PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Fiqh
jinayah ialah kajian ilmu hukum Islam yang berbicara tentang kriminalitas.
Dalam istilah yang lebih populer, fiqh jinayah disebut hukum pidana Islam.
Adapun ruang lingkup kajian hukum pidana Islam ini meliputi tindak pidana
qishash, hudud, dan ta’zir.
Qishash
ialah penjatuhan sanksi yang sama persis terhadap pelaku jarimah sebagaimana
yang telah ia lakukan terhadap korban. Hudud ialah sanksi atas sejumlah jarimah
yang ketentuannya telah dijelaskan secara terperinci di dalam Alquran dan
hadis. Sementara itu, ta’zir ialah sanksi yang tidak secara tegas dijelaskan
baik di dalam Alquran maupun hadis dan merupakan sanksi yang didasarkan atas
kebijakan pemerintah.
Makalah
membahas ketiga macam kategori hukum pidana Islam di atas secara detail dan
komprehensif. Di samping itu, juga terdapat komparasi antara sesama mazhab
fiqh.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa Yang Dimaksud Pengertian Jarimah Riddah?
2.
Apa Saja Unsur-unsur Jarimah Riddah?
3.
Aapa Saja Dasar Hukum dan Saksi Hukumannya?
C.
Tujuan
1.
Untuk Mengetahui Pengertian Jarimah Riddah.
2.
UntukMengetahui Unsur-unsur Jarimah Riddah.
3.
Untuk Mengetahui Dasar Hukum dan Saksi Hukumannya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Jarimah Riddah
1.
Pengertian Jarimah
Dalam Fiqih Jinayah jarimah disebut juga dengan tindak pidana.
Pengertian jinayah secara bahasa adalah suatu istilah untuk perbuatan yang
dilarang oleh sara’, baik berupa perbuatan tersebut mengenai jiwa, harta, atau
lainnya. Ada beberapa macam pengertian jarimah (tindak pidana). Menurut bahasa
Jarimah adalah melakukan perbuatan-perbuatan atau hal-hal yang dipandang tidak
baik, dibenci oleh manusia karena pertentangan dengan keadilan, kebenaran dan
jalan yang lurus (agama). Pengertian secara umum jarimah adalah pelanggaran
terhadap perintah dan larangan agama, baik pelanggaran tersebut mengakibatkan
hukuman duniawi maupun ukhrawi.[1]
Riddah dalam arti bahasa adalah ِهِﺮْﻴَﻏَﻰﻟِاِءْﻰَّﺸﻟا ِﻦَﻋَعْﻮُﺟُّﺮﻟا , yang artinya kembali dari sesuatu ke sesuatu yang lain.
Pengertian menurut Wahbah Zuhaili adalah, Riddah
menurut syara’ kembali dari agama Islam kepada kekafiran, baik dengan niat,
perbuatan yang menyebabkan kekafiran, atau dengan ucapan.
Riddah secara harfiah yaitu, kembalinya seorang muslim yang berakal dan baligh untul memilih keyakinan agama
lain atas dasar pilihannya bukan atas paksaan. Dari pengertian tersebut
anak-anak yang menyatakan memilih agam yang bebeda dengan agama orang tuanya
tidak termasuk murtad, begitu pula orang gila.
B.
Unsur- unsur Jarimah Riddah
Unsur- unsur jarimah riddah ada dua macam yaitu:
1.
Kembali (keluar)m dari Islam.
Unsur yang pertama dari jarimah riddah adalah
keluar dari Islam. Pengertian ke luar dari Islam itu adalah meninggalkan agama
Islam setelah tadinya mempercayai dan menyakininya.
Keluar dari
Islam bisa terjadi dengan salah satu dari tiga cara yaitu:
a.
Dengan perbuatan atau menolak perbuatan
Adapun yang dimaksud dengan menolak melakukan perbuatan adalah
keengganan seseorang untuk melakukan perbuatan untuk yang dilakukan oleh agama
(Islam), dengan diiringi keyakinan bahwa perbuatan tersebut tidak wajib.[2]
Contoh: seperti enggan melaksanakan sholat,
zakat, puasa atau haji, karena merasa semuanya tidak wajib.
b.
Dengan ucapan (perkataan).[3]
Ke luar dari Islam juga bisa terjadi dengan keluarnya ucapan dari mulut seseorang
yang berisi kekafiran.
Contoh: seperti pernyataannya bahwa Allah punya
anak, mengaku menjadi nabi, mempercayai pengakuan seseorang sebagai nabi,
mengingkari nabi, malaikat. Di samping itu keluar dari Islam juga bisa terjadi
dengan Iktikad atau keyakinan yang tidak sesuai dengan akidah Islam
Contoh: seperti seseorang yang meyakini
langgengnya alam, atau keyakinan bahwa Allah itu makhluk, atau keyakinan bahwa
manusia menyatu dengan Allah, atau keyakinan bahwa Al-Qur’an itu bukan dari
Allah, atau bahwa nabi Muhammad itu bohong, Ali sebagai nabi, atau bahkan
menganggapnya sebagai tuhan, dan lain-lain yang bertentangan dengan Al-Qur’a
dan Sunnah Rasul.
c. Dengan iktikad atau keyakinan.
Di samping itu keluar dari Islam juga bisa
terjadi dengan Iktikad atau keyakinan yang tidak sesuai dengan akidah Islam
Contoh:
seperti seseorang yang meyakini langgengnya alam, atau keyakinan bahwa Allah
itu makhluk, atau keyakinan bahwa manusia menyatu dengan Allah, atau keyakinan
bahwa Al-Qur’an itu bukan dari Allah, atau bahwa nabi Muhammad itu bohong, Ali
sebagai nabi, atau bahkan menganggapnya sebagai tuhan, dan lain-lain yang
bertentangan dengan Al-Qur’a dan Sunnah Rasul.[4]
2.
Adanya nmiat yang melawan hukum
(kesengajaan).
Untuk terwujudnya jarimah riddah disyaratkan bahwa pelaku perbuatan itu
sengaja melakukan perbuatan atau ucapan yang menunjukkan kepada kekafiran,
padahal ia tahu dan sadar bahwa perbuatan atau ucapannya itu berisi kekafiran.
Imam Syafi’i mensyaratkan untuk terjadinya jarimah riddah, pelaku
perbuatan tersebut harus berniat melakukan kekufuran, dan tidak cukup dengan
perbuatan atau ucapan yang mengandung kekufuran semata. Alasannya adalah Hadis
yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Alqamah ia berkata:
م ص َﻲِّﺒَﻨﻟا ُﺖْﻌِﻤَﺳَﻗَلاُﺐُﻄْﺨَﻳُﻪْﻨَﻋُﷲ َﻰِﺿَرِبﺎَّﻄَﺨْﻟاَﻦْﺑَﺮَﻤُﻋُﺖْﻌِﻤَﺳ
...ىَﻮَﻧﺎَﻣٍئِﺮْﻣا ِّﻞُﻜِﻟﺎَﻤَّﻧِاَوِﺔَّﻴِّﻨﻟﺎِﺑُلﺎَﻤْﻋَﻷاْﺎَﻤَّﻧِاُسﺎَّﻨﻟا ﺎَﻬُّﻳَﺂﻳ: ُلْﻮَﻘَﻳ
Saya mendengar Umar bin Al-Khattab ra.
berpidato, ia berkata: saya mendengar Nabi saw. bersabda: “Wahai manusia,
sesungguhnya perbuatan itu harus disertai dengan niat, dan sesungguhnya bagi
setiap orang adalah apa yang diniatkannya…
C.
Dasar Hukum dan Saksi Hukumannya
Sedangkan menurut istilah tindak pidana adalah
semua peristiwa perbuatan yang bertentangan dengan hukum pidana. Sedangkan
menurut penulis tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan
hukum yang mana disertai dengan ancaman (sanksi) bagi yang melanggar larangan
tersebut. Dalam Fiqih Jinayah suatu perbuatan baru bisa dikatakan suatu tindak
pidana, apabila sudah memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
a. Unsur formal yaitu adanya nash (ketentuan) yang
melarang perbuatan dan mengancamnya dengan hukuman.
b. Unsur material yaitu adanya tingkah laku yang membentuk jarimah, baik berupa
perbuatan nyata (positif) maupun sikap tidak berbuat (negatif).
c.
Unsur moral adalah orang yang cakap (muallaf), yakni orang yang dapat
dimintai pertanggungjawaban atas tindak pidana yang.
Dasar Hukum Tindak Pidana
Sedangkan dasar hukum dari tindak pidana adalah
bersumber dari ayat-ayat atau nash al-Qur’an. Ayat-ayat tersebut adalah sebagai
berikut:
Al-Qur’an Surah Al- Hujuraat ayat
ﻰَﻠﻋﺎَﻤُﻬﻧَﺪْﺣِاْﺖَﻐَﺑۢنِۖﺎَﻓ ﺎَﻤُﻬَﻨْﻴَﺑاْﻮُﺤِﻠْﺻ َﺄﻓاْﻮُﻠَﺘَﺘْﻗاَﻦْﻴِﻨﻣْﺆُﻤْﻟاَﻦِﻣِنﺎَﺘَﻔِﺋﺂَﻃنِاَو ﺎَﻤُﻬَﻨْﻴَﺑاﻮُﺤِﻠْﺻ ْﺄَﻓْتَءﺂَﻓْنِﺎَﻓۚ ﷲ ِﺮْﻣَاﻰَﻟِاَءﻰﻔَﺗﻰَّﺘَﺣﻰِﻐْﺒَﺗﻰَﺘَّﻟااﻮُﻠِﺘَﻘَﻓى َﺮ ْﺧ
ُﻷاْ
.َﻦْﻴِﻄِﺴْﻘُﻤْﻟاُّﺐِﺤُﻳَﷲ َّنِاۖ اﻮُﻄِﺴْﻗَأوِلْﺪَﻌْﻠِﺑ
Artinya: Jika
ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang maka damaikanlah anatara keduannya. Jika salah satu dari
kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain maka maka
perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golonga itu kembali,
(kepada perintah Allah), maka damaikanlah keduannya dengan dalil dan berlaku
adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.
Pengertian dari kaedah ini adalah bahwa
perbuatan orang-orang yang cakap (mukallaf) tidak dapat, dikatakan sebagai
perbuatan yang dilarang, selama belum ada nash (ketentuan) yang melarangnya dan
mempunyai kebebasan untuk melakukan perbuatan itu atau meninggalkannya,
sehingga ada nash yang melarangnya. Kaedah tersebut mempunyai pengertian bahwa
semua perbuatan dan sikap tidak berbuat diperbolehkan dengan kebolehan asli,
artinya bukan kebolehan yang dinyatakan oleh syara’. Dengan demikian selama
belum ada nash yang melarangnya maka tidak ada tuntutan terhadap semua
perbuatan dan sikap tidak berbuat tersebut.
Sebagai jarimah, kecuali karena adanya nash
(ketentuan) yang jelas yang melarang perbuatan dan sikap tidak berbuat
tersebut. Apabila tidak ada nash yang demikian sifatnya, maka tidak ada
tuntutan atau hukuman atas pelakunya. Oleh karena itu, perbuatan dan sikap
tidak berbuat tidak cukup dipandang sebagai jarimah hanya karena dilarang saja
melainkan juga harus dinyatakan maupun sesudahnya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dalam Fiqih Jinayah jarimah disebut juga dengan
tindak pidana. Pengertian jinayah secara bahasa adalah suatu istilah untuk
perbuatan yang dilarang oleh sara’, baik berupa perbuatan tersebut mengenai
jiwa, harta, atau lainnya. Ada beberapa macam pengertian jarimah (tindak
pidana). Sebagai jarimah, kecuali karena adanya nash (ketentuan) yang jelas
yang melarang perbuatan dan sikap tidak berbuat tersebut. Apabila tidak ada
nash yang demikian sifatnya, maka tidak ada tuntutan atau hukuman atas
pelakunya.
B.
Kritik dan Saran
Berdasarkan
penulisan makalah ini, penulis memiliki gagasan saran dan kritik :
1.
Kepada para dosen untuk senantiasa membimbing para peserta didiknya
dalam proses belajar mengajar terutama dalam penulisan makalah ini.
2.
Kepada teman-teman mahasiswa dan mahasiswi untuk selalu memberi dukungan
dan saran serta kritikan yang membangun atas pembuatan makalah ini supaya
senantiasa dapat membantu penulis dikemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA
Drs.
H. Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana
Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005).
Topo, Santoso, Membumikan Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 2003).
Dr. H. M. Nurul Irfan, M.Ag., Fiqih Jinayah, (Jakarta: UIN Syarif
Hidayatullah)
[1]
Dr. H. M. Nurul Irfan, M.Ag., Fiqih
Jinayah, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah)
[2]
Topo, Santoso, Membumikan Hukum
Pidana Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 2003), hlm. 33
[3] Drs. H. Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar
Grafik, 2005), hlm.119
[4] Drs. H. Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2005), hlm. 121