BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Istilah karakter dihubungkan dan dipertukarkan dengan
istilah etika, ahlak, dan atau nilai dan berkaitan dengan kekuatan moral,
berkonotasi positif, bukan netral. Sedangkan Karakter menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (2008) merupakan sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi
pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain. Dengan demikian karakter
adalah nilai-nilai yang unik-baik yang terpateri dalam diri dan terejawantahkan
dalam perilaku. Karakter secara koheren memancar dari hasil olah pikir, olah
hati, olah rasa dan karsa, serta olahraga seseorang atau sekelompok orang.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian
pendidikan karakter ?
2.
Apa faktor
pendidikan karakter ?
3.
Apa Pilar-pilar
Pendidikan Menurut Character Counts ?
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui
pengertian pendidikan karakter
2.
Untuk mengetahui
faktor pendidikan karakter
3.
Untuk mengetahui
apa saja pilar-pilar pendidikan menurut Character Counts
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Pendidikan Karakter
Istilah karakter dihubungkan dan dipertukarkan dengan
istilah etika, ahlak, dan atau nilai dan berkaitan dengan kekuatan moral,
berkonotasi positif, bukan netral. Sedangkan Karakter menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (2008) merupakan sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi
pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain. Dengan demikian karakter
adalah nilai-nilai yang unik-baik yang terpateri dalam diri dan terejawantahkan
dalam perilaku. Karakter secara koheren memancar dari hasil olah pikir, olah
hati, olah rasa dan karsa, serta olahraga seseorang atau sekelompok orang.[1]
Karakter
juga sering diasosiasikan dengan istilah apa yang disebut dengan temperamen
yang lebih memberi penekanan pada definisi psikososial yang dihubungkan dengan
pendidikan dan konteks lingkungan. Sedangkan karakter dilihat dari sudut
pandang behaviorial lebih menekankan pada unsur somatopsikis yang dimiliki seseorang
sejak lahir. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa proses perkembangan karakter pada seseorang dipengaruhi oleh banyak
faktor yang khas yang ada pada orang yang bersangkutan yang juga disebut faktor
bawaan (nature) dan lingkungan (nurture) dimana orang yang bersangkutan tumbuh
dan berkembang. Faktor bawaan boleh dikatakan berada di luar jangkauan
masyarakat dan individu untuk mempengaruhinya. Sedangkan faktor lingkungan
merupakan faktor yang berada pada jangkauan masyarakat dan ndividu. Jadi usaha
pengembangan atau pendidikan karakter
seseorang dapat dilakukan oleh masyarakat atau individu sebagai bagian dari
lingkungan melalui rekayasa faktor lingkungan.[2]
B.
Faktor
Pendidikan Karakter
Faktor
lingkungan dalam konteks pendidikan karakter memiliki peran
yang sangat peting karena perubahan perilaku peserta didik sebagai hasil dari
proses pendidikan karakter sangat ditentunkan oleh faktor lingkungan ini.
Dengan kata lain pembentukan dan rekayasa lingkungan yang mencakup diantaranya
lingkungan fisik dan budaya sekolah, manajemen sekolah, kurikulum, pendidik,
dan metode mengajar. Pembentukan karakter melalui rekasyasa faktor lingkungan
dapat dilakukan melalui strategi :
1.
Keteladanan
2.
Intervensi
3.
Pembiasaan yang dilakukan secara Konsisten
4.
Penguatan.
Dengan kata lain
perkembangan dan pembentukan karakter memerlukan pengembangan keteladanan yang
ditularkan, intervensi melalui proses pembelajaran,
pelatihan, pembiasaan terus-menerus dalam jangka panjang yang dilakukan secara
konsisten dan penguatan serta harus dibarengi dengan nilai-nilai luhur.
C.
Pilar-pilar
Pendidikan Menurut Character Counts
Pilar-pilar pendidikan menurut Character Counts terdiri atas enam pilar, yang mencakup amanah atau
dapat dipercaya (trustworthiness),
rasa hormat atau penghargaan (respect),
pertanggungjawaban (responsibility),
keadilan (fairness), kepedulian (caring), dan nasionalis, kewarganegaraan
(cityzenship). Dengan demikian
Josephson Institute (2012: 1) mendefinisikan bahwa, “The six pillars of character are ethical values to guide our choices.
The standards of conduct that arise out of those values constitute the ground
rules of ethics, and therefore of ethical decision-making.” (Enam pilar
karakter adalah nilai-nilai etika yang mengarahkan pilihan-pilihan kita.
Standar perilaku yang timbul dari nilai-nilai tersebut merupakan aturan dasar
etika, dan karena itu dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan etis.)
Keenam pilar karakter inilah yang membentuk
karakter-karakter lain yang lebih spesifik dan setiap pilar memiliki beberapa
bentukan karakter. Berikut ini dijelaskan masing-masing yang termasuk dalam
setiap pilar.
1.
Amanah
Amanah (trustwothy)
adalah bersikap jujur dan dapat diandalkan dalam menjalankan komitmen, tugas,
dan kewajiban. Amanah juga dipandang sebagai sikap jujur, tidak menipu atau
mencuri, tangguh dalam melakukan apa yang dikatakan , memiliki keberanian untuk
melakukan hal yang benar, membangun reputasi yang baik, dan setia pada
keluarga, teman, dan Negara (Character Center, 2012). Menjadi amanah atau dapat
dipercaya berarti bersikap jujur, adil dalam hubungannya dengan keteraturan dan
ketepatan waktu, termasuk menghormati, menjaga kepercayaan, dan komitmen
(Stacey, 2010).
Lebih jauh, Islam web (2012) memberikan definisi
amanah dalam berbagai uraian panjang seperti berikut ini :
ü Jika
seseorang mengamanahkan untuk menjaga sesuatu sampai dia membutuhkannya,
walaupun harganya sangat murah, maka kepercayaan itu harus dihormati dan dijaga
dengan sebaik-baiknya.
ü Menjaga
rahasia orang lain juga merupakan suatu bentuk tindakan untuk menjaga amanah.
ü Jika
seseorang meminta kita untuk menyampaikan suatu pesan kepada orang lain,
kemudian kita menyampaikannya tanpa harus menambah dan menguranginya itu juga
merupakan suatu bentuk amanah.
ü Bersaksi
tentang sesuatu yang dilihat secara persis dalam suatu situasi tertentu
merupakan tindakan dapat dipercaya (amanah).[3]
Keadaan dapat
dipercaya, amanah, semakin terasa penting dalam berbagai bidang keilmuan
termasuk dalam bidang manajemen, etika, sosiologi, psikologi, dan ekonomi.
Bahkan Todorov dkk. (2008) telah mengembangkan evaluasi muka bagi orang~orang
yang dapat dipercaya dan tidak dapat dipercaya dengan menggunakan pendekatan
berdasarkan model dan bentuk mukanya.[4]
a.
Karakter-karakter
yang Terbentuk dari Amanah
Tidak mudah untuk menjadi seorang yang dapat dipercaya
oleh orang lain apalagi untuk menjaga amanah yang diembankan kepada kita yang
mungkin berhadapan dengan keinginan pribadi yang terkadang berbanding terbalik
dengan yang diamanahkan. Oleh karena itu, menjaga amanah dipandang sebagai
karakter yang paling sulit diwujudkan dibandingkan dengan karakter-karakter
lainnya. Namun jika dapat mengendalikan diri, meletakkan seluruh hasrat dan
kemauan pribadi, dan tetap tabah dalam menjalankan sesuatu yang diamanahkan,
kepercayaan orang akan timbul dengan sendirinya. Tidak perlu harus menjaminkan
diri dengan membaca sumpah mati atau sumpah pocong sekalipun.
Ketika orang menaruh kepercayaan yang begitu tinggi
dengan memberikan berbagai kelonggaran yang besar tanpa adanya pemantauan dan
pengontrolan yang ketat untuk menjalankan suatu tugas dan kewajiban,
kadang-kadang memunculkan raSa bangga. Pada saat yang sama, berusaha dengan
penuh kesadaran untuk secara terus-menerus ’ hidup sesuai dengan harapan orang
lain dan menahan diri dari segala kebohongan kecil atau bahkan egois perilaku
yang mungkin dapat mengganjal tumbuhnya kepercayaan itu. Upaya untuk menjaga
kepercayaan seperti ini lambat laun dapat menyuburkan terbentuknya
karakter-karakter lain seperti kejujuran (honesty), ketulusan hati atau
integritas (integrity), dan loyalitas, kesetiaan (loyalty).
1) Kejujuran
Kejujuran
merupakan senjata paling ampuh yang menghiasi kehidupan Baginda Rasulullah SAW.
Iujur dalam berbicara, bertindak, bahkan dalam berpikir merupakan cermin
keutuhan pribadi beliau, sehingga sangat dipatuhi oleh para pengikutnya dan
disegani oleh lawan-lawannya. Kejujuran saat ini menjadi barang langka baik
dalam dunia politik, perdagangan, maupun dalam kehidupan sehari~hari. Sering
kejujuran dijadikan jargon politik, tetapi dalam realitas kehidupan perpolitikan
tidak dilandasi dengan nilai-nilai kejujuran. Kejujuran bukan hanya diucapkan,
bukan pula dijadikan simbol atau jargon, melainkan harus menjadi bagian yang
tak terpisahkan dengan perilaku, satunya kata dan perbuatan adalah intisari
kejujuran. Simaklah kata-kata mutiara tentang kejujuran di bawah ini:
" Honesty is the
first chapter in the book of wisdom. ”
~Thomas
Jefferson~
Kejujuran adalah bab pertama dalam buku
tentang kebijaksanaan. Dikatakan demikian karena yang menjadi pijakan dasar
dalam kajian berikut adalah kajian pada bab pertama, di mana telah tertuang
sebagai intisari pembahasan dan kajian bagi bab-bab berikutnya. Begitu
pentingnya nilai kejujuran sehingga dianggap sebagai bagian pertama dan yang
utama dari bagian yang lainnya.
“Honesty
prospers in every condition of life.”
~Friedrich Schiller~
Setiap saat Anda jujur dan memperlakukan
diri Anda dengan ke jujuran, desakan kesuksesan akan mengarahkan Anda pada
kesuksesan yang lebih besar. Setiap saat Anda berbohong, sekalipun dengan
kebohongan kecil, terdapat desakan yang kuat yang mendorong Anda menuju suatu
kegagalan.
Kodsinco menguraikan beberapa hakikat
dari kejujuran, sebagai berikut :
· Ketika
kita mengatakan yang benar, kita sedang melakukan kejujuran.
· Kita
melakukan kejujuran ketika kita bertindak sesuai dengan yang dipikirkan.
· Kita
jujur ketika mengatakan yang benar sekalipun orang lain tidak setuju.
· Hiduplah
setiap hari dengan kejujuran, Anda akan lebih berbahagia dan membuat bahagia
setiap orang di sekitar Anda.
2) Integritas
Integritas
berasal dari bahasa Latin Integer, yang berarti keseluruhan, léngkap. Dalam
konteks ini, integritas merupakan makna dalam (inner sense) dari keseluruhan
yang berasal dari kualitas Suatu karakter seperti kejujuran dan konsistensi.
Dengan demikian, integritas adalah suatu konsep tentang konsistensi tindakan,
nilai-nilai, metode, ukuran, prinsip~prinsip, harapan, dan hasil. Dalam
hubungannya dengan etika integritas selalu dirujuk pada kejujuran kepercayaan,
atau ketepatan dari tindakan seseorang dan dikontraskan dengan kemunafikan
(hypocrisy) atau bermuka dua (two-faced).
3) Loyalitas
atau Kesetiaan (Loyalty)
Loyalitas
melibatkan keyakinan dasar terhadap kebenaran dark sesuatu yang melekat dengan
kuat dalam diri seseorang. Seseorang dapat menjadi loyal kepada negara,
keluarga, regu, atau di suatu organisasi karena dilandasi oleh suatu keyakinan
kuat terhadap sesuatu yang dapat memberikan manfaat dan kemaslahatan
(Stevenson, 2006). Landasan keyakinan yang kuat itulah yang dapat memberikan
motivasi dan semangat yang kuat untuk bekerja dan memerjuangkan apa yang
diyakini walaupun sebenarnya terasa sangat sulit.
b. Karakteristik
Amanah
Karakterisitik
yang dapat dijabarkan adalah:
ü Berlaku
jujur.
ü Tidak
boleh membohongi, menipu atau mencuri.
ü Jadilah
tepercaya -satunya kata dan perbuatan.
ü Memiliki
keberanian untuk melakukan hal yang benar.
ü Membangun
reputasi yang baik.
ü Setia
berpihak kepada keluarga, teman-teman, dan negara.
Berdasarkan karakteristik sebagaimana
dijelaskan di atas, maka perlu dibuat instrumen untuk mengukur apakah seseorang
itu termasuk pribadi yang amanah atau tidak.
2.
Rasa Hormat
Secara
umum, rasa hormat (respect) merupakan cara merasakan dan berperilaku. Kamus
Merriam Webster Collegiate menawarkan dua sinonim untuk kata benda “hormat”
atau “menghormati”. yakni “pertimbangan” (yang berarti suatu tindakan memberi
perhatian khusus) dan “penghargaan” (perhatian yang tinggi dan khusus tinggi
atau khusus). jadi, istilah rasa hormat merujuk pada Cara berperilaku dan
berperasaan. Rasa hormat adalah suatu
sikap penghargaan, kekaguman, atau penghormatan kepada pihak lain. Rasa hormat
sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Anak-anak biasa diajarkan untuk menghormati
orangtua, saudara, guru, orang dewasa, aturan sekolah, peratutan lalu lintas,
keluarga, dan budaya serta tradisi yang dianut dalam masyarakat. Begitu pula,
penghargaan terhadap perasaan dan hak-hak orang Iain, pimpinan, bendera negara,
kebenaran, dan pandangan orang lain sekalipun mungkin berbeda dengan pandangan
kita.[5]
Keberagaman
jenis kelamin (gender), suku, dan bangsa bukanlah menjadi rintangan dalam
membangun suatu harmoni antara sesama. Salah satu ungkapan yang terkenal dalam
bahasa Indonesia sering diucapkan ketika pertama kali bertemu den gan orang
Iain, seperti “tidak kenal, maka tak sayang, tidak sayang maka tak cinta.”
Ungkapan ini menunjukkan perlunya memperkenalkan diri sehingga yang muncul
adalah rasa kasih sayang yang mengantarkan untuk menjaga ukhuwah yang berwujud
mengedepankan rasa hormat atas dasar ketulusan dan keikhlasan. Rasa hormat itu
harus dibangun dan dikembangkan melalui jalur pendidikan khususnya di dalam
ruang kelas di samping diajarkan dalam lingkungan rumah tangga dan masyarakat.
Untuk dapat mengembangkan nilai karakter rasa hormat dalam ruang kelas, perlu
dipahami karakteristik rasa hormat sebagai berikut:
ü Memperlakukan
orang lain dengan hormat.
ü Memiliki
rasa toleransi atas berbagai perbedaan.
ü Menggunakan
bahasa dan perlakukan yang santun.
ü Menjaga
dan memerhatikan perasaan orang lain.
ü Tidak
mengancam, memukul, atau menyakiti siapa pun.
ü Menjaga
kedamaian dan menghindaxi rasa marah.
ü Tidak
menghina orang lain karena tidak setuju atau sependapat dengan pandangannya.
Berdasarkan karakteristik rasa hormat
sebagaimana dijabarkan di atas, maka dapat dikatakan bahwa memperlakukan orang
lain dengan rasa hormat adalah suatu keharusan, sama pentingnya dengan kita
mengharapkan orang lain untuk memperlakukan kita. Begitu pula dengan sikap
toleransi yang‘ diberikan kepada semua orang tanpa memandang perbedaan,
sekat-sekat yang bersifat primordial seperti perbedaan suku, ras, agama, status
sosial, kesehatan fisik, dan letak geografis. Pendeknya, kesantunan dengan
tetap menjaga perasaan, kedamaian, serta menahan diri untuk tidak menyakiti dan
menghina orang lain. Peraturan-peraturan yang melingkupi rasa hormat dan
berbagai karakter lainnya harus dibuat dan diimplementasikan secara adil,
karena hanya dengan menegakkan aturanlah semuanya dapat berjalan sesuai dengan
yang dikehendaki.
3.
Tanggung Jawab
sering
kita mendengar beberapa pernyataan, seperti “jangan lari dari unggung jawab,”
“Anda harus mempertanggungjawabkan semua perbuatan,” atau “saya meminta
tanggung jawabmu.” Oleh karena itu, spa sebenarnya yang dimaksud dengan
bertanggung jawab. Tanggung jawab(responsibility) adalah suatu tugas atau
kewajiban untuk melakukan atau menyelesaikan tugas dengan penuh kepuasan (yang
diberikan oleh seseorang, atau atas janji atau komitmen sendiri) yang harus di
penuhi seseorang, dan yang memiliki konsekuen hukuman terhadap kegagalan.
4.
Keadilan (Adil)
Adil
merupakan suatu kata yang mudah diungkapkan namun sangat sulit untuk dilakukan.
Kesulitannya karena melibatkan keadaan keikhlasan hati untuk membedakan antara
kepentingan individu atau kelompok sendiri dan kepentingan individu dan
kelompok lain. Adil yang mempunyai pengertian menempatkan sesuatu pada
tempatnya sesuai dengan porsi dan kapasitasnya dalam berbagai hal.
5.
Kepedulian
(Peduli)
Manusia adalah makhluk social yang
selalu membutuhkan pihak lain. Seorang manusia tidak akan mungkin tumbuh secara
ideal tanpa bantuan dari orang lain. Membantu dan memikirkan kepentingan orang
lain adalah suatu tindakan terpuji. Tindakan seperti itulah yang sering disebut
dengan peduli atau kepedulian.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari pembahasan di atas penulis dapat menyimpulkan
beberapa kategori yaitu:
Bangsa Indonesia telah berusaha untuk meningkatkan kesesuaian dan mutu pendidikan karakter melalui sekolah-sekolah, terutama Sekolah Menengah Pertama (SMP), karena anak usia SMP sangat cocok untuk diberi pembelajaran tentang pendidikan karakter.
Guru adalah orang tua para siswa. Karenanya, Rosulullah melarang para orangtua (guru) mendoakan keburukan bagi anak-didiknya. Mendoakan keburukan kepada anak merupakan hal yang berbahaya. Dapat mengakibatkan kehancuran anak dan masa depannya.
Bangsa Indonesia telah berusaha untuk meningkatkan kesesuaian dan mutu pendidikan karakter melalui sekolah-sekolah, terutama Sekolah Menengah Pertama (SMP), karena anak usia SMP sangat cocok untuk diberi pembelajaran tentang pendidikan karakter.
Guru adalah orang tua para siswa. Karenanya, Rosulullah melarang para orangtua (guru) mendoakan keburukan bagi anak-didiknya. Mendoakan keburukan kepada anak merupakan hal yang berbahaya. Dapat mengakibatkan kehancuran anak dan masa depannya.
B.
Saran
Pemerintah harus selalu memantau atau mengawasi
dunia pendidikan, karena dari dari dunia pendidikan Negara bisa maju dan karena
dunia pendidikan juga Negara bisa hancur, bila pendidikan sudah disalah
gunakan.
Selain mengajar, seorang guru atau orang tua juga harus mendo’akan anak atau muridnya supaya menjadi lebih baik, bukan mendo’akan keburukan bagi anak didiknya.
Selain mengajar, seorang guru atau orang tua juga harus mendo’akan anak atau muridnya supaya menjadi lebih baik, bukan mendo’akan keburukan bagi anak didiknya.
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad Yaumi. 2016. Pendidikan Karakter Landasan,
Pilar, dan Implementasi. Jakarta : Prenada Media Group.
Amin Ahmad. 1995. Etika (Ilmu akhlak). Jakarta : Bulan
Bintang.
Munir Abdullah. 2010. Pendidikan
Karakter. Yogyakarta : Pedagogia.
N. Sudirman. 1992. Ilmu pendidikan. Bandung : Remaja
Rosdakarya.
Virsya Norla. 2011. Panduan Menerapkan Pendidikan karakter Di
sekolah. Jakarta : Laksana.
[5] Muhammad Yaumi, Pendidikan Karakter Landasan, Pilar, dan
Implementasi. Jakarta : Prenada Media Group, 2016.