Saturday 15 September 2018

Hukum Mempelajari Ilmu Mawaris?




BAB I
PENDAHULUAN

A.           Latar Belakang
Kita tentu telah mendengar ataupun sudah pernah melihat dengan mata kepala kita sendiri, bahwa perselisihan sering terjadi diantara orang yang bersaudara, hal itu disebabkan pembagian harta warisan. Bahkan perselisihan tersebut ada  yang membawa  kepada permusuhan bahkan pembunuhan. Dalam hal ini Islam sebagai agama  yang mengajarkan nilai-nilai keadilan, maka Islam memberikan solusi  atas perselisihan dan permusuhan dengan ilmu yang mempelajari cara pmbagian harta waris. Untuk itulah materi ini sangat penting untuk dipelajari, karena sangat disayangkan jika umat Islam tidak tahu apa itu Pengertian ilmu mawaris, hukum ilmu mempelajari ilmu mawaris, sebab-sebab adanya waris mewarisi, dan  Pembagian Masing-masing Hak Waris Anak Laki-laki dan Anak Perempuan dan Tujuan Ilmu Mawaris. Hal inilah yang membuat penulis berkeinginan membahas ilmu mawaris, yang menjadi titik untuk dipelajari yaitu “Hak Waris Anak Laki-laki Dan Anak Perempuan”.
B.            Rumusan Masalah
1.    Apa Pengertian Ilmu Mawaris?
2.    Bagaimana Hukum Mempelajari Ilmu Mawaris?
3.    Apa Sumber Hukum Ilmu Mawaris?
4.    Apa Saja Sebab-sebab Adanya Waris Mewarisi?
5.    Bagaimana Pembagian Masing-masing Hak Waris?
6.    Apa Tujuan Ilmu Mawaris?
C.           Tujuan Pembelajaran
1.    Untuk  Mengetahui yang Dimaksud Ilmu Mawaris.
2.    Untuk  Mengetahui Hukum Mempelajari Ilmu Mawaris.
3.    Untuk Mengetahui Sumber Hukum Ilmu Mawaris.
4.    Untuk  Mengetahui Sebab-sebab Adanya Waris Mewarisi
5.    Untuk  Mengetahui Pembagian Masing-masing Hak Waris.
6.    Untuk  Mengetahui Tujuan Ilmu Mawaris


BAB II
PEMBAHASAN

A.           Pengertian Ilmu Mawaris
Dari segi bahasa, kata mawaris merupakan bentuk jamak dari kata mirats artinya harta yang diwariskan. Secara istilah, berarti ilmu tentang pembagian harta peninggalan setelah seseorang meninggal dunia. Ilmu mawaris disebut juga dengan Ilmu Faroidh. Kata faroidh dari segi bahasa merupakan bentuk jamak dari faridhoh yang berarti ketentuan, bagian atau ukuran.[1]
Ilmu ini dinamakan ilmu mawaris karena mempelajari tentang ketentuan-ketentuan pembagian harta pusaka bagi ahli waris menurut hukum Islam. Disebut juga dengan ilmu faroidh karena membahas ketentuan-ketentuan atau bagian-bagian yang telah ditentukan terhadap masing-masing ahli waris.
Ada beberapa istilah dalam Fiqh Mawaris yang berkaitan dengan ilmu faroidh antara lain:
1.      Waris, adalah ahli waris yang berhak menerima warisan.
2.      Muwaris, artinya orang yang mewarisi harta peninggalannya.
3.       Al Irs, artinya harta warisan yang siap dibagi oleh ahli waris sesudah diambil untuk kepentingan pemeliharaan jenazah (tajhiz al janazah), pelunasan hutang, serta pelaksanaan wasiat.
4.      Warasah, yaitu harta warisan yang telah diterima oleh ahli waris.
5.      Tirkah, yaitu semua harta peninggalan orang yang meninggal dunia sebelum diambil untuk kepentingan pemeliharaan jenazah, pembayaran hutang, dan pelaksanaan wasiat.
B.            Hukum Mempelajari Ilmu Mawaris
Para ulama berpendapat bahwa mempelajari dan mengajarkan fiqh mawaris adalah wajib kifayah. Yang artinya kewajiban apabila telah ada sebagian orang yang memenuhinya, dapat menggugurkan kewajiban semua orang. Tetapi, apabila tidak ada seorang pun yang menjalani kewajiban itu, maka semua orang menanggung dosa. Ini semua sejalan dengan dengan perintah Rasulullah SAW agar umatnya mempelajari dan mengajarkan ilmu faroidh sebagaimana mempelajari dan mengajarkan Al-Quran:
“Pelajarilah oleh kalian Al-Quran dan ajarkanlah kepada orang lain, dan pelajarilah ilmu faroidh dan ajarkanlah kepada orang lain. Karena aku adalah orang yang bakal terenggut (mati) sedang ilmu akan hilang. Hampir saja dua orang yang bertengkar tentang pembagian warisan tidak mendapatkan seorangpun yang dapat memberikan fatwa kepada mereka.” (Riwayat Ahmad, An-Nasa’I dan Al-Daruqutni)
C.            Sumber Hukum Ilmu Mawaris
a.       Al-Quran
Hukum ilmu mawaris  dijelaskan secara terperinci, diantara lain dijelaskan dalam QS. An-Nisa: 7-14, Al-Ahzab: 6, dan lain-lainnya.
b.      Al-Hadis
Rasulullah SAW bersabda mengenai ilmu mawaris ini:
“Dari Ibnu Abbas ra., ia berkata, ‘Rasulullah saw. telah bersabda, ‘Bagilah harta pusaka antara ahli-ahli waris menurut (ketentuan) kitab Allah’.” (HR. Muslim dan Abu Daud)
c.       Ijma’ Dan Ijtihad
Banyak para ulama berperan dalam menyelesaikan masalah-masalah yang berkaitan dengan mawaris terutama menyangkut masalah teknisnya.
D.           Sebab-sebab Adanya Waris Mewarisi
a)             Sebab-sebab Mewarisi
Menurut Islam, sebab-sebab mewarisi itu ada empat macam sebagai berikut:
ü    Sebab Nasab (Hubungan Keluarga)
Hubungan keluarga di sini yang disebut dengan nasab hakiki, yang artinya hubungan darah atau hubungan kerabat, baik dari garis atas atau leluhur si mayit (ushul), garis keturunan (furu’), maupun hubungan  kekerabatan garis menyamping (hawasyi), baik laki-laki maupun perempuan.
ü   Sebab Pernikahan Yang Sah
Yakni hubungan suami istri yang diikat oleh adanya akad nikah.
ü   Sebab Wala’ Atau Sebab Jalan Memerdekakan Budak
Tuan yang memerdekakan hamba sahayanya apabila hamba sahaya yang dimerdekakan itu mati maka tuan itu berhak menerima harta pusaka atau warisan peninggalan hamba sahaya itu.
ü   Sebab Kesamaan Agama
Yaitu apabila ada orang Islam yang meninggal dunia sedangkan ia tidak mempunyai ahli waris (baik sebab nasab, nikah maupun wala’) maka harta warisan peninggalannya diserahkan kepada baitul mal untuk umat Islam.[2]
b)             Halangan Waris Mewarisi
Yang dimaksud di sini adalah ahli waris baik laki-laki maupun perempuan yang semestinya mendapatkan harta warisan tetapi terhalang karena adanya sebab-sebab tertentu. Orang tersebut disebut dengan orang yang terhalang (Mamnu’ul Irtsy) atau disebut terhalang karena adanya sifat tertentu (Mahjub bil Washfi).
Ahli waris yang menjadi gugur haknya untuk mendapatkan harta warisan disebabkan karena sebagai berikut:
1)             Pembunuh
Orang yang membunuh kerabat keluarganya tidak berhak mendapatkan harta warisan dari yang terbunuh. Namun, mengenai masalah ini, ada perbedaan pendapat:
ü   Segolongan kecil berpendapat bahwa si pembunuh tetap mendapatkan warisan selaku ahli waris.
ü   Kemudian golongan lain memisahkan sifat pembunuhan itu, yaitu pembunuhan yang disengaja dan yang tersalah. Siapa yang melakukan pembunuhan dengan sengaja, dia tidak mendapatkan warisan sama sekali. Siapa yang melakukan pembunuhan tersalah, dia tetap mendapatkan warisan. Pendapat ini dianut oleh Malik bin Anas dan pengikut-pengikutnya.[3]
2)             Budak
Seorang budak tidak berhak untuk mendapatkan harta warisan dari tuannya, dan juga tuannya tidak berhak untuk mendapatkan harta warisan dari budaknya.[4]
3)             Orang Murtad
Murtad artinya keluar dari agama Islam. Orang murtad tidak berhak untuk mendapatkan harta warisan dari keluarganya yang beragama Islam. Demikian juga sebaliknya.
4)             Perbedaan Agama
Orang Islam tidak dapat mewarisi harta warisan dari orang kafir meskipun masih kerabat keluarganya. Ada beberapa ahli waris yang tidak bisa terhalangi haknya meskipun semua ahli waris itu ada. Mereka itu adalah anak laki-laki, anak perempuan, bapak, ibu, suami, istri.
E.            Pembagian Masing-masing Hak Waris Anak Laki-laki dan Anak Perempuan.
Macam-macam Ahli Waris dan Bagiannya
Klasifikasi Ahli Waris
Ahli waris adalah orang-orang yang berhak menerima bagian dari harta warisan. Ahli waris tersebut adalah baik laki-laki maupun perempuan, baik yang mendapatkan bagian tertentu  (Dzawil Furudh), maupun yang mendapatkan sisa (Ashabah), dan yang terhalang (Mahjub) maupun yang tidak.[5]
F.            Tujuan Ilmu Mawaris
Tujuan mempelajari ilmu mawaris adalah agar kaum muslimin bertanggung jawab dalam melaksanakan syariat Islam bidang pembagian harta warisan, supaya dapat memberikan solusi terhadap pembagian harta warisan yang sesuai dengan perintah Allah SWT dan Rasul-Nya, agar terhindar dari pembagian yang salah.


BAB III
PENUTUP
A.           Kesimpulan
Kata mawaris merupakan bentuk jamak dari kata mirats artinya harta yang diwariskan. Secara istilah, berarti ilmu tentang pembagian harta peninggalan setelah seseorang meninggal dunia. Ilmu mawaris disebut juga dengan Ilmu Faroidh. Kata faroidh dari segi bahasa merupakan bentuk jamak dari faridhoh yang berarti ketentuan, bagian atau ukuran. Para ulama pun berpendapat bahwa hukum mempelajari ilmu faroidh adalah fardhu kifayah. Yang artinya adalah kewajiban apabila telah ada sebagian orang yang memenuhinya, dapat menggugurkan kewajiban semua orang. Tetapi, apabila tidak ada seorang pun yang menjalani kewajiban itu, maka semua orang menanggung dosa. Sumber hukum ilmu mawaris terdapat dalam Al-Quran, Al-Hadits, Ijma’ dan Ijtihad para ulama.
B.            Saran
Demikian makalah yang kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca. Apabila ada saran dan kritik yang ingin di sampaikan, silahkan sampaikan kepada kami. Apabila ada terdapat kesalahan mohon dapat memaafkan dan memakluminya, karena kami adalah hamba Allah yang tak luput dari salah khilaf, Alfa dan lupa.


DAFTAR PUSTAKA
            Drs. Zainuddin, Djedjen MA & Dr. H. Suparta, Mundzier MA. Pendidikan Agama Islam Fiqih. Semarang: PT Karya Toha Putra.2008
Tim MGMP. FIKIH DAN USHUL FIKIH. Yogyakarta.
Departemen Agama RI, Fiqih (Jakarta: Madrasah Aliyah.2002)      
Moh. Rifa’i, Ilmu Fiqih Islam Lengkap, (Semarang: PT Karya Toha Putra, 1978)
Mahrus As’ad dan A. Wahid sy,  fiqih Madrasah Aliyah, (Bandung : CV. Armiko, 1997)





[1] Mahrus As’ad dan A. Wahid sy,  fiqih Madrasah Aliyah, (Bandung : CV. Armiko, 1997)
[2] Moh. Rifa’i, Ilmu Fiqih Islam Lengkap, (Semarang: PT Karya Toha Putra, 1978)
[3] Departemen Agama RI, Fiqih (Jakarta: Madrasah Aliyah.2002)       
[4] Tim MGMP. FIKIH DAN USHUL FIKIH. Yogyakarta.
[5] Drs. Zainuddin, Djedjen MA & Dr. H. Suparta, Mundzier MA. Pendidikan Agama Islam Fiqih. Semarang: PT Karya Toha Putra.2008