BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan dan
pemberdayaan masyarakat adalah hal yang sangat lumrah dibicarakan untuk
kemajuan dan perubahan bangsa saat ini kedepan, apalagi jika dilihat dari skill
masyarakat indonesia kurang baik sehingga menghambat pertumbuhan ekonomi itu
sendiri, konsep pemberdayaan masyarakat mencakup pengertian pembangunan
masyarakat (community development) dan pembangunan yang bertumpu pada
masyarakat (community based development).
Pertama-tama
perlu dipahami arti dan makna pemberdayaan dan pembangunan masyarakat,
keberdayaan dalam konteks masyarakat adalah kemampuan individu yang bersenyawa
dalam masyarakat dan membangun keberdayaan masyarakat yang bersangkutan. Suatu
masyarakat yang sebagian besar meliki kesehatan fisik dan mental, serta didik
dan kuat inovatif, tentunyan memiliki keberdayaan yang tinggi, sedangkan
pembangunan masyarakat adalah suatu hal yang perlu di minit untuk kemampuan
masyarakat itu sendiri.
B. Rumusan Masalah
A. Apa itu pembangunan daerah yang bertanggung
jawab?
B. Apa itu pembangunan daerah berbasis
pemberdayaan masyarakat?
C. Apa itu pemberdayaan masyarakat ditinjau
dari aspek ekonomi, sosial, dan politik?
C. Tujuan
A. Untuk
mengetahui pembangunan daerah yang bertanggung jawab
B. Untuk
mengetahui pembangunan daerah berbasis pemberdayaan masyarakat
C. Untuk
mengetahui pemberdayaan masyarakat ditinjau dari aspek ekonomi, sosial, dan
politik
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pembangunan Daerah yang Bertanggung Jawab
Pembangunan Daerah merupakan suatu usaha
yang sistematik dari berbagai pelaku, baik umum, pemerintah, swasta, maupun
kelompok masyarakat lainnya pada tingkatan yang berbeda untuk menghadapi saling
ketergantungan dan keterkaitan aspek fisik, sosial ekonomi dan aspek lingkungan
lainnya sehingga peluang baru untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
daerah dapat ditangkap secara berkelanjutan. Hal ini dapat ditempuh dengan
cara:
ü Secara terus menerus menganalisis kondisi dan pelaksanaan
pembangunan daerah.
ü Merumuskan tujuan dan kebijakan pembangunan daerah
ü Menyusun konsep strategi bagi pemecahan masalah (solusi)
ü Melaksanakannya dengan menggunakan sumber daya yang tesedia
Tujuan
Pembangunan Daerah
ü Mengurangi disparsi atau ketimpangan pembangunan antara daerah dan
sub daerah serta antara warga masyarakat (pemerataan dan keadilan).
ü Memberdayakan masyarakat dan mengentaskan kemiskinan
ü Menciptakan lapangan kerja.
ü Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat daerah.
ü Mempertahankan atau menjaga kelestarian sumber daya alam agar
bermanfaat bagi generasi sekarang dan generasi berkelanjutan.
Terdapat 3
perencanaan pembangunan daerah yaitu
1.
Pola
dasar pembangunan daerah Pola dasar pembangunan daerah analog dengan pola dasar
yang tercantum dalam GBHN pada tingkat nasional, berisi garis-garis besar
kebijaksanaan atau strategi dasar pembangunan daerah, baik untuk jangka panjang
maupun jangka pendek.
2.
Repelita
Daerah Repelita daerah merupakan penjabaran lebih
lanjut dari pola dasar pembangunan daerah yang dinyatakan berlaku dengan surat
keputusan Gubernur Kepala Daerah.
3.
Rencana
tahunan dan anggaran pendapatan pendapatan dan belanja daerah (APBD) Rencana
tahunan merupakan pedoman penyusunan APBD sedangkan APBD merupakan tindakan
pelaksanaan Repelita daerah, karena itu harus terlihat jelas kaitan atau
hubungan antara anggaran dan repelita, seperti juga halnya hubungan antara GBHN
atau pola dasar dengan repelita atau repelita daerah.
Tahap-tahap perencanaan
pembangunan daerah
MPR menentukan
GBHN, GBHN harus dilaksanakan oleh presiden sebagai mandataris MPR. Untuk
merealisasikan dan melaksanakan tugas ini, presiden bertugas untuk menyusun
rencana pembangunan lima tahun (REPELITA) melalui BAPPENAS.
Untuk
merumuskan Repelita dilakukan sebagai berikut :
-- Menghimpun
semua rencana dri departemen dan lembaga lainnya untuk ditolak, dicek dan
kemudian disinkronkan.
-- Menghimpun
haluan dasar pembangunan dari semua propinsi untuk diteliti, dicek dan kemudian
disinkronkan. -- Mengumpulkan pendapat-pendapat, saran-saran dari kelompo
social dan masyarakat, termasuk perguruan tinggi mengenai rencana atau konsep
rencana nasional (REPELITA).).
Sebelum menyusun dan merumuskan
Repelita, setiap unit operasi baik vertical maupun horizontal didalam setiap
propinsi harus membuat rancangan sementara rencana pembangunan, disamping
program – program rutin bagi tingkat yang lebih tinggi. Badan perencana dari
organisasi tersebut menerima dan mempelajari usulan tersebut. Kemudian rencana
tersebut dirumuskan dan disinkronisasikan berbentuk sebagai rencana departemen.
Kebijaksanaan dasar propinsi disampaikan kepada BAPPENAS melalui departemen
dalam negeri. Setelah perumusan Repelita nasional dilaksanakan yang didasarkan
pada rencana-rencana departemen dan kebijaksanaan dasar propinsi.
Peran Pemerintah dalam
Pembangunan Daerah
Peranan
pemerintah daerah sangat penting dalam kegiatan percepatan pembangunan daerah
tertinggal. Peranan yang diberikan selain dalam bentuk sarana dan prasarana
baik itu yang berupa sarana fisik maupun subsidi langsung, yang juga tidak
kalah pentingnya adalah pemerintah daerah juga harus memberikan bimbingan
teknis dan non teknis secara terus menerus kepada masyarakat yang sifatnya mendorong
dan memberdayakan masyarakat agar mereka dapat merencanakan, membangun, dan
mengelola sendiri prasarana dan sarana untuk mendukung upaya percepatan
pembangunan di daerah tertinggal serta melaksanakan secara mandiri kegiatan
pendukung lainnya. Daerah juga perlu mendorong terjadinya koordinasi dan
kerjasama antar wilayah yang melibatkan dua atau lebih wilayah yang berbeda.
B. Pembanguan daerah yang berbasis
pemberdayaan masyarakat
Pembangunan
berbasis pemberdayaan menurut Riant Nugroho (2001:379) adalah ”pembangunan
dengan konsep inti bahwa pembangunan itu sebaiknya dilakukan sendiri oleh
rakyat. Caranya adalah memberi kekuatan pada rakyat bukan cara kasihan, namun
melihat kekuatannya itu dan dikembangkan kompetensinya untuk membangun dirinya sendiri”
.
Pembangunan berbasis
pemberdayaan dalam pengertian lain disebut juga pembangunan berakarkan
kerakyatan, sedangkan inti dari pembangunan kerakyatan adalah strategi
pemberdayaan masyarakat, seperti yang dijelaskan oleh Kartasasmita (1996:141)
bahwa ”upaya yang di lakukan harus diarahkan pada akar persoalannya, yaitu
peningkatan kemampuan rakyat. Bagian dalam masyarakat yang harus ditingkatkan
kemampuannya dengan mengembangkan dan mendinamisasikan potensinya, dengan kata
lain memberdayakannya”. Diharapkan dengan adanya kebijakan pembangunan yang
berakar kerakyatan ini potensi yang dimiliki masyarakat akan berkembang dan
meningkat produktifitasnya. Dengan demikian masyarakat dan lingkungannya dapat
mampu secara partisipatif menghasilkan dan menumbuhkan nilai dalam
pembangunan.
Peningkatan peran dan terangkatnya
potensi masyarakat selain menumbuhkan dan menghasilkan secara materiil saja,
akan tetapi juga harkat, martabat, rasa percaya diri, dan harga dirinya.
Seperti yang dikemukakan oleh Moeljarto dalam Tjahya Supriatna (1997:114)
”Partisipasi menimbulkan harga diri atau kesempatan pribadi untuk dapat turut
serta dalam keputusan penting yang menyangkut masyarakat” .
Pengertian lain tentang
pembangunan berbasis sumberdaya lokal adalah pembangunan partisipatif, seperti
yang disampaikan Sumodiningrat (1999:223) ”model pembangunan partisipatif
mengutamakan pembangunan yang dikelola langsung oleh masyarakat lokal,
khususnya di pedesaan, dalam wadah musyawarah pembangunan di tingkat kecamatan
(atau dalam suatu area cluster). Model pembangunan partisipatif menekankan
upaya pengembangan masyarakat dalam pemberdayaan masyarakat”.
Pembangunan
berbasis sumber daya lokal dan pemberdayaan dalam prakteknya menempatkan titik
pangkal pembangunan pada ”level bawah” bukan pada ”level atas”, kemudian pada
penerapannya bervariasi sesuai potensi dan karakteristik daerah masing-masing,
Pendekatan pemberdayaan yang berpusat pada manusia (people centered
development) ini kemudian melandasi wawasan pengelolaan sumberdaya lokal
(community-based resources management), yang merupakan mekanisme perencanaan
people centered development yang menekankan pada teknologi pembelajaran sosial
(social learning) dan strategi perumusan proyek. Adapun tujuan yang ingin
dicapai adalah untuk meningkatkan ke mampuan masyarakat dalam
mengaktualisasikan dirinya (empowerment) dalam kaitan ini, Moeljarto (1999)
dalam Ary Wahyono (2001:9) terdapat pokok-pokok pikiran yang menjadi ciri-ciri
pembangunan berbasis pemberdayaan adalah:
1.Keputusan dan
inisiatif untuk memenuhi kebutuhan masyarakat setempat dibuat di tingkat lokal
oleh warga masyarakat yang diakui perannya sebagai partisipan dalam proses
pengambilan keputusan.
hhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh
2.Fokus utama
pengelolaan sumberdaya lokal adalah memperkuat kemampuan rakyat miskin dalam
mengarahkan dan mengatasi aset-aset yang ada dalam masyarakat setempat.
gggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggg
3.Toleransi
yang besar terhadap adanya variasi, dan karenanya mengakui makna pilihan nilai
inividual dan mengakui prose pengambilan keputusan yang desentralistis.
4.Didalam
mencapai tujuan yang ditentukan, menggunakan teknik social learning, dimana
individu-individu berinteraksi satu sama lain menembus batas-batas organisatori
dengan mengacu pada kesadaran kritis masing-masing.
5.Budaya
kelembagaannya ditandai oleh adanya organisasi yang otonom dan mandiri yang
saling berinteraksi memberikan umpan balik untuk mengoreksi pada setiap jenjang
organisasi.
6.Adanya
jaringan koalisi dan komunikasi antara pelaku dan organisasai lokal yang
mencakup kelompok-kelompok penerima manfaat, Lembaga Swadaya Masyarakat, dan
pemerintah daerah.
Partisipasi dan
peran serta masyarakat dalam pembangunan berbasis pemberdayaan sangat
dibutuhkan karena merupakan syarat utama yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan
pembangunan baik fisik maupun non fisik. Peran serta masyarakat diwujudkan
dalam bentuk partisipasi baik individu, kelompok maupun lewat organisasi
masyarakat melalui kegiatan-kegiatan tertentu. Tetapi selama ini kebanyakan
orang masih beranggapan bahwa partisipasi hanya ditujukan dengan tindakan fisik
saja, padahal sebenarnya partisipasi juga mencakup sikap mental dan sikap emosional.
Pendekatan
Pemberdayaan Masyarakat
Prinsip
pemberdayaan ditekankan akan adanya pola kesinambungan antara program yang
dijalankan dengan hasil yang didapat. Nantinya akan terlihat perubahan dalam
wujud indikator-indikator yang bisa dinilai dan dievaluasi untuk pengembangan
pemberdayaan selanjutnya. Pola pemetaan dalam kebutuhan masyarakat diperlukan
sebagai acuan untuk tindak apa yang bisa dilakukan dalam proses pemberdayaan
ini. Pendekatan utama dalam konsep pemberdayaan adalah bahwa masyarakat tidak dijadikan
objek dari berbagai proyek pembangunan, tetapi merupakan subjek dari upaya
pembangunannya sendiri. Berdasarkan konsep demikian, maka pemberdayaan
masyarakat harus mengikuti pendekatan sebagai berikut:
a. Proses
Pemberdayaan Masyarakat yang Terarah
Ini berhubungan
dengan konsep pemberdayaan masyarakat yang harus dilakukan dengan program yang
simultan dan jelas antara input, pemberdayaan, dan output. Masyarakat menjadi
bagian dari pemberdayaan dengan pelibatan langsung untuk ikut serta memikirkan bagaimana
kelanjutan dan hasil yang diharapkan. Masyarakat bukan sebagai objek semata,
mereka adalah bagian terintegrasi yang harus mendapatkan dampak langsung dari
program pemberdayaan. Ini menuntut adanya pola terarah dengan program-program
dan rumusan pelaksanaan di lapangan yang mengarah pada aspek kebutuhan
masyarakat itu sendiri.
Adanya
pelibatan masyarakat yang akan dibantu mempunyai beberapa tujuan, yakni supaya
bantuan tersebut efektif karena sesuai dengan kehendak dan kemampuan serta
kebutuhan mereka. Selain itu sekaligus meningkatkan keberdayaan (empowering)
masyarakat dengan pengalaman dalam merancang, melaksanakan, mengelola, dan
mempertanggungjawabkan upaya peningkatan diri dan ekonominya. Dengan demikian,
ada proses pembelajaran manajemen dari masyarakat sendiri. Nantinya akan
didapatkan simpul-simpul jaringan pemberdayaan yang timbul dari faktor
internal.
Adanya Konsep
Pendekatan Kelompok dalam Pemberdayaan
Masyakat adalah
bagian dari struktur paguyuban yang notabene tidak bisa dipisahkan antara yang
satu dengan yang lain. Dalam hal ini, kerja sama di antara mereka amat
diperlukan demi membangun konsolidasi baik di dalam masyarakat itu sendiri
maupun para pemangku kepentingan (stakeholder). Konsep pendekatan kelompok
sangat diperlukan agar masyarakat dapat saling berbagai dalam upaya memahami
dan menjalani. Selain itu, itu kemitraan usaha antara kelompok tersebut dengan
kelompok yang lebih maju harus terus-menerus dibina dan dipelihara secara
saling menguntungkan dan memajukan.
Dalam upaya ini
diperlukan perencanaan berjangka, serta pengerahan sumber daya yang tersedia
dan pengembangan potensi yang ada secara nasional, yang mencakup seluruh
masyarakat. Selanjutnya, perlu dilibatkan semua lapisan masyarakat, baik
pemerintah maupun dunia usaha dan lembaga sosial dan kemasyarakatan, serta
tokoh-tokoh dan individu-individu yang mempunyai kemampuan untuk membantu.
Perubahan yang
diharapkan juga tidak selalu harus terjadi secara cepat dan bersamaan dalam
langkah yang sama. Kemajuan dapat dicapai secara bertahap, langkah demi
langkah, mungkin kemajuan-kemajuan kecil, juga tidak selalu merata. Pada satu
sektor dengan sektor lainnya dapat berbeda percepatannya, demikian pula antara
satu wilayah dengan wilayah lain, atau suatu kondisi dengan kondisi lainnya.
Dalam pendekatan ini, maka desentralisasi dalam pengambilan keputusan dan
pelaksanaan teramat penting. Tingkat pengambilan keputusan haruslah didekatkan
sedekat mungkin kepada masyarakat.
2. Strategi Pemberdayaan Masyarakat
Upaya
pemberdayaan masyarakat merupakan jalan yang panjang dan penuh tantangan baik
internal maupun eksternal. Hanya dengan komitmen yang kuat dan keberpihakan
terhadap rakyat yang tulus serta upaya yang sungguh-sungguh pemberdayaan
masyarakat dapat dikembangkan.
Pemberdayaan
masyarakat membutuhkan komitmen yang kuat dari pemerintah, legislatif, para
pelaku ekonomi, rakyat, lembaga-lembaga pendidikan serta organisasi-organisasi
non pemerintah. Cara kerja yang langsung berhubungan dengan masyarakat dilapis
bawah memberikan peluang yang luas untuk menggerakkan dan melancarkan proses
belajar masyarakat dalam membangun kehidupannya melalui kerja-kerja konkrit dan
melalui uji coba-uji coba dalam skala mikro, kecil dan menengah. Dalam kaitan ini fasilitator pemberdayaan
masayarakat memiliki peran penting dan strategis. Fasilitator bukanlah pekerja
ansih yang bekerja dengan model “tukang” tetapi mereka adalah aktivis yang
bekerja penuh komitmen dan kreativitas serta memiliki semangat tinggi membantu
masyarakat belajar membebasakan dirinya dari segala bentuk dominasi yang
memiskinan dan dan membodohkan.
Tugas utama
fasilitator pemberdayaan masyarakat adalah mengembangkan pembelajaran bagi
masyarakat lokal untuk membangun tingkat kemandirian dalam menyelesaikan masalah
yang mereka hadapi. Bersamaan dengan itu, membangun kesadaran kritis masyarakat
terhadap berbagai format ekonomi-politik yang berlangsung secara mapan
dibarengi dengan memperkuat kemampuan masyarakat untuk berdialog sehingga mempunyai kapasitas transaksional
dan diharapkan bisa mengambil posisi tawar yang kuat dengan kekuatan lain. Upaya-upaya itu harus disertai
dengan menggalang kemampuan untuk membetuk aliansi strategis dengan
kekuatan-kekuatan lain agar mampu mempengaruhi perubahan-perubahan kebijakan
yang lebih menguntungkan bagi kehidupan mereka.
Berdasar uraian
tersebut, maka upaya pemberdayaan masyarakat haruslah melibatkan beberapa dan
strategi sebagai berikut:
a. Memulai dengan tindakan mikro. Proses
pembelajaran rakyat harus dimulai dengan tindakan mikro, namun memiliki konteks
makro dan global. Dialog mikro – makro harus terus menerus menjadi bagian
pembelajaran masyarakat agar berbagai pengalaman mikro dapat menjadi policy
input dan policy reform sebagai unsur
utama pemberdayaan sehingga memiliki dampak yang lebih luas.
b. Membangun kembali kelembagaan rakyat.
Peranserta masyarakat menjadi keniscayaan bagi semua upaya pemberdayaan
masyarakat. Peran serta masyarakat secara teknis membutuhkan munculnya
kelembagaan sosial, ekonomi dan budaya yang benar-benar diciptakan oleh
masyarakat sendiri.
c. Pengembangan kesadaran rakyat. Karena
peristiwa ekonomi juga merupakan peristiwa politik atau lebih dikenal politik
ekonomi, maka tindakan yang hanya ber-orientasi memberikan bantuan teknis jelas
tidak memadai. Yang diperlukan adalah tindakan politik yang berasis pada
kesadaran rakyat untuk membebaskan diri dari belenggu kekuatan-kekuatan ekonomi
dan politik yang menghambat proses demokratisasi ekonomi. Pendidikan alternatif
dan kritis merupakan pendekatan yang sangat penting sebagai upaya membangun
kesadaran rakyat.
d. Redistribusi sumberdaya ekonomi merupakan syarat pokok pemberdayaan rakyat.
Redistribusi aset bukanlah sejenis
hibah. Tapi merupakan keikutsertaan dalam pengambilan keputusan dalam
pengelolaan sumberdaya ekonomi nasional serta pendayagunaannya dengan segala
resiko dan keuntungan yang akan dihadapi.
e. Menerapkan model pembangunan
berkelanjutan. Sudah tidak jamannya lagi mempertentangkan pendekatan ekonomi
dan lingkungan. Memperpanjang perdebatan masalah ini akan memperpanjang deretan
kerusakan sumberdaya lingkungan yang mengancam terhadap proses pembangunan itu
sendiri. Yang harus diwujudkan adalah setiap peristiwa pembangunan harus mampu
secara terus menerus mengkonservasi daya
dukung lingkungan. Dengan demikian daya dukung lingkungan akan dapat
dipertahankan untuk mendukung pembangunan.
f. Kontrol kebijakan dan advokasi. Upaya
menciptakan sistem ekonomi modern dan
meninggalkan sistem ekonomi primitif (primitive
capitalisme) haruslah didukung oleh berbagai kebijakan politik yang memadai
oleh pemerintah. Agar kebijakan pemerintah benar-benar mendukung terhadap upaya
pemberdayaan rakyat maka kekuasaan pemerintahan harus dikontrol. Setiap
kebijakan yang bertentangan dengan upaya pemberdayaan rakyat haruslah
diadvokasi. Untuk ini sangatlah penting munculnya kelompok penekan yang
melakukan peran kontrol terhadap kebijakan.
g. Pengembangan sektor ekonomi strategis
sesuai dengan kondisi lokal (daerah).
Ini merupakan upaya untuk menggeret gerbong ekonomi agar ekonomi rakyat
kembali bergerak. Yang dimaksud produk strategis (unggulan) di sini tidak hanya
produksi yang ada di masyarakat laku di pasaran, tetapi juga unggul dalam hal
bahan baku dan teknis produksinya, serta memiliki keterkaitan sektoral yang
tinggi.
h. Mengganti pendekatan kewilayahan
administratif dengan pendekatan kawasan. Pemberdayaan masyarakat tidak mungkin
didasarkan atas kewilayahan administratif. Pendekatan kewilayahan administratif
adalah pendekatan birokrasi/kekuasaan. Pendekatan kawasan berarti lebih
menekankan pada kesamaan dan perbedaan potensi yang dimiliki oleh suatu kawasan
tertentu. Dengan pendekatan ini akan memungkinkan terjadinya pemberdayaan
masayarakat dalam skala besar disamping keragaman model yang didasarkan atas
keunggulan antara kawasan satu dengan lainnya. Lebih lanjut akan memungkinkan
terjadinya kerjasama antar kawasan yang lebih produktif.
i. Mengembangkan penguasaan pengetahuan
taknis. Perlu dipahami bersama bahwa desakan modernisasi telah menggusur ilmu
pengetahuan dan teknologi lokal dan menciptakan ketergantungan rakyat pada
imput luar serta hilangnya kepercayaan diri yang sangat serius. Pendidikan
alternatif yang mampu mengembalikan kepercayaan diri rakyat serta dapat
menggerakkan proses pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
benar-benar sesuai dengan kebutuhan mereka sangat penting untuk dikembangkan.
j. Membangun jaringan ekonomi strategis.
Jaringan ekonomi strategis akan berfungsi untuk mengembangkan kerjasama dalam
mengatasi keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki kelompok ekonomi satu dengan
lainnya baik dalam bidang produksi, pemasaran, teknologi dan permodalan.
Disamping itu jaringan strategis juga akan berfungsi sebagai media pembelajaran
rakyat dalam berbagai aspek dan advokasi.
C. Pemberdayaan
masyarakat ditinjau dari aspek ekonomi, social
dan pilitik
Memberdayakan
masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan
masyarakat kita dalam yang dalam kondisi sekarang masih belum mampu untuk
melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan dengan kata lain
pemberdayaan masyarakat adalah memampukan dan memandirikan masyarakat, hingga
muncul perubahan yang lebih efektif dan efisient.
Meskipun
pemberdayaan masyarakat bukan semata-mata sebuah konsep ekonomi, dari sudut
pandang kita pemberdayaan secara implisit mengandung arti menegakkan demokrasi
ekonomi dimana kegiatan ekonomi berlangsung dari rakyat oleh rakyat dan untuk
rakyat. Konsep ini menyangkut penguasan teknologi, pemilikan modal, dan akses
ke pasar dan kedalam sumber-sumber informasi, serta keterampilan manajemen.
Agar demokrasi ekonomi dapat berjalan, maka aspirasi masyarakat tertampung
harus diterjemahkan menjadi rumusan-rumusan yang nyata. Untuk merumuska
kenyataan tersebut negara mempunyai birokrasi. Birokrasi ini harus dapat
berjalan efektif, artinya mampu melaksanakan dan menjabarkanrumusan-rumusan
kebijakan publik (Public Policies) dengan baik untuk mencapai tujuan yang di
kehendaki.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setiap
pendekatan dan strategi pemberdayaan masyarakat memiliki keterkaitan kuat
dengan dimana masyarakat menjadi saubjek penggerak. Pencapaian suatu program
pemberdayaan merupakan hasil interaksi elemen-elemen pemberdayaan sebagai
strategi pemberdayaan yang diterapkan. Upaya dan strategi pemberdayaan
merupakan suatu pendulum antara paradigma evolusi dan paradigma revolusi, namun
tidak berarti bahwa setiap paradigma akan muncul secara mutlak. Kedua paradigma
tersebut merupakan suatu gradasi dengan proporsi yang sesuai dengan kebutuhan
pemberdayaan .
Implikasi
kebijakan pembahasan fungsi dan peran masyarakat dalam penyusunan kebijakan
pemberdayaan masyarakat adalah bahwa kebijakan pemberdayaan masyarakat
hendaknya mencakup seluruh elemen yang terdapat dalam setiap kelompok
masyarakat. Konsekuensinya penerapan kebijakan pemberdayaan memerlukan strategi
pendekatan yang mampu memfasilitasi aspirasi sosial budaya dan aspirasi teknis
masyarakat setempat. Penerapan pendekatan dan strategi pemberdayaan masyarakt
hendaknya disesuaikan dengan kondisi dan situasi.
DAFTAR PUSTAKA
http://myblogkaum.blogspot.co.id/2009/02/pembangunan-berbasis-pemberdayaan.html
http://caecarioz.blogspot.co.id/2012/06/otonomi-daerah-pembangunan-daerah.html