Sunday 16 September 2018

IAIN MADURA MAKALAH SEJARAH PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ILMU TAUHID



           MAKALAH SEJARAH  PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN
 ILMU TAUHID
Disusun guna memenuhi kewajiban dan tugas dari:
Mata kuliah: Ilmu Tauhid
Dosen pengampu:
AHMAD FAWAID,M.PD.I





Disusun oleh:
Kelas : E
Kelompok : 1
PRODI TADRIS BAHASA INGGRIS
IAIN MADURA
PERIODE 2018/2019

BAB I
PENDAHULUAN
1.      LATAR BELAKANG
Ilmu tauhid adalah ilmu yang mempelajari perihal masalah – masalah ketauhidan atau masalah ketuhanan. Dalam kajian ini kelompok kami akan mengkaji sejarah dari pertumbuhan dan perkembangan ilmu tauhid dari ajaran yang disampaikan oleh Nabi Adam AS hingga Nabi Muhammad SAW serta kajian ilmu tauhid dalam dunia modern seperti sekarang ini. Ilmu tauhid sering juga disebut sebagai ilmu kalam, ilmu ketuhanan.
2.      RUMUSAN MASALAH
1.      Apa yang dimaksud dari “ilmu tauhid” ?
2.      Bagaimana sejarah ilmu tauhid?
3.      Bagaimana cara ajaran tauhid yang disampaikan oleh para Rasul sejak zaman Nabi          Adam AS ?
4.      Bagaimana pertumbuhan dan perkembangan tauhid pada zaman Nabi Muhammad SAW hingga sekarang ?
3.      TUJUAN PENULISAN
1.      Untuk mengetahui apa yang di maksud ilmu tauhid
2.      Untuk mengetahui sejarah ilmu tauhid
3.      Untuk mengetahui cara ajaran tauhid yang di sampaikan oleh para Rasul sejak zaman Nabi Adam AS
4.      Untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan tauhid pada zaman Nabi Muhammad SAW hingga sekarang






BAB II
PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN ILMU TAUHID
1.      menurut hasbi ash-shidqi
Ilmu tauhid adalah ilmu yang membicarakan tentang cara caramenetapkan aqidah agama dengan menggunakan dalil dalil yang meyakinkan.[1]
2.      menurut hasan hanafi[2]
Ilmu tauhid yaitu ilmu pengetahuan yang menempatkan tauhid sebagai keyakinan pertama atausebagai keyakinan pertama atau sebagai keyakinan induk.
B.     SEJARAH ILMU TAUHID (KALAM)
1)      ilmu kalam(tauhid) di awal sejarah pemikiran islam
Pada awal-awal sejarah pemikiran dalam islam,ilmu kalam(tauhid),tidak sepeti fiqh,kurang mendapat perhatian bahkan tidak disetujui oleh kalangan muslimin. Sikap umat tersebut tidak lepas dari pengaruh pola pembinaan keimanan di masa awal-awal islam itu sendiri, yaitu pada masa rosulullah dan para sahabatnya.
Pada masa Rasulullah SAW ,penanaman,pembinaan,dan cara penerimaan keimanan cukup melalui hati. Sementara itu,suatu keimanan sudah dipandang cukup dengan mengimani apa yang harus diimani secara global, tanpa membicarakannya lebih jauh dan mempertanyakannya secara detail dan mendalam. Para sahabat tidak pernah mempertanyakan lebih jauh masalah-masalah keimanan. Mereka telah puas mengimani melalui pembenaran hati terhadap apa yang disampaikan oleh Rasulullah.[3]
Kenyataan Rasulullah tidak pernah membicarakan masalah keimanan secara perinci, melainkan menganjurkan umat cukup mengimaninya tanpa banyak bertanya, menyebabkan para sahabat dan tabi’in idak berkenan bahkan melarang membicarakan masalah-masalah keimanan secara kalami, dalam arti memperbincangkannya secara detail berdasarkan argumen dan analisis rasional.
Demikianlah, kalam sama sekali tidak mendapat tempat di masa awal-awal islam. Pada zamman Rasulullah, sahabat, dan generasi tabi’in, belum ada pembicaraan masalah akidah  dan keimanan secara kalamiyang berdasarkan analisis mendalam dan argumen rasional.[4] Hal ini membuka peluang pembahasan kalam di kalangan Muslim pada periode awal ini sangat membutuhkan persaudaraan dan persatuan, dan ini bisa terancam apabila muslimin sudah tenggelam dalam saling silang pendapat  dan berdebat hujat, yang berpotensi menimbulkan pertentangan dan perpecahan. Tidak menguntungkan bagi islam dan umatnya, yang pada awal perkembangannya, suddah harus menghadapi suasana peerdebatan dan silang pendapat yang dapat menjurus kepada perpecahan;  laksana tunas yang baru  ditanam lalu dilanda banjir hujan deras.
Dengan demikian, tidak adanya perhatian, bahkan adanya larangan terhadap pembicaraan tentang masalah akidah secara kalami di masa Rasulullah dan para khulafa al-rasyidin tidak harus dipahami sebagai larangan mutlak terhadap ilmu kalam dan/atau dijadikan alasan untuk menolak keberadaan ilmu tersebut.[5]
2)      Sejarah Lahir dan Definisi Ilmu Kalam (Tauhid)
Mayoritas umat masih mencurigai bahkan memandang ilmu yang baru lahir ini sebagai bid’ah. Namun dalam perkembangan selanjutnya, ilmu kalam(tauhid) mengalami perkembangan dan kemmajuan yang lebih pesat dan mulai mendapat sambutan yang lebih baik dari mayoritas.  Umat dengan lahirnya sistem kalam maddzhab Ahl as-sunnah wa al-jamaah, yang dipelopori oleh toko Ismail Abu Hasan al-Asy’ari dan Abu Mansur al-Maturidi.[6]
A.Hanafi dalam bukunya Teologi Islam menyatakan tauhid sebagai suatu ilmu yang berdiri sendiri belum dikenal pada masa nabi Muhammad SAW maupun pada masa sahabat-sahabatnya. Melainkan baru dikenal jauh setelah kewafatan nabi Muhammad saw atau dikemudiannya setelah ilmu-ilmu keislaman yang lain satu-persatu muncul, diikuti dengan tumbuhnya kecenderungan umat islam mendalami masalah-masalah alam gaib/metafisika.
Masa nabi saw adalah masa hukum penetapan aqidah, beliau berusaha untuk mempersatukan bangsa Arab yang sebelum Islam datang selalu timbul perpecahan bahkan sampai pertumbuhan darah diantara suku-suku bangsa, disamping itu masa nabi saw. Umatnya senatiasa menemui beliau untuk mengetahui pokok-pokok hukum agama, sehingga apabila terdapat sedikit saja persoalan mereka segera mendapatkan penyelesaiannya.
Lebih lanjut Ilmu Khaldun juga menegaskan dalam bukunya Muqoddimah, agama pada mulanya belum memerlukan ilmu dan kecenderungan, melainkan agama masih merupakan huku-hukum syar’i dalam bentuk perintah dan larangan tuhan. Dan, kebanyakan orang islam hafal akan hukum-hukum tersebut serta tahu sumbernya ialah al Qur’an dan al Hadits.
Waktu itu orang islam masih terdiri dari orang-orang Arab jahiliyang tidak kenal pengajaran, karang mengarang dan pembukuan ilmu. Mereka belum ada keinginan untuk itu, karena memang belum dibutuhakan kecuali pencatatan twrhadap ayat-ayat Al-Quran. Jadi orang islam pada saat itu masih bersikap sami’na wa atha’na.
Namun setelah Nabi saw wafat tampaklah orang-orang yang akan mengatas-namakan  golongan untuk memecahkan masalah, siapakah yang berhak menggantikan jabatannya dan bagaimana pula syarat-syaratnya. Inilah yang merupakan suatu aspek manual pertama kali timbul pemikiran dikalangan umat Islam. Dari golongan muhajirin menghendaki pengganti Nabi saw harus dari golongan mereka. Sebaliknya Anshor pun begittu. Dan, keluarga Nabi saw rmenuntut dari golongan Syi’ah menghendaki agar Ali ra. Sebagai penggantiNabi saw. Sedangkan Khawarij dan Mu’tazilah berpendapat yang berhak memegang jabatan adalah orang yang terbaik dan cakap meskipun bukan orang Arab dan Quraisy. Selain itu, mayoritas umat islam berpendapat bahwa yang berhak memangku jabatan imamah adalah orang yang palig cakap dari golongan Quraisy. Hal ini berdasarkan pernyataan dari Nabi saw wafat tampaklah orang-orang yang mengatas namakan golongan untuk memecahkan masalah, siapakah yang berhak menggantikan jabatannya dan bagaimana pula syarat-syaratnya. Inilah yang merupakan suatu aspek manual pertamakali tibul pemikiran dari kalangan ummat islam. Dari kaum Muhajirin menghendaki pengganti Nabi saw harus dari golongan mereka. Sebaliknya Anshor pun begitu. Dan, keluarga Nabi saw menuntut atau dari golongan syi’ah menghendaki agar Ali ra. Sebagai pengganti Nabi saw. Sedangkan khawarij dan mu’tazilah berpendapat yang memegang hak jabatan adalah orang yang terbaik dan cakap meskipun bukan orang Arab Quraisy. Selain itu, mayoritas ummat islam berpendapat bahwa yang berhak mengaku jabatan imamah adalah orang yang paling cakap dari golongan Quraisy. Hal ini berdasarkan pernyataan dari Nabi saw sendiri.
Dengan demikian prinsip sami’na wa atha’na di masa nabi saw rusak tenggelam dalam lembah perdebatan dan perselisihan. Orang-orang kemudian mmencari ayat-ayat Alqur-an dan Al-hadist diperalat sebagai penunjang peendirian pendapat mereka untuk mendapat simpatisan dari pndukungnya.
Dan setelah faktor politis tersebut memuncak hingga terjadi peristiwa pembunuhan di kalangan ummat islam atas diri khalifah Usman ra. Tahun 656oleh Muh ibn bakar ali dan ra. Tahun 661 oleh Abdurrahman ibn Muljam. Kemudian timbul aspek lain yang dijadikan bahan berdebat dan berselisih dan akhirnya menjelma menjadi wujud berbagai-bagai cabang ilmu pengetahuan keislaman, yang didukung dari berbagai aliran yang timbul menyertainya. Yang kesemuanya di orientasikan kepada islam. Ilmu- ilmu tersebut tidaklah muncul sekaligus dalam bentuk jadi dalam artian belum jelas dasar-dasarnya.
Baru setelah kaum muslimim sekitar 3 abad melakukan berbagai perdebatan baik sesama kaum muslimin ataupun pemeluk-pemeluk agama lain. Hingga kaum muslimin sampai pada satu ilmu yang menjelaskan dasar-dasar aqidahnya juga perincian-perinciannya.
Dari keterangan tersebut diatas dapat dipahami bahwa sebagai perintis utama faktor-faktor yang membidani atau mempengaruhi ilmu tauhid adalah faktor –faktor kejadian politis dan historis, walau disampingnya itu banyak sebab-sebab lain. [7]
C.     Faktor Pendorong Lahirnya Ilmu Kalam (Tauhid)
a)      Faktor Internal
1.      Al-Quran
Al-Qur’an adalah sumber utama ajaran islam darinya kaum Muslimin menimba dan kepadanya pula mereka  menyandarkan berbagai ilmu, baik yang berhubungan dengan masalah akidah, metafisika, moral maupun hukum.
2.      kondisi Sosial Dunia Islam
ketidakpedulian umat terhadap ilmu kalam (Tauhid) di masa-masa awal islam, seperti telah dikemukakan , sangat mungkin pula karena perhatian Rasulullah dan para sahabatnya terusat pada upaya dakwah dan pembangunan kekuatan Islam itu sendiri.
3.      Kondisi Politik
Masalah politik intern, demikian para ahli, memainkan peranan yang besar,  bahkan terbesar, dalam melatarbelakangi lahirnya ilmu kalam di dunia Islam.
b)      Faktor ekstern
1.      Paham Agama Lain
Paham dan metode agama lain ini masuk terbawa umat agama lain, yang berkonversi kepada islam, seperti dari yahudi dan kristen.
2.      Kontak dengan Umat Agama Lain
Pertemuan umat islam degan umat agama lain, terutam yahudi dan kristen, tidak jarang menimbulkan diskusi dan perdebatan agama.[8]
D.    perkembangan ilmu tauhid dari zaman kezaman
1.      zaman nabi adam as
Nabi adam adalah nenek moyang dari manusia, karena beliaulah manusia pertama yang diciptakan oleh allah swt. Sejarah ilmu ketauhidan dimulai sejak diutusnya nabi adam as oleh allah sebagai khalifah untuk mengajarkan ketauhidan murni kepada anak serta cucunya.
Contoh dari ajaran yang dibawa nabi adam as adalah mengenai amalan-amalan yang harus dilakukan dengan dasar hanya untuk allah, misalnya:menolong sesama tanpa meminta upah
2.      zaman nabi nuh as
Nabi nuh adalah nabi yang diutus kedua oleh allah untuk mengajarkan perihal ketauhidan serta sebagai pemimpin dan pengatur manusia yang porak poranda setelah wafatnya nabi adam as.
Ajaran nabi nuh berupa seruan kepada umatnya untuk menyembah allah bukan berhala yang tidak bisa apa-apa. Tapi seruan tersebut banyak yang merasa acuh, hingga nabi nuh berdoa kepada allah agar allah menurunkan azab nya kepada kaum nya yang tidak mau menyembah allah termasuk putra nabi nuh sendiri ikut meninggal dalam badai besar yang diturukan allah kepada kaum nabi nuh.
3.      zaman nabi ibrahim as
Setelah wafatnya Nabi Nuh as,  Allah lalu mengutus Nabi Ibrahim sebagai rasul selanjutnya. Nabi Ibrahim selain mengajarkan dan memimpin ketauhidan terhadap Allah juga beliaulah yang mula-mula membawa dan mengajarkan syariat Allah berfirman dalam Al-Quran surat as-shafat ayat; 95-96 artinya : “dia ibrahim berkata: Apakah kamu menyembah patung-patung yang kamu pahat itu padahal allahlah yang telah menciptakan mu dan apa yang kamu perbuat itu”. 
4.      Zaman Nabi Musa AS
Nabi Musa AS diutus oleh Allah kemuka bumi adalah untuk mengajarkan ilmu-ilmu ketauhidan atau ilmu tentang keesaan Allah. Serta Allah menurunkan kitab Taurat secara sekaligus kepada Nabi Musa AS dan didalam kitab Taurat tersebut berisi tentang syariat atau peraturan – peraturan Allah yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi Musa AS untuk diamalkan dan sebagai pedoman ketika akan berbuat suatu tindakan.
Allah berfirman dalam Al Quran surat Ath – Thoha ayat 70 :
Artinya : “Lalu para penyihir itu menunduk bersujud seraya berkata : Kami telah percaya kepada Tuhannya Harun dan Musa”
Serta dalam surat Al Baqarah ayat 50 :
Artinya : “Dan (ingatlah) ketika Kami membelah laut untukmu, sehingga kamu dapat Kami selamatkan dan Kami tenggelamkan (Fir’aun dan) pengikut-pengikut Fir’aun, sedang kamu menyaksikan”
5.      Zaman Nabi Isa AS
Nabi Isa adalah nabi yang diutus oleh Allah setelah wafatnya Nabi Musa AS. Nabi Isa mengajarkan umat manusia agar berpedoman pada kitab injil yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi Isa. Kitab Injil tersebut berisi tentang : nasihat – nasihat, petunjuk – petunjuk,terhadap orang yang beriman kepadanya.
Allah berfirman dalam Al Quran surat Al Imron ayat 50 :
Artinya : “Dan sebagai seorang yang membenarkan Taurat yang datang sebelumku, dan agar aku menghalalkan bagi kamu sebagian dari yang telah diharamkan untukmu. Dan aku datang kepadamu membawa suatu tanda (mukjizat) dari Tuhanmu. Karena itu, bertaqwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku.”
Maryam ayat 30 :
قَالَ إِنِّي عَبْدُ اللَّهِ آتَانِيَ الْكِتَابَ وَجَعَلَنِي نَبِيًّا
Artinya : “Berkata Isa: "Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi,”
Al Maidah ayat 73 :
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ ۖ وَقَالَ الْمَسِيحُ يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اعْبُدُوا اللَّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ ۖ إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ ۖ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَار
Artinya : “Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Allah ialah Al Masih putera Maryam", padahal Al Masih (sendiri) berkata: "Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu". Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun.”
Setelah ditinggalkannya oleh Nabi Isa ( menurut kepercayaan orang – orang Nasrani ), sedikit demi sedikit ajaran ketauhidannya mulai berubah sehingga banyak umat yang menyimpang dari ajaran yang sebenarnya. Adapun perubahannya sebagai berikut :
1.      Golongan yang diketuai oleh Paulus (Pendeta di Intokia, sekarang bernama Syiria) memegang sungguh – sungguh ketauhidan yang murni. Mereka berpendapat bahwa Nabi Isa itu adalah seorang rasul, hamba sekaligus pesuruh Allah.
2.      Golongan Arius yaitu golongan Nasrani yang mengikuti seorang pendeta dari Iskandariah yang beraliran “Arius”. Ia berpendapat bahwa Nabi Isa adalah hamba Allah. Akan tetapi ia menambahi keterangan bahwa Nabi Isa sebagai “Kalimah Allah” dari situlah mulai ada bayangan yang mengarah kepada bahwa Nabi Isa itu adalah Allah.
3.      Golongan parpani, yaitu golongan yang berpendapat bahwa Nabi Isa dan ibunya ( Ibu Maryam) adalah Tuhan. Demikianlah keadaan Nasrani mempercayai bahwa Tuhan itu terdiri dari 3 oknum. Ketiga oknum tersebut adalah Bapa(Tuhan), Anak (alam istirahat) dan Ruh Kudus (MAlaikat Jibril)[9]
E.     Tauhid sejak zaman nabi muhammad sampai sekarang
a.       TAUHID DI MASA RASULULLAH Saw
Muhammad saw di utus Allah swt untuk menjadi nabi dan rasul agar mengembalikandan memimpin ummat manusia kepada tauhid  yaitu mengakui keesaan allah swt.dengan semurni-murninya seperti yang diajarkan oleh nabi Ibrahim as dahulu, oleh karena itu bangsa arab tidak asing lagi dengan keyakinan ini.
Tauhid yang diajarkan oleh nabi muhammad saw adalah seperti yang tertera dalam al quran dan hadist. Dzat allah dan sifat sifatnya tidak pernah dipertanyakan orang kepada rosulullah sawkarena semua itu tertera dalam AlQuran,mereka hanya menanyakan soal ibadah. Nabi dalam menyampaikan agama islam kepada masyarakat disesuaikan dengan kondisi mereka pada saat itu,dan memang masalah tauhid sangatlah sederhana dan dipermudah[10].
b.      TAUHID DI MASA KHULAFA AL RASYIDIN
Para sahabat dalam memahami tauhid tidak jauh berbeda di jaman rosulullah dalam kesederhanaan, hanya saja di zaman rasul masih hidup, orang dengan mudah menanyakan langsung kepada rasulullah segala soal yang kurang jelas. Sedang dimasa tabi’in mereka hanya berpegang kepada alQuran dan hadist saja. Jika terjadi gejala yang cenderung merusak kepercayaan tauhid mereka segera mengambil tindakan seperti yang pernah dilakukan Umar bin Khattab memerintahkan mennebang pohon tempat nabi berteduh ketika perjanjian Hudabiyah berlangsung, sebab ada yang memuja-muja pohon itu.
Ulama kalam mengatakan bahwa yang dimaksud kalimat tauhid adalah menyebutkan dua kalimat syahadat, pertama lailaha illallah didalamnya sudah terkandung Muhammad rasulullah menunjukkan keseluruhan kepercayaan, karena kalau seorang telah beriman dengan sesunggunya kepada Allah, maka akan membawa konsekuensi keimanan itu kepada lainnya.[11]
c.       TAUHID DI MASA TABI’IN[12]
Setelah kematian Khalifah Usman bin Affan, naiklah Ali bin Abi Thalib menduduki jabatan khalifah. Ketika itu mucullah pro dan kontra terhadap Ali disebsbkan Ali tidak dapat mengambil tindakan segera terhadap pembunuh Usman. Muawiyah tidak mengakui kedudukan Ali sebagai khalifah, sehingga menyulut terjadinya perang saudara. Kemenangan di pihak Ali hampir diraih tetap atas kecerdikan pihak Muawiyah mengajak untuk berdamai setelah melihat pasukannya terdesak. Pihak Ali diwakili Abu Musa yang terkenal kesolehannya, sedang Muawiyah diwakili Amru ibn Ash yang terkenal kelicikan dan kecerdikan plitiknya. Perundingan perdamain itu menyebabkan pihak Ali dirugikan, yaitu Ali dipaksa turun dari jabatan kekhalifahan dan Muawiyah dikukuhkan menjadi khalifah karena tidak boleh terjadi kekosongan jabatan khalifah. Sebab itulah pengikut Ali pecah menjadi dua. Peristiwa inilah yang pertama-tama mengakibatkan terjadinya golongan-golongan dalam Islam.
Dalam masa ini kedaulatan Islam bertambah kuat sehingga kaum muslimin tidak perlu lagi berusaha untuk mempertahankan Islam seperti masa sebelumnya. Kesempatan ini digunakan kaum muslimin untuk mengembangkan pengetahuan dan pengertian tentang ajaran Islam. Lebih lagi dengan berduyun-duyun pemeluk agama lain memeluk Islam, yang jiwanya belum bisa sepenuhnya meninggalkan unsur agamanya, telah menyusupkan beberapa ajarannya. Masa inilah mulai timbul keinginan bebas berfikir dan berbicara yang selama ini didiamkan oleh golongan Salaf. Masalah qadar yang dulunya dibatasi pembatasannya mulai diungkapkan kembali secara bebas. Maka timbulah golongan Qadariyah yang dipelopori oleh Ma’bad Al Juhaimi (wafat tahun 80 H ) yang mengemukakan tentang kebebasan berbuat dan memilih, tanpa campur tangan tuhan dalam perbuatan manusia. Dari pernyataan ini munculah golongan Jabariyah yang dipelopori oleh Jaham bin Safwan sebagai bantahan yang mengemukakan akidah yang dianutnya bahwa manusia itu serba terpaksa (majbur) dalam segala tindakannya.
Pada akhir abad pertama hijriyah muncul golongan khawarij membentuk suatu madzhab sendiri yang menonjolkan pendapat: “ orang yang mengerjakan dosa besar itu kafir”. Sedangkan Hasan Al Bisri (wafat tahun 110 H), berpendapat bahwa orang yang mengerjakan dosa besar itu adalah fasiq, tidak keluar dari lingkaran mukmin (tidak kafir). Kemudian tampilah Washil bin Atho’ murid Hasan Al bisri, membantah pendapat gurunya dengan mengatakan: “orang yang mengerjakan dosa besar itu berada diantara dua martabat”, karena Washil bin Atho’ mengasingkan diri dari majlis gurunya Hasan Al bisri atau dari pendapat umum, maka dinamakanlah gologannya dengan sebutan Al-Mu’tazilah, golonganDalam masa ini kedaulatan Islam bertambah kuat sehingga kaum muslimin tidak perlu lagi berusaha untuk mempertahankan Islam seperti masa sebelumnya. Kesempatan ini digunakan kaum muslimin untuk mengembangkan pengetahuan dan pengertian tentang ajaran Islam. Lebih lagi dengan berduyun-duyun pemeluk agama lain memeluk Islam, yang jiwanya belum bisa sepenuhnya meninggalkan unsur agamanya, telah menyusupkan beberapa ajarannya. Masa inilah mulai timbul keinginan bebas berfikir dan berbicara yang selama ini didiamkan oleh golongan Salaf.
Masalah qadar yang dulunya dibatasi pembatasannya mulai diungkapkan kembali secara bebas. Maka timbulah golongan Qadariyah yang dipelopori oleh Ma’bad Al Juhaimi (wafat tahun 80 H ) yang mengemukakan tentang kebebasan berbuat dan memilih, tanpa campur tangan tuhan dalam perbuatan manusia. Dari pernyataan ini munculah golongan Jabariyah yang dipelopori oleh Jaham bin Safwan sebagai bantahan yang mengemukakan akidah yang dianutnya bahwa manusia itu serba terpaksa (majbur) dalam segala tindakannya.
Pada akhir abad pertama hijriyah muncul golongan khawarij membentuk suatu madzhab sendiri yang menonjolkan pendapat: “ orang yang mengerjakan dosa besar itu kafir”. Sedangkan Hasan Al Bisri (wafat tahun 110 H), berpendapat bahwa orang yang mengerjakan dosa besar itu adalah fasiq, tidak keluar dari lingkaran mukmin (tidak kafir). Kemudian tampilah Washil bin Atho’ murid Hasan Al bisri, membantah pendapat gurunya dengan mengatakan: “orang yang mengerjakan dosa besar itu berada diantara dua martabat”, karena Washil bin Atho’ mengasingkan diri dari majlis gurunya Hasan Al bisri atau dari pendapat umum, maka dinamakanlah gologannya dengan sebutan Al-Mu’tazilah

                                                                 BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Lahirnya ilmu tauhid dipengaruhi oleh faktor intern dan ekstern adapun faktor intern nya adalah adanya dalil al Qur’an yang menjelaskan tentang ketauhidan dan faktor ekstern nya adalah masuknya pola pikir ajaran agama islamyang dibawa oleh penganut agama Islam yang awalnya non Islam. Ilmu tauhid mengalami perubahan dai masa ke masa yaitu, pada masa nabi belum terjadi konflik karena pada saat ada masalah selalu disandarkan kepada nabi, pada masa khulafaur rasyidin, awal terjadinya kekacauan pada masa khalifah ke-3, yaitu  pada masa pemerintahan Usman bin Affan. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi ilmu tauhid menjadi ilmu kalam diantaranya al Qur’an menyinggung golongan-golongan dan kepercayaan yang tidak benar ketika kaum muslimin membuka negeri baru untuk masuk islam mereka mulai mempertemukan nash agama yang kelihatannya saling bertentangan, masuknya ajaran agama lain kedalam ajaran islam, pemusatan penyiaran agama islam pada masa awal islam, dan pengimbangan para mutakallimin terhadap lawannya dengan filsafat.
B.     Saran
      Disarankan kepada para pembaca untuk memahami apa makna dari tauhid yang sesungguhnya, dan menghapus semua anggapan-anggapan buruk tentang khulafaur rasyidin, beserta para tabi’in nabi saw    






                                                            DAFTAR PUSTAKA
Mahmud Latif, Ilmu Tauhid, (Pamekasan:STAIN Pamekasan press,2010)
Jamrah Suryan A, Studi Ilmu Kalam, (Jakarta:Prenadamedia Group,2015)
Mulyono & Bashori, Studi Ilmu Tauhid/Kalam, (Malang:UIN Maliki press,2010)
http//sshabrinaplace.blogspot.com/2016/05/sejarah-pertumbuhan-tauhid.html?=1


















[1] Latif Mahmud, Ilmu Tauhid (Pamekasan: STAIN Pamekasan press, 2010)  17.
[2] Ibid, hlm 17
[3] Suryan A. Jamrah, Studi Ilmu Kalam (Jakarta, PRENADEMEDIA GROUP, 2015) 14
[4] Ibid. Hlm 15
[5] Ibid. Hlm 17 
[6] Ibid. Hlm 19
[7] Mulyono dan Bashori, Study Ilmu Tauhid/Kalam,(Maalang, UIN Maliki Press , 2010) 35-38
[8] Suryan A. Jamrah, Studi Ilmu Kalamm (Jakarta, PRENADAMEDIA GROUP,2015) 28-33
[9] http//sshabrinaplace.blogspot.com/2016/05/sejarah-pertumbuhan-tauhid.html?=1

[10] Latif Muhammad, IlmuTauhid(Pamekasan, STAIN Pamekasan Press,2010)25
[11] Ibid hlm26
[12] Ibid hlm 28