BAB
I
PENDAHULUAN
A. Kontek Penelitian
Sektor perbankan saat menempati posisi yang strategis
dalam menunjang perekonomian nasional, dan salah satunya adalah perbankan
syariah. Di indonesia perkembangan perbankan syariah saat ini tumbuh semakin
pesat sejak era reformasi dengan disetujuinya UU No 10 Tahun 1998.
Undang-Undang tersebut memberi arahan bagi bank konvensional untuk membuka
cabang bahkan mengkonversi diri secara total menjadi bank syariah.[1]
Bank syariah hadir dengan berbagai tujuan diantaranya
pertama mengarahkan kegiatan ekonomi umat untuk bermuamalat secara Islam
khususnya bermuamalat dalam perbankan, kedua meningkatkan kualitas hidup umat,
ketiga untuk menanggulangi masalah kemiskinan dan yang terakhir menjaga
stabilitas ekonomi.[2] Untuk
menghindari pengoperasian lembaga keuangan dengan sistem bunga, maka di dalam
islam diperkenalkan prinsip-prinsip muamalat. Dengan kata lain, lembaga
keuangan syariah lahir sebagai salah satu solusi alternatif terhadap persoalan
pertentangan antara bunga bank dengan riba.[3]
Bisnis
perbankan merupakan bisnis yang penuh resiko, karena sebagian besar dananya
mengandalkan dana titipan dari masyarakat baik dalam bentuk tabungan maupun
deposito.[4] Memang penerapan prinsip
kehati-hatian dalam kegiatan operasional perbankan, pada kondisi persaingan
perbankan memperebutkan nasabah sebagai konsumen bank saat ini yang semakin
kompetitif, sangat diperlukan. Selain itu, penyaluran dana perbankan seperti
pemberian kredit atau pembelian surat-surat berharga merupakan bisnis berisiko
tinggi, yang apabila tidak dikelola dengan baik dapat mengganggu tidak hanya
kelangsungan bank itu sendiri, namun juga sistem perbankan dan kestabilan
moneter.[5]
Pelaksanaan
prinsip kehati-hatian terutama dalam pemberian pembiayaan merupakan hal penting
yang bertujuan untuk mewujudkan sistem perbankan yang sehat, profesional dan
bermaslahah bagi umat. Prinsip kehati-hatian sangat diperlukan, karena risiko
yang sangat tinggi dalam melakukan pemberian pembiayaan sebagai usaha utama
perbankan. Perbankan hendaknya mampu mengelola kegiatan usahanya berdasarkan
prinsip kehati-hatian. Prinsip kehati-hatian yang dimaksud adalah suatu prinsip
yang menegaskan bahwa lembaga keuangan dalam menjalankan kegiatan usaha baik
dalam penghimpunan dana dan terutama dalam penyaluran kredit kepada masyarakat harus sangat berhati-hati.[6]
Sadar akan Vitalnya peran dunia perbankan, maka pemerintah telah cukup
mencurahkan perhatian pada penyempurnaan peraturan-peraturan hukum di bidang
perbankan. Bahkan peraturan yang berhubungan dengan prinsip kehati-hatian pun (prudentian regulation) sudah sangat
memadai. Sebagaimana telah tercantum dalam Undang-Undang Nomer 21 Tahun 2008
Tentang Perbankan Syariah yang menyatakan bahwa: “Bank Syariah dan UUS dalam
melakukan kegiatan usahanya wajib menerapkan prinsip kehati-hatian”.[7] Prinsip kehati-hatian dalam penanaman dana juga dalam penyaluran
pembiayaan pada bank syariah dapat memperhatikan calon nasabah dengan cara
sekurang-kurangnya menggunakan faktor 5C: Character (kepribadian), Capital
(modal), Capacity (kemampuan), Collateral (jaminan), dan Condition
of Economic (keadaan ekonomi).[8] Bisa
juga dilakukan dengan penilaian terhadap aspek prospek usaha, kondisi keuangan
dan kemampuan membayar. Sebagai bank yang memberikan pembiayaan kepada nasabah
harus melakukan langkah-langkah antisipasi
untuk mencegah adanya kegagalan dalam suatu pembayaran.
Prinsip kehati-hatian sangat
diperlukan khususnya dalam hal bank hendak menyalurkan dana kepada masyarakat
dalam bentuk kredit atau pembiayaan. Prinsip kehati-hatian pada hakikatnya juga
memberikan perlindungan hukum bagi nasabah. Intinya adalah bahwa bank harus
berhati – hati dalam menyalurkan dana yang dihimpun dari masyarakat agar dana
tersebut terlindungi dan kepercayaan masyarakat kepada bank dapat dipertahankan
dan ditingkatkan.
Dalam
penerapan prinsip syariah, di dalamnya termasuk prinsip kehati-hatian, bank
umum syariah maupun unit usaha syariah tidaklah selalu ideal dan mulus dalam
menjalankan pembiayaan. Sehingga sangat dimungkinkan terjadi pelanggaran
terhadap pemberian pembiayaan kepada nasabah. Oleh karena itu sebelum
memberikan pembiayaan maka bank menganalisa terlebih dahulu yang dijaminkan
dalam pembiayaan tersebut dalam hal mengantisipasi adanya pelanggaran.
Salah
satu prinsip dalam penyaluran pembiayaan adalah prinsip jual beli ba’i al
murabahah, yaitu penerapan jual beli dengan perhitungan margin keuntungan. Murabahah merupakan pembiayaan sederhana baik bagi nasabah yang membutuhkan
pembiayaan maupun kepada bank dalam prosedur administrasinya. Dalam produk penyaluran dana, produk dengan prinsip murabahah
menjadi produk yang paling banyak diminati karena beberapa faktor. Dari sisi
penawaran bank syariah, pembiayaan murabahah dinilai lebih minim
risikonya dibandingkan dengan jenis pembiayaan bagi hasil karena pengembalian
yang telah ditentukan sejak awal sehingga memudahkan bank dalam memprediksi
keuntungan yang akan diperoleh. Sementara dari sisi permintaan nasabah,
pembiayaan murabahah dinilai lebih
simple dibandingkan dengan jenis pembiayaan bagi hasil. Hal ini lebih
disebabkan kemiripan operasional murabahah dengan jenis kredit konsumtif
yang ditawarkan oleh perbankan konvensional, dimana masyarakat terbiasa dengan
hal ini.
Jual beli secara murabahah adalah pembiayaan yang
saling menguntungkan yang dilakukan oleh shahib al-mal dengan pihak yang
membutuhkan melalui transaksi jual beli dengan penjelasan bahwa harga pengadaan
barang dan harga jual terdapat nilai lebih yang merupakan keuntungan atau laba
bagi shahib al-mal dan pengembaliannya dilakukan secara tunai atau
angsur.[9]
Pembiayaan murabahah juga tidak terlepas dari
risiko. Risiko dalam hal ini seperti, kelalaian yang disengaja oleh nasabah
untuk tidak membayar angsuran atas barang yang sudah dibeli atas bantuan bank. Hal ini dapat mengakibatkan bank mengalami kerugian terhadap
angsuran yang macet. Selain risiko yang diakibatkan oleh nasabah biasanya juga dikarenakan oleh
bank syariah itu sendiri dalam menangani pembiayaan itu sendiri seperti, bank
dalam menangani masalah pembiayaan dengan sengaja tidak melaksanakan prinsip
kehati-hatian dengan serius dan benar. Oleh
karena itu, bank syariah harus serius dan benar dalam menerapkan prinsip kehati-hatian
sehingga bank terhindar dari risiko kerugian.
Sebagaimana
penyaluran dana yang dilakukan oleh bank konvensional, dalam pembiayaan
berdasarkan syariah juga perlu adanya analisa secara seksama dari faktor The
Five C’s of Credit Analysis yang merupakan implementasi dari prinsip
kehati-hatian dalam dunia perbankan (prundential banking principle).
Pengurus bank syari’ah wajib memantau dan mengambil langkah-langkah antisipasi
agar kualitas aktiva produktif senantiasa dalam keadaan lancar.
Salah satu yang dianalisa oleh
bank dalam memberikan pembiayaan ialah dengan collateral (jaminan), jaminan
ini yang mungkin disita apabila calon debitur benar-benar tidak bisa memenuhi
kewajibannya. Collateral ini diperhitungkan paling akhir, bilamana masih
ada kesangsian-kesangsian yang lain, maka bisa menilai harta yang mungkin bisa
dijadikan jaminan.
Penggunaan deposito sebagai
jaminan memang jarang dilakukan. Umumnya, orang menggunakan aset berwujud
sebagai jaminan, dan tidak mengetahui bahwa deposito dan tabungan juga dapat
digunakan sebagai jaminan atas pinjaman ke bank. Solusi ini juga
merupakan jalan keluar ketika seorang nasabah memiliki kebutuhan yang mendesak.
Pemberian pembiayaan dengan menggunakan deposito sebagai jaminan, akan
mempermudah pengolahan permohonan dengan sangat cepat. Karena situasi ini
berbeda dengan menggunakan tanah atau rumah sebagai jaminan sebab masih
menggunakan tahap evaluasi lebih dulu.
Deposito adalah sejenis produk
investasi/tabungan yang ditawarkan oleh bank kepada masyarakat. Kelebihan
tingkat deposito adalah tingkat suku bunga bank yang diberikan lebih besar
daripada produk tabungan biasa namun uang yang telah disimpan hanya boleh
ditarik nasabah setelah jangka waktu tertentu. Deposito biasa dikenal juga
sebagai deposito berjangka.[10] Tabungan deposito juga dapat berfungsi sebagai alat investasi
jangka panjang maupun jangka pendek. Dengan menginvestasikan uang dalam
deposito berjangka, akan mempunyai pilihan jatuh tempo dalam waktu satu, tiga,
enam, dua belas bulan.
Seperti halnya dalam memberikan
pembiayaan murabahah pada BPRS Bhakti Sumekar cabang Pamekasan,
prinsip kehati-hatiannya salah satunya menggunakan jaminan deposito berjangka,
karena ini dianggap mudah dalam mengajukan permohonan pembiayaan. Karena kadang
ada seorang nasabah membutuhkan dana secara mendadak, misalnya sebagai tambahan
modal usahanya, buat biaya pendidikan anaknya, dan sebagainya sesuai dengan
pembiayaan yang dibutuhkan nasabah.[11] Jumlah
pembiayaan yang dipinjam harus lebih sedikit dari jumlah deposito yang dimiliki
oleh nasabah. Untuk mengantisipasi dan menjaga jika nasabah tidak bisa membayarnya
dengan tepat waktu, agar aktiva dalam bank tersebut tetap likuid.
Berdasarkan dari latar belakang tersebut maka
saya tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: “Penerapan Prudential
Principle pada Pembiayaan Murabahah dengan Jaminan Deposito
Berjangka di BPRS Bhakti Sumekar Cabang
Pamekasan”.
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan
konteks penelitian di atas, maka dapat disusun rumusan masalah penelitian
sebagai berikut:
1.
Bagaimana
penerapan Prudential Principle (prinsip kehati-hatian) dalam Pembiayaan
Murabahah
dengan jaminan Deposito berjangka di
BPRS Bhakti Sumekar Cabang Pamekasan ?
2.
Bagaimana Prudential
Principle (prinsip kehati-hatian) yang dilakukan Bank BPRS Bhakti Sumekar
Cabang Pamekasan dalam menangani pembiayaan bermasalah pada pembiayaan
Murabahah dengan jaminan deposito berjangka?
C. Tujuan
Berdasarkan
fokus penelitian diatas maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini
yaitu
1.
Untuk mengetahui bagaimana penerapan Prudential Principle (prinsip kehati-hatian) dalam Pembiayaan
Murabahah
dengan jaminan Deposito berjangka di
BPRS Bhakti
Sumekar Cabang Pamekasan.
2.
Untuk mengetahui bagaimana Prudential Principle (prinsip kehati-hatian) dalam menangani
pembiayaan bermasalah pada pembiayaan Murabahah dengan jaminan deposito
berjangka yang dilakukan Bank BPRS Bhakti Sumekar Cabang Pamekasan.
D. Kegunaan
Dalam
penelitian penulis berharap bahwa penelitian ini memberikan manfaat dan hasil
yang berguna.
1.
Bagi Peneliti, Sebagai sarana untuk mengaplikasikan ilmu
pengetahuan dan untuk menambah wawasan penelitian terutama yang berhubungan
dengan bidang kajian yang ditekuni selama di bangku kuliah, khususnya tentang
penerapan prudential principle pada
pembiayaan murabahah dengan jaminan
deposito berjangka pada Bank BPRS Bhakti Sumekar Cabang Pamekasan.
2.
Bagi Sekolah Tinggi Agama Islam (STAIN) Pamekasan, dengan
adanya hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat di bidang
teoritis maupun praktis yang berkaitan dengan perkembangan dunia perbankan
syariah di indonesi dan juga sebagai bahan refrensi bagi penelitian yang
sejenis guna menyempurnakan penelitian selanjutnya.
3.
Bagi Bank BPRS Bhakti Sumekar Cabang Pamekasan, semoga
dapat dapat
memberikan dampak positif dan dapat dijadikan sarana informasi yang dapat memajukan
perusahaannya.
E. Definisi Istilah
Agar permasalahan dalam penelitian
ini tidak terjadi kesalahan penafsiran dan permasalahannya menjadi jelas, maka
penulis kemukakan definisi istilah.
1.
Penerapan adalah suatu proses dalam mempraktekan teori dan hal lain untuk
mencapai tujuan tertentu.
2.
Prudential Principle (prinsip kehati-hatian) adalah suatu cara atau langkah
untuk meminimalisir pembiayaan yang bermasalah pada bank syariah.
3.
Pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan
berdasarkan kesepakatan antar bank dan pihak yang bersangkutan
4.
Murabahah adalah sistem pembiayaan dengan menggunakan mekanisme
jual beli.
5.
Deposito berjangka adalah sejenis produk
investasi/tabungan yang ditawarkan oleh bank kepada masyarakat.
6.
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) adalah bank syariah
yang sistem operasionalnya menggunakan prinsip syariah serta dalam kegiatannya
tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Jadi dapat ditarik kesimpulan penerapan prudential
principle pembiayaan Murabahah dengan jaminan deposito adalah suatu praktek yang
dilakukan oleh lembaga keuangan untuk meminimalisir pembiayaan bermasalah pada
akad jual beli dengan menggunakan jaminan deposito (produk investasi).