Makalah
SADDU
AL-DZARI’AH
Disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah Ushul Fiqh
Yang
diampu oleh Bapak Abdul Jalil, M.HI
Kelompok 6
Oleh :
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
PAMEKASAN
JURUSAN SYARI’AH
PRODI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN
ISLAM
2018
BAB I
PENDHAULUAN
A.
Latar Belakang
Setiap perbuatan
yang secara sadar dilakukan oleh sesorang pasti mempunyai tujuan teretntu yang
jelas, tanpa mempersoalkan apakah perbuatn yang dituju itu baik atau buruk,
mendatangkan manfaat atau menimbulkan mudarat. Sebelum sampai pada pelaksanaan
perbuatan yang dituju itu ada serentetan perbuatan yang mendahuluinya yang
harus dilaluinya.
B.
Rumusan Masalah
1.
Pengertian Saddu al-dzari’ah
2.
Dasar hukum saddu al-dzari’ah
3.
Ragam/bentuk saddu al-dzari’ah
4.
Penerapannya
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui pengertian dari Saddu
al-dzari’ah
2.
Untuk mengetahui dasar hukum dari Saddu
al-dzari’ah
3.
Untuk mengetahui bagaimana
keragaman/bentuk Saddu al-dzari’ah
4.
Untuk mengetahui penerapannya
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Saddu
al-dzari’ah
Secara
lughawi (bahasa), Saddu al-dzari’ah itu berarti “jalan yang membawa
kepada sesuatu, secara hissi atau ma’nawi , baik atau buruk. Arti lughawi
ini mengandung konotasi yang netral tanpa memberikan pemilain kepada hasil
perbuatan. Pengertian netral inilah yang diangkat oleh Ibnu Qayyim ke dalam
rumusan definisi tentang dzari’ah, yaitu:
“apa-apa
yang menjadi perantara dan jalan kepada sesuatu”[1]
Dzara’i bentuk jamak dari dzari’ah yang berarti
perantara sesuatu. Sadd-ud dzara’i adalah mencegah segala sesuatu yang
menjadi perantara pada sesuatu yang mengandung bkerusakan dan bahaya. Sedangkan
Fath-uz dara’i adalah membuka perantara yang dapat mendatangkan masalah.[2]
Untuk
menempatkannya dalam bahasan yang sesuai dengan yang dituju, kata dzaria itu
di dahului dengan saddu yang artinya ”menutup” ; maksudnya
adalah”menutup terjadinya jalan kerusakan”. Dalam pembahasan hukum taklifi tentang
“wajib” telah diuraikan tentang hukum melakukan segala sesuatu yang membawa
kepada dan mendahului suatu perbuatan wajib, yang disebut ”muqaddimah
wajib”. Dari segi bahwa ia adalah washilah (perantara) kepada suatu
perbuatan yang dikenai hukum, maka ia disebut dzariah. oleh karena itu,
para ulama dan ulama ushul memasukkan tentang muqaddimah wajib ke dalam
pembahasan dalam dzariah; karena sama-sama sebagai perantara pada sesuatu.
Badran
dan Zuhaili membedakan antara muqaddimah wajib dengan dzariah. perbedaannya
terletak pada ketergantungan perbuatan pokok yang dituju pada perantara atau
washilah. Pada dzariah, hukum perbutan pokok tidak tergantung pada perantara.
B. Dasar
Hukum
C. Ragam/bentuk
saddu al-dzari’ah
Dzariah dapat di
kelompokkan dengan melihat kepada beberapa segi:
1. Dengan
memandang kepada akibat (dampak) yang ditimbulkannya, Ibn Qayyim membagi
dzariah menjadi empat, yaitu:
·
Dzariah yang memang
pada dasarnya membawa pada kerusakan.
·
Dzariah ditentukan
untuk sesuatu yang mubah, namun ditujukan untuk perbuatan buruk yang merusak.
·
Dzariah yang semula
ditentukan untuk mubah, tidak ditujukan untuk kerusakan, namun biasanya sampai
juga kepada kerusakan yang mana kerusakan itu lebih besar dari kebaikannya.
·
Dzariah yang semula
ditentukan untuk mubah, namun terkadang membawa kepada kerusakan sedangkan
kerusakannya lebih kecil dibanding
kebaikannya.