Monday, 18 March 2019

Apa pengertian usia lanjut


BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
       Manusia adalah makhluk yang eksploratif dan potensial. Dikatakan makhluk eksploratif, karena manusia memiliki kemampuan untuk mengembangkan diri baiksecara fisik maupun psikis. Manusia disebut sebagai makhluk potensial, karena pada diri manusia tersimpan sejumlah kemampuan bawaan yang dapat dikembangkan.
Manusia juga disebut sebagai makhluk yang memiliki prinsip tanpa daya, karena untuk tumbuh dan berkembang secara normal manusia memerlukan bantuan dari luar dirinya. Bantuan dimaksud antara lain dalam bentuk bimbingan dan pengarahan dalam dirinya. Bimbingan dan pengarahan yang diberikan dalam membantu perkembangan tersebut pada hakikatnya diharapkan sejalan dengan kebutuhan manusia itu sendiri, yang sudah tersimpan sebagai potensi bawaannya. Karena itu bimbingan yang tidak searah dengan potensi yang dimiliki akan berdampak negative bagi perkembangan manusia.
Para ahli psikologi perkembangan membagi-bagi perkembangan manusia berdasarkan usia menjadi beberapa tahapan atau periode perkembangan. Secara garis besarnya periode perkembangan itu dibagi menjadi masa prenatal, masa bayi, masa kanak-kanak, masa pra pubertas, masa pubertas, masa dewasa, masa usia lanjut, yang pada setiap tahap perkembangannya memiliki ciri-ciri tersendiri termasuk perkembangan jiwa keagamaan.
Perbedaan usia manusia akan mempengaruhi bagaimana manusia dalam meyakini sebuah agama. Dari usia yang dini manusia belum mengenal agama, sedangkan masa dewasa manusia telah menemukan kebenaran sebuah agama, dan pada usia lanjut usia manusia juga akan mengalami perubahan dalam meyakini agama. Dalam makalah ini akan dipaparkan tentang perkembangan jiwa keagamaan pada masa usia lanjut.


B.  Rumusan Masalah
a.     Apa pengertian usia lanjut?
b.    Bagaimana perkembangan jiwa keagamaan pada usia lanjut?
c.     Bagaimana pembinaan keagamaan pada usia lanjut?
d.    Bagimana perlakuan terhadap usia lanjut menurut Islam?

C.  Tujuan Rumusan Masalah
a.    Untuk mengetahui pengertian usia lanjut.
b.    Untuk mengetahui perkembangan jiwa keagamaan pada usia lanjut.
c.    Untuk mengetahui pembinaan keagamaan pada usia lanjut.
d.   Untuk mengetahui perlakuan terhadap usia lanjut menurut Islam





















BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian  Usia Lanjut
       Usia lanjut merupakan kelanjutan dari usia dewasa. Usia lanjut merupakan usia yang mendekati akhir siklus kehidupan manusia di dunia. Usia tahap ini dimulai umur 60an sampai akhir kehidupan. Periode ini digambarkan dalam hadist sebagai berikut: “Masa penuaan umur umatku adalah enam puluh hingga tujuh puluh tahun”.(HR Muslai dan Nasa’i).[1]
Para ahli dan lembaga-lembaga resmi yang berwenang ternyata memliki pendapat yang berbeda tentang batasan umur lansia, terutama dalam menetapkan pada umur berapa seseorang itu dianggap telah memasuki usia lanjut.
1.     Penggolongan lansia menurut Kementrian Kesehatan:
a.     Kelompok lansia dini (55-64 tahun), merupakan kelompok yang baru memasuki lansia.
b.    Kelompok lansia (65-70 tahun).
c.     Kelompok lansia beresiko tinggi, yaitu lansia yang berumur 70 tahun keatas.
2.     Penggolongan lansia menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO):
a.     Usia pertengahan (middle age) 45-59 tahun.
b.    Lanjut usia (olderly) 60-74 tahun.
c.     Lanjut usia tua (old) 75-90 tahun.
d.    Lansia sangat tua (very old) di atas 90 tahun.
Di dalam “gerontology” (ilmu yang mempelajari lanjut usia) lanjut usia dibagi menjadi dua golongan, yaitu “young old”(65-74) dan “old-old” (diatas 75 tahun). Dari kesehatan mereka dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok “well old” (mereka yang sehat dan tidak sakit apa-apa) dan “sick old” (mereka yang menderita penyakit dan memerlukan pertolongan medis dan psikiatris). Kebutuhan akan kesehatan bagi kelompok “sick old” ini semakin besar, sehingga didunia kedokteran berkembang spesialisasi yang dinamakan “geriatry” baik dari aspek medis (fisik) maupun kejiwaan (psikiatris).[2]
Usia lanjut adalah proses penuaan yang akan dialami oleh setiap individu, tidak ada seorang pun yang dapat mencegahnya. Pada saat ini kemampuan fisik maupun psikologis cepat menurun, meskipun teknik pengobatan modren serta upaya dalam hal berpakaian dan berdandan menunjukkan seperti perasaan orang muda, namun usia tua pasti juga datang. Penuaan merupakan proses alamiah yang dihadapi oleh setiap manusia yang memiliki rezeki berumur panjang.
Jalaluddain berpendapat bahwa manusia lanjut usia merupakan usia yang tidak produktif lagi, dimana kondisi fisinya sudah menurun, sering mengalami gangguan kesehatan.[3] Ciri-ciri usia lanjut, adalah sebagai berikut:
1.    Berat badan bertambah, lemak mengumpal terutama sekitar perut dan paha.
2.    Rambut berkurang, menipis dan terjadi kebotakan khususnya pada pria terutama di kepala bagian atas disertai munculnya uban, rambut dihidung dan di telinga serta bulu mata menjadi lebih kaku, rambut pada wajah tumbuh lebih lambat dan kurang subur.
3.    Perubahan pada kulit wajah, leher, lengan dan tangan menjadi lebih kering muncul noda dan berkurangnya sensitivitas dan terjadi keriput pada kantong mata.
4.    Terjadinya perubahan pada otot.
5.    Persendian yang sulit bergerak dan kaku.
6.    Perubahan pada gigi yakni sudah banyak yang rontok.
7.    Perubahan pada panca indra, mata kehilangan cahaya, berkurangannya kemampuan mengecap, mendengar, meraba, dan penciuman.
8.    Masalah kesehatan dimana mudah lelah, telinga berdengung, sakit pada otot dan kulit bersisik, pusing-pusing dan sakit lambung, sendawa serta kehilangan selera makan dan insomnia.
9.    Penurunan kemampuan intelektual dan kinerja mental.
10.     Terjadinya sindrom monopous pada wanita dan sindrom klimatrik pada pria.[4]
Dalam surah an-Nahl ayat 70
Artinya:
“Allah menciptakanmu, kemudian mewafatkanmu; dan di antara kamu ada yang dikembalikan kepada umur yang paling lemah (pikun), supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatu pun yang pernah diketahuinya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha kuasa.” (QS. an-Nahl: 70)
Pada masa ini, mereka juga merasa usiannya telah semakin mendekati akhir kehidupan. Sehingga mereka lebih banyak mengingat kematian daripada sebelumnya.

B.  Perkembangan Jiwa Keagamaan Pada Usia Lanjut
       Perkembangan manusia dapat digambarkan dalam bentuk garis sisi sebuah trapesium. Sejak usia bayi hingga mencapai kedewasaan jasmani menggambarkan dengan garis miring menanjak. Garis itu menggambarkan bahwa selama periode tersebut terjadi proses perkembangan yang progresif.
Proses perkembangan manusia setelah dilahirkan secara fisiologis semakin lama menjadi lebih tua. Dengan bertambahnya usia, maka jaringan-jaringan dan sel-sel menjadi tua, sebagian regenerasi dan sebagian yang lain akan mati. Usia lanjut ini biasanya dimulai pada usia 60 tahun. Pada usia lanjut ini biasanya akan menghadapi berbagai persoalan.
Persoalan awal dapat digambarkan sebagai berikut: Pada usia lanjut terjadi penurunan kemampuan fisik à aktivitas menurun à sering mengalami gangguan kesehatan à mereka cenderung kehilangan semangat
Keagamaan pada usia lanjut berdasarkan penelitian psikologi agama ternyata meningkat. M. Argyle mengutip sejumlah penelitian yang dilakukan oleh Cavan yang mempelajari 1200 orang sampel berusia 60-100 tahun, menemukan bahwa secara jelas kecenderungan untuk menerima pendapat keagamaan yang semakin meningkat pada umur-umur ini. Sedangkan pengakuan terhadap realitas tentang kehidupan akhirat baru muncul sampai 100 persen setelah usia 90 tahun.
Orang sering menduga bahwa usia lanjut adalah orang yang sudah memiliki kesadaran dalam menjalankan ibadah. Dimana nilai-nilai agama sudah dapat dijadikan mereka sebagai pedoman hidup dan sikap keberagamaan akan dipertahankan sebagai identitas dari kepribadiaan mereka. Karena itu sikap keberagamaan mereka cendrung didasarkan atas pemilihan terhadap ajaran agama yang dapat diberikan kepuasan bathin atas dasar pertimbangan sehat. Maka beragama bagi mereka sudah merupakan sikap hidup dan bukan sekedar ikut-ikutan.
Minat beragama pada usia dipengaruhi oleh bagaimana cara mereka dibesarkan atau apa yang telah mereka terima pada masa kematangan intelektualnya. Mereka yang memiliki dasar agama yang baik cenderung memiliki minat agama yang besar dan pengalaman agama yang baik. Disamping itu faktor dekatnya kematian bagi usia lanjut merupakan pemicu untuk menjalankan aktivitas agama. Dan umumnya orang beranggapan bila masih muda kematian masih jauh. Kondisi ini membuat mereka lebih tertarik untuk mempelajari ajaran agama sebagai bekal menghadapi kematian.
Kesadaran beragama yang muncul pada usia lanjut membuat mereka lebih ikhlas dan lebih tekun dalam menjalankan aktivitas beragama. Tetapi masalah yang sering muncul ketika usia lanjut ingin lebih fokus beribadah, maka sering dibatasi oleh masalah kesehatan usia lanjut. Umunya mereka telah banyak yang sudah sakit-sakitan dan sebahagianya mereka sudah mengalami kepikunan, sehingga ketakutan mereka akan kematian sering membuat usia lanjut mengalami stres karenanya tidak mampu lagi untuk mengerjakan ibadah yang lebih banyak.
Pendapat Nico agaknya berbeda, dimana diungkapkannya bahwa bagi mereka yang makin penting kepastian tentang hidup yang kekal (ketuhanan). Kepastiaan ini memainkan peranan penting dalam memotivasi orang-orang yang usia lanjut dari pada dalam motivasi orang-orangyang masih muda.[5]
Aktivitas keagamaan usia lanjut pada umumnya bertujuan untuk membentuk keadaannya menjadi seseorang yang mempunmyai kepribadian yang tangguh dan berkembang. Aktivitas keagamaan yang sering dilaksanakan usia lanjut adalah melaksanakan sholat wajib dan sunnah (tahajjud, dhuha, sunat-sunat rawatib), puasa wajid atau sunnah, membaca al-Qur’an, berzikir, mengikuti pengajiaan wirid yasin, dan lain-lain.[6]
Lain dengan pendapat yang dikemukakan oleh Robert thouless yang mengatakan sikap keagamaan di usia tua diantaranya depersonalisasi, yaitu kecendrungan hilangnya indetifikasi diri dengan tubuh dan juga cepatnya akan datang kematian yang merupakan salah satu faktor yang menentukan berbagai faktor yang menentukan berbagai sikap keagamaan di usia lanjut.[7]
Dalam buku psikologi agama jalaluddin menuliskan beberapa ciri-ciri keberagaman manusia pada usia lanjut secara garis besarnya adalah:
1.    Kehidupan keberagaman pada usia lanjut sudah mencapai  tingkat kemantapan.
2.    Meningkatkan mulai munculnya pengakuan terhadap realitas tentang kehidupan akhirat secara lebih sungguh-sungguh.
3.    Sikap keberagaman cenderung mengarah kepada kebutuhan saling cinta antar sesama manusia, serta sifat-sifat luhur.
4.    Meningkatnya kecendrungan untuk menerima pendapat keagamaan.
5.    Timbul rasa takut kepada kematian yang sejalan dengan pertambahan usia lanjut.
6.    Perasaan takut kepada kematian ini berdampak pada peningkatan pembentukan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan abadi (akhirat).[8]
Sebuah penelitian menyatakan bahwa lansia yang lebih dekat dengan agama menunjukkan tingkatan yang tinggi dalam hal kepuasan hidup, harga diri dan optimisme. Agama dapat memenuhi beberapa kebutuhan psikologis yang penting pada lansia dalam  hal menghadapi kematian, menemukan dan mempertahankan perasaan berharga dan pentingnya dalam kehidupan, dan menerima kekurangan di masa tua.
Situasi keagamaan pada lansia ialah adanya semangat mencari kebenaran, keimanan, rasa ketuhanan, dan cara-cara terbaik untuk berhubungan dengan manusia dan alam sekitar. Ia selalu menguji keimanannya melalui pengalaman-pengalaman sehingga menimbulkan keyakinan yang lebih tepat. Ibadahnya selalu dievaluasi dan ditingkatkan agar mendapatkan kenikmatan penghayatan terhadap tuhan walaupun dari segi pelaksanaan sudah mengalami rasa kesulitan karena keadaan fisik dan psikis sudah berkurang, hal ini dimiliki oleh para lansia yang proses pemikirannya belum mengalami kerusakan, berbeda dengan lansia yang lebih dahulu mengalami pengurangan proses berpikirnya

C.  Pembinaan Keagamaan pada Usia Lanjut
       Keberagamaan pada usia lanjut adalah ciri keberagamaan atau kepercayaan seseorang pada masa yang sudah melewati perkembangan pada masa sebelumnya hingga usia 60 tahun ke atas yang bertujuan dalam prilaku yang sesuai dengan ajaran agama.
Maka penting untuk dilakukan pembinaan yang intensif dan efisien di berbagai aspek, termasuk di dalamnya aspek keagamaan. Aspek keagamaan melalui jalur pembinaan keagamaan merupakan suatu usaha untuk meningkatkan amal ibadah dengan cara praktek atau latihan mempertebal keyakinan akan kebenaran ajaran agama yang dianutnya. Maka perlu adanya suatu wadah yang bisa menuntun mereka untuk tetap berada di jalan agama dan berperilaku sesuai dengan ajaran agama. Dengan demikian majelis taklim mempunyai peranan penting mewujudkan, suapaya para lansia bisa menyadari akan pentingnya beribadah dan mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, agar di hari tuanya mendapatkan ketenangan hidup, kebahagiaan (happiness), kedamaian (peace), kearifan (wisdom) dan ketentraman jiwa, dengan demikian diharapkan kesehatan para lansia baik jasmani maupun rohani tetap terjaga.
Dengan demikian, pembinaan rohani keagamaan sangat dibutuhkan bagi mereka. Pembinaan keagamaan para lansia melalui majelis taklim diarahkan pada perubahan sikap mental keagamaannya. Keadaan yang tadinya belum rajin beribadah, menjadi mau beribadah, yang semula menutup diri menjadi supel dan mudah berinteraksi dengan teman-temannya. Yang tadinya tidak peduli dengan lingkungannya, berubah menjadi tumbuh jiwa sosialnya. Karena itu, majelis taklim sangatlah penting untuk melakukan pembinaan keagamaan bagi para lansia secara sistematis dan terarah.
Program majelis taklim dalam melakukan pembinaan pada lanjut usia antara lain : bimbingan ibadah sehari-hari,pengajian, dan membaca Al Qur’an, yasinan dan tahlilan dan lain-lain.

D.  Perlakuan Terhadap Usia Lanjut Menurut Islam
       Agama Islam adalah gama yang sempurna, segala sesuatunya diatur secara sistematis sehingga tidak memberatkan umat manusia. Islam juga mengatur bagaimana sebaiknya memperlakukan para usia lanjut. Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat al-Israa’ ayat 23
وَقَضٰى رَبُّكَ اَلَّا تَعْبُدُوْٓا اِلَّآ اِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسٰنًاۗ اِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ اَحَدُهُمَآ اَوْ كِلٰهُمَا فَلَا تَقُلْ لَّهُمَآ اُفٍّ وَّلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيْمًا
Artinya:
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya anatu kedua-keduanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-sekali janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.(QS.al-Israa’:23)
Dari ayat di atas dapat kita pahami bahwa Islam menganjurkan kita memperlakukan orang tua (terutama yang sudah berusia lanjut) lebih teleti dan telaten. Perlakuan terhadap orang tua yang sudah berusia lanjut dibebankan kepada anak-anak mereka, bukan kepada badan atau panti jompo seperti yang diterapkan di Barat.
Dalam QS.  Al-Israa’ ayat 24 juga, Allah berfirman
وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيٰنِيْ صَغِيْرًاۗ
Artinya:
Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.”(QS.al-Israa’:24)
Ayat di atas memberi anjuran kepada kita agar anak memberi perlakuan khusus dengan menghayati bagaiman kedua orang tua mengasihi anak mereka sewaktu kecil. Melalui penghayatan yang demikian manusia diingatkan pada kasih sayang dan susah payah kedua orang tuanya ketika memeliharanya diwaktu kecil. Dengan demikian diharapkan kasih sayang kepada kedua orang tua akan bertambah.
Dari penjelasan di atas tergambar bagaimana perlakuan kepada manusia usia lanjut menurut Islam. Manusia lanjut dipandang tak ubahnya seorang bayi yang memerlukan pemeliharaan dan perawatan serta perhatian khusus dengan penuh kasih sayang. Perlakuan yang demikian itu tidak dapat diwakilkan kepada siapapun, melainkan menjadi tanggung jawab anak-anak mereka. Perlakuan yang baik dan penuh kesabaran serta kasih sayang dinilai sebagai kebaktian. Sebaliknya perlakuan yang tercela dinilai sebagai kedurhakaan.
Kelemahan biologis yang ada pada masa lansia sangat mempengaruhi pada prilaku, tindakan, dan pemikiran. Pada kenyataanya sikap ketidakberdayaan seperti itu merupakan latar belakang sejarah umat manusia, karena manusia berbeda dengan hewan yaitu dilengkapi dengan kemampuan untuk berpikir dan dilengkapi dengan akal, sedangkan pada binatang hanya kemampuan insting menyebabkan hewan hanya memiliki proses adaptasi dengan lingkungan alamnya. Sebaliknya manusia mampu menggunakan apa yang telah dikaruniakan oleh Allah kepadanya yaitu kelebihan berpikir menggunakan otaknya serta mempunyai akal.
Menurut ajaran islam perlakuan tehadap lansia ini dianjurkan seteliti dan sebaik mungkin. Perlakuan terhadap lansia ini dibebankan pada anak-anaknya. Perlakuan terhadap orang tua berawal dari rumah tangga (Keluarga).
Gejala psikologis yang ditampilkan manusia usia senja adalah berupa pernyataan-pernyataan dan kontraversial dan kritik terhadap hasil kerja generasi muda. Mereka seakan sulit untuk mengemukakan pujian terhadap sukses maupun prestasi yang telah dicapai oleh generasi muda di dalam berbagai bidang. Oleh karena itu, kelompok usia ini sangat sulit hidup akur dan berdampingan dengan generasi muda. Ada semacam kecenderungan dalam diri mereka untuk senantiasa dipuji dan dibanggakan.
Lingkungan peradaban Barat, upaya untuk memberi perlakuan manisiawi terhadap manusia lanjut usia dilakukan dengan menempatkan mereka di panti jompo. Dipanti ini manusi usia lanjut mendapat perawatan yang intensif, dan sebaliknya dilingkungan keluarga umumnya karena kesibukkan, tak jarang anak-anak serta sanak keluarga tak berkesmpatan untuk memberikan perawatan yang sesuai dengan kebutuhan para manusia lanjut usia tersebut.
Manusia usia lanjut memiliki perbedaan sikap dengan mereka yang masih muda, anak atau cucu mereka. Perbedaan ini menimbulkan ketidakharmonisan dalam keluarga, kondisi sepserti ini dianggap sebagai sesuatu yang menyulitkan, sedangkan di pihak keluarga menginginkan agar orang tua mereka terawat dengan baik. Maka jalan yang ditempuh adalah menempatkan manusia usia lanjut di panti jompo sebagai tanda kasih sayang mereka kepada orang tuanya. Inilah perbedaan antara pandangan menurut lingkungan Islam dan lingkungan keluarga Barat.[9]














BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
       Dalam menjalankan ibadah agama masalah usia tidak menjadi patokan, dimana orang yang masih usia muda, sampai usia tua tuntutan untuk pengamalan agama merupakan kewajiban setiap orang. Untuk itu pengamalan ibadah agama harus dimulai dari masa anak- anak agar setelah menjadi besar anak terbiasa dalam beribadah, karena usia lanjut kondisi fisiknya sudah mulai lemah. Banyak orang yang keliru bahwa untuk menjalankan ibadah agama menunggu hari tua, jadi selama usia masih muda maka orang sering berhura - hura. Padahal usia lanjut sering terganggu kesehatan fisik dan ingatannya yang mengakibatkan pengamalan ibadah keagamannya menjadi terganggu. Orang sering menduga bahwa usia lanjut adalah orang yang sudah memiliki kesadaran dalam menjalankan ibadah. Dimana nilai-nilai agama sudah dapat dijadikan mereka sebagai pedoman hidup dan sikap keberagamaan akan dipertahankan sebagai identitas dari kepribadiaan mereka. Untuk itu selagi masih muda maka mulailah menjalankan ibadah keagamaan, jangan menunggu usia tua baru menjalankan ibadah agama

B.  Saran
       Karena makalah ini jauh dari kata sempurna oleh karena itu pemakalah meminta saran dari pembaca dan Bapak/Ibu Dosen selaku pebimbing demi kesempurnaan makalah ini.








DAFTAR RUJUKAN

Dfm, Nico Syukur Dister. Pengalaman dan Motivasi Beragama. Jokjakarta:
Kanisius, 1988
Hasan, Aliah B Purwakania. Psikologi Perkembangan Islami: Menyikapi Rentang
Kehidupan Manusia dari Prakelahiran Hingga Pasca Kematian. Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2006.
Heni, Naren Drany Hidayat. Psikologi Agama. Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007.
Jalaluddin, Psikologi Agama. Jakarta: PT. Raja Wali Press Persada, 2010. 
Sa’abah,  Marzuki Umar Bagai Mana Awet dan Muda dan Panjang Usia. Jakarta:
2010.
Sururin. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004.




[1] Aliah B Purwakania Hasan, Psikologi Perkembangan Islami: Menyikapi Rentang Kehidupan Manusia dari Prakelahiran Hingga Pasca Kematian (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 117.
[2] Naren Drany Hidayat Heni, Psikologi Agama (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007), hlm. 133. 
[3] Jalaluddin, Psikologi Agama (Jakarta: PT. Raja Wali Press Persada, 2010), hlm. 100. 
[4] Marzuki Umar Sa’abah,  Bagai Mana Awet dan Muda dan Panjang Usia (Jakarta: 2010), hlm.60. 
[5] Nico Syukur Dister Dfm, Pengalaman dan Motivasi Beragama (Jokjakarta: Kanisius, 1988), hlm. 96.
[6] Ibid. 100.
[7] Sururin, Ilmu Jiwa Agama (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 100.
[8] Jalaluddin, Psikologi Agama, hlm. 103.
[9] Ibid. 117-118.