Tuesday, 12 March 2019

hukum dakwah dalam Islam


BAB  I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dakwah adalah mengajak orang tau sekelompok orang kepada kebaikan (al-Khoir) atau jalan Tuhan (Sabili rabbika) dan mencegah dari yang mungkar (nahi mungkar/ dholla ‘an sabilihi). Dakwah dalam konteks seperti ini akan berjalan terus dan tidak mengenal kata putus sepanjang manusia masih hidup. dakwah merupakan upaya sosialisasi al-ma’ruf dan memproteksi al-mungkar dalam kehidupan yang lebih luas yang melebitkan elemen kehidupan manusia yang kompleks, baik dalam kehidupan ekonomi, sosial, politik, budaya, keamanan dan lain-lainnya.[1]
M. Quraish Shihab sebagaimana yang dikutip oleh Samsul Munir Amin berpendapat bahwa dakwah merupakan seruan menuju keinsafan atau usaha mengubah pribadi dan masyarakat menjadi lebih baik. Perwujudan dakwah bukan sekedar usaha peningkatan pemahaman dalam tingkah laku dan pandangan hidup, melainkan lebih dari itu. Apalagi pada masa sekarang ini, dakwah harus memiliki lebih banyak peran dalam pelaksanaan ajaran Islam diberbagai aspek.[2]
Sehubungan dari hal itu, berikut ini akan diuraikan langkah-langkah guna mengembangkan dakwah yakni:
1.      Konstruksi, artinya sejarah yang masih berkaitan disusun dan dipahami.
2.      Interpretasi, artinya sejarah dapat dikembangkan atau dibuang.
3.      Transformasi, artinya sejarah dapat dikembangkan untuk mengikuti tuntutan globalisasi.
4.      Rekonstruksi, artinya melakukan konstruksi ulang secara runtut dan sistematis agar sesuai dengan zamannya.[3].
Dalam menuju tangga keberhasilan sampai pada tingkatan tertentu, setiap organisasi maupu individu dalam berdakwah pastilah memiliki jalan atau cara khas yang digunakan untuk mencapai keberhasilannya. Seringkali manajemen mempunyai masalah dalam hal efektif komunikasi yang efeknya adalah dapat memicu untuk masalah-masalah lain yang kadang kala lebih pelik. Komunikasi yang efektif memiliki peranan penting bagi penyampai (da’i). Salah satu proses komunikasi mempunyai unsur-unsur kegiatan sebagai berikut:
1.      Suatu kegiatan untuk membuat seseorang mengerti.
2.      Suatu sarana pengaliran informasi.
3.      Suatu sistem bagi terjalinnya komunikasi diantara individu-individu.[4]
Dakwah bertujuan mewujudkan keselarasan dan keserasian hidup manusia atau masyarakat di semua lapisan seperti antara pemimpin dengan rakyt, antara kyaa dan miskin, antara yang terdidik dengan yang tidak terdidik, antara yang pandai dengan yang awam, dan lain sebagainya.[5]

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana hukum dakwah dalam Islam?
2.      Apa tujuan dakwah dalam Islam?
3.      Bagaimana fungsi dakwah dalam Islam?

C.    Tujuan
1.      Menjelaskan hukum dakwah dalam Islam.
2.      Menguraikan tujuan dakwah dalam Islam.
3.      Menjelaskan fungsi dakwah dalam Islam.











BAB II
PEMBAHASAN
A.    Hukum Dakwah Dalam Islam
Dasar hukum dakwah terdapat dalam al-Qur’an surat Ali Imran ayat 104, yakni :
وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

Artinya: “Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru pada kebaikan. Menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari kemungkaran. Mere kalah orang-orang yang beruntung”
Ayat ini menunjukkan kewajiban dalam melaksanakan perintah Allah Swt, yakni menyuruh kepada kebajikan dan mencegah dari perbuatan buruk. Adapun alasan utama untuk menentukan hukum wajib adalah terletak pada kata waltakun yaitu fi’il mudhari’ yang dimasuki lam ‘amr. Dalam kaidah Bahasa Arab, bentuk tersebut menunjukkan perintah.[6]
Hukum dakwah juga terdapat dalam Hadis Rasulullah yang telah diriwiyatkan oleh H.R. Muslim, yakni:

الله  صلى  الله    رسُوْل  سَمِعْتُ  : قَالَ    عَنْهُ  الله  رَضِيَ  الْخُدْرِ  سَعِيْد   أبي   عَنْ
 ,  فَبِسَانِهِ  يَسْتَطِعْ  لَمْ  فَإن, بِيَدِهِ  فَلْيُغَيّرْهُ  ا مُنْكَرً    مِنْكُمْ رَأى  مَنْ  : يَقُوْلُ   وسلم عليه 
اْلإيْمَانِ أضْعَفُ وَذَلِكَ فَبِقَلْبِهِ يَسْتَطِعْ  لَمْ  فَإن  

 “Dari Abu Sa’id Al-Khudri radiallahuanhu berkatata:Saya mendengar Rasulullah saw bersabda: Barang siapa diantara kamu melihat kemungkaran maka hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya, apabila tidak mampu, mka dengan lisannya, apabila juga tidak mampu, maka dengan hatinya dan itulah iman yang paling lemah.”

Hadis tersebut menunjukkan  hukum wajib dalam melaksanakan perintah Allah Swt. Adapun alasan penetapan wajib ialah terletak pada kata falyughayyirhu yaitu fi’il mudhari’ yang dimasuki lam ‘amr yang artinya mengubah.
Setelah  menjelaskan  hukum tentang wajibnya berdakwah, maka juga perlu penje lasan tentang jenis dari kewajiban berdakwah tersebut. Ada tiga pendapat terkait dengan kewajiban dalam berdakwah.
1.         Fardlu Kifayah
Pendapat yang mengatakan bahwa hukum dakwah adalah fardlu kifayah berdasarkan pada penafsiran bahwa kata minkum dalam surat Ali Imran ayat 104 berfungsi sebgai lit tab’id, oleh karena itu kata minkum diartikan “diantara kamu”. Pendapat yang pertama ingin mengatakan bahwa kewajiban dakwah hanya dibebankan kepada sebagian orang saja yang mempunyai kemampuan dan cukup ilmu agamanya. Misalnya orang yang telah menimbailmu ditempat-tempat non-formal, madrasah, bangku kuliah, atau memiliki pengamalan spiritual yang dapat dibagikan kepada orang lain dengan tujuan orang tersebut dapat berbuat kebajikan dan meninggalkan keburukan.
2.      Fardlu ‘Ain
Pendapat yang mengatakan hukum dakwah adalah fardlu ‘ain didasarkan atas kata minkum sebagai lil bayaaan bermakna penegasan, atau lil taukiid berarti menguatkan terhadap kata waltakun. Sehingga ayat tersebut diartikan dengan “hendaklah kamu menjadi suatu umat”. Pendapat yang kedua diperkuat oleh hadis Rasulullah Saw, yakni  “sampaikanlah dari ajaranku walaupun satu ayat”. Sehingga kewajiban dakwah dibebankan kepada setiap muslim sesuai dengan kemampuan masing-masing. Setiap muslim harus menyiarkan agama Islam, baik pengetahuannya sedikit ataupun sebaliknya kepada orang lain yang belum mengetahui. Hal ini disebabkan roh kebenaran yang terdapat dalam dada setiap muslim tidak mungkin hingga kebenaran itu terwujud dalam pikiran, perkataan dan perbuatan.
3.      Fardlu ‘Ain Bersyarat
Pendapat yang mengatakan bahwa hukum dakwah adalah fardlu ‘ain bersyarat  diikuti oleh Ar-Rozi dengan memperhatikan hadis Rasulullah Saw riwayat HR. Muslim, yaitu:
“Barang siapa yang melihat diantara kamu akan kemungkaran, maka rubahlah dengan tangannya (kekuasaan), apabila tidak mampu hendaklah mengubah dengan lisannya, apabila tidak mampu maka rubahlah dengan hatinya. Dan itulah selemah-lemahnya iman.”
Ar-Rozi mengatakan dakwah Islam tidak secara otomatis disampaikan kepada orang lain, tapi terlebih dahulu melihat urgensinya. Setiap orang perlu mempertimbangkannya apakah kemungkaran telah terjadi dalam masyarakat, kemudian sejauh mana kemungkaran tersebut telah terjadi. Apabila kemungkaran sudah mengancam atau bahkan sudah keluar dari nilai-nilai ajaran Islam, maka hukum melaksanakan dakwah menjadi fardlu ‘ain.
Sedangkan M. Rosyid Ridla dkk, memandang bahwa dakwah tidak hanya dalam dataran menyampaikan ajaran kepada masyarakat yang telah terjadi kemungkaran. Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat melalui proses pembinaan yang berkelanjutan juga menjadi konsen dakwah. Mengembangkan perekonomian ummat, menyebar kesejahteraan terutama didaerah terpencil, hingga membantu umat Islam untuk mendapatkan keadilan juga termasuk dalam lingkup dakwah melalui sentuhan tindakan. Sehingga dakwah tidak hrus menunggu terjadinya kemungkaran atau kejahatan terlebih dahulu. Hal ini tercermin dari dakwah Rasulullah Saw yang terus menyampaikan seruan kepada para sahabat walau sahabat telah mengetahui tentang satu perkara. Berdasarkan pengertian dan hukum berdakwah yang sudah dipaparkan diatas, maka dapat disimpulkan kegiatan dakwah hukumnya wajib bagi umat Islam. Baik fardlu ‘ain, fardlu ‘ain bersyarat maupun fardlu kifayah.[7]
Sedangkan menurut Bassam sebagaimana yang dikutip oleh Moh. Ali Aziz mengemukakan bahwa setiap umat Islam harus menyampaikan dakwah, meski dengan pengetahuan agama yang terbatas. Setiap muslim, menurut Bassam, pasti memiliki kemampuan sekecil apapun yang menjadi andil bagi kemajuan Islam. Begitu pula, dikalangan umat Islam harus ada kelompok yang menekuni ilmu agama Islam untuk mempertahankan serangan pemkiran dari para musuh Islam.[8] Macam pendakwahpun dibagi menjadi tiga macam yakni:
a.       Pendakwah Mujtahid, golongan yang masuk katagori ini adalah para ulama’ yang mampu membuat penafsiran ayat dan hadis secara benar, lalu menyampaikannya kepada masyarakat. Mereka terbebani dakwah fardlu ‘ain.
b.      Pendakwah Muttabi’, golongan ini yaitu orang-orang yang mengajak orang lain dengan menampilkan dalil yang diketahuinya. Semisal para pendakwah kita yang membaca karya para ulama, lalu menyampaikan kepada khalayak masyarakat. Dan mereka juga terbebani dakwah fardlu ‘ain.
c.       Pendakwah Muqallid golongan ini dibebani hukum dakwah fardlu kifyah dikarenakan memiliki pengetahuan yang sangat terbatas.[9]
B.     Tujuan Dakwah Dalam Islam
Tujuan dakwah merupakan salah satu unsur yang penting dalam aktivitas dakwah Islam, sebagaimana dalam aktivitas-aktivitas lainnya. Tanpa adanya tujuan yang pasti dan dan jelas , suatu aktivitas sulit berjalan dengan baik. Tujuan  dakwah dapat diibaratkan sebagai sebuah mimpi atau cita-cita seorang da’i dalam melakuyang akan dicapai oleh da’i. Tujuan itu pada akhirnya akan menentukan strategi dan bahkan menentuan aktivitaskan besar kecilnya semangat  dakwah Islam. Semakin mantap dan jelas tujuan yang hendak dicapainya, maka stratgi yang dirancang untuk mencapai tujuan semakin jelas. Semakin mantap tujuan dan semakin jelas stategi yang dirancangnya, maka semakin besar pula pengaruh terhadap semangat seorang da’i dalam menjalankan dakwah.[10]
Tujuan dakwah dapat dibagi menjadi dua yakni tujuan dakwah jangka panjang dan tujuan dakwah jangka pendek. Tujuan dakwah jangka panjang atau umum (mujmal) yakni sebagai berikut:
1.      Tujuan Dakwah Jangka Panjang atau Umum (mujmal)
a.       Menjadikan atau mengajak semua orang untuk beribadah dalam arti menjalankan perintah-perintah Allah dan Rasul-Nya, dan menjauhi segala yang dilarangnya. Sebagaimana yang telah disinggng didalam al-Qur’an surat adz-Dzariat: 56.
            وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Artinya:  “Tidaklah aku jadikan jin dan manusia kecuali untuk mengabdi atau beribadah (kepadaku).” (Qs. Adz-Dzariat: 56).
b.      Menciptakan rahmat atau berkah dalam kehidupan yang baik didunia, baik untuk kehidupan umat Islam sendiri maupun untuk kehidupan seluruh umat manusia, termasuk makhluk-makhluk Allah dialam semesta. Dalam surat al-Anbiya’ 107 disebutkan:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَالَمِينَ
Artinya: “Dan tidaklah kami utus engkau melainkan untuk (menciptakan) rahmat bagi seluruh alam.” (Qs. al-Anbiya’ 107).
c.       Agar manusia mendapatkan kebahagiaan hidup didunia dan diakhirat.
2.      Tujuan Dakwah Jangka Pendek atau Khusus
a.       Membina mental dan keimanan para muallaf yang baru masuk Islam atu yang masih lemah keimanannya, supaya tidak keluar dari Islam.
b.      Meningkatkan keimanan dan ketakwaan umat Islam yang telah cukup kuat keimanannya.
c.       Mendidik dan mengajar anak-anak agar dapat mengembangkan poensinya sesuai dengan jalan Allah atu dalam kerangka menjalankan tugasnya sebagai hamba Allah dan khalifah dimuka bumi.
d.      Mengajak kepada umat manusia yang belum meyakini ajaran Islam, agar meyakini dan menjalankan ajaran Islam.[11]
Dari tujuan jangka panjang/umum dan tujuan jangka pendek/khusus tersebut dapat dikembangkan tujuan-tujuan lain yang sifatnya mengarah pada tercapainya kedua tujuan tersebut, seperti mencetak sumber daya manusia yang berkualitas, 9masyarakat, menciptakan sistem politik yang demokrasi dan berdasar kepada prinsip-prinsip kepemimpinan dalam Islam, dan sebagainya. Dengan demikian, tujuan dakwah memosisikan dakwah sebagai disiplin atau tugas mulia yang sangat kompleks. Untuk menggapai tujuan dakwah tersebut tidak cukup dilakukan hanya dengan beberapa bidang kajian, bidang kegiatan, atau program kegiatan saja. Tetapi memerlukan berbagai pendekatan dan program kerja.[12]
Inilah sebagai tujuan dakwah menjadi pijakan bagi kegiatan dakwah. Dakwah dengan berpegang pada tujuannya akan mendorong para praktisi dakwah atau para muballigh untuk bekerja keras mewujudkan kehidupabn sosial yang berlandaskan pada nilai-nilai agama yang (sudah pasti) luhur. Dakwah tersebut akan dijalankan secara komprehensif, tidak sepotong-potong, serta tidak artificial.[13]

C.    Fungsi Dakwah Dalam Islam
Dakwah dijadikan sebagai suatu tindakan yang preventif  dalam menangani masalah dekadensi moral.Hal ini diharapkan akan mengubah tatanan hidup sosial menjadi lebih baik dan mampu memberikan edukasi bagi masyarakat tentang norma-norma agama ataupun norma-norma sosial yang telah terkikis dengan perubahan zaman,sehingga dakwah menjadi pencerahan dalam menghadapi problematika sosial keagamaan.Sebagaimana  dalam sebuah Pengantar Achmad Mubarok yang dikutip dari buku Psikologi Dakwah karangan Faizah dan Lalu Muchsin Effendi yang memberikan pandangannya tentang hak ikat dakwah dengan dilihat dari sang Da’i ataupun makna yang dipersepsi oleh masy arakat pada saat menerima dakwah dengan terdiri dari lima bagian,yaitu:
1. Dakwah sebagai tabligh
            Tabligh artinya menyampaikan,sedangkan orangnya disebut mubaligh dengan menyampaikan materi dakwah kepada masyarakat.Materi dakwah dapat berupa keterangan,informasi,ajaran,seruan atau gagasan.Tabligh biasanya dilakukan diatas mimbar baik di masjid,majlis ta’lim atau di tempat lain.
            Pusat perhatiannya hanya sekedar menyampaikan,setelah itu tergantung respon masyarakat.Akan tetapi bagi masyarakat tabligh yang tidak jelas hanya bermakna bunyi-bunyian semata,sedangkan tabligh yang berupa informasi akan menghasilkan pengertian ataupun tabligh yang berupa renungan bisa menjadi penghayatan dan dakwah berupa gagasan akan dapat memancing masyarakat untuk terus berpikir. Adapun kekuatan tabligh sendiri tergantung dari sang mubaligh yang benar-benar menjadi subjek atau pelaku dengan kesadaran tanggung jawabnya bukan sebagai objek yang diprogram oleh orang lain untuk memenuhi pesanan pasar. 
2. Dakwah sebagai ajakan
            Orang akan tertarik kepada ajakan jika tujuannya menarik.Oleh karena itu,Da’i harus dapat merumuskan tujuannya kepada kepada masyarakat yang diajak.Ada tujuan makro dan mikro.Tujuan makro yaitu mengajak manusia kepada kebahagiaan dunia dan akhirat,sedangkan tujuan mikro hanya bersifat jangka pendek dan mudah dijangkau dengan cara menarik hati masyakatnya atau seseorang yang tersentuh dengan dakwah yang telah disampaikannya.
3. Dakwah sebagai pekerjaan menanam
            Berdakwah juga mengandung arti mendidik manusia agar bertingkah laku sesuai dengan nilai-nilai Islam.Mendidik adalah pekerjaan menanamkan nilai-nilai ke dalam jiwa manusia.Nilai-nilai yang ditanam dalam dakwah adalah keimanan, kejujuran, keadilan,kedisiplinan,kasih sayang,rendah hati dan nilai akhlak mulia lainnya.Hal ini juga diharapkan bagi Guru di sekolah dapat menjadi da’i yang tidak hanya mengajar melainkan mendidik dengan mentransfer tingkah laku atau kebudayaan.
4. Dakwah sebagai akulturasi nilai
            Dakwahnya walisongo di Pulau Jawa merupakan contoh konkret dakwah akulturasi budaya.Seperti tradisi selamatan tiga hari,tujuh hari,seratus hari dulunya adalah tradisi masyarakat Jawa yang dilakukan ketika keluarganya meninggal dunia.Dalam acara itu diisi dengan begadang,makan,judi dan mabuk.Oleh sebab itu para wali songo mengubah tradisi tersebut dengan hal-hal yang islami,yakni membaca kalimat tauhid sedangkan makanannya diganti dengan nasi tumpeng yang melambangkan tauhid dan ketika selesai tahlilan setiap orang pulang dengan membawa brekat (berkah).Akan tetapi kelemahannya ialah sinkretisme yang tidak bisa terhindari.
5. Dakwah sebagai pekerjaan membangun
            Dakwah  dapat bertujuan untuk membangun tata dunia Islam atau membangun negara Islam (nasional) dalam skala luas dan skala kecil.Bagi Indonesia sendiri yang paling relevan adalah membangun masyarakat atau komunitas yang islami dalam skala kecil atau ruang lingkup yang relatif bukan absolut dengan cara meningkatkan sumber daya manusianya dan menggunakan biaya yang tidak terlalu mahal.[14]
          Pada  dasarnya dakwah memiliki dua fungsi utama yaitu fungsi risalah dan fungsi kerahmatan. Secara kerisalahan dakwah dipahami sebagai suatu proses pembangunan peradaban dan perubahan sosial menuju menuju kehidupan yang lebih baik Sedangkan dakwah dalam fungsi kerahmatan adalah upaya menjadikan Islam sebagai konsep bagi manusia dalam menjalankan kehidupannya.
Berdasarkan fungsi tersebut,dikembangkan beberapa fungsi lain diantaranya:
a)      Fungsi Informatif
Menyampaikan suatu informasi kepada objek yang diinginkan
b)      Fungsi Tabyin
Tabyin merupakan fungsi setelah syariat alquran diinformasikan kepada publik. Da’i harus bertindak sebagai narasumber yang menjelaskan tentang haki kat Islam kepada objek dakwah.
c)       Fungsi Tabsyir dan Tanzil
Tabsyir dan tanzil merupakan dua pendekatan dakwah yang berfungsi mem berikan berita gembira bagi para penerima dakwah dan  juga menginformasi kan tentang ancaman yang menimpa orang-orang kafir.
-          Fungsi Dakwah bagi masyarakat
1.      Sebagai Pembina
Sejarah membuktikan bahwa makin lama, nilai-nilai dan ukuran moral semakin menghilang dari kehidupan bangsa, meskipun segala usaha telah dikerahkan, baik oleh para reformer maupun oleh para pemimpin. Segala cara telah ditempuh, nmun ditempuh. Namun berakhir gagal. Gejala demikian menjadi masalah yang bisa membuat orang lain mengikuti kaum yang hanya memikirkan dunianya saja.
          Salah satu yang bisa menyelamatkan saudara muslim dengan berdakwah di point ini menjelaskan sebagai fungsi Pembina dengan berdakwah, agama bukan hanya mengajak kepad berbudi luhur dan mengagungkannya, meainkan juga menanamkan kaidah-kaidahnya, memberikan rambu-rambu batasanya, serta menetapkan ukurun-ukurannya secara umum. Agama juga memberi contoh segala perilaku yang harus diperhatikan manusia, kemudian membuat manusia gemar bersikap lurus (yang benar dan baik), melaksanakannya, serta mengingtkan akan penyimpangan darinya. Akhirnya menetapkan balasan pahala dan siksa terhadap yang berlaku jujur, lurus, menyimpang, dan tidak jujur.
2.      Sebagai pengarah
Membentuk manusia yang beriman adalah suatu urusan yang sangat sulit, namun iman bisa membuat mukjizat-mukjizat. Hanya imanlah yang mampu mempersiapkan jiwa-jiwa yang bisa menerima prinsip-prinsip kebajikan, walaupun dibelakang harinya mengandung pembebasan dan kewajiban-kewajiban, pengorbanan dan kesulitan. Imanlah unsur satu-satunya yang mampu mengubah jiwa-jiwa secara sempurna, dan membentuk manusia menjadi manusia baru, sehingga ,mengubah tujuan hidupnya untuk memperbaiki sikap, cara pandang, perasaannya, pikirannya untuk menjadi insan yang muslim dan mukmin.
3.      Pembentuk manusia seutuhnya
Berdakwah merupakah kegiatan komunikasi yang memiliki sifat informative, instruktif, persuasive, dan human relations. Informatif dengan memberitahu apa yang benar dan baik, seperti halnya diajarkan Allah SWT melalui al-Qur’an , dan dicontohkan Rasulullah melalui hadistnya. Instruktif dengan mengharapkan apa yang disampaikannya itu mau dan mampu dilaksanakan sebaik-baiknya.[15]
Penerapan dakwah di tengah-tengah masyarakat bahkan menjadi sangat penting,karena dakwah memiliki fungsi yaitu, mempererat ukhuwah islamiah,menyebarkan Islam ke penjuru dunia dan dakwah dapat menjadi menyejuk bagi kehidupan manusia.Jadi,dakwah Islam berfungsi sebagai tongkat estafet peradaban  manusia serta berfungsi sebagai orisinalitas pesan dakwah Nabi Muhammad SAW,disamping itu juga dakwah berfungsi untuk mencegah laknat Allah yaitu siksa untuk seluruh manusia.[16]
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Hukum tentang wajibnya berdakwah, Ada tiga pendapat terkait dengan kewajiban dalam berdakwah. Pertama, Fardlu Kifayah. Kedua, Fardlu ‘Ain, Ketiga, Fardlu ‘Ain bersyarat. setiap umat Islam harus menyampaikan dakwah, meski dengan pengetahan agama yang terbatas. Setiap muslim, menurut Bassam, pasti memiliki kemampuan sekecil apapun yang menjadi andil bagi kemajuan Islam. Begitu pula, dikalangan umat Islam harus ada kelompok yang menekuni ilmu agama Islam untuk mempertahankan serangan pemkiran dari para musuh Islam.
Tujuan dakwah yang dilakukan dapat dijadikan sebagai suatu tindakan yang preventif  dalam menanani masalah dekadensi moral.Hal ini diharapkan akan mengubah tatanan hidup sosial menjadi lebih baik dan mampu memberikan edukasi bagi masyarakat terutama dikalangan remaja tentang norma-norma agama ataupun norma-norma sosial yang telah terkikis dengan perubahan zaman,sehingga dakwah menjadi pencerahan dalam menghadapi problematika sosial keagamaan.
Disamping itu dakwah dapat memberikan fungsi sebagai tuntunan,arahan ataupun bimbi ngan kepada masyarakat untuk kemaslahatan umat..Sehingga,dakwah yang dilakukan hanya semata-semata mencari ridho Allah dan menyiarkan ajaran Islam kepada masyarakat secara luas.Dalam hal ini hukum menjadi kewajiban bagi setiap mukmin untuk senantiasa menyebarkan syiar Islam kepada setiap kalangan masyarakat.Dengan demikian,Islam akan berkembang dengan pesat walaupun kadangkala setiap dakwah yang dilakukan akan menuai penolakan dari berbagai pihak.
B.     Saran
Apabila terdapat kesalahan dalam penulisan makalah,kami kelompok satu akan segera melakukan revisi untuk melengkapi kekurangan





DAFTAR RUJUKAN
Amin Samsul Munir, Sejarah Dakwah .Jakarta: Amzah, 2014
Aziz, Moh. Ali, Ilmu Dakwah .Jakarta: Prenadamedia Group, 2016
Faizah, dan Lalu Muchsin Effendi, Psikologi Dakwah Jakarta:Kencana,2006
Ishaq Ropingi El, Pengantar Ilmu Dakwah .Malang: Madani, 2016
Ridla, M. Rosyid, dkk, Pengantar ilmu dakwah, Yogyakarta,Samudra Biru, 2017
Suhandang, Kustadi, Ilmu dakwah, Bandung: Remaja rosdakarya, 2013.
Syamsuddin, Pengantar Sosiologi Dakwah .Jakarta:Kencana,2016
Thoifah I’anatul, Manajemen Dakwah .Malang: Madani Press, 2015

                                                                



[1] M. Rosyid Ridla, dkk, Pengantar ilmu dakwah (Yogyakarta,Samudra Biru, 2017), hlm, 14-19.
[2] Samsul Munir Amin, Sejarah Dakwah (Jakarta: Amzah, 2014), hlm. 3.
[3] Ibid. 3-4.
[4] I’anatul Thoifah, Manajemen Dakwah (Malang: Madani Press, 2015), hlm. 77.
[5] M. Rosyid Ridla, dkk, Pengantar ilmu dakwah, hlm, 19.

[7] Ibid. 31-33.
[8] Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah (Jakarta: Prenadamedia Group, 2016), hlm. 153.
[9] Ibid. 154.
[10] Ropingi El Ishaq, Pengantar Ilmu Dakwah (Malang: Madani, 2016), hlm. 40.
[11] Ibid. 40-47.
[12] Ibid. 48.
[13] Ibid. 49.
[14] Faizah dan Lalu Muchsin Effendi, Psikologi Dakwah (Jakarta:Kencana,2006).hlm.2
[15] Kustadi Suhandang, Ilmu dakwah (Bandung: Remaja rosdakarya, 2013), hlm, 193-196.
[16] Syamsuddin, Pengantar Sosiologi Dakwah (Jakarta:Kencana,2016) .hlm. 42