BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Manusia adalah
makhluk yang eksploratif dan potensial. Dikatakan makhluk eksploratif, karena
manusia memiliki kemampuan untuk mengembangkan diri baiksecara fisik maupun
psikis. Manusia disebut sebagai makhluk potensial, karena pada diri manusia
tersimpan sejumlah kemampuan bawaan yang dapat dikembangkan.
Manusia
juga disebut sebagai makhluk yang memiliki prinsip tanpa daya, karena untuk tumbuh
dan berkembang secara normal manusia memerlukan bantuan dari luar dirinya.
Bantuan dimaksud antara lain dalam bentuk bimbingan dan pengarahan dalam dirinya. Bimbingan dan pengarahan yang diberikan dalam
membantu perkembangan tersebut pada hakikatnya diharapkan sejalan dengan
kebutuhan manusia itu sendiri, yang sudah tersimpan sebagai potensi bawaannya.
Karena itu bimbingan yang tidak searah dengan potensi yang dimiliki akan
berdampak negative bagi perkembangan manusia.
Para ahli psikologi
perkembangan membagi-bagi perkembangan manusia berdasarkan usia menjadi
beberapa tahapan atau periode perkembangan. Secara garis besarnya periode
perkembangan itu dibagi menjadi masa prenatal, masa bayi, masa kanak-kanak,
masa pra pubertas, masa pubertas, masa dewasa, masa usia lanjut, yang pada
setiap tahap perkembangannya memiliki ciri-ciri tersendiri termasuk
perkembangan jiwa keagamaan.
Perbedaan
usia manusia akan mempengaruhi bagaimana manusia dalam meyakini sebuah agama.
Dari usia yang dini manusia belum mengenal agama, sedangkan masa dewasa manusia
telah menemukan kebenaran sebuah agama, dan pada usia lanjut usia manusia juga
akan mengalami perubahan dalam meyakini agama. Dalam makalah ini akan
dipaparkan tentang perkembangan jiwa keagamaan pada masa usia lanjut.
B.
Rumusan Masalah
a.
Apa pengertian
usia lanjut?
b.
Bagaimana
perkembangan jiwa keagamaan pada usia lanjut?
c.
Bagaimana
pembinaan keagamaan pada usia lanjut?
d.
Bagimana
perlakuan terhadap usia lanjut menurut
Islam?
C.
Tujuan Rumusan Masalah
a.
Untuk
mengetahui pengertian usia lanjut.
b.
Untuk
mengetahui perkembangan jiwa keagamaan pada usia lanjut.
c.
Untuk
mengetahui pembinaan keagamaan pada usia lanjut.
d.
Untuk
mengetahui perlakuan terhadap usia
lanjut menurut Islam
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Usia Lanjut
Usia
lanjut merupakan kelanjutan dari usia dewasa. Usia lanjut merupakan usia yang mendekati akhir
siklus kehidupan manusia di dunia. Usia tahap ini dimulai umur 60an sampai
akhir kehidupan. Periode ini digambarkan dalam hadist sebagai berikut: “Masa
penuaan umur umatku adalah enam puluh hingga tujuh puluh tahun”.(HR Muslai dan
Nasa’i).[1]
Para ahli dan lembaga-lembaga resmi
yang berwenang ternyata memliki pendapat yang berbeda tentang batasan umur
lansia, terutama dalam menetapkan pada umur berapa seseorang itu dianggap telah
memasuki usia lanjut.
1.
Penggolongan
lansia menurut Kementrian Kesehatan:
a.
Kelompok
lansia dini (55-64 tahun), merupakan kelompok yang baru memasuki lansia.
b.
Kelompok
lansia (65-70 tahun).
c.
Kelompok
lansia beresiko tinggi, yaitu lansia yang berumur 70 tahun keatas.
2.
Penggolongan
lansia menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO):
a.
Usia
pertengahan (middle age) 45-59 tahun.
b.
Lanjut
usia (olderly) 60-74 tahun.
c.
Lanjut
usia tua (old) 75-90 tahun.
d.
Lansia
sangat tua (very old) di atas 90 tahun.
Di dalam
“gerontology” (ilmu yang mempelajari lanjut usia) lanjut usia dibagi menjadi
dua golongan, yaitu “young old”(65-74) dan “old-old” (diatas 75 tahun). Dari
kesehatan mereka dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok “well old” (mereka
yang sehat dan tidak sakit apa-apa) dan “sick old” (mereka yang menderita
penyakit dan memerlukan pertolongan medis dan psikiatris). Kebutuhan akan
kesehatan bagi kelompok “sick old” ini semakin besar, sehingga didunia
kedokteran berkembang spesialisasi yang dinamakan “geriatry” baik dari aspek
medis (fisik) maupun kejiwaan (psikiatris).[2]
Usia lanjut adalah proses penuaan
yang akan dialami oleh setiap individu, tidak ada seorang pun yang dapat
mencegahnya. Pada saat ini kemampuan fisik maupun psikologis cepat menurun,
meskipun teknik pengobatan modren serta upaya dalam hal berpakaian dan
berdandan menunjukkan seperti perasaan orang muda, namun usia tua pasti juga
datang. Penuaan merupakan proses alamiah yang dihadapi oleh setiap manusia yang
memiliki rezeki berumur panjang.
Jalaluddain berpendapat bahwa
manusia lanjut usia merupakan usia yang tidak produktif lagi, dimana kondisi
fisinya sudah menurun, sering mengalami gangguan kesehatan.[3] Ciri-ciri usia
lanjut, adalah sebagai berikut:
1.
Berat
badan bertambah, lemak mengumpal terutama sekitar perut dan paha.
2.
Rambut
berkurang, menipis dan terjadi kebotakan khususnya pada pria terutama di kepala
bagian atas disertai munculnya uban, rambut dihidung dan di telinga serta bulu
mata menjadi lebih kaku, rambut pada wajah tumbuh lebih lambat dan kurang
subur.
3.
Perubahan
pada kulit wajah, leher, lengan dan tangan menjadi lebih kering muncul noda dan
berkurangnya sensitivitas dan terjadi keriput pada kantong mata.
4.
Terjadinya
perubahan pada otot.
5.
Persendian
yang sulit bergerak dan kaku.
6.
Perubahan
pada gigi yakni sudah banyak yang rontok.
7.
Perubahan
pada panca indra, mata kehilangan cahaya, berkurangannya kemampuan mengecap,
mendengar, meraba, dan penciuman.
8.
Masalah
kesehatan dimana mudah lelah, telinga berdengung, sakit pada otot dan kulit
bersisik, pusing-pusing dan sakit lambung, sendawa serta kehilangan selera
makan dan insomnia.
9.
Penurunan
kemampuan intelektual dan kinerja mental.
Dalam surah an-Nahl ayat 70
Artinya:
“Allah menciptakanmu, kemudian
mewafatkanmu; dan di antara kamu ada yang dikembalikan kepada umur yang paling
lemah (pikun), supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatu pun yang pernah
diketahuinya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha kuasa.” (QS. an-Nahl: 70)
Pada masa ini,
mereka juga merasa usiannya telah semakin mendekati akhir kehidupan. Sehingga
mereka lebih banyak mengingat kematian daripada sebelumnya.
B. Perkembangan
Jiwa Keagamaan Pada Usia Lanjut
Perkembangan manusia dapat digambarkan
dalam bentuk garis sisi sebuah trapesium. Sejak usia bayi hingga mencapai
kedewasaan jasmani menggambarkan dengan garis miring menanjak. Garis itu
menggambarkan bahwa selama periode tersebut terjadi proses perkembangan yang
progresif.
Proses perkembangan manusia setelah dilahirkan secara
fisiologis semakin lama menjadi lebih tua. Dengan bertambahnya usia, maka
jaringan-jaringan dan sel-sel menjadi tua, sebagian regenerasi dan sebagian
yang lain akan mati. Usia lanjut ini biasanya dimulai pada usia 60 tahun. Pada
usia lanjut ini biasanya akan menghadapi berbagai persoalan.
Persoalan awal dapat digambarkan sebagai berikut: Pada
usia lanjut terjadi penurunan kemampuan fisik à aktivitas menurun à sering mengalami gangguan
kesehatan à mereka
cenderung kehilangan semangat
Keagamaan pada usia lanjut
berdasarkan penelitian psikologi agama ternyata meningkat. M. Argyle mengutip
sejumlah penelitian yang dilakukan oleh Cavan yang mempelajari 1200 orang
sampel berusia 60-100 tahun, menemukan bahwa secara jelas kecenderungan untuk
menerima pendapat keagamaan yang semakin meningkat pada umur-umur ini.
Sedangkan pengakuan terhadap realitas tentang kehidupan akhirat baru muncul
sampai 100 persen setelah usia 90 tahun.
Orang sering menduga bahwa usia
lanjut adalah orang yang sudah memiliki kesadaran dalam menjalankan ibadah.
Dimana nilai-nilai agama sudah dapat dijadikan mereka sebagai pedoman hidup dan
sikap keberagamaan akan dipertahankan sebagai identitas dari kepribadiaan
mereka. Karena itu sikap keberagamaan mereka cendrung didasarkan atas pemilihan
terhadap ajaran agama yang dapat diberikan kepuasan bathin atas dasar
pertimbangan sehat. Maka beragama bagi mereka sudah merupakan sikap hidup dan
bukan sekedar ikut-ikutan.
Minat beragama pada usia dipengaruhi
oleh bagaimana cara mereka dibesarkan atau apa yang telah mereka terima pada
masa kematangan intelektualnya. Mereka yang memiliki dasar agama yang baik
cenderung memiliki minat agama yang besar dan pengalaman agama yang baik.
Disamping itu faktor dekatnya kematian bagi usia lanjut merupakan pemicu untuk
menjalankan aktivitas agama. Dan umumnya orang beranggapan bila masih muda
kematian masih jauh. Kondisi ini membuat mereka lebih tertarik untuk
mempelajari ajaran agama sebagai bekal menghadapi kematian.
Kesadaran beragama yang muncul pada
usia lanjut membuat mereka lebih ikhlas dan lebih tekun dalam menjalankan
aktivitas beragama. Tetapi masalah yang sering muncul ketika usia lanjut ingin
lebih fokus beribadah, maka sering dibatasi oleh masalah kesehatan usia lanjut.
Umunya mereka telah banyak yang sudah sakit-sakitan dan sebahagianya mereka
sudah mengalami kepikunan, sehingga ketakutan mereka akan kematian sering
membuat usia lanjut mengalami stres karenanya tidak mampu lagi untuk
mengerjakan ibadah yang lebih banyak.
Pendapat Nico agaknya berbeda, dimana
diungkapkannya bahwa bagi mereka yang makin penting kepastian tentang hidup
yang kekal (ketuhanan). Kepastiaan ini memainkan peranan penting dalam
memotivasi orang-orang yang usia lanjut dari pada dalam motivasi
orang-orangyang masih muda.[5]
Aktivitas keagamaan usia lanjut pada
umumnya bertujuan untuk membentuk keadaannya menjadi seseorang yang mempunmyai
kepribadian yang tangguh dan berkembang. Aktivitas keagamaan yang sering
dilaksanakan usia lanjut adalah melaksanakan sholat wajib dan sunnah (tahajjud,
dhuha, sunat-sunat rawatib), puasa wajid atau sunnah, membaca al-Qur’an,
berzikir, mengikuti pengajiaan wirid yasin, dan lain-lain.[6]
Lain dengan pendapat yang
dikemukakan oleh Robert thouless yang mengatakan sikap keagamaan di usia tua
diantaranya depersonalisasi, yaitu kecendrungan hilangnya indetifikasi diri
dengan tubuh dan juga cepatnya akan datang kematian yang merupakan salah satu
faktor yang menentukan berbagai faktor yang menentukan berbagai sikap keagamaan
di usia lanjut.[7]
Dalam
buku psikologi agama jalaluddin menuliskan beberapa ciri-ciri keberagaman
manusia pada usia lanjut secara garis besarnya adalah:
1.
Kehidupan keberagaman pada usia lanjut sudah
mencapai tingkat kemantapan.
2.
Meningkatkan mulai munculnya pengakuan terhadap
realitas tentang kehidupan akhirat secara lebih sungguh-sungguh.
3.
Sikap keberagaman cenderung mengarah kepada
kebutuhan saling cinta antar sesama manusia, serta sifat-sifat luhur.
4.
Meningkatnya kecendrungan untuk menerima
pendapat keagamaan.
5.
Timbul rasa takut kepada kematian yang sejalan
dengan pertambahan usia lanjut.
6.
Perasaan takut kepada kematian ini berdampak
pada peningkatan pembentukan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan abadi
(akhirat).[8]
Sebuah
penelitian menyatakan bahwa lansia yang lebih dekat dengan agama menunjukkan
tingkatan yang tinggi dalam hal kepuasan hidup, harga diri dan optimisme. Agama dapat
memenuhi beberapa kebutuhan psikologis yang penting pada lansia
dalam hal menghadapi kematian, menemukan dan mempertahankan perasaan
berharga dan pentingnya dalam kehidupan, dan menerima kekurangan di masa tua.
Situasi keagamaan pada lansia ialah adanya
semangat mencari kebenaran, keimanan, rasa ketuhanan, dan cara-cara terbaik
untuk berhubungan dengan manusia dan alam sekitar. Ia selalu menguji
keimanannya melalui pengalaman-pengalaman sehingga menimbulkan keyakinan yang
lebih tepat. Ibadahnya selalu dievaluasi dan ditingkatkan agar mendapatkan
kenikmatan penghayatan terhadap tuhan walaupun dari segi pelaksanaan sudah
mengalami rasa kesulitan karena keadaan fisik dan psikis sudah berkurang, hal
ini dimiliki oleh para lansia yang proses pemikirannya belum mengalami
kerusakan, berbeda dengan lansia yang lebih dahulu mengalami pengurangan proses
berpikirnya
C. Pembinaan
Keagamaan pada Usia Lanjut
Keberagamaan
pada usia lanjut adalah ciri keberagamaan atau kepercayaan seseorang pada masa
yang sudah melewati perkembangan pada masa sebelumnya hingga usia 60 tahun ke
atas yang bertujuan dalam prilaku yang sesuai dengan ajaran agama.
Maka
penting untuk dilakukan pembinaan yang intensif dan efisien di berbagai
aspek, termasuk di dalamnya aspek keagamaan. Aspek keagamaan melalui jalur
pembinaan keagamaan merupakan suatu usaha untuk meningkatkan amal ibadah
dengan cara praktek atau latihan mempertebal keyakinan akan kebenaran
ajaran agama yang dianutnya. Maka perlu adanya suatu wadah yang bisa menuntun
mereka untuk tetap berada di jalan agama dan berperilaku sesuai dengan ajaran
agama. Dengan demikian majelis taklim mempunyai peranan penting mewujudkan, suapaya
para lansia bisa menyadari akan pentingnya beribadah dan mendekatkan diri
kepada Tuhan Yang Maha Esa, agar di hari tuanya mendapatkan ketenangan
hidup, kebahagiaan (happiness), kedamaian (peace), kearifan
(wisdom) dan ketentraman jiwa, dengan demikian diharapkan
kesehatan para lansia baik jasmani maupun rohani tetap terjaga.
Dengan
demikian, pembinaan rohani keagamaan sangat dibutuhkan bagi mereka. Pembinaan keagamaan
para lansia melalui majelis taklim diarahkan pada perubahan sikap mental keagamaannya.
Keadaan yang tadinya belum rajin beribadah, menjadi mau beribadah, yang semula
menutup diri menjadi supel dan mudah berinteraksi dengan teman-temannya.
Yang tadinya tidak peduli dengan lingkungannya, berubah menjadi tumbuh
jiwa sosialnya. Karena itu, majelis taklim sangatlah penting untuk
melakukan pembinaan keagamaan bagi para lansia secara sistematis
dan terarah.
Program
majelis taklim dalam melakukan pembinaan pada lanjut usia antara lain :
bimbingan ibadah sehari-hari,pengajian, dan membaca Al Qur’an, yasinan dan
tahlilan dan lain-lain.
D. Perlakuan
Terhadap Usia Lanjut Menurut Islam
Agama Islam adalah gama yang sempurna,
segala sesuatunya diatur secara sistematis sehingga tidak memberatkan umat
manusia. Islam juga mengatur bagaimana sebaiknya memperlakukan para usia
lanjut. Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat al-Israa’ ayat 23
وَقَضٰى رَبُّكَ
اَلَّا تَعْبُدُوْٓا اِلَّآ اِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسٰنًاۗ اِمَّا
يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ اَحَدُهُمَآ اَوْ كِلٰهُمَا فَلَا تَقُلْ
لَّهُمَآ اُفٍّ وَّلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيْمًا
Artinya:
Dan
Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain dia dan
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah
seorang di antara keduanya anatu kedua-keduanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka sekali-sekali janganlah kamu membentak mereka dan
ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.(QS.al-Israa’:23)
Dari
ayat di atas dapat kita pahami bahwa Islam menganjurkan kita memperlakukan
orang tua (terutama yang sudah berusia lanjut) lebih teleti dan telaten.
Perlakuan terhadap orang tua yang sudah berusia lanjut dibebankan kepada
anak-anak mereka, bukan kepada badan atau panti jompo seperti yang diterapkan
di Barat.
Dalam
QS. Al-Israa’ ayat 24 juga, Allah
berfirman
وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ
الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيٰنِيْ صَغِيْرًاۗ
Artinya:
Dan
rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan
ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka
berdua telah mendidik aku waktu kecil.”(QS.al-Israa’:24)
Ayat di atas
memberi anjuran kepada kita agar anak memberi perlakuan khusus dengan
menghayati bagaiman kedua orang tua mengasihi anak mereka sewaktu kecil.
Melalui penghayatan yang demikian manusia diingatkan pada kasih sayang dan
susah payah kedua orang tuanya ketika memeliharanya diwaktu kecil. Dengan
demikian diharapkan kasih sayang kepada kedua orang tua akan bertambah.
Dari penjelasan
di atas tergambar bagaimana perlakuan kepada manusia usia lanjut menurut Islam.
Manusia lanjut dipandang tak ubahnya seorang bayi yang memerlukan pemeliharaan
dan perawatan serta perhatian khusus dengan penuh kasih sayang. Perlakuan yang
demikian itu tidak dapat diwakilkan kepada siapapun, melainkan menjadi tanggung
jawab anak-anak mereka. Perlakuan yang baik dan penuh kesabaran serta kasih
sayang dinilai sebagai kebaktian. Sebaliknya perlakuan yang tercela dinilai
sebagai kedurhakaan.
Kelemahan
biologis yang ada pada masa lansia sangat mempengaruhi pada prilaku, tindakan,
dan pemikiran. Pada kenyataanya sikap ketidakberdayaan seperti itu merupakan
latar belakang sejarah umat manusia, karena manusia berbeda dengan hewan yaitu
dilengkapi dengan kemampuan untuk berpikir dan dilengkapi dengan akal,
sedangkan pada binatang hanya kemampuan insting menyebabkan hewan hanya
memiliki proses adaptasi dengan lingkungan alamnya. Sebaliknya manusia mampu
menggunakan apa yang telah dikaruniakan oleh Allah kepadanya yaitu kelebihan
berpikir menggunakan otaknya serta mempunyai akal.
Menurut ajaran
islam perlakuan tehadap lansia ini dianjurkan seteliti dan sebaik mungkin.
Perlakuan terhadap lansia ini dibebankan pada anak-anaknya. Perlakuan terhadap
orang tua berawal dari rumah tangga (Keluarga).
Gejala
psikologis yang ditampilkan manusia usia senja adalah berupa
pernyataan-pernyataan dan kontraversial dan kritik terhadap hasil kerja
generasi muda. Mereka seakan sulit untuk mengemukakan pujian terhadap sukses
maupun prestasi yang telah dicapai oleh generasi muda di dalam berbagai bidang.
Oleh karena itu, kelompok usia ini sangat sulit hidup akur dan berdampingan
dengan generasi muda. Ada semacam kecenderungan dalam diri mereka untuk
senantiasa dipuji dan dibanggakan.
Lingkungan
peradaban Barat, upaya untuk memberi perlakuan manisiawi terhadap manusia
lanjut usia dilakukan dengan menempatkan mereka di panti jompo. Dipanti ini
manusi usia lanjut mendapat perawatan yang intensif, dan sebaliknya
dilingkungan keluarga umumnya karena kesibukkan, tak jarang anak-anak serta
sanak keluarga tak berkesmpatan untuk memberikan perawatan yang sesuai dengan
kebutuhan para manusia lanjut usia tersebut.
Manusia usia
lanjut memiliki perbedaan sikap dengan mereka yang masih muda, anak atau cucu
mereka. Perbedaan ini menimbulkan ketidakharmonisan dalam keluarga, kondisi
sepserti ini dianggap sebagai sesuatu yang menyulitkan, sedangkan di pihak
keluarga menginginkan agar orang tua mereka terawat dengan baik. Maka jalan
yang ditempuh adalah menempatkan manusia usia lanjut di panti jompo sebagai
tanda kasih sayang mereka kepada orang tuanya. Inilah perbedaan antara
pandangan menurut lingkungan Islam dan lingkungan keluarga Barat.[9]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dalam
menjalankan ibadah agama masalah usia tidak menjadi patokan, dimana orang yang
masih usia muda, sampai usia tua tuntutan untuk pengamalan agama merupakan
kewajiban setiap orang. Untuk itu pengamalan ibadah agama harus dimulai dari
masa anak- anak agar setelah menjadi besar anak terbiasa dalam beribadah,
karena usia lanjut kondisi fisiknya sudah mulai lemah. Banyak orang yang keliru
bahwa untuk menjalankan ibadah agama menunggu hari tua, jadi selama usia masih
muda maka orang sering berhura - hura. Padahal usia lanjut sering terganggu
kesehatan fisik dan ingatannya yang mengakibatkan pengamalan ibadah keagamannya
menjadi terganggu. Orang sering menduga bahwa usia lanjut adalah orang yang
sudah memiliki kesadaran dalam menjalankan ibadah. Dimana nilai-nilai agama
sudah dapat dijadikan mereka sebagai pedoman hidup dan sikap keberagamaan akan
dipertahankan sebagai identitas dari kepribadiaan mereka. Untuk itu selagi
masih muda maka mulailah menjalankan ibadah keagamaan, jangan menunggu usia tua
baru menjalankan ibadah agama
B.
Saran
Karena makalah ini jauh dari kata sempurna oleh karena itu
pemakalah meminta saran dari pembaca dan Bapak/Ibu Dosen selaku pebimbing demi
kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR RUJUKAN
Dfm, Nico Syukur Dister. Pengalaman dan Motivasi Beragama. Jokjakarta:
Kanisius,
1988
Hasan, Aliah B Purwakania. Psikologi Perkembangan Islami: Menyikapi Rentang
Kehidupan Manusia dari Prakelahiran Hingga Pasca
Kematian. Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2006.
Heni,
Naren Drany Hidayat. Psikologi Agama. Jakarta:
UIN Jakarta Press, 2007.
Jalaluddin, Psikologi Agama. Jakarta:
PT. Raja Wali Press Persada, 2010.
Sa’abah, Marzuki Umar Bagai Mana Awet
dan Muda dan Panjang Usia. Jakarta:
2010.
Sururin. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2004.
[1] Aliah B Purwakania Hasan, Psikologi
Perkembangan Islami: Menyikapi
Rentang Kehidupan Manusia dari Prakelahiran Hingga Pasca Kematian (Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 117.