Saturday 15 September 2018

pengertian pendidikan karakter


BAB I
PENDAHULUAN
A.           Latar Belakang
Istilah karakter dihubungkan dan dipertukarkan dengan istilah etika, ahlak, dan atau nilai dan berkaitan dengan kekuatan moral, berkonotasi positif, bukan netral. Sedangkan Karakter menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) merupakan sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain. Dengan demikian karakter adalah nilai-nilai yang unik-baik yang terpateri dalam diri dan terejawantahkan dalam perilaku. Karakter secara koheren memancar dari hasil olah pikir, olah hati, olah rasa dan karsa, serta olahraga seseorang atau sekelompok orang.
B.            Rumusan Masalah
1.        Apa pengertian pendidikan karakter ?
2.        Apa faktor pendidikan karakter ?
3.        Apa Pilar-pilar Pendidikan Menurut Character Counts ?
C.            Tujuan
1.        Untuk mengetahui pengertian pendidikan karakter
2.        Untuk mengetahui faktor pendidikan karakter
3.        Untuk mengetahui apa saja pilar-pilar pendidikan menurut Character Counts








BAB II
PEMBAHASAN
A.           Pengertian Pendidikan Karakter
Istilah karakter dihubungkan dan dipertukarkan dengan istilah etika, ahlak, dan atau nilai dan berkaitan dengan kekuatan moral, berkonotasi positif, bukan netral. Sedangkan Karakter menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) merupakan sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain. Dengan demikian karakter adalah nilai-nilai yang unik-baik yang terpateri dalam diri dan terejawantahkan dalam perilaku. Karakter secara koheren memancar dari hasil olah pikir, olah hati, olah rasa dan karsa, serta olahraga seseorang atau sekelompok orang.[1]
Karakter juga sering diasosiasikan dengan istilah apa yang disebut dengan temperamen yang lebih memberi penekanan pada definisi psikososial yang dihubungkan dengan pendidikan dan konteks lingkungan. Sedangkan karakter dilihat dari sudut pandang behaviorial lebih menekankan pada unsur somatopsikis yang dimiliki seseorang sejak lahir. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa proses perkembangan karakter pada seseorang dipengaruhi oleh banyak faktor yang khas yang ada pada orang yang bersangkutan yang juga disebut faktor bawaan (nature) dan lingkungan (nurture) dimana orang yang bersangkutan tumbuh dan berkembang. Faktor bawaan boleh dikatakan berada di luar jangkauan masyarakat dan individu untuk mempengaruhinya. Sedangkan faktor lingkungan merupakan faktor yang berada pada jangkauan masyarakat dan ndividu. Jadi usaha pengembangan atau pendidikan karakter seseorang dapat dilakukan oleh masyarakat atau individu sebagai bagian dari lingkungan melalui rekayasa faktor lingkungan.[2]
B.            Faktor Pendidikan Karakter
Faktor lingkungan dalam konteks pendidikan karakter memiliki peran yang sangat peting karena perubahan perilaku peserta didik sebagai hasil dari proses pendidikan karakter sangat ditentunkan oleh faktor lingkungan ini. Dengan kata lain pembentukan dan rekayasa lingkungan yang mencakup diantaranya lingkungan fisik dan budaya sekolah, manajemen sekolah, kurikulum, pendidik, dan metode mengajar. Pembentukan karakter melalui rekasyasa faktor lingkungan dapat dilakukan melalui strategi :
1.        Keteladanan
2.        Intervensi
3.        Pembiasaan yang dilakukan secara Konsisten
4.        Penguatan.
Dengan kata lain perkembangan dan pembentukan karakter memerlukan pengembangan keteladanan yang ditularkan, intervensi melalui proses pembelajaran, pelatihan, pembiasaan terus-menerus dalam jangka panjang yang dilakukan secara konsisten dan penguatan serta harus dibarengi dengan nilai-nilai luhur.
C.            Pilar-pilar Pendidikan Menurut Character Counts
Pilar-pilar pendidikan menurut Character Counts terdiri atas enam pilar, yang mencakup amanah atau dapat dipercaya (trustworthiness), rasa hormat atau penghargaan (respect), pertanggungjawaban (responsibility), keadilan (fairness), kepedulian (caring), dan nasionalis, kewarganegaraan (cityzenship). Dengan demikian Josephson Institute (2012: 1) mendefinisikan bahwa, “The six pillars of character are ethical values to guide our choices. The standards of conduct that arise out of those values constitute the ground rules of ethics, and therefore of ethical decision-making.” (Enam pilar karakter adalah nilai-nilai etika yang mengarahkan pilihan-pilihan kita. Standar perilaku yang timbul dari nilai-nilai tersebut merupakan aturan dasar etika, dan karena itu dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan etis.)
Keenam pilar karakter inilah yang membentuk karakter-karakter lain yang lebih spesifik dan setiap pilar memiliki beberapa bentukan karakter. Berikut ini dijelaskan masing-masing yang termasuk dalam setiap pilar.


1.        Amanah
Amanah (trustwothy) adalah bersikap jujur dan dapat diandalkan dalam menjalankan komitmen, tugas, dan kewajiban. Amanah juga dipandang sebagai sikap jujur, tidak menipu atau mencuri, tangguh dalam melakukan apa yang dikatakan , memiliki keberanian untuk melakukan hal yang benar, membangun reputasi yang baik, dan setia pada keluarga, teman, dan Negara (Character Center, 2012). Menjadi amanah atau dapat dipercaya berarti bersikap jujur, adil dalam hubungannya dengan keteraturan dan ketepatan waktu, termasuk menghormati, menjaga kepercayaan, dan komitmen (Stacey, 2010).
Lebih jauh, Islam web (2012) memberikan definisi amanah dalam berbagai uraian panjang seperti berikut ini :
ü  Jika seseorang mengamanahkan untuk menjaga sesuatu sampai dia membutuhkannya, walaupun harganya sangat murah, maka kepercayaan itu harus dihormati dan dijaga dengan sebaik-baiknya.
ü  Menjaga rahasia orang lain juga merupakan suatu bentuk tindakan untuk menjaga amanah.
ü  Jika seseorang meminta kita untuk menyampaikan suatu pesan kepada orang lain, kemudian kita menyampaikannya tanpa harus menambah dan menguranginya itu juga merupakan suatu bentuk amanah.
ü  Bersaksi tentang sesuatu yang dilihat secara persis dalam suatu situasi tertentu merupakan tindakan dapat dipercaya (amanah).[3]
Keadaan dapat dipercaya, amanah, semakin terasa penting dalam berbagai bidang keilmuan termasuk dalam bidang manajemen, etika, sosiologi, psikologi, dan ekonomi. Bahkan Todorov dkk. (2008) telah mengembangkan evaluasi muka bagi orang~orang yang dapat dipercaya dan tidak dapat dipercaya dengan menggunakan pendekatan berdasarkan model dan bentuk mukanya.[4]
a.       Karakter-karakter yang Terbentuk dari Amanah
Tidak mudah untuk menjadi seorang yang dapat dipercaya oleh orang lain apalagi untuk menjaga amanah yang diembankan kepada kita yang mungkin berhadapan dengan keinginan pribadi yang terkadang berbanding terbalik dengan yang diamanahkan. Oleh karena itu, menjaga amanah dipandang sebagai karakter yang paling sulit diwujudkan dibandingkan dengan karakter-karakter lainnya. Namun jika dapat mengendalikan diri, meletakkan seluruh hasrat dan kemauan pribadi, dan tetap tabah dalam menjalankan sesuatu yang diamanahkan, kepercayaan orang akan timbul dengan sendirinya. Tidak perlu harus menjaminkan diri dengan membaca sumpah mati atau sumpah pocong sekalipun.
Ketika orang menaruh kepercayaan yang begitu tinggi dengan memberikan berbagai kelonggaran yang besar tanpa adanya pemantauan dan pengontrolan yang ketat untuk menjalankan suatu tugas dan kewajiban, kadang-kadang memunculkan raSa bangga. Pada saat yang sama, berusaha dengan penuh kesadaran untuk secara terus-menerus ’ hidup sesuai dengan harapan orang lain dan menahan diri dari segala kebohongan kecil atau bahkan egois perilaku yang mungkin dapat mengganjal tumbuhnya kepercayaan itu. Upaya untuk menjaga kepercayaan seperti ini lambat laun dapat menyuburkan terbentuknya karakter-karakter lain seperti kejujuran (honesty), ketulusan hati atau integritas (integrity), dan loyalitas, kesetiaan (loyalty).
1)      Kejujuran
Kejujuran merupakan senjata paling ampuh yang menghiasi kehidupan Baginda Rasulullah SAW. Iujur dalam berbicara, bertindak, bahkan dalam berpikir merupakan cermin keutuhan pribadi beliau, sehingga sangat dipatuhi oleh para pengikutnya dan disegani oleh lawan-lawannya. Kejujuran saat ini menjadi barang langka baik dalam dunia politik, perdagangan, maupun dalam kehidupan sehari~hari. Sering kejujuran dijadikan jargon politik, tetapi dalam realitas kehidupan perpolitikan tidak dilandasi dengan nilai-nilai kejujuran. Kejujuran bukan hanya diucapkan, bukan pula dijadikan simbol atau jargon, melainkan harus menjadi bagian yang tak terpisahkan dengan perilaku, satunya kata dan perbuatan adalah intisari kejujuran. Simaklah kata-kata mutiara tentang kejujuran di bawah ini:
" Honesty is the first chapter in the book of wisdom. ”
~Thomas Jefferson~



Kejujuran adalah bab pertama dalam buku tentang kebijaksanaan. Dikatakan demikian karena yang menjadi pijakan dasar dalam kajian berikut adalah kajian pada bab pertama, di mana telah tertuang sebagai intisari pembahasan dan kajian bagi bab-bab berikutnya. Begitu pentingnya nilai kejujuran sehingga dianggap sebagai bagian pertama dan yang utama dari bagian yang lainnya.
“Honesty prospers in every condition of life.”
~Friedrich Schiller~
Setiap saat Anda jujur dan memperlakukan diri Anda dengan ke jujuran, desakan kesuksesan akan mengarahkan Anda pada kesuksesan yang lebih besar. Setiap saat Anda berbohong, sekalipun dengan kebohongan kecil, terdapat desakan yang kuat yang mendorong Anda menuju suatu kegagalan.
Kodsinco menguraikan beberapa hakikat dari kejujuran, sebagai berikut :
·      Ketika kita mengatakan yang benar, kita sedang melakukan kejujuran.
·      Kita melakukan kejujuran ketika kita bertindak sesuai dengan yang dipikirkan.
·      Kita jujur ketika mengatakan yang benar sekalipun orang lain tidak setuju.
·      Hiduplah setiap hari dengan kejujuran, Anda akan lebih berbahagia dan membuat bahagia setiap orang di sekitar Anda.
2)      Integritas
Integritas berasal dari bahasa Latin Integer, yang berarti keseluruhan, léngkap. Dalam konteks ini, integritas merupakan makna dalam (inner sense) dari keseluruhan yang berasal dari kualitas Suatu karakter seperti kejujuran dan konsistensi. Dengan demikian, integritas adalah suatu konsep tentang konsistensi tindakan, nilai-nilai, metode, ukuran, prinsip~prinsip, harapan, dan hasil. Dalam hubungannya dengan etika integritas selalu dirujuk pada kejujuran kepercayaan, atau ketepatan dari tindakan seseorang dan dikontraskan dengan kemunafikan (hypocrisy) atau bermuka dua (two-faced).
3)      Loyalitas atau Kesetiaan (Loyalty)
Loyalitas melibatkan keyakinan dasar terhadap kebenaran dark sesuatu yang melekat dengan kuat dalam diri seseorang. Seseorang dapat menjadi loyal kepada negara, keluarga, regu, atau di suatu organisasi karena dilandasi oleh suatu keyakinan kuat terhadap sesuatu yang dapat memberikan manfaat dan kemaslahatan (Stevenson, 2006). Landasan keyakinan yang kuat itulah yang dapat memberikan motivasi dan semangat yang kuat untuk bekerja dan memerjuangkan apa yang diyakini walaupun sebenarnya terasa sangat sulit.
b.      Karakteristik Amanah
Karakterisitik yang dapat dijabarkan adalah:
ü  Berlaku jujur.
ü  Tidak boleh membohongi, menipu atau mencuri.
ü  Jadilah tepercaya -satunya kata dan perbuatan.
ü  Memiliki keberanian untuk melakukan hal yang benar.
ü  Membangun reputasi yang baik.
ü  Setia berpihak kepada keluarga, teman-teman, dan negara.
Berdasarkan karakteristik sebagaimana dijelaskan di atas, maka perlu dibuat instrumen untuk mengukur apakah seseorang itu termasuk pribadi yang amanah atau tidak.
2.        Rasa Hormat
Secara umum, rasa hormat (respect) merupakan cara merasakan dan berperilaku. Kamus Merriam Webster Collegiate menawarkan dua sinonim untuk kata benda “hormat” atau “menghormati”. yakni “pertimbangan” (yang berarti suatu tindakan memberi perhatian khusus) dan “penghargaan” (perhatian yang tinggi dan khusus tinggi atau khusus). jadi, istilah rasa hormat merujuk pada Cara berperilaku dan berperasaan.  Rasa hormat adalah suatu sikap penghargaan, kekaguman, atau penghormatan kepada pihak lain. Rasa hormat sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Anak-anak biasa diajarkan untuk menghormati orangtua, saudara, guru, orang dewasa, aturan sekolah, peratutan lalu lintas, keluarga, dan budaya serta tradisi yang dianut dalam masyarakat. Begitu pula, penghargaan terhadap perasaan dan hak-hak orang Iain, pimpinan, bendera negara, kebenaran, dan pandangan orang lain sekalipun mungkin berbeda dengan pandangan kita.[5]
Keberagaman jenis kelamin (gender), suku, dan bangsa bukanlah menjadi rintangan dalam membangun suatu harmoni antara sesama. Salah satu ungkapan yang terkenal dalam bahasa Indonesia sering diucapkan ketika pertama kali bertemu den gan orang Iain, seperti “tidak kenal, maka tak sayang, tidak sayang maka tak cinta.” Ungkapan ini menunjukkan perlunya memperkenalkan diri sehingga yang muncul adalah rasa kasih sayang yang mengantarkan untuk menjaga ukhuwah yang berwujud mengedepankan rasa hormat atas dasar ketulusan dan keikhlasan. Rasa hormat itu harus dibangun dan dikembangkan melalui jalur pendidikan khususnya di dalam ruang kelas di samping diajarkan dalam lingkungan rumah tangga dan masyarakat. Untuk dapat mengembangkan nilai karakter rasa hormat dalam ruang kelas, perlu dipahami karakteristik rasa hormat sebagai berikut:
ü  Memperlakukan orang lain dengan hormat.
ü  Memiliki rasa toleransi atas berbagai perbedaan.
ü  Menggunakan bahasa dan perlakukan yang santun.
ü  Menjaga dan memerhatikan perasaan orang lain.
ü  Tidak mengancam, memukul, atau menyakiti siapa pun.
ü  Menjaga kedamaian dan menghindaxi rasa marah.
ü  Tidak menghina orang lain karena tidak setuju atau sependapat dengan pandangannya.
Berdasarkan karakteristik rasa hormat sebagaimana dijabarkan di atas, maka dapat dikatakan bahwa memperlakukan orang lain dengan rasa hormat adalah suatu keharusan, sama pentingnya dengan kita mengharapkan orang lain untuk memperlakukan kita. Begitu pula dengan sikap toleransi yang‘ diberikan kepada semua orang tanpa memandang perbedaan, sekat-sekat yang bersifat primordial seperti perbedaan suku, ras, agama, status sosial, kesehatan fisik, dan letak geografis. Pendeknya, kesantunan dengan tetap menjaga perasaan, kedamaian, serta menahan diri untuk tidak menyakiti dan menghina orang lain. Peraturan-peraturan yang melingkupi rasa hormat dan berbagai karakter lainnya harus dibuat dan diimplementasikan secara adil, karena hanya dengan menegakkan aturanlah semuanya dapat berjalan sesuai dengan yang dikehendaki.
3.        Tanggung Jawab
sering kita mendengar beberapa pernyataan, seperti “jangan lari dari unggung jawab,” “Anda harus mempertanggungjawabkan semua perbuatan,” atau “saya meminta tanggung jawabmu.” Oleh karena itu, spa sebenarnya yang dimaksud dengan bertanggung jawab. Tanggung jawab(responsibility) adalah suatu tugas atau kewajiban untuk melakukan atau menyelesaikan tugas dengan penuh kepuasan (yang diberikan oleh seseorang, atau atas janji atau komitmen sendiri) yang harus di penuhi seseorang, dan yang memiliki konsekuen hukuman terhadap kegagalan.


4.        Keadilan (Adil)
Adil merupakan suatu kata yang mudah diungkapkan namun sangat sulit untuk dilakukan. Kesulitannya karena melibatkan keadaan keikhlasan hati untuk membedakan antara kepentingan individu atau kelompok sendiri dan kepentingan individu dan kelompok lain. Adil yang mempunyai pengertian menempatkan sesuatu pada tempatnya sesuai dengan porsi dan kapasitasnya dalam berbagai hal.
5.        Kepedulian (Peduli)
Manusia adalah makhluk social yang selalu membutuhkan pihak lain. Seorang manusia tidak akan mungkin tumbuh secara ideal tanpa bantuan dari orang lain. Membantu dan memikirkan kepentingan orang lain adalah suatu tindakan terpuji. Tindakan seperti itulah yang sering disebut dengan peduli atau kepedulian.


BAB III
PENUTUP
A.           Kesimpulan
Dari pembahasan di atas penulis dapat menyimpulkan beberapa kategori yaitu:
Bangsa Indonesia telah berusaha untuk meningkatkan kesesuaian dan mutu pendidikan karakter melalui sekolah-sekolah, terutama Sekolah Menengah Pertama (SMP), karena anak usia SMP sangat cocok untuk diberi pembelajaran tentang pendidikan karakter.
Guru adalah orang tua para siswa. Karenanya, Rosulullah melarang para orangtua (guru) mendoakan keburukan bagi anak-didiknya. Mendoakan keburukan kepada anak merupakan hal yang berbahaya. Dapat mengakibatkan kehancuran anak dan masa depannya.
B.            Saran
Pemerintah harus selalu memantau atau mengawasi dunia pendidikan, karena dari dari dunia pendidikan Negara bisa maju dan karena dunia pendidikan juga Negara bisa hancur, bila pendidikan sudah disalah gunakan.
Selain mengajar, seorang guru atau orang tua juga harus mendo’akan anak atau muridnya supaya menjadi lebih baik, bukan mendo’akan keburukan bagi anak didiknya.


DAFTAR PUSTAKA
Muhammad Yaumi. 2016. Pendidikan Karakter Landasan, Pilar, dan Implementasi. Jakarta : Prenada Media Group.
Amin Ahmad. 1995. Etika (Ilmu akhlak). Jakarta : Bulan Bintang.
Munir Abdullah. 2010. Pendidikan Karakter. Yogyakarta : Pedagogia.
N. Sudirman. 1992. Ilmu pendidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Virsya Norla. 2011. Panduan Menerapkan Pendidikan karakter Di sekolah. Jakarta : Laksana.







[1] Amin Ahmad, Etika (Ilmu akhlak), Jakarta: Bulan Bintang, 1995
[2] Munir Abdullah, Pendidikan Karakter, Yogyakarta: Pedagogia, 2010.
[3] N. Sudirman, Ilmu pendidikan, Bandung : Remaja Rosdakarya, 1992.
[4] Virsya Norla, Panduan Menerapkan Pendidikan karakter Di sekolah, Jakarta:Laksana, 2011.

[5] Muhammad Yaumi, Pendidikan Karakter Landasan, Pilar, dan Implementasi. Jakarta : Prenada Media Group, 2016.