Saturday 15 September 2018

PENGERTIAN AGAMA




PENDAHULUAN


Indonesia merupakan Negara yang memiliki berbagai kemajemukan, salah satunya adalah kebudayaan. Kebudayaan tersebut merupakan warisan dari nenek moyang yang harus dilestarikan oleh para penerusnya.
Perkembangan teknologi yang begitu pesat dapat mempengaruhi banyak hal terutama dalam hal komunikasi dapat memperdekat jarak, sehingga dapat mempengaruhi cukup besar terhadap persebaran suatu kebudayaan.
Dalam pergaulan dunia yang semakin terbuka ini sangatlah mudah bagi seseorang untuk mengetahui kebudayaan serta agama yang mayoritas di yakini oleh daerah tersebut, tidak hanya didaerah lain bahkan suatu Negara Sekalipun.
Agama sangatlah penting bagi umat manusia karena terdapat suatu tatanan atau aturan untuk mencegah kekacauan dalam kehidupan manusia, agama secara tradisional dipahami sebagai suatu yang suci, sakral dan agung. Melford E.spiro mendefinisikan agama sebagai sebuah institusi berpola budaya yang berhubungan dengan wujud-wujud supra manusiawi yang dipostulatkan sebagai budaya.

PEMBAHASAN


1. PENGERTIAN AGAMA


Agama adalah hal yang disebut sebagai problem of ultimate concern, suatu problem kepentingan mutlak, yang berarti jika seseorang membicarakan soal agamanya maka ia tidak dapat tawar menawar. Namun begitu bukan berarti agama tidak dapat diberikan pengertian secara umum. Dalam memberikan defenisi tersebut, para ahli menempuh beberapa cara; Pertama dengan menggunakan analisis etimologis, yaitu menganalisis konsep bawaan dari kata agama atau kata lainnya yang digunakan dalam arti yang sama. Kedua, analisis deskriptif, menganalisis gejala atau fenomena kehidupan manusia secara nyata.
Agama merupakan kata yang berasal dari bahasa sansekerta “a” yang artinya tidak dan “gama” yang artinya kacau sehingga agama dapat di definisikan sebagai tatanan kehidupan untuk mencegah kekacauan kehidupan manusia.
Agama sering juga dikenal oleh masyarakat Indonesia dengan kata “Din”, kata “Din” sendiri merupakan kata yang berasal dari bahasa arab yang artinya adalah patuh, menguasai, menundukkan, hutang, dan kebiasaan. Denagan demikian agama memang menguasai diri seseorang dan membuat orang tersebut patuh serta tunduk terhadap tuhan dengan menjalankan ajaran-ajaran agama.
2. PENGERTIAN BUDAYA

Pada umumnya kebanyakan orang mengartikan kebudayaan dengan kesenian atau hasil karya manusia. Seperti seni tari, seni suara, seni lukis, seni drama dll, atau karya manusia seperti candi borobudur, masjid demak, istana raja dan karya manusia lainnya. Demikian juga tingkah laku manusia yang dilakukan dalam lingkup yang luas juga di katakan kebuyaan.
Menurut Kuntjaraningrat , Budaya adalah keseluruhan sistem, gagasan tindakan dan hasil kerja manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik manusia dengan cara belajar. Jadi, budaya diperoleh melalui proses belajar. Tindakan-tindakan yang dipelajari antara lain cara makan, minum, berpakaian, berbicara, bertani, berelasi dalam masyarakat adlah budaya. Akan tetapi kebudayaan tidak saja terdapat dalam soal teknis, melainkan dalam hal gagasan yang terdapat dalam yang kemudian terwujud dalam seni, tatanan masyarakat, etos kerja dan pandangan hidup.
Dengan demikian kebudayaan adalah seperangkat pengetahuan, kepercayaan, moral, hokum, kesenian yang dijadikan pedoman bertindak dalam memecahkan persoalan yang dihadapi dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
3. RELASI AGAMA DAN BUDAYA
Sejarah telah menorehkan catatan ihwal relasi agama dan kebudayaan yang berlangsung secara khusus dalam beberapa fase. Pertama, Fase dimana agama dan kebudayaan dipandang sebagai dua komponen yang sulit dipisahkan antara satu dengan yag lain. Kedua, Fase dimana agama dan kebudayaan mulai mengalami diferensiasi structural. Agama mulai menjadi institusi sendiri. Demikian juga kebudayaan. Ketiga, fase dimana diferensiasi agama dan kebudayaan semakin transparan. Agama mulai memiliki wilayah (menjadi institusi) tersendiri dan jarang berinteraksi dengan wilayah kebudayaan lainnya.
Fase pertama nampak misalnya dari laku keberagaman yang dipraktikkan oleh orang-orang hindu jawa kuno. Disamping menjalankan ritual keberagaman seagaimana terpatri dalam ajaran agama, pengaruh dinamisme dan animisme sebagai nilai local masih cukuplekat dalam pratik kehidupan sehari-hari.
Fase kedua dalam konteks ini,”islam lokal” teerbentuk dari interaksi dinamis melalui negosiasi antara islam dan nilai local. Demikian pun masih terlihat bagaimana islam sebagai agama mempunyai struktur dan tempat tersendiri. Dalam Praktiknya masih menunjukkan bagaimana kentalnya warna islam atas lokalisasi. Meskipun kita tidak bias menafikan percikan-percikan lokalisasi yang merasuk di dalamnya.
Adapun fase ketiga terlacak seiring dengan munculnya gerakan purifikasi dan puritanisasi yang dilakukan oleh kelompok modernis. Kelompok ini berusaha membersihkan dan memuurnikan agama dari anasir-anasir asing yang kerap dilabeli dengan takhayul, mistik, khurafat, bid’ah dan sebagainya. Mereka melihat bahwa buday/tradisi local menyimpang dari agama.Mereka merasa “risih” ketika harus berdialog dengan tradisi local setempat sehingga muncullah slogan kembali kepada “islam murni”.
4. KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT MADURA
Budaya Madura pada dasarnya banyak dibentuk dan dipengaruhi oleh kondisi geografis dan topografis hidraulis dan lahan pertanian tadah hujan yang cenderung tandus sehingga survivalitas kehidupan mereka lebih banyak melaut sebagai mata perncaharian utamanya. Mereka pun dibentuk oleh kehidupan bahari yang penuh tantangan dan risiko sehingga memunculkan keberanian jiwa dan fisik yang tinggi, berjiwa keras dan ulet, penuh percaya diri, defensive (bertahan) dalam berbagai situasi bahaya yang genting, bersikap terbuka, lugas dalam bertutur, serta menjunjung martabat dan harga diri. Watak dasar bentukan iklim bahari demikian kadang kala diekspresikan secara berlebihan sehingga memunculkan konflik dan tindak kekerasan fisik. Oleh karena itu, perilaku penuh konflik disertai tindak kekerasan “dikukuhkan dan dilekatkan” sebagai keunikan budaya pada tiap individu kelompok atau sosok komunitas etnik Madura.
Masyarakat Madura dikenal memiliki budaya yang khas, unik, stereotipikal, dan stigmatik. Identitas budayanya itu dianggap sebagai deskripsi dari generalisasi jatidiri individual maupun komunal etnik Madura dalam berperilaku dan berkehidupan. Kehidupan mereka di tempat asal maupun di perantauan senantiasa dipahami oleh komunitas etnik lain atas dasar identitas kolektifnya itu.
Dalam konteks religiusitas, masyarakat Madura dikenal memegang kuat (memedomani) ajaran Islam dalam pola kehidupannya kendati pun menyisakan “dilema,” untuk menyebut adanya deviasi/kontradiksi antara ajaran Islam (formal dan substantif) dan pola perilaku sosiokultural dalam praksis keberagamaan mereka itu. Pengakuan bahwa Islam sebagai ajaran formal yang diyakini dan dipedomani dalam kehidupan individual etnik Madura itu ternyata tidak selalu menampakkan linieritas pada sikap, pendirian, dan pola perilaku mereka.
5. SEJARAH PERKEMBANGAN ISLAM DI MADURA

Islam masuk dibawa oleh saudagar-saudagar dari Gujarat. Jadi Islam masuk bertalian erat dengan perdagangan. Islam di pulau madura juga di pengaruhi budaya asing hal ini diperkuat dengan ditemukanya makam raja-raja Sumenep yang disebut asta tinggi serta beberapa mushalla dan masjid mirip dengan bentuk candi. Masyarakat maduira juga mempercayai kekuatan ghaib di alam yang terdapat di benda-benda (dinamisme) ataupun roh-roh tertentu(animisme).
Peranan wali songo dalam penyebaran agama, mereka sangat besar peranannya dalam proses islamisasi di Jawa. Wali-wali yang tertua terdapat di Jawa Timur, karena Islam itu datangnya lewat perdagangan. Dengan dekimian pusatnya terletak di pelabuhan-pelabuhan seperti Surabaya, Tuban, Gresik dan lain lain.
Seperti halnya daerah-daerah lain, di nusantara, maka pulau Madura yang secara geografis terletak di dekat atau berhadapan dengan kota-kota pelabuhan di Jawa Timur yaitu pelabuhan Tuban, Gresik dan Surabaya tidak terlepas dari usaha penyebaran agama Islam yang dilakukan oleh para wali di pulau Jawa. Sunan Giri yang nama aslinya Raden Paku merupakan murid sunan Ampel. Karena tempat tinggalnya di bukit (Giri) di Gresik, maka ia terkenal dengan nama Sunan Giri. Yang telah di-Islam-kan ialah Madura, Lombok, Makasar, Hitu dan Ternate.
Di zaman kerajaan Madura islam dipandang oleh masyaarakat sebagai nama agama yang penting. Hal ini terlihat dari diistemewakan para pemimpin islam dengan memerinya tanah perdiakan (desa-desa bebas yang diperuntukan raja bagi warga terhormat seperti tokoh-tokoh agama dan militer) pada mereka.
6. KEBUDAYAAN MADURA
Masyarakat Madura dikenal memiliki budaya yang khas, unik, stereotipikal, dan stigmatik. Identitas budayanya itu dianggap sebagai deskripsi dari generalisasi jatidiri individual maupun komunal etnik Madura dalam berperilaku dan berkehidupan. Kehidupan mereka di tempat asal maupun di perantauan senantiasa dipahami oleh komunitas etnik lain atas dasar identitas kolektifnya itu.
Madura memiliki beragai kebudayaan yang didalamnya terdapat unsur-unsur religius salah satunya agama islam. Didalam kebudayaan itu terdapat keunikan yang mencerminkan masyarakat madura. Beberapa kebudayaan masyarakat madura sebagai berikut:
Pertama, seni musik atau seni suara yaitu tembang macapat, musik saronen dan musik ghul-ghul. Tembang macapat adalah tembang (nyanyian) yang mula-mula dipakai sebagai media untuk memuji Allah SWT (pujian keagamaan) di surau-surau sebelum dilaksanakan shalat wajib, tembang tersebut penuh sentuhan lembut dan membawa kesahduan jiwa.

Selain berisi puji-pujian tembang tersebut juga berisi ajaran, anjuran serta ajakan untuk mencintai ilmu pengetahuan, ajaran untuk bersama-sama membenahi kerusakan moral dan budi pekerti, mencari hakekat kebenaran serta membentuk manusia berkepribadian dan berbu daya. Melalui tembang ini setiap manusia diketuk hatinya untuk lebih memahami dan mendalami makna hidup. Syair tembang macapat merupakan manivestasi hubungan manusia dengan alam, serta ketergantungan manusia kepada Sang Penguasa Alam Semesta
Kedua, seni tari atau gerak yaitu tanmuang sangkal dan tari duplang. Gerakan tari tradisional Madura tidak pemah terlepas dari kata-kata yang tertera dalam Al-Quran seperti kata Allahu atau Muhammad, begitu pula dengan batas-batas gerakan tangan tidak pemah melebihi batas payudara. Tari muang sangkal adalah seni tradisi yang bertahan sampai sekarang, Tari tersebut telah mengalami berbagai perubahan yaitu menjadi tarian wajib untuk menyambut tamu-tamu yang datang ke Sumenep.
Ketiga, upacara ritual yaitu sandhur pantel. Masyarakat petani atau masyarakat nelayan tradi sional Madura menggunakan upacara ritual seba gai sarana berhubungan dengan mahluk gaib atau media komunikasi dengan Dzat tunggal, pencipta alam semesta. Setiap melakukan upacara ritual media kesenian menjadi bagian yang tak terpisahkan dari seluruh proses kegiatan. Masyarakat Madura menyebutnya sandhur atau dhamong ghardham, yaitu ritus yang ditarikan, dengan ber bagai tujuan antara lain, untuk memohon hujan, menjamin sumur penuh air, untuk menghormati makam keramat, membuang bahaya penyakit atau mencegah musibah, adapun bentuknya berupa ta rian dan nyanyian yang diiringi musik.
Daerah-daerah yang mempunyai kesenian ini menyebar di wilayah Madura bagian timur. Batuputih terdapat ritus rokat dangdang, rokat somor, rokat bhuju, rokat thekos jagung. Di Pasongsongan terdapat sandhur lorho’. Di Guluk-guluk terdapat sandhuran duruding, yang dilaksanakan ketika panen jagung dan tembakau, berupa nyanyian laki-laki atau perempuan atau keduanya sekaligus tanpa iringan musik.
Keempat, seni pertunjukan berupa kerapan sapi dan topeng dalang. Perlombaan memacu sapi pertama kali diperkenalkan pada abad ke 15 (1561 M) pada masa pemerintahan Pangeran Katandur di keratin Sumenep. Permainan dan perlombaan ini tidak jauh dari kaitannya dengan kegiatan seha ri-hari para petani, dalam arti permainan ini mem berikan motivasi kepada kewajiban petani terha dap sawah ladangnya dan disamping itu agar peta ni meningkatkan produksi temak sapinya.
Namun, perlombaan kerapan sapi kini tidak seperti dulu lagi dan telah disalahgunakan sehingga lebih banyak mudharat daripada manfaatnya. Ma salahnya banyak di antara para pemain dan penon ton yang melupakan kewajibannya sebagai hamba Allah SWT, yakni mereka tidak lagi mendirikan sha lat (Lupa Tuhan, ingat sapi). Kerapan sapi memang telah menjadi identitas, trade mark dan simbol keperkasaan dan kekayaan aset kebudayaan Madura.
Seni pertunjukan selanjutnya adalah topeng dalang, konon topeng dikatakan sebagai kesenian yang paling tua. Adapun bentuk topeng yang di kembangkan di Madura berbeda dengan topeng yang ada di Jawa, Sunda dan Bali. Topeng Madura pada umumnya lebih kecil bentuknya dan hampir semua topeng diukir pada bagian atas kepala de ngan berbagai ragam hias. Ragam bias yang paling populer adalah hiasan bunga melati.
Adapun penggambaran karakter pada topeng dalang selain tampak pada bentuk muka juga dalam pemilihan wama, untuk tokoh yang berjiwa bersih digunakan wama putih, wama merah untuk tokoh tenang dan penuh kasih sayang, wama hitam untuk tokoh yang arif dan bijaksana bersih dari nafsu duniawi, kuning emas untuk tokoh yang anggun dan berwibawa, warna kuning untuk tokoh yang pemarah, licik dan sombong.

PENUTUP
Demikian sekedar urun rembug tentang Islam dan Budaya Madura dari sisi keberagamaan pola kehidupan komunitas etnik. Deskripsi tentang budaya Madura yang dibatasi dalam fokus kajian kekhasan, keunikan, stereotipikal, dan stigma etnografi diharapkan mampu memberi kejernihan, kecermatan, ketepatan, kecerahan, dan kecerdasan pola pandang bagi warga-bangsa untuk membagun kebersamaan dalam keanekaragaman dalam suasana damai, tertib, dan sejahtera. Semoga artikel ringkas ini memberi manfaat.
Dan tidak kalah penting budaya itu juga hams sesuai dan tidak lepas dari norma atau aturan agama Islam, sehingga tidak termasuk budaya yang tidak diperbolehkan dan haram menurut agama

DAFTAR PUSTAKA

Azra,Azyumardi.Nilai-nilai Pluralisme dalam Islam.Bandung: Nuansa.2005
Yusuf,mundzirin.Islam dan budaya local.UIN SU-KA 2005.
Koentjaraningrat,Pengantar Antropologi, jakarta: PT.Rineka Cipta199
Pongsibanne lebba,islam dan bidaya lokal,yogyakarta:UIN SU-KA 2008.
http://diaz2000.multiply.com/journal/item/86/Pengertian_Agama
http://www.kaskus.us/showthread.php?t=915053