SEPOTONG
SENJA UNTUK PACARKU
Karya : Seno Gumira 0ajidarma
Dalam gorong-gorong, ia
menemukan banyak anak-anak gelandangan yang matanya sama sekali tidak
memancarkan kebahagiaan, hingga ia pun dihadapkan pada sebuah alam lain yang
persis sama dengan tempat di mana ia memotong senja. Namun, alam itu terasa
sangat berbeda, karena baginya tidak ada manusia, tidak ada tikus, bahkan
dinosaurus. Hanya ada senja yang sama indahnya, lantas ia kerat kembali senja
itu dengan bentuk lubang seperti kartu pos yang sama seperti senja pertama. Hingga
ia kembali ke atas buminya. Tidak ada lagi polisi. Hanya ada seorang
gelandangan yang telah membantunya sedang bermain saksofon. Ia kembali ke
mobilnya dan melesat jauh. Ia kembali ke pantai, lantas memasangkan senja dalam
gorong-gorong kepada cakrawala tempat senja asli yang pertama kali ia kerat dan
pas. Lalu senja yang asli ia masukan ke dalam sebuah amplop untuk dikirimkan
pada kekasihnya, Alina. Lengkap dengan matahari, kepak burung, laut, pantai,
dan cahaya keemasan bersama salam kerinduan dari sebuah tempat tersunyi di
dunia.
Cerpen “Sepotong Senja untuk
Pacarku” adalah sebuah cerpen unik dan mempesona meski tak ada
penggambaran tokoh yang detail. Dalam cerita itu hanya disebut nama seorang
gadis bernama Alina yang dikirimi sepotong senja oleh tokoh aku.
Bagaimana wajah Alina, apakah berjerawat, hitam atau putih, berapa usianya, apa
pakaian kesukaannya, bagaimana rambutnya, cara berjalannya, itu tidak
dijelaskan. Juga tokoh aku, sama sekali tidak diberi penggambaran bagaimana
sosok yang menjadi aku. Dalam kisahnya sosok aku hanya terkesan seseorang yang
nekat sampai harus memotong senja agar bisa memberikan senja tersebut pada
Alina, kekasihnya. Namun ada yang lebih menonjol dari cerpen karya Seno ini,
yaitu suasana dan alur kisah yang penuh kegemparan. Imajinatif. Ya, pada
pembahasannya. dapat saya katakan bahwa cerpen “Sepotong Senja untuk
Pacarku” memiliki nilai imajinatif yang sangat tinggi. Absurd dan tidak
masuk akal tapi sangat unik. Seno sangat pandai sekali dalam memainkan
kata-kata, membuat pembaca menerawang dan bertanya-bertanya.
Dimulai oleh kata-kata indah yang membuat pikiran
menerawang seperti dalam kutipan awal cerita;
“Alina tercinta,
Bersama surat ini kukirimkan padamu sepotong
senja dengan angin, debur ombak, matahari terbenam, dan cahaya keemasan. Apa
kamu menerimanya dalam keadaan lengkap?”
Senja, dan selalu tentang
senja. Seno banyak sekali menggunakan kata senja sebagai latar atau pun
topik pada setiap karyanya. Khususnya dalam cerpen “Sepotong Senja untuk
Pacarku”, di sana yang menjadi topik utamanya adalah membahas perihal senja.
Yang menarik di sini adalah, pembaca dibawa untuk berfantasi, memikirkan
tentang senja namun perlu mengeruk pikiran untuk menemukan makna dari senja
yang sebenarnya. Dalam kehidupan, senja selalu dikaitkan dengan sebuah momen
ketika matahari akan segera terbenam. Di mana cakrawala mulai menguning
bersiluet jingga di antara mega-mega, di mana itu merupakan fase perpindahan
antara terang yang akan digantikan oleh gelapnya malam. Dan senja pun merupakan
sebuah tanda bahwa matahari harus berganti dengan bulan.
Namun dalam cerpen yang dibuat
oleh Seno ini, pembaca digiring untuk menerka-nerka apa sebenarnya senja yang
dimaksud oleh Seno. Sampai-sampai sang tokoh “aku” memotong senja dan rela
memperjuangkan hidupnya untuk memberikan sepotong senja itu pada Alina,
kekasihnya. Dari situ penulis cerpen sungguh membuat pembaca terbuai oleh
senja. Di mana Senja dalam cerpen ini bersifat surealistik, yaitu lebih
mengarah pada aspek bawah sadar manusia dan nonrasional atau di luar realitas
kenyataan. Lihat kutipan berikut:
...
Maka kupotong senja itu sebelum terlambat,
kukerat pada empat sisi lantas kumasukkan ke dalam saku. Dengan begitu
keindahan itu bisa abadi dan aku bisa memberikannya padamu.
...
Dalam realitas kehidupan, senja tidak bisa dipotongdan
dimasukkan dalam saku. Namun, Seno dalam cerpennya ini menganggap
bahwa itu sebagai hal yang masuk akal.
Ketika aku meninggalkan pantai itu, kulihat
orang-orang datangberbondongbondong. Ternyata mereka menjadi gempar karena
senja telah hilang. Kulihat cakrawala itu berlubang sebesar kartu pos.
Alina sayang,
Semua ini telah terjadi dan kejadiannya akan
tetap seperti itu. Aku telah sampai ke mobil ketika di antara kerumunan itu
kulihat seseorang menunjuk-nunjuk ke arahku.
“Dia yang mengambil senja itu! Saya
lihat dia mengambil senja itu!”
Kulihat orang-orang itu melangkah ke arahku.
Melihat gelagat itu aku segera masuk mobil dan tancap gas.
“Catat nomernya! Catat nomernya!”
Aku melejit ke jalan raya. Kukebut mobilku
tanpa perasaan panik. Aku sudah berniat memberikan senja itu untukmu dan hanya
untukmu saja, Alina. Tak seorang pun boleh mengambilnya dariku.
...
Begitulah, Seno memanfaatkan
senja dan mempermainkan logika. Senja telah hilang dan cakrawala berlubang
sebesar kartu pos karena telah diambil tokoh aku guna dipersembahkan kepada
pacarnya. Cerpen ini terkesan serius walau pembaca menganggapnya tak masuk
akal. Pembaca seolah dibuat berdebar dan ikut merasakan keseriusan tokoh “aku”
yang dikejar-kejar semua orang yang merasa kehilangan senja. Saya sudah
berkali-kali membaca cerpen yang berisi tentang senja ini. Berkali-kali juga
saya dibuat menerawang membayangkan setiap untaian kalimat demi kalimat yang
berpadu dengan indah dalam cerita. Namun, tetap saja saya belum bisa menemukan
makna yang tetap dalam menentukan apa sebenarnya senja yang dimaksud oleh Sang
Prosais Seno Gumira ini.
Dalam konteks keilmuan, ketika
akan membahas atau mencari sebuah makna dari cerpen kita harus memerhatikan tanda
atau lambaang yang mana itu berdasarkan pada teori semiotik. Pelopor ilmu
semiotik ada dua yaitu; Ferdinand de Saussare dan Charles Sanders
Peirce. Teori Peirce mengatakan bahwa sesuatu itu dapat disebut
sebagai tanda jika ia dapat mewakili sesuatu yang lain. Tanda yang mewakilinya
disebut representamen (referent). Senja dalam cerpen karya Seno ini bisa
dikatakan sebagai tanda yang mewakili sesuatu yang lain. Senja yang menjadi
senja yang lain. Yang jelas, makna senja yang lain dari senja dalam cerpen ini
bukanlah kata-kata, melainkan hal yang lebih indah. Sebagaimana dalam kutipan;
….
Kukirimkan sepotong senja untukmu Alina,
bukan kata-kata cinta. Kukirimkan padamu sepotong senja yang lembut dengan
langit kemerah-merahan yang nyata dan betul-betul ada dalam keadaan yang sama
seperti ketika aku mengambilnya saat matahari hampir tenggelam ke balik
cakrawala.
……
Sekali lagi, saya dibuat bertanya-tanya dengan
makna senja yang sebenarnya dari cerpen ini. Di satu sisi saya berpikir
apakah senja itu adalah kerinduan tokoh aku pada Alina, kekasihnya? Atau senja
adalah suatu barang yang sangat indah? Yang membuat tokoh aku bisa memotongnya
lalu dimasukkanlah ke dalam saku.
Lalu perhatikan lagi kutipan ini;
………….
Sambil duduk di tepi pantai aku
berpikir-pikir, untuk apakah semua ini kalau tidak ada yang menyaksikannya?
Setelah berjalan ke sana ke mari aku tahu kalau dunia dalam gorong-gorong ini
kosong melompong. Tak ada manusia, tak ada tikus, apalagi dinosaurus. Hanya
burung yang terkepak, tapi ia sepertinya bukan burung yang bertelur dan membuat
sarang. Ia hanya burung yang dihadirkan sebagai ilustrasi senja. Ia hanya
burung berkepak dan berkepak terus di sana. Aku tak habis pikir Alina, alam
seperti ini dibuat untuk apa? Untuk apa senja yang bisa membuat seseorang ingin
jatuh cinta itu jika tak ada seekor dinosaurus pun menikmatinya? Sementara di
atas sana orang-orang ribut kehilangan senja….
Jadi, begitulah Alina, kuambil juga senja
itu. Kukerat dengan pisau Swiss yang selalu kubawa, pada empat sisinya,
sehingga pada cakrawala itu terbentuk lubang sebesar kartu pos. Dengan dua
senja di saku kiri dan kanan aku melangkah pulang. Bumi berhenti beredar di belakangku,
menjadi kegelapan yang basah dan bacin. Aku mendaki tangga kembali menuju
gorong-gorong bumiku yang terkasih.
……….
Coba pikirkan! Apakah mungkin dalam gorong-gorong
ada alam lain lengkap dengan senja yang begitu indah? Sungguh, Seno sangat
pandai bermain imajinasi juga pandai dalam membuat pembaca ikut berfantasi.
Bahkan lebih dari itu, Seno sangat apik memainkan senja. Hingga tidak bisa
dengan waktu yang sedikit pembaca mampu menyimpulkan apa makna senja yang
sebenarnya untuk pembuat cerpen.
Akhirnya, saya masih terus menimbang sambil
memutar pikiran tentang senja dalam cerpen “Sepotong Senja untuk Pacarku”
karya Seno Gumira ini. Sungguh, senja ini sangat mendistorsi akal. Membuat akal
tidak mampu untuk memahaminya. Hanya sebuah imajinasi yang dapat meraih
ketidak-masukakalan tentang senja itu. Saya sangat terpesona dengan
kalimat-kalimat yang terangkai secara rapi dalam cerpen itu.
Hingga akhirnya saya menarik sebuah poin
penting dari cerpen absurd namun begitu unik ini. “Sepotong Senja
untuk Pacarku”, membuat akal berkutat dengan kegemparan. Membuat akal
terguncang oleh ke-absurd-an. Walau sampai saat ini saya masih memikirkan
tentang makna sesungguhnya dari senja yang dimaksud dalam cerpen karya Seno
ini, namun, dapat saya tarik sebuah kesimpulan bahwa cerpen tersebut merupakan
cerpen yang sangat imajinatif.
Seno benar-benar membuktikan bahwa tidak ada yang
salah dengan imajinasi. Dan memberi pembuktian bahwa imajinasi adalah hal
terhebat yang bisa menembus segalanya. Bahkan, akal pun terbelakangi oleh
sebuah imajinasi. Imajinasi membuat hal yang tidak mungkin menjadi mungkin.
Membuat angan terasa nyata. Membuat hal yang tidak bisa dilakukan menjadi
sangat bisa dilakukan. Tentunya, cerpen Sepotong Senja untuk Pacarkuadalah
salah satu wujud dari imajinasi yang hebat. Seno mampu membuat imajinasi yang
begitu indah dengan senjanya dalam kata-kata, hingga membuat pembaca ikut
berfantasi. Bahkan hasil dari imajinasi Seno, hasil dari kekuatan imajinasi
Seno, mampu mendistorsi akal. Membuat akal terhenti untuk bergerak. Dan membuat
imajinasi melejit di atas cakrawala.