Thursday, 13 September 2018

KAJIAN TEORI Panduan Praktikum




BAB II
KAJIAN TEORI

1.1    Panduan Praktikum

Panduan  praktikum adalah pedoman pelaksanaan praktikum yang berisi tata cara persiapan, pelaksanaan, analisis data dan pelaporan yang disusun oleh seorang atau kelompok staf pengajar yang menangani praktikum tersebut dan mengikuti kaidah tulisan ilmiah (Nurussaniah, 2016).
Handayani (2013) menyebutkan bahwa buku panduan praktikum berisi kompetensi, tujuan praktikum, materi pendukung kegiatan eksperimen, bahan-alat yang digunakan beserta gambar, rumusan dan latar belakang masalah, pertanyaan ilmiah, arahan untuk merumuskan hipotesis sementara, petunjuk keamanan laboratorium, tuntunan praktikum yang berupa pernyataan arahan untuk memandu  siswa merancang percobaan dalam rangka menguji hipotesis yang telah dirumuskan, tabel pengamatan, panduan berupa pertanyaan beserta kolom isian untuk menginterpretasikan data yang didapatkan, dan panduan berupa pertanyaan yang disertai kolom isian untuk mensintesis  kesimpulan dari kegiatan yang dilakukan.
Menurut Sawitri dalam Trisnawati yang dikutip oleh Sari, W. K. (2015) tujuan penyusunan panduan praktikum adalah sebagai berikut:
1.    Mengaktifkan siswa
Tujuan diberikannya panduan praktikum kepada siswa agar siswa tidak hanya belajar secara teori dikelas, mendengarkan penjelasan-penjelasan guru. Namun diharapkan dengan adanya panduan praktikum siswa lebih aktif dalam kegiatan belajar untuk menemukan atau mengelola sendiri perolehan belajar (pengetahuan dan keterampilan).
2.    Membantu siswa menemukan atau mengelola perolehannya
Siswa yang mendapat diktat praktikum tidak hanya menerima pengetahuan dan keterampilan yang diberikan oleh guru, melainkan setelah melakukan kegiatan yang diuraikan dalam diktat praktikum dapat menemukan atau memperoleh informasi baru tanpa bantuan guru.
3.    Membantu siswa dalam mengembangkan keterampilan proses
Siswa dapat melakukan dan mengembangkan keterampilan proses terutama dengan disediakannya permasalahan dalam diktat praktikum dan siswaharus mampu menemukan cara atau metode untuk menyelesaiakan permasalahan tersebut dengan sebuah pembuktian secara eksperimen baik secara individu maupun dalam kelompok.
Arifin (dalam Maharani, 2013) menyebutkan komponen-komponen yang harus ada dalam panduan praktikum adalah sebagai berikut:
1.    Judul praktikum, harus singkat dan dapat menggambarkan secara umum kegiatan praktikum yang dilakukan. Judul praktikum yang dimaksud, yaitu nama atau identitas yang diberikan kepada setiap jenis praktikum. Judul dapat disesuaikan dengan materi praktikum dan sedapat mungkin tidak menggunakan nama alat-alat dan hukum yang digunakan.
2.    Tujuan praktikum, menggambarkan apa yang akan dilakukan, diuji, dibuktikan, atau apa yang akan dipelajari selama kegiatan praktikum berlangsung.
3.    Dasar teori, adalah materi yang berkaitan dengan kegiatan praktikum dan dijadikan acuan dalam kegiatan praktikum. Materi tersebut diharapkan dapat berguna bagi praktikan pada waktu menyusun laporan praktikum. Dasar teori disajikan eksplisit dan tertulis secara ringkas, jelas, komprehensif, menarik dan menantang, berfungsi untuk memberikan wawasan pengetahuan berpikir yang diperkirakan mempermudah praktikan dalam melakukan praktikum dan mencapai tujuan praktikum.
4.    Alat dan bahan, pada komponen ini berisikan daftar alat dan bahan yang dibutuhkan untuk melakukan praktikum. Bila diperlukan dapat menggunakan diagram yang menunjukkan apa dan bagaimana alat dan bahan tersebut digunakan.
5.    Cara kerja atau petunjuk praktikum, adalah langkah-langkah yang harus dilakukan dalam melakukan praktikum. Cara kerja dapat berupa uraian ataupun poin-poin.
6.    Pertanyaan yang terdapat dalam suatu petunjuk praktikum akan menguji kemampuan praktikan setelah kegiatan praktikum dilakukan, sehingga dapat mengetahui kepahaman praktikan terhadap materi yang dipraktikumkan.
Langkah-langkah penulisan panduan praktikum yang dimodifikasi dari Panduan Penulisan Buku Penuntun Praktikum Dan Laporan Praktikum D III Analis Kimia (2016) dijabarkan sebagai berikut:
1.    Penulisan Kompetensi Dasar dan Tujuan Praktikum
Penulisan kompetensi dasar harus sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam kurikulum yang berlaku. Penulisan kompetensi dasar menggunakan kata kerja sesuai dengan Taksonomi Bloom yang memuat ranah kognitif, psikomotorik dan afektif yang sesuai dengan unit kompetensi yang akan dicapai.  Penulisan kompetensi dasar harus memiliki kesesuaian dengan silabus, Tujuan praktikum disesuaikan kompetensi dasar yang telah ditetapkan berdasarkan materi pembelajaran. Tujuan praktikum dirumuskan sesuai dengan materi pembelajaran dan indikator capaian yang akan dicapai oleh siswa.
2.    Penulisan Dasar Teori
Dasar teori diperlukan untuk membekali siswa dengan teori yang terkait langsung dengan materi praktikum. Bagian dasar teori pada buku penuntun praktikum cukup dituliskan teori singkat tetapi dapat membantu siswa untuk berpikir dan menganalisis fenomena yang terjadi saat praktikum.  Dasar teori juga memberikan arahan unit kompetensi yang akan dicapai, seperti prinsip dasar praktikum, aspek kualitatif dan kuantatif yang perlu catat, pengolahan data dan kesimpulan dari tujuan praktikum yang akan dicapai.
1.    Penulisan Alat dan Bahan 
Semua alat yang digunakan dalam praktikum dituliskan dalam bagian ini baik alat utama maupun alat pendukung. Jika menggunakan peralatan gelas maka dicantumkan pula ukuran dari peralatan gelas tersebut, spesifikasi ketelitian dan keterangan lain yang dibutuhkan.  Apabila mengunakan alat ukur seperti neraca, maka juga disebutkan spesifikasi alatnya.
4.    Penulisan Prosedur Kerja
Prosedur kerja ditulis poin per poin (dalam angka arab) dengan menggunakan kalimat perintah dan tidak ditulis dalam bentuk paragraf. Asumsi yang digunakan dalam penulisan prosedur kerja adalah siswa belum memahami prosedur tersebut sehingga penulisan prosedur kerja harus rinci tahap. Petunjuk pengambilan data pengamatan ditulis dengan jelas sehingga mudah dipahami dan tidak menimbulkan multiinterpretasi.
5.    Analisis Data
Bagian analisis data dicantumkan setiap data baik kualitatif maupun kuantitatif yang akan diperoleh sesuai dengan prosedur kerja. Bagian ini juga dicantumkan langkah-langkah mengumpulkan, mengorganisasikan, mengolah data pengamatan atau pengujian sehingga perlu dilengkap.  Apabila data yang diperoleh adalah data kuantatif maka harus dilengkapi dengan rumus atau perhitungan matematis yang digunakan dan apabila menggunakan data kualitatif maka harus disediakan standar atau referensi sebagai pembanding. Jika diperlukan tabel pendukung analisis data dapat dilampirkan di bagian akhir. Jika menggunakan rumus, maka rumus yang ditulis bukan rumus jadi atau rumus praktis sehingga siswa dilatih untuk dapat mengolah data mentah menjadi data yang siap dilaporkan sesuai dengan tahap-tahap dalam prosedur kerja. Penulisan rumus dilengkapi dengan satuan yang mengacu sistem SI.
6.    Pertanyaan
Pertanyaan diperlukan untuk membangkitkan keingintahuan siswa sehingga mendorong siswa untuk menganalisis fenomena yang diamati di laboratorium dengan teori yang ada. Pertanyaan juga dapat membantu siswa untuk mencermati dan mencatat dan melaporkan setiap data penting selama praktikum, mengorganisasi, mengolah dan menyimpulkan data dengan benar.
7.    Daftar Pustaka
Setiap pustaka dan referensi yang digunakan dalam setiap judul praktikum harus dicantumkan dengan menggunakan format APA terbaru. 

1.2    Literasi Sains

Literasi sains terbentuk dari 2 kata, yaitu literasi dan sains. Secara harfiah literasi berasal dari kata Literacy yang berarti melek huruf/gerakan pemberantasan buta huruf. Istilah sains berasal dari bahasa inggris Science yang berarti ilmu pengetahuan. Maka, literasi sains dapat diartikan sebagai pandangan terhadap sains atau ilmu pengetahuan alam yang tidak hanya dilihat sebagai pengetahuan saja, tetapi, dapat juga diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari (Amalia, 2015). Definisi literasi sains menurut OECD dalam Yuyu Yuliati (2017) merupakan kemampuan menggunakan pengetahuan sains, mengidentifikasi pertanyaan, dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti bukti, dalam rangka memahami serta membuat keputusan berkenaan dengan alam dan perubahan yang dilakukan terhadap alam melalui aktivitas manusia. Sedangkan Holbrook & Rannikmae (2009) menyatakan bahwa literasi sains adalah suatu penghargaan pada ilmu pengetahuan dengan cara meningkatkan komponen-komponen belajar dalam diri dengan tujuan agar berkesempatan berkontribusi dalam lingkungan sosial.
Literasi sains merupakan salah satu ranah studi PISA (Performance of International Student Assesment). PISA mendefinisikan literasi sains sebagai kemampuan menggunakan pengetahuan sains, mengidentifikasi pertanyaaan dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti, dalam rangka memahami serta membuat keputusan berkenaan dengan alam dan perubahan yang dilakukan terhadap alam melalui aktivitas manusia (Firman, 2007). Hal senada menurut PISA merupakan kemampuan dalam menggunakan pengetahuan ilmiah, mengidentifiksi pertanyaan-pertanyaan dan untuk menarik kesimpulan yang didasarkan bukti-bukti agar memahami dan membuat keputusan (Astuti, 2016).
Berdasarkan beberapa pengertian literasi sains tersebut peserta didik diharapkan dapat menerapkan pengetahuan yang didapat di sekolah untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari sehingga peserta didik dapat memiliki kepekaan dan kepedulian terhadap lingkungan sekitarnya.
2.2.1    Dimensi Literasi Sains
Pada PISA 2006 menurut OECD dimensi literasi sains dikembangkan  menjadi  empat  dimensi,  tambahannya yaitu  aspek  sikap  peserta  didik  akan  sains. Penjelasan masing-masing  dimensi  literasi  sains  adalah  sebagai berikut:
1.    Dimensi konten (pengetahuan sains)
Konten  sains  merujuk  pada  konsep-konsep kunci  dari  sains  yang  diperlukan  untuk  memahami fenomena  alam  dan  perubahan  yang  dilakukan terhadap alam melalui aktivitas manusia. Dalam kaitan ini  PISA  tidak  secara  khusus  membatasi  cakupan konten  sains  hanya  pada  pengetahuan  yang  menjadi kurikulum  sains  sekolah,  namun  termasuk  pula pengetahuan  yang  diperoleh  melalui  sumber-sumber informasi lain yang tersedia. Kriteria pemilihan konten sains adalah sebagai berikut: 
a)    Relevan dengan situasi nyata
b)   Merupakan  pengetahuan  penting  sehingga penggunaannya berjangka panjang
c)    Sesuai  untuk  tingkat  perkembangan  anak  usia  15 tahun.
Berdasarkan  kriteria  tersebut,  maka  dipilih pengetahuan  yang  sesuai  untuk  memahami  alam  dan memaknai  pengalaman  dalam  konteks  personal,  sosial dan global.
2.    Dimensi Kompetensi (proses)
Dimensi  proses  sains  merujuk  pada  proses mental yang terlibat ketika menjawab suatu pertanyaan atau  memecahkan  masalah,  seperti  mengidentifikasi dan  menginterpretasi  bukti  serta  menerangkan kesimpulan.  Termasuk  di  dalamnya  mengenal  jenis pertanyaan  yang  dapat  dan  tidak  dapat  dijawab  oleh sains, mengenal bukti apa yang diperlukan dalam suatu penyelidikan  sains,  serta  mengenal  kesimpulan  yang sesuai  dengan  bukti  yang  ada.  PISA  mengakses kemampuan  untuk  menggunakan  pengetahuan  dan pemahaman  ilmiah,  seperti  kemampuan  peserta  didik untuk mencari, menafsirkan dan memperlakukan bukti-bukti.  PISA  2006  menetapkan  lima  komponen  proses dalam literasi sains yakni: 
a)    Mengenali  pertanyaan  ilmiah,  yaitu  pertanyaan  yang  dapat  diselidiki  secara  ilmiah,  seperti mengidentifikasi  pertanyaan  yang  dapat  dijawab oleh sains.
b)   Mengidentifikasi  bukti  merupakan  melibatkan identifikasi  atau  pengajuan  bukti  yang  diperlukan untuk  menjawab  pertanyaan  dalam  suatu penyelidikan  sains,  atau  prosedur  yang  diperlukan untuk memperoleh bukti itu.
c)    Menarik  kesimpulan,  melibatkan  kemampuan menghubungkan  kesimpulan  dengan  bukti  yang mendasari  atau  seharusnya  mendasari  kesimpulan itu.
d)   Mengkomunikasikan  kesimpulan,  yakni mengungkapkan  secara  tepat  kesimpulan  yang dapat ditarik dari bukti yang tersedia.
e)    Menunjukkan  pemahaman  konsep  ilmiah, kemampuan  menggunakan  konsep-konsep  dalam situasi  yang  berbeda  dari  apa  yang  telah dipelajarinya.
Pada  perkembangan  terakhir,  PISA  memilih  istilah “kompetensi sains” sebagai pengganti proses sains. Sapriati & Sekarniwahyu (2013) menjabarkan indikator literasi sains dalam dimensi proses pada tabel di bawah ini:
Tabel 2.1 Dimensi dan Indikator Literasi Sains Dimensi Proses
Literasi Sains
Dimensi
Indikator
Keterampilan proses
Mengamati, menginterpretasi, membuat, mengajukan pertanyaan, membuat rencana penyelidikan, mencatat dan mengkomunikasikan, mengukur, dan melakukan refleksi kritis
(Sapriati & Sekarniwahyu, 2013)

3.    Dimensi konteks (aplikasi sains)
PISA menilai pengetahuan sains relevan dengan kurikulum  pendidikan  sains  di  negara  partisipan  tanpa membatasi  diri  pada  aspek-aspek  umum  kurikulum nasional  tiap  negara.  Penilaian  PISA  dibingkai  dalam situasi  kehidupan  umum  yang  lebih  luas  dan  tidak terbatas  pada  kehidupan  di  sekolah  saja.  Butir  soal disesuaikan dengan minat dan kehidupan peserta didik. Butir  soal  tersebut  berfokus  pada  situasi  yang  terkait pada  diri  individu,  keluarga  dan  kelompok  individu (personal),  komunitas (social),  serta  kehidupan  lintas negara (global)  seperti  kesehatan,  sumber  daya  alam, mutu  lingkungan,  bahaya,  perkembangan  mutakhir sains dan teknologi.

4.    Dimensi sikap
Tujuan  utama  dari pendidikan sains adalah untuk membantu peserta didik mengembangkan  minat  peserta  didik  dalam  sains  dan mendukung  penyelidikan  ilmiah.  Sikap-sikap  akan sains  berperan  penting  dalam  keputusan  peserta  didik untuk mengembangkan pengetahuan sains lebih lanjut, mengejar  karir  dalam  sains,  dan  menggunakan  konsep dan  metode  ilmiah  dalam  kehidupan  mereka.  Dengan begitu,  pandangan  PISA  akan  kemampuan  sains  tidak hanya  kecakapan  dalam  sains,  juga  bagaimana  sifat mereka  akan  sains.  Kemampuan  sains  seseorang  di dalamnya  memuat  sikap-sikap  tertentu,  seperti kepercayaan,  termotivasi,  pemahaman  diri,  dan  nilai-nilai. (Delin, Djamas, & Yohandri, 2015).

1.3    Panduan Praktikum Berbasis Literasi Sains

Panduan praktikum berbasis literasi sains merupakan panduan pelaksanaan praktikum yang memuat komponen literasi sains pada tahapan-tahapan kegiatannya. Komponen literasi sains yang diintegrasikan dalam tahapan kegiatan panduan praktikum adalah literasi sains dimensi proses yang mencakup komponen mengenali  pertanyaan ilmiah, mengidentifikasi bukti, menarik kesimpulan, mengkomunikasikan  kesimpulan dan menunjukkan  pemahaman  konsep  ilmiah.
Panduan praktikum berbasis literasi sains yang dikembangkan pada sub pokok bahasan hubungan momentum dan impuls bertujuan untuk membantu siswa dalam belajar materi hubungan momentum dan impuls, megatahui alat dan bahan dalam laboratorium, mengetahui cara melakukan praktikum yang benar serta membuat siswa mampu mengkonstruk atau  membangun konsep sendiri tentang hubungan momentum dan impuls, mulai dari kosep hubungan momentum dan impuls, formulasi matematis hubungan momentum dan impuls, dan aplikasi hubungan momentum dan impuls dalam kehidupan sehari-hari.
Panduan praktikum yang dikembangkan berbeda dengan panduan praktikum yang terdapat pada KIT maupun dalam buku-buku SMA. Kegiatan praktikum yang ada dalam panduan praktikum diharapkan mampu memberikan hasil yang efektif, sehingga panduan praktikum berbasis literasi sains dapat mengembangkan sikap ilmiah siswa. Karakteristik panduan praktikum yang dikembangkan antara lain:
1.    Tahukah Kamu: berisi contoh permasalahan sehari-hari yang berkaitan dengan konsep hubungan momentum dan impuls. Masalah tersebut selanjutnya dikemas dalam bentuk pertanyaan pengantar untuk membuat sebuah hipotesis.
2.    Hipotesis: berisi rumusan masalah berdasarkan permasalahan yang disajikan pada komponen “Tahukah Kamu?”.
3.    Mari Mencoba: merupakan metode percobaan yang berisi alat dan bahan serta langkah kegiatan yang harus dilakukan selama percobaan.
4.    Data dan Analisis: merupakan sekumpulan tabel yang berisi data apa saja yang harus dicari selama percobaan. Serta analisis terhadap data tesebut.
5.    Pertanyaan: komponen ini berisi sederet pertanyaan yang membantu siswa untuk menganalisis dan membuat kesimpulan berdasarkan hasil pengamatan.
6.    Mari Diskusi: berisi sebuah pertanyaan berkaitan dengan percobaan yang telah dilakukan namun dalam konteks yang berbeda. Komponen ini berfungsi untuk mengecek pemahaman siswa berkenaan dengan materi yang dipraktikumkan.
7.    Kesimpulan: komponen ini berfungsi agar siswa dapat membuat dan mengkomunikasikan kesimpulan dengan tepat mengacu pada hipotesis dan hasil pengamatan yang telah diperoleh.

1.4    Sikap Ilmiah

Sikap ilmiah adalah sikap yang dimiliki oleh orang-orang yang berkecimpung dalam ilmu alamiah. Sikap ilmiah berupa sikap jujur, terbuka, toleran, skeptis, optimis, pemberani, dan kreatif (Sahida, 2014). Sedangkan Ulum (dalam Sukaesih, 2011) mendefinisikan sikap  ilmiah  sebagai  kecenderungan orang  atau  individu  untuk  bertindak  atau berperilaku dalam memecahkan suatu masalah secara  sistematis  melalui  langkah-langkah ilmiah. Sikap  ilmiah  pada  dasarnya  adalah  sikap  yang diperlihatkan  oleh  para  ilmuwan  pada  saat melakukan kegiatan sebagai seorang ilmuwan.
2.4.1    Dimensi dan Indikator Sikap Ilmiah
Sahida, D. (2014) menjelaskan bahwa seseorang dapat dikatakan memiliki sikap ilmiah jika memiliki ciri-ciri sikap sebagai berikut :
1.    Sikap Jujur (Honesty): Purnama dalam Putra yang dikutip oleh Sahida, D. (2014) menyatakan bahwa “Sikap jujur sebagai suatu sikap seseorang yang dalam kesehariannya menilai suatu objek secara objektif”.
2.    Sikap Terbuka: Secara garis besar di dalam sikap terbuka terdapat unsur-unsur, seperti luwes (Flexibel) dan inovasi. Begitu juga bagi siswa sangat penting untuk memilki sikap terbuka. Terutama sikap anak dalam memahami konsep baru, pengalaman baru, sesuai dengan kemampuannya tanpa ada kesulitan.
3.    Sikap Toleran: Secara garis besar di dalam sikap toleran terdapat unsur memahami orang lain dan mengembangkan orang lain.
4.    Sikap Skeptis: Menurut Purnama dalam Putra yang dikutip oleh Sahida, D. (2014), “Sikap skeptis merupakan sikap mencari kebenaran suatu kesimpulan”. Secara garis besar di dalam sikap skeptis terdapat unsur-unsur, seperti keingintahuan (Curiosity), dan sikap kritis (Critical Reflection).
5.    Sikap Optimis: Sikap optimis merupakan kemampuan untuk mempertahankan sikap positif yang realistis, terutama dalam menghadapi masa-masa sulit. Dalam pengertian luas, sikap optimis bermakna kemampuan melihat sisi terang kehidupan dan memelihara sikap positif, sekalipun ketika berada dalam kesulitan.
6.    Sikap Pemberani: Ilmu merupakan hasil usaha keras dan sifatnya personal. Ilmuwan sebagai pencari kebenaran akan berani melawan semua ketidakbenaran, penipuan, kepura-puraan, kemunafikan, dan kebatilan yang menghambat kemajuan. Begitupun proses belajar mengajar siswa sebagai peserta didik wajib memilki sikap berani. Dalam hal ini dapat terlihat dari cara siswa mengambil suatu keputusan berdasarkan pemikiran yang logis dan mempertahankan pendapatnya dengan alasan yang rasional.
Lebih lanjut indikator sikap ilmiah menurut Fatonah, Siti & Prasetyo, Z. K. (dalam Gusmentari, 2014) antara lain:
1.    Sikap ingin tahu: Sikap ingin tahu ditandai dengan tingginya minat dan keingintahuan anak terhadap setiap perilaku alam di sekitarnya (Samatowa, Usman dalam Gusmentari, 2014). Selain itu, ketika mereka diberikan pertanyaan yang merangsang rasa ingin tahu mereka, maka mereka akan antusias mencari jawabannya pada sumber belajar yang ada di sekitarnya.
2.    Sikap objektif terhadap data/fakta: Pada saat memperoleh data atau fakta, maka siswa harus selalu menyajikan data yang apa adanya dan mengambil keputusan berdasarkan fakta yang ada. Dengan kata lain, hasil suatu pengamatan atau percobaan tidak boleh dipengaruhi oleh perasaan pribadi, melainkan berdasarkan fakta yang diperoleh.
3.    Sikap berpikir kritis: Berpikir kritis merupakan sebuah proses terorganisasi yang memungkinkan siswa untuk mengevaluasi bukti, asumsi, logika, dan bahasa yang mendasari pernyataan orang lain (Johnson, E.B.  dalam Gusmentari, 2014).
4.    Sikap penemuan dan kreativitas: Pada saat melakukan suatu percobaan atau pengamatan, siswa mungkin menggunakan alat tidak seperti biasanya atau melakukan kegiatan yang agak berbeda dari temannya yang lain. Mereka mengembangkan kreativitasnya dalam rangka mempermudah  memecahkan masalah atau menemukan data baru yang benar dengan cepat. Selain itu, data ataupun laporan yang ditunjukkan siswa mungkin berbeda-beda tergantung hasil penemuan dan kreativitas mereka (Bundu, Patta dalam Gusmentari, 2014).
5.    Sikap berpikiran terbuka dan kerjasama: Siswa perlu diberikan pemahaman bahwa konsep ilmiah itu bersifat sementara. Hal ini berarti bahwa konsep itu bisa berubah apabila ada konsep lain yang lebih tepat. Bahkan, konsep baru itu terkadang bertentangan dengan konsep yang lama (Samatowa, Usman dalam Gusmentari, 2014). Siswa juga perlu menyadari bahwa pengetahuan yang dimiliki orang lain mungkin lebih banyak daripada yang ia miliki. Oleh karena itu, ia perlu bekerjasama dengan orang lain dalam rangka meningkatkan pengetahuannya. Anak sekolah dasar perlu dipupuk sikap kerjasamanya agar dapat bekerjasama dengan baik. Kerjasama itu dapat dilakukan pada saat kerja kelompok, pengumpulan data, maupun diskusi untuk menarik suatu kesimpulan hasil observasi (Hendro Darmodjo dan Jenny R.E. Kaligis dalam Gusmentari, 2014).
Mengacu  dari  teori-teori  tersebut  maka  indikator sikap  ilmiah yang diamati pada  penelitian  ini ditunjukkan oleh tabel 2.2.  Indikator sikap ilmiah tersebut merupakan sikap ilmiah yang dimiliki siswa ketika melaksanakan kegiatan pembelajaran fisika dengan metode praktikum.  
Tabel 2.2 Dimensi dan Indikator Sikap Ilmiah
DIMENSI
INDIKATOR
Sikap
ingin tahu
·      Perhatian pada obyek yang diamati.
·      Menanyakan setiap langkah kegiatan
Sikap respek
terhadap fakta / data
·      Obyektif / jujur
·      Tidak memanipulasi data
Sikap berpikir kritis
·      Menanyakan setiap perubahan / hal baru
·      Mengulangi kegiatan yang dilakukan
Sikap penemuan dan kreativitas
·      Menggunakan fakta-fakta untuk dasar konklusi
·      Menyarankan percobaan-percobaan  baru
Sikap berpikiran terbuka dan kerja sama
·      Menganggap setiap kesimpulan adalah tentatif
·      Berpartisipasi aktif dalam kelompok
(Gusmentari, 2014)


1.5    Hubungan Momentum dan Impuls

Setiap benda yang bergerak pasti memiliki momentum. Momentum merupakan hasil kali massa dan kecepatan benda. Karena kecepatan merupakan besaran vektor, maka momentum juga merupakan besaran vektor yang arahnya sama dengan arah kecepatan benda. Secara matematis, persamaan momentum dapat ditulis:
Impuls benda didefinisikan sebagai hasil kali gaya dan selang waktu gaya itu bekerja pada benda. Impuls termasuk besaran vektor yang arahnya sama dengan arah gaya. Untuk menghitung besar impuls dalam satu arah dapat menggunakan persamaan berikut:  Bagaimana hubungan momentum dan impuls? Berdasarkan hukum II Newton, yaitu đť‘­ = m . đť’‚ maka:
I = F .
I = (m.a)
I = ( )
I = m .
I = m . (v2 – v1)        
  I =
Berdasarkan persamaan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa impuls merupakan suatu perubahan momentum. Satuan impuls adalah Ns dan satuan momentum kg m/s atau dapat menggunakan keduanya karena dimensinya sama.


Salah satu contoh penerapan hubungan momentum dan impuls yaitu pada benda yang jatuh bebas dari ketinggian  kemudian memantul hingga mencapai ketinggian . Benda tersebut bergerak turun dengan momentum dan berlaku hukum kekekalan energi, yaitu . Kemudian kelereng terpantul dan bergerak ke atas dengan kecepatan . Besar kecepatan  dapat dicari menggunakan persamaan  . Sedangkan impuls yang dialami benda ketika terpantul sama dengan hasil kali antara gaya gaya berat benda dengan waktu kontak benda ketika menyentuh lantai, atau secara matematis dapat dituliskan .

1.6    Kerangka Berpikir

Berdasarkan hasil pengamatan dalam pelaksanaan praktikum banyak siswa yang kurang termotivasi dalam melakukan praktikum, malu bertanya, kebingungan dalam melakukan langkah-langkah percobaan dan kurang kerja sama antar anggota kelompok. Kondisi tersebut menyebabkan sikap ilmiah yang ditunjukkan siswa dalam kegiatan praktikum masih tergolong rendah. Hal ini disebabkan karena dalam pelaksanaan praktikum, guru masih menggunakan panduan praktikum konvensional berupa panduan praktikum KIT. Selain itu, panduan praktikum yang digunakan belum menunjukkan kesesuaian dengan aspek literasi sains.
Panduan praktikum yang sudah ada dapat dikembangkan dengan mengintegrasikan aspek literasi sains ke dalam tahapan-tahapannya. Literasi sains dianggap sangat relevan  jika diintegrasikan ke dalam dalam tahapan-tahapan  panduan praktikum karena dalam  literasi sains terdapat kegiatan seperti mengidentifikasi masalah untuk penyelidikan, merumuskan hipotesis, dan merancang serta melaksanakan penelitian.  Literasi sains juga dapat membantu siswa untuk mengembangkan sikap ilmiah. Hal ini diperkuat oleh pendapat Sapriati & Sekarniwahyu (2013) yang menjelaskan bahwa literasi sains mengacu pada kemampuan untuk menerapkan ilmu pengetahuan sains, berpikir dan bersikap secara ilmiah.
Hasil akhir yang diharapkan dalam kegiatan praktikum menggunakan panduan praktikum berbasis literasi sains adalah kegiatan yang dilaksanakan lebih terorganisir