Friday, 8 December 2017

Definisi dan Cakupan Psikologi Belajar


BAB II
PSIKOLOGI BELAJAR
A.  Definisi dan Cakupan Psikologi Belajar
Arthur S. Reber adalah salah satu ahli yang berpandangan bahwa Psikologi Belajar merupakan subdisiplin ilmu Psikologi yang berkaitan dengan teori dalam masalah kependidikan.
Sementara Wasty Sumanto mengatakan bahwa pengertian tentang Psikologi Belajar akan lebih jelas dengan memberikan gambaran tentang apa saja yang dipelajari dalam Psikologi Belajar, yaitu:
1.      Pengetahuan tentang Psikologi Belajar
2.      Pentingnya Psikologi Belajar
3.      Heriditas
4.      Lingkungan fisiologis
5.      Pertumbuhan dan perkembangan
6.      Sifat dan hakikat kejiwaan manusia
7.      Proses-proses tingkah laku
8.      Hakikat dan ruang lingkup belajar
9.      Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar
10.  Prinsip-prinsip dan teori belajar
11.  Pengukuran dan evaluasi hasil belajar
12.  Transfer belajar / latihan
13.  Teknik-teknik pengukuran dan evaluasi
14.  Statistik dasar
15.  Kesehatan mental
16.  Pendidikan watak.
Pada sisi lain Whiterington menjelaskan bahwa sebagai sebuah ilmu, Psikologi Belajar memiliki:
1.    Susunan prinsip-prinsip dan dasar-dasar kebenaran sendiri.
2.    Fakta-fakta yang bersifat obyektif.
3.    Teknik-teknik yang berguna untuk melakukan penelitian.
Muhibbin Syah menyatakan bahwa ruang lingkup psikologi belajar adalah terdiri dari:
1.    Process of teaching learning (proses atau tahapan-tahapan dalam belajar mengajar)
2.    Context of teaching learning (situasi dan tempat yang berkaitan dengan belajar mengajar)
3.    Outcomes of teaching learning (hasil-hasil yang dicapai dalam proses belajar mengajar)
B.  Urgensi psikologi belajar
Psikologi Belajar bermanfaat untuk memberikan bekal kepada guru dan calon guru bahwa anak berbeda dalam hal pembawaan, kematangan jasmani, intelegensi dan keterampilan motor/jasmaniyah.
Dalam konteks ini, paling tidak, terdapat sepuluh macam kegiatan dalam pendidikan yang membutuhkan Psikologi Belajar, yaitu:
1.         Seleksi penerimaan siswa baru
2.         Dalam perencanaan pendidikan
3.         Penyusunan kurikulum
4.         Penelitian kependidikan
5.         Administrasi kependidikan
6.         Pemilihan materi pembelajaran
7.         Interaksi belajar mengajar
8.         Pelayanan bimbingan dan penyuluhan
9.         Metodologi mengajar
10.     Pengukuran dan evaluasi
Sedangkan manfaat mempelajari Psikologi Belajar adalah:
1.    Dapat mengetahui proses perkembangan siswa
2.    Dapat mengetahui cara belajar siswa
3.    Dapat menghubungkan mengajar dengan belajar
4.    Pengambilan keputusan untuk pengelolaan proses belajar mengajar
C.  Psikologi belajar dalam litasan sejarah
Sejarah Psikologi Belajar didahului oleh seorang tokoh yang bernama Johan Frederich Herbart, seorang filosof yang dilahirkan di Olderburg Jerman, pada tahun 4 Mei 1776. Nama Herbart diabadikan menjadi sebuah aliran dalam Psikologi Belajar yang disebut dengan Herbatianisme pada tahun 1820. Dalam perkembangan berikutnya, Psikologi Belajar terbagi dalam tiga aliran sebagai berikut:
1.    Aliran Humanisme, dengan tokohnya JJ Rousseaeu, Abraham Maslow, dan Carl Rogers.
2.    Aliran Behaviorisme, dengan tokoh utama John B. Watson, Edward Lee Thorndike, B.F. Skinner.
3.    Aliran Kognitivisme dengan tokoh-tokoh utama Jean Piaget, Jerome S. Bruner, David P. Ausubel.

BAB III
PERKEMBANGAN DAN BELAJAR
A.  Definisi Perkembangan
Sumadi Subyabrata mendefinisikan perkembangan sebagai suatu perubahan kearah yang lebih maju dan lebih dewasa, yang secara teknis perubahan itu biasanya disebut proses. Proses itu pada pokoknya mengikuti konsepsi yang didasarkan pada:
1.      Aliran Asosiasi
2.      Aliran Gestalt
3.      Aliran Sosiologis
James Mark Baldwin mengatakan bahwa perkembangan sebagai proses sosialisasi terwujud dalam bentuk imitasi yang berlangsung dengan adaptasi dan seleksi. Adaptasi dan seleksi ini berlangsung atas dasar hukum efek (law of effect). Jenis imitasi atau peniruan, setidaknya ada dua, yaitu: Non deliberate imitation dan Deliberat imitation. Proses peniruan ini terjadi atas tiga tahap, yaitu: Tahap proyektif (proyektive stage), Tahap subyektif (subjektive stage), dan Tahap eyektif (ejective stage).
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa, perkembangan adalah perubahan jasmani dan rohani menuju kesempurnaan. Dalam pandangan sebagian ahli terdapat perbedaan antara pertumbuhan dan perkembangan.
B.  Prinsip Perkembangan Individu
Prinsip-prinsip pertumbuhan yang terjadi pada individu adalah:
1.      Pertumbuhan adalah kuantitatif dan sekaligus kualitatif.
2.      Pertumbuhan merupakan suatu proses yang berkesinambungan mulai dari keadaan yang sederhana sampai kepada keadaan yang kompleks.
3.      Tempo pertumbuhan adalah tidak sama.
4.      Tahap perkembangan berbagai aspek pertumbuhan adalah berbeda.
5.      Kecepatan serta pertumbuhan dapat dimodifikasi oleh kondisi-kondisi di dalam dan di luar badan, tergantung pada lingkungan yang menunjang kebutuhan-kebutuhan dasar individu.
6.      Masing-masing individu tumbuh menurut caranya sendiri yang unik.
C.  Hukum Perkembangan Individu
Hukum perkembangan adalah:
1.    Hukum konvergensi
2.    Hukum perkembangan dan pengembangan diri
3.    Hukum masa peka
4.    Hukum keperluan belajar
5.    Hukum kesatuan anggota badan
6.    Hukum tempo perkembangan
7.    Hukum irama perkembangan
8.    Hukum rekapitulasi
Pertumbuhan dan perkembangan dapat dibagi menjadi beberapa periode, yaitu:
1.    Periode dari lahir sampai umur tiga tahun.
2.    Periode umur tiga tahun sampai umur enam tahun.
3.    Umur enam sampai dengan sembilan tahun.
4.    Umur sembilan sampai dua belas tahun.
5.    Umur dua belas tahun anak melakukan penyesuaian sosial dan pada usia delapan belas tahun anak memasuki akhir masa adolesensi.
D.  Aliran dalam Perkembangan Individu
Ada beberapa aliran dalam perkembangan individu, yaitu:
1.    Aliran Nativisme
2.    Aliran Empirisme
3.    Aliran Konvergensi
E.  Perkembangan Individu dan Kaitannya Dengan Belajar
Perkembangan memiliki hubungan yang sangat erat dengan belajar. Dalam proses belajar, perkembangan ranah kognitif memberikan arti dan manfaat yang besar, yaitu:
1.      Mengembangkan kecakapan kognitif.
2.      Mengembangkan kecakapan afektif.
3.      Mengembangkan kecakapan psikomotorik.
F.   Implikasi Perkembangan Individu dalam Pembelajaran
Peserta didik dalam masa mencari dan ingin menentukan jati dirinya memiliki sikap yang terlalu tinggi menilai dirinya atau sebaliknya. Oleh karena itu, diperlukan adanya upaya pengembangan hubungan sosial peserta didik yang diawali dari lingkungan keluarga, sekolah serta lingkungan masyarakat.
1.      Lingkkungan keluarga
Orang tua hendaknya mengakui kedewasaan peserta didik dengan jalan memberikan kebebasan terbimbing untuk mengambil keputusan dan tanggung jawab sendiri.
2.      Lingkungan sekolah
Di dalam mengembangkan hubungan sosial peserta didik, guru tidak hanya memberi pelajaran akan tetapi juga harus mampu mengembangkan proses pendidikan yang bersifat demokratis, guru harus berupaya agar pelajaran yang diberikan selalu cukup menarik minat anak, sebab tidak jarang anak menganggap pelajaran yang diberikan oleh guru kepadanya tidak bermanfaat
3.      Lingkungan masyarakat
a.       Mengarahkan perilaku peserta didik kepada yang lebih bermanfaat dengan memberi rangsangan melalui pengembangan penciptaan kelompok sosial peserta didik.
b.      Perlu sering mengadakan kegiatan kerja bakti.
BAB IV
PARADIGMA BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
A.  Paradigma Belajar dan Pembelajaran Kognitivisme
Kognitif adalah salah satu ranah dalam perkembangan jiwa seseorang. Secara umum kognitif diartikan potensi intelektual yang terdiri dari tahapan: pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehention), penerapan (aplication), analisa (analysis), sintesa (sinthesis) evaluasi (evaluation). Teori kognitif lebih menekankan bagaimana proses atau upaya untuk mengoptimalkan kemampuan aspek rasional yang dimiliki oleh orang lain. Jean Piaget mengatakan bahwa anak dapat membangun secara aktif dunia kognitif mereka sendiri dengan dua proses yang mendasari perkembangan dunia individu, yaitu pengorganisasian dan penyesuaian (adaptasi). Piaget juga yakin bahwa kita menyesuaikan diri dalam dua cara yaitu asimilasi dan akomodasi. Teori kognitif juga berpendapat bahwa pembelajaran adalah suatu proses pendalaman yang berlaku dalam akal pikiran, dan tidak dapat diperhatikan secara langsung dengan tingkah laku.
Teori-teori belajar kognitif antara lain, yaitu:
1.    Teori belajar Cognitive Field dari Lewin. Lewin menyatakan bahwa tingkah laku merupakan hasil dari interaksi antar kekuatan.
2.    Teori belajar Cognitive Developmental oleh Jean Peaget. Menurut Peaget, pertumbuhan/perkembangan kapasitas mental baru yang belum ada sebelumnya, yang bersifat kulitatif. Piaget memakai istilah skema secara interchangeable dengan istilah struktur.
Implikasi teori perkembangan kognitif Jean Piaget dalam pembelajaran adalah:
a.    Bahasa dan cara berpikir anak berbeda dengan orang dewasa.
b.    Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik.
c.    Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
d.   Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
e.    Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan berdiskusi dengan teman-temannya.
3.    Teori belajar Discovery Learning oleh Jerome S. Bruner, yaitu murid mengorganisasikan bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir.
4.    Teori belajar Condition of Learning oleh Robert M. Gagne. Teori ini menjelaskan tentang taksonomi hasil belajar, kondisi belajar khusus, dan peristiwa pembelajaran.
B.  Paradigma Belajar dan Pembelajaran Behaviorisme
Behaviorisme merupakan salah satu pendekatan untuk memahami perilaku individu, yang memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmani, dan mengabaikan aspek-aspek mental. Memandang individu sebagai makhluk reaktif yang memberikan respon terhadap lingkungan. Ciri dari teori ini adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat mekanistik, menekankan peranan lingkungan, mementingkan mekanisme hasil belajar, mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang diinginkan. Teori belajar adalah prinsip umum atau kumpulan prinsip yang saling berhubungan dan merupakan penjelasan atas sejumlah fakta dan penemuan yang berkaitan dengan aktivitas belajar. Teori-teori belajar berdasarkan pendapat para ahli, yaitu:
1.    Teori belajar koneksionisme, dicetuskan oleh Edward L Thorndike, yang dihasilkan dari eksperimennya pada tahun 1890 pada seekor kucing untuk mengetahui fenomena belajar. Teori ini menghasilkan tiga hukum, yaitu: law of effect, law of readiness, dan law of exercise.
2.    Clasical Conditioning, dicetuskan oleh Ivan Pavlov, yang dihasilkan dari percobaan yang dilakukan atas seekor anjing yang dioperasi kelenjar ludahnya sehingga memungkinkan si peneliti mengukur air liur yang keluar sebagai respon dan reaksi apabila ada makanan yang disodorkan dekat mulutnya. Teori Pavlov merupakan salah satu bentuk belajar responden. Dari percobaan yang dilakukan Pavlov ini memunculakan dua hukum, yaitu law of respondent conditioning dan law of respondent extinction.
3.    Operant Conditioning, dicetuskan oleh B.F. Skinner, yang menganggap reward atau reinforcement sebagai faktor terpenting dalam belajar. Skinner membagi dua jenis respon dalam proses belajar mengajar, yaitu respondents dan operant.
Perbedaan antara teori Classical Conditioning dari Pavlov dengan Operant Conditioning Skinner adalah terletak pada reinforcement, yang dalam Classical Conditioning tidak diperlukan karena dengan stimuli telah dapat menimbulkan respons yang diharapkan. Dalam proses belajar berdasarkan teori Operant Conditioning tersebut menjamin adanya tanggapan terhadap rangsangan.
Berdasarkan teori ini dapat ditentukan prosedur pembentukan tingkah laku, yaitu:
a.    Dilakukan identifikasi mengenai hal apa yang merupakan reinforcement (hadiah) bagi tingkah laku yang ditentukan itu.
b.    Dilakukan analisis untuk mengidentifikasi komponen-komponen kecil yang membentuk tingkah laku yang dituju.
c.    Dengan menggunakan komponen-komponen itu sebagai tujuan sementara, dapat mengidentifikasikan hadiah untuk setiap komponen.
d.   Melakukan pembentukan tingkah laku dengan menggunakan urutan yang telah dilakukan reinforcement (hadiah) sehingga anak dapat melaksanakan setiap komponen dengan baik.
4.    Teori belajar yang muncul belakangan ini yaitu teori  belajar yang dipopulerkan oleh Albert Bandura, yang berpandangan bahwa tidak hanya merupakan refleks otomatis atas stimulus, melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Ada dua prinsip teori pembelajaran ini, yaitu peniruan (imitation) dan penyajian contoh prilaku (modeling).
C.  Paradigma Belajar dan Pembelajaran Humanisme
Pembelajaran dengan menggunakan pandangan dan prinsip aliran belajar humanistik, juga mengupayakan pembelajaran yang dapat menumbuh kembangkan kemampuan peserta didik, membantu anak didik untuk meningkatkan kemampuan berkreasi, berimajinasi, mempunyai pengalaman, berintuisi, merasakan, dan berfantasi.
Menurut teori belajar humanistik, pendidik diharapkan dapat membantu dalam mengembangan diri siswa untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik, sekaligus membantu siswa dalam mewujudkan potensi-potensi dalam diri mereka.
Prinsip-prinsip belajar humanistik:
1.        Manusia mempunyai belajar alami.
2.        Belajar signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid mempunyai relevansi dengan maksud tertentu.
3.        Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya.
4.        Tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasakan bila ancaman itu kecil.
5.        Bila ancaman itu rendah terdapat pengalaman siswa dalam memperoleh.
6.        Belajar yang bermakna diperoleh jika siswa melakukannya.
7.        Belajar lancar jika siswa dilibatkan dalam proses belajar.
8.        Belajar yang melibatkan siswa seutuhnya dapat memberi hasil yang mmendalam.
9.        Kepercayaan pada diri siswa ditumbuhkan dengan membiasakan untuk mawas diri.
Aliran belajar humanistik memberi penekanan terhadap penyusunan dan penyajian materi pelajaran yang harus sesuai dengan perasaan dan perhatian siswa. Tujuan utama pendidik adalah membantu siswa mengembangkan dirinya yaitu membantu individu untuk mengenal dirinya sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu mewujudkan potensi mereka.
Tujuan pembelajaran lebih diutamakan pada prosesnya bukan pada hasilnya. Guru yang baik menurut teori ini adalah guru yang memiliki rasa humor, adil, menarik, lebih demokratis, mampu berhubungan dengan siswa dengan mudah dan wajar.
Tokoh yang terkenal dalam teori ini adalah: Combs, Maslow, dan Rogers.
D.  Paradigma Belajar dan Pembelajaran Konstruktivisme
Pembelajaran yang mengacu kepada teori belajar konstruktivisme lebih memfokuskan pada kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan pengalaman mereka. Siswa lebih diutamakan untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka melalui asimilasi dan akomodasi.
Pandangan piaget disini menjelaskan bahwa apabila suatu informasi (pengetahuan) baru dikenalkan kepada seseorang dan pengetahuan itu cocok dengan skema/skemata (struktur kognitif) yang telah dimilikinya maka pengetahuan itu akan diadaptasi melalui proses asimilasi dan terbentuklah pengetahuan baru. Adanya informasi dan pengalaman baru sebagai realita mengakibatkan terjadinya rekonstruksi pengetahuan yang lama, yang disebut proses asimilasi-akomodasi, sehingga terbentuk pengetahuan baru sebagai skemata dalam pikiran seseorang.
Konstruktivisme adalah menghasilkan individu atau anak yang memiliki kemampuan berfikir untuk menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi. Teori belajar konstruktivistik menekankan bagaimana pentingnya keterlibatan anak secara aktif dalam proses pengaitan sejumlah gagasan dan pengkonstruksian ilmu pengetahuan melalui lingkungan.
Dalam upaya mengimplementasikan teori belajar konstruktivisme, mengajukan beberapa saran yang berkaitan dengan rancangan pembelajaran, sebagai berikut:
1.      Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri.
2.      Memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa.
3.      Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.
E.  Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Sebagai sebuah aktivitas atau sebuah proses, belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
1.      Faktor eksternal
a.       Faktor sosial, dapat berupa hubungan sesama manusia, baik itu teman, orang tua, guru, dan lain-lain.
b.      Faktor non sosial, yaitu berupa gedung sekolah, perpustakaan, laboratorium, iklim, musim hujan/kemarau, dan lain-lain.
2.      Faktor internal
a.       Faktor fisiologis, yaitu penglihatan, pendengaran, pembicaraan, penciuman dan peraba.
b.      Faktor psikologis, misalnya: rasa ingin tahu, sifat kreatif dan ingin maju, ingin mendapatkan simpati, dan lain-lain.

BAB V
MODEL-MODEL PEMBELAJARAN
A.  Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Secara operasional dapat ditegaskan bahwa pembelajaran adalah usaha sadar dari guru untuk membuat siswa belajar, yaitu terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa yang belajar, dimana perubahan itu dengan didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relative lama dan karena adanya usaha.
B.  Aspek-aspek Pembelajaran
Komponen-komponen yang terlibat dalam pembelajaran adalah: 1. Siswa (pembelajar) 2. Guru (pembelajar) 3. Tujuan 4. Materi pembelajaran 5. Pendekatan 6. Media pembelajaran 7. Evaluasi pembelajaran.
Terdapat berbagai definisi yang dikemukakan para akhli terhadap istilah tujuan pembelajaran. akan tetapi semuanya menunjuk pada esensi yang sama, bahwa:
1.    Tujuan pembelajaran adalah tercapainya perubahan perilaku atau kompetensi pada siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran.
2.    Tujuan dirumuskan dalam bentuk pernyataan atau deskripsi yang spesifik.
Perumusan tujuan pembelajaran, secara umum menggunakan perubahan prilaku siswa menggunakan pemikiran dari Bloom yang mengklasifikasikan perilaku individu kedalam tiga ranah atau kawasan, yaitu kawasan kognitif, kawasan afektif, dan kawasan psikomotorik.
Dalam sebuah perencanaan pembelajaran tertulis (written plan/RPP), terdapat kaedah-kaedah untuk merumuskan tujuan pembelajaran, yaitu preferensi nilai guru dan analisis taksonomi perilaku
Tujuan pembelajaran sebaiknya mencakup tiga komponen utama, yaitu:
1.    Menyatakan apa yang seharusnya dapat dikerjakan siswa selama belajar dan kemampuan apa yang harus dikuasainya pada akhir pelajaran.
2.    Perlu dinyatakan kondisi dan hambatan yang ada pada saat mendemonstrasikan perilaku tersebut.
3.    Perlu ada petunjuk yang jelas tentang standar penampilan minimum yang dapat diterima
Sementara itu, teknis penyusunan tujuan pembelajaran dalam format ABCD, yaitu: A (Audience), B (Behavior), C (Condition),  dan D (Degree).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun rencana pembelajaran, di antaranya yaitu:
1.      Apa yang akan diajarkan (topik, isi)?
2.      Mengapa hal itu harus diajarkan (tujuan)?
3.      Bagaimana cara mengajarkannya (metode/proses)?
4.      Sumber belajar apa yang digunakan (media)?
5.      Bagaimana bentuk kegiatannya (kegiatan)?
C.  Strategi Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan
Strategi pembelajaran dikembangkan untuk membuat siswa dapat merespons dan menerima pelajaran dengan mudah, cepat dan menyenangkan. Sementara itu metode pembelajaran meliputi cara pemprosesan subyek pembelajaran (siswa) sesuai dengan strategi yang digunakan, untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Suasana belajar yang dapat menimbulkan aktivitas atau gairah pada siswa, sehingga tercipta pembelajaran aktif adalah apabila terjadi:
1.      Komunikasi dua arah (antara guru-siswa maupun sebaliknya) yang intim dan hangat.
2.      Kegairahan dan kegembiraan belajar juga dapat ditimbulkan dari media.
3.      Motivasi guru terhadap siswa
4.      Informasi yang berupa fakta, prinsip dan konsep yang diperlukan untuk mencapai tujuan pembelajaran.
5.      Informasi yang disampaikan melalui media harus dapat diterima siswa, yang dengannya pembelajaran dilaksanakan dengan bantuan media tersebut.
Dengan mengutip pemikiran Gibbs, E Mulyasa (2003) mengemukakan hal-hal yang perlu dilakukan agar tercipta pembelajaran kreatif, yaitu diantaranya:
1.      Dikembangkannya rasa percaya diri para siswa dan mengurangi rasa takut.
2.      Memberikan kesempatan kepada seluruh siswa untuk berkomunikasi ilmiah secara bebas terarah.
3.      Melibatkan siswa dalam menentukan tujuan belajar atau evaluasinya.
Sementara itu, pembelajaran yang efektif setidaknya memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1.      Siswa dapat menelaah secara aktif terhadap lingkungannya melalui observasi, membandingkan, menemukan kesamaan-kesamaan dan lain-lain.
2.      Guru menyediakan materi sebagai fokus berpikir dan berinteraksi dalam pelajaran.
3.      Aktivitas-aktivitas siswa sepenuhnya didasarkan pada pengkajian.
Berikut ini model alternatif yang dapat digunakan untuk pembelajaran yang menarik dan menantang bagi siswa:
1.      Menggubah syair lagu dan bernyanyi
2.      Melakukan permainan
3.      Mengomentari, bercerita, dan mendengarkan cerita
4.      Teka teki
5.      Merencanakan dan melakukan percobaan

D.  Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Komponen pembelajaran kontekstual tersebut adalah:
1.      Membuat keterkaitan-keterkaitan yang bermakna,
2.      Melakukan pekerjaan yang berarti,
3.      Melakukan pembelajaran yang diatur sendiri,
4.      Melakukan kerja sama,
5.      Berpikir kreatif dan kritis,
6.      Membantu individu untuk tumbuh dan berkembang (konstruktivisme),
7.      Mencapai standart yang tinggi,
8.      Menggunakan penilaian autentik.
Beberapa ciri pembelajaran kontekstual antara lain:
1.      Siswa secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran.
2.      Siswa belajar dari teman melalui kerja kelompok, diskusi, dan saling mengoreksi.
3.      Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata dan atau masalah yang disimulasikan.
4.      Perilaku dibangun atas kesadaran diri.
5.      Keterampilan dikembangkan atas dasar pemahaman.
6.      Hadiah untuk prilaku baik adalah kepuasan diri.
7.      Siswa menggunakan berikir kritis.
Kelebihan dan kekurangan pembelajaran kontekstual.
1.      Kelebihan pembelajaran kontekstual
a.       Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil.
b.      Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsepkepada siswa karena metode pembalajaran CTL menganut aliran konstruktivisme.
2.      Kekurangan pembelajaran kontekstual
a.       Guru lebih intensif dalam membimbing. Guru tidak lagi berperan sebagai pusat informasi.
b.      Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan mengajak siswa agar dengan menyadari dan dengan sadar menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar.
E.  Pembelajaran Koperatif
pembelajaran koperatif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan system pengelompokan/tim kecil, yaitu antara empat atau enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras atau suku yang berbeda.
Prosedur pembelajaran kooperatif pada dasarnya terdiri atas empat tahap yaitu, penjelasan materi, belajar dalam kelompok, penilaian dapat dilakukan dengan tes atau kuis, dan pengakuan tim.
Keunggulan pembelajaran kooperatif diantaranya:
1.      Pembelajaran kooperatif dapat membantu anak untuk respek pada orang lain dan meyadari akan segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan.
2.      Pembelajaran kooperatif dapat membantu memberdayakan setiap siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar.
3.      Interaksi selama kooperatif berlangsung dapat meningkatkan motivasi dan memberikan rangsangan untuk berpikir.
Kekurangan pembelajaran kooperaif diantaranya, yaitu:
1.      Untuk memahami dan mengerti filosofi pembelajaran kooperatif memang butuh waktu.
2.      Penilaian didasarkan kepada hasil kerja kelompok.
3.      Keberhasilan pembelajaran kooperatif dalam upaya mengembangkan kesadaran kelompok memerlukan periode waktu yang cukup panjang.

BAB VI
KECERDASAN DALAM BELAJAR
A.  Kecerdasan Intelektual
Kecerdasan Intelektual merupakan kemampuan intelektual, analisa, logika, dan rasio. Ia merupakan kecerdasan untuk menerima, menyimpan, dan mengelola informasi menjadi fakta. IQ (Intelligence Quotient) adalah kemampuan atau kecerdasan yang didapat dari hasil pengerjaan soal-soal atau kemampuan untuk memecahkan sebuah pertanyaan dan selalu dikaitkan dengan hal akademik seseorang.
Ada lima dimensi kemampuan intelektual, yaitu: kognisi, mengingat (memory), berpikir divirgen, berpikir konvergen, dan evaluasi.
Rumus kecerdasan umum, atau IQ yang ditetapkan oleh para ilmuwan adalah:
Usia Mental Anak
x 100 = IQ
Usia sesungguhnya
B.  Kecerdasan Emosional
Kecerdasan emosional meliputi kesadaran diri dan kendali dorongan hati, ketekunan, semangat dan motivasi diri, empati dan kecakapan sosial. Kecerdasan emosional nerupakan komponen yang membuat seseorang menjadi pintar menggunakan emosi.
Beberapa langkah dalam mengembangkan kecerdasan emosional, yaitu:
1.      Mengenali emosi diri sendiri
2.      Memotivasi diri sendiri
3.      Mengenali emosi orang lain
4.      Mengelola emosi orang lain
5.      Memotivasi orang lain
Sementara itu, Steven j.  Stein dan Howard E. Book menjelaskan penemuan Reuven Bar-On yang merangkum kecerdasan emosional dan dibaginya ke dalam lima era atau ranah yang menyeluruh, yaitu: 1) Ranah intrapribadi, 2) ranah antarpribadi, 3) ranah penyesuaian diri, 4) ranah pengendalian stres, 5) ranah suasana hati umum.
C.  Kecerdasan Spiritual
Penggegas kecerdasan spiritual  (SQ) adalah seorang ahli yang bernama Danah Zohar dan Ian Marshall. SQ adalah suara hati ilahiyah yang memotivasi seseorang untuk berbuat atau tidak berbuat. Titik kekuatan SQ sebenarnya terletak pada jiwa dan hati manusia yang berkembang dengan baik. Dalam perspektif Islam, seseorang yang memiliki kecerdasan spiritual tertinggi adalah mereka yang memiliki tingkatan jiwa tertiggi, yaitu al-Nafs al-Mutmainnah.
D.  Kecerdasan Majemuk
Manusia memiliki kecerdasan yang dapat dibedakan menjadi delapan kecerdasan, yaitu: 1. Kecerasan Linguistik, 2. Kecerdasan Logis – Matematis, 3. Kecerdasan Spasial, 4. Kecerdasan Kinestetik, 5. Kecerdasan Musik, 6. Kecerdasan Antar Pribadi, 7. Kecerdasan Intra Pribadi, 8. Kecerdasan Natural.

BAB VII
MINAT DAN BAKAT DALAM BELAJAR
A.  Minat dan Fungsinya dalam Belajar
Secara bahasa minat berarti “kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu”. Sardiman A. M. berpendapat bahwa “minat diartikan sebagai suatu kondisi yang terjadi apabila seseorang melihat ciri-ciri atau arti sementara situasi yang dihubungkan dengan keinginan-keinginan atau kebutuhan-kebutuhannya sendiri.
Fungsi minat menurut Elizabeth B. Hurlock adalah:
1.      Minat mempengaruhi intensitas cita-cita.
2.      Minat sebagai tenaga pendorong yang kuat dalam menguasai suatu bidang ilmu/ mata pelajaran tertentu.
3.      Prestasi dipengaruhi oleh jenis intensitas minat.
4.      Minat yang terbentuk sejak kecil/masa kanak-kanak akan secara terus menerus memberikan inspirasi ketika memasuki masa dewasa
B.  Bakat dan Pengembangannya dalam Pembelajaran
William B. Michael mendefinisikan bakat adalah kemampuan seseorang atau potensi hepotetis, bagi penerimaan kurang lebih pola prilaku-prilaku yang terlibat dalam pelaksanaan tugas yang seseorang sedikit sekali membutuhkan latihan sebelumnya. Bakat merupakan kondisi atau kualitas yang dimiliki seseorang, yang memungkinkan seseorang tersebut akan berkembang pada masa mendatang. Keberadaan minat merupakan faktor utama bagi perkembangan bakat karena tanpa minat, bakat tidak akan berdayaguna. Minat dapat diciptakan, tetapi bakat merupakan bawaan yang tidak bisa orang tersebut ciptakan dengan tiba-tiba. Untu mengembangkan bakat dan minat, diperlukan beberapa faktor berikut. Pertama, Stimulasi. Kedua, Kreativitas yang dapat menumbuhkan inspirasi dalam pengembangan minat dan bakat. Ketiga, Intensitas dan komitmen dalam mengembangkan bakat dan minat.

BAB VIII
MOTIVASI BELAJAR
A.  Pengertian dan Prinsip-prinsip Motivasi Belajar
Mc Doanald menyebutkan, motivasi adalah suatu perubahan energi di dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya afektif dan reaksi untuk mencapai tujuan.
Prinsip-prinsip motivasi adalah:
1.         Pujian lebih efektif dari pada hukuman.
2.         Semua siswa mempunyai kebutuhan psikologis (yang bersifat dasar) yang harus mendapatkan pemuasan.
3.         Motivasi berasal dari diri individun (internal) lebih baik dari pada yang berasal dari luar individu (eksternal).
4.         Perbuatan yang sesuai dengan keinginan memerlukan penguatan (reinforcement).
5.         Motivasi mudah dialihkan kepada orang lain.
6.         Pemahaman yang benar terhadap tujuan belajar akan merangsang motivasi.
7.         Tugas-tugas dan keinginan yang bersumber dari diri sendiriakan lebih kuat untuk dikerjakan dari pada yang berasal dari orang lain.
8.         Pujian yang datangnya dari luar kadang kala diperlukan dan cukup efektif untuk merangsang minat belajar.
9.         Teknik dan metode mengajar guru yang bervariasi akan menumbuh kembangkan minat belajar siswa.
10.     Minat tertentu yang dimiliki siswa akan mendukung untuk mempelajari minat yang lain.
11.     Sesuatu yang dapat merangsang anak yang kemampuannya kurang, tidak dapat secara otomatis merangsang mereka yang kemampuannya tinggi.
B.  Jenis dan Karakteristik Motivasi Belajar
Ditinjau dari intensitasnya, motivasi terdiri dari berbagai jenis, yaitu motivasi primer dan motivasi sosial atau motivasi sekunder.
Berdasakan asalnya ada dua jenis motivasi yang dapat dikaitkan dengan kegiatan belajar, yaitu motivasi ekstrinsik dan motivasi intrinsik.
Sementara karakteristik motivasi dalam belajar ialah, minat dalam belajar, konsentrasi terhadap pelajaran, dan ketekunan dalam belajar.
C.  Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar
Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar, yaitu faktor keluarga, faktor lingkungan, dan faktor masyarakat.
Sedangkan dalam diri siswa, motivasi dipengaruhi oleh, cita-cita atau aspirasi siswa, kemampuan siswa, kondisi siswa baik jasmani maupun rohani, kondisi lingkungan siswa, dan unsur-unsur dinamis dalam belajar dan pembelajaran.

BAB IX
EVALUASI DAN PRESTASI BELAJAR
A.  Pengertian Evaluasi Belajar
Evaluasi adalah penilaian terhadap tingkat keberhasilan siswa mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam sebuah program.
B.  Alasan/Dasar Evaluasi Belajar
Alasan / dasar akan pentingnya evaluasi adalah, alasan/dasar psikologis, dasar didaktis, dan dasar administratif.
C.  Syarat dan Jenis Evaluasi Belajar
Dalam melaksanakan evaluasi, harus menggunakan alat evaluasi yang memiliki syarat, yaitu reabilitas, validitas, objektivitas, dan efisiensi.
Jenis-jenis alat evaluasi adalah, tes objektif dan tes subjektif.
D.   Prestasi Belajar
prestasi belajar merupakan indikator kualitas yang telah dikuasai oleh anak didik, yang juga menggambarkan hasil suatu sistem pendidikan.
Prestasi belajar dipengaruhi oleh faktor intern dan faktor ekstern.

BAB X
KESULITAN BELAJAR
A.  Definisi Kesulitan Belajar
Kesulitan belajar adalah suatu gangguan dalam satu atau lebih proses psikologis yang mencakup pemahaman dan gangguan bahasa ujaran dan tulisan. Gagguan tersebut dapat berupa kesulitan berpikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja, atau berhitung.
B.  Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesulitan Belajar
Faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya kesulitan belajar adalah:
1.      Faktor intern: sakit dan fisik yang kurang sehat, cacat fisik yang dapat berupa cacat tubuh ringan, gangguan psikologis, bakat, minat, dan motivasi.
2.      Faktor ekstern: faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor lingkungan.
C.  Deteksi Dini Kesulitan Belajar
Tanda-tanda kesulitan belajar sangat bervariasi dan tergantung pada usia anak.
Pada Usia Pra-Sekolah:
1.    Adanya kesulitan dalam pengucapan kata.
2.    Kemampuan penguasaan jumlah kata yang minim.
3.    Kesulitan berinteraksi dengan anak seusianya, dsb.
Pada Usia Sekolah:
1.    Daya ingatnya (relatif) kurang baik.
2.    Impulsif (bertindak sebelum berpikir).
3.    Sulit konsentrasi atau perhatiannya mudah teralih, dsb.
D.  Upaya Mengatasi Kesulitan Belajar
Dalam diagnosis kesulitan belajar anak, dikenal dengan langkah-langkah, yang diantaranya direkomendasikan sebagai berikut:
1.      Melakukan observasi yang ditujukan kepada seluruh anak didik dikelas.
2.      Memeriksa kesehatan dan kondisi fisik siswa yang menunjukkan adanya gangguan-gangguan kesehatan.
3.      Memeriksa penglihatan dan pendengaran siswa yang diyakini mengalami gangguan kedua indera itu.
4.      Melakukan tes intelegensi bagi anak yang diyakini memiliki IQ di bawah rata-rata.
5.      Melakukan tes diagnostik bidang kecakapan tertentu.
E.  Bimibingan Mengatasi Kesulitan Belajar
Secara umum, prosedur bimbingan belajar dapat ditempuh melalui langkah-langkah sebagai berikut: 1. Identifikasi kasus, 2. Identifikasi masalah, 3. Diagnosis, 4. Prognosis, 5. Remedial atau referal (alih tangan kasus), 6. Evaluasi dan follow up.

BAB XI
TRANSFER BELAJAR
A.  Transfer Belajar
Transfer belajar adalah pengalihan hasil belajar yang telah dilakukan terhadap proses belajar yang sedang dilakukan. Jenis-jenis transfer belajar, yaitu transfer positif, transfer negatif, transfer vertikal, dan transfer lateral.
B.  Teori-teori yang Berkaitan Dengan Transfer Belajar
Transfer belajar yang dijelaskan di atas dapat dikaitkan dengan teori daya, teori elemen identik, dan teori generalisasi.

BAB XII
LUPA DAN JENUH BELAJAR
A.  Lupa dalam Belajar dan Cara Mengatasinya
Lupa adalah ketidak adanya kemampuan seseorang untuk memproduksi / memanggil kembali mata pelajaran yang telah ia pelajari.
Untuk mengurangi lupa, maka dapat dilakukan upaya-upaya sebagai berikut: yaitu Overlearning, extra study time, menggunakan singkatan, menggunakan sajak, dan mengelompokkan kata/istilah tertentu dalam suasana yang logis.
B.  Jenuh Belajar
Jenuh belajar adalah suatu kondisi dan situasi yang menunjukkan tidak adanya hasil belajar yang berhasil guna, meskipun ia telah melaksanakan proses belajar pada waktu tertentu.
Ada beberapa cara untuk menanggulangi jenuh belajar, yaitu:
1.      Istirahat dan makan makanan bergizi.
2.      Menjadwal dengan baik proses belajarnya.
3.      Menata kembali lingkungan belajarnya.
4.      Memberikan stimulasi dan motivasi.
5.      Membuat kegiatan yang menimbulkan keaktifan siswa.

BAB XIII
BELAJAR MENURUT AL-ZARNUJI
A.  Biografi
Al-Zarnuji adalah Burhan al-Din Ibrahim al-Zarnuji al-Hanafi. Karya monomentalnya ialah Ta’lim al-Muta’allim Thariqah al-Ta’allum. Az-Zarnuji adalah seorang filosof Arab yang namanya disamarkan, yang tidak dikenal identitas namanya secara pasti. Ada yang mengatakan beliau wafat pada tahun 591H/1195M.
B.  Konsep Belajar
Az-Zarnuji sebagaimana membagi ilmu pengetahuan dalam empat kategori, yaitu ilmu fardhu ‘ain, ilmu fardhu kifayah, ilmu haram, dan ilmu jawaz.
Mengenai niat dan tujuan belajar, Az-Zarnuji mengatakan bahwa niat yan benar dalam belajar adalah untuk mencari keridhaan Allah Swt., memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat, berusaha memerangi kebodohan pada diri sendiri dan orang lain, mengembangkan dan melestarikan ajaran islam, dan mensyukuri nikmat Allah.
Dalam kitab Ta’lim Muta’allim al-Zarnuji menjelaskan sebagaimana yang dikutip oleh Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni, metode pembelajaran meliputi dua kategori. Pertama, metode yang bersifat etik mencakup niat dalam belajar. Kedua, metode yang bersifat teknik strategis.
Az-Zarnuji menyarankan sedikitnya empat metode pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan anak didik, yaitu metode menghafal, metode pemahaman, metode diskusi, dan metode merefleksikan dan memikirkan kembali untuk menemukan esensi keilmuan.

BAB XIV
BELAJAR MENURUT AL-GHAZALI
A.  Latar Belakang Kehidupan al-Ghazali
Nama lengkapnya adalah Muhammad ibn Muhammad al-Ghazali, lahir pada tahun 450 H/ 1058 M, di Thus, Khurasan, Iran. Pada akhirnya, ia kembali ke Thus, beribadah dan mengajar al-Qur’an dan al-Hadits hingga akhir hayatnya.
B.  Konsep Belajar Menurut al-Ghazali
Al-Ghazali menyatakan bahwa wajib hukumnya belajar (menuntut ilmu). Ada beberapa hal yang menjadi perhatian al-Ghazali, yaitu:
1.      Belajar dan pembelajaran adalah proses memanusiakan manusia.
2.      Waktu belajar adalah seumur hidup, dimulai sejak lahir hingga meninggal dunia.
3.      Belajar adalah sebuah pengalihan ilmu pengetahuan.
Berkaitan dengan belajar seorang harus memperhatikan proses perkembangan psikologi anak, yang menurut al-Ghazali terdiri dari tahapan-tahapan, yaitu Al-Janin, Al-Thifl, Al-Tamyis, Al-Aqil, Al-Awliya’, dan Al-Anbiya’.
C.  Konsep Mengajar: Perspektif al-Ghazali
Dalam hal mengajar, al-Ghazali mempunyai pandangan sebagai berikut:
1.      Memelihara anak dari perbuatan tercela.
2.      Membimbingnya agar menjadi anak yang sholeh.
3.      Menjauhkan anak dari pergaulan yang jelek.
4.      Mengajarkan cara yang benar dalam mencari rizki.
5.      Mengajar anak agar tidak sombong.
6.      Mengajarkan al-Qur’an.
7.      Memberikan kesempatan untuk bermain dan berolah raga untuk mengembangkan penalaran.

BAB XV
BELAJAR MENURUT KH. HASYIM ASY’ARI
(Telaah Kitab Adab al-‘Alim wa al-Muta’allim)
A.  Pendahuluan
KH. Muhammad Hasyim Asy’ari merupakan seorang ulama’ yang memberikan sumbangan pemikiran yang mengarahkan peserta didik dalam melaksanakan aktivitas belajarnya agar dapat mencapai tujuan pendidikan islam, yang mencetak generasi muslim yang memiliki pengetahuan dan keahlian yang dilandasi oleh nilai-nilai etika Islam.
B.  Biografi KH. Muhammad Hasyim Asy’ari
Nama lengkap KH. Muhammad Hasyim Asy’ari adalah Muhammad Hasyim Asy’ari bin Abdul Wahab bin Abdurrahman yang dijuluki Jaka Tingkir yaitu Sultan Hadiwijaya bin Abdullah bin Abdul Aziz bin Abdul Fatah bin Maulana Ishaq yaitu orang tuanya Raden Ainul Yaqin yang terkenal dengan sebutan Sunan Giri. Ia lahir di Gedang yaitu suatu desa disebelah utara kota Jombang, Jawa Timur, pada hari Selasa, tanggal 23 Dzulqo’dah, 1287 H, bertepatan dengan 14 Februari 1871. Ia pertama kali menimba ilmu al-Qur’an dan sejumlah ilmu-ilmu agama dari orang tuanya sendiri sampai menginjak usia remaja.
Ia mendirikan pondok pesantren Darul Ulum di Tebuireng Jombang tanggal 26 Rabi’ul Awwal 1318 H yang bercorak salafiyah. Kemudian KH. Muhammad Hasyim Asy’ari melakukan pengembangan lembaga pesantrennya, termasuk mengadakan pembaharuan sistem dan kurikulum pesantren.
C.  Karya KH. Muhammad Hasyim Asy’ari
1.      Adab al-‘Alim wa al-Muta’allim Fima Yahtaj Ilaih al-Muta’allim Fi Ahwal Ta’allum wa ma Yataqqaff al-Mu’allim fi Maqamat Ta’limih.
2.      Ziyadat Ta’liqat, Radda Fiha Mandhumat al-Syaikh “Abd Ahma bai Yasin al-Fasurani allati Bihujubiha ala Ahli Jam’iyyah Nahdhahal-Ulama.
3.      Al-Tanbihat al-Wajibat li Man Yashna al-Maulid al-Munkarat.
4.      Al-Risalat al-Jami’at, Syarh Fiha Ahwal al-Mauta wa Asyirat al-Sa’at Ma’a Bayan Mafhum al-Sunnah wa al-Bid’ah.
5.      An-Nur al-Mubin Fi Mahabbah Sayyid al-Mursalin, baina Fihi Ma’na al-Mahabbah li Rasul Allah wa ma Yata’allaq biha Man Ittabaiha wa Ihya’ al-Sunnatih.
6.      Al-Dur al-Muntashirah Fi Masail al-Tis’i Asyrat, Syarh Fiha Masalat al-Thariqah wa al-Wilayah wa ma Yata’allaq bihima min al-Umur al-Muhimmah li Ahl al-Thariqah.
7.      Al-Tibyan Fi an-Nahy ‘an Muqathi’ah al-Ikhwan, bain Fi Ahammiyat Shilat al-Rahm wa Dhurar Qath’uha.
8.      Al-Risalat al-Tauhidiyah, Wahiyah Risalah Shaghirah Fi Bayan ‘Aqidah Ahl Sunnah wa al-Jama’ah.
9.      Al-Qalaid Fi Bayan ma Yajib min al-Aqaid.
D.  Etika Peserta Didik
Etika peserta didik terhadap dirinya sendiri
1.      Peserta didik agar membersihkan hati dari setiap bujukan-bujukan, kotoran hati, iri, dengki, keyakinan, dan pendangan yang buruk dan akhlak tercela.
2.      Peserta didikharus memperbaiki niat dalam menuntut ilmu, yakni bertujuan kepada dzat Allah Swt., mengamalkannya, menghidupkan syari’at, menerangi hati, menghias jiwa, dan mendekatkan diri kepada Allah Swt.
3.      Peserta didik harus semangat, antusias dan sungguh-sungguh dalam mencari ilmu ketika masih muda dan dalam waktu-waktu selama masih hidup.
4.      Peserta didik agar mempunyai sifat Qana’ah (menerima) dalam hal makanan dan pakain sesuai kemampuan.
5.      Peserta didik agar bisa membagi waktu siang maupun malam serta memanfaatkan waktu luang.
6.      Peserta didik agar mengurangi makan dan minum.
7.      Peserta didik harus berusaha menjaga diri dengan sifat wara’ dan hati-hati dalam segala sikap dan perbuatan.
8.      Peserta didik harus mengurangi makan-makanan yangmenyebabkan lemah pikiran dan lemah panca indra.
9.      Peserta didik dianjurkan agar mengurangi tidur selama tidak ada darurat.
10.  Peserta didik agar mengurangi pergaulan.
E.  Etika Peserta Didik Terhadap Pendidik
1.      Peserta didik agar bersungguh-sungguh dalam mencari seorang pendidik yang betul-betul menguasai ilmu syari’at dengan sempurna dan sering membahas dan bergaul dengan ulama’ pada zamannya.
2.      Peserta didik untuk melihat pendidiknya sebagai orang yang mampu dan profesional, menghormati dan mengangungkannya, karena hal ini akan membawa kemanfaatan ilmu.
3.      Peserta didik bisa memahami dan mengartikan perilaku-perilaku seorang pendidik yang kelihatannya salah dengan sudut pandang yang baik (husn al-zhan).
4.      Peserta didik agar tidak mengikuti atau memasuki majlis pengajian (selain pengajian umum) sebelum minta izin pada pendidik atau kiai baik ia sedang sendiri atau dengan lainnya.
5.      Peserta didik agar beretika dengan bahasa dan kata-kata.
6.      Peserta didik agar memperhatikan dengan serius apa yang sedang disampaikan pendidik, baik berupa ilmu atau dalil atau syair sekalipun sudah hafal seakan-akan belum pernah mendengar sama sekali.
7.      Peserta didik agar tidak mendahului pendidik (sebelum di perintah) dalam menjelaskan suatu masalah atau menjawan pertanyaan sekalipun dia mampu.
8.      Peserta didik agar menerima dengan tangan kanan ketika guru memberikan sesuatu.

BAB XVI
PENDIDIKAN AKHLAK PERSPEKTIF
SYEIKH MUSTHAFA AL-GHALAYAINI
DALAM KITAB ‘IZHAH AL-NASYI’IN
A.  Pendahuluan
Dalam konteks penanaman dan pembinaan akhlak, Syeikh Mustafa al-Ghalayaini, menekankan bahwa pendidikan adalah menanamkan akhlak yang utama, budi pekerti yang luhur serta didikan yang mulia dalam jiwa remaja dan menyiraminya dengan petunjuk dan nasehat yang berguna, sehingga menjadi sifat yang tertanam dalam jiwa. Sehingga tampaklah buahnya yaitu berupa amal perbuatan yang utama, kebaikan, kesenangan bekerja untuk kepentingan tanah air dan bangsa.
B.  Mengenal Lebih Dekat Syeikh Musthafa al-Ghalayaini
Nama lengkapnya adalah Musthafa bin Muhammad Salim al-Ghalayaini. Dia adalah seorang satrawan arab, penyair, orator, grammer (ahli bahasa), politikus dan jurnalis. Dilahirkan di Bairut, Libanon pada tahun 1303 H/1886 M dan wafat pada tahun 1364 H/1944 M. Semasa hidupnya, Syeikh Musthafa al-Ghalayaini menulis beberapa karya ilmiah dalam berbagai kajian keilmuan, diantaranya yaitu Izhah al-Nasyi’in, Lubab al-Khiyar Fi Sirah al-Nabi al-Mukhtar, Jami’ al-Durus al-‘Arabiyah, Al-Tsuruyyah al-Madhiyah Fi al-Durus al-Arudhiyah, dan Uraij al-Zahr.
C.  Karakteristik Pemikiran Syeikh Musthafa al-Ghalayaini
Ciri khas yang paling menonjol dalam kitab ‘Izhah al-Nasyi’in karya Syekh Musthafa al-Ghalayaini ini yang disusun dengan gaya orasi dengan berbagai poin yang menjadi tema pokoknya sekaligus dilengkapi dengan solusi-solusi dan langkah-langkah kedepan yang lebih baik.
D.  Pendidikan Akhlak dalam Pandangan al-Ghalayaini
Adapun materi pendidikan akhlak bagi remaja menurut Syekh Musthafa al-Ghalayaini (1986-1945). Dalam kitab ‘Izhah al-Nasyi’in adalah sebagai berikut:
1.      Pendidikan
Pendidikan adalah persoalan yang sangat penting dan sangat agung nilainya. pendidikan menurutnya adalah menanamkan akhlak. Dalam pandangan al-Ghalayaini, pendidikan akhlak merupakan hal yang sangat penting dan berharga.
2.      Akhlak
Berkenaan dengan akhlak, al-Ghalayaini membagi akhlak pada dua varian, yaitu akhlak terpuji dan akhlak tercela.
3.      Kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara.
Kerusakan agama itu disebabkan oleh dua golongan. Golongan pertama adalah orang-orang yang menduga bahwa agama itu mengharuskan pemeluknya untuk meninggalakan urusan duniawi. Golongan kedua adalah orang yang menganjurkan kebatilan dengan kedok agama, mengkafirkan orang lain yang tidak sejalan dengan mereka dan menganggap bid’ah orang lain agara mereka dinilai sebagai orang agamis, padahal sebenarnya mereka adalah orang yang sangat jauh dari ajaran agama.
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, al-Ghalayaini berpendapat bahwa dalam setiap kelompok pasti ada satu yang bertindak sebagai pemimpin. Demikian ini untuk menghindari pemikiran yang tumpang tindih yang mengakibatkan retaknya kerukunan dan pupusnya tali kasih antar sesama.
E.  Analisis Terhadap Pemikiran al-Ghalayaini
Syekh Musthafa al-Ghalayaini memakai istilah tarbiyah dalam pendidikan. Menurutnya, pendidikan sejatinya menanamkan akhlak yang utama, budi pekerti yang luhur serta didikan yang mulia dalam jiwa anak sejak dini.
Sementara itu, pendidikan akhlak yang di gagas oleh al-Ghalayaini diperuntukkan untuk remaja, karena dalam pandangannya, sebuah bangsa tidak akan pernah maju kecuali dengan keberanian dan pengorbanan. Ia menyatakan bahwa remaja adalah generasi penerus yang menentukan kemajuan bangsa.