Sunday 24 June 2018

Alih Kode ( Code Switching )




Alih Kode ( Code Switching )
A.    Pengertian Alih Kode ( Code Switching )
Alih kode merupakan  peristiwa peralihan dari kode yang satu dengan kode yang lain dalam pemaaian bahasa. Namaun karena didalam suatu kode teradapat beberapa kemungkinan variasi bahasa (variasi regional, kelas sosial, ragam, gaya, maupun register) maka peristiwa alih kode mungkin berwujud alih varian, alih, ragam, alih, gaya atau alih register. (Iswah Adriana, Sosiolnguistik (Pengantar Memahami Bahasa dalam Masyarakat)
Menurut Suwito (dalam Rosita, 2011), alih kode adalah peristiwa peralihan dari kode yang satu ke kode yang lain. Apabila alih kode itu terjadi antar bahasa-bahasa daerah dalam satu bahasa nasional, atau antar dialek-dialek dalam suatu bahasa daerah atau antara beberapa ragam dan gaya yang terdapat dalam satu dialek, alih kode seperti itu disebut alih kode bersifat intern. Apabila yang terjadi adalah peralihan kode antar bahasa asli dengan bahasa asing, maka disebut alih kode ekstern.
Terkait dengan alih kode, Harimurti Kridalaksana (dalam Rosita, 2011) berpendapat bahwa alih kode adalah penggunaan variasi bahasa lain atau bahasa lain dalam suatu peristiwa bahasa sebagai strategi untuk menyesuaikan diri dengan peran atau situasi lain, atau karena adanya partisipan lain. Senada dengan pendapat para peneliti sebelumnya, Sarwiji Suwandi (dalam Rosita,2011) juga mengemukakan bahwa alih kode merupakan salah satu aspek tentang saling ketergantungan bahasa di dalam masyarakat bilingual atau multilingual.
Menurutnya, alih kode adalah suatu peralihan pemakaian suatu bahasa ke dalam bahasa lain, atau dari satu variasi ke variasi bahasa lain. Beberapa pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa alih kode adalah peristiwa peralihan dari kode yang satu ke kode yang lain, dengan catatan bahwa alih kode tersebut memiliki dua bahasa yang berbeda system gramatikalnya, kemudian dua bahasa itu masih mendukung fungsi-fungsi tersendiri sesuai konteks, dan fungsi masing-masing bahasa disesuaikan dengan situasi yang relevan dengan perubahan konteks.
Appel Mendefinisikan Alih kode itu sebagai, “gejala peralihan pemakaian bahasa karena berubahnya situasi”. Secara sosial perubahan pemakaian bahasa itu memang harus dilakukan, sebab adalah sangat tidak pantas dan tidak etis secara sosial, untuk terus menggunakan bahasa yang tidak dimengerti oleh orang ketiga. Maka Hymes ( 1875 : 103 ) menyatakan  alih kode itu bukan hanya terjadi antar bahasa, tetapi dapat juga terjadi antara ragam-ragam atau gaya-gaya yang terdapatdalm satu bahasa. (Abdul Chaer, Leonie Agustina Sosiolinguistik, Jakarta: PT Rineka Cipta 2004, )
Beberapa pendapat dibawah ini :
1.      Peralihan ini disebabkan malasnya penutur.
2.      Peralihan merusak bahasa pertama dan bahasa kedua.
3.      Perlaihan berbahaya terhadap komonikasi bahasa.
4.      Peralihan menghina pendengar bahasa pertama.
5.      Alih kode lemah dalam kedua bahasa (semilingual
6.      Peralihan menjadikan kontrol yang baik.
Akan tetapi ada pakar yang memotifasi perubahan bahasa dari bilingual bahasa. motivasi ditinjau dari bentuk rasionalisasi diantaranya ialah:
1.      Perubahan bisa membantu mempermudah dalam mengalihkan komonikasi.
2.      Perubahan bisa merealisasikan tujuan-tujuan yang bermacam-macam
3.      perubahan itu menjadikan jalan keluar bagi masyarakat bilingual bahasa
(  76-77, 2016 lisan Arabi : Malang,محمد عفيف الدين دمياتي, مدجل إلى علم اللغة الاجتماعي,  )
Penyebab terjadinya alih kode mengacu pada teori Suwito, yaitu:
1.      Penutur, seorang penutur kadang-kadang dengan sadar berusaha beralih kode terhadap lawan tuturnya karena suatu maksud. Biasanya usaha tersebut dilakukan dengan maksud mengubah situasi,  yaitu dari situasi resmi ke situasi tak resmi
2.      Mitra tutur, setiap penutur pada umumnya ingin mengimbangi bahasa yang dipergunakan oleh lawan tuturnya,
3.      Hadirnya pihak ketiga, kehadiran orang ketiga kadang-kadang juga dapat dipakai sebagai penentu berubahnya kode yang dipakai oleh seseorang dalam berkomunikasi. Misalnya dua orang yang berasal dari kelompok etnik yang sama pada umumnya saling berinteraksi dengan bahasa kelompok etniknya. Tetapi apabila kemudian hadir orang ketiga dalam pembicaraan itu yang berbeda latar kebahasaannya, maka biasanya dua orang pertama beralih ke dalam bahasa yang dikuasai oleh ketiganya. pokok pembicaraan,
4.      Membangkitkan rasa humor, tuturan untuk membangkitkan rasa humor dapat pula menyebabkan peristiwa alih kode, yaitu pada berubanya suasana menjadi lebih santai dan akrab antara penutur dan mitra tutur sehingga merubah kode diantara keduanya.
5.      Sekedar bergengsi, yaitu di mana sebagian penutur yang beralih kode sekedar untuk bergengsi. Hal itu terjadi apabila baik faktor situasi, lawan bicara, topik, dan faktor-faktor sosio-situasional yang lain sebenarnya tidak mengharuskan untuk berlaih kode.
Soewito membedakkan adanya dua macam alih kode, yaitu alih kode intern dan alihkode ekstern. Yang dimaksud alihkode intern adalah alih kode yang berlangsung antar bahasa sendiri, seperti bahasa indonesia ke bahasa jawa atau sebaliknya. Sedangkan alihkode ekstern antara bahasa sendiri ( salah satu bahasa atau rgam yang ada dalam verbal repertior masyarakat tuturnya) dengan bahasa asing. . (Abdul Chaer, Leonie Agustina Sosiolinguistik, Jakarta: PT Rineka Cipta 2004,)


B.     Sebab-sebab Terjadinya Alih Kode
Kalau kita Telusuri penyebab terjadinya alih kode, maka harus kita kembalikan pada pokok pesoalan sosiolinguistik seperti yang dikemukakan oleh fishman, yaitu “siapa berbicara, dengan bahasa apa, kapan, dan dengan tujuan apa,”.
Dalam berbagai kepustakaan linguistik secara umum penyebab alih kode itu disebutkan antara lain adalah 1. Pembicara atau penutur, 2. Pendengar atau lawan tutur, 3. Perubahan situasi dengan hadirnya orang ketiga, 4. Perubahan dari formal ke informal atau sebaliknya, 5. Perubahan topik pembicaraan. ( Abdul Chaer, Leoni Agustina, Jakarta : PT Renika Cipta 2004, Hlm.12)
Sebab-sebab terjadinya alih kode :
1.      Keterampilan menggambarkan.
2.      Kebutuhan.
3.      Menyalin.
4.      Penjelasan lawan bicara.
5.      Afiliasi.
6.      Perubahan nada lawan bicara.
7.      Pribadi.
(77-78, 2016 Lisan Arabi : Malangعفيف الدين دمياتي, مدخل إلى علم اللغة الاجتماعي,)
C.    Contoh Alih Kode
Berikut adalah contoh yang dapat membantu memahami  fenomena alih kode di masyarakat, simaklah percakapan sederhana berikut antara seorang sekretaris dengan majikannya yang menggunakan bahasa indonesia:
            S          : Apakah Bapak sudah jadi membuat lampiran surat ini?
            M         : O, ya, sudah. Inilah!
            S          : Terima kasih
            M         : Surat ini berisi permintaan borongan untuk memperbaiki kantor sebelah.
Saya sudah kenal dia. Orangnya baik, banyak relasi, dan tidak banyak
mencari untung. Lha saiki yen usahane pingin maju kudu wani ngono.
            S          : Panci ngaten, pak
            M         : Panci ngaten piye?
            S          : Tangesipun mbok modalipin kadas menapa menawi.
            M         : Menawa orah akeh hubungane lan olehe mbati kakehan, usahane ora bakal
dadi. Ngono karepmu?
            S          : lha inggih ngaten!
            M         : O, ya, apa surat untuk Jakarta kemaren sudah dikirim?
            S          : Sudah, Pak. Bersamaan dengan surat Pak Ridwan dengan kilat khusus.
                        Percakapan ini dimulai dengan bahasa Indonesia karena tempatnya di kantor, dan yang dibicarakan adalah tentang surat. Jadi, situasinya formal. Namun, begitu yang dibicaraka bukan lagi tentang surat, melainkan tentang pribadi orang yang disurati, sehingga situasi menjadi tidak formal, terjadilah alih kode: bahasa Indonesia diganti dengan bahasa jawa. Selanjutnya ketika yang dibicarakan bukan lagi mengenai pribadi si penerima surat, melainkan tentang pengiriman surat ( yang artinya situasi kembali formal ), maka terjadi lagi alih kode ke dalam bahasa Indonesia. (Mohammad Afifuddin Dimyathi, Madkhal ila ‘ilmi al-lughah al ijtima’I, Malang : Lisan Arabi, 2016, hlm. 78-79)
Dalam kasus ini memang bisa muncul pertanyaan, mengapa situasi tidak resmi, para partisipan itu (sekretaris dan majikannya) tidak menggunakan bahasa Indonesia ragam santai, melainkan menggunakan bahasa jawa? Kiranya kedua partisipandalam percakapan  di atas memiliki latar belakang bahasa ibu yang sama, yaitu bahasa jawa. Andaikata kedua partisipan itu memiliki latar belakang bahasa ibu yang berbeda, ada kemungkinan akan digunakan bahasa Indonesia ragam tak formal. Bagaimana pun untuk situasi tak resmi lebih mudah menggunakan bahasa pertama dari pada bahasa kedua, kalau situasi mengizinkan; dan di dalam pertuturan di atas situasi memang mengizinkan dengan tiadanya ornag ketiga yang tidak mengerti bahasa jawa. Andai kata dalam peristiwa tutr antara sekretaris dan majikan itu turut hadir partisipan yang lain yang tidak mengerti bahasa jawa, maka tentu peralihan kode itu tidak dialihkan ke bahsa jawa.
Berubahnya topic pembicaran dapat juga menyebabkan terjadinya alih kode. Pada contoh pecakapan antara sekretaris dan majikan di atas sudah dapat dilihat ketika topiknya tentang surat dinas, maka percakapan itu berlangsung dalam bahasa Indonesia. Tetapi ketika topiknya bergeser pada pribadi orang yang dikirmi surat, terjadilah alih kode dari bahasa Indonesia ke bahasa jawa. Sebaiknya, ketika topic kembali lagi tentang surat alih kode pun terjadi lagi; dari bahasa jawa k bahasa Indonesia. Dari kasus pertuturan sekretaris dan majikan di atas tampaknya penyebab alih kode itu, yaitu perpindahan topic yang menyebabkan terjadinya perubahan situasi dari situasi formal menjadi situasi tidak formal merupakan penyebab ganda.  Jadi, penyebab alih kode dalam kasus percakapan sekretaris dengan majikan di atas adalah berubahnya situasi dari formal ke situasi tidak formal. Oleh karena itulah digunakan bahasa  jawa, bahasa yang paling dikuasai oleh kedua partisipan itu. Andai kata keduanya tidak berbahasa pertama bahasa jawa tentu alih kode akan dilakukan ke dalam bahsa Indonesia non formal, bukan bahasa jawa. Alih kode tidak akan terjadi meskipun topic pembicaraan berganti, misalnya, dari topic pengiriman surat menjadi topic penagihan hutang atau pembayaran gaji pegawai sebab situasinya tetap formal, yang dalam masyarakat tutur Indonesia harus menggunakan ragam resmi. Yang mungkin berubah adalah penggunaan registernya. Kalau perubahan register dianggap juga sebagai alih kode ( sebab berubah ragam atau dialek juga dianggap peristiwa alih kode), maka persoalannya menjadi lain. Untuk kegiatan tertentu memang diperlukan register tertentu. (Abdul chaer, Leonie Agustina , Sosiolinguistik, Jakarta: PT RIneka Cipta, 2004,)
D.    Macam-macam Alih Kode
Berikut adalah jenis-jenis alih kode:
1.      Alih kode produktif
Alih kode produktif adalah alih kode yang dilakukan oleh pembicara atau penulis, alih kode tersebut dilakukan oleh pelaku linguistic dalam kata-kata atau tulisannya.
2.      Alih kode reseptif
Alih kode reseptif adalah alih kode yang dilakukan oleh pendengar atau pembaca, setiap kali seorang pembicara bergerak dari bahasa pertama ke bahasa kedua, pendengar harus mengkonversi dari bahasa pertama ke bahasa kedua juga (pembaca mengikuti bahasa sang penulis). (Mohammad Afifuddin Dimyathi, Madkhal ila ‘ilmi al-lughah al ijtima’I, Malang, Lisan Arabi, 2016,hlm: 79-80).
3.      Alih kode intern
Alih kode intern adalah alih kode yang berlangsung antar bahasa sendiri, seperti dari bahasa Indonesia ke bahasa jawa, atau sebaliknya, seperti percakapan antara sekretaris dan majikannya dalam ilustrasi di atas.


4.      Alih kode ektern
Alih kode ektern adalah alih kode yang terjadi antara bahasa sendiri (salah satu bahasa atau ragam yang ada dalam verbal repertoir masyarakat tuturnya) dengan bahasa asing. (Abdul Chaer, Leonie Agustina, Sosiolinguistik, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004, hlm: 114).
E.     Sistem Alih Kode
Alih kode dapat terjadi dalam batas-batas kalimat atau diluar batasnya. Kita dapat meminta alih kode internal dan yang kedua untuk mencoba diluar. Model alih kode intenal dapat diringkas sebagai berikut.
1.      Bahasa yang pertama + bahasa ke dua
2.      Bahasa yang pertama + bahasa kedua + bahasa pertama
3.      Bahasa yang pertama + bahasa kedua + bahasa pertama + bahasa kedua

Alih kode terjadi sekali dalam satu kalimat, dalam kasus ini periode terjadi dua kali. Bahsa kedua dan emudia kembali ke bahasa ibu. Dalam suatu kasus alih kode ditolak tiga kali oleh bahasa kedua dan bahasa yang pertama kemudian bahasa yang kedua lagi.
Model alih kode eksternal dapat diringkas sebagai berikut :
1.      Bahasa pertama + bahasa kedua
2.      Bahasa pertama + bahasa kedua+ bahasa pertama
3.      Bahasa pertama + bahasa kedua+ bahasa pertama + bahasa kedua
Dalam kasus inni, alih kode dari bahasa pertama ke bahsa kedua terjadi dan kalimat berikut berlanjut dalam bahasa kedua. Dalam kasus ini, ubah bahasa pertama ke bahasa kedua, lalu ke bahasa pertama, kalimat berikut berlanjut dalam bahasa pertama. Dalam hal ini, alih kode dalam bahsa kedua, kemudian dalam bahasa pertama kemudian dalam bbahsa kedua dan kalimat terus bergantian antara bahsa pertama dan bahasa kedua.
(  76-77, 2016 lisan Arabi : Malang,مد عفيف الدين دمياتي, مدجل إلى علم اللغة الاجتماعي,  )
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Chaer, Leonie Agustina, Sosiolinguistik, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004
76-77, 2016 lisan Arabi : Malang,مد عفيف الدين دمياتي, مدجل إلى علم اللغة الاجتماعي,
Iswah Adrinan, Sosiolnguistik Pengantar Memahami Bahasa dalam Masyarakat