaitu yang didalamnya tidak disebutkan dengan jelas lafaz tamsil (permisalan) tetapi ia menunjukkan makna-makna yang indah, menarik, dalam kepadatan redaksinya, dan serupa dengannya.[6]
Al-Amtsal Al-Kamilah adalah perumpamaan-perumpamaan yang secara tersurat tidak dinyatakan oleh Al-Qur’an sebagai amtsal terhadap suatu peristiwa yang terjadi tetapi kandungan maknanya yang tersirat memberikan indikasi makna yang mirip dengan perumpamaan arab yang dikenal. Dengan kata lain Amtsal Al-Kamilah merupakan perumpamaan yang di tinjau dari sisi maknanya dan bukan dari lafadznya. Oleh karenanya, mereka menamakan Amstal jenis ini dengan Amtsal Al-Kamilah (perumpamaan terselubung)
Syeih Jalaluddin Al-suyuti, dalam bukunya “Al-Itqan fi ‘ulum Al-Qur’an” memberikan contoh dari Amtsal Al-Kaminah yang diriwayatkan oleh Al-Mawardi berikut : “aku mendengar Aba Ishaq Ibrahim ibn Mudarrib  berkata.[7]




D.      Manfaat amtsal  Al-Qur’an
Setiap ungkapan dalam Al-Qur’an memiliki nilai I’jaz serta nilai-nilai petunjuk dan didikan kepada orang-orang mukmin. Amtsal Al-Qur’an yang merupakan bagian ungkapan-ungkapan Al-Qur’an dapat dipastikan memuat nilai-nilai tersebut, yang tujuannya manusia meyakini kebenaran Al-Qur’an serta mengerjakan segala petunjuk dan ajarannya. Diantara manfaat Al-Qur,an adalah :
1.      Memperjelas suatu pemahaman suatu abstrak dengan cara mengumpamakannya dengan suatu yang konkrit, supaya dirasakan dan dilihat dengan nyata, sehingga hal tersebut bisa dipakai dan melekat dalam ingatan.
2.      Mampu membuat lawan bicara puas dan menerima dengan sepenuh hati permasalahan yang disampaikan kepadanya, bahkan penerimaan dan  kepasan tersebut bisa setingkat dengan penerimaan dan kepuasan yang diperoleh dari penggunaan hujjah yang pasti.
3.      Mampu mengakumulasi makna yang dapat dan mengagumkan dalam ungkapan-ungkapan yang singkat, seperti halnya dalam Al-Amtsal Al-Kaminah dan Al-Amtsal Al-Musharrahah.
4.      Menumbuh suburkan ambisi untuk mengajarkan kebaikan, yang dalam hal ini terkadang dilakukan dengan mengumpamakan perbuatan baik itu dengan fenomena alam atau pemandangan alam dijagat raya ini.
5.      Membuat orang enggan dan tidak tertarik untuk melakukan perbuatan yang diumpamakan dalam Al-Qur’an seperti perumpamaan perbuatan ghibah dengan memakan daging manusia yang sudah mati yang dimuat dalam ayat 12 surat Al-Hujurat.[8]
6.      Menonjolkan sesuatu ma’qul (yang hanya bisa dijangkau akal, abstrak) dalam bentuk konkrit yang dapat dirasakan indra manusia, sehingga akal mudah menerimanya; sebab pengertian-pengertian abstrak tidak akan tertanam dalam benak kecuali jika ia dituangkan dalam bentuk indrawi yang dekat dengan pemahaman.
7.      Menyingkapkan hakikat-hakikat dan mengemukakan sesuatu yang tidak tampak seakan-akan sesuatu yang tampak.
8.      Mengumpulkan makna yang menarik lagi indah dalam ungkapan yang padat, seperti amsal kaminah dan amsal mursalah dalam ayat diatas.
9.      Mendorong orang yang diberi masal untuk berbuat sesuai dengan isi masal, jika ia merupakan sesuatu yang disenangi jiwa.
10.  Menjauhkkan (tanfir, kebalikan no.4), jika isi masal berupa sesuatu yang di benci jiwa.
11.  Untuk memuji orang yang diberi masal.
12.  Untuk menggambarkan (dengan masal itu) sesuatu yang mempunyai sifat yang dipandang buruk oleh orang banyak. Misalnya tentang keadaan orang yang dikaruniai Kitabullah tetapi ia tersesat jalan hingga tidak mengamalkannya.
13.  Amsal lebih berpengaruh pada jiwa, lebih efektif dalam memberikan nasihat, lebih kuat dalam memberikan peringatan, dan lebih dapat memuaskan hati. Allah banyak menyebutkan amsal didalam Al-Qur’an untuk peringatan dan pelajaran.[9]
Dari pembuatan Amtsal Al-Qur’an dan manfaatnya, dapat ditarik kesimpulan bahwa Al-Qur’an dalam memberikan petunjuk, didikan dan pengajaran selalu memperhatikan cara-cara menarik, menyentuh jiwa dan memuaskan akal pikiran manusia, supaya seluruh pesan-pesannya itu diterima dengan penuh kesadaran dan keikhlasan.



[1] Mudzakir, Studi ilmu-ilmu Al-Qur’an (Bogor : Litera Antarnusa, 2017), hlm 402-413
[2] Moh Basri Asy’ari, Buku ajar Ulumul Qur,an (Pamekasan: Stain Pamekasan Press, 2006), hlm46-47
[3] Mudzakir, Studi ilmu-ilmu Al-Qur’an, hlm 413
[4] Moh bashri Asy,ari, Buku ajar Ulumul Qur’an, hlm 47-50
[5] Ibid, hlm 405
[6] Ibid, hlm 408
[7] Ibid, hlm 52
[8] Ibid, hlm 55-58
[9] Ibid, hlm 410-412





DAFTAR PUSTAKA
Basri Asy’ari, Moh Buku ajar Ulumul Qur,an (Pamekasan: Stain Pamekasan Press, 2006)
Mudzakir, Studi ilmu-ilmu Al-Qur’an (Bogor : Litera Antarnusa, 2017)