BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Berdasarkan Undang-Undang No.30
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa,
dan negara. (dalam Prayitno, 2009). Pendidikan tidak hanya dilihat sebagai
usaha untuk mengerahkan semua usaha itu dalam mencapai perubahan dalam diri,
namun pendidikan juga adalah kegiatan dalam mentransformasikan ilmu dari satu
pihak ke pihak lainnya.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa itu
Kapitalisme Pendidikan ?
2.
Pengertian Komersialisme
Pendidikan ?
3.
Pengertian
Liberalisme Pendidikan ?
4.
Pengertian
Humanisme Pendidikan ?
C.
Tujuan
Untuk mengetahui
serta memahami tentang Kapitalisme pendidikan hingga Humanisme Pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Kapitalisme
Pendidikan
Berdasarkan Undang-Undang
No.30 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa,
dan negara. (dalam Prayitno, 2009). Pendidikan tidak hanya dilihat sebagai
usaha untuk mengerahkan semua usaha itu dalam mencapai perubahan dalam diri,
namun pendidikan juga adalah kegiatan dalam mentransformasikan ilmu dari satu
pihak ke pihak lainnya. Seiring dengan perkembangan zaman dari tahun ke tahun
biaya pendidikan di Indonesia semakin mahal. Bagi kalangan masyarakat kelas
atas, tingginya biaya pendidikan tidak menjadi suatu masalah baginya, karena
menurut mereka pendidikan merupakan hal yang penting dan simbol yang memiliki
makna tersendiri bagi mereka yang dapat menggambarkan dan mempertahankan status
sosial ekonominya. Akan tetapi bagi masyarakat kelas bawah, mahalnya pendidikan
tentu saja bukanlah suatu hal yang diinginkan oleh mereka.[1]
Mahalnya biaya
pendidikan tersebut mengakibatkan semakin jauhnya layanan pendidikan yang
bermutu dari jangkauan masyarakat kelas bawah. Dampaknya akan menciptakan
kelas-kelas sosial dan ketidakadilan sosial. Namun disadari atau tidak
pendidikan di Indonesia telah terjebak dalam dunia kapitalisme. Kapitalisme
sebagai sebuah budaya sekaligus sebagai ideologi masyarakat barat, mulai sejak
lahirnya sampai saat ini telah memberi pengaruh yang cukup besar terhadap
segala segi kehidupan masyarakat, termasuk dalam hal ini adalah pendidikan.
Kapitalisme dan materialisme adalah bentuk dari adanya modernisasi (Firmanzah,
2012). Sehingga ketika modernisasi menjamah seluruh lapisan masyarakat, maka
mau tidak mau kapitalisme dan materialisme juga ikut mempengaruhi pola pikir
masyarakat Indonesia. Akibat perubahan pola pikir ini terjadi perubahan yang
sangat radikal atas cara pandang masyarakat terhadap pendidikan saat ini.
Secara etimologi kapitalisme berasal dari kata kapital. Kapital berasal dari
bahasa latin yaitu capitalis yang sebenarnya diambil dari kata kaput
(bahasa proto-indo-eropa) yang berarti “kepala”. Secara terminologi,
kapitalisme berarti suatu paham yang meyakini bahwa pemilik modal bisa
melakukan usahanya dengan bebas untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya.
Menurut Karl
Marx (dalam Masoed, 2002), kapitalisme adalah sebuah sistem dimana harga barang
dan kebijakan pasar ditentukan oleh para pemilik modal untuk meraup keuntungan
yang sebesar-besarnya. Dalam sistem kapitalis ini, pemerintah tidak dapat
melakukan intervensi pasar demi keuntungan bersama, melainkan hanya untuk
kepentingan-kepentingan pribadi. Lain halnya dengan Karl Marx, Adam Smith
berpendapat bahwa kapitalisme adalah suatu sistem yang bisa menciptakan
kesejahteraan masyarakat apabila pemerintah tidak memiliki intervensi terhadap
mekanisme dan kebijakan pasar. Didalam kapitalisme ini pemerintah hanya
berperan sebagai pengawas saja. Pendapat lain juga dikemukakan oleh Max Weber
(dalam Masoed, 2002), dimana Weber mengnggap bahwa kapitalisme ialah sebagai
sebuah sistem kegiatan ekonomi yang dituju pada suatu pasar dan juga yang
dipacu untuk menghasilkan laba dengan adanya pertukaran pasar.
Dari beberapa
pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa kapitalisme atau kapitalis adalah
sebuah sistem ekonomi politik dimana terdapat perdagangan, industri, dan
alat-alat produksi yang dikendalikan oleh pemilik modal dengan tujuan untuk
mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Adapun ciri-ciri dari kapitalisme
itu sendiri antara lain :
1.
Pengakuan yang luas atas hak-hak pribadi
2.
Kepemilikan alat-alat produksi ditanagn individu
3.
Individu bebas memilih pekerjaan atau usaha yang dipandang
baik bagi dirinya
4.
Perekonomian diatur oleh mekanisme pasar
5.
Pasar berfungsi memberikan “signal” kepada produsen dan
konsumen dalam bentuk harga-harga
6.
Campur tangan pemerintah diusahakan sekecil mungkin
7.
Menggerakkan perekonomian dalam mencari laba
Dalam
sistem kapitalisme, penindasan tidak hanya terjadi melalui kekuasaan politik
yang otoriter saja tetapi juga dapat terjadi dalam berbagai bidang. (Arief,
2006). Dalam hal ini, juga tidak dapat dipungkiri bahwa sistem kapitalisme juga
dapat terjadi dalam dunia pendidikan. Kapitalisme pendidikan dapat terjadi
apabila prinsip kapitalisme digunakan dalam sektor pendidikan. Menurut Francis
Wahono (dalam Komara, 2012),[2]
kapitalisme pendidikan merupakan arah pendidikan yang dibuat sedemikian rupa
sehingga pendidikan menjadi pabrik tenaga kerja yang cocok untuk tujuan
kapitalis tersebut. Dalam hal ini, kita dihadapkan pada pilihan antara
pendidikan kompetisi ekonomi yang mencari kemenangan diri dan pendidikan
keadilan sosial yang menjamin kemandirian. Pendidikan ekonomi yang mencari
kemenangan diri, akan menciptakan korban yakni mereka yang kalah berkompetensi,
tetapi disisi lain tetap membuahkan keuntungan fiinansial bagi yang menang.[3]
Sementara, pendidikan keadilan sosial yang menjamin kemandirian akan menuntut
biaya yang tidak tentu membuahkan bunga uang atau keuntungan finansial
langsung, namun akan lebih mengangkat banyak orang yang mampu menentukan
dirinya sendiri. Dimana dalam hal ini terdapat dua pilihan yakni:
1)
Pendidikan elitis yang meminggirkan yang miskin dan tak
produktif,
2)
Pendidikan yang membebaskan, memberdayakan semua orang
menurut bakat dan keterbatasannya sehingga menjadi orang realis dan kreatif.
B.
Komersialisme Pendidikan
Komersialisme Pendidikan atau Komersilisasi
Pendidikan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, komersialisasi
diartikan: Perbuatan menjadikan sesuatu sebagai barang dagangan. Merujuk pada
arti itu, komersialisasi pendidikan dapat diartikan: Menjadikan pendidikan
sebagai barang dagangan. komersialisasi pendidikan atau
mengomersialisasikan pendidikan kerap ditimpakan kepada kebijakan atau
langkah-langkah yang menempatkan pendidikan sebagai sektor jasa yang
diperdagangkan.
1.
Komersialisasi pendidikan yang mengacu lembaga pendidikan
dengan program serta perlengkapan mahal. Pada pengertian ini, pendidikan hanya
dapat dinikmati oleh sekelompok masyarakat ekonomi kuat, sehingga lembaga
seperti ini tidak dapat disebut dengan istilah komersialisasi karena mereka
memang tidak memperdagangkan pendidikan. Komersialisasi pendidikan jenis ini
tidak akan mengancam idealisme pendidikan nasional atau idealisme Pancasila,
akan tetapi perlu dicermati juga, karena dapat menimbulkan pendiskriminasian
dalam pendidikan nasional.
2.
Komersialisasi pendidikan yang mengacu kepada lembaga
pendidikan yang hanya mementingkan uang pendaftaran dan uang gedung saja,
tetapi mengabaikan kewajiban-kewajiban pendidikan. Komersialisasi pendidikan
ini biasanya dilakukan oleh lembaga atau sekolah-sekolahyang menjanjikan
pelayanan pendidikan tetapi tidak sepadan dengan uang yang mereka pungut dan
lebih mementingkan laba. Itu hal yang lebih berbahaya lagi, komersialisasi
jenis kedua ini dapat pula melaksanakan praktik pendidikan untuk maksud memburu
gelar akademik tanpa melalui proses serta mutu yang telah ditentukan sehingga
dapat membunuh idealisme pendidikan Pancasila. Komersialisasi ini pun telah
berdampak pada tingginya biaya pendidikan.
Aspek-aspek yang Memunculkan
Komersialisasi Pendidikan :
- Aspek Politik
Pendidikan yang merupakan kebutuhan dasar manusia dan yang
harus dipenuhi oleh setiap manusia juga memiliki aspek politik karena dalam
pengelolaan harus berdasarkan ideologi yang dianut negara. Adapun ideologi
pendidikan kita adalah ideologi demokrasi Pancasila, yaitu setiap warga negara
mendapat kebebasan dan hak yang sama dalam mendapat pendidikan. Dalam Pembukaan
UUD 45 pada alinea ke-4 , hal ini pun tercermin ada kalimat mencerdaskan
kehidupan bangsa. Atas dasar itu sudah seharusnya pemerintah dalam menetapkan
setiap kebijakan pendidikan merujuk pada ideologi negara.[4]
- Aspek Budaya
Bangsa kita mengagungkan gelar akademis dan sebagai contoh
dihampir setiap dinding rumah yang keluarganya berpendidikan selalu terpajang
foto wisuda anggota keluarga lulusan dari universitas manapun. Hal ini
menunjukkan bahwa bangsa kita masih menganut budaya yang degree minded.
- Aspek Ekonomi
Ekonomi sudah pasti kita akan membicarakan aspek ekonomi
terkait dengan masalah biaya. Biaya pendidikan nasional seharusnya menjadi
tanggung jawab pemerintah, akan tetapi dengan keluarnya UUNo. 20 Tahun 2003
pada bab XIV pasal 50 ayat 6 dinyatakan bahwa perguruan tinggi menentukan
kebijakan dan memiliki otonomi dalam mengelola pendidikan lembaganya. Hal ini
menunjukkan ketidakmampuan pemerintah membiayai pendidikan nasional, khususnya
pendidikan tinggi yang dulu mendapat subsidi dari pemerintah sebanyak75% dan
25% lagi berasal dari biaya masyarakat termasuk dana SPP.
- Aspek Sosial
Pendidikan sangat menentukan perubahan strata sosial
seseorang, yaitu semakin tinggi pendidikan seseorang, akan semakin meningkat
pula strata sosialnya, begitu juga sebaliknya. Sesuai dengan pendapat Kartono
(1997: 97) yang menyatakan: tingginya tingkat pendidikan dan tingginya taraf
kebudayaan rakyat akan menjadi barometer bagi pertumbuhan bangsa dan negara
yang bersangkutan. Akan tetapi bagaimana orang dapat mencapai pendidikan tinggi
apabila biaya pendidikan tersebut mahal dan hanya dapat dinikmati oleh
masyarakat golongan ekonomi mapan saja. lantas bagaimana dengan masyarakat
golongan ekonomi lemah ?
- Aspek Teknologi
Dengan berkembang pesatnya teknologi maka semakin menuntut
sekolah-sekolah untuk menunjang berbagai fasilitas yang mendukung kegiatan
belajar mengajar. Tapi, tak jarang lembaga pendidikan menjadikannya sebagai
tameng untuk melakukan komersialisasi pendidikan. Biasanya lembaga pendidikan
berujar, “Ini dilakukan agar para peserta didik bisa mengikuti perkembangan
teknologi yang dari hari ke hari semakin maju. “Oleh karena, uang masuk ataupun
SPP di sekolah ataupun perguruan tinggi semakin mahal, implikasinya peserta
didik yang berasal dari ekonomi menengah ke bawah tidak bisa menyanggupinya.
C.
Liberalisme Pendidikan
Liberalisme adalah faham yang menghendaki adanya kebebasan
kemerdekaan individu di segala bidang, baik dalam bidang politik,
ekonomi maupun agama. Liberalisme adalah suatu ideologi dan
pandangan falsafat serta tradisi politik yang mendasar pada kebebasan dan
kesamaan hak. Menurut
faham itu titik pusat dalam hidup ini adalah individu. Karena ada
individu, maka masyarakat dapat tersusun, dan karena ada individu pula
negara dapat terbentuk. Oleh karena itu masyarakat atau negara harus selalu
menghormati dan melindungi kebebasan kemerdekaan individu. Tiap-tiap
Individu harus memiliki kebebasan dan kemerdekaan dalam bidang politik,
ekonomi dan agama.
Kebebasan
– kebebasan paham liberalisme :
1. Dalam bidang politik
Terbentuknya
suatu negara merupakan kehendak dari individu-individu. Maka yang berhak
mengatur menentukan segala-galanya adalah individu-individu itu. Dengan kata
lain kekuasaan tertinggi (kedaulatan) dalam suatu negara berada di tangan
rakyat (demokrasi). Agar supaya kebebasan atau kemerdekaan individu tetap di
hormati dan dijamin, maka harus disusun dibentuk Undang-Undang, Hukum, Parlemen
dan lain-lain.[5]
2. Dalam bidang agama
Kebebasan
kemerdekaan beragama menurut pendapat liberalisme dapat diartikan :
Bebas merdeka memilih agama yang disukai.
Bebas merdeka menjalankan ibadah menurut agama yang
dianutnya.
Bebas merdeka untuk tidak memilih
menganut masalah satu agama.
D.
Humanisme Pendidikan
Humanisme dalam arti filsafat di
artikan sebagai paham filsafat yang menjunjung tinggi nilai dan martabat
manusia sedemikian rupa sehingga manusia menempati posisi yang sangat sentral
dan penting dalam hidup sehari-hari. Pendidikan yang humanis menekankan bahwa
pendidikan pertama-tama dan utama adalah bagaimana menjalin komunikasi dan
relasi personal antara pribadi-pribadi dan antar pribadi dan kelompok didalam
komunitas sekolah.mendidik yang efektif pada dasarnya merupakan kemampuan
seseorang menghadirkan diri sedemikian sehingga pendidik memiliki relasi
bermakna pendidikan dengan para peserta didik sehingga mampu menumbuhkembangkan
diri menjadi pribadi dewasa dan matang.
Pendidikan yang efektif adalah yang berpusat pada siswa.
Dasar pendidikannya adalah apa yang menjadi dunia, minat dan
kebutuhan-kebutuhan peserta didik. Pendidik membantu peserta didik untuk
menemukan, mengembangkan dan mencoba mempraktekan kemampuan-kemampuan yang
mereka miliki (the learner centered teaching). Ciri utama pendidikan yang
berpusat pada siswa bahwa siswa menghormati, menghargai dan menerima siswa
sebagai mana adanya komunikasi dan relasi yang efektif sangat diperlukan sebab
suasana komunikasi yang efektif peserta didik akan dapat mengeksplorasi
dirinya, mengembangkan dirinya dan kemudian memfungsikan dirinya dalam
masyarakat secara optimal. Namun, demikian beragamnya latar belakang sumber
daya sekolah baik peserta didik, guru dan sumber daya disekolah. Latar belakang
pendidik secara ekonomi, budaya dan kondisi keluarga serta lingkungan disetiap
sekolah membuat prestasi yang dicapai oleh masing-masing sekolah berbeda. Untuk
mengatasi hal itu, dibutuhkan perlakuan sekolah (manajemen) melalui rancang
bangun yang menerapkan dan membangun tingkat disiplin peserta didik dan guru.
Penerapan disiplin bukan hanya sekedar reward dan punishment namun lebih jauh
perlu yang dilakukan secara humanisme.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Liberalis merupakan paham yang mementingkan kebebasan, dan
akal lebih di prioritaskan dalam mengambil tindakan. Pendidikan liberal
terdiri-dari ideologi liberalisme pendidikan, liberasionisme pendidikan, dan
anarkisme pendidikan. Liberalisme adalah sebuah ideologi yang mengagungkan
kebebasan, di mana keberadaan individu dan kebebasannya sangatlah diagungkan.
Sementara dalam liberasionisme pendidikan, bahwa dalam pandangan kaum
liberasionis, sasaran puncak pendidikan mustilah berupa penanaman pembangunan
kembali masyarakat mengikuti alur yang benar-benar berkemanusiaan (humanistic).
Dan anarkisme adalah sudut pandang yang membela pemusnahan seluruh kekangan
kelembagaan terhadap kebebasan manusia, sebagai jalan untuk mewujudkan
sepenuh-penuhnya potensi-potensi manusia yang telah dibebaskan.
Jika kita melihat dari pandangan liberalisme yang
mementingkan kebebasan, dengan lebih mementingkan rasio dan mengesampingkan
Al-Qur’an dan Sunnah. Ini sungguh bertentangan dengan ajaran Islam, karena
dalam ajaran Islam, kita tidak boleh hanya menggunakan akal saja dalam
mengambil tindakan, tapi disini juga berpandangan pada Al-Qur’an dan Sunnah.
B.
Saran
Dengan
dibuatnya makalah ini kami harapkan audien mampu menyimak penyampaian mengenai
materi yang kami sampaikan sehingga audien bisa menilai atau memberi komentar
tentang kekurangan apa saja yg perlu kami perbaiki demi terciptanya makalah
yang baik dan benar
DAFTAR PUSTAKA
Arifin.
2009. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: PT Bumi Aksara.
F, Wiliam
O’neil. 2008. Ideologi Ideologi Pendidikan. Yogyakarta : PUSTAKA
PELAJAR.
Soyomukti, Nurani. 2010. Teori-teori Pendidikan:
Tradisional (Neo) Liberal, Marxis-Sosialis,Postmodern. Jogjakarta :
Ar-Ruzz Media.
Nurani Soyomukti,Teori-teori pendidikan:
Tradisional, (Neo) Liberal, Marxis-Sosialis,Postmodern (Jogjakarta,Ar-Ruzz
Media : 2010).
Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: PT
Bumi Aksara.2009).
[2] F, Wiliam O’neil. 2008. Ideologi
Ideologi Pendidikan. Yogyakarta : PUSTAKA PELAJAR.
[3] Soyomukti, Nurani. 2010. Teori-teori Pendidikan:
Tradisional (Neo) Liberal, Marxis-Sosialis,Postmodern. Jogjakarta :
Ar-Ruzz Media
[4] Nurani
Soyomukti,Teori-teori pendidikan: Tradisional, (Neo) Liberal,
Marxis-Sosialis,Postmodern (Jogjakarta,Ar-Ruzz Media : 2010).
[5] Arifin, Ilmu Pendidikan Islam,
(Jakarta: PT Bumi Aksara.2009).