BAB II
KAJIAN TEORI
1.1 Panduan Praktikum
Panduan praktikum adalah
pedoman pelaksanaan praktikum yang berisi tata cara persiapan, pelaksanaan,
analisis data dan pelaporan yang disusun oleh seorang atau kelompok staf
pengajar yang menangani praktikum tersebut dan mengikuti kaidah tulisan ilmiah (Nurussaniah, 2016).
Handayani (2013) menyebutkan bahwa buku panduan praktikum berisi kompetensi, tujuan praktikum, materi pendukung
kegiatan eksperimen, bahan-alat yang digunakan beserta gambar, rumusan dan
latar belakang masalah, pertanyaan ilmiah, arahan untuk merumuskan hipotesis sementara,
petunjuk keamanan laboratorium, tuntunan praktikum yang berupa pernyataan
arahan untuk memandu siswa merancang
percobaan dalam rangka menguji hipotesis yang telah dirumuskan, tabel
pengamatan, panduan berupa pertanyaan beserta kolom isian untuk menginterpretasikan
data yang didapatkan, dan panduan berupa pertanyaan yang disertai kolom isian
untuk mensintesis kesimpulan dari
kegiatan yang dilakukan.
Menurut Sawitri dalam Trisnawati yang dikutip
oleh Sari, W. K. (2015) tujuan penyusunan panduan praktikum
adalah sebagai berikut:
1.
Mengaktifkan
siswa
Tujuan diberikannya panduan praktikum kepada siswa agar siswa tidak hanya belajar secara teori
dikelas, mendengarkan penjelasan-penjelasan guru. Namun diharapkan dengan
adanya panduan praktikum siswa lebih aktif dalam kegiatan belajar untuk menemukan atau
mengelola sendiri perolehan belajar (pengetahuan dan keterampilan).
2.
Membantu siswa menemukan atau mengelola
perolehannya
Siswa yang mendapat diktat praktikum tidak
hanya menerima pengetahuan dan keterampilan yang diberikan oleh guru, melainkan
setelah melakukan kegiatan yang diuraikan dalam diktat praktikum dapat
menemukan atau memperoleh informasi baru tanpa bantuan guru.
3.
Membantu siswa dalam mengembangkan
keterampilan proses
Siswa dapat melakukan dan mengembangkan
keterampilan proses terutama dengan disediakannya permasalahan dalam diktat
praktikum dan siswaharus mampu menemukan cara atau metode untuk menyelesaiakan
permasalahan tersebut dengan sebuah pembuktian secara eksperimen baik secara
individu maupun dalam kelompok.
Arifin (dalam Maharani, 2013) menyebutkan komponen-komponen
yang harus ada dalam panduan praktikum adalah sebagai berikut:
1.
Judul
praktikum, harus singkat dan dapat menggambarkan secara umum kegiatan praktikum
yang dilakukan. Judul praktikum yang dimaksud, yaitu nama atau identitas yang
diberikan kepada setiap jenis praktikum. Judul dapat disesuaikan dengan materi
praktikum dan sedapat mungkin tidak menggunakan nama alat-alat dan hukum yang
digunakan.
2.
Tujuan
praktikum, menggambarkan apa yang akan dilakukan, diuji, dibuktikan, atau apa
yang akan dipelajari selama kegiatan praktikum berlangsung.
3.
Dasar
teori, adalah materi yang berkaitan dengan kegiatan praktikum dan dijadikan
acuan dalam kegiatan praktikum. Materi tersebut diharapkan dapat berguna bagi
praktikan pada waktu menyusun laporan praktikum. Dasar teori disajikan
eksplisit dan tertulis secara ringkas, jelas, komprehensif, menarik dan
menantang, berfungsi untuk memberikan wawasan pengetahuan berpikir yang diperkirakan
mempermudah praktikan dalam melakukan praktikum dan mencapai tujuan praktikum.
4.
Alat
dan bahan, pada komponen ini berisikan daftar alat dan bahan yang dibutuhkan
untuk melakukan praktikum. Bila diperlukan dapat menggunakan diagram yang
menunjukkan apa dan bagaimana alat dan bahan tersebut digunakan.
5.
Cara
kerja atau petunjuk praktikum, adalah langkah-langkah yang harus dilakukan
dalam melakukan praktikum. Cara kerja dapat berupa uraian ataupun
poin-poin.
6.
Pertanyaan
yang terdapat dalam suatu petunjuk praktikum akan menguji kemampuan praktikan
setelah kegiatan praktikum dilakukan, sehingga dapat mengetahui kepahaman
praktikan terhadap materi yang dipraktikumkan.
Langkah-langkah penulisan panduan praktikum yang dimodifikasi dari Panduan Penulisan Buku Penuntun Praktikum Dan Laporan Praktikum D III Analis Kimia (2016) dijabarkan sebagai berikut:
1. Penulisan Kompetensi Dasar dan Tujuan
Praktikum
Penulisan kompetensi
dasar harus sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam kurikulum yang berlaku. Penulisan
kompetensi dasar menggunakan kata kerja sesuai dengan Taksonomi Bloom yang
memuat ranah kognitif, psikomotorik dan afektif yang sesuai dengan unit
kompetensi yang akan dicapai. Penulisan kompetensi
dasar harus memiliki kesesuaian dengan
silabus, Tujuan praktikum disesuaikan kompetensi dasar yang telah ditetapkan
berdasarkan materi pembelajaran. Tujuan praktikum dirumuskan sesuai dengan materi
pembelajaran dan indikator capaian yang akan dicapai oleh siswa.
2.
Penulisan Dasar Teori
Dasar teori diperlukan untuk membekali siswa dengan teori yang
terkait langsung dengan materi praktikum. Bagian dasar teori pada buku penuntun
praktikum cukup dituliskan teori singkat tetapi dapat membantu siswa untuk berpikir dan menganalisis fenomena yang terjadi
saat praktikum. Dasar teori juga memberikan arahan unit
kompetensi yang akan dicapai, seperti prinsip dasar praktikum, aspek kualitatif
dan kuantatif yang perlu catat, pengolahan
data dan kesimpulan dari tujuan praktikum yang akan dicapai.
1. Penulisan Alat dan Bahan
Semua alat yang
digunakan dalam praktikum dituliskan dalam bagian ini baik alat utama maupun
alat pendukung. Jika menggunakan peralatan gelas maka dicantumkan pula ukuran
dari peralatan gelas tersebut, spesifikasi ketelitian dan keterangan lain yang
dibutuhkan. Apabila mengunakan alat ukur
seperti neraca, maka juga disebutkan spesifikasi alatnya.
4.
Penulisan Prosedur Kerja
Prosedur kerja ditulis
poin per poin (dalam angka arab) dengan menggunakan kalimat perintah dan tidak
ditulis dalam bentuk paragraf. Asumsi yang digunakan dalam penulisan prosedur
kerja adalah siswa belum memahami prosedur tersebut sehingga penulisan prosedur
kerja harus rinci tahap. Petunjuk pengambilan data pengamatan ditulis dengan
jelas sehingga mudah dipahami dan tidak menimbulkan multiinterpretasi.
5. Analisis Data
Bagian analisis data
dicantumkan setiap data baik kualitatif maupun kuantitatif yang akan diperoleh
sesuai dengan prosedur kerja. Bagian ini juga dicantumkan langkah-langkah
mengumpulkan, mengorganisasikan, mengolah data pengamatan atau pengujian
sehingga perlu dilengkap. Apabila data
yang diperoleh adalah data kuantatif maka harus dilengkapi dengan rumus atau perhitungan
matematis yang digunakan dan apabila menggunakan data kualitatif maka harus
disediakan standar atau referensi sebagai pembanding. Jika diperlukan tabel
pendukung analisis data dapat dilampirkan di bagian akhir. Jika menggunakan
rumus, maka rumus yang ditulis bukan rumus jadi atau rumus praktis sehingga siswa
dilatih untuk dapat mengolah data mentah menjadi data yang siap dilaporkan
sesuai dengan tahap-tahap dalam prosedur kerja. Penulisan rumus dilengkapi
dengan satuan yang mengacu sistem SI.
6. Pertanyaan
Pertanyaan diperlukan
untuk membangkitkan keingintahuan siswa sehingga mendorong siswa untuk
menganalisis fenomena yang diamati di laboratorium dengan teori yang ada.
Pertanyaan juga dapat membantu siswa untuk mencermati dan mencatat dan
melaporkan setiap data penting selama praktikum, mengorganisasi, mengolah dan
menyimpulkan data dengan benar.
7.
Daftar Pustaka
Setiap pustaka dan
referensi yang digunakan dalam setiap judul praktikum harus dicantumkan dengan
menggunakan format APA terbaru.
1.2 Literasi Sains
Literasi sains
terbentuk dari 2 kata, yaitu literasi dan sains. Secara harfiah
literasi berasal dari kata Literacy yang berarti
melek huruf/gerakan pemberantasan buta huruf. Istilah sains berasal dari bahasa inggris Science
yang berarti ilmu pengetahuan. Maka, literasi sains dapat diartikan sebagai
pandangan terhadap sains atau ilmu pengetahuan alam yang tidak hanya dilihat
sebagai pengetahuan saja, tetapi, dapat juga diaplikasikan dalam kehidupan
sehari-hari (Amalia, 2015). Definisi literasi sains
menurut OECD dalam Yuyu Yuliati (2017)
merupakan kemampuan menggunakan pengetahuan sains, mengidentifikasi pertanyaan,
dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti bukti, dalam rangka memahami serta
membuat keputusan berkenaan dengan alam dan perubahan yang dilakukan terhadap
alam melalui aktivitas manusia. Sedangkan Holbrook & Rannikmae (2009) menyatakan bahwa literasi sains adalah suatu penghargaan
pada ilmu pengetahuan dengan cara meningkatkan komponen-komponen belajar dalam
diri dengan tujuan agar berkesempatan berkontribusi dalam lingkungan sosial.
Literasi sains merupakan salah satu
ranah studi PISA (Performance of
International Student Assesment). PISA
mendefinisikan literasi sains sebagai kemampuan menggunakan pengetahuan sains,
mengidentifikasi pertanyaaan dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti,
dalam rangka memahami serta membuat keputusan berkenaan dengan alam dan
perubahan yang dilakukan terhadap alam melalui aktivitas manusia (Firman, 2007). Hal senada menurut PISA
merupakan kemampuan dalam menggunakan pengetahuan ilmiah, mengidentifiksi
pertanyaan-pertanyaan dan untuk menarik kesimpulan yang didasarkan bukti-bukti
agar memahami dan membuat keputusan (Astuti, 2016).
Berdasarkan
beberapa pengertian literasi sains tersebut peserta didik diharapkan dapat
menerapkan pengetahuan yang didapat di sekolah untuk diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari sehingga peserta didik
dapat memiliki kepekaan dan kepedulian terhadap lingkungan sekitarnya.
2.2.1
Dimensi Literasi Sains
Pada PISA 2006
menurut OECD dimensi literasi sains dikembangkan menjadi
empat dimensi, tambahannya yaitu aspek
sikap peserta didik
akan sains. Penjelasan
masing-masing dimensi literasi
sains adalah sebagai berikut:
1.
Dimensi konten (pengetahuan sains)
Konten sains
merujuk pada konsep-konsep kunci dari
sains yang diperlukan
untuk memahami fenomena alam
dan perubahan yang
dilakukan terhadap alam melalui aktivitas manusia. Dalam kaitan ini PISA
tidak secara khusus
membatasi cakupan konten sains
hanya pada pengetahuan
yang menjadi kurikulum sains
sekolah, namun termasuk
pula pengetahuan yang diperoleh
melalui sumber-sumber informasi
lain yang tersedia. Kriteria pemilihan konten sains adalah sebagai berikut:
a)
Relevan dengan situasi nyata
b)
Merupakan
pengetahuan penting sehingga penggunaannya berjangka panjang
c)
Sesuai untuk tingkat
perkembangan anak usia
15 tahun.
Berdasarkan kriteria
tersebut, maka dipilih pengetahuan yang
sesuai untuk memahami
alam dan memaknai pengalaman
dalam konteks personal,
sosial dan global.
2.
Dimensi Kompetensi (proses)
Dimensi proses
sains merujuk pada
proses mental yang terlibat ketika menjawab suatu pertanyaan atau memecahkan
masalah, seperti mengidentifikasi dan menginterpretasi bukti
serta menerangkan
kesimpulan. Termasuk di
dalamnya mengenal jenis pertanyaan yang
dapat dan tidak
dapat dijawab oleh sains, mengenal bukti apa yang
diperlukan dalam suatu penyelidikan
sains, serta mengenal
kesimpulan yang sesuai dengan
bukti yang ada.
PISA mengakses kemampuan untuk
menggunakan pengetahuan dan pemahaman
ilmiah, seperti kemampuan
peserta didik untuk mencari,
menafsirkan dan memperlakukan bukti-bukti.
PISA 2006 menetapkan
lima komponen proses dalam literasi sains yakni:
a)
Mengenali
pertanyaan ilmiah, yaitu
pertanyaan yang dapat
diselidiki secara ilmiah,
seperti
mengidentifikasi
pertanyaan yang dapat
dijawab oleh sains.
b)
Mengidentifikasi
bukti merupakan melibatkan identifikasi atau
pengajuan bukti yang
diperlukan untuk menjawab pertanyaan
dalam suatu penyelidikan sains,
atau prosedur yang
diperlukan untuk memperoleh bukti itu.
c)
Menarik
kesimpulan, melibatkan kemampuan menghubungkan kesimpulan
dengan bukti yang mendasari atau
seharusnya mendasari kesimpulan itu.
d)
Mengkomunikasikan
kesimpulan, yakni
mengungkapkan secara tepat
kesimpulan yang dapat ditarik
dari bukti yang tersedia.
e)
Menunjukkan
pemahaman konsep ilmiah, kemampuan menggunakan
konsep-konsep dalam situasi yang
berbeda dari apa
yang telah dipelajarinya.
Pada perkembangan
terakhir, PISA memilih
istilah “kompetensi sains” sebagai pengganti proses sains. Sapriati
& Sekarniwahyu (2013) menjabarkan
indikator literasi sains dalam dimensi proses pada tabel di bawah ini:
Literasi Sains
|
|
Dimensi
|
Indikator
|
Keterampilan
proses
|
Mengamati, menginterpretasi,
membuat, mengajukan pertanyaan, membuat rencana penyelidikan, mencatat dan
mengkomunikasikan, mengukur, dan melakukan refleksi kritis
|
(Sapriati
& Sekarniwahyu, 2013)
3.
Dimensi konteks (aplikasi sains)
PISA
menilai pengetahuan sains relevan dengan kurikulum pendidikan
sains di negara
partisipan tanpa membatasi diri
pada aspek-aspek umum
kurikulum nasional tiap negara.
Penilaian PISA dibingkai
dalam situasi kehidupan umum
yang lebih luas
dan tidak terbatas pada
kehidupan di sekolah
saja. Butir soal disesuaikan dengan minat dan kehidupan
peserta didik. Butir soal tersebut
berfokus pada situasi
yang terkait pada diri
individu, keluarga dan
kelompok individu
(personal), komunitas (social), serta
kehidupan lintas negara
(global) seperti kesehatan,
sumber daya alam, mutu
lingkungan, bahaya, perkembangan
mutakhir sains dan teknologi.
4.
Dimensi sikap
Tujuan utama
dari pendidikan sains adalah untuk membantu peserta didik
mengembangkan minat peserta
didik dalam sains
dan mendukung penyelidikan ilmiah.
Sikap-sikap akan sains berperan
penting dalam keputusan
peserta didik untuk mengembangkan
pengetahuan sains lebih lanjut, mengejar karir
dalam sains, dan
menggunakan konsep dan metode
ilmiah dalam kehidupan
mereka. Dengan begitu, pandangan
PISA akan kemampuan
sains tidak hanya kecakapan
dalam sains, juga
bagaimana sifat mereka akan
sains. Kemampuan sains
seseorang di dalamnya memuat
sikap-sikap tertentu, seperti kepercayaan, termotivasi,
pemahaman diri, dan
nilai-nilai. (Delin, Djamas, & Yohandri, 2015).
1.3 Panduan Praktikum Berbasis Literasi Sains
Panduan praktikum berbasis
literasi sains merupakan panduan pelaksanaan praktikum yang memuat komponen literasi
sains pada tahapan-tahapan kegiatannya. Komponen
literasi sains yang diintegrasikan dalam tahapan kegiatan panduan praktikum adalah literasi sains dimensi proses yang mencakup komponen mengenali
pertanyaan ilmiah, mengidentifikasi bukti, menarik kesimpulan,
mengkomunikasikan kesimpulan dan menunjukkan pemahaman
konsep ilmiah.
Panduan praktikum berbasis
literasi sains yang dikembangkan pada sub pokok bahasan
hubungan momentum dan impuls bertujuan untuk membantu siswa dalam belajar
materi hubungan momentum dan impuls, megatahui alat dan bahan dalam
laboratorium, mengetahui cara melakukan praktikum yang benar serta membuat
siswa mampu mengkonstruk atau membangun
konsep sendiri tentang hubungan momentum dan impuls, mulai dari kosep hubungan
momentum dan impuls, formulasi matematis hubungan momentum dan impuls, dan
aplikasi hubungan momentum dan impuls dalam kehidupan sehari-hari.
Panduan praktikum yang dikembangkan berbeda dengan panduan praktikum yang terdapat pada KIT
maupun dalam buku-buku SMA. Kegiatan praktikum yang ada dalam panduan praktikum
diharapkan mampu memberikan hasil yang efektif, sehingga panduan praktikum berbasis
literasi sains dapat mengembangkan sikap ilmiah siswa. Karakteristik panduan
praktikum yang dikembangkan antara lain:
1.
Tahukah Kamu: berisi contoh permasalahan
sehari-hari yang berkaitan dengan konsep hubungan momentum dan impuls. Masalah
tersebut selanjutnya dikemas dalam bentuk pertanyaan pengantar untuk membuat
sebuah hipotesis.
2.
Hipotesis: berisi rumusan masalah berdasarkan
permasalahan yang disajikan pada komponen “Tahukah Kamu?”.
3.
Mari Mencoba: merupakan metode percobaan yang
berisi alat dan bahan serta langkah kegiatan yang harus dilakukan selama
percobaan.
4.
Data dan Analisis: merupakan sekumpulan tabel
yang berisi data apa saja yang harus dicari selama percobaan. Serta analisis
terhadap data tesebut.
5.
Pertanyaan: komponen ini berisi sederet
pertanyaan yang membantu siswa untuk menganalisis dan membuat kesimpulan
berdasarkan hasil pengamatan.
6.
Mari Diskusi: berisi sebuah pertanyaan
berkaitan dengan percobaan yang telah dilakukan namun dalam konteks yang
berbeda. Komponen ini berfungsi untuk mengecek pemahaman siswa berkenaan dengan
materi yang dipraktikumkan.
7.
Kesimpulan: komponen ini berfungsi agar siswa
dapat membuat dan mengkomunikasikan kesimpulan dengan tepat mengacu pada
hipotesis dan hasil pengamatan yang telah diperoleh.
1.4 Sikap Ilmiah
Sikap ilmiah adalah sikap yang dimiliki oleh orang-orang yang
berkecimpung dalam ilmu alamiah. Sikap ilmiah berupa sikap jujur, terbuka,
toleran, skeptis, optimis, pemberani, dan kreatif (Sahida, 2014).
Sedangkan Ulum (dalam Sukaesih,
2011) mendefinisikan sikap ilmiah sebagai kecenderungan orang atau
individu untuk bertindak
atau berperilaku dalam memecahkan suatu masalah secara sistematis
melalui langkah-langkah ilmiah.
Sikap ilmiah pada
dasarnya adalah sikap
yang diperlihatkan oleh para
ilmuwan pada saat melakukan kegiatan sebagai seorang
ilmuwan.
2.4.1
Dimensi dan Indikator Sikap Ilmiah
Sahida, D. (2014)
menjelaskan bahwa seseorang dapat dikatakan memiliki sikap
ilmiah jika memiliki ciri-ciri sikap sebagai berikut :
1. Sikap Jujur (Honesty): Purnama dalam Putra yang
dikutip oleh Sahida, D. (2014) menyatakan bahwa “Sikap jujur sebagai suatu sikap seseorang yang dalam
kesehariannya menilai suatu objek secara objektif”.
2. Sikap Terbuka: Secara garis besar di dalam sikap
terbuka terdapat unsur-unsur, seperti luwes (Flexibel) dan inovasi.
Begitu juga bagi siswa sangat penting untuk memilki sikap terbuka. Terutama
sikap anak dalam memahami konsep baru, pengalaman baru, sesuai dengan
kemampuannya tanpa ada kesulitan.
3. Sikap Toleran: Secara garis besar di dalam sikap
toleran terdapat unsur memahami orang lain dan mengembangkan orang lain.
4. Sikap Skeptis: Menurut Purnama dalam Putra yang dikutip oleh Sahida, D. (2014), “Sikap skeptis merupakan sikap mencari kebenaran suatu kesimpulan”.
Secara garis besar di dalam sikap skeptis terdapat unsur-unsur, seperti
keingintahuan (Curiosity), dan sikap kritis (Critical Reflection).
5. Sikap Optimis: Sikap optimis merupakan kemampuan untuk
mempertahankan sikap positif yang realistis, terutama dalam menghadapi
masa-masa sulit. Dalam pengertian luas, sikap optimis bermakna kemampuan
melihat sisi terang kehidupan dan memelihara sikap positif, sekalipun ketika
berada dalam kesulitan.
6. Sikap Pemberani: Ilmu merupakan hasil usaha keras
dan sifatnya personal. Ilmuwan sebagai pencari kebenaran akan berani melawan
semua ketidakbenaran, penipuan, kepura-puraan, kemunafikan, dan kebatilan yang
menghambat kemajuan. Begitupun proses belajar mengajar siswa sebagai peserta
didik wajib memilki sikap berani. Dalam hal ini dapat terlihat dari cara siswa
mengambil suatu keputusan berdasarkan pemikiran yang logis dan mempertahankan
pendapatnya dengan alasan yang rasional.
Lebih
lanjut indikator sikap ilmiah
menurut Fatonah, Siti & Prasetyo, Z. K. (dalam
Gusmentari, 2014) antara
lain:
1. Sikap
ingin tahu: Sikap ingin tahu ditandai dengan tingginya minat dan keingintahuan anak
terhadap setiap perilaku alam di sekitarnya (Samatowa, Usman dalam Gusmentari, 2014). Selain
itu, ketika mereka diberikan pertanyaan yang merangsang rasa ingin tahu mereka,
maka mereka akan antusias mencari jawabannya pada sumber belajar yang ada di
sekitarnya.
2. Sikap objektif terhadap data/fakta: Pada saat
memperoleh data atau fakta, maka siswa harus selalu menyajikan data yang apa
adanya dan mengambil keputusan berdasarkan fakta yang ada. Dengan kata lain,
hasil suatu pengamatan atau percobaan tidak boleh dipengaruhi oleh perasaan
pribadi, melainkan berdasarkan fakta yang diperoleh.
3. Sikap berpikir kritis: Berpikir kritis merupakan
sebuah proses terorganisasi yang memungkinkan siswa untuk mengevaluasi bukti,
asumsi, logika, dan bahasa yang mendasari pernyataan orang lain (Johnson, E.B. dalam Gusmentari, 2014).
4. Sikap penemuan dan kreativitas: Pada saat
melakukan suatu percobaan atau pengamatan, siswa mungkin menggunakan alat tidak
seperti biasanya atau melakukan kegiatan yang agak berbeda dari temannya yang
lain. Mereka mengembangkan kreativitasnya dalam rangka mempermudah memecahkan masalah atau menemukan data baru
yang benar dengan cepat. Selain itu, data ataupun laporan yang ditunjukkan
siswa mungkin berbeda-beda tergantung hasil penemuan dan kreativitas mereka (Bundu,
Patta dalam Gusmentari, 2014).
5. Sikap berpikiran terbuka dan kerjasama: Siswa
perlu diberikan pemahaman bahwa konsep ilmiah itu bersifat sementara. Hal ini
berarti bahwa konsep itu bisa berubah apabila ada konsep lain yang lebih tepat.
Bahkan, konsep baru itu terkadang bertentangan dengan konsep yang lama (Samatowa,
Usman dalam Gusmentari, 2014). Siswa juga perlu menyadari bahwa pengetahuan yang dimiliki orang
lain mungkin lebih banyak daripada yang ia miliki. Oleh karena itu, ia perlu
bekerjasama dengan orang lain dalam rangka meningkatkan pengetahuannya. Anak
sekolah dasar perlu dipupuk sikap kerjasamanya agar dapat bekerjasama dengan
baik. Kerjasama itu dapat dilakukan pada saat kerja kelompok, pengumpulan data,
maupun diskusi untuk menarik suatu kesimpulan hasil observasi (Hendro Darmodjo
dan Jenny R.E. Kaligis dalam Gusmentari, 2014).
Mengacu dari
teori-teori tersebut maka indikator
sikap ilmiah yang diamati pada penelitian
ini ditunjukkan oleh tabel 2.2. Indikator sikap ilmiah tersebut merupakan
sikap ilmiah yang dimiliki siswa ketika melaksanakan kegiatan pembelajaran
fisika dengan metode praktikum.
DIMENSI
|
INDIKATOR
|
Sikap
ingin tahu
|
· Perhatian pada obyek yang diamati.
· Menanyakan setiap langkah kegiatan
|
Sikap respek
terhadap fakta / data
|
· Obyektif / jujur
· Tidak memanipulasi data
|
Sikap berpikir kritis
|
· Menanyakan setiap perubahan / hal baru
· Mengulangi kegiatan yang dilakukan
|
Sikap penemuan dan kreativitas
|
· Menggunakan fakta-fakta untuk dasar konklusi
· Menyarankan percobaan-percobaan baru
|
Sikap berpikiran terbuka dan
kerja sama
|
· Menganggap setiap kesimpulan adalah tentatif
· Berpartisipasi aktif dalam kelompok
|
(Gusmentari, 2014)
1.5 Hubungan Momentum dan Impuls
Setiap benda yang bergerak pasti memiliki momentum.
Momentum merupakan hasil kali massa dan kecepatan benda. Karena kecepatan
merupakan besaran vektor,
maka momentum juga merupakan besaran vektor yang arahnya sama dengan arah
kecepatan benda. Secara matematis, persamaan momentum dapat ditulis:
Impuls benda didefinisikan sebagai hasil kali gaya
dan selang waktu gaya itu bekerja pada benda. Impuls termasuk besaran vektor
yang arahnya sama dengan arah gaya. Untuk menghitung besar impuls dalam satu
arah dapat menggunakan persamaan berikut:
Bagaimana hubungan
momentum dan impuls? Berdasarkan hukum II Newton, yaitu đť‘ = m . đť’‚ maka:
I = F .
I = (m.a)
I = (
)
I = m .
I = m . (v2
– v1)
I =
Berdasarkan persamaan
di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa impuls merupakan suatu perubahan momentum. Satuan
impuls adalah Ns dan satuan momentum kg m/s atau dapat menggunakan keduanya
karena dimensinya sama.
Salah satu contoh
penerapan hubungan momentum dan impuls yaitu pada benda yang jatuh bebas dari ketinggian
kemudian memantul hingga mencapai ketinggian
. Benda
tersebut bergerak turun dengan momentum
dan berlaku
hukum kekekalan energi, yaitu
. Kemudian kelereng
terpantul dan bergerak ke atas dengan kecepatan
. Besar kecepatan
dapat
dicari menggunakan persamaan
.
Sedangkan impuls yang dialami benda ketika terpantul sama dengan hasil kali
antara gaya gaya berat benda dengan waktu kontak benda ketika menyentuh lantai,
atau secara matematis dapat dituliskan
.
1.6 Kerangka Berpikir
Berdasarkan hasil pengamatan dalam pelaksanaan praktikum
banyak siswa yang kurang termotivasi dalam melakukan praktikum, malu bertanya,
kebingungan dalam melakukan langkah-langkah percobaan dan kurang kerja sama
antar anggota kelompok. Kondisi tersebut menyebabkan sikap ilmiah yang
ditunjukkan siswa dalam kegiatan praktikum masih tergolong rendah. Hal ini
disebabkan karena dalam pelaksanaan praktikum, guru masih menggunakan panduan
praktikum konvensional berupa panduan praktikum KIT. Selain itu, panduan
praktikum yang digunakan belum menunjukkan kesesuaian dengan aspek literasi
sains.
Panduan praktikum yang sudah ada dapat dikembangkan
dengan mengintegrasikan aspek literasi sains ke dalam tahapan-tahapannya. Literasi sains dianggap sangat relevan jika diintegrasikan ke dalam dalam tahapan-tahapan panduan praktikum karena dalam
literasi sains terdapat kegiatan seperti mengidentifikasi masalah untuk
penyelidikan, merumuskan
hipotesis, dan merancang serta melaksanakan penelitian. Literasi sains juga dapat membantu siswa untuk
mengembangkan sikap ilmiah. Hal ini diperkuat oleh pendapat Sapriati & Sekarniwahyu (2013) yang menjelaskan bahwa
literasi sains mengacu pada kemampuan untuk menerapkan ilmu pengetahuan
sains, berpikir dan bersikap secara ilmiah.
Hasil
akhir yang diharapkan dalam kegiatan praktikum menggunakan panduan praktikum
berbasis literasi sains adalah kegiatan yang dilaksanakan lebih terorganisir