MAKALAH
HUKUM TANAH DI DALAM HUKUM ADAT
Diajukan
Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah
Hukum Hukum adat
Dosen pengampu
ADI
GUNAWAN, S.H.,M.H.
Disusun
oleh ;
HENDY DWIKY A (20171100023)
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MADURA
2017/2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Mendengar lagi
Maha Melihat dan atas segala
limpahan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini sesuai dengan waktu yang telah tentukan
Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada
baginda Nabi Besar Muhammad SAW beserta seluruh keluarga dan sahabatnya yang
selalu membantu perjuangan beliau dalam menegakkan Dinullah di muka ini.
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................
i
DAFTAR
ISI.................................................................................................. ii
BAB
I PENDAHULUAN............................................................................
1
A.
Latar
Belakang..........................................................................
1
B.
Rumusan
Masalah.................................................................... 2
C.
Tujuan
Penulisan......................................................................
2
BAB
II
PEMBAHASAN..........................................................................
3
A. Pengertian Hukum Tanah dan Macam-Macam Tanah Menurut Hukum Adat?...............................................
............................................. 3
B. Bagaimana Hak
Persekutuan Hukum dan Hak Perseorangan Atas
Tanah ..3
C. Bagaimana
Transaksi/Perjanjian Jual Beli Tanah dan
Transaksi Yang Ada Hubungan dengan Tanah ? ............................................................... 5
BAB
III
PENUTUP.....................................................................................
15
A.
Kesimpulan
....................................................................... 15
B.
Saran.................................................................................
15
DAFTAR
PUSTAKA.....................................................................................
16
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Membicarakan tentang hukum tanah adat, di dalam hukum adat, tanah
ini merupakan masalah yang sangat penting. Hubungan antara manusia dengan tanah
sangat erat, tanah sebagai tempat manusia untuk menjalani dan melanjutkan
kehidupannya.
Dalam bahasan makalah ini kami akan menitik beratkan
kepada masalah hokum tanah adat, tanah mempunyai makna yang sangat penting
yaitu Sebagai tempat tinggal dan mempertahankan kehidupan, Alat pengikat
masyarakat dalam suatu persekutuan (masyarakat), Sebagai modal (aset produksi) utama dalam suatu persekutuan (masyarakat).
Tanah adat merupakan milik dari masyarakat hukum adat yang telah dikuasai sejak
dulu.
Konsep tanah dalam hukum adat juga dianggap
merupakan benda berjiwa yang tidak boleh dipisahkan persekutuannya dengan
manusia. Tanah dan manusia, meskipun berbeda wujud dan jati diri, namun
merupakan suatu kesatuan yang saling mempengaruhi dalam jalinan susunan
keabadian tata alam (cosmos), besar (macro cosmos), dankecil (micro
cosmos).Tanah dipahami secara luas meliputi semua unsur bumi, air, udara,
kekayaan alam, serta manusia sebagai pusat, maupun roh-roh di alam supranatural
yang terjalin secara menyeluruh dan utuh.1
B. Rumusan Masalah
1.
Apa
Pengertian Hukum Tanah dan Macam-Macam Tanah Menurut Hukum Adat?
2. Bagaimana Hak
Persekutuan Hukum dan Hak Perseorangan Atas
Tanah ?
3. Bagaimana
Transaksi/Perjanjian Jual Beli Tanah dan
Transaksi Yang Ada Hubungan dengan Tanah
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini
yaitu agar kita semua dapat mengetahui dan memahami bagaimana pengertian hukum tanah dalam hukum adat dan Bagaimana Hak Persekutuan Hukum dan Hak Perseorangan Atas Tanah dan juga Bagaimana Transaksi/Perjanjian Jual
Beli Tanah dan Transaksi Yang Ada Hubungan dengan Tanah sehingga kita dapat
mengambil kesimpulan juga menerapkan ilmunya.
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian
Hukum Tanah dan Macam-Macam Tanah Menurut Hukum Adat
1. Pengertian Hukum Tanah
Hukum tanah (groundrecht) ialah semua norma yang
tertulis maupun tidak tertulis mengenai tanah, yang antara lain mengatur
tentang : Hak dan kewajiban subyek hukum atas
tanah, Cara-cara memperoleh tanah, Peralihan hak atas tanah dan Semua
perjanjian yang berhubungan dengan tanah.
Menurut Mr.B.Ter
Haar Bzn membedakan dua macam pengertian mengenai hukum tanah, yaitu
a. Hukum tanah dalam keadaan diam (groundrecht in rust),
mengatur tentang hak-hak atas tanah, baik hak masyarakat hukum atas tanah,
maupun mengenai hak perseorangan atas tanah, seperti hak membuka tanah, hak
milik, hak memungut hasil, hak wenang pilih/hak wenang beli, hak keuntungan jabatan
atas tanah dan sebagainya.
b. Hukum tanah dalam keadaan bergerak (grondrecht in bewoging), mengatur
tentang hak untuk memperoleh dan memindahkan hak atas tanah, seperti hak
menjual tanah, menghadiahkan tanah, menghibahkan tanah, menyediakan tanah untuk
badan hukum adat (wakaf, yayasan) dan sebagainya.2
2. Macam-Macam
Tanah Menurut Hukum Adat
Menurut hukum adat,
terdapat berbagai jenis tanah, yang diberi nama menurut cara memperolehnya atau
menurut tujuan penggunaanya.
a. Berdasarkan cara memperolehnya, dapat dibedakan antara
: tanah yasan, tanah pusaka dan tanah
pekulen.
1). Tanah yasan/tanah trukah/tanah
truko, ialah tanah yang diperoleh seseorang dengan cara membuka tanah sendiri
(membuka hutan)
2). Tanah pusaka/tanah tilaran,
ialah tanah yang diperoleh seseoarang dari pemberian (hibah) warisan orang
tuanya.
3). Tanah pekulen/ tanah gogolan,
ialah tanah yang diperoleh seseorang dari pemberian desanya.
b. berdasarkan tujuan penggunaanya,
dapat dibedakan antara : tanah bengkok dan tanah suksara.
1). Tanah bengkok/tanah
pituwas/tanah lungguh, ialah tanah milik desa (persekutuan hukum) yang
diserahkan kepada seseorang yang memegang jabatan pemerintah di desa itu untuk
diambil hasilnya sebagai upah jabatannya.
2). Tanah suksara/tanah kemakmuran,
ialah tanah milik desa (persekutuan hukum) yang diusahakan/digarap untuk
kepentingan desa atau untuk kesejahteraan masyarakat desanya (jawa,bondo
deso,sunda,titisara).
B. Hak
Persekutuan Hukum dan Hak Perseorangan Atas
Tanah
1. Hak Persekutuan /
Ulayat Hukum Atas Tanah
Menurut hukum adat
yang dapat mempunyai hak atas tanah bukan hanya orang perseorangan, melainkan
juga persekutuan hukum. Hak persekutuan hukum atas tanah ini biasanya disebut
hak pertuanan atau hak ulayat.3
Hak ulayat merupakan hak penguasaan atas tanah
tertinggi dalam hukum adat. Dari hak ulayat, karena proses individualisasi
dapat lahir hak-hak perorangan (hak individual). Istilah hak ulayat disebut
oleh van Vollen Hoven sebagai beschikkingrecht, oleh Soepomo disebut Hak
Pertuanan, Teer Haar mengistilahkannya
sebagai Hak Pertuanan, dan masyarakat minang menyebutnya dengan kosa kata
ulayat.
Menurut Purnadi Purbacaraka4,
hak ulayat adalah hak atas tanah yang dipegang oleh seluruh anggota masyarakat
hukum adat secara bersama-sama (komunal). Dengan hak ulayat ini, masyarakat hukum adat yang bersangkutan menguasai tanah
tersebut secara menyeluruh. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa hak ulayat
adalah hak masyarakat hukum adat terhadap tanah di wilayahnya berupa wewenang
menggunakan dan mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan tanah
lingkungan wilayahnya di bawah kepemimpinan kepala adat.
Subyek hak ulayat adalah Masyarakat Hukum Adat, yang
di dalamnya ada anggota masyarakat hukum adat dan ada pula Ketua dan para Tetua
Adat.Para anggota masyarakat hukum adat secara bersama-sama memiliki hak yang
bersifat keperdataan atas wilayah adat tersebut. Ter Haar mengatakan bahwa
anggota masyarakat hukum adat dapat mempergunakan hak pertuanannya dalam arti
memungut keuntungan dari tanah itu, tentu seizin Ketua Adat. Hak mempergunakan
ini jika berlangsung lama dan terus menerus menjadi cara yang menjadikan bagian
dari hak ulayat sebagai hak individual. Hal itu yang disebut sebagai proses
individualisasi hak ulayat.
Kewenangan untuk mempergunakan oleh para anggota
masyarakat hukum adat itulah yang disebut dalam hak ulayat sebagai ‘berlaku ke
dalam’. Selanjutnya, hak ulayat juga ‘berlaku keluar’, dalam arti, orang
asing/orang luar hanya boleh memungut hasil dari tanah ulayat setelah
memperoleh izin dan membayar uang pengakuan di depan serta uang penggantian di
belakang. Kewenangan untuk memungut hasil hutan bersifat terbatas.5
Undang-Undang Pokok
Agaria (UUPA) terhadap hak ulayat, yaitu UU no 5 tahun 1960 (LN 1960 no 104)
mengakui berlakunya hukum adat mengenai tanah, sebagaimana dicantumkan dalam
pasal 5 UUPA yang berbunyi: “Hukum Agraria yang berlaku atas bumi, air, dan
ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentinagn
nasional dan negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme
Indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam undang-undang
ini dan dengan peraturan perundangan lainya, segala sesuatu dengan mengindahkan
unsur-unsur yang berdasarkan hukum agama”
Dengan demikian adanya hak ulayat dalam hukum
Agraria yang berdasarkan hukum adat juga diakui oleh UUPA, meskipun tidak
dengan kebebasan yang sepenuhnya karena harus memperhatikan kepentingan yang
lebih tinggi, yaitu kepentingan bangsa dan negara.6
2. Hak Perseorangan Atas
Tanah
Hak perseorangan
atas tanah merupakan hak yang diberikan kepada warga negara persekutuan/warga
desa/orang luar atas sebidang tanah yang berada di wilayah hak pertuanan pada
persekutuan hukum yang bersangkutan. Hak-hak perseorangan atas tanah menurut
hukum adat antara lain7
:
A. Hak milik/
hak yasan, ialah hak seseorang yang memberikan kekuasaan penuh atas sebidang
tanah kepada pemiliknya, dalam batas-batas hak ulayat. ( misalnya hak menjual,
menjadikan jaminan hutang, mewariskan dan sebagainya). Ada 3 macam hak milik
atas tanah, yaitu:
1) Hak milik perseorangan, yang dapat dibedakan lagi dalam :
a) Hak milik perseorangan yang bebas, dalam arti bebas dari pengaruh hak
ulayat, seperti yang melekat pada tanah yasan di jawa tengah/ tanah-tanah milik tuan tanah di daerah jawa barat yang
benar-benar dapat bertindak sebagai yang diperuntukan atas tanah miliknya.
b) Hak milik perseorangan yang terkekang, yaitu terkekang oleh hak ulayat,
seperti yang terjadi atas tanah sawah/pekulen di jawa tengah atau tanah
kasikepan di daerah cirebon.
2). Hak milik persekutuan, yaitu
tanah milik persekutuan yang mungkin berasal dari membuka hutan atau membeli
dari perseorangan yang dikerjakan untuk kepentingan persekutuan itu sendiri,
misalnya tanah suksara di jawa tengah/ drue desa di bali, tanah ulayat di
minangkabau
3) hak milik keluarga, yaitu tanah
milik bersama para anggota keluarga tertentu, seperti tanah tilaran di jawa
tengah, tanah pusaka di minangkabau, tanah dati di ambon, tanah pesini di
minahasa dan sebagainya.
Hak milik atas
tanah ini dapat diperoleh dengan berbagai macam cara, antara lain : dengan
membuka tanah/hutan pertuanan, mendapatkan warisan tanah, mendapat tanah
sebagai akibat perbuatan hukum/transaksi tanah, seperti karena pembelian, penukaran
hadiah dan sebagainya, karena daluwarsa/lampau waktu.
B. Hak membuka tanah, ialah hak warga persekutuan untuk membuka tanah hutan
atau berlukar yang termasuk lingkungan pada pertuanan dengan persetujuan kepala
persekutuan.
Hak ini dapat merupakan hak untuk mengolah tanah hutan berlukar untuk
dijadikan lahan pertanian, daerah pemukiman dan sebagainya. Hak membuka hutan
ini dalam prakteknya dapat pula ia dimiliki oleh orang luar (bukan warga
persekutuan) yang telah mendapat izin dari kepala persekutuan hukum adat
setempat, kalau terjadi demikian maka hak mereka ini bukan berdasarkan hak
pertuanan, melainkan berdasarkan perjanjian yang harus disertai dengan
pembayaran uang pengakuan atau uang persembahan/upeti (mesi di jawa). Bagi
warga persekutuan sendiri pada umumnya tidak diperlukan izin dari kepala
persekutuan dan pembayaran upeti, melainkan cukup dengan sepengetahuan saja.
C. Hak memungut hasil/hak menikmati hasil/hak anggaduh, ialah hak seseorang
yang diberikan oleh persekutuan untuk memungut hasil atau mengerjakan tanah
tertentu milik persekutuan dalam waktu yang terbatas.
Pada dasarnya hak
ini hanya diberikan kepada orang yang bukan warga persekutuan untuk mengolah
sebidang tanah selama satu atau beberapa kali masa tertentu saja, dan kalau ada
yang mendapatkan lebih dari satu masa panen, sebenarnya hanya merupakan satu
rangkaian saja. Hak ini diberikan paling lama seumur hidup sehingga tidak dapat
diwariskan.
Hak anggaduh ini
dapat dipindahkan/dihibahkan oleh pemegang haknya kepada orang lain selama
masih hidup, karena hak ini berakhir dengan meninggalnya si pemegang hak
(jurisprudensi MA tgl 19 Nopember 1958 no 340 k/sip/58).8
D. Hak pakai/
hak anggarap, ialah hak anggota keluarga untuk mengerjakan tanah milik bersama
dari anggota keluarga (misalnya hak atas tanah pusaka di daerah minangkabau
yang disebut ganggam bauntuik).
Hak pakai ini
merupakan hak sesama warga persekutuan atau sesama anggota keluarga, dan
berlangsung untuk waktu yang lama. Jadi dalam hak ini pemilikan atas tanah
pusaka itu ada di tangan persekutuan, tetapi pemanfaatannya dibagi-bagi
diantara para keluarga yang menguasai tanah tersebut.
E. Hak wenang pilh/ hak kinacek, ialah hak warga persekutuan untuk memakai,
mengolah atau mendapatkan tanah lebih dahulu dari orang lain.
F. Hak wenang beli, ialah hak seseorang yang karena sesuatu hal berhak membeli
sebidang tanah terlebih dahulu dari orang lain, dengan harga yang sama kalau
tanah tersebut dibeli oleh orang lain. Hak ini meliputi tanah pertanian, tanah
pekarangan, kolam ikan dan sebagainya.
G. Hak
keuntungan jabatan, ialah hak pejabat desa/pamong desa/prabot desa untuk
mengerjakan tanah milik desa atau persekutuan hukum adat dan mengambil hasilnya
sebagai upah jabatannya.9
C. Transaksi/Perjanjian Jual Beli Tanah dan Transaksi Yang Ada Hubungan dengan Tanah
1. Transaksi/Perjanjian Jual Beli Tanah
Ada dua macam
transaksi/perjanjian jual beli tanah yaitu: pertama yang merupakan perbuatan
hukum sefihak, dan kedua yang merupakan perbuatan hukum dua fihak.
A. Transaksi
tanah yang bersifat perbuatan hukum sefihak
Sebagai contoh dari transaksi tanah
semacam ini,dapat disebut:
a. Pendirian suatu desa, sekelompok orang-orang mendiami
suatu tempat tertentu dan membuat perkampungan diatas tanah itu,membuka tanah
pertanian,mengubur orang-orang yang meninggal dunia di tempat itu dan lain
sebagainya, sehingga lambat laun tempat itu menjadi desa, lambat laun timbul
hubungan religio magis antara desa dengan tanah tersebut, tumbuh suatu hubungan
hukum antara desa dan tanah dimaksud, tumbuh suatu hak atas tanah itu bagi
persekutuan yang bersangkutan, yakni hak ulayat.
b. Pembukaan tanah oleh seorang warga persekutuan, kalau seorang individu,
warga persekutuan dengan izin kepala desa membuka tanah wilayah persekutuan,
maka dengan menggarap tanah itu terjadi suatu hubungan hukum dan sekaligus juga
hubungan religio magis antara warga yang bersangkutan, dengan tanah dimaksud.
B. Transaksi/perjanjian jual beli tanah yang bersifat perbuatan hukum dua
fihak.
Dalam hukum tanah
perbuatan hukum ini disebut transaksi jual (jawa disebut adol atau sade.
Transaksi jual ini menurut isinya dapat dibedakan dalam tiga macam:
a. Penyerahan tanah dengan pembayaran kontan disertai
ketentuan, bahwa yang menyerahkan tanah, dapat memiliki kembali tanah tersebut,
dengan pembayaran sejumlah uang (sesuai perjanjian)
b. Penyerahan tanah dengan pembayaran kontan tanpa syarat, jadi untuk
seterusnya/selamanya disebut adol plas, run tumurun (jawa), menjual gada
(kalimantan), menjual lepas (riau dan jambi)
c. Penyerahan tanah dengan pembayaran kontan disertsi
perjanjian, bahwa apabila kemudian tidak ada perbuatan hukum lain, sesudah satu
dua tahun atau beberapa kali panen, tanah itu kembali lagi kepada pemilik tanah
semula disebut menjual tahunan, adol oyodan (jawa).
Pada umumnya untuk
transaksi-transaksi ini dibuatkan suatu akta yang ditanda tangani (cap jempol)
oleh yang menyerahkan serta dibubuhi pula tanda tangan kepala persekutuan dan
saksi-saksi. Akta ini adalah merupakan suatu bukti. Tentang penyerahan tanahnya
sendiri dalam kenyataanya dapat juga ditunda untuk beberapa waktu lamanya,
tetapi hak si penerima atas tanah itu mulai berlaku sejak saat persetujuan
terjadi.10
Masalah jual beli
tanah: a) perkaranya : jaksa agung pada tanggal 1 oktober 1958 mengajukan
kasasi atas putusan pengadilan negeri semarang, dengan mengajukan
keberatan-keberatan sebagai berikut, jual beli tanah adat antara penjual orang
eropa dan pembeli bangsa indonesia asli supaya dinyatakan tidak sah, karena
dilakukan tanpa ikut sertanya lurah dari daerah dimana tanah tersebut terletak.
b) keputusan MA tanggal 13 Desember 1958 no. 4 k/Rup/1958 : MA berpendapat
bahwa bagi tanah milik menurut hukum
adat tetap berlaku hukum adat, meskipun itu dijual belikan oleh orang Eropa,
sehingga tidak mungkin dibalik nama. Namun mengenai sahnya jual beli MA
berpendapat bahwa ikut sertanya kepala desa belum ternyata sebagai syarat
mutlak untuk sahnya jual beli tanah dalam hukum adat, campur tangan kepala desa
hanyalah merupakan faktor yang lebih menyakinkan akan sahnya jual beli tanah
tersebut. c) suatu permohonan kasasi
oleh Jaksa Agung untuk kepentingan hukum tidak boleh merugikan fihak-fihak yang
berkepentingan dan hanya dimaksudkan untuk memperoleh suatu pendapat dari MA
mengenai suatu persoalan hukum, agar untuk perkara yang serupa dimasa yang akan
datang dianut oleh hakim bawahan.11
2. Transaksi/perjanjian jual beli Yang Ada Hubungan dengan Tanah.
Dalam
transaksi-transaksi ini objeknya bukan tanah, tetapi hanya mempunyai hubungan
dengan tanah.
a. Perjanjian paruh hasil tanam, ialah suatu perjanjian yang
terkenal dan lazim dalam segala lingkungan-lingkungan hukum. Dasar perjanjian
paruh hasil tanam ini ialah saja ada sebidang tanah tapi tak ada kesempatan
atau kemauan mengusahakan sendiri sampai berhasilnya, tapi walaupun begitu saya
hendak memungut hasil tanah itu dan saya membuat persetujuan dengan orang lain
supaya ia mengerjakannya, menanaminya, dan memberikan kepada saya sebagian
hasil panennya, padahal dasar daripada perjanjian jual ialah saya ada sebidang
tanah yang saya pergunakan untuk mencukupi kebutuhan saya akan uang yang
mendadak ( atau saya lebih suka (buat sementara) mempunyai uang dari pada
tanah).12
b. Perjanjian Sewa tanah, adalah suatu transaksi yang mengizinkan orang lain
untuk mengerjakan tanahnya atau untuk tinggal di tanahnya dengan membayar uang
sewa yang tetap sesudah tiap panen atau sesudah tiap bulan atau tiap tahun. Di
beberapa daerah untuk transaksi demikian ini, dipergunakan istilah khusus
seperti mengasidi (Tapanuli Selatan), sewa bumi (Sumatra Selatan), cukai
(Kalimantan), ngeputenin (Bali).13
c. Perjanjian bagi hasil/sewa bersama dengan jual gadai
tanah, ialah perjanjian dimana seseorang yang membeli gadai sebidang tanah
mengizinkan si penjual/pemilik tanah tersebut untuk mengerjakan tanahnya atas
dasar perjanjian bagi hasil atau sewa.
d. Perjanjian tanggungan tanah, ialah suatu perjanjian dimana seseorang
meminjam uang dari orang lain dengan ketentuan bahwa apabila perlu si peminjam
akan menjual tanah miliknya kepada orang yang meminjami uang lebih dahulu
daripada orang lain, untuk keperluan melunasi hutangnya.
e. Perjanjian menumpang rumah atau pekarangan, ialah suatu
perjanjian dimana seseorang pemilik tanah mengizinkan orang lain
(numpang,magersari) untuk mendirikan rumah atau mendiami tanah pekaranganya.14
BAB III PENUTUP
Dengan mengucapkan Syukur Alhamdulilah akhirnya kami bisa menyelesaikan tugas makalahhukum adat, demikianlah paparan
yang dapat kami
persembahkan tentang hukum tanah
adat, kami mohon maaf apabila
ada kesalahan dalam
makalah ini, kami juga mengharapkan
kritik dan saran
yang sifatnya membangun
untuk makalah-makalah kami selanjutnya.
KESIMPULAN
Dalam kehidupan
manusia bahwa tanah tidak akan terlepas dari segala tindak tanduk manusia itu
sendiri sebab tanah merupakan tempat bagi manusia untuk menjalani dan
kelanjutan kehidupannya. Oleh itu tanah sangat dibutuhkan oleh setiap anggota
masyarakat, sehingga sering terjadi sengketa diantara sesamanya, terutama yang
menyangkut tanah. Di dalam Hukum Adat, tanah ini merupakan masalah yang sangat
penting. Macam-macam tanah menurut hukum
adat:
Berdasarkan cara
memperolehnya, antara lain : tanah yasan, tanah pusaka dan tanah pekulen. Dan
berdasarkan tujuan penggunaanya, antar lain: tanah bengkok, dan tanah suksara.
Hak persekutuan
hukum atas tanah, yaitu hak yang dimiliki, dikuasai, dimanfaatkan,
dinikmati, diusahai oleh sekelompok manusia yang hidup dalam suatu wilayah
tertentu yang disebut dengan masyarakat hukum (persekutuan hukum). Lebih
lanjut, hak persekutuan ini sering disebut dengan hak ulayat, hak dipertuan,
hak purba, hak komunal, atau beschikingsrecht.
Hak
Perseorangan atas tanah, yaitu hak yang
dimiliki, dikuasai, dimanfaatkan, dinikmati, diusahai oleh seseorang anggota
dari persekutuan tertentu.
Transaksi/perjanjian
jual beli tanah, Ada dua macam transaksi/perjanjian jual beli tanah yaitu: pertama yang merupakan perbuatan hukum
sefihak, dan kedua yang merupakan
perbuatan hukum dua fihak.
Transaksi/perjanjian
jual beli yang ada hubungannya dengan tanah, antara lain: perjanjian paruh/bagi
hasil, perjanjian sewa tanah, perjanjian bagi hasil/sewa bersama dengan jual
gadai tanah, perjanjian tanggungan tanah, dan perjanjian menumpang rumah atau
pekarangan.
.
DAFTAR PUSTAKA
Soesangobeng, Herman, Kedudukan
Hakim dalam HukumPertanahan dan Permasalahannya di Indonesoa, Yogyakarta:
Pusdiklat Mahkamah Agung, 2003.
Effendy, H.A.M, Pokok-Pokok Hukum Adat, Semarang : Duta Grafika,
1990.
Purbacaraka, Purnadi dan Halim, A. Ridwan, Sendi-Sendi Hukum Agraria, Jakarta:
Ghalia Indonesia, 1983.
Muhammad, Bushar,
Pokok-Pokok Hukum Adat, Jakarta :Pradnya Paramita,1983.
Effendy, H.A.M, Capita Selecta Hukum Adat, Jakarta :
Duta Grafika, 1996.
Haar Bzn, B. Ter, Asas-Asas
dan Susunan Hukum Adat, Jakarta Pusat: Pradnya Paramita,1980.
Wignjodipoero,
Seorojo ,Pengantar
dan Asas-Asas Hukum Adat, Jakarta: Gunung Agung, 1984.