Alih Kode ( Code Switching )
A.
Pengertian Alih Kode ( Code Switching )
Alih kode merupakan
peristiwa peralihan dari kode yang satu dengan kode yang lain dalam
pemaaian bahasa. Namaun karena didalam suatu kode teradapat beberapa
kemungkinan variasi bahasa (variasi regional, kelas sosial, ragam, gaya, maupun
register) maka peristiwa alih kode mungkin berwujud alih varian, alih, ragam,
alih, gaya atau alih register. (Iswah Adriana, Sosiolnguistik (Pengantar
Memahami Bahasa dalam Masyarakat)
Menurut Suwito (dalam Rosita, 2011), alih kode adalah peristiwa peralihan
dari kode yang satu ke kode yang lain. Apabila alih kode itu terjadi antar
bahasa-bahasa daerah dalam satu bahasa nasional, atau antar dialek-dialek dalam
suatu bahasa daerah atau antara beberapa ragam dan gaya yang terdapat dalam
satu dialek, alih kode seperti itu disebut alih kode bersifat intern. Apabila
yang terjadi adalah peralihan kode antar bahasa asli dengan bahasa asing, maka
disebut alih kode ekstern.
Terkait dengan alih kode, Harimurti Kridalaksana (dalam Rosita,
2011) berpendapat bahwa alih kode adalah penggunaan variasi bahasa lain atau bahasa
lain dalam suatu peristiwa bahasa sebagai strategi untuk menyesuaikan diri
dengan peran atau situasi lain, atau karena adanya partisipan lain. Senada dengan
pendapat para peneliti sebelumnya, Sarwiji Suwandi (dalam Rosita,2011) juga
mengemukakan bahwa alih kode merupakan salah satu aspek tentang saling
ketergantungan bahasa di dalam masyarakat bilingual atau multilingual.
Menurutnya, alih kode adalah suatu peralihan pemakaian suatu bahasa
ke dalam bahasa lain, atau dari satu variasi ke variasi bahasa lain. Beberapa
pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa alih kode adalah peristiwa
peralihan dari kode yang satu ke kode yang lain, dengan catatan bahwa alih kode
tersebut memiliki dua bahasa yang berbeda system gramatikalnya, kemudian dua
bahasa itu masih mendukung fungsi-fungsi tersendiri sesuai konteks, dan fungsi
masing-masing bahasa disesuaikan dengan situasi yang relevan dengan perubahan
konteks.
Appel Mendefinisikan Alih kode itu sebagai, “gejala peralihan
pemakaian bahasa karena berubahnya situasi”. Secara sosial perubahan pemakaian
bahasa itu memang harus dilakukan, sebab adalah sangat tidak pantas dan tidak
etis secara sosial, untuk terus menggunakan bahasa yang tidak dimengerti oleh
orang ketiga. Maka Hymes ( 1875 : 103 ) menyatakan alih kode itu bukan hanya terjadi antar
bahasa, tetapi dapat juga terjadi antara ragam-ragam atau gaya-gaya yang
terdapatdalm satu bahasa. (Abdul Chaer, Leonie Agustina Sosiolinguistik,
Jakarta: PT Rineka Cipta 2004, )
Beberapa pendapat dibawah ini :
1.
Peralihan
ini disebabkan malasnya penutur.
2.
Peralihan
merusak bahasa pertama dan bahasa kedua.
3.
Perlaihan
berbahaya terhadap komonikasi bahasa.
4.
Peralihan
menghina pendengar bahasa pertama.
5.
Alih
kode lemah dalam kedua bahasa (semilingual
6.
Peralihan
menjadikan kontrol yang baik.
Akan tetapi ada pakar yang memotifasi perubahan bahasa dari
bilingual bahasa. motivasi ditinjau dari bentuk rasionalisasi diantaranya
ialah:
1.
Perubahan
bisa membantu mempermudah dalam mengalihkan komonikasi.
2.
Perubahan
bisa merealisasikan tujuan-tujuan yang bermacam-macam
3.
perubahan
itu menjadikan jalan keluar bagi masyarakat bilingual bahasa
( 76-77, 2016 lisan Arabi :
Malang,محمد عفيف الدين دمياتي, مدجل إلى علم اللغة
الاجتماعي, )
Penyebab terjadinya alih kode mengacu pada teori Suwito, yaitu:
1.
Penutur,
seorang penutur kadang-kadang dengan sadar berusaha beralih kode terhadap lawan
tuturnya karena suatu maksud. Biasanya usaha tersebut dilakukan dengan maksud
mengubah situasi, yaitu dari situasi
resmi ke situasi tak resmi
2.
Mitra
tutur, setiap penutur pada umumnya ingin mengimbangi bahasa yang dipergunakan
oleh lawan tuturnya,
3.
Hadirnya
pihak ketiga, kehadiran orang ketiga kadang-kadang juga dapat dipakai sebagai
penentu berubahnya kode yang dipakai oleh seseorang dalam berkomunikasi.
Misalnya dua orang yang berasal dari kelompok etnik yang sama pada umumnya
saling berinteraksi dengan bahasa kelompok etniknya. Tetapi apabila kemudian
hadir orang ketiga dalam pembicaraan itu yang berbeda latar kebahasaannya, maka
biasanya dua orang pertama beralih ke dalam bahasa yang dikuasai oleh
ketiganya. pokok pembicaraan,
4.
Membangkitkan
rasa humor, tuturan untuk membangkitkan rasa humor dapat pula menyebabkan
peristiwa alih kode, yaitu pada berubanya suasana menjadi lebih santai dan
akrab antara penutur dan mitra tutur sehingga merubah kode diantara keduanya.
5.
Sekedar
bergengsi, yaitu di mana sebagian penutur yang beralih kode sekedar untuk
bergengsi. Hal itu terjadi apabila baik faktor situasi, lawan bicara, topik,
dan faktor-faktor sosio-situasional yang lain sebenarnya tidak mengharuskan
untuk berlaih kode.
Soewito membedakkan adanya dua macam alih kode, yaitu alih kode
intern dan alihkode ekstern. Yang dimaksud alihkode intern adalah alih kode
yang berlangsung antar bahasa sendiri, seperti bahasa indonesia ke bahasa jawa
atau sebaliknya. Sedangkan alihkode ekstern antara bahasa sendiri ( salah satu
bahasa atau rgam yang ada dalam verbal repertior masyarakat tuturnya) dengan
bahasa asing. . (Abdul Chaer, Leonie Agustina Sosiolinguistik, Jakarta: PT
Rineka Cipta 2004,)
B.
Sebab-sebab Terjadinya Alih Kode
Kalau kita Telusuri
penyebab terjadinya alih kode, maka harus kita kembalikan pada pokok pesoalan
sosiolinguistik seperti yang dikemukakan oleh fishman, yaitu “siapa berbicara,
dengan bahasa apa, kapan, dan dengan tujuan apa,”.
Dalam berbagai
kepustakaan linguistik secara umum penyebab alih kode itu disebutkan antara
lain adalah 1. Pembicara atau penutur, 2. Pendengar atau lawan tutur, 3.
Perubahan situasi dengan hadirnya orang ketiga, 4. Perubahan dari formal ke
informal atau sebaliknya, 5. Perubahan topik pembicaraan. ( Abdul Chaer, Leoni
Agustina, Jakarta : PT Renika Cipta 2004, Hlm.12)
Sebab-sebab
terjadinya alih kode :
1.
Keterampilan
menggambarkan.
2.
Kebutuhan.
3.
Menyalin.
4.
Penjelasan
lawan bicara.
5.
Afiliasi.
6.
Perubahan
nada lawan bicara.
7.
Pribadi.
(77-78, 2016 Lisan Arabi : Malangعفيف
الدين دمياتي, مدخل إلى علم اللغة الاجتماعي,)
C.
Contoh Alih Kode
Berikut adalah
contoh yang dapat membantu memahami
fenomena alih kode di masyarakat, simaklah percakapan sederhana berikut
antara seorang sekretaris dengan majikannya yang menggunakan bahasa indonesia:
S : Apakah Bapak sudah
jadi membuat lampiran surat ini?
M : O, ya, sudah.
Inilah!
S : Terima kasih
M : Surat ini berisi
permintaan borongan untuk memperbaiki kantor sebelah.
Saya sudah
kenal dia. Orangnya baik, banyak relasi, dan tidak banyak
mencari untung.
Lha saiki yen usahane pingin maju kudu wani ngono.
S : Panci ngaten, pak
M : Panci ngaten piye?
S : Tangesipun mbok modalipin kadas
menapa menawi.
M : Menawa orah akeh hubungane lan olehe
mbati kakehan, usahane ora bakal
dadi. Ngono karepmu?
S : lha inggih ngaten!
M : O, ya, apa surat untuk Jakarta
kemaren sudah dikirim?
S : Sudah, Pak. Bersamaan dengan surat
Pak Ridwan dengan kilat khusus.
Percakapan
ini dimulai dengan bahasa Indonesia karena tempatnya di kantor, dan yang
dibicarakan adalah tentang surat. Jadi, situasinya formal. Namun, begitu yang
dibicaraka bukan lagi tentang surat, melainkan tentang pribadi orang yang
disurati, sehingga situasi menjadi tidak formal, terjadilah alih kode: bahasa
Indonesia diganti dengan bahasa jawa. Selanjutnya ketika yang dibicarakan bukan
lagi mengenai pribadi si penerima surat, melainkan tentang pengiriman surat (
yang artinya situasi kembali formal ), maka terjadi lagi alih kode ke dalam
bahasa Indonesia. (Mohammad Afifuddin Dimyathi, Madkhal ila ‘ilmi al-lughah al
ijtima’I, Malang : Lisan Arabi, 2016, hlm. 78-79)
Dalam kasus ini memang bisa muncul pertanyaan, mengapa situasi
tidak resmi, para partisipan itu (sekretaris dan majikannya) tidak menggunakan
bahasa Indonesia ragam santai, melainkan menggunakan bahasa jawa? Kiranya kedua
partisipandalam percakapan di atas
memiliki latar belakang bahasa ibu yang sama, yaitu bahasa jawa. Andaikata
kedua partisipan itu memiliki latar belakang bahasa ibu yang berbeda, ada
kemungkinan akan digunakan bahasa Indonesia ragam tak formal. Bagaimana pun
untuk situasi tak resmi lebih mudah menggunakan bahasa pertama dari pada bahasa
kedua, kalau situasi mengizinkan; dan di dalam pertuturan di atas situasi
memang mengizinkan dengan tiadanya ornag ketiga yang tidak mengerti bahasa
jawa. Andai kata dalam peristiwa tutr antara sekretaris dan majikan itu turut
hadir partisipan yang lain yang tidak mengerti bahasa jawa, maka tentu
peralihan kode itu tidak dialihkan ke bahsa jawa.
Berubahnya topic pembicaran dapat juga menyebabkan terjadinya alih
kode. Pada contoh pecakapan antara sekretaris dan majikan di atas sudah dapat
dilihat ketika topiknya tentang surat dinas, maka percakapan itu berlangsung
dalam bahasa Indonesia. Tetapi ketika topiknya bergeser pada pribadi orang yang
dikirmi surat, terjadilah alih kode dari bahasa Indonesia ke bahasa jawa.
Sebaiknya, ketika topic kembali lagi tentang surat alih kode pun terjadi lagi;
dari bahasa jawa k bahasa Indonesia. Dari kasus pertuturan sekretaris dan
majikan di atas tampaknya penyebab alih kode itu, yaitu perpindahan topic yang
menyebabkan terjadinya perubahan situasi dari situasi formal menjadi situasi
tidak formal merupakan penyebab ganda.
Jadi, penyebab alih kode dalam kasus percakapan sekretaris dengan
majikan di atas adalah berubahnya situasi dari formal ke situasi tidak formal.
Oleh karena itulah digunakan bahasa
jawa, bahasa yang paling dikuasai oleh kedua partisipan itu. Andai kata
keduanya tidak berbahasa pertama bahasa jawa tentu alih kode akan dilakukan ke
dalam bahsa Indonesia non formal, bukan bahasa jawa. Alih kode tidak akan
terjadi meskipun topic pembicaraan berganti, misalnya, dari topic pengiriman
surat menjadi topic penagihan hutang atau pembayaran gaji pegawai sebab
situasinya tetap formal, yang dalam masyarakat tutur Indonesia harus
menggunakan ragam resmi. Yang mungkin berubah adalah penggunaan registernya.
Kalau perubahan register dianggap juga sebagai alih kode ( sebab berubah ragam
atau dialek juga dianggap peristiwa alih kode), maka persoalannya menjadi lain.
Untuk kegiatan tertentu memang diperlukan register tertentu. (Abdul chaer,
Leonie Agustina , Sosiolinguistik, Jakarta: PT RIneka Cipta, 2004,)
D.
Macam-macam Alih Kode
Berikut adalah jenis-jenis alih kode:
1.
Alih
kode produktif
Alih kode produktif adalah alih kode yang dilakukan oleh pembicara
atau penulis, alih kode tersebut dilakukan oleh pelaku linguistic dalam
kata-kata atau tulisannya.
2.
Alih
kode reseptif
Alih kode reseptif adalah alih kode yang dilakukan oleh pendengar
atau pembaca, setiap kali seorang pembicara bergerak dari bahasa pertama ke
bahasa kedua, pendengar harus mengkonversi dari bahasa pertama ke bahasa kedua
juga (pembaca mengikuti bahasa sang penulis). (Mohammad Afifuddin Dimyathi,
Madkhal ila ‘ilmi al-lughah al ijtima’I, Malang, Lisan Arabi, 2016,hlm: 79-80).
3.
Alih
kode intern
Alih kode intern adalah alih kode yang berlangsung antar bahasa
sendiri, seperti dari bahasa Indonesia ke bahasa jawa, atau sebaliknya, seperti
percakapan antara sekretaris dan majikannya dalam ilustrasi di atas.
4.
Alih
kode ektern
Alih kode ektern adalah alih kode yang terjadi antara bahasa
sendiri (salah satu bahasa atau ragam yang ada dalam verbal repertoir
masyarakat tuturnya) dengan bahasa asing. (Abdul Chaer, Leonie Agustina,
Sosiolinguistik, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004, hlm: 114).
E.
Sistem Alih Kode
Alih kode dapat terjadi dalam batas-batas kalimat atau diluar
batasnya. Kita dapat meminta alih kode internal dan yang kedua untuk mencoba
diluar. Model alih kode intenal dapat diringkas sebagai berikut.
1.
Bahasa
yang pertama + bahasa ke dua
2.
Bahasa
yang pertama + bahasa kedua + bahasa pertama
3.
Bahasa
yang pertama + bahasa kedua + bahasa pertama + bahasa kedua
Alih kode terjadi sekali dalam satu kalimat, dalam kasus ini
periode terjadi dua kali. Bahsa kedua dan emudia kembali ke bahasa ibu. Dalam
suatu kasus alih kode ditolak tiga kali oleh bahasa kedua dan bahasa yang
pertama kemudian bahasa yang kedua lagi.
Model alih kode eksternal dapat
diringkas sebagai berikut :
1.
Bahasa
pertama + bahasa kedua
2.
Bahasa
pertama + bahasa kedua+ bahasa pertama
3.
Bahasa
pertama + bahasa kedua+ bahasa pertama + bahasa kedua
Dalam kasus inni, alih kode dari bahasa pertama ke bahsa kedua
terjadi dan kalimat berikut berlanjut dalam bahasa kedua. Dalam kasus ini, ubah
bahasa pertama ke bahasa kedua, lalu ke bahasa pertama, kalimat berikut
berlanjut dalam bahasa pertama. Dalam hal ini, alih kode dalam bahsa kedua,
kemudian dalam bahasa pertama kemudian dalam bbahsa kedua dan kalimat terus
bergantian antara bahsa pertama dan bahasa kedua.
( 76-77, 2016 lisan Arabi : Malang,مد عفيف الدين دمياتي, مدجل إلى علم اللغة الاجتماعي, )
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Chaer, Leonie Agustina, Sosiolinguistik, Jakarta: PT Rineka
Cipta, 2004
76-77,
2016 lisan Arabi : Malang,مد عفيف الدين دمياتي, مدجل
إلى علم اللغة الاجتماعي,
Iswah Adrinan,
Sosiolnguistik Pengantar Memahami Bahasa dalam Masyarakat