Monday 24 September 2018

ETOS KERJA DAN ETIKA BEKERJA DALAM BISNIS ISLAM




ETOS KERJA DAN ETIKA BEKERJA DALAM BISNIS ISLAM

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Etika Bisnis Islam
yang diampu oleh Bapak Suaidi,

Oleh :




 











PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH
JURUSAN EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
ISNTITUT AGAMA ISLAM NEGERI MADURA
2018


BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Bekerja merupakan kewajiban setiap muslim. Dengan bekerja seorang muslim akan dapat mengekspresikan dirinya sebagai manusia, makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Setiap pekerjaan yang baik yang dilakukan karena Allah sama halnya dengan melakukan jihad. Itulah yang dimaksud dengan etos dan etos kerja seorang muslim harus selalu dilandasi Al-Qur’an dan Hadis.
Karakteristik etos kerja yang Islami, digali dan dirumuskan berdasarkan konsep iman sebagai pondasi yang utama. Secara normatif mestinya Islam mampu menjadi sumber motivasi yang kuat dalam mewujudkan etos kerja, disamping memandang penting semua bentuk kerja yang produktif.
Etika kerja Islam memberikan dampak yang baik terhadap perilaku individu dalam bekerja karena dapat memberi stimulus untuk sikap kerja yang positif. Sikap kerja yang positif memungkinkan hasil yang menguntungkan seperti kerja keras, komitmen dan dedikasi terhadap pekerjaan dan sikap kerja lainnya yang tentu saja hal ini dapat memberi keuntungan bagi individu itu sendiri dan organisasi. Pendedikasian diri yang tinggi terhadap pekerjaan akan membawa individu untuk bekerja keras meraih hasil yang maksimal.
Dengan berlandaskan pada nilai-nilai moral dan agama yang kokoh diharapkan etos kerja akan semakin termotivasi dengan kuat dan terkendali. Dengan etos kerja yang demikian itu, diharapkan diperoleh hasil yang maksimal dan berkeseimbangan antara kepentingan duniawi dan ukhrawi, antara kepentingan individu dan orang lain. Dalam makalah ini akan dibahas secara mendalam mengenai “Etos Kerja dan Etika Bekerja dalam Bisnis Islam”.

B.  Rumusan Masalah
1.    Apa pengertian dari etos kerja?
2.    Apa saja ciri-ciri etos kerja islami?
3.    Bagaimana landasan bekerja dalam bisnis Islam?
4.    Bagaimana penjelasan tentang etika bekerja?

C.  Tujuan
1.    Untuk mengetahui pengertian dari etos kerja.
2.    Untuk mengetahui ciri-ciri etos kerja islami.
3.    Untuk mengetahui landasan bekerja dalam bisnis Islam.
4.    Untuk mengetahui penjelasan tentang etika bekerja.


























BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Etos Kerja
Etos yang berasal dari bahasa Yunani, dapat mempunyai arti sebagai sesuatu yang diyakini, cara berbuat, sikap serta persepsi terhadap nilai bekerja. Secara istilah, yang dimaksud dengan etos adalah norma, serta cara mempersepsi, memandang, dan meyakini sesuatu. Dari kata ini lahirlah apa yang disebut dengan “ethic” yaitu pedoman, moral dan perilaku, atau dikenal pula etiket yang artinya cara bersopan santun. Sehingga dengan kata etik ini dikenal istilah etika bisnis yaitu cara atau pedoman perilaku dalam menjalankan suatu usaha dan sebagainya.[1]
Etos adalah aspek evaluatif yang bersifat menilai. Soerjono Soekanto mengartikan etos antara lain: (a). Nilai-nilai dan ide-ide dari suatu kebudayaan, dan (b). Karakter umum suatu kebudayaan. Sedangkan kerja merupakan suatu kegiatan atau aktivitas yang memiliki tujuan dan usaha yang dilakukan guna membuat aktivitas tersebut bermanfaat.[2]
Etos kerja menurut Mochtar Buchori adalah sikap dan pandangan terhadap kerja, kebiasaan kerja yang dimiliki seseorang, suatu kelompok manusia atau suatu bangsa. Etos kerja adalah sifat watak dan kualitas kehidupan batin manusia, moral, dan gaya estetik serta suasana batin mereka.[3]
Bekerja adalah fitrah, sekaligus merupakan salah satu identitas manusia, yang didasarkan pada prinsip-prinsip iman (tauhid), bukan saja menunjukkan fitrah seorang muslim, tetapi sekaligus meninggikan martabat dirinya sebagai “Abd Allah (hamba Allah)”, yang mengelola seluruh alam sebagai bentuk dari cara dirinya mensyukuri nikmat dari Allah.
Di sisi lain makna “bekerja” bagi seorang muslim adalah suatu upaya yang sungguh-sungguh, dengan mengerahkan seluruh aset, fikir, dan dzikirnya untuk mengaktualisasikan atau menampakkan arti dirinya sebagai hamba Allah yang harus menundukkan dunia dan menempatkan dirinya sebagai bagian dari masyarakat yang terbaik atau dengan kata lain bahwa hanya dengan bekerja manusia itu memanusiakan dirinya.
Tidak semua aktivitas manusia dapat dikategorikan sebagai bentuk pekerjaan, karena didalam makna pekerjaan terkandung tiga aspek yang harus dipenuhinya secara nalar, yaitu:
1.    Bahwa aktivitasnya dilakukan karena ada dorongan tanggung jawab (motivasi).
2.    Bahwa apa yang dia lakukan tersebut dilakukan karena kesengajaan, sesuatu yang direncankan, karenanya terkandung di dalamnya suatu gairah (semangat) untuk mengerahkan seluruh potensi yang dimilikinya sehingga apa yang dikerjakannya benar-benar memberikan kepuasan dan manfaat.
3.    Bahwa yang dia lakukan itu dikarenakan adanya sesuatu arah dan tujuan yang luhur, yang secara dinamis memberikan makna bagi dirinya, bukan hanya sekedar kepuasan biologis statis, tetapi adalah sebuah kegiatan untuk mewujudkan apa yang diinginkannya agar dirinya mempunyai arti.[4]
Dari penjelasan di atas, sekalipun beragam, namun dapat dipahami bahwa etos kerja merupakan karakter dan kebiasaan berkenaan dengan kerja yang terpancar dari sikap hidup manusia yang mendasar terhadapnya. Selanjutya, dapat dipahami bahwa timbulnya kerja antara lain tidak lepas karena dorongan sikap yang mendasar itu.
Etos kerja bagi seorang muslim selain bisa dimotivasi oleh sikap yang mendasar itu juga bisa dimotivasi oleh kualitas hidup Islami yang merupakan sebuah lingkungan yang dilahirkan dari semangat tauhid, yang dijabarkan dalam bentuk amal shaleh. Ini berarti etos kerja muslim itu adalah cara pandang yang diyakini seorang muslim bahwa bekerja itu bukan saja untuk memuliakan dirinya, menampakkan kemanusiaannya, tetapi juga sebagai suatu manifestasi dari amal shaleh dan oleh karenanya mempunyai nilai ibadah yang sangat luhur.
Etos berhubungan dengan pribadi manusia, oleh karenanya orang Islam sudah semestinya melakukan rutinitas yang menjadi kebiasaan positif sehingga menghasilkan hasil sempurna dan maksimal. Orang yang demikian dalam hidupnya akan senantiasa menghindarkan hal-hal yang bersifat merusak, sehingga akan menjadikan dirinya menjadi orang yang dekat dengan Allah. Orang yang memiliki etos yang bagus maka akan menjauhi sikap putus asa. Senantiasa belajar dan bekerja untuk perubahan yang lebih baik. Seseorang yang memiliki etos kerja yang baik, maka akan bekerja karena semangat kesungguhan dan niat amal saleh, tanpa melihat siapa pimpinan tempt bekerja. Hafiduddin (2003) menjelaskan bahwa amal saleh akan terwujud apabila dilakukan dengan ikhlas, sesuai syariat, dan sungguh-sungguh. Amal saleh harus dilakukan dengan aktual, jelas dan tampak, di dalam semangat diri pribadi muslim sehingga terkandung motivasi, arah, rasa dan rasio yand dimanifestasikan dalam bentuk tindakan.[5]

B.  Ciri-Ciri Etos Kerja Islami
Berikt ini adalah tauladan dan pandangan atau etos kerja yang dilakukan Rasulullah SAW. yang juga patut kita lakukan pada pekerjaan kita saat ini.
1.    Menghargai Waktu
Salah satu esensi dan hakikat dari etos kerja adalah cara seseorang menghayati, memahami, dan merasakan betapa berharganya waktu. Waktu baginya adalah rahmat yang tiada terhitung nilainya. Baginya pengertian terhadap makna waktu merupakan rasa tanggung jawab yang sangat besar. Sehingga sebagai konsekuensi logisnya dia menjadikan waktu sebagai wadah produktivitas.
2.    Bekerja sampai Tuntas
Untuk dapat berhasil dalam bekerja, maka pekerjaan harus diselesaikan dengan baik dan tuntas. Pengertian bekerja dengan tuntas dapat diartikan bahwa pekerjaan tersebut dapat diselesaikan dengan hasil yang memuaskan, proses kerjanya juga baik, input atau bahan baku yang digunakan dalam bekerja juga efisien, dan semua tersebut dapat dilakukan apabila semua proses pekerjaan direncanakan dengan baik, dan dilaksanakan dengan baik dengan dukungan pengetahuan, keterampilan dan sikap ikhlas dalam melaksanakan pekerjaan.[6] Terkait dengan bekerja dengan tuntas, Rasulullah SAW. bersabada: “Sesungguhnya Allah mencintai seseorang diantara kamu yang apabila mengerjakan suatu pekerjaan, dia rapikan pekerjaannya itu.”

3.    Bekerja dengan Ikhlas
Salah satu kompetensi moral yang dimiliki seorang yang berbudaya kerja Islami itu adalah nilai keikhlasan. Karena ikhlas merupakan bentuk dari cinta, bentuh kasih sayang dan pelayanan tanpa ikatan.
Bekerja dalam konteks Islam harus dimaknai sebagai bekerja keras dengan cerdas dan ikhlas. Pekerjaan akan dapat diselesaikan dengan rapi dan tuntas apabila dalam bekerja menggunakan strategi bekerja dengan mengkombinasikan antara potensi fisik, dan potensial akal atau hati yang ikhlas sebagai upaya meraih pertolongan Allah.[7] Terkait dengan rtos kerja ikhlas, Nabi bersabda: “Usaha dan bekerja yang paling baik adalah usaha dan bekerja dengan ikhlas dan bersih.”
4.    Bekerja dengan Jujur
Bekerja dengan jujur dapat diartikan bekerja untuk mencapai tujuan dengan tidak berbohong, lurus hati, tidak berkhianat, dan dapat dipercaya dalam ucapan maupun perbuatan. Pekerjaan adalah amanah bagi setiap orang, dan setiap orang harus mempertanggungjawabkannya. Terkait dengan etos bekerja jujur, Rasulullah SAW. bersabda:
Kamu semua adalah gembala, dan kamu semua bertanggungjawab atas gembalamu. Seorang imam adalah pengembala dan dia bertanggungjawab terhadap apa yang dipimpinnya. Seorang laki-laki pemimpin terhadap keluarganya dan dia bertanggungjawab terhadap apa yang dipimpinnya. Seorang wanita adalah pemimpin dalam rumah suaminya dan dia bertanggungjawab terhadap apa yang dipimpinnya. Seorang pembantu adalah penjaga harta majikannya dan dia bertanggungjawab terhadap tugasnya. Seorag anak laki-laki adalah penjaga harta ayahnya dan dia bertanggungjawab terhadap tugasnya. Oleh sebab itu, semua adalah pemimpin dan kamu semua bertanggungjawab atas yang kamu pimpin.
Dalam hadis tersebut sangat jelas bahwa semua pekerjaan yang kita lakukan pasti akan dipertanggungjawabkan. Dari hadis juga jelas, setiap orang bertanggungjawab atas pekerjaannya, seperti seorang pemimpin akan diminta tanggungjawab atas rakyat yang dipimpin. Karena setiap pekerjaan harus dipertanggungjawabkan, maka pada dasarnya kita harus bekerja sebaik dan sejujur mungkin.
5.    Bekerja Keras
Etos kerja bekerja keras dapat diartikan sebagai bekerja dengan penuh semangat atau motivasi. Manusia merupakan cipataan Allah yang sempurna, manusia diberikan tubuh yang sempurna lengkap dengan indranya serta kemampuan berpikir. Oleh sebab itu sudah selayaknya umat Islam memacu diri untuk berbuat yang terbaik dalam hidupnya, yang bermanfaat di dunia dan bermakna di akhirat nanti. Terkait dengan bekerja keras, berikut firman Allah: “Apabila kamu telah selesai mengerjakan sesuatu urusan atau tugas, maka kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang lainnya.” (QS. Al-Insyirah: 7). Dari surat Al-Insyirah ayat 7, memperlihatkan bahwa Allah menyuruh kita bekerja keras, apabila suatu urusan telah selesai, maka kita harus melakukan urusan yang lain.
6.    Istiqamah dan Kuat Pendirian
Pribadi muslim yang profesional dan berakhlak pasti memiliki sikap konsisten, yaitu kemampuan untuk bersikap taat asas, pantang menyerah, dan mampu mempertahankan prinsip serta komitmennya walaupun harus berhadapan dengan resiko yang membahayakan dirinya. Mereka mampu mengendalikan diri dan mengelola emosinya secara efektif.[8]

C.  Landasan Bekerja dalam Etika Bisnis Islam
Islam sebagai sumber kebenaran telah memberikan ruang yang seluas-luasnya kepada umatnya untuk bekerja dan berbisnis sepanjang yang dikerjakan dan yang dibisniskan tidak bertentangan dengan syariah. Syariahlah yang menjadi pedoman dan referensi utama ketika manusia mengerjakan sesuatu baik untuk dirinya maupun untuk orang lain. Sesuai dengan firman Allah dalam QS. At-Taubah: 105.
وَقُلِ اعْمَلُوْا فَسَيَرَى اللهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُوْلُهُ وَالْمُؤْمِنُوْنَ وَسَتُرَدُّوْنَ اِلٰى عٰلِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ
Artinya: “Dan katakanlah bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasulnya dan orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada Allah Yang Maha Mengetahui Yang Ghaib dan Yang Nyata, lalu Dia terangkan kepadamu tentang apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. At-Taubah: 105).
Maksud perintah Allah SWT. supaya manusia bekerja, namun tidak boleh lupa bahwa apapun yang dikerjakan akan dilihat oleh Allah dan Rasulnya, serta orang-orang mukmin yang bermakna penyaksian, dan kelak akan diperhadapkan kembali kepada Allah SWT. mengenai apa yang telah dikerjakan. Disinilah makna pentingnya jawaban manusia terhadap pekerjaan atau amal yang dilaksanakannya. Karena itu dalam dunia bisnis yang dilaksanakan manusia, pedoman syariat atau tuntunan Allah dan Rasulnya diyakini akan menjamin kesuksesan yang abadi di dunia dan akhirat.
Untuk menghindari hal-hal yang buruk dan salah dalam melakukan bisnis apapun, Allah SWT. mengingatkan dengan firmannya[9], diantaranya sebagai berikut:
1.     Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil. Kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu, dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepadamu. (QS. An-Nisa’: 29).
2.    Dan bagi tiap-tiap orang (memperoleh) derajat (menurut) apa yang mereka kerjakan, dan Tuhanmu tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan. (QS. Al-An’am: 132).
3.    Maka apabila telah ditunaikan shalat maka bertebaranlah kamu di muka bumi ini, dan carilah karunia Allah, dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya supaya kamu beruntung. (QS. Al-Jumuah: 10).
Kerja bukan hanya penting tetapi wajib sepanjang syariah membolehkan. Bahkan Mustaq Ahmad (1995), memberikan syarat bahwa bergantung pada orang lain adalah dosa religius, cacat sosial, dan memalukan. Walaupun demikian kerja yang dimaksud dalam bentuk amal shaleh atau tidak bertentangan dengan syariah. Aturan Allah lah yang menjadi patokan terhadap bisnis yang dilakukan manusia. Manusia dengan amalnya yang ikhlas, akan menjadikan pekerjaan atau bisnis yang dilakukan sebagai bagian dari ibadah muamalah yang dilakukannya, sehingga bermanfaat bagi banyak manusia lainnya.
Pada saat yang sama manusia yang paling banyak manfaatnya terhadap sesama manusia adalah manusia yang terbaik. Terbaik karena tidak menggantungkan diri pada orang lain, tidak bermalas-malasan, tidak melanggar syariat dan selalu mengharapkan ridhonya Allah dalam semua orangnya. Inilah puncak kesuksesan yang dicapai manusia di dalam melakukan pekerjaan dan bisnisnya, dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya dan kebutuhan sesama manusia. Dengan niat yang ikhlas dan berserah diri kepada Allah SWT. Setiap hasil usaha manusia akan dibalasnya dengan kebaikan yang tidak ternilai dan tanpa batas oleh Sang Maha Pengasih. Disinilah pentingnya dan perlunya bekerja dan berbisnis dengan akhlak yang mulia dan sesuai syariah.

D.  Etika Bekerja
Kerja, dalam arti sempit yakni kerja untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, seperti makanan, pakaian, dan tempat tinggal yang merupakan kewajiban bagi setiap orang. Kerja dalam arti luas, yakni semua bentuk usaha yang dilakukan manusia, baik dengan kerja fisik maupun kerja intelektual atau psikis. Dalam pandangan Islam pengertian kerja mencakup seluruh pengerahan potensi yang dimiliki manusia.[10]
Dalam melakukan pekerjaan, aspek etika adalah hal yang mendasar yang harus diperhatikan. Seperti bekerja dengan baik yang didasari iman dan takwa, jujur dan amanah, tidak menipu, tidak semena-mena, ahli dan profesional, serta tidak melakukan pekerjaan yang bertentangan dengan syariat Islam.
Dalam memilih seseorang untuk diserahi suatu pekerjaan, Rasulullah Saw. melakukannya secara selektif, diantaranya dari segi keahlian, keutamaan, dan kedalaman ilmunya. Beliau juga selalu mengajak manusia agar selalu tekun dalam menunaikan pekerjaan, dengan syarat pekerjaan apapun mulia kecuali yang dilarang.
Bekerja dan berbisnis selalu diikutsertakan di dalamnya dengan niat meningkatkan tujuan akhirat dalam arti bukan sekedar memperoleh upah dan imbalan, kecuali untuk memperoleh keridhaan Allah SWT. sekaligus berkhidmat kepada manusia. Etika bekerja yang disertai dengan ketakwaan merupakan tuntunan Rasulullah Saw.
Dalam bekerja tidak boleh melakukan hal-hal yang bertentangan dengan hukum Islam seperti menjual minuman keras, pencatat riba, pekerja seks komersil, narkoba, dan bekerja dengan penguasa yang menyuruh menghalalkan segala cara dan sebagainya.

















BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Etos yang berasal dari bahasa Yunani, dapat mempunyai arti sebagai sesuatu yang diyakini, cara berbuat, sikap serta persepsi terhadap nilai bekerja. Secara istilah, yang dimaksud dengan etos adalah norma, serta cara mempersepsi, memandang, dan meyakini sesuatu. Jadi, etos kerja merupakan karakter dan kebiasaan berkenaan dengan kerja yang terpancar dari sikap hidup manusia yang mendasar terhadapnya. Selanjutya, dapat dipahami bahwa timbulnya kerja antara lain tidak lepas karena dorongan sikap yang mendasar itu.
Ciri-ciri etos kerja islami yaitu mengahargai waktu, bekerja dengan ikhlas, bekerja dengan jujur, memiliki komitmen, istiqamah, dan kuat pendirian. Islam sebagai sumber kebenaran telah memberikan ruang yang seluas-luasnya kepada umatnya untuk bekerja dan berbisnis sepanjang yang dikerjakan dan yang dibisniskan tidak bertentangan dengan syariah. Syariahlah yang menjadi pedoman dan referensi utama ketika manusia mengerjakan sesuatu baik untuk dirinya maupun untuk orang lain. Sesuai dengan firman Allah dalam QS. At-Taubah: 105.
Artinya: “Dan katakanlah bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasulnya dan orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada Allah Yang Maha Mengetahui Yang Ghaib dan Yang Nyata, lalu Dia terangkan kepadamu tentang apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. At-Taubah: 105).
Kerja, dalam arti sempit yakni kerja untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, seperti makanan, pakaian, dan tempat tinggal yang merupakan kewajiban bagi setiap orang. Kerja dalam arti luas, yakni semua bentuk usaha yang dilakukan manusia, baik dengan kerja fisik maupun kerja intelektual atau psikis. Dalam pandangan Islam pengertian kerja mencakup seluruh pengerahan potensi yang dimiliki manusia.
Dalam melakukan pekerjaan, aspek etika adalah hal yang mendasar yang harus diperhatikan. Seperti bekerja dengan baik yang didasari iman dan takwa, jujur dan amanah, tidak menipu, tidak semena-mena, ahli dan profesional, serta tidak melakukan pekerjaan yang bertentangan dengan syariat Islam. Dalam bekerja tidak boleh melakukan hal-hal yang bertentangan dengan hukum Islam seperti menjual minuman keras, pencatat riba, pekerja seks komersil, narkoba, dan bekerja dengan penguasa yang menyuruh menghalalkan segala cara dan sebagainya.

B.  Saran
Dengan adanya makalah ini semoga pembaca bisa lebih memahami dan mengetahui tentang “Etos Kerja dan Etika Bekerja dalam Bisnis Islam”. Kami sebagai penulis mengharap kritik dan saran yang membangun dari pembaca agar dapat memperbaiki makalah yang kami buat apabila terdapat kesalahan baik dari segi penulisan maupun yang lainnya dan dapat digunakan sebagai penambahan wawasan dan pengetahuan yang lebih bermanfaat untuk orang lain.



















DAFTAR PUSTAKA
Tasmara, Toto. Etos Kerja Pribadi Muslim. Jakarta: Dana Bhakti Wakaf. 1995.
Djakfar, Muhammad. Etika Bisnis dalam Perspektif Islam. Malang: UIN-Malang Press. 2007.
Andayani, Dwi. Relasi Etika Kerja dan Etos Kerja dalam Islam. Vol 2. 2016.
Srijanti. Etika Membangun Masyarakat Islam Modern. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2007.
Aedy, Hasan. Teori dan Aplikasi Etika Bisnis Islam. Bandung: Alfabeta. 2011.


[1] Toto Tasmara, Etos Kerja Pribadi Muslim (Jakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995), hlm. 25.
[2] Muhammad Djakfar, Etika Bisnis dalam Perspektif Islam (Malang: UIN-Malang Press, 2007), hlm. 67.
[3] Ibid.
[4] Toto Tasmara, Etos Kerja Pribadi Muslim, hlm. 27.
[5] Dwi Andayani, “Relasi Etika Kerja dan Etos Kerja dalam Islam.” Inovatif, 2 (September: 2016), hlm. 121.
[6] Srijanti, Etika Membangun Masyarakat Islam Modern (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007), hlm. 142.
[7] Ibid., hlm. 143.
[8] Muhammad Djakfar, Etika Bisnis dalam Perspektif Islam, hlm. 70-71.
[9] Hasan Aedy, Teori dan Aplikasi Etika Bisnis Islam (Bandung: Alfabeta, 2011), hlm. 85.
[10] Ibid., hlm. 87.