Saturday, 23 March 2019

1. Apa Pengertian Bagi hasil (profit Sharing)? 2. Bagaimana Bagi Hasil Bagi Perkembangan Bank Syariah? 3. Apa Perbedaan Sistem Bunga dengan Sistem Bagi Hasil? 4. Faktor apa yang Mempengaruhi Bagi Hasil? 5. Apa itu Nisbah Bagi Hasil? 6. Macam-Macam Nisbah?? 7. Seperti apa Metode Penentuan Nisbah Bagi Hasil? 8. Bagaimana Bagi Untung dan Bagi Rugi Pada Akad Bagi Hasil? 9. Apa saja Jenis-jenis Akad Bagi Hasil?


BAB 1
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Seiring dengan cepatnya akselerasi wacana ekonomi Islam atau Syariah di tengah– tengah masyarakat, fiqh muamalah menjadi bahan diskusi terus menerus. Persoalan yang selalu mengemuka adalah apakah fiqh muamalah persoalan hukum ataukah persoalan ekonomi. Apa lagi didalam istilah “muamalah” tersebut memang terkandung dua sisi, ekonomi dan hukum. Dari sisi bahwa, di dalam muamalah di bahas tentang berbagai macam tehnis transakasi dalam hubunganya dengan aktifitas melakukan produksi, distribusi, dan konsumsi, maka muamalah serat dengan isu – isu ekonomi. Namun dari sisi lain juga dalam muamalah digariskan tentrang berbagai ketentuan dan persyaratan yang harus dipenuhi dalam sebuah aktifitas produksi, distribusi, dan konsumsi tersebut dapat dianggap syah, maka muamlah serat dengan isu–isu hukum.
Bank syariah mulai digagas di Indonesia pada awal periode 1980-an, di awali dengan pengujian pada skala bank yang relatif lebih kecil, yaitu didirikannya Baitut Tamwil-Salman, Bandung. Dan di Jakarta didirikan dalam bentuk koperasi, yakni Koperasi Ridho Gusti.[1] Berangkat  dari sini, Majlis Ulama’ Indonesia (MUI) berinisiatif untuk memprakarsai terbentuknya bank syari’ah, yang dihasilkan dari rekomendasi Lokakarya Bunga Bank dan Perbankan di Cisarua, dan di bahas lebih lanjut dengan serta membentuk tim kelompok kerja pada Musyawarah Nasional IV MUI yang berlangsung di Hotel Syahid Jakarta pada tanggal 22-25 Agustus 1990.
Produk-produk yang ditawarkan oleh bank syariah, menurut mereka, hanyalah produk-produk bank konvensional yang dipoles dengan penerapan akad-akad yang berkaitan dengan syariah. Alasannya karena sistem bagi hasil dalam prakteknya masih menyerupai sistem bunga bagi bank konvensional. Begitu pula penyaluran dana bank syariah yang lebih besar bertumpu pada pembiayaan murabahah, yang mengambil keuntungan berdasarkan margin, dianggap oleh masyarakat hanyalah sekedar polesan dari cara pengambilan bunga pada bank konvensional.
B.     Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Bagi hasil (profit Sharing)?
2. Bagaimana Bagi Hasil Bagi Perkembangan Bank Syariah?
3. Apa Perbedaan Sistem Bunga dengan Sistem Bagi Hasil?
4. Faktor apa yang Mempengaruhi Bagi Hasil?
5. Apa itu Nisbah Bagi Hasil?
6. Macam-Macam Nisbah??
7. Seperti apa Metode Penentuan Nisbah Bagi Hasil?
8. Bagaimana Bagi Untung dan Bagi Rugi Pada Akad Bagi Hasil?
9. Apa saja Jenis-jenis Akad Bagi Hasil?
C.    Tujuan Penulisan
1.  Mengenal Pengertian Bagi hasil (profit Sharing)
2. MengetahuiBagi Hasil Bagi Perkembangan Bank Syariah
3. Mengetahui Perbedaan Sistem Bunga dengan Sistem Bagi Hasil
4. Mengenal Faktor yang Mempengaruhi Bagi Hasil
5. Mengetahui Nisbah Bagi Hasil
6. Mengetahui Macam-Macam Nisbah
7. Mengetahui Metode Penentuan Nisbah Bagi Hasil
8. Mengenal Bagi Untung dan Bagi Rugi Pada Akad Bagi Hasil
9.  Mengetahui Jenis-jenis Akad Bagi Hasil




BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Bagi hasil (profit Sharing)
Bagi hasil menurut terminologi asing (bahasa Inggris) dikenal dengan profit sharing. Profit dalam kamus ekonomi diartikan pembagian laba. Secara definisi profit sharing diartikan "distribusi beberapa bagian dari laba pada pegawai dari suatu Perusahaaa".[2] Menurut Antonio, bagi hasil adalah suatu sistem pengolahan dana dalam perekonomian Islam yakni pembagian hasil usaha antara pemilik modal (shahibul maal) dan pengelola (Mudharib).[3]
Secara umum prinsip prinsip bagi hasil dalam perbankan syariah dapat dilakukan dalam empat akad utama, yaitu, Musyarokah, Mudharabah, muzara’ah, dan Musaqolah. Sungguhpun demikian prinsip yang paling banyak dipakai adalah al musyarakah dan al mudharabah, sedangkan al muzara’ah dan al musaqolah dipergunakan khusus untuk plantation financing atau pembiayaan pertanian untuk beberapa Bank Islam.
B.     Bagi Hasil Bagi Perkembangan Bank Syariah
            Keuntungan yang akan diperoleh dengan berhasilnya pelaksana sistem bagi hasil dalam produk mudharabah  dan musyarakah oleh perbankan:
a.       Stabilitas dan pertumbuhan perbankan syariah yang ditopang oleh pertumbuhan ekonomi riil masyarakat. Pertumbuhan ekonomi riil masyarakat akan memberikan jaminan stabilitas dan pertumbuhan perbankan syariah karena akan terbentuk aliran dana yang terus berjalan dari masyarakat yang telah mandiri secara ekonomi ke perbankan syariah.
b.      Perbankan syariah di indonesia akan mampu bersaing dengan perbankan konvensional di pasar bebas melalui sistem yang berbeda dengan ciri-ciri pemberdayaan, keadilan dan efektif dalam perekonomian rakyat.
c.       Meningkatnya peran perbankan syariah dalam proses pembanguna nasional dalam bidang kemandirian ekonomi masyarakat sehingga perbankan syariah akan menjadi pilar pembangunan bangsa.
Optimalisasi pelaksanaan sistem bagi hasil dalam produk mudharabah dan musyarakah sebagai suatu sistem syariah adalah market positioning yang perlu diperjuangkan dan hal ini merupakan satu tantangan bagi perbankan nasional di tengah peluang-peluang yang terbuka lebar. Tantangan ini hanya akan erjawab apabila terdapat lomitmen yang kuat dan kerjasama diantara lembaga-lembaga yang konsen terhadap pengembangan perbankan syariah melalui optimalisasi sistem bagi hasil.[4]
C.    Perbedaan Sistem Bunga dengan Sistem Bagi Hasil
Prinsip bagi hasil merupakan landasan operasional utama bagi produk-produk pembiayaan mudharabah dan musyarakah dalam perbankan syariah. Prinsip dasar inilah yang membedakan bank syariah dengan bank konvensional. Prinip dasar bagi hasil di Indonesia diterapkan dengan dua metode, yaitu profit sharing danrevenue sharing. Profit sharing menggunakan basis perhitungan berupa laba yang diperoleh mudharabah dalam mengelola usahanya, sedangkan revenue sharingmenggunakan basis berupa pendapatan yang diperoleh mudharib.
Tabel Perbedaan Sistem Bunga dengan Sistem Bagi Hasil
BUNGA
BAGI HASIL
a.       Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi harus selalu untung
b.      Besarnya presentasi berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang diinginkan
c.       Pembayaran bung tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan apakah proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi
d.      Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat, sekalipun jumlah keuntungan berlipat atau keadaan ekonomi sedang booming
e.       Eksistensi bunga diragukan oleh semua agama, termasuk islam.
a.       Penentuan besarnya rasio/nisbah bagi hasil ditetapkan pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung rugi
b.      Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh
c.       Bagi hasil bergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan. Bila usaha merugi, kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak
d.      Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan
e.       Tidak ada yang meragukan keabsahan sistem bagi hasi.
Penentuan bagi hasil yang berlaku dapat ditentukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a.       Penentuan besarnya rasio bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung rugi.
b.      Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh.
c.       Besarnya penentuan porsi bagi hasil antara kedua belah pihak ditentukan sesuai kesepakatan bersama, dan harus terjadi dengan adanya kerelaan (An-Taradhin) di masing-masing pihak tanpa adanya unsur paksaan.
d.      Bagi hasil tergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan sekiranya itu tidak mendapatkan keuntungan maka kerugian ditanggung bersama oleh kedua belah pihak.
e.       Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan.
Mekanisme perhitungan bagi hasil yang diterapkan di dalam perbankan syari'ah terdiri dari dua sistem. yaitu: profitt Sharing dan Revenue Sharing[5]
Jenis Pola Bagi Hasil: Profit Sharing dan Revenue Sharing
Ada beberapa system bagi hasil yang terdapat dalam menentukan berapa bagian yang diperoleh oleh masing masing –masing pihak yang terkait. System bagi hasil yang pada dasarnya erat kaitannya dengan berapa marjin yang akan ditetapkan, yaitu dengan:
Profit sharing adalah perhitungan bagi hasil didasarkan kepada hasil net dari total pendapatan setelah dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut. Apabila Suatu bank menggunakan system profit sharing, kemungkinan yang akann terjadi adalah bagi hasil yang akan diterima shahibul maal akan semakin kecil. Kondisi ini akan mempengaruhi keinginan masyarakat untuk menginvestasikan dananya pada Bank Syariah yang berdampak menurunnya jumlah dana pihak ketiga secara keseluruhan.
Revenue sharing adalah perhitungan bagi hasil didasarkan kepada total seluruh pendapatan yang diterima sebelum dikurangi dengan biay-biaya yang telah dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut, Bank yang menggunakan system revenue sharing kemungkinan akan terjadi adalah tingkat bagi hasil yang diterima oleh pemilik dan akan lebih besar dibandingkan tingkat suku bunga pasar yang berlaku. kondisi ini akan mempengaruhi pemilik dana untuk berinvestasi di bank syariah dan dana pihak ketiga akan meningkat.
Di dalam perbankan syari'ah Indonesia sistem bagi hasil yang diberlakukan adalah sistem bagi hasil dengan berlandaskan pada sistem revenue sharing. Bank syari'ah dapat berperan sebagai pengelola maupun sebagai pemilik dana, ketika bank sebagai pengelola,  maka biaya tersebut akan ditanggung oleh bank. begitu pula sebaliknya, jika bank berperan sebagai pemilik dana akan membebankan biaya tersebut pada pihak nasabah pengelola dana.
D.    Faktor yang Mempengaruhi Bagi Hasil
Menurut Antonio, faktor yang mempengaruhi bagin hasil terdari dari faktor langsung dan tidak langsung. Faktor langsung terdiri dari investment rate, jumlah dana yang tersedia dan nisbah bagi hasil (profit sharing ratio). Adapun faktor tidak langsung terdiri dari penentuan butir-butir pendapatan dan biaya mudharabah serta kebijakan akunting (prinsip dan kebijakan akunting).
1.      Faktor Langsung
a.       Investment Rate
Persentase aktual dana yang diinvestasikan dari total dana
b.      Jumlah Dana yang Tersedia
Jumlah dana yang berasal dari berbagai sumber dan tersedia untuk diinvestasikan. Dana ttersebut dapat dihitung dengan menggunakan metode rata-rata saldo minimum bulanan atau rata-rata saldo harian.
c.       Nisbah Bagi Hasil (Profit Sharing Ratio)
Salah satu ciri dari pembiayaan mudharabah adalah nisbah yang harus ditentukan dan disetujui pada awal perjanjian.
2.      Faktor Tidak Langsung
a.       Penentuan Butir-Butir Pendapatan dan Biaya Bank dan nasabah melakukan share dalam pendapatan dan biaya.
Bagi hasil yang berasal dari pendapatan setelah dikurangi dengan biaya-biaya disebut dengan profit sharing. Sedangkan jika bagi hasil hanya dari pendapatan dan semua biaya ditanggung oleh bank disebut dengan Revenue Sharing.
b.      Kebijakan Akunting
Bagi hasil tidak secara langsung dipengaruhi oleh prinsip dan metede akunting yang diterapkan oleh bank. Namun, bagi hasil dipengaruhi oleh kebijakan pengakuan pendapatan dan biaya.[6]

E.     Nisbah Bagi Hasil
Nisbah adalah: 1) rasio atau perbandingan, rasio pembagian keuntungan (bagi hasil) antara shahib al-mal dan mudharib. 2) Angka yang menunjukkan perbandingan antara satu nilai dan nilai lainnya secara nisbi, yang bukan perbandingan antara dua pos dalam laporan keuangan dan dapat digunakan untuk menilai kondisi perusahaan; sin, Rasio (ratio).
            Nisbah bagi hasil merupakan persentase keuntungan yang akan diperoleh shahibul mal dan mudharib yang ditentukan berdasarkan kesepakatan antara keduanya. Jika usaha tersebut merugi akibat resiko bisnis, bukan akibat kelalaian mudharib, maka pembagian kerugiannya berdasarkan porsi modal yang disetor oleh masing-masing pihak. 
F.     Macam-Macam Nisbah
            Nisbah bagi hasil dapat dibedakan dengan sebutan-sebutan sebagai berikut:
a.       Nisbah Aktiva Tetap Terhadap Modal Bersih adalah nisbah ini digunakan untuk menentukan tingkat investasi dalam aktiva tetap dengan modal yang dimiliki oleh pemilik usaha/bisnis; dalam ketentuan bidang perbankan  nisbah aktiva tetap terhadap modal bersih tidak boleh melebihi 50% (ratio of fixed asetc to net worth).
b.      Nisbah at-Tamwil wa al-Wada’iadalah Financing to Deposit Rasio (FDR). Rasio pembiayaan bank syaiah dengan dana pihak ketiganya; rasio penyaluran dan penghimpunan dana.
c.       Nisbah Fi Ibtiyathi Naqdiadalah Rasio cadangan tunai (cash ratio); Bagian dari total aktivita bank komisial yang ditahan dalam bentuk aktiva yang mempunyai likuiditas tinggi untuk menghadapi penarikan uang oleh nasabah dan kewajiban keuangan lainnya.
d.      Nisbah Jariyahadalah Rasio lancar (quick ratio); perbandingan antara aktiva lancar dan kewajiban jangka pendek.
e.       NisbahJumlah Modal adalah Rasio jumlah modal (total capital ratio).
f.       NisbahKas adalah Rasio kas (cash ratio).
g.      NisbahLaba Bersih Tehadap Modal Bersih adalah Nisbah untuk menilai resiko kredit, yaitu kemampuan bisnis (kegiatan usaha) untuk menghasilkan laba dalam satu periode (rate of net profits to net worth).
h.      NisbahLaba Terhadap Aktiva (ROA) adalah Laba bersih dibagi total aktiva; ROA merupakan rasio atau nisbah utama untuk laba (profitabilitas) (return on ossetsl ROA).
i.        NisbahLaba Terhadap Modal adalah laba bersih dibagi modal sendiri merupakan rasio atau nisbah profitabitas yang mengukur tingkat kemampuan modal dalam menghasilkan laba bersih (return on equity ROE).
j.        NisbahLikiditas adalah Nisbah yang mengukur kemampuan bank, perusahaan, atau peminjaman untuk memenuhi kewajiaban jangka pendek yang jatuh tempo; nisbah ini dihitung dengan membagi aktiva lancar dengan utang lancar (liquidity ratio).
k.      Nisbah Modal Primer Terhadap Aset adalah Modal inti dibagi rata-rata total aset (primary capital toasets ratio).
l.        Nisbah Modal Sesuaian adalah Rasio modal yang telah disesuaikan terhadap total aset; rasio ini digunakan dalam perhitungan kecukupan modal; perhitungan modal bank dilakukan dengan memperhitungkan cadangan kerugian kredit macet. Cadangan kerugian/keuntungan surat berharga dikurangi dengan kredit yang diklarifikasikan macet (adjusted capital ratio).
m.    NisbahModal Terhadap Resiko Aset adalah Jumlah modal dibagi rata-rata total aset nilai setiap aset tersebut didasarkan pada bobot resikonya (capital to risk asets ratio).
n.      NisbahPerputaran adalah Nisbah yang menunjukan tingkat kecepatan konversi piutang menjadi kas atau lamanya perputaran aset menjadi kas (turnover ratio).
o.      Nisbah Si’ri al-Sahmi ila al-Ribhiadalah Rasio pendapatan terhadap harga suatu saham (price earning ratio-PER).
p.      Nisbah Utang Terhadap Modal Bersih adalah Nisbah ini digunakan untuk menetapkan proporsi utang terhadap modal bersih yang digunakan dalam kegiatan usaha (ratio of debt to net worth).
G.    Metode Penentuan Nisbah Bagi Hasil
            Berdasarkan pertimbangan refrensi tingkat marjin keuntungan dan perkiraan usaha mudharib, Karim membagi metode pembiayaan nisbah bagi hasil pembiayaan menjadi tiga bagian; yaitu penentuan nisbah bagi hasil keuntungan, penentuan nisbah bagi hasil pendapatan, dan penentuan bagi hasil penjualan. Selain di atas, menurut siagian, nisbah bagi hasil dapat dihitung berdasarkan pendekatan Tawar-menawar.
a.       Penentuan Nisbah Bagi Hasil Keuntungan
Menurut Karim, nisbah bagi hasil pembiayaan untuk bank ditentukan dengan cara membagi perkiraan keuntungan usaha mudharib dengan referensi tingkat marjin keuntungan. Maka, nisbah bagi hasil untuk mudharib adalah seratus persen dikurangi dengan nisbah bagi hasil bagi bank.
b.      Penentuan Nisbah Bagi Hasil Pendapatan
Menurut Karim, nisbah bagi hasil pembiayaan untuk bank ditentukan dengan cara membagi perkiraan pendapatan (perkiraan tingkat keuntungan tanpa mempertimbangkan biaya overhead) dengan referensi tingkat keuntungan. Maka, nisbah bagi hasil untuk mudharib adalah seratus persen dikurangi dengan nisbah bagi hasil bagi bank:
c.       Penentuan Nisbah Bagi Hasil Penjualan
Menurut Karim, nisbah bagi hasil pembiayaan untuk bank ditentukan dengan cara membagi perkiraan penerimaan penjualan (perkiraan tingkat keuntungan tanpa mempertimbangkan biaya langsung dan biaya overhead) dengan perkiraan pendapatan dan referensi tingkat keuntungan. Maka, nisbah bagi hasil untuk mudharib adalah seratus persen dikurangi dengan nisbah bagi hasil bagi bank:
d.      Pendekatan Tawar-Menawar
Menurut pendekatan ini, semakin tinggi nisbah bagi hasil yang diisyaratkan oleh bank dan disetujui mudharib, semakin besar kesediaan bank untuk membiayai proyek tersebut. Sebaliknya untuk mudharib, semakin tinggi nisbah bagi hasil yang diisyaratkan oleh bank, semakin sulit kesudiaan mudharib untuk menerima dana dari bank, begitu pula sebaliknya (Siagian, 2004).
H.    Bagi Untung dan Bagi Rugi Pada Akad Bagi Hasil
            Dalam kontrak mudharabah, return dan timing cash flow tergantung kepada kinerja sektor riilnya. Bila laba bisnisnya besar, maka kedua belah pihak mendapat bagian yang besar pula. Begitupun sebaliknya. Bila bisnis dalam akad mudharabah  ini mendatangkan kerugian, maka pembagian kerugian itu bukan didasarkan atas nisbah, tetapi berdasarkan porsi modal masing-masing pihak. Itulah alasan mengapa nisbahnya disebut sebagai nisbah keuntungan, bukan nisbah saja, yakni karena nisbah 50:50 atau 99:1 itu, hanya diterapkan bila bisnisnya untung.
Lain halnya kalau bisnisnya merugi, kemampuan shahibul al-mal untuk menanggung kerugian finansial tidak sama dengan kemampuan mudharib. Dengan demikian, karena kerugian dibagi berdasarkan proporsi modal, dan karena proporsi modal (finansial) shahibul al-mal dalam kontrak ini adalah 100%, maka kerugian (finansial) ditanggung 100% pula oleh shahibul al-mal. Di lain pihak, karena proporsi modal (finansial) mudharib dalam kontrak ini adalah 0%, andaikata terjadi kerugian, mudharib akan menanggung kerugian (finansial) sebesar 0% pula.[7]
I.       Jenis-jenis Akad Bagi Hasil
Bentuk-bentuk kontrak kerjasama bagi hasil dalam perbankan syariah secara umum dapat dilakukan dalam empat akad, yaitu Musyarakah, Mudharabah, Muzara’ah dan Musaqah. Namun, pada penerapannya prinsip yang digunakan pada sistem bagi hasil,  pada umumnya bank syariah menggunakan kontrak kerjasama pada akad Musyarakah dan Mudharabah.
a.       Musyarakah (Joint Venture Profit & Loss Sharing
Menurut AntonioMusyarakah adalah akad kerja sama antara dun pihak atau lebih untuk suatu tertentu dimana masing-mating pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Manan mengatakan, musyarakahadalah hubungan kemitraan antara bank dengan konsumen untuk suatu masa terbatas pada suatu proyek baik bank maupun konsumen memasukkan modal dalam perbandingan yang berbeda dan menyetujui suatu laba yang ditetapkan sebelumnya, Lebih lanjut Manan mengatakan bahwa sistem ini juga didasarkan atas prinsip untuk mengurangi kemungkinan partisipasi yang menjerumus kepada kemitraan akhir oleh konsumen dengan diberikannya hak pada bank kepada mitra usaha untuk membayar kembali saham bank secara sekaligus ataupun secara berangsurangsur dari sebagian pendapatan bersih operasinya.
Musyarakah adalah mencampurkan salah satu dari macam harta  dengan harta lainnya sehingga tidak dapat dibedakan di antara keduanya. Dalam pengertian lain musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.[8]
b.      Mudharabah (Trustee Profit Sharing)
Mudharabah atau qiradh termasuk salah satu bentuk akad syirkah (perkongsian). Istilah laian mudharabah digunakan oleh orang Irak, sedangkan orang Hijaz menyebutnya dengan istilah qiradh. Dengan demikian, mudharabah dan qiradh adalah istilah maksud yang sama.[10]
Mudharabah termasuk juga perjanjian antara pemilik modal (uang dan barang) dengan pengusaha dimana pemilik modal bersedia membiayai sepenuhnya suatu usaha /proyek  dan pengusaha setuju untuk mengelola proyek tersebut dengan bagi hasil sesuai dengan perjanjian.[11]Di samping itu mudharabah juga berarti suatu pernyataan yang mengandung pengertian bahwa seseorang memberi modal niaga kepada orang lain agar modal itu diniagakan dengan perjanjian keuntungannya dibagi antara dua belah pihak sesuai perjanjian, sedang kerugian ditanggung oleh pemilik modal.
Adapun bentuk-bentuk mudharabah yang dilakukan dalam perbankan syariah dari penghimpunan dan penyaluran dana adalah:
a.       Tabungan Mudharabah. Yaitu, simpanan pihak ketiga yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat atau beberapa kali sesuai perjanjian.
b.      Deposito Mudharabah. Yaitu, merupakan investasi melalui simpanan pihak ketiga (perseorangan atau badan hukum) yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu (jatuh tempo), dengan mendapat imbalan bagi hasil.
c.       Investai Mudharabah Antar Bank (IMA). Yaitu, sarana kegiatan investasi jangka pendek dalam rupiah antar peserta pasar uang antar Bank Syariah berdasarkan prinsip mudharabah di mana keuntungan akan dibagikan kepada kedua belah pihak (pembeli dan penjual sertifikat IMA) berdasarkan nisbahyang telah disepakati sebelumnya.[9]

















BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan

Bagi hasil adalah suatu sistem pengolahan dana dalam perekonomian Islam yakni pembagian hasil usaha antara pemilik modal (shahibul maal) dan pengelola(Mudharib). Pada penerapannya prinsip yang digunakan pada sistem bagi hasil,  menggunakan dua macam kontrak kerjasama yaitu akadMusyarakah dan Mudharabah. Dimana musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu tertentu dimana masing-mating pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Sedangkan Mudharabah adalah perjanjian antara pemilik modal (uang dan barang) dengan pengusaha dimana pemilik modal bersedia membiayai sepenuhnya suatu usaha /proyek  dan pengusaha setuju untuk mengelola proyek tersebut dengan bagi hasil sesuai dengan perjanjian.
Sedangkan mekanisme penghitungan bagi hasil dapat dilakukan dengan dua macam pendekatan, yaitu : 
a.    Pendekatan profit sharing (bagi laba)
b.    Pendekatan revenue sharing (bagi pendapatan).
B.     Saran
Dari penulis, kami sangat mengharap pembaca membacanya dengan teliti dan cermat, sebab dikhawatirkan didalamnya terkandung hal-hal yang tidak sesuai dengan apa yang seharusnya. Dan bagi penulis makalah yang sama, mohon lebih legowo membuka cakrawala pembahasan lebih meluas dan terarah serta diimbangi dengan materi yang rill adanya.
DAFTAR PUSTAKA
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012),
M. Syafei Antonio, Bank Syariah Suatu Pengenalan Umum, (Jakarta: Tazkia Institute dan BI, 1999).
Muhammad, Sistem Bagi Hasil dan Princing Bank Syariah, (UII Press: Yogyakarta, 2017),
Muhammad, Teknik Perhitungan Bagi hasil di Bank Syariah, ( Yogyakarta, UII Press, 2001),
Ir. Adiwarman A. Karim, S.E., MBA., MA., E.P., Bank Islam,(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2013),





[1] Syafi’I Antonio, Bank Syari’ah; Wacana Ulama’ dan Cendekiawan, (Jakarta: Tazkia Institut dan Bank Indonesia, 1999), hlm. 278
[2] Muhammad, Teknik Perhitungan Bagi hasil di Bank Syariah, ( Yogyakarta, UII Press, 2001), hlm.
[3] Syafi’I Antonio, Bank Syariah Teori dan Praktek, ( Jakarta, Gema Insani., 2001), hlm. 90
[4] Ir. Adiwarman A. Karim, S.E., MBA., MA., E.P., Bank Islam,(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2013), hlm.
[5] Muhammad, Sistem Bagi Hasil dan Princing Bank Syariah, (UII Press: Yogyakarta, 2017), hlm. 98-100.
[6] Muhammad, Sistem Bagi Hasil dan Princing Bank Syariah, (UII Press: Yogyakarta, 2017), hlm. 100-101.
[7] Muhammad, Sistem Bagi Hasil dan Princing Bank Syariah, (UII Press: Yogyakarta, 2017), hlm. 301-313
[8] M. Syafei Antonio, Bank Syariah Suatu Pengenalan Umum, (Jakarta: Tazkia Institute dan BI, 1999) Cet. ke-I,hal.. 129
[9] Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012), hlm. 63-64.