BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Kedudukan Al-Hadits sebagai sumber ajaran agama islam
yang berkedudukan setelah Al-Qur’an memang tidak dapat dipungkiri lagi, sebab
Al-Hadits menjadi penguat pernyataan yang terdapat didalam Al-Qur’an. Selain
menjadi pedoman yang menuntun umat islam pada jalan kebenaran, Al-Hadits juga
memberikan gambaran dan ganjaran bagi orang-orang yang berbuat baik ataupun
orang-orang yang berbuat tercela, salah satunya adalah keutamaan orang yang
berilmu.
Karna dalam makalah ini menitik pusatkan pada keutamaan
orang yang berilmu maka contoh diatas diambil dari pembahasan dalam makalah
ini. orang yang berilmu merupakan orang yang memiliki pengetahuan tentang
perkara dan juga orang berilmu adalah orang yang memiliki kemulian di sisi Allah
SWT, karna kemuliannya maka Allah SWT memfirmankan beberapa keutamaan orang
berilmu kedalam Al-Qur’an dan Nabi Muhammad SAW juga mensabdakannya ke dalam
Al-Hadits, betapa mulianya orang yang berilmu.
Makalah
ini kami buat untuk mejabarkan sekaligus memperkenalkan pada para pembaca serta
audient betapa pentingnya, betapa menariknya, betapa beruntungnya apabila kita
menjadi salah seorang yang berilmu. Namun, tak berhenti di situ saja, makalah
ini kami maksudkan untuk menjadi teguran sekaligus renungan untuk orang yang
berilmu apabila menyembunyikan atau tidak menyampaikan ilmunya pada yang lain.
Mengapa
materi ini penting? Materi ini penting karna sebagai panggilan bagi para
pembaca serta audient, sebagai penyemangat untuk menuntut ilmu, selain itu menjadi
teguran bagi pembaca dan audient, pentingnya menyampaikan ilmu pada orang lain.
A.
Rumusan masalah
1.
bagaimana Hadits yang bisa memberi penjabaran tentang keutamaan
orang yang berilmu?
2.
Apa makna dari hadits tentang keutamaan orang yang
berilmu?
3.
Siapakah para perawi yang telah meriwayatkan hadits
tersebut?
4.
Apa kandungan tarbawi dari hadits tersebut?
B. Tujuan
1.
Untuk dapat memberikan pemahaman tentang keutamaan orang
yang berilmu.
2.
Untuk dapat mengerti makna dari hadits tersebut.
3.
Untuk mengetahui perawi yang telah meriwayatkan sekaligus
riwayat hidup atau biografi perawi hadits tersebut.
4.
Untuk mengetahui kandungan tarbawi yang terdapat dalam
hadits tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hadits Tentang Keutamaan Orang Yang Berilmu
Orang yang berilmu adalah orang yang
mengetahui tentang perkara-perkara yang ada, orang yang berilmu diberikan pengetahuan oleh
Allah SWT agar menjadi contoh bagi mereka yang tak berilmu. Orang yang memiliki
ilmu dijadikan baginya sebagai panutan
sekaligus sebagai pembimbing bagi mereka yang jahil dan tidak berilmu, agar
supaya mereka yang tidak berilmu mengetahui kebenaran yang telah Allah berikan
kepada mereka yang berilmu sebagai anugrah yang akan bermanfaat bagi mereka
dikala berada di dunia juga ketika mereka sudah di akhirat kelak.
Orang yang berilmu memiliki banyak kemulian,
dengannyalah dunia lebih baik. Kenapa dunia ini dikatakan lebih baik? Karena
sesungguhnya dunia ini merupakan tempat
yang terkutuk dan segala isinyapun terkutuk, kecuali mereka yang taat
kepada Allah SWT, yang senantiasa berdzikir kepada-Nya, dan orang yang memiliki
kedudukan yang sepadan dengan orang yang berdizikir dan taat ialah mereka yang
berilmu atau yang biasa disebut orang alim atau pelajar.
Dalam suatu hadits yang diriwayatkan oleh
Attirmidzy dari Abu hurairah tentang pernyataan diatas dan keutamaan orang yang
berilmu, bunyi hadits tersebut seperti ini:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رَضِى اَللهُ عَنْهُ قَا
لَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم يَقُوْلُ : الدُّنْيَا
مَلْعُوْنَةٌ مَلْعُوْنٌ مَا فِيْهَا إِلاَّذِكْرَاللهِ تَعَا لَ وَمَا وَلَاهُ,
وَعَا لِمًا وَمُتَعَلِّمًا. رَوَاهُ التُّرْمُذِيُّ[1]
Hadits yang telah diriwayatkan oleh Attirmidzy
diatas menjelaskan bahwa di dalam dunia ini semuanya merupakan sesuatu yang
terkutuk, hal yang melenakan dan juga penuh hal hal yang mendorong pada jalan
kesesatan. Kecuali orang yang ingat kepada Allah SWT, yaitu orang orang yang
senantiasa berdzikir, dan juga orang yang berilmu, yang mengamalkan ilmunya
dijalan kebenaran.
B.
Makna
Hadits keutamaan Orang Yang berilmu Secara Lafdzi dan Ijmali
1.
Makna Lafdzi
Mendengar – listened (سَمِعَ – يَسْمِعُ –سَمْعًا)
Terkutuk – accursed (لَعَنَ – يَلْعَنُ – لَعْنًا)
Mengingat – remembered (ذَكَرَ – يَذْكُرُ – ذِكْرًا)
2.
Makna Ijmali
Abu Hurairah r.a berkata: saya telah mendengar Rasulullah
s.a.w. bersabda: “Dunia ini terkutuk dan segala isinyapun
terkutuk kecuali dzikrullah (ta’at pada Allah) dan yang serupa itu dan orang
alim dan pelajar.” (HR. Tirmidzy)[2]
Abu
Hurairah r.a said: I had listened Rasulullah s.a.w utterance: “this world is
damned and everything is damned except remember the God and pious people and
students.”
C.
Riwayat Perawi Yang Telah Meriwayatkan Hadits
Keutamaan Orang Berilmu
1.
Abu Hurairah
Abdus
Syam atau yang
dikenal dengan nama Abu Hurairah, lahir di Yaman pada tahun 598 M, masuk islam
pada usianya yang menginjak 27 tahun, tepatnya 4 tahun sebelum Rasulullah
wafat, lalu namanya diganti dengan nama Abdurrahman As Sahrah.
Orang-orang pada masa itu sering memanggil Abdurrahman As
Sahrah dengan sebutan Abu Hurairah “bapak kucing”. Alasan orang-orang memanggil
beliau demikian adalah dalam kesehariannya abu Hurairah selalu kedapatan sedang
menggendong kucing atau membawa kucing kemanapun dia pergi, karena orang-orang
yang sering melihat beliau kedapatan melakukan hal demikian maka Abdurrahman As
Sahrah lebih di kenal dengan nama Abu Hurairah, bahkan dalam riwayat haditsnya.
Beliau merupakan
perawi hadits yang banyak meriwayatkan hadits-hadits shohih, sekitar 5300
hadits ia berikan kepada muridnya, meskipun pada kenyataannya dalam waktu 4
tahun menekuni hadits beliau telah berhasil mengumpulkan sekitar ± 100.000
hadits. Abu hurairah merupakan orang yang cakap dalam bidang politik, hal itu
dibuktikan ketika masa pemerintahan Umar bin Khattab sebagai khalifah, Abu
hurairah pernah menjadi seorang gubernur Bahrain. Beliau wafat pada tahun 678 M
tepatnya pada saat usia beliau telah 80 tahun.
2.
Attirmidzy
Nama lengkap Attirmidzy
ialah Abu Isa Muhammad bin Musa bin ad-Dahhak as-Sulami at-Tirmidzi. Beliau
adalah ulama hadits ternama dan penulis beberapa kitab yang terkenal. Kakek
dari Attirmidzy beraasal dari
daerah mirwaz, kemudian pindah ke daerah tirmiz dan tinggal disana, di kota
itulah Abu isa dilahirkan.[3]
Lahir pada bulan dzulhijjah pada tahun 209 H.
Semula
Attirmidzy dipanggil dengan sebutan Abu Isa, namun beberapa ulama hadits tidak
menyukai panggilan tersebut, karena Isa berarti tidak memiliki ayah. Sejak
kecil dia sudah senang mempelajari ilmu dan hadits. Dia pergi ke beberapa
negeri seperti Hijaz, Irak, Khurasan dan lain-lain. Dalam perjalanan itu dia
bertemu dengan ulama besar ahli hadits untuk memperoleh hadits, kemudian
dihafal dan dicatatnya baik di tengah perjalanan maupun ketika sudah sampai di
suatu tempat.
Beberapa ulama’ besar pernah menjadi guru Imam Attirmidzy
seperti, Imam Bukhari yang membawa beliau
melakukan takhrij dan penggalian kandungan hadits, Imam Muslim dan Abu Dawud.
Beliau juga mendengar dari sebagian guru mereka, seperti Qutaibah ibn Sa’id,
Muhammad ibn Basyar dan lain-lain.[4] Imam Attirmidzy merupakan salah satu ulama’
hadits yang sangat kuat hafalannya. Imam Attirmidzy mengalami kebutaan,
meskipun ada yang bilang bahwa beliau buta sejak dari kecil, namun banyak
spekulasi yang menyatakan bahwa beliau buta dimasa tua beliau. Beliau wafat di Tirmiz pada malam senin 13 Rajab tahun 279 H dalam
usia 70 tahun.
D. Kandungan Tarbawi Yang Terdapat Dalam Hadits Keutamaan Orang Yang Berilmu
Kandungan tarbawi yang dapat diperoleh dari
hadits yang telah dijelaskan diatas adalah, pelajar atau orang alim (orang yang
berilmu) merupakan orang yang disetarakan derajatnya dengan orang yang taat
kepada Allah SWT, yaitu orang-orang yang berdzikir kepada-Nya.
Selain itu disebutkan dalam hadits tersebut
bahwa dunia ini dan segala isinya terkutuk, maksudnya adalah tidakkah
benar-benar dunia ini telah tenggelam dalam kebatilan apabila tidak ada orang
yang berilmu. Karena dengan adanya merekalah siklus pendidikan akan berputar
dan berjalan, tidak akan ada orang yang menuntut ilmu apabila tidak ada orang
yang berilmu, dan tidak adapula orang mengajarkan suatu ilmu apabila dia tidak
berilmu.
Dengan adanya siklus pendidikan seperti itulah
kita menyadari bahwa orang yang berilmu sangat berpengaruh dalam kehidupan di
dunia. Namun tidak serta merta berhenti disitu saja, karna dengan adanya ilmu yang
kita miliki, kita harus menyadari bahwa ada hak orang lain yang harus kita
perhatikan. Allah memberikan suatu ilmu kepada seseorang bukan
hanya untuk kepentingan orang itu sendiri, namun untuk diajarkan pada orang
lain.
Orang yang menyembunyikan ilmu terutama ilmu
syari’at, diancam oleh Allah dengan laknat-Nya dan juga laknat dari makhluk-Nya
sebagaimana ditegaskan dalam ayat berikut:
اِنَّ الَّذِيْنَ يَكْتُمُوْنَ مَا اَنْزَلْنَا مِنَ
الْبَيِّنَتِ وَالْهُدَى مٍنْ بَعْدِ مَا بَيَّنَّهُ لِلنَّاسِ فِى الْكِتَبِ
اُوْلَئِك
يَلْعَنُهُمُ اللهُ وَ يَلْعَنُهُمُ
اللَّعِنُوْنَ (159)
Artinya: “sungguh, orang-orang yang telah
menyembunyikan apa yang telah kami turunkan berupa keterangan-keterangan dan
petunjuk, setelah kami jelaskan kepada manusia dalam kitab (Al-Qur’an), mereka
itulah yang dilaknat Allah dan dilaknat pula oleh mereka yang melaknat.”[5]
Menurut
Fakhruddin Ar-Razi, ketentuan ayat ini berlaku bagi semua yang menyembunyikan
agama kendatipun ia turun dalam kasus orang Yahudi dan Nasrani yang
menyembunyikan isi Taurat ketika ditanya oleh orang orang Anshar tentang
sifat-sifat Nabi.
M.
Quraish Shihab mengemukakan bahwa walaupun ayat inurun dalam konteks kecaman
terhadap orang-orang yahudi, namun redaksinya yang bersifat umum menjadikannya
kecaman bagi setiap orang yang menyembunyikan apapun yang diperintahkan agama
untuk disampaikan, baik ilmu agama, ilmu pengetahuan, ataupun hak manusia.[6]
Dalam sebuah hadits juga diriwayatkan tentang dilarangnya orang
yang memiliki ilmu, menyembunyikan suatu ilmu:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رَضِى اَللهُ عَنْهُ قَا لَ : قَا لَ
رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ سُعِلَ عَنْ عِلْمٍ
عَلِمَهُ ثُمَّ كَتَمَهُ أُلْجِمَ يَوْمَ الْقِيَا مَةِ بِلِجَا مٍ مِنْ نَارٍ.
رَوَاهُ التُّرْمُذِيُّ
Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah
bersabda, “siapa yang ditanya tentang suatu ilmu yang ia ketahui lalu ia
menyembunyikannya (tidak menjawabnya), ia akan dikekang pada hari kiamat dengan
kekangan dari neraka.” (HR. Tirmidzy)
Menurut
pengarang ‘Aun Al-Ma’bud dan Tuhfah Al-Ahwazy, siapa yang ditanya
tentang suatu ilmu yang dibutuhkan oleh penanyanya dalam masalah agamanya, lalu
ia sembunyikan dengan cara tidak menjawab atau tidak menulis, maka Allah akan
memasukkan kekangan api neraka ke dalam mulutnya karena ia telah menahan
dirinya untuk bicara.[7]
Dari analisis diatas perlu diingatkan bahwa
orang yang memiliki ilmu tentang syariat (guru agama Islam atau guru Al-Qur’an)
tidak boleh bakhil dengan ilmu. Jangan membagikan ilmu untuk mengharapkan
bayaran atau upah, namun pandanglah yang diterima itu sebagai uang muka mardhatillah.
Yakinlah bahwa pahala dari Allah jauh lebih besar daripada imbalan atau
upah yang diberikan oleh manusia di dunia.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رَضِى اَللهُ عَنْهُ قَا لَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم يَقُوْلُ : الدُّنْيَا مَلْعُوْنَةٌ
مَلْعُوْنٌ مَا فِيْهَا إِلاَّذِكْرَاللهِ تَعَا
لَ وَمَا وَلَاهُ, وَعَا لِمًا وَمُتَعَلِّمًا. رَوَاهُ التُّرْمُذِيُّ
Abu Hurairah r.a berkata: saya telah mendengar
Rasulullah s.a.w. bersabda: “Dunia ini terkutuk dan segala isinyapun
terkutuk kecuali dzikrullah (ta’at pada Allah) dan yang serupa itu dan orang
alim dan pelajar.” (HR. Tirmidzy).
Diriwayatkan oleh Attirmidzy seorang perawi yang sangat ternama.
Dengan nama asli Abu Isa Muhammad bin Musa bin Ad-Dahlak As-Sulami At-Tirmidzy.
Lahir pada tahun 209 H - 279 H. Dari Abu Hurairah yang bernama asli Abdus Syam
lalu setelah masuk Islam diganti dengan Abdurrahman As Sahrah dan yang hingga
kini dikenal dengan Abu Hurairah. Lahir di yaman pada tahun 598 M – 678 M.
Kandungan dalam hadits tersebut adalah dimana semua yang ada dimuka
bumi adalah terkutuk, kecuali orang Alim dan Pelajar. Pelajar dan orang yang
berilmu merupakan golongan yang istimewa hingga oleh Allah disetarakan
derajatnya dengan orang yang berdzikir kepada-Nya.
B.
Saran
Janganlah
pelit untuk membagikan ilmu pada orang lain, sebab berbagi hal yang memberi
pengetahuan itu lebih baik dari pada membagikan hal berupa materi. Dan apabila
ingin berbagi ilmu hendaklah dalam keadaan ikhlas.
DAFTAR PUSTAKA
Bahreisj Salim, RIADHUS SHALIHIN. Bandung: PT Al Ma’arif, 1987.
Syuhbah Muhammad Abu, KUTUBUS SITTAH.
Surabaya: Pustaka Progresif, 1999.
‘Ajaj
Al-Khatib Muhammad,
Ushul Al-Hadits. Jakarta:
Gaya Media Pratama, 2013.
(QS. Al-Baqarah (2): 159)
Hasbiyallah, HADIS
TARBAWI. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2015.
Umar Bukhari, Hadis
TARBAWI. Jakarta: AMZAH, 2012.
LAMPIRAN
A.
Sampul Buku