MAKALAH SEJARAH PERTUMBUHAN
DAN PERKEMBANGAN
ILMU TAUHID
Disusun guna
memenuhi kewajiban dan tugas dari:
Mata kuliah:
Ilmu Tauhid
Dosen pengampu:
AHMAD
FAWAID,M.PD.I
Disusun oleh:
Kelas
: E
Kelompok
: 1
PRODI
TADRIS BAHASA INGGRIS
IAIN MADURA
PERIODE
2018/2019
BAB I
PENDAHULUAN
1.
LATAR BELAKANG
Ilmu tauhid adalah ilmu yang mempelajari perihal masalah – masalah ketauhidan
atau masalah ketuhanan. Dalam kajian ini kelompok kami akan mengkaji sejarah
dari pertumbuhan dan perkembangan ilmu tauhid dari ajaran yang disampaikan oleh
Nabi Adam AS hingga Nabi Muhammad SAW serta kajian ilmu tauhid dalam dunia
modern seperti sekarang ini. Ilmu tauhid sering juga disebut sebagai ilmu
kalam, ilmu ketuhanan.
2.
RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dari
“ilmu tauhid” ?
2. Bagaimana sejarah ilmu
tauhid?
3. Bagaimana cara ajaran
tauhid yang disampaikan oleh para Rasul sejak zaman Nabi Adam AS ?
4. Bagaimana pertumbuhan
dan perkembangan tauhid pada zaman Nabi Muhammad SAW hingga sekarang ?
3.
TUJUAN PENULISAN
1.
Untuk mengetahui apa yang di maksud ilmu tauhid
2.
Untuk mengetahui sejarah ilmu tauhid
3.
Untuk mengetahui cara ajaran tauhid yang di sampaikan oleh para
Rasul sejak zaman Nabi Adam AS
4.
Untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan tauhid pada zaman
Nabi Muhammad SAW hingga sekarang
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN ILMU TAUHID
1.
menurut hasbi ash-shidqi
Ilmu tauhid
adalah ilmu yang membicarakan tentang cara caramenetapkan aqidah agama dengan
menggunakan dalil dalil yang meyakinkan.[1]
2.
menurut hasan hanafi[2]
Ilmu tauhid
yaitu ilmu pengetahuan yang menempatkan tauhid sebagai keyakinan pertama
atausebagai keyakinan pertama atau sebagai keyakinan induk.
B.
SEJARAH ILMU TAUHID (KALAM)
1)
ilmu kalam(tauhid) di awal sejarah pemikiran islam
Pada awal-awal
sejarah pemikiran dalam islam,ilmu kalam(tauhid),tidak sepeti fiqh,kurang
mendapat perhatian bahkan tidak disetujui oleh kalangan muslimin. Sikap umat
tersebut tidak lepas dari pengaruh pola pembinaan keimanan di masa awal-awal
islam itu sendiri, yaitu pada masa rosulullah dan para sahabatnya.
Pada masa
Rasulullah SAW ,penanaman,pembinaan,dan cara penerimaan keimanan cukup melalui
hati. Sementara itu,suatu keimanan sudah dipandang cukup dengan mengimani apa
yang harus diimani secara global, tanpa membicarakannya lebih jauh dan
mempertanyakannya secara detail dan mendalam. Para sahabat tidak pernah
mempertanyakan lebih jauh masalah-masalah keimanan. Mereka telah puas mengimani
melalui pembenaran hati terhadap apa yang disampaikan oleh Rasulullah.[3]
Kenyataan
Rasulullah tidak pernah membicarakan masalah keimanan secara perinci, melainkan
menganjurkan umat cukup mengimaninya tanpa banyak bertanya, menyebabkan para
sahabat dan tabi’in idak berkenan bahkan melarang membicarakan masalah-masalah
keimanan secara kalami, dalam arti memperbincangkannya secara detail
berdasarkan argumen dan analisis rasional.
Demikianlah,
kalam sama sekali tidak mendapat tempat di masa awal-awal islam. Pada zamman
Rasulullah, sahabat, dan generasi tabi’in, belum ada pembicaraan masalah
akidah dan keimanan secara kalamiyang
berdasarkan analisis mendalam dan argumen rasional.[4] Hal
ini membuka peluang pembahasan kalam di kalangan Muslim pada periode awal ini
sangat membutuhkan persaudaraan dan persatuan, dan ini bisa terancam apabila
muslimin sudah tenggelam dalam saling silang pendapat dan berdebat hujat, yang berpotensi
menimbulkan pertentangan dan perpecahan. Tidak menguntungkan bagi islam dan
umatnya, yang pada awal perkembangannya, suddah harus menghadapi suasana
peerdebatan dan silang pendapat yang dapat menjurus kepada perpecahan; laksana tunas yang baru ditanam lalu dilanda banjir hujan deras.
Dengan
demikian, tidak adanya perhatian, bahkan adanya larangan terhadap pembicaraan
tentang masalah akidah secara kalami di masa Rasulullah dan para khulafa
al-rasyidin tidak harus dipahami sebagai larangan mutlak terhadap ilmu kalam
dan/atau dijadikan alasan untuk menolak keberadaan ilmu tersebut.[5]
2)
Sejarah Lahir dan Definisi Ilmu Kalam (Tauhid)
Mayoritas umat
masih mencurigai bahkan memandang ilmu yang baru lahir ini sebagai bid’ah.
Namun dalam perkembangan selanjutnya, ilmu kalam(tauhid) mengalami perkembangan
dan kemmajuan yang lebih pesat dan mulai mendapat sambutan yang lebih baik dari
mayoritas. Umat dengan lahirnya sistem
kalam maddzhab Ahl as-sunnah wa al-jamaah, yang dipelopori oleh toko
Ismail Abu Hasan al-Asy’ari dan Abu Mansur al-Maturidi.[6]
A.Hanafi dalam
bukunya Teologi Islam menyatakan tauhid sebagai suatu ilmu yang berdiri sendiri
belum dikenal pada masa nabi Muhammad SAW maupun pada masa sahabat-sahabatnya.
Melainkan baru dikenal jauh setelah kewafatan nabi Muhammad saw atau
dikemudiannya setelah ilmu-ilmu keislaman yang lain satu-persatu muncul,
diikuti dengan tumbuhnya kecenderungan umat islam mendalami masalah-masalah
alam gaib/metafisika.
Masa nabi saw
adalah masa hukum penetapan aqidah, beliau berusaha untuk mempersatukan bangsa
Arab yang sebelum Islam datang selalu timbul perpecahan bahkan sampai
pertumbuhan darah diantara suku-suku bangsa, disamping itu masa nabi saw.
Umatnya senatiasa menemui beliau untuk mengetahui pokok-pokok hukum agama,
sehingga apabila terdapat sedikit saja persoalan mereka segera mendapatkan
penyelesaiannya.
Lebih lanjut
Ilmu Khaldun juga menegaskan dalam bukunya Muqoddimah, agama pada mulanya belum
memerlukan ilmu dan kecenderungan, melainkan agama masih merupakan huku-hukum
syar’i dalam bentuk perintah dan larangan tuhan. Dan, kebanyakan orang islam
hafal akan hukum-hukum tersebut serta tahu sumbernya ialah al Qur’an dan al
Hadits.
Waktu itu orang
islam masih terdiri dari orang-orang Arab jahiliyang tidak kenal pengajaran,
karang mengarang dan pembukuan ilmu. Mereka belum ada keinginan untuk itu,
karena memang belum dibutuhakan kecuali pencatatan twrhadap ayat-ayat Al-Quran.
Jadi orang islam pada saat itu masih bersikap sami’na wa atha’na.
Namun setelah
Nabi saw wafat tampaklah orang-orang yang akan mengatas-namakan golongan untuk memecahkan masalah, siapakah
yang berhak menggantikan jabatannya dan bagaimana pula syarat-syaratnya. Inilah
yang merupakan suatu aspek manual pertama kali timbul pemikiran dikalangan umat
Islam. Dari golongan muhajirin menghendaki pengganti Nabi saw harus dari
golongan mereka. Sebaliknya Anshor pun begittu. Dan, keluarga Nabi saw
rmenuntut dari golongan Syi’ah menghendaki agar Ali ra. Sebagai penggantiNabi
saw. Sedangkan Khawarij dan Mu’tazilah berpendapat yang berhak memegang jabatan
adalah orang yang terbaik dan cakap meskipun bukan orang Arab dan Quraisy.
Selain itu, mayoritas umat islam berpendapat bahwa yang berhak memangku jabatan
imamah adalah orang yang palig cakap dari golongan Quraisy. Hal ini berdasarkan
pernyataan dari Nabi saw wafat tampaklah orang-orang yang mengatas namakan
golongan untuk memecahkan masalah, siapakah yang berhak menggantikan jabatannya
dan bagaimana pula syarat-syaratnya. Inilah yang merupakan suatu aspek manual
pertamakali tibul pemikiran dari kalangan ummat islam. Dari kaum Muhajirin
menghendaki pengganti Nabi saw harus dari golongan mereka. Sebaliknya Anshor
pun begitu. Dan, keluarga Nabi saw menuntut atau dari golongan syi’ah
menghendaki agar Ali ra. Sebagai pengganti Nabi saw. Sedangkan khawarij dan
mu’tazilah berpendapat yang memegang hak jabatan adalah orang yang terbaik dan
cakap meskipun bukan orang Arab Quraisy. Selain itu, mayoritas ummat islam
berpendapat bahwa yang berhak mengaku jabatan imamah adalah orang yang paling
cakap dari golongan Quraisy. Hal ini berdasarkan pernyataan dari Nabi saw
sendiri.
Dengan demikian
prinsip sami’na wa atha’na di masa nabi saw rusak tenggelam dalam lembah
perdebatan dan perselisihan. Orang-orang kemudian mmencari ayat-ayat Alqur-an
dan Al-hadist diperalat sebagai penunjang peendirian pendapat mereka untuk
mendapat simpatisan dari pndukungnya.
Dan setelah
faktor politis tersebut memuncak hingga terjadi peristiwa pembunuhan di
kalangan ummat islam atas diri khalifah Usman ra. Tahun 656oleh Muh ibn bakar
ali dan ra. Tahun 661 oleh Abdurrahman ibn Muljam. Kemudian timbul aspek lain
yang dijadikan bahan berdebat dan berselisih dan akhirnya menjelma menjadi
wujud berbagai-bagai cabang ilmu pengetahuan keislaman, yang didukung dari
berbagai aliran yang timbul menyertainya. Yang kesemuanya di orientasikan
kepada islam. Ilmu- ilmu tersebut tidaklah muncul sekaligus dalam bentuk jadi
dalam artian belum jelas dasar-dasarnya.
Baru setelah
kaum muslimim sekitar 3 abad melakukan berbagai perdebatan baik sesama kaum
muslimin ataupun pemeluk-pemeluk agama lain. Hingga kaum muslimin sampai pada
satu ilmu yang menjelaskan dasar-dasar aqidahnya juga perincian-perinciannya.
Dari keterangan
tersebut diatas dapat dipahami bahwa sebagai perintis utama faktor-faktor yang
membidani atau mempengaruhi ilmu tauhid adalah faktor –faktor kejadian politis
dan historis, walau disampingnya itu banyak sebab-sebab lain. [7]
C.
Faktor Pendorong Lahirnya Ilmu Kalam (Tauhid)
a)
Faktor Internal
1.
Al-Quran
Al-Qur’an adalah sumber utama ajaran islam darinya kaum Muslimin
menimba dan kepadanya pula mereka
menyandarkan berbagai ilmu, baik yang berhubungan dengan masalah akidah,
metafisika, moral maupun hukum.
2.
kondisi Sosial Dunia Islam
ketidakpedulian umat terhadap ilmu kalam (Tauhid) di masa-masa awal
islam, seperti telah dikemukakan , sangat mungkin pula karena perhatian
Rasulullah dan para sahabatnya terusat pada upaya dakwah dan pembangunan
kekuatan Islam itu sendiri.
3.
Kondisi Politik
Masalah politik intern, demikian para ahli, memainkan peranan yang
besar, bahkan terbesar, dalam
melatarbelakangi lahirnya ilmu kalam di dunia Islam.
b)
Faktor ekstern
1.
Paham Agama Lain
Paham dan metode agama lain ini masuk terbawa umat agama lain, yang
berkonversi kepada islam, seperti dari yahudi dan kristen.
2.
Kontak dengan Umat Agama Lain
Pertemuan umat islam degan umat agama lain, terutam yahudi dan
kristen, tidak jarang menimbulkan diskusi dan perdebatan agama.[8]
D.
perkembangan ilmu tauhid dari zaman kezaman
1.
zaman nabi adam as
Nabi adam adalah nenek moyang dari manusia, karena beliaulah
manusia pertama yang diciptakan oleh allah swt. Sejarah ilmu ketauhidan dimulai
sejak diutusnya nabi adam as oleh allah sebagai khalifah untuk mengajarkan
ketauhidan murni kepada anak serta cucunya.
Contoh dari ajaran yang dibawa nabi adam as adalah mengenai
amalan-amalan yang harus dilakukan dengan dasar hanya untuk allah,
misalnya:menolong sesama tanpa meminta upah
2.
zaman nabi nuh as
Nabi nuh adalah nabi yang diutus kedua oleh allah untuk mengajarkan
perihal ketauhidan serta sebagai pemimpin dan pengatur manusia yang porak
poranda setelah wafatnya nabi adam as.
Ajaran nabi nuh berupa seruan kepada umatnya untuk menyembah allah
bukan berhala yang tidak bisa apa-apa. Tapi seruan tersebut banyak yang merasa
acuh, hingga nabi nuh berdoa kepada allah agar allah menurunkan azab nya kepada
kaum nya yang tidak mau menyembah allah termasuk putra nabi nuh sendiri ikut
meninggal dalam badai besar yang diturukan allah kepada kaum nabi nuh.
3.
zaman nabi ibrahim as
Setelah wafatnya Nabi Nuh as,
Allah lalu mengutus Nabi Ibrahim sebagai rasul selanjutnya. Nabi Ibrahim
selain mengajarkan dan memimpin ketauhidan terhadap Allah juga beliaulah yang
mula-mula membawa dan mengajarkan syariat Allah berfirman dalam Al-Quran surat
as-shafat ayat; 95-96 artinya : “dia ibrahim berkata: Apakah kamu menyembah
patung-patung yang kamu pahat itu padahal allahlah yang telah menciptakan mu
dan apa yang kamu perbuat itu”.
4. Zaman Nabi Musa AS
Nabi Musa AS diutus
oleh Allah kemuka bumi adalah untuk mengajarkan ilmu-ilmu ketauhidan atau ilmu
tentang keesaan Allah. Serta Allah menurunkan kitab Taurat secara sekaligus
kepada Nabi Musa AS dan didalam kitab Taurat tersebut berisi tentang syariat
atau peraturan – peraturan Allah yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi Musa AS
untuk diamalkan dan sebagai pedoman ketika akan berbuat suatu tindakan.
Allah berfirman dalam
Al Quran surat Ath – Thoha ayat 70 :
Artinya : “Lalu para
penyihir itu menunduk bersujud seraya berkata : Kami telah percaya kepada
Tuhannya Harun dan Musa”
Serta dalam surat Al
Baqarah ayat 50 :
Artinya : “Dan
(ingatlah) ketika Kami membelah laut untukmu, sehingga kamu dapat Kami
selamatkan dan Kami tenggelamkan (Fir’aun dan) pengikut-pengikut Fir’aun,
sedang kamu menyaksikan”
5. Zaman Nabi Isa AS
Nabi Isa adalah nabi
yang diutus oleh Allah setelah wafatnya Nabi Musa AS. Nabi Isa mengajarkan umat
manusia agar berpedoman pada kitab injil yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi
Isa. Kitab Injil tersebut berisi tentang : nasihat – nasihat, petunjuk –
petunjuk,terhadap orang yang beriman kepadanya.
Allah berfirman dalam
Al Quran surat Al Imron ayat 50 :
Artinya : “Dan sebagai
seorang yang membenarkan Taurat yang datang sebelumku, dan agar aku
menghalalkan bagi kamu sebagian dari yang telah diharamkan untukmu. Dan aku
datang kepadamu membawa suatu tanda (mukjizat) dari Tuhanmu. Karena itu,
bertaqwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku.”
Maryam ayat 30 :
قَالَ إِنِّي عَبْدُ اللَّهِ آتَانِيَ الْكِتَابَ وَجَعَلَنِي نَبِيًّا
Artinya : “Berkata Isa:
"Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al Kitab (Injil) dan Dia
menjadikan aku seorang nabi,”
Al Maidah ayat 73 :
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ
مَرْيَمَ ۖ وَقَالَ الْمَسِيحُ يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اعْبُدُوا اللَّهَ رَبِّي
وَرَبَّكُمْ ۖ إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ
الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ ۖ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَار
Artinya : “Sesungguhnya
telah kafirlah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Allah ialah Al
Masih putera Maryam", padahal Al Masih (sendiri) berkata: "Hai Bani
Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu". Sesungguhnya orang yang
mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya
surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu
seorang penolongpun.”
Setelah ditinggalkannya
oleh Nabi Isa ( menurut kepercayaan orang – orang Nasrani ), sedikit demi
sedikit ajaran ketauhidannya mulai berubah sehingga banyak umat yang menyimpang
dari ajaran yang sebenarnya. Adapun perubahannya sebagai berikut :
1. Golongan yang diketuai
oleh Paulus (Pendeta di Intokia, sekarang bernama Syiria) memegang sungguh –
sungguh ketauhidan yang murni. Mereka berpendapat bahwa Nabi Isa itu adalah
seorang rasul, hamba sekaligus pesuruh Allah.
2. Golongan Arius yaitu
golongan Nasrani yang mengikuti seorang pendeta dari Iskandariah yang beraliran
“Arius”. Ia berpendapat bahwa Nabi Isa adalah hamba Allah. Akan tetapi ia
menambahi keterangan bahwa Nabi Isa sebagai “Kalimah Allah” dari situlah mulai ada
bayangan yang mengarah kepada bahwa Nabi Isa itu adalah Allah.
3. Golongan parpani, yaitu
golongan yang berpendapat bahwa Nabi Isa dan ibunya ( Ibu Maryam) adalah Tuhan.
Demikianlah keadaan Nasrani mempercayai bahwa Tuhan itu terdiri dari 3 oknum.
Ketiga oknum tersebut adalah Bapa(Tuhan), Anak (alam istirahat) dan Ruh Kudus
(MAlaikat Jibril)[9]
E.
Tauhid sejak zaman nabi muhammad sampai sekarang
a.
TAUHID DI MASA RASULULLAH Saw
Muhammad saw di
utus Allah swt untuk menjadi nabi dan rasul agar mengembalikandan memimpin
ummat manusia kepada tauhid yaitu
mengakui keesaan allah swt.dengan semurni-murninya seperti yang diajarkan oleh
nabi Ibrahim as dahulu, oleh karena itu bangsa arab tidak asing lagi dengan
keyakinan ini.
Tauhid yang
diajarkan oleh nabi muhammad saw adalah seperti yang tertera dalam al quran dan
hadist. Dzat allah dan sifat sifatnya tidak pernah dipertanyakan orang kepada
rosulullah sawkarena semua itu tertera dalam AlQuran,mereka hanya menanyakan
soal ibadah. Nabi dalam menyampaikan agama islam kepada masyarakat disesuaikan
dengan kondisi mereka pada saat itu,dan memang masalah tauhid sangatlah
sederhana dan dipermudah[10].
b.
TAUHID DI MASA KHULAFA AL RASYIDIN
Para sahabat
dalam memahami tauhid tidak jauh berbeda di jaman rosulullah dalam
kesederhanaan, hanya saja di zaman rasul masih hidup, orang dengan mudah
menanyakan langsung kepada rasulullah segala soal yang kurang jelas. Sedang
dimasa tabi’in mereka hanya berpegang kepada alQuran dan hadist saja. Jika
terjadi gejala yang cenderung merusak kepercayaan tauhid mereka segera
mengambil tindakan seperti yang pernah dilakukan Umar bin Khattab memerintahkan
mennebang pohon tempat nabi berteduh ketika perjanjian Hudabiyah berlangsung,
sebab ada yang memuja-muja pohon itu.
Ulama kalam
mengatakan bahwa yang dimaksud kalimat tauhid adalah menyebutkan dua kalimat
syahadat, pertama lailaha illallah didalamnya sudah terkandung Muhammad
rasulullah menunjukkan keseluruhan kepercayaan, karena kalau seorang telah
beriman dengan sesunggunya kepada Allah, maka akan membawa konsekuensi keimanan
itu kepada lainnya.[11]
c.
TAUHID DI MASA TABI’IN[12]
Setelah
kematian Khalifah Usman bin Affan, naiklah Ali bin Abi Thalib menduduki jabatan
khalifah. Ketika itu mucullah pro dan kontra terhadap Ali disebsbkan Ali tidak
dapat mengambil tindakan segera terhadap pembunuh Usman. Muawiyah tidak
mengakui kedudukan Ali sebagai khalifah, sehingga menyulut terjadinya perang
saudara. Kemenangan di pihak Ali hampir diraih tetap atas kecerdikan pihak
Muawiyah mengajak untuk berdamai setelah melihat pasukannya terdesak. Pihak Ali
diwakili Abu Musa yang terkenal kesolehannya, sedang Muawiyah diwakili Amru ibn
Ash yang terkenal kelicikan dan kecerdikan plitiknya. Perundingan perdamain itu
menyebabkan pihak Ali dirugikan, yaitu Ali dipaksa turun dari jabatan
kekhalifahan dan Muawiyah dikukuhkan menjadi khalifah karena tidak boleh
terjadi kekosongan jabatan khalifah. Sebab itulah pengikut Ali pecah menjadi
dua. Peristiwa inilah yang pertama-tama mengakibatkan terjadinya
golongan-golongan dalam Islam.
Dalam masa ini kedaulatan Islam bertambah kuat sehingga kaum muslimin tidak
perlu lagi berusaha untuk mempertahankan Islam seperti masa sebelumnya.
Kesempatan ini digunakan kaum muslimin untuk mengembangkan pengetahuan dan
pengertian tentang ajaran Islam. Lebih lagi dengan berduyun-duyun pemeluk agama
lain memeluk Islam, yang jiwanya belum bisa sepenuhnya meninggalkan unsur
agamanya, telah menyusupkan beberapa ajarannya. Masa inilah mulai timbul
keinginan bebas berfikir dan berbicara yang selama ini didiamkan oleh golongan
Salaf. Masalah qadar yang dulunya dibatasi pembatasannya mulai diungkapkan
kembali secara bebas. Maka timbulah golongan Qadariyah yang dipelopori oleh
Ma’bad Al Juhaimi (wafat tahun 80 H ) yang mengemukakan tentang kebebasan berbuat
dan memilih, tanpa campur tangan tuhan dalam perbuatan manusia. Dari pernyataan
ini munculah golongan Jabariyah yang dipelopori oleh Jaham bin Safwan sebagai
bantahan yang mengemukakan akidah yang dianutnya bahwa manusia itu serba
terpaksa (majbur) dalam segala tindakannya.
Pada akhir abad pertama hijriyah muncul golongan khawarij membentuk suatu madzhab sendiri yang menonjolkan pendapat: “ orang yang mengerjakan dosa besar itu kafir”. Sedangkan Hasan Al Bisri (wafat tahun 110 H), berpendapat bahwa orang yang mengerjakan dosa besar itu adalah fasiq, tidak keluar dari lingkaran mukmin (tidak kafir). Kemudian tampilah Washil bin Atho’ murid Hasan Al bisri, membantah pendapat gurunya dengan mengatakan: “orang yang mengerjakan dosa besar itu berada diantara dua martabat”, karena Washil bin Atho’ mengasingkan diri dari majlis gurunya Hasan Al bisri atau dari pendapat umum, maka dinamakanlah gologannya dengan sebutan Al-Mu’tazilah, golonganDalam masa ini kedaulatan Islam bertambah kuat sehingga kaum muslimin tidak perlu lagi berusaha untuk mempertahankan Islam seperti masa sebelumnya. Kesempatan ini digunakan kaum muslimin untuk mengembangkan pengetahuan dan pengertian tentang ajaran Islam. Lebih lagi dengan berduyun-duyun pemeluk agama lain memeluk Islam, yang jiwanya belum bisa sepenuhnya meninggalkan unsur agamanya, telah menyusupkan beberapa ajarannya. Masa inilah mulai timbul keinginan bebas berfikir dan berbicara yang selama ini didiamkan oleh golongan Salaf.
Pada akhir abad pertama hijriyah muncul golongan khawarij membentuk suatu madzhab sendiri yang menonjolkan pendapat: “ orang yang mengerjakan dosa besar itu kafir”. Sedangkan Hasan Al Bisri (wafat tahun 110 H), berpendapat bahwa orang yang mengerjakan dosa besar itu adalah fasiq, tidak keluar dari lingkaran mukmin (tidak kafir). Kemudian tampilah Washil bin Atho’ murid Hasan Al bisri, membantah pendapat gurunya dengan mengatakan: “orang yang mengerjakan dosa besar itu berada diantara dua martabat”, karena Washil bin Atho’ mengasingkan diri dari majlis gurunya Hasan Al bisri atau dari pendapat umum, maka dinamakanlah gologannya dengan sebutan Al-Mu’tazilah, golonganDalam masa ini kedaulatan Islam bertambah kuat sehingga kaum muslimin tidak perlu lagi berusaha untuk mempertahankan Islam seperti masa sebelumnya. Kesempatan ini digunakan kaum muslimin untuk mengembangkan pengetahuan dan pengertian tentang ajaran Islam. Lebih lagi dengan berduyun-duyun pemeluk agama lain memeluk Islam, yang jiwanya belum bisa sepenuhnya meninggalkan unsur agamanya, telah menyusupkan beberapa ajarannya. Masa inilah mulai timbul keinginan bebas berfikir dan berbicara yang selama ini didiamkan oleh golongan Salaf.
Masalah qadar yang
dulunya dibatasi pembatasannya mulai diungkapkan kembali secara bebas. Maka
timbulah golongan Qadariyah yang dipelopori oleh Ma’bad Al Juhaimi (wafat tahun
80 H ) yang mengemukakan tentang kebebasan berbuat dan memilih, tanpa campur
tangan tuhan dalam perbuatan manusia. Dari pernyataan ini munculah golongan
Jabariyah yang dipelopori oleh Jaham bin Safwan sebagai bantahan yang
mengemukakan akidah yang dianutnya bahwa manusia itu serba terpaksa (majbur)
dalam segala tindakannya.
Pada akhir abad pertama
hijriyah muncul golongan khawarij membentuk suatu madzhab sendiri yang
menonjolkan pendapat: “ orang yang mengerjakan dosa besar itu kafir”. Sedangkan
Hasan Al Bisri (wafat tahun 110 H), berpendapat bahwa orang yang mengerjakan
dosa besar itu adalah fasiq, tidak keluar dari lingkaran mukmin (tidak kafir).
Kemudian tampilah Washil bin Atho’ murid Hasan Al bisri, membantah pendapat
gurunya dengan mengatakan: “orang yang mengerjakan dosa besar itu berada
diantara dua martabat”, karena Washil bin Atho’ mengasingkan diri dari majlis
gurunya Hasan Al bisri atau dari pendapat umum, maka dinamakanlah gologannya
dengan sebutan Al-Mu’tazilah
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Lahirnya ilmu tauhid dipengaruhi oleh faktor intern dan ekstern adapun
faktor intern nya adalah adanya dalil al Qur’an yang menjelaskan tentang
ketauhidan dan faktor ekstern nya adalah masuknya pola pikir ajaran agama
islamyang dibawa oleh penganut agama Islam yang awalnya non Islam. Ilmu tauhid
mengalami perubahan dai masa ke masa yaitu, pada masa nabi belum terjadi
konflik karena pada saat ada masalah selalu disandarkan kepada nabi, pada masa
khulafaur rasyidin, awal terjadinya kekacauan pada masa khalifah ke-3,
yaitu pada masa pemerintahan Usman bin
Affan. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi ilmu tauhid menjadi ilmu kalam
diantaranya al Qur’an menyinggung golongan-golongan dan kepercayaan yang tidak
benar ketika kaum muslimin membuka negeri baru untuk masuk islam mereka mulai
mempertemukan nash agama yang kelihatannya saling bertentangan, masuknya ajaran
agama lain kedalam ajaran islam, pemusatan penyiaran agama islam pada masa awal
islam, dan pengimbangan para mutakallimin terhadap lawannya dengan filsafat.
B.
Saran
Disarankan kepada para
pembaca untuk memahami apa makna dari tauhid yang sesungguhnya, dan menghapus
semua anggapan-anggapan buruk tentang khulafaur rasyidin, beserta para tabi’in
nabi saw
DAFTAR
PUSTAKA
Mahmud Latif, Ilmu Tauhid, (Pamekasan:STAIN Pamekasan
press,2010)
Jamrah Suryan A, Studi Ilmu Kalam, (Jakarta:Prenadamedia
Group,2015)
Mulyono & Bashori, Studi Ilmu Tauhid/Kalam, (Malang:UIN
Maliki press,2010)
http//sshabrinaplace.blogspot.com/2016/05/sejarah-pertumbuhan-tauhid.html?=1
[1] Latif Mahmud, Ilmu Tauhid (Pamekasan: STAIN Pamekasan press,
2010) 17.
[2] Ibid, hlm 17
[3] Suryan A. Jamrah, Studi Ilmu Kalam (Jakarta, PRENADEMEDIA
GROUP, 2015) 14
[4] Ibid. Hlm 15
[5] Ibid. Hlm 17
[6] Ibid. Hlm 19
[7] Mulyono dan Bashori, Study Ilmu Tauhid/Kalam,(Maalang, UIN
Maliki Press , 2010) 35-38
[8] Suryan A. Jamrah, Studi Ilmu Kalamm (Jakarta, PRENADAMEDIA
GROUP,2015) 28-33
[10] Latif Muhammad, IlmuTauhid(Pamekasan, STAIN Pamekasan
Press,2010)25
[11] Ibid hlm26
[12] Ibid hlm 28