BAB II
PSIKOLOGI
BELAJAR
A. Definisi dan Cakupan Psikologi Belajar
Arthur S. Reber adalah salah satu ahli yang berpandangan bahwa
Psikologi Belajar merupakan subdisiplin ilmu Psikologi yang berkaitan dengan teori
dalam masalah kependidikan.
Sementara Wasty Sumanto mengatakan bahwa pengertian tentang
Psikologi Belajar akan lebih jelas dengan memberikan gambaran tentang apa saja
yang dipelajari dalam Psikologi Belajar, yaitu:
1.
Pengetahuan
tentang Psikologi Belajar
2.
Pentingnya
Psikologi Belajar
3.
Heriditas
4.
Lingkungan
fisiologis
5.
Pertumbuhan
dan perkembangan
6.
Sifat
dan hakikat kejiwaan manusia
7.
Proses-proses
tingkah laku
8.
Hakikat
dan ruang lingkup belajar
9.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi belajar
10. Prinsip-prinsip dan teori belajar
11. Pengukuran dan evaluasi hasil belajar
12. Transfer belajar / latihan
13. Teknik-teknik pengukuran dan evaluasi
14. Statistik dasar
15. Kesehatan mental
16. Pendidikan watak.
Pada sisi lain Whiterington menjelaskan bahwa sebagai sebuah ilmu,
Psikologi Belajar memiliki:
1.
Susunan
prinsip-prinsip dan dasar-dasar kebenaran sendiri.
2.
Fakta-fakta
yang bersifat obyektif.
3.
Teknik-teknik
yang berguna untuk melakukan penelitian.
Muhibbin
Syah menyatakan bahwa ruang lingkup psikologi belajar adalah terdiri dari:
1.
Process
of teaching learning (proses
atau tahapan-tahapan dalam belajar mengajar)
2.
Context
of teaching learning (situasi
dan tempat yang berkaitan dengan belajar mengajar)
3.
Outcomes
of teaching learning (hasil-hasil
yang dicapai dalam proses belajar mengajar)
B. Urgensi psikologi belajar
Psikologi Belajar bermanfaat untuk memberikan bekal kepada guru dan
calon guru bahwa anak berbeda dalam hal pembawaan, kematangan jasmani,
intelegensi dan keterampilan motor/jasmaniyah.
Dalam konteks ini, paling tidak, terdapat sepuluh macam kegiatan
dalam pendidikan yang membutuhkan Psikologi Belajar, yaitu:
1.
Seleksi
penerimaan siswa baru
2.
Dalam
perencanaan pendidikan
3.
Penyusunan
kurikulum
4.
Penelitian
kependidikan
5.
Administrasi
kependidikan
6.
Pemilihan
materi pembelajaran
7.
Interaksi
belajar mengajar
8.
Pelayanan
bimbingan dan penyuluhan
9.
Metodologi
mengajar
10.
Pengukuran
dan evaluasi
Sedangkan
manfaat mempelajari Psikologi Belajar adalah:
1.
Dapat
mengetahui proses perkembangan siswa
2.
Dapat
mengetahui cara belajar siswa
3.
Dapat
menghubungkan mengajar dengan belajar
4.
Pengambilan
keputusan untuk pengelolaan proses belajar mengajar
C. Psikologi belajar dalam litasan sejarah
Sejarah Psikologi Belajar didahului oleh seorang tokoh yang bernama
Johan Frederich Herbart, seorang filosof yang dilahirkan di Olderburg Jerman,
pada tahun 4 Mei 1776. Nama Herbart diabadikan menjadi sebuah aliran dalam
Psikologi Belajar yang disebut dengan Herbatianisme pada tahun 1820. Dalam
perkembangan berikutnya, Psikologi Belajar terbagi dalam tiga aliran sebagai
berikut:
1.
Aliran
Humanisme, dengan tokohnya JJ Rousseaeu, Abraham Maslow, dan Carl
Rogers.
2.
Aliran
Behaviorisme, dengan tokoh utama John B. Watson, Edward Lee Thorndike,
B.F. Skinner.
3.
Aliran
Kognitivisme dengan tokoh-tokoh utama Jean Piaget, Jerome S. Bruner,
David P. Ausubel.
BAB III
PERKEMBANGAN
DAN BELAJAR
A. Definisi Perkembangan
Sumadi Subyabrata mendefinisikan perkembangan sebagai suatu
perubahan kearah yang lebih maju dan lebih dewasa, yang secara teknis perubahan
itu biasanya disebut proses. Proses itu pada pokoknya mengikuti konsepsi yang
didasarkan pada:
1.
Aliran
Asosiasi
2.
Aliran
Gestalt
3.
Aliran
Sosiologis
James Mark Baldwin mengatakan bahwa perkembangan sebagai proses
sosialisasi terwujud dalam bentuk imitasi yang berlangsung dengan adaptasi dan
seleksi. Adaptasi dan seleksi ini berlangsung atas dasar hukum efek (law of
effect). Jenis imitasi atau peniruan, setidaknya ada dua, yaitu: Non
deliberate imitation dan Deliberat imitation. Proses peniruan ini terjadi
atas tiga tahap, yaitu: Tahap proyektif (proyektive stage), Tahap
subyektif (subjektive stage), dan Tahap eyektif (ejective stage).
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa, perkembangan
adalah perubahan jasmani dan rohani menuju kesempurnaan. Dalam pandangan
sebagian ahli terdapat perbedaan antara pertumbuhan dan perkembangan.
B. Prinsip Perkembangan Individu
Prinsip-prinsip pertumbuhan yang terjadi pada individu adalah:
1.
Pertumbuhan
adalah kuantitatif dan sekaligus kualitatif.
2.
Pertumbuhan
merupakan suatu proses yang berkesinambungan mulai dari keadaan yang sederhana
sampai kepada keadaan yang kompleks.
3.
Tempo
pertumbuhan adalah tidak sama.
4.
Tahap
perkembangan berbagai aspek pertumbuhan adalah berbeda.
5.
Kecepatan
serta pertumbuhan dapat dimodifikasi oleh kondisi-kondisi di dalam dan di luar
badan, tergantung pada lingkungan yang menunjang kebutuhan-kebutuhan dasar
individu.
6.
Masing-masing
individu tumbuh menurut caranya sendiri yang unik.
C. Hukum Perkembangan Individu
Hukum perkembangan adalah:
1.
Hukum
konvergensi
2.
Hukum
perkembangan dan pengembangan diri
3.
Hukum
masa peka
4.
Hukum
keperluan belajar
5.
Hukum
kesatuan anggota badan
6.
Hukum
tempo perkembangan
7.
Hukum
irama perkembangan
8.
Hukum
rekapitulasi
Pertumbuhan dan perkembangan dapat dibagi menjadi beberapa periode,
yaitu:
1.
Periode
dari lahir sampai umur tiga tahun.
2.
Periode
umur tiga tahun sampai umur enam tahun.
3.
Umur
enam sampai dengan sembilan tahun.
4.
Umur
sembilan sampai dua belas tahun.
5.
Umur
dua belas tahun anak melakukan penyesuaian sosial dan pada usia delapan belas
tahun anak memasuki akhir masa adolesensi.
D. Aliran dalam Perkembangan Individu
Ada beberapa aliran dalam perkembangan individu, yaitu:
1.
Aliran
Nativisme
2.
Aliran
Empirisme
3.
Aliran
Konvergensi
E. Perkembangan Individu dan Kaitannya Dengan Belajar
Perkembangan memiliki hubungan yang sangat erat dengan belajar.
Dalam proses belajar, perkembangan ranah kognitif memberikan arti dan manfaat
yang besar, yaitu:
1.
Mengembangkan
kecakapan kognitif.
2.
Mengembangkan
kecakapan afektif.
3.
Mengembangkan
kecakapan psikomotorik.
F.
Implikasi
Perkembangan Individu dalam Pembelajaran
Peserta didik dalam masa mencari dan ingin menentukan jati dirinya
memiliki sikap yang terlalu tinggi menilai dirinya atau sebaliknya. Oleh karena
itu, diperlukan adanya upaya pengembangan hubungan sosial peserta didik yang
diawali dari lingkungan keluarga, sekolah serta lingkungan masyarakat.
1.
Lingkkungan
keluarga
Orang tua hendaknya mengakui kedewasaan peserta didik dengan jalan
memberikan kebebasan terbimbing untuk mengambil keputusan dan tanggung jawab
sendiri.
2.
Lingkungan
sekolah
Di dalam mengembangkan hubungan sosial peserta didik, guru tidak
hanya memberi pelajaran akan tetapi juga harus mampu mengembangkan proses
pendidikan yang bersifat demokratis, guru harus berupaya agar pelajaran yang
diberikan selalu cukup menarik minat anak, sebab tidak jarang anak menganggap
pelajaran yang diberikan oleh guru kepadanya tidak bermanfaat
3.
Lingkungan
masyarakat
a.
Mengarahkan
perilaku peserta didik kepada yang lebih bermanfaat dengan memberi rangsangan
melalui pengembangan penciptaan kelompok sosial peserta didik.
b.
Perlu
sering mengadakan kegiatan kerja bakti.
BAB IV
PARADIGMA BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
A. Paradigma Belajar dan Pembelajaran Kognitivisme
Kognitif adalah salah satu ranah dalam perkembangan jiwa seseorang.
Secara umum kognitif diartikan potensi intelektual yang terdiri dari tahapan:
pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehention), penerapan (aplication),
analisa (analysis), sintesa (sinthesis) evaluasi (evaluation).
Teori kognitif lebih menekankan bagaimana proses atau upaya untuk
mengoptimalkan kemampuan aspek rasional yang dimiliki oleh orang lain. Jean
Piaget mengatakan bahwa anak dapat membangun secara aktif dunia kognitif mereka
sendiri dengan dua proses yang mendasari perkembangan dunia individu, yaitu
pengorganisasian dan penyesuaian (adaptasi). Piaget juga yakin bahwa kita menyesuaikan
diri dalam dua cara yaitu asimilasi dan akomodasi. Teori kognitif juga
berpendapat bahwa pembelajaran adalah suatu proses pendalaman yang berlaku
dalam akal pikiran, dan tidak dapat diperhatikan secara langsung dengan tingkah
laku.
Teori-teori belajar kognitif antara lain, yaitu:
1.
Teori
belajar Cognitive Field dari Lewin. Lewin menyatakan bahwa tingkah laku
merupakan hasil dari interaksi antar kekuatan.
2.
Teori
belajar Cognitive Developmental oleh Jean Peaget. Menurut Peaget,
pertumbuhan/perkembangan kapasitas mental baru yang belum ada sebelumnya, yang
bersifat kulitatif. Piaget memakai istilah skema secara interchangeable dengan
istilah struktur.
Implikasi
teori perkembangan kognitif Jean Piaget dalam pembelajaran adalah:
a.
Bahasa
dan cara berpikir anak berbeda dengan orang dewasa.
b.
Anak-anak
akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik.
c.
Bahan
yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
d.
Berikan
peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
e.
Di
dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan
berdiskusi dengan teman-temannya.
3.
Teori
belajar Discovery Learning oleh Jerome S. Bruner, yaitu murid
mengorganisasikan bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir.
4.
Teori
belajar Condition of Learning oleh Robert M. Gagne. Teori ini
menjelaskan tentang taksonomi hasil belajar, kondisi belajar khusus, dan
peristiwa pembelajaran.
B. Paradigma Belajar dan Pembelajaran Behaviorisme
Behaviorisme merupakan salah satu pendekatan untuk memahami
perilaku individu, yang memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmani,
dan mengabaikan aspek-aspek mental. Memandang individu sebagai makhluk reaktif
yang memberikan respon terhadap lingkungan. Ciri dari teori ini adalah
mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat mekanistik, menekankan
peranan lingkungan, mementingkan mekanisme hasil belajar, mementingkan peranan
kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang
diinginkan. Teori belajar adalah prinsip umum atau kumpulan prinsip yang saling
berhubungan dan merupakan penjelasan atas sejumlah fakta dan penemuan yang
berkaitan dengan aktivitas belajar. Teori-teori belajar berdasarkan pendapat
para ahli, yaitu:
1.
Teori
belajar koneksionisme, dicetuskan oleh Edward L Thorndike, yang dihasilkan dari
eksperimennya pada tahun 1890 pada seekor kucing untuk mengetahui fenomena
belajar. Teori ini menghasilkan tiga hukum, yaitu: law of effect, law of
readiness, dan law of exercise.
2.
Clasical
Conditioning, dicetuskan oleh
Ivan Pavlov, yang dihasilkan dari percobaan yang dilakukan atas seekor anjing
yang dioperasi kelenjar ludahnya sehingga memungkinkan si peneliti mengukur air
liur yang keluar sebagai respon dan reaksi apabila ada makanan yang disodorkan
dekat mulutnya. Teori Pavlov merupakan salah satu bentuk belajar responden. Dari
percobaan yang dilakukan Pavlov ini memunculakan dua hukum, yaitu law of
respondent conditioning dan law of respondent extinction.
3.
Operant
Conditioning, dicetuskan oleh
B.F. Skinner, yang menganggap reward atau reinforcement sebagai
faktor terpenting dalam belajar. Skinner membagi dua jenis respon dalam proses
belajar mengajar, yaitu respondents dan operant.
Perbedaan antara teori Classical Conditioning dari Pavlov
dengan Operant Conditioning Skinner adalah terletak pada reinforcement,
yang dalam Classical Conditioning tidak diperlukan karena dengan
stimuli telah dapat menimbulkan respons yang diharapkan. Dalam proses belajar
berdasarkan teori Operant Conditioning tersebut menjamin adanya
tanggapan terhadap rangsangan.
Berdasarkan teori ini dapat ditentukan prosedur pembentukan tingkah
laku, yaitu:
a.
Dilakukan
identifikasi mengenai hal apa yang merupakan reinforcement (hadiah) bagi
tingkah laku yang ditentukan itu.
b.
Dilakukan
analisis untuk mengidentifikasi komponen-komponen kecil yang membentuk tingkah
laku yang dituju.
c.
Dengan
menggunakan komponen-komponen itu sebagai tujuan sementara, dapat
mengidentifikasikan hadiah untuk setiap komponen.
d.
Melakukan
pembentukan tingkah laku dengan menggunakan urutan yang telah dilakukan reinforcement
(hadiah) sehingga anak dapat melaksanakan setiap komponen dengan baik.
4.
Teori
belajar yang muncul belakangan ini yaitu teori
belajar yang dipopulerkan oleh Albert Bandura, yang berpandangan bahwa
tidak hanya merupakan refleks otomatis atas stimulus, melainkan juga akibat
reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema
kognitif individu itu sendiri. Ada dua prinsip teori pembelajaran ini, yaitu
peniruan (imitation) dan penyajian contoh prilaku (modeling).
C. Paradigma Belajar dan Pembelajaran Humanisme
Pembelajaran dengan menggunakan pandangan dan prinsip aliran
belajar humanistik, juga mengupayakan pembelajaran yang dapat menumbuh
kembangkan kemampuan peserta didik, membantu anak didik untuk meningkatkan
kemampuan berkreasi, berimajinasi, mempunyai pengalaman, berintuisi, merasakan,
dan berfantasi.
Menurut teori belajar humanistik, pendidik diharapkan dapat
membantu dalam mengembangan diri siswa untuk mengenal diri mereka sendiri
sebagai manusia yang unik, sekaligus membantu siswa dalam mewujudkan potensi-potensi
dalam diri mereka.
Prinsip-prinsip belajar humanistik:
1.
Manusia
mempunyai belajar alami.
2.
Belajar
signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid mempunyai relevansi
dengan maksud tertentu.
3.
Belajar
yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya.
4.
Tugas
belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasakan bila ancaman itu kecil.
5.
Bila
ancaman itu rendah terdapat pengalaman siswa dalam memperoleh.
6.
Belajar
yang bermakna diperoleh jika siswa melakukannya.
7.
Belajar
lancar jika siswa dilibatkan dalam proses belajar.
8.
Belajar
yang melibatkan siswa seutuhnya dapat memberi hasil yang mmendalam.
9.
Kepercayaan
pada diri siswa ditumbuhkan dengan membiasakan untuk mawas diri.
Aliran belajar humanistik memberi penekanan terhadap penyusunan dan
penyajian materi pelajaran yang harus sesuai dengan perasaan dan perhatian
siswa. Tujuan utama pendidik adalah membantu siswa mengembangkan dirinya yaitu
membantu individu untuk mengenal dirinya sendiri sebagai manusia yang unik dan
membantu mewujudkan potensi mereka.
Tujuan
pembelajaran lebih diutamakan pada prosesnya bukan pada hasilnya. Guru yang
baik menurut teori ini adalah guru yang memiliki rasa humor, adil, menarik,
lebih demokratis, mampu berhubungan dengan siswa dengan mudah dan wajar.
Tokoh
yang terkenal dalam teori ini adalah: Combs, Maslow, dan Rogers.
D. Paradigma Belajar dan Pembelajaran Konstruktivisme
Pembelajaran yang mengacu kepada teori belajar konstruktivisme lebih
memfokuskan pada kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan pengalaman mereka.
Siswa lebih diutamakan untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka melalui
asimilasi dan akomodasi.
Pandangan piaget disini menjelaskan bahwa
apabila suatu informasi (pengetahuan) baru dikenalkan kepada seseorang dan
pengetahuan itu cocok dengan skema/skemata (struktur kognitif) yang telah
dimilikinya maka pengetahuan itu akan diadaptasi melalui proses asimilasi dan
terbentuklah pengetahuan baru. Adanya informasi dan pengalaman baru sebagai
realita mengakibatkan terjadinya rekonstruksi pengetahuan yang lama, yang
disebut proses asimilasi-akomodasi, sehingga terbentuk pengetahuan baru sebagai
skemata dalam pikiran seseorang.
Konstruktivisme adalah menghasilkan individu atau anak yang
memiliki kemampuan berfikir untuk menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi.
Teori belajar konstruktivistik menekankan bagaimana pentingnya keterlibatan
anak secara aktif dalam proses pengaitan sejumlah gagasan dan pengkonstruksian
ilmu pengetahuan melalui lingkungan.
Dalam upaya mengimplementasikan teori belajar konstruktivisme,
mengajukan beberapa saran yang berkaitan dengan rancangan pembelajaran, sebagai
berikut:
1.
Memberi
kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri.
2.
Memberi
pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa.
3.
Menciptakan
lingkungan belajar yang kondusif.
E. Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Sebagai sebuah aktivitas atau sebuah proses, belajar dipengaruhi
oleh beberapa faktor, yaitu:
1.
Faktor
eksternal
a.
Faktor
sosial, dapat berupa hubungan sesama manusia, baik itu teman, orang tua, guru,
dan lain-lain.
b.
Faktor
non sosial, yaitu berupa gedung sekolah, perpustakaan, laboratorium, iklim,
musim hujan/kemarau, dan lain-lain.
2.
Faktor
internal
a.
Faktor
fisiologis, yaitu penglihatan, pendengaran, pembicaraan, penciuman dan peraba.
b.
Faktor
psikologis, misalnya: rasa ingin tahu, sifat kreatif dan ingin maju, ingin
mendapatkan simpati, dan lain-lain.
BAB V
MODEL-MODEL PEMBELAJARAN
A. Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik
dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Secara operasional dapat
ditegaskan bahwa pembelajaran adalah usaha sadar dari guru untuk membuat siswa
belajar, yaitu terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa yang belajar,
dimana perubahan itu dengan didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam
waktu yang relative lama dan karena adanya usaha.
B. Aspek-aspek Pembelajaran
Komponen-komponen yang terlibat dalam pembelajaran adalah: 1. Siswa
(pembelajar) 2. Guru (pembelajar) 3. Tujuan 4. Materi pembelajaran 5.
Pendekatan 6. Media pembelajaran 7. Evaluasi pembelajaran.
Terdapat
berbagai definisi yang dikemukakan para akhli terhadap istilah tujuan
pembelajaran. akan tetapi semuanya menunjuk pada esensi yang sama, bahwa:
1.
Tujuan
pembelajaran adalah tercapainya perubahan perilaku atau kompetensi pada siswa
setelah mengikuti kegiatan pembelajaran.
2.
Tujuan
dirumuskan dalam bentuk pernyataan atau deskripsi yang spesifik.
Perumusan tujuan pembelajaran, secara umum menggunakan perubahan
prilaku siswa menggunakan pemikiran dari Bloom yang mengklasifikasikan perilaku
individu kedalam tiga ranah atau kawasan, yaitu kawasan kognitif, kawasan
afektif, dan kawasan psikomotorik.
Dalam
sebuah perencanaan pembelajaran tertulis (written plan/RPP), terdapat
kaedah-kaedah untuk merumuskan tujuan pembelajaran, yaitu preferensi nilai
guru dan analisis taksonomi perilaku
Tujuan
pembelajaran sebaiknya mencakup tiga komponen utama, yaitu:
1.
Menyatakan
apa yang seharusnya dapat dikerjakan siswa selama belajar dan kemampuan apa
yang harus dikuasainya pada akhir pelajaran.
2.
Perlu
dinyatakan kondisi dan hambatan yang ada pada saat mendemonstrasikan perilaku
tersebut.
3.
Perlu
ada petunjuk yang jelas tentang standar penampilan minimum yang dapat diterima
Sementara itu, teknis penyusunan tujuan pembelajaran dalam format
ABCD, yaitu: A (Audience), B (Behavior), C (Condition), dan D (Degree).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun rencana
pembelajaran, di antaranya yaitu:
1.
Apa
yang akan diajarkan (topik, isi)?
2.
Mengapa
hal itu harus diajarkan (tujuan)?
3.
Bagaimana
cara mengajarkannya (metode/proses)?
4.
Sumber
belajar apa yang digunakan (media)?
5.
Bagaimana
bentuk kegiatannya (kegiatan)?
C. Strategi Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan
Strategi pembelajaran dikembangkan untuk membuat siswa dapat
merespons dan menerima pelajaran dengan mudah, cepat dan menyenangkan.
Sementara itu metode pembelajaran meliputi cara pemprosesan subyek pembelajaran
(siswa) sesuai dengan strategi yang digunakan, untuk mencapai tujuan
pembelajaran.
Suasana belajar yang dapat menimbulkan aktivitas atau gairah pada
siswa, sehingga tercipta pembelajaran aktif adalah apabila terjadi:
1.
Komunikasi
dua arah (antara guru-siswa maupun sebaliknya) yang intim dan hangat.
2.
Kegairahan
dan kegembiraan belajar juga dapat ditimbulkan dari media.
3.
Motivasi
guru terhadap siswa
4.
Informasi
yang berupa fakta, prinsip dan konsep yang diperlukan untuk mencapai tujuan
pembelajaran.
5.
Informasi
yang disampaikan melalui media harus dapat diterima siswa, yang dengannya
pembelajaran dilaksanakan dengan bantuan media tersebut.
Dengan
mengutip pemikiran Gibbs, E Mulyasa (2003) mengemukakan hal-hal yang perlu
dilakukan agar tercipta pembelajaran kreatif, yaitu diantaranya:
1.
Dikembangkannya
rasa percaya diri para siswa dan mengurangi rasa takut.
2.
Memberikan
kesempatan kepada seluruh siswa untuk berkomunikasi ilmiah secara bebas
terarah.
3.
Melibatkan
siswa dalam menentukan tujuan belajar atau evaluasinya.
Sementara
itu, pembelajaran yang efektif setidaknya memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1.
Siswa
dapat menelaah secara aktif terhadap lingkungannya melalui observasi,
membandingkan, menemukan kesamaan-kesamaan dan lain-lain.
2.
Guru
menyediakan materi sebagai fokus berpikir dan berinteraksi dalam pelajaran.
3.
Aktivitas-aktivitas
siswa sepenuhnya didasarkan pada pengkajian.
Berikut ini model alternatif yang dapat digunakan untuk
pembelajaran yang menarik dan menantang bagi siswa:
1.
Menggubah
syair lagu dan bernyanyi
2.
Melakukan
permainan
3.
Mengomentari,
bercerita, dan mendengarkan cerita
4.
Teka
teki
5.
Merencanakan
dan melakukan percobaan
D. Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning)
adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya
dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka
sehari-hari.
Komponen pembelajaran kontekstual tersebut adalah:
1.
Membuat
keterkaitan-keterkaitan yang bermakna,
2.
Melakukan
pekerjaan yang berarti,
3.
Melakukan
pembelajaran yang diatur sendiri,
4.
Melakukan
kerja sama,
5.
Berpikir
kreatif dan kritis,
6.
Membantu
individu untuk tumbuh dan berkembang (konstruktivisme),
7.
Mencapai
standart yang tinggi,
8.
Menggunakan
penilaian autentik.
Beberapa
ciri pembelajaran kontekstual antara lain:
1.
Siswa
secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran.
2.
Siswa
belajar dari teman melalui kerja kelompok, diskusi, dan saling mengoreksi.
3.
Pembelajaran
dikaitkan dengan kehidupan nyata dan atau masalah yang disimulasikan.
4.
Perilaku
dibangun atas kesadaran diri.
5.
Keterampilan
dikembangkan atas dasar pemahaman.
6.
Hadiah
untuk prilaku baik adalah kepuasan diri.
7.
Siswa
menggunakan berikir kritis.
Kelebihan
dan kekurangan pembelajaran kontekstual.
1.
Kelebihan
pembelajaran kontekstual
a.
Pembelajaran
menjadi lebih bermakna dan riil.
b.
Pembelajaran
lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsepkepada siswa karena
metode pembalajaran CTL menganut aliran konstruktivisme.
2.
Kekurangan
pembelajaran kontekstual
a.
Guru
lebih intensif dalam membimbing. Guru tidak lagi berperan sebagai pusat
informasi.
b.
Guru
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri
ide-ide dan mengajak siswa agar dengan menyadari dan dengan sadar menggunakan
strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar.
E. Pembelajaran Koperatif
pembelajaran
koperatif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan system
pengelompokan/tim kecil, yaitu antara empat atau enam orang yang mempunyai
latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras atau suku yang berbeda.
Prosedur
pembelajaran kooperatif pada dasarnya terdiri atas empat tahap yaitu,
penjelasan materi, belajar dalam kelompok, penilaian dapat dilakukan dengan tes
atau kuis, dan pengakuan tim.
Keunggulan
pembelajaran kooperatif diantaranya:
1.
Pembelajaran
kooperatif dapat membantu anak untuk respek pada orang lain dan meyadari akan
segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan.
2.
Pembelajaran
kooperatif dapat membantu memberdayakan setiap siswa untuk lebih bertanggung
jawab dalam belajar.
3.
Interaksi
selama kooperatif berlangsung dapat meningkatkan motivasi dan memberikan
rangsangan untuk berpikir.
Kekurangan
pembelajaran kooperaif diantaranya, yaitu:
1.
Untuk
memahami dan mengerti filosofi pembelajaran kooperatif memang butuh waktu.
2.
Penilaian
didasarkan kepada hasil kerja kelompok.
3.
Keberhasilan
pembelajaran kooperatif dalam upaya mengembangkan kesadaran kelompok memerlukan
periode waktu yang cukup panjang.
BAB VI
KECERDASAN
DALAM BELAJAR
A. Kecerdasan Intelektual
Kecerdasan Intelektual merupakan kemampuan intelektual, analisa,
logika, dan rasio. Ia merupakan kecerdasan untuk menerima, menyimpan, dan
mengelola informasi menjadi fakta. IQ (Intelligence Quotient) adalah
kemampuan atau kecerdasan yang didapat dari hasil pengerjaan soal-soal atau
kemampuan untuk memecahkan sebuah pertanyaan dan selalu dikaitkan dengan hal
akademik seseorang.
Ada lima dimensi kemampuan intelektual, yaitu: kognisi, mengingat
(memory), berpikir divirgen, berpikir konvergen, dan evaluasi.
Rumus kecerdasan umum, atau IQ yang ditetapkan oleh para ilmuwan
adalah:
Usia Mental Anak
x 100 = IQ
Usia sesungguhnya
B. Kecerdasan Emosional
Kecerdasan emosional meliputi kesadaran diri dan kendali dorongan
hati, ketekunan, semangat dan motivasi diri, empati dan kecakapan sosial.
Kecerdasan emosional nerupakan komponen yang membuat seseorang menjadi pintar
menggunakan emosi.
Beberapa langkah dalam mengembangkan kecerdasan emosional, yaitu:
1.
Mengenali
emosi diri sendiri
2.
Memotivasi
diri sendiri
3.
Mengenali
emosi orang lain
4.
Mengelola
emosi orang lain
5.
Memotivasi
orang lain
Sementara
itu, Steven j. Stein dan Howard E. Book
menjelaskan penemuan Reuven Bar-On yang merangkum kecerdasan emosional dan
dibaginya ke dalam lima era atau ranah yang menyeluruh, yaitu: 1) Ranah
intrapribadi, 2) ranah antarpribadi, 3) ranah penyesuaian diri, 4) ranah
pengendalian stres, 5) ranah suasana hati umum.
C. Kecerdasan Spiritual
Penggegas kecerdasan spiritual
(SQ) adalah seorang ahli yang bernama Danah Zohar dan Ian Marshall. SQ
adalah suara hati ilahiyah yang memotivasi seseorang untuk berbuat atau tidak
berbuat. Titik kekuatan SQ sebenarnya terletak pada jiwa dan hati manusia yang
berkembang dengan baik. Dalam perspektif Islam, seseorang yang memiliki
kecerdasan spiritual tertinggi adalah mereka yang memiliki tingkatan jiwa
tertiggi, yaitu al-Nafs al-Mutmainnah.
D. Kecerdasan Majemuk
Manusia memiliki kecerdasan yang dapat dibedakan menjadi delapan
kecerdasan, yaitu: 1. Kecerasan Linguistik, 2. Kecerdasan Logis – Matematis, 3.
Kecerdasan Spasial, 4. Kecerdasan Kinestetik, 5. Kecerdasan Musik, 6.
Kecerdasan Antar Pribadi, 7. Kecerdasan Intra Pribadi, 8. Kecerdasan Natural.
BAB VII
MINAT DAN BAKAT
DALAM BELAJAR
A. Minat dan Fungsinya dalam Belajar
Secara bahasa minat berarti “kecenderungan hati yang tinggi
terhadap sesuatu”. Sardiman A. M. berpendapat bahwa “minat diartikan sebagai
suatu kondisi yang terjadi apabila seseorang melihat ciri-ciri atau arti
sementara situasi yang dihubungkan dengan keinginan-keinginan atau
kebutuhan-kebutuhannya sendiri.
Fungsi minat menurut Elizabeth B. Hurlock adalah:
1. Minat mempengaruhi intensitas cita-cita.
2. Minat sebagai tenaga pendorong yang kuat dalam
menguasai suatu bidang ilmu/ mata pelajaran tertentu.
3. Prestasi dipengaruhi oleh jenis intensitas
minat.
4. Minat yang terbentuk sejak kecil/masa
kanak-kanak akan secara terus menerus memberikan inspirasi ketika memasuki masa
dewasa
B. Bakat dan Pengembangannya dalam Pembelajaran
William B. Michael mendefinisikan bakat adalah kemampuan seseorang
atau potensi hepotetis, bagi penerimaan kurang lebih pola prilaku-prilaku yang
terlibat dalam pelaksanaan tugas yang seseorang sedikit sekali membutuhkan
latihan sebelumnya. Bakat merupakan kondisi atau kualitas yang dimiliki seseorang,
yang memungkinkan seseorang tersebut akan berkembang pada masa mendatang.
Keberadaan minat merupakan faktor utama bagi perkembangan bakat karena tanpa
minat, bakat tidak akan berdayaguna. Minat dapat diciptakan, tetapi bakat
merupakan bawaan yang tidak bisa orang tersebut ciptakan dengan tiba-tiba. Untu
mengembangkan bakat dan minat, diperlukan beberapa faktor berikut. Pertama, Stimulasi.
Kedua, Kreativitas yang dapat menumbuhkan inspirasi dalam pengembangan
minat dan bakat. Ketiga, Intensitas dan komitmen dalam mengembangkan
bakat dan minat.
BAB VIII
MOTIVASI
BELAJAR
A. Pengertian dan Prinsip-prinsip Motivasi Belajar
Mc Doanald menyebutkan, motivasi adalah suatu perubahan energi di
dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya afektif dan reaksi untuk
mencapai tujuan.
Prinsip-prinsip motivasi adalah:
1.
Pujian
lebih efektif dari pada hukuman.
2.
Semua
siswa mempunyai kebutuhan psikologis (yang bersifat dasar) yang harus
mendapatkan pemuasan.
3.
Motivasi
berasal dari diri individun (internal) lebih baik dari pada yang berasal dari
luar individu (eksternal).
4.
Perbuatan
yang sesuai dengan keinginan memerlukan penguatan (reinforcement).
5.
Motivasi
mudah dialihkan kepada orang lain.
6.
Pemahaman
yang benar terhadap tujuan belajar akan merangsang motivasi.
7.
Tugas-tugas
dan keinginan yang bersumber dari diri sendiriakan lebih kuat untuk dikerjakan
dari pada yang berasal dari orang lain.
8.
Pujian
yang datangnya dari luar kadang kala diperlukan dan cukup efektif untuk
merangsang minat belajar.
9.
Teknik
dan metode mengajar guru yang bervariasi akan menumbuh kembangkan minat belajar
siswa.
10.
Minat
tertentu yang dimiliki siswa akan mendukung untuk mempelajari minat yang lain.
11.
Sesuatu
yang dapat merangsang anak yang kemampuannya kurang, tidak dapat secara
otomatis merangsang mereka yang kemampuannya tinggi.
B. Jenis dan Karakteristik Motivasi Belajar
Ditinjau dari intensitasnya, motivasi terdiri dari berbagai jenis,
yaitu motivasi primer dan motivasi sosial atau motivasi sekunder.
Berdasakan asalnya ada dua jenis motivasi yang dapat dikaitkan
dengan kegiatan belajar, yaitu motivasi ekstrinsik dan motivasi intrinsik.
Sementara karakteristik motivasi dalam belajar ialah, minat dalam
belajar, konsentrasi terhadap pelajaran, dan ketekunan dalam belajar.
C. Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar
Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar, yaitu faktor
keluarga, faktor lingkungan, dan faktor masyarakat.
Sedangkan dalam diri siswa, motivasi dipengaruhi oleh, cita-cita
atau aspirasi siswa, kemampuan siswa, kondisi siswa baik jasmani maupun rohani,
kondisi lingkungan siswa, dan unsur-unsur dinamis dalam belajar dan
pembelajaran.
BAB IX
EVALUASI DAN
PRESTASI BELAJAR
A.
Pengertian
Evaluasi Belajar
Evaluasi adalah penilaian terhadap tingkat keberhasilan siswa
mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam sebuah program.
B.
Alasan/Dasar
Evaluasi Belajar
Alasan / dasar akan pentingnya evaluasi adalah, alasan/dasar
psikologis, dasar didaktis, dan dasar administratif.
C.
Syarat
dan Jenis Evaluasi Belajar
Dalam melaksanakan evaluasi, harus menggunakan alat evaluasi yang
memiliki syarat, yaitu reabilitas, validitas, objektivitas, dan efisiensi.
Jenis-jenis alat evaluasi adalah, tes objektif dan tes subjektif.
D.
Prestasi Belajar
prestasi belajar merupakan indikator kualitas yang telah dikuasai
oleh anak didik, yang juga menggambarkan hasil suatu sistem pendidikan.
Prestasi belajar dipengaruhi oleh faktor intern dan faktor ekstern.
BAB
X
KESULITAN
BELAJAR
A.
Definisi
Kesulitan Belajar
Kesulitan belajar adalah suatu gangguan dalam satu atau lebih
proses psikologis yang mencakup pemahaman dan gangguan bahasa ujaran dan
tulisan. Gagguan tersebut dapat berupa kesulitan berpikir, berbicara, membaca,
menulis, mengeja, atau berhitung.
B.
Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Kesulitan Belajar
Faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya kesulitan belajar
adalah:
1.
Faktor
intern: sakit dan fisik yang kurang sehat, cacat fisik yang dapat berupa cacat
tubuh ringan, gangguan psikologis, bakat, minat, dan motivasi.
2.
Faktor
ekstern: faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor lingkungan.
C.
Deteksi
Dini Kesulitan Belajar
Tanda-tanda kesulitan belajar sangat bervariasi dan tergantung pada
usia anak.
Pada Usia Pra-Sekolah:
1.
Adanya
kesulitan dalam pengucapan kata.
2.
Kemampuan
penguasaan jumlah kata yang minim.
3.
Kesulitan
berinteraksi dengan anak seusianya, dsb.
Pada Usia Sekolah:
1.
Daya
ingatnya (relatif) kurang baik.
2.
Impulsif
(bertindak sebelum berpikir).
3.
Sulit
konsentrasi atau perhatiannya mudah teralih, dsb.
D.
Upaya
Mengatasi Kesulitan Belajar
Dalam diagnosis kesulitan belajar anak, dikenal dengan
langkah-langkah, yang diantaranya direkomendasikan sebagai berikut:
1.
Melakukan
observasi yang ditujukan kepada seluruh anak didik dikelas.
2.
Memeriksa
kesehatan dan kondisi fisik siswa yang menunjukkan adanya gangguan-gangguan
kesehatan.
3.
Memeriksa
penglihatan dan pendengaran siswa yang diyakini mengalami gangguan kedua indera
itu.
4.
Melakukan
tes intelegensi bagi anak yang diyakini memiliki IQ di bawah rata-rata.
5.
Melakukan
tes diagnostik bidang kecakapan tertentu.
E.
Bimibingan
Mengatasi Kesulitan Belajar
Secara umum, prosedur bimbingan belajar dapat ditempuh melalui
langkah-langkah sebagai berikut: 1. Identifikasi kasus, 2. Identifikasi
masalah, 3. Diagnosis, 4. Prognosis, 5. Remedial atau referal (alih tangan
kasus), 6. Evaluasi dan follow up.
BAB
XI
TRANSFER
BELAJAR
A.
Transfer
Belajar
Transfer belajar adalah pengalihan hasil belajar yang telah
dilakukan terhadap proses belajar yang sedang dilakukan. Jenis-jenis transfer
belajar, yaitu transfer positif, transfer negatif, transfer vertikal, dan
transfer lateral.
B.
Teori-teori
yang Berkaitan Dengan Transfer Belajar
Transfer belajar yang dijelaskan di atas dapat dikaitkan dengan
teori daya, teori elemen identik, dan teori generalisasi.
BAB
XII
LUPA
DAN JENUH BELAJAR
A.
Lupa
dalam Belajar dan Cara Mengatasinya
Lupa adalah ketidak adanya kemampuan seseorang untuk memproduksi /
memanggil kembali mata pelajaran yang telah ia pelajari.
Untuk mengurangi lupa, maka dapat dilakukan upaya-upaya sebagai
berikut: yaitu Overlearning, extra study time, menggunakan singkatan,
menggunakan sajak, dan mengelompokkan kata/istilah tertentu dalam suasana yang
logis.
B.
Jenuh
Belajar
Jenuh belajar adalah suatu kondisi dan situasi yang menunjukkan
tidak adanya hasil belajar yang berhasil guna, meskipun ia telah melaksanakan
proses belajar pada waktu tertentu.
Ada beberapa cara untuk menanggulangi jenuh belajar, yaitu:
1.
Istirahat
dan makan makanan bergizi.
2.
Menjadwal
dengan baik proses belajarnya.
3.
Menata
kembali lingkungan belajarnya.
4.
Memberikan
stimulasi dan motivasi.
5.
Membuat
kegiatan yang menimbulkan keaktifan siswa.
BAB
XIII
BELAJAR
MENURUT AL-ZARNUJI
A.
Biografi
Al-Zarnuji adalah Burhan al-Din Ibrahim al-Zarnuji al-Hanafi. Karya
monomentalnya ialah Ta’lim al-Muta’allim Thariqah al-Ta’allum. Az-Zarnuji
adalah seorang filosof Arab yang namanya disamarkan, yang tidak dikenal
identitas namanya secara pasti. Ada yang mengatakan beliau wafat pada tahun
591H/1195M.
B.
Konsep
Belajar
Az-Zarnuji sebagaimana membagi ilmu pengetahuan dalam empat
kategori, yaitu ilmu fardhu ‘ain, ilmu fardhu kifayah, ilmu haram, dan ilmu
jawaz.
Mengenai niat dan tujuan belajar, Az-Zarnuji mengatakan bahwa niat
yan benar dalam belajar adalah untuk mencari keridhaan Allah Swt., memperoleh
kebahagiaan dunia dan akhirat, berusaha memerangi kebodohan pada diri sendiri
dan orang lain, mengembangkan dan melestarikan ajaran islam, dan mensyukuri
nikmat Allah.
Dalam kitab Ta’lim Muta’allim al-Zarnuji menjelaskan sebagaimana
yang dikutip oleh Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni, metode pembelajaran meliputi
dua kategori. Pertama, metode yang bersifat etik mencakup niat dalam
belajar. Kedua, metode yang bersifat teknik strategis.
Az-Zarnuji menyarankan sedikitnya empat metode pembelajaran yang
sesuai dengan perkembangan anak didik, yaitu metode menghafal, metode
pemahaman, metode diskusi, dan metode merefleksikan dan memikirkan kembali
untuk menemukan esensi keilmuan.
BAB
XIV
BELAJAR
MENURUT AL-GHAZALI
A.
Latar
Belakang Kehidupan al-Ghazali
Nama lengkapnya adalah Muhammad ibn Muhammad al-Ghazali, lahir pada
tahun 450 H/ 1058 M, di Thus, Khurasan, Iran. Pada akhirnya, ia kembali ke
Thus, beribadah dan mengajar al-Qur’an dan al-Hadits hingga akhir hayatnya.
B.
Konsep
Belajar Menurut al-Ghazali
Al-Ghazali menyatakan bahwa wajib hukumnya belajar (menuntut ilmu).
Ada beberapa hal yang menjadi perhatian al-Ghazali, yaitu:
1.
Belajar
dan pembelajaran adalah proses memanusiakan manusia.
2.
Waktu
belajar adalah seumur hidup, dimulai sejak lahir hingga meninggal dunia.
3.
Belajar
adalah sebuah pengalihan ilmu pengetahuan.
Berkaitan dengan belajar seorang harus memperhatikan proses
perkembangan psikologi anak, yang menurut al-Ghazali terdiri dari
tahapan-tahapan, yaitu Al-Janin, Al-Thifl, Al-Tamyis, Al-Aqil, Al-Awliya’, dan
Al-Anbiya’.
C.
Konsep
Mengajar: Perspektif al-Ghazali
Dalam hal mengajar, al-Ghazali mempunyai pandangan sebagai berikut:
1.
Memelihara
anak dari perbuatan tercela.
2.
Membimbingnya
agar menjadi anak yang sholeh.
3.
Menjauhkan
anak dari pergaulan yang jelek.
4.
Mengajarkan
cara yang benar dalam mencari rizki.
5.
Mengajar
anak agar tidak sombong.
6.
Mengajarkan
al-Qur’an.
7.
Memberikan
kesempatan untuk bermain dan berolah raga untuk mengembangkan penalaran.
BAB
XV
BELAJAR
MENURUT KH. HASYIM ASY’ARI
(Telaah Kitab
Adab al-‘Alim wa al-Muta’allim)
A.
Pendahuluan
KH. Muhammad Hasyim Asy’ari merupakan seorang ulama’ yang
memberikan sumbangan pemikiran yang mengarahkan peserta didik dalam
melaksanakan aktivitas belajarnya agar dapat mencapai tujuan pendidikan islam,
yang mencetak generasi muslim yang memiliki pengetahuan dan keahlian yang
dilandasi oleh nilai-nilai etika Islam.
B.
Biografi
KH. Muhammad Hasyim Asy’ari
Nama lengkap KH. Muhammad Hasyim Asy’ari adalah Muhammad Hasyim
Asy’ari bin Abdul Wahab bin Abdurrahman yang dijuluki Jaka Tingkir yaitu Sultan
Hadiwijaya bin Abdullah bin Abdul Aziz bin Abdul Fatah bin Maulana Ishaq yaitu
orang tuanya Raden Ainul Yaqin yang terkenal dengan sebutan Sunan Giri. Ia
lahir di Gedang yaitu suatu desa disebelah utara kota Jombang, Jawa Timur, pada
hari Selasa, tanggal 23 Dzulqo’dah, 1287 H, bertepatan dengan 14 Februari 1871.
Ia pertama kali menimba ilmu al-Qur’an dan sejumlah ilmu-ilmu agama dari orang
tuanya sendiri sampai menginjak usia remaja.
Ia mendirikan pondok pesantren Darul Ulum di Tebuireng Jombang
tanggal 26 Rabi’ul Awwal 1318 H yang bercorak salafiyah. Kemudian KH. Muhammad
Hasyim Asy’ari melakukan pengembangan lembaga pesantrennya, termasuk mengadakan
pembaharuan sistem dan kurikulum pesantren.
C.
Karya
KH. Muhammad Hasyim Asy’ari
1.
Adab
al-‘Alim wa al-Muta’allim Fima Yahtaj Ilaih al-Muta’allim Fi Ahwal Ta’allum wa
ma Yataqqaff al-Mu’allim fi Maqamat Ta’limih.
2.
Ziyadat
Ta’liqat, Radda Fiha Mandhumat al-Syaikh “Abd Ahma bai Yasin al-Fasurani allati
Bihujubiha ala Ahli Jam’iyyah Nahdhahal-Ulama.
3.
Al-Tanbihat
al-Wajibat li Man Yashna al-Maulid al-Munkarat.
4.
Al-Risalat
al-Jami’at, Syarh Fiha Ahwal al-Mauta wa Asyirat al-Sa’at Ma’a Bayan Mafhum
al-Sunnah wa al-Bid’ah.
5.
An-Nur
al-Mubin Fi Mahabbah Sayyid al-Mursalin, baina Fihi Ma’na al-Mahabbah li Rasul
Allah wa ma Yata’allaq biha Man Ittabaiha wa Ihya’ al-Sunnatih.
6.
Al-Dur
al-Muntashirah Fi Masail al-Tis’i Asyrat, Syarh Fiha Masalat al-Thariqah wa
al-Wilayah wa ma Yata’allaq bihima min al-Umur al-Muhimmah li Ahl al-Thariqah.
7.
Al-Tibyan
Fi an-Nahy ‘an Muqathi’ah al-Ikhwan, bain Fi Ahammiyat Shilat al-Rahm wa Dhurar
Qath’uha.
8.
Al-Risalat
al-Tauhidiyah, Wahiyah Risalah Shaghirah Fi Bayan ‘Aqidah Ahl Sunnah wa
al-Jama’ah.
9.
Al-Qalaid
Fi Bayan ma Yajib min al-Aqaid.
D.
Etika
Peserta Didik
Etika peserta didik terhadap dirinya sendiri
1.
Peserta
didik agar membersihkan hati dari setiap bujukan-bujukan, kotoran hati, iri,
dengki, keyakinan, dan pendangan yang buruk dan akhlak tercela.
2.
Peserta
didikharus memperbaiki niat dalam menuntut ilmu, yakni bertujuan kepada dzat
Allah Swt., mengamalkannya, menghidupkan syari’at, menerangi hati, menghias
jiwa, dan mendekatkan diri kepada Allah Swt.
3.
Peserta
didik harus semangat, antusias dan sungguh-sungguh dalam mencari ilmu ketika
masih muda dan dalam waktu-waktu selama masih hidup.
4.
Peserta
didik agar mempunyai sifat Qana’ah (menerima) dalam hal makanan dan pakain
sesuai kemampuan.
5.
Peserta
didik agar bisa membagi waktu siang maupun malam serta memanfaatkan waktu
luang.
6.
Peserta
didik agar mengurangi makan dan minum.
7.
Peserta
didik harus berusaha menjaga diri dengan sifat wara’ dan hati-hati dalam segala
sikap dan perbuatan.
8.
Peserta
didik harus mengurangi makan-makanan yangmenyebabkan lemah pikiran dan lemah
panca indra.
9.
Peserta
didik dianjurkan agar mengurangi tidur selama tidak ada darurat.
10.
Peserta
didik agar mengurangi pergaulan.
E.
Etika
Peserta Didik Terhadap Pendidik
1.
Peserta
didik agar bersungguh-sungguh dalam mencari seorang pendidik yang betul-betul
menguasai ilmu syari’at dengan sempurna dan sering membahas dan bergaul dengan
ulama’ pada zamannya.
2.
Peserta
didik untuk melihat pendidiknya sebagai orang yang mampu dan profesional,
menghormati dan mengangungkannya, karena hal ini akan membawa kemanfaatan ilmu.
3.
Peserta
didik bisa memahami dan mengartikan perilaku-perilaku seorang pendidik yang
kelihatannya salah dengan sudut pandang yang baik (husn al-zhan).
4.
Peserta
didik agar tidak mengikuti atau memasuki majlis pengajian (selain pengajian
umum) sebelum minta izin pada pendidik atau kiai baik ia sedang sendiri atau
dengan lainnya.
5.
Peserta
didik agar beretika dengan bahasa dan kata-kata.
6.
Peserta
didik agar memperhatikan dengan serius apa yang sedang disampaikan pendidik,
baik berupa ilmu atau dalil atau syair sekalipun sudah hafal seakan-akan belum
pernah mendengar sama sekali.
7.
Peserta
didik agar tidak mendahului pendidik (sebelum di perintah) dalam menjelaskan
suatu masalah atau menjawan pertanyaan sekalipun dia mampu.
8.
Peserta
didik agar menerima dengan tangan kanan ketika guru memberikan sesuatu.
BAB
XVI
PENDIDIKAN
AKHLAK PERSPEKTIF
SYEIKH
MUSTHAFA AL-GHALAYAINI
DALAM
KITAB ‘IZHAH AL-NASYI’IN
A.
Pendahuluan
Dalam konteks penanaman dan pembinaan akhlak, Syeikh Mustafa
al-Ghalayaini, menekankan bahwa pendidikan adalah menanamkan akhlak yang utama,
budi pekerti yang luhur serta didikan yang mulia dalam jiwa remaja dan
menyiraminya dengan petunjuk dan nasehat yang berguna, sehingga menjadi sifat
yang tertanam dalam jiwa. Sehingga tampaklah buahnya yaitu berupa amal
perbuatan yang utama, kebaikan, kesenangan bekerja untuk kepentingan tanah air
dan bangsa.
B.
Mengenal
Lebih Dekat Syeikh Musthafa al-Ghalayaini
Nama lengkapnya adalah Musthafa bin Muhammad Salim al-Ghalayaini.
Dia adalah seorang satrawan arab, penyair, orator, grammer (ahli bahasa),
politikus dan jurnalis. Dilahirkan di Bairut, Libanon pada tahun 1303 H/1886 M
dan wafat pada tahun 1364 H/1944 M. Semasa hidupnya, Syeikh Musthafa
al-Ghalayaini menulis beberapa karya ilmiah dalam berbagai kajian keilmuan,
diantaranya yaitu Izhah al-Nasyi’in, Lubab al-Khiyar Fi Sirah al-Nabi
al-Mukhtar, Jami’ al-Durus al-‘Arabiyah, Al-Tsuruyyah al-Madhiyah Fi al-Durus
al-Arudhiyah, dan Uraij al-Zahr.
C.
Karakteristik
Pemikiran Syeikh Musthafa al-Ghalayaini
Ciri khas yang paling menonjol dalam kitab ‘Izhah al-Nasyi’in karya
Syekh Musthafa al-Ghalayaini ini yang disusun dengan gaya orasi dengan berbagai
poin yang menjadi tema pokoknya sekaligus dilengkapi dengan solusi-solusi dan
langkah-langkah kedepan yang lebih baik.
D.
Pendidikan
Akhlak dalam Pandangan al-Ghalayaini
Adapun materi pendidikan akhlak bagi remaja menurut Syekh Musthafa
al-Ghalayaini (1986-1945). Dalam kitab ‘Izhah al-Nasyi’in adalah sebagai
berikut:
1.
Pendidikan
Pendidikan adalah persoalan yang sangat penting dan sangat agung
nilainya. pendidikan menurutnya adalah menanamkan akhlak. Dalam pandangan
al-Ghalayaini, pendidikan akhlak merupakan hal yang sangat penting dan berharga.
2.
Akhlak
Berkenaan dengan akhlak, al-Ghalayaini membagi akhlak pada dua
varian, yaitu akhlak terpuji dan akhlak tercela.
3.
Kehidupan
beragama, berbangsa dan bernegara.
Kerusakan agama itu disebabkan oleh dua golongan. Golongan pertama
adalah orang-orang yang menduga bahwa agama itu mengharuskan pemeluknya untuk
meninggalakan urusan duniawi. Golongan kedua adalah orang yang menganjurkan
kebatilan dengan kedok agama, mengkafirkan orang lain yang tidak sejalan dengan
mereka dan menganggap bid’ah orang lain agara mereka dinilai sebagai orang
agamis, padahal sebenarnya mereka adalah orang yang sangat jauh dari ajaran
agama.
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, al-Ghalayaini berpendapat
bahwa dalam setiap kelompok pasti ada satu yang bertindak sebagai pemimpin.
Demikian ini untuk menghindari pemikiran yang tumpang tindih yang mengakibatkan
retaknya kerukunan dan pupusnya tali kasih antar sesama.
E.
Analisis
Terhadap Pemikiran al-Ghalayaini
Syekh Musthafa al-Ghalayaini memakai istilah tarbiyah dalam pendidikan.
Menurutnya, pendidikan sejatinya menanamkan akhlak yang utama, budi pekerti
yang luhur serta didikan yang mulia dalam jiwa anak sejak dini.
Sementara itu, pendidikan akhlak yang di gagas oleh al-Ghalayaini
diperuntukkan untuk remaja, karena dalam pandangannya, sebuah bangsa tidak akan
pernah maju kecuali dengan keberanian dan pengorbanan. Ia menyatakan bahwa
remaja adalah generasi penerus yang menentukan kemajuan bangsa.