ETOS KERJA DAN ETIKA BEKERJA DALAM
BISNIS ISLAM
MAKALAH
Disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah Etika Bisnis Islam
yang
diampu oleh Bapak Suaidi,
Oleh :
PROGRAM
STUDI PERBANKAN SYARIAH
JURUSAN
EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
ISNTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI MADURA
2018
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Bekerja merupakan kewajiban setiap muslim. Dengan bekerja seorang
muslim akan dapat mengekspresikan dirinya sebagai manusia, makhluk ciptaan
Tuhan yang paling sempurna. Setiap pekerjaan yang baik yang dilakukan karena
Allah sama halnya dengan melakukan jihad. Itulah yang dimaksud dengan etos dan
etos kerja seorang muslim harus selalu dilandasi Al-Qur’an dan Hadis.
Karakteristik etos kerja yang Islami, digali dan dirumuskan berdasarkan
konsep iman sebagai pondasi yang utama. Secara normatif mestinya Islam mampu
menjadi sumber motivasi yang kuat dalam mewujudkan etos kerja, disamping
memandang penting semua bentuk kerja yang produktif.
Etika kerja Islam memberikan dampak yang baik terhadap perilaku
individu dalam bekerja karena dapat memberi stimulus untuk sikap kerja yang
positif. Sikap kerja yang positif memungkinkan hasil yang menguntungkan seperti
kerja keras, komitmen dan dedikasi terhadap pekerjaan dan sikap kerja lainnya
yang tentu saja hal ini dapat memberi keuntungan bagi individu itu sendiri dan
organisasi. Pendedikasian diri yang tinggi terhadap pekerjaan akan membawa
individu untuk bekerja keras meraih hasil yang maksimal.
Dengan berlandaskan pada nilai-nilai moral dan agama yang kokoh
diharapkan etos kerja akan semakin termotivasi dengan kuat dan terkendali.
Dengan etos kerja yang demikian itu, diharapkan diperoleh hasil yang maksimal
dan berkeseimbangan antara kepentingan duniawi dan ukhrawi, antara kepentingan
individu dan orang lain. Dalam makalah ini akan dibahas secara mendalam
mengenai “Etos Kerja dan Etika Bekerja dalam Bisnis Islam”.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian dari etos kerja?
2.
Apa saja ciri-ciri etos kerja islami?
3.
Bagaimana landasan bekerja dalam bisnis Islam?
4.
Bagaimana penjelasan tentang etika bekerja?
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui pengertian dari etos kerja.
2.
Untuk mengetahui ciri-ciri etos kerja islami.
3.
Untuk mengetahui landasan bekerja dalam bisnis Islam.
4.
Untuk mengetahui penjelasan tentang etika bekerja.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Etos Kerja
Etos yang berasal dari bahasa Yunani, dapat mempunyai arti sebagai
sesuatu yang diyakini, cara berbuat, sikap serta persepsi terhadap nilai
bekerja. Secara istilah, yang dimaksud dengan etos adalah norma, serta cara
mempersepsi, memandang, dan meyakini sesuatu. Dari kata ini lahirlah apa yang
disebut dengan “ethic” yaitu pedoman, moral dan perilaku, atau dikenal
pula etiket yang artinya cara bersopan santun. Sehingga dengan kata etik ini
dikenal istilah etika bisnis yaitu cara atau pedoman perilaku dalam menjalankan
suatu usaha dan sebagainya.[1]
Etos adalah aspek evaluatif yang bersifat menilai. Soerjono
Soekanto mengartikan etos antara lain: (a). Nilai-nilai dan ide-ide dari suatu
kebudayaan, dan (b). Karakter umum suatu kebudayaan. Sedangkan kerja merupakan
suatu kegiatan atau aktivitas yang memiliki tujuan dan usaha yang dilakukan
guna membuat aktivitas tersebut bermanfaat.[2]
Etos kerja menurut Mochtar Buchori adalah sikap dan pandangan
terhadap kerja, kebiasaan kerja yang dimiliki seseorang, suatu kelompok manusia
atau suatu bangsa. Etos kerja adalah sifat watak dan kualitas kehidupan batin
manusia, moral, dan gaya estetik serta suasana batin mereka.[3]
Bekerja adalah fitrah, sekaligus merupakan salah satu identitas
manusia, yang didasarkan pada prinsip-prinsip iman (tauhid), bukan saja
menunjukkan fitrah seorang muslim, tetapi sekaligus meninggikan martabat
dirinya sebagai “Abd Allah (hamba Allah)”, yang mengelola seluruh alam
sebagai bentuk dari cara dirinya mensyukuri nikmat dari Allah.
Di sisi lain makna “bekerja” bagi seorang muslim adalah suatu upaya
yang sungguh-sungguh, dengan mengerahkan seluruh aset, fikir, dan dzikirnya
untuk mengaktualisasikan atau menampakkan arti dirinya sebagai hamba Allah yang
harus menundukkan dunia dan menempatkan dirinya sebagai bagian dari masyarakat
yang terbaik atau dengan kata lain bahwa hanya dengan bekerja manusia itu
memanusiakan dirinya.
Tidak semua aktivitas manusia dapat dikategorikan sebagai bentuk
pekerjaan, karena didalam makna pekerjaan terkandung tiga aspek yang harus dipenuhinya
secara nalar, yaitu:
1.
Bahwa aktivitasnya dilakukan karena ada dorongan tanggung jawab
(motivasi).
2.
Bahwa apa yang dia lakukan tersebut dilakukan karena kesengajaan,
sesuatu yang direncankan, karenanya terkandung di dalamnya suatu gairah
(semangat) untuk mengerahkan seluruh potensi yang dimilikinya sehingga apa yang
dikerjakannya benar-benar memberikan kepuasan dan manfaat.
3.
Bahwa yang dia lakukan itu dikarenakan adanya sesuatu arah dan
tujuan yang luhur, yang secara dinamis memberikan makna bagi dirinya, bukan
hanya sekedar kepuasan biologis statis, tetapi adalah sebuah kegiatan untuk
mewujudkan apa yang diinginkannya agar dirinya mempunyai arti.[4]
Dari penjelasan di atas, sekalipun beragam, namun dapat dipahami
bahwa etos kerja merupakan karakter dan kebiasaan berkenaan dengan kerja yang
terpancar dari sikap hidup manusia yang mendasar terhadapnya. Selanjutya, dapat
dipahami bahwa timbulnya kerja antara lain tidak lepas karena dorongan sikap
yang mendasar itu.
Etos kerja bagi seorang muslim selain bisa dimotivasi oleh sikap
yang mendasar itu juga bisa dimotivasi oleh kualitas hidup Islami yang
merupakan sebuah lingkungan yang dilahirkan dari semangat tauhid, yang
dijabarkan dalam bentuk amal shaleh. Ini berarti etos kerja muslim itu adalah
cara pandang yang diyakini seorang muslim bahwa bekerja itu bukan saja untuk
memuliakan dirinya, menampakkan kemanusiaannya, tetapi juga sebagai suatu
manifestasi dari amal shaleh dan oleh karenanya mempunyai nilai ibadah yang
sangat luhur.
Etos berhubungan dengan pribadi manusia, oleh karenanya orang Islam
sudah semestinya melakukan rutinitas yang menjadi kebiasaan positif sehingga
menghasilkan hasil sempurna dan maksimal. Orang yang demikian dalam hidupnya
akan senantiasa menghindarkan hal-hal yang bersifat merusak, sehingga akan
menjadikan dirinya menjadi orang yang dekat dengan Allah. Orang yang memiliki
etos yang bagus maka akan menjauhi sikap putus asa. Senantiasa belajar dan
bekerja untuk perubahan yang lebih baik. Seseorang yang memiliki etos kerja
yang baik, maka akan bekerja karena semangat kesungguhan dan niat amal saleh,
tanpa melihat siapa pimpinan tempt bekerja. Hafiduddin (2003) menjelaskan bahwa
amal saleh akan terwujud apabila dilakukan dengan ikhlas, sesuai syariat, dan
sungguh-sungguh. Amal saleh harus dilakukan dengan aktual, jelas dan tampak, di
dalam semangat diri pribadi muslim sehingga terkandung motivasi, arah, rasa dan
rasio yand dimanifestasikan dalam bentuk tindakan.[5]
B.
Ciri-Ciri Etos Kerja Islami
Berikt ini adalah tauladan dan pandangan atau etos kerja yang
dilakukan Rasulullah SAW. yang juga patut kita lakukan pada pekerjaan kita saat
ini.
1.
Menghargai Waktu
Salah satu esensi dan hakikat dari etos kerja adalah cara seseorang
menghayati, memahami, dan merasakan betapa berharganya waktu. Waktu baginya
adalah rahmat yang tiada terhitung nilainya. Baginya pengertian terhadap makna
waktu merupakan rasa tanggung jawab yang sangat besar. Sehingga sebagai
konsekuensi logisnya dia menjadikan waktu sebagai wadah produktivitas.
2.
Bekerja sampai Tuntas
Untuk dapat berhasil dalam bekerja, maka pekerjaan harus
diselesaikan dengan baik dan tuntas. Pengertian bekerja dengan tuntas dapat
diartikan bahwa pekerjaan tersebut dapat diselesaikan dengan hasil yang
memuaskan, proses kerjanya juga baik, input atau bahan baku yang digunakan
dalam bekerja juga efisien, dan semua tersebut dapat dilakukan apabila semua
proses pekerjaan direncanakan dengan baik, dan dilaksanakan dengan baik dengan
dukungan pengetahuan, keterampilan dan sikap ikhlas dalam melaksanakan
pekerjaan.[6] Terkait
dengan bekerja dengan tuntas, Rasulullah SAW. bersabada: “Sesungguhnya Allah
mencintai seseorang diantara kamu yang apabila mengerjakan suatu pekerjaan, dia
rapikan pekerjaannya itu.”
3.
Bekerja dengan Ikhlas
Salah satu kompetensi moral yang dimiliki seorang yang berbudaya
kerja Islami itu adalah nilai keikhlasan. Karena ikhlas merupakan bentuk dari
cinta, bentuh kasih sayang dan pelayanan tanpa ikatan.
Bekerja dalam konteks Islam harus dimaknai sebagai bekerja keras
dengan cerdas dan ikhlas. Pekerjaan akan dapat diselesaikan dengan rapi dan
tuntas apabila dalam bekerja menggunakan strategi bekerja dengan
mengkombinasikan antara potensi fisik, dan potensial akal atau hati yang ikhlas
sebagai upaya meraih pertolongan Allah.[7]
Terkait dengan rtos kerja ikhlas, Nabi bersabda: “Usaha dan bekerja yang
paling baik adalah usaha dan bekerja dengan ikhlas dan bersih.”
4.
Bekerja dengan Jujur
Bekerja dengan jujur dapat diartikan bekerja untuk mencapai tujuan
dengan tidak berbohong, lurus hati, tidak berkhianat, dan dapat dipercaya dalam
ucapan maupun perbuatan. Pekerjaan adalah amanah bagi setiap orang, dan setiap
orang harus mempertanggungjawabkannya. Terkait dengan etos bekerja jujur,
Rasulullah SAW. bersabda:
“Kamu semua adalah gembala, dan kamu semua bertanggungjawab atas
gembalamu. Seorang imam adalah pengembala dan dia bertanggungjawab terhadap apa
yang dipimpinnya. Seorang laki-laki pemimpin terhadap keluarganya dan dia
bertanggungjawab terhadap apa yang dipimpinnya. Seorang wanita adalah pemimpin
dalam rumah suaminya dan dia bertanggungjawab terhadap apa yang dipimpinnya.
Seorang pembantu adalah penjaga harta majikannya dan dia bertanggungjawab
terhadap tugasnya. Seorag anak laki-laki adalah penjaga harta ayahnya dan dia
bertanggungjawab terhadap tugasnya. Oleh sebab itu, semua adalah pemimpin dan
kamu semua bertanggungjawab atas yang kamu pimpin.
Dalam hadis tersebut sangat jelas bahwa semua pekerjaan yang kita
lakukan pasti akan dipertanggungjawabkan. Dari hadis juga jelas, setiap orang
bertanggungjawab atas pekerjaannya, seperti seorang pemimpin akan diminta
tanggungjawab atas rakyat yang dipimpin. Karena setiap pekerjaan harus
dipertanggungjawabkan, maka pada dasarnya kita harus bekerja sebaik dan sejujur
mungkin.
5.
Bekerja Keras
Etos kerja bekerja keras dapat diartikan sebagai bekerja dengan
penuh semangat atau motivasi. Manusia merupakan cipataan Allah yang sempurna,
manusia diberikan tubuh yang sempurna lengkap dengan indranya serta kemampuan
berpikir. Oleh sebab itu sudah selayaknya umat Islam memacu diri untuk berbuat yang
terbaik dalam hidupnya, yang bermanfaat di dunia dan bermakna di akhirat nanti.
Terkait dengan bekerja keras, berikut firman Allah: “Apabila kamu telah
selesai mengerjakan sesuatu urusan atau tugas, maka kerjakanlah dengan
sungguh-sungguh urusan yang lainnya.” (QS. Al-Insyirah: 7). Dari surat
Al-Insyirah ayat 7, memperlihatkan bahwa Allah menyuruh kita bekerja keras,
apabila suatu urusan telah selesai, maka kita harus melakukan urusan yang lain.
6.
Istiqamah dan Kuat Pendirian
Pribadi muslim yang profesional dan berakhlak pasti memiliki sikap
konsisten, yaitu kemampuan untuk bersikap taat asas, pantang menyerah, dan
mampu mempertahankan prinsip serta komitmennya walaupun harus berhadapan dengan
resiko yang membahayakan dirinya. Mereka mampu mengendalikan diri dan mengelola
emosinya secara efektif.[8]
C.
Landasan Bekerja dalam Etika Bisnis Islam
Islam sebagai sumber kebenaran telah memberikan ruang yang
seluas-luasnya kepada umatnya untuk bekerja dan berbisnis sepanjang yang
dikerjakan dan yang dibisniskan tidak bertentangan dengan syariah. Syariahlah
yang menjadi pedoman dan referensi utama ketika manusia mengerjakan sesuatu
baik untuk dirinya maupun untuk orang lain. Sesuai dengan firman Allah dalam
QS. At-Taubah: 105.
وَقُلِ
اعْمَلُوْا فَسَيَرَى اللهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُوْلُهُ وَالْمُؤْمِنُوْنَ
وَسَتُرَدُّوْنَ اِلٰى عٰلِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا
كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ
Artinya: “Dan katakanlah bekerjalah kamu, maka Allah dan
Rasulnya dan orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan
dikembalikan kepada Allah Yang Maha Mengetahui Yang Ghaib dan Yang Nyata, lalu
Dia terangkan kepadamu tentang apa yang telah kamu kerjakan.” (QS.
At-Taubah: 105).
Maksud perintah Allah SWT. supaya manusia bekerja, namun tidak
boleh lupa bahwa apapun yang dikerjakan akan dilihat oleh Allah dan Rasulnya,
serta orang-orang mukmin yang bermakna penyaksian, dan kelak akan diperhadapkan
kembali kepada Allah SWT. mengenai apa yang telah dikerjakan. Disinilah makna
pentingnya jawaban manusia terhadap pekerjaan atau amal yang dilaksanakannya.
Karena itu dalam dunia bisnis yang dilaksanakan manusia, pedoman syariat atau
tuntunan Allah dan Rasulnya diyakini akan menjamin kesuksesan yang abadi di
dunia dan akhirat.
Untuk menghindari hal-hal yang buruk dan salah dalam melakukan bisnis
apapun, Allah SWT. mengingatkan dengan firmannya[9],
diantaranya sebagai berikut:
1.
Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil.
Kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara
kamu, dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah Maha Penyayang
kepadamu. (QS. An-Nisa’: 29).
2.
Dan bagi tiap-tiap orang (memperoleh) derajat (menurut) apa yang
mereka kerjakan, dan Tuhanmu tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan. (QS. Al-An’am: 132).
3.
Maka apabila telah ditunaikan shalat maka bertebaranlah kamu di
muka bumi ini, dan carilah karunia Allah, dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya
supaya kamu beruntung.
(QS. Al-Jumuah: 10).
Kerja bukan hanya penting tetapi wajib sepanjang syariah
membolehkan. Bahkan Mustaq Ahmad (1995), memberikan syarat bahwa bergantung
pada orang lain adalah dosa religius, cacat sosial, dan memalukan. Walaupun
demikian kerja yang dimaksud dalam bentuk amal shaleh atau tidak bertentangan
dengan syariah. Aturan Allah lah yang menjadi patokan terhadap bisnis yang
dilakukan manusia. Manusia dengan amalnya yang ikhlas, akan menjadikan
pekerjaan atau bisnis yang dilakukan sebagai bagian dari ibadah muamalah yang
dilakukannya, sehingga bermanfaat bagi banyak manusia lainnya.
Pada saat yang sama manusia yang paling banyak manfaatnya terhadap
sesama manusia adalah manusia yang terbaik. Terbaik karena tidak menggantungkan
diri pada orang lain, tidak bermalas-malasan, tidak melanggar syariat dan
selalu mengharapkan ridhonya Allah dalam semua orangnya. Inilah puncak
kesuksesan yang dicapai manusia di dalam melakukan pekerjaan dan bisnisnya,
dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya dan kebutuhan sesama manusia. Dengan
niat yang ikhlas dan berserah diri kepada Allah SWT. Setiap hasil usaha manusia
akan dibalasnya dengan kebaikan yang tidak ternilai dan tanpa batas oleh Sang
Maha Pengasih. Disinilah pentingnya dan perlunya bekerja dan berbisnis dengan
akhlak yang mulia dan sesuai syariah.
D.
Etika Bekerja
Kerja, dalam arti sempit yakni kerja untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari, seperti makanan, pakaian, dan tempat tinggal yang merupakan
kewajiban bagi setiap orang. Kerja dalam arti luas, yakni semua bentuk usaha
yang dilakukan manusia, baik dengan kerja fisik maupun kerja intelektual atau
psikis. Dalam pandangan Islam pengertian kerja mencakup seluruh pengerahan
potensi yang dimiliki manusia.[10]
Dalam melakukan pekerjaan, aspek etika adalah hal yang mendasar
yang harus diperhatikan. Seperti bekerja dengan baik yang didasari iman dan takwa,
jujur dan amanah, tidak menipu, tidak semena-mena, ahli dan profesional, serta
tidak melakukan pekerjaan yang bertentangan dengan syariat Islam.
Dalam memilih seseorang untuk diserahi suatu pekerjaan, Rasulullah
Saw. melakukannya secara selektif, diantaranya dari segi keahlian, keutamaan,
dan kedalaman ilmunya. Beliau juga selalu mengajak manusia agar selalu tekun
dalam menunaikan pekerjaan, dengan syarat pekerjaan apapun mulia kecuali yang
dilarang.
Bekerja dan berbisnis selalu diikutsertakan di dalamnya dengan niat
meningkatkan tujuan akhirat dalam arti bukan sekedar memperoleh upah dan
imbalan, kecuali untuk memperoleh keridhaan Allah SWT. sekaligus berkhidmat
kepada manusia. Etika bekerja yang disertai dengan ketakwaan merupakan tuntunan
Rasulullah Saw.
Dalam bekerja tidak boleh melakukan hal-hal yang bertentangan
dengan hukum Islam seperti menjual minuman keras, pencatat riba, pekerja seks
komersil, narkoba, dan bekerja dengan penguasa yang menyuruh menghalalkan
segala cara dan sebagainya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Etos yang berasal dari bahasa Yunani, dapat mempunyai arti sebagai
sesuatu yang diyakini, cara berbuat, sikap serta persepsi terhadap nilai
bekerja. Secara istilah, yang dimaksud dengan etos adalah norma, serta cara mempersepsi,
memandang, dan meyakini sesuatu. Jadi, etos kerja merupakan karakter dan
kebiasaan berkenaan dengan kerja yang terpancar dari sikap hidup manusia yang
mendasar terhadapnya. Selanjutya, dapat dipahami bahwa timbulnya kerja antara
lain tidak lepas karena dorongan sikap yang mendasar itu.
Ciri-ciri etos kerja islami yaitu mengahargai waktu, bekerja dengan
ikhlas, bekerja dengan jujur, memiliki komitmen, istiqamah, dan kuat pendirian.
Islam sebagai sumber kebenaran telah memberikan ruang yang seluas-luasnya
kepada umatnya untuk bekerja dan berbisnis sepanjang yang dikerjakan dan yang
dibisniskan tidak bertentangan dengan syariah. Syariahlah yang menjadi pedoman
dan referensi utama ketika manusia mengerjakan sesuatu baik untuk dirinya
maupun untuk orang lain. Sesuai dengan firman Allah dalam QS. At-Taubah: 105.
Artinya: “Dan katakanlah bekerjalah kamu, maka Allah dan
Rasulnya dan orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan
dikembalikan kepada Allah Yang Maha Mengetahui Yang Ghaib dan Yang Nyata, lalu
Dia terangkan kepadamu tentang apa yang telah kamu kerjakan.” (QS.
At-Taubah: 105).
Kerja, dalam arti sempit yakni kerja untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari, seperti makanan, pakaian, dan tempat tinggal yang merupakan
kewajiban bagi setiap orang. Kerja dalam arti luas, yakni semua bentuk usaha
yang dilakukan manusia, baik dengan kerja fisik maupun kerja intelektual atau
psikis. Dalam pandangan Islam pengertian kerja mencakup seluruh pengerahan
potensi yang dimiliki manusia.
Dalam melakukan pekerjaan, aspek etika adalah hal yang mendasar
yang harus diperhatikan. Seperti bekerja dengan baik yang didasari iman dan
takwa, jujur dan amanah, tidak menipu, tidak semena-mena, ahli dan profesional,
serta tidak melakukan pekerjaan yang bertentangan dengan syariat Islam. Dalam
bekerja tidak boleh melakukan hal-hal yang bertentangan dengan hukum Islam
seperti menjual minuman keras, pencatat riba, pekerja seks komersil, narkoba,
dan bekerja dengan penguasa yang menyuruh menghalalkan segala cara dan
sebagainya.
B.
Saran
Dengan adanya makalah ini semoga pembaca bisa lebih memahami dan
mengetahui tentang “Etos Kerja dan Etika Bekerja dalam Bisnis Islam”. Kami
sebagai penulis mengharap kritik dan saran yang membangun dari pembaca agar
dapat memperbaiki makalah yang kami buat apabila terdapat kesalahan baik dari
segi penulisan maupun yang lainnya dan dapat digunakan sebagai penambahan
wawasan dan pengetahuan yang lebih bermanfaat untuk orang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Tasmara,
Toto. Etos Kerja Pribadi Muslim. Jakarta: Dana Bhakti Wakaf. 1995.
Djakfar,
Muhammad. Etika Bisnis dalam Perspektif Islam. Malang: UIN-Malang Press.
2007.
Andayani, Dwi. Relasi Etika Kerja dan Etos Kerja dalam Islam.
Vol 2. 2016.
Srijanti. Etika Membangun Masyarakat Islam Modern.
Yogyakarta: Graha Ilmu. 2007.
Aedy, Hasan. Teori dan Aplikasi Etika Bisnis Islam. Bandung:
Alfabeta. 2011.
[1] Toto Tasmara, Etos
Kerja Pribadi Muslim (Jakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995), hlm. 25.
[2] Muhammad
Djakfar, Etika Bisnis dalam Perspektif Islam (Malang: UIN-Malang Press,
2007), hlm. 67.
[3] Ibid.
[4] Toto Tasmara, Etos
Kerja Pribadi Muslim, hlm. 27.
[5] Dwi Andayani,
“Relasi Etika Kerja dan Etos Kerja dalam Islam.” Inovatif, 2 (September:
2016), hlm. 121.
[6] Srijanti, Etika
Membangun Masyarakat Islam Modern (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007), hlm. 142.
[7] Ibid., hlm.
143.
[8] Muhammad
Djakfar, Etika Bisnis dalam Perspektif Islam, hlm. 70-71.
[9] Hasan Aedy, Teori
dan Aplikasi Etika Bisnis Islam (Bandung: Alfabeta, 2011), hlm. 85.
[10] Ibid., hlm.
87.