BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dakwah adalah mengajak orang tau sekelompok orang kepada kebaikan (al-Khoir)
atau jalan Tuhan (Sabili rabbika) dan mencegah dari yang mungkar (nahi
mungkar/ dholla ‘an sabilihi). Dakwah dalam konteks seperti ini akan
berjalan terus dan tidak mengenal kata putus sepanjang manusia masih hidup.
dakwah merupakan upaya sosialisasi al-ma’ruf dan memproteksi al-mungkar
dalam kehidupan yang lebih luas yang melebitkan elemen kehidupan manusia yang
kompleks, baik dalam kehidupan ekonomi, sosial, politik, budaya, keamanan dan
lain-lainnya.[1]
M. Quraish Shihab sebagaimana yang dikutip oleh Samsul Munir Amin
berpendapat bahwa dakwah merupakan seruan menuju keinsafan atau usaha mengubah
pribadi dan masyarakat menjadi lebih baik. Perwujudan dakwah bukan sekedar
usaha peningkatan pemahaman dalam tingkah laku dan pandangan hidup, melainkan
lebih dari itu. Apalagi pada masa sekarang ini, dakwah harus memiliki lebih
banyak peran dalam pelaksanaan ajaran Islam diberbagai aspek.[2]
Sehubungan dari hal itu, berikut ini akan diuraikan langkah-langkah
guna mengembangkan dakwah yakni:
1.
Konstruksi, artinya sejarah yang masih berkaitan disusun dan
dipahami.
2.
Interpretasi, artinya sejarah dapat dikembangkan atau dibuang.
3.
Transformasi, artinya sejarah dapat dikembangkan untuk mengikuti
tuntutan globalisasi.
4.
Rekonstruksi, artinya melakukan konstruksi ulang secara runtut dan
sistematis agar sesuai dengan zamannya.[3].
Dalam menuju tangga keberhasilan sampai pada tingkatan tertentu,
setiap organisasi maupu individu dalam berdakwah pastilah memiliki jalan atau
cara khas yang digunakan untuk mencapai keberhasilannya. Seringkali manajemen
mempunyai masalah dalam hal efektif komunikasi yang efeknya adalah dapat memicu
untuk masalah-masalah lain yang kadang kala lebih pelik. Komunikasi yang
efektif memiliki peranan penting bagi penyampai (da’i). Salah satu proses
komunikasi mempunyai unsur-unsur kegiatan sebagai berikut:
1.
Suatu kegiatan untuk membuat seseorang mengerti.
2.
Suatu sarana pengaliran informasi.
3.
Suatu sistem bagi terjalinnya komunikasi diantara
individu-individu.[4]
Dakwah bertujuan mewujudkan keselarasan dan
keserasian hidup manusia atau masyarakat di semua lapisan seperti antara
pemimpin dengan rakyt, antara kyaa dan miskin, antara yang terdidik dengan yang
tidak terdidik, antara yang pandai dengan yang awam, dan lain sebagainya.[5]
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana hukum dakwah dalam Islam?
2.
Apa tujuan dakwah dalam Islam?
3.
Bagaimana fungsi dakwah dalam Islam?
C.
Tujuan
1.
Menjelaskan hukum dakwah dalam Islam.
2.
Menguraikan tujuan dakwah dalam Islam.
3.
Menjelaskan fungsi dakwah dalam Islam.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Hukum Dakwah Dalam Islam
Dasar
hukum dakwah terdapat dalam al-Qur’an surat Ali Imran ayat 104, yakni :
وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى
الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ
وَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Artinya:
“Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru pada kebaikan.
Menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari kemungkaran. Mere kalah
orang-orang yang beruntung”
Ayat ini menunjukkan kewajiban dalam melaksanakan perintah Allah
Swt, yakni menyuruh kepada kebajikan dan mencegah dari perbuatan buruk. Adapun
alasan utama untuk menentukan hukum wajib adalah terletak pada kata waltakun yaitu fi’il mudhari’ yang dimasuki
lam ‘amr. Dalam kaidah Bahasa Arab, bentuk tersebut menunjukkan perintah.[6]
Hukum dakwah juga terdapat dalam Hadis Rasulullah yang telah diriwiyatkan
oleh H.R. Muslim, yakni:
الله صلى الله رسُوْل سَمِعْتُ : قَالَ عَنْهُ الله رَضِيَ الْخُدْرِ سَعِيْد أبي عَنْ
, فَبِسَانِهِ يَسْتَطِعْ لَمْ فَإن, بِيَدِهِ فَلْيُغَيّرْهُ ا مُنْكَرً مِنْكُمْ رَأى مَنْ : يَقُوْلُ وسلم عليه
اْلإيْمَانِ أضْعَفُ وَذَلِكَ فَبِقَلْبِهِ يَسْتَطِعْ لَمْ فَإن
“Dari Abu Sa’id Al-Khudri radiallahuanhu
berkatata:Saya mendengar Rasulullah saw bersabda: Barang siapa diantara kamu
melihat kemungkaran maka hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya, apabila
tidak mampu, mka dengan lisannya, apabila juga tidak mampu, maka dengan hatinya
dan itulah iman yang paling lemah.”
Hadis tersebut menunjukkan hukum wajib dalam melaksanakan perintah Allah
Swt. Adapun alasan penetapan wajib ialah terletak pada kata falyughayyirhu yaitu fi’il mudhari’ yang dimasuki lam
‘amr yang artinya mengubah.
Setelah menjelaskan hukum tentang wajibnya berdakwah, maka juga perlu
penje lasan tentang jenis dari kewajiban berdakwah tersebut. Ada tiga pendapat
terkait dengan kewajiban dalam berdakwah.
1.
Fardlu Kifayah
Pendapat yang mengatakan bahwa hukum dakwah adalah fardlu kifayah
berdasarkan pada penafsiran bahwa kata minkum dalam surat Ali Imran ayat 104
berfungsi sebgai lit tab’id, oleh karena itu kata minkum diartikan “diantara
kamu”. Pendapat yang pertama ingin mengatakan bahwa kewajiban dakwah hanya
dibebankan kepada sebagian orang saja yang mempunyai kemampuan dan cukup ilmu
agamanya. Misalnya orang yang telah menimbailmu ditempat-tempat non-formal,
madrasah, bangku kuliah, atau memiliki pengamalan spiritual yang dapat
dibagikan kepada orang lain dengan tujuan orang tersebut dapat berbuat
kebajikan dan meninggalkan keburukan.
2.
Fardlu ‘Ain
Pendapat yang mengatakan hukum dakwah adalah fardlu ‘ain didasarkan
atas kata minkum sebagai lil bayaaan bermakna penegasan, atau lil taukiid
berarti menguatkan terhadap kata waltakun. Sehingga ayat tersebut diartikan
dengan “hendaklah kamu menjadi suatu umat”. Pendapat yang kedua diperkuat oleh
hadis Rasulullah Saw, yakni
“sampaikanlah dari ajaranku walaupun satu ayat”. Sehingga kewajiban
dakwah dibebankan kepada setiap muslim sesuai dengan kemampuan masing-masing.
Setiap muslim harus menyiarkan agama Islam, baik pengetahuannya sedikit ataupun
sebaliknya kepada orang lain yang belum mengetahui. Hal ini disebabkan roh
kebenaran yang terdapat dalam dada setiap muslim tidak mungkin hingga kebenaran
itu terwujud dalam pikiran, perkataan dan perbuatan.
3.
Fardlu ‘Ain Bersyarat
Pendapat yang mengatakan bahwa hukum dakwah adalah fardlu ‘ain
bersyarat diikuti oleh Ar-Rozi dengan
memperhatikan hadis Rasulullah Saw riwayat HR. Muslim, yaitu:
“Barang siapa yang melihat diantara kamu akan kemungkaran, maka
rubahlah dengan tangannya (kekuasaan), apabila tidak mampu hendaklah mengubah
dengan lisannya, apabila tidak mampu maka rubahlah dengan hatinya. Dan itulah
selemah-lemahnya iman.”
Ar-Rozi mengatakan dakwah Islam tidak secara otomatis disampaikan
kepada orang lain, tapi terlebih dahulu melihat urgensinya. Setiap orang perlu
mempertimbangkannya apakah kemungkaran telah terjadi dalam masyarakat, kemudian
sejauh mana kemungkaran tersebut telah terjadi. Apabila kemungkaran sudah
mengancam atau bahkan sudah keluar dari nilai-nilai ajaran Islam, maka hukum
melaksanakan dakwah menjadi fardlu ‘ain.
Sedangkan M. Rosyid Ridla dkk, memandang bahwa dakwah tidak hanya
dalam dataran menyampaikan ajaran kepada masyarakat yang telah terjadi
kemungkaran. Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat melalui proses
pembinaan yang berkelanjutan juga menjadi konsen dakwah. Mengembangkan
perekonomian ummat, menyebar kesejahteraan terutama didaerah terpencil, hingga
membantu umat Islam untuk mendapatkan keadilan juga termasuk dalam lingkup
dakwah melalui sentuhan tindakan. Sehingga dakwah tidak hrus menunggu terjadinya
kemungkaran atau kejahatan terlebih dahulu. Hal ini tercermin dari dakwah
Rasulullah Saw yang terus menyampaikan seruan kepada para sahabat walau sahabat
telah mengetahui tentang satu perkara. Berdasarkan pengertian dan hukum
berdakwah yang sudah dipaparkan diatas, maka dapat disimpulkan kegiatan dakwah
hukumnya wajib bagi umat Islam. Baik fardlu ‘ain, fardlu ‘ain bersyarat maupun
fardlu kifayah.[7]
Sedangkan menurut Bassam sebagaimana yang dikutip oleh Moh. Ali
Aziz mengemukakan bahwa setiap umat Islam harus menyampaikan dakwah, meski
dengan pengetahuan agama yang terbatas. Setiap muslim, menurut Bassam, pasti
memiliki kemampuan sekecil apapun yang menjadi andil bagi kemajuan Islam.
Begitu pula, dikalangan umat Islam harus ada kelompok yang menekuni ilmu agama
Islam untuk mempertahankan serangan pemkiran dari para musuh Islam.[8] Macam
pendakwahpun dibagi menjadi tiga macam yakni:
a.
Pendakwah Mujtahid,
golongan yang masuk katagori ini adalah para ulama’ yang mampu membuat
penafsiran ayat dan hadis secara benar, lalu menyampaikannya kepada masyarakat.
Mereka terbebani dakwah fardlu ‘ain.
b.
Pendakwah Muttabi’,
golongan ini yaitu orang-orang yang mengajak orang lain dengan menampilkan
dalil yang diketahuinya. Semisal para pendakwah kita yang membaca karya para
ulama, lalu menyampaikan kepada khalayak masyarakat. Dan mereka juga terbebani
dakwah fardlu ‘ain.
c.
Pendakwah Muqallid
golongan ini dibebani hukum dakwah fardlu kifyah dikarenakan memiliki
pengetahuan yang sangat terbatas.[9]
B.
Tujuan Dakwah Dalam Islam
Tujuan dakwah merupakan salah satu unsur yang penting dalam
aktivitas dakwah Islam, sebagaimana dalam aktivitas-aktivitas lainnya. Tanpa
adanya tujuan yang pasti dan dan jelas , suatu aktivitas sulit berjalan dengan
baik. Tujuan dakwah dapat diibaratkan
sebagai sebuah mimpi atau cita-cita seorang da’i dalam melakuyang akan dicapai
oleh da’i. Tujuan itu pada akhirnya akan menentukan strategi dan bahkan
menentuan aktivitaskan besar kecilnya semangat
dakwah Islam. Semakin mantap dan jelas tujuan yang hendak dicapainya,
maka stratgi yang dirancang untuk mencapai tujuan semakin jelas. Semakin mantap
tujuan dan semakin jelas stategi yang dirancangnya, maka semakin besar pula pengaruh
terhadap semangat seorang da’i dalam menjalankan dakwah.[10]
Tujuan dakwah dapat dibagi menjadi dua yakni tujuan dakwah jangka
panjang dan tujuan dakwah jangka pendek. Tujuan dakwah jangka panjang atau umum
(mujmal) yakni sebagai berikut:
1.
Tujuan Dakwah Jangka Panjang atau Umum (mujmal)
a.
Menjadikan atau mengajak semua orang untuk beribadah dalam arti
menjalankan perintah-perintah Allah dan Rasul-Nya, dan menjauhi segala yang
dilarangnya. Sebagaimana yang telah disinggng didalam al-Qur’an surat adz-Dzariat:
56.
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا
لِيَعْبُدُونِ
Artinya:
“Tidaklah
aku jadikan jin dan manusia kecuali untuk mengabdi atau beribadah (kepadaku).”
(Qs. Adz-Dzariat: 56).
b.
Menciptakan rahmat atau berkah dalam kehidupan yang baik didunia,
baik untuk kehidupan umat Islam sendiri maupun untuk kehidupan seluruh umat
manusia, termasuk makhluk-makhluk Allah dialam semesta. Dalam surat al-Anbiya’
107 disebutkan:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً
لِّلْعَالَمِينَ
Artinya:
“Dan tidaklah kami utus engkau melainkan
untuk (menciptakan) rahmat bagi seluruh alam.” (Qs. al-Anbiya’ 107).
c.
Agar manusia mendapatkan kebahagiaan hidup didunia dan diakhirat.
2.
Tujuan Dakwah Jangka Pendek atau Khusus
a.
Membina mental dan keimanan para muallaf yang baru masuk Islam atu
yang masih lemah keimanannya, supaya tidak keluar dari Islam.
b.
Meningkatkan keimanan dan ketakwaan umat Islam yang telah cukup
kuat keimanannya.
c.
Mendidik dan mengajar anak-anak agar dapat mengembangkan poensinya
sesuai dengan jalan Allah atu dalam kerangka menjalankan tugasnya sebagai hamba
Allah dan khalifah dimuka bumi.
d.
Mengajak kepada umat manusia yang belum meyakini ajaran Islam, agar
meyakini dan menjalankan ajaran Islam.[11]
Dari tujuan jangka panjang/umum dan tujuan jangka pendek/khusus tersebut
dapat dikembangkan tujuan-tujuan lain yang sifatnya mengarah pada tercapainya
kedua tujuan tersebut, seperti mencetak sumber daya manusia yang berkualitas, 9masyarakat,
menciptakan sistem politik yang demokrasi dan berdasar kepada prinsip-prinsip
kepemimpinan dalam Islam, dan sebagainya. Dengan demikian, tujuan dakwah
memosisikan dakwah sebagai disiplin atau tugas mulia yang sangat kompleks.
Untuk menggapai tujuan dakwah tersebut tidak cukup dilakukan hanya dengan
beberapa bidang kajian, bidang kegiatan, atau program kegiatan saja. Tetapi
memerlukan berbagai pendekatan dan program kerja.[12]
Inilah sebagai tujuan dakwah menjadi pijakan bagi kegiatan dakwah.
Dakwah dengan berpegang pada tujuannya akan mendorong para praktisi dakwah atau
para muballigh untuk bekerja keras
mewujudkan kehidupabn sosial yang berlandaskan pada nilai-nilai agama yang
(sudah pasti) luhur. Dakwah tersebut akan dijalankan secara komprehensif, tidak
sepotong-potong, serta tidak artificial.[13]
C.
Fungsi Dakwah Dalam Islam
Dakwah dijadikan sebagai suatu tindakan yang preventif dalam menangani masalah dekadensi moral.Hal
ini diharapkan akan mengubah tatanan hidup sosial menjadi lebih baik dan mampu
memberikan edukasi bagi masyarakat tentang norma-norma agama ataupun
norma-norma sosial yang telah terkikis dengan perubahan zaman,sehingga dakwah
menjadi pencerahan dalam menghadapi problematika sosial
keagamaan.Sebagaimana dalam sebuah
Pengantar Achmad Mubarok yang dikutip dari buku Psikologi Dakwah karangan
Faizah dan Lalu Muchsin Effendi yang memberikan pandangannya tentang hak ikat
dakwah dengan dilihat dari sang Da’i ataupun makna yang dipersepsi oleh masy
arakat pada saat menerima dakwah dengan terdiri dari lima bagian,yaitu:
1.
Dakwah sebagai tabligh
Tabligh artinya menyampaikan,sedangkan
orangnya disebut mubaligh dengan menyampaikan materi dakwah kepada
masyarakat.Materi dakwah dapat berupa keterangan,informasi,ajaran,seruan atau
gagasan.Tabligh biasanya dilakukan diatas mimbar baik di masjid,majlis ta’lim
atau di tempat lain.
Pusat perhatiannya hanya sekedar
menyampaikan,setelah itu tergantung respon masyarakat.Akan tetapi bagi
masyarakat tabligh yang tidak jelas hanya bermakna bunyi-bunyian
semata,sedangkan tabligh yang berupa informasi akan menghasilkan pengertian
ataupun tabligh yang berupa renungan bisa menjadi penghayatan dan dakwah berupa
gagasan akan dapat memancing masyarakat untuk terus berpikir. Adapun kekuatan
tabligh sendiri tergantung dari sang mubaligh yang benar-benar menjadi subjek
atau pelaku dengan kesadaran tanggung jawabnya bukan sebagai objek yang
diprogram oleh orang lain untuk memenuhi pesanan pasar.
2.
Dakwah sebagai ajakan
Orang akan tertarik kepada ajakan
jika tujuannya menarik.Oleh karena itu,Da’i harus dapat merumuskan tujuannya
kepada kepada masyarakat yang diajak.Ada tujuan makro dan mikro.Tujuan makro
yaitu mengajak manusia kepada kebahagiaan dunia dan akhirat,sedangkan tujuan
mikro hanya bersifat jangka pendek dan mudah dijangkau dengan cara menarik hati
masyakatnya atau seseorang yang tersentuh dengan dakwah yang telah
disampaikannya.
3.
Dakwah sebagai pekerjaan menanam
Berdakwah juga mengandung arti
mendidik manusia agar bertingkah laku sesuai dengan nilai-nilai Islam.Mendidik
adalah pekerjaan menanamkan nilai-nilai ke dalam jiwa manusia.Nilai-nilai yang
ditanam dalam dakwah adalah keimanan, kejujuran, keadilan,kedisiplinan,kasih
sayang,rendah hati dan nilai akhlak mulia lainnya.Hal ini juga diharapkan bagi
Guru di sekolah dapat menjadi da’i yang tidak hanya mengajar melainkan mendidik
dengan mentransfer tingkah laku atau kebudayaan.
4.
Dakwah sebagai akulturasi nilai
Dakwahnya walisongo di Pulau Jawa
merupakan contoh konkret dakwah akulturasi budaya.Seperti tradisi selamatan
tiga hari,tujuh hari,seratus hari dulunya adalah tradisi masyarakat Jawa yang
dilakukan ketika keluarganya meninggal dunia.Dalam acara itu diisi dengan
begadang,makan,judi dan mabuk.Oleh sebab itu para wali songo mengubah tradisi
tersebut dengan hal-hal yang islami,yakni membaca kalimat tauhid sedangkan
makanannya diganti dengan nasi tumpeng yang melambangkan tauhid dan ketika
selesai tahlilan setiap orang pulang dengan membawa brekat (berkah).Akan
tetapi kelemahannya ialah sinkretisme yang tidak bisa terhindari.
5.
Dakwah sebagai pekerjaan membangun
Dakwah dapat bertujuan untuk
membangun tata dunia Islam atau membangun negara Islam (nasional) dalam skala
luas dan skala kecil.Bagi Indonesia sendiri yang paling relevan adalah
membangun masyarakat atau komunitas yang islami dalam skala kecil atau ruang
lingkup yang relatif bukan absolut dengan cara meningkatkan sumber daya
manusianya dan menggunakan biaya yang tidak terlalu mahal.[14]
Pada dasarnya dakwah memiliki dua
fungsi utama yaitu fungsi risalah
dan fungsi kerahmatan. Secara kerisalahan dakwah dipahami
sebagai suatu proses pembangunan peradaban dan perubahan sosial menuju menuju
kehidupan yang lebih baik Sedangkan dakwah dalam fungsi kerahmatan
adalah upaya menjadikan Islam sebagai konsep bagi manusia dalam menjalankan
kehidupannya.
Berdasarkan fungsi tersebut,dikembangkan beberapa fungsi lain
diantaranya:
a)
Fungsi Informatif
Menyampaikan suatu informasi kepada objek yang diinginkan
b)
Fungsi Tabyin
Tabyin merupakan fungsi setelah syariat alquran diinformasikan
kepada publik. Da’i harus bertindak sebagai narasumber yang menjelaskan tentang
haki kat Islam kepada objek dakwah.
c)
Fungsi Tabsyir dan Tanzil
Tabsyir dan tanzil merupakan dua pendekatan dakwah yang berfungsi
mem berikan berita gembira bagi para penerima dakwah dan juga menginformasi kan tentang ancaman yang
menimpa orang-orang kafir.
-
Fungsi Dakwah bagi masyarakat
1.
Sebagai Pembina
Sejarah membuktikan bahwa makin lama, nilai-nilai dan ukuran moral
semakin menghilang dari kehidupan bangsa, meskipun segala usaha telah
dikerahkan, baik oleh para reformer maupun oleh para pemimpin. Segala
cara telah ditempuh, nmun ditempuh. Namun berakhir gagal. Gejala demikian
menjadi masalah yang bisa membuat orang lain mengikuti kaum yang hanya
memikirkan dunianya saja.
Salah satu yang bisa
menyelamatkan saudara muslim dengan berdakwah di point ini menjelaskan sebagai
fungsi Pembina dengan berdakwah, agama bukan hanya mengajak kepad berbudi luhur
dan mengagungkannya, meainkan juga menanamkan kaidah-kaidahnya, memberikan
rambu-rambu batasanya, serta menetapkan ukurun-ukurannya secara umum. Agama
juga memberi contoh segala perilaku yang harus diperhatikan manusia, kemudian
membuat manusia gemar bersikap lurus (yang benar dan baik), melaksanakannya,
serta mengingtkan akan penyimpangan darinya. Akhirnya menetapkan balasan pahala
dan siksa terhadap yang berlaku jujur, lurus, menyimpang, dan tidak jujur.
2.
Sebagai pengarah
Membentuk manusia yang beriman adalah suatu urusan yang sangat
sulit, namun iman bisa membuat mukjizat-mukjizat. Hanya imanlah yang mampu
mempersiapkan jiwa-jiwa yang bisa menerima prinsip-prinsip kebajikan, walaupun
dibelakang harinya mengandung pembebasan dan kewajiban-kewajiban, pengorbanan
dan kesulitan. Imanlah unsur satu-satunya yang mampu mengubah jiwa-jiwa secara
sempurna, dan membentuk manusia menjadi manusia baru, sehingga ,mengubah tujuan
hidupnya untuk memperbaiki sikap, cara pandang, perasaannya, pikirannya untuk
menjadi insan yang muslim dan mukmin.
3.
Pembentuk manusia seutuhnya
Berdakwah merupakah kegiatan komunikasi yang memiliki sifat
informative, instruktif, persuasive, dan human relations. Informatif
dengan memberitahu apa yang benar dan baik, seperti halnya diajarkan Allah SWT
melalui al-Qur’an , dan dicontohkan Rasulullah melalui hadistnya. Instruktif
dengan mengharapkan apa yang disampaikannya itu mau dan mampu dilaksanakan
sebaik-baiknya.[15]
Penerapan dakwah di tengah-tengah masyarakat bahkan menjadi sangat
penting,karena dakwah memiliki fungsi yaitu, mempererat ukhuwah
islamiah,menyebarkan Islam ke penjuru dunia dan dakwah dapat menjadi menyejuk
bagi kehidupan manusia.Jadi,dakwah Islam berfungsi sebagai tongkat estafet
peradaban manusia serta berfungsi
sebagai orisinalitas pesan dakwah Nabi Muhammad SAW,disamping itu juga dakwah
berfungsi untuk mencegah laknat Allah yaitu siksa untuk seluruh manusia.[16]
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Hukum tentang
wajibnya berdakwah, Ada tiga pendapat terkait dengan kewajiban dalam berdakwah.
Pertama, Fardlu
Kifayah. Kedua, Fardlu ‘Ain, Ketiga,
Fardlu ‘Ain bersyarat. setiap umat Islam harus menyampaikan dakwah, meski dengan
pengetahan agama yang terbatas. Setiap muslim, menurut Bassam, pasti memiliki
kemampuan sekecil apapun yang menjadi andil bagi kemajuan Islam. Begitu pula,
dikalangan umat Islam harus ada kelompok yang menekuni ilmu agama Islam untuk
mempertahankan serangan pemkiran dari para musuh Islam.
Tujuan dakwah yang dilakukan dapat dijadikan sebagai suatu tindakan
yang preventif dalam menanani masalah
dekadensi moral.Hal ini diharapkan akan mengubah tatanan hidup sosial menjadi
lebih baik dan mampu memberikan edukasi bagi masyarakat terutama dikalangan
remaja tentang norma-norma agama ataupun norma-norma sosial yang telah terkikis
dengan perubahan zaman,sehingga dakwah menjadi pencerahan dalam menghadapi
problematika sosial keagamaan.
Disamping itu dakwah dapat memberikan fungsi sebagai
tuntunan,arahan ataupun bimbi ngan kepada masyarakat untuk kemaslahatan
umat..Sehingga,dakwah yang dilakukan hanya semata-semata mencari ridho Allah
dan menyiarkan ajaran Islam kepada masyarakat secara luas.Dalam hal ini hukum menjadi
kewajiban bagi setiap mukmin untuk senantiasa menyebarkan syiar Islam kepada
setiap kalangan masyarakat.Dengan demikian,Islam akan berkembang dengan pesat
walaupun kadangkala setiap dakwah yang dilakukan akan menuai penolakan dari
berbagai pihak.
B.
Saran
Apabila terdapat kesalahan dalam
penulisan makalah,kami kelompok satu akan segera melakukan revisi untuk
melengkapi kekurangan
DAFTAR RUJUKAN
Amin Samsul Munir, Sejarah
Dakwah .Jakarta: Amzah, 2014
Aziz, Moh. Ali, Ilmu Dakwah .Jakarta: Prenadamedia
Group, 2016
Faizah, dan Lalu
Muchsin Effendi, Psikologi Dakwah Jakarta:Kencana,2006
Ishaq Ropingi El, Pengantar
Ilmu Dakwah .Malang: Madani, 2016
Ridla, M. Rosyid, dkk, Pengantar ilmu dakwah, Yogyakarta,Samudra
Biru, 2017
Suhandang,
Kustadi, Ilmu dakwah, Bandung: Remaja
rosdakarya, 2013.
Syamsuddin, Pengantar
Sosiologi Dakwah .Jakarta:Kencana,2016
Thoifah I’anatul, Manajemen
Dakwah .Malang: Madani Press, 2015
[3] Ibid. 3-4.
[4] I’anatul
Thoifah, Manajemen Dakwah (Malang:
Madani Press, 2015), hlm. 77.
[7] Ibid. 31-33.
[8] Moh. Ali Aziz,
Ilmu Dakwah (Jakarta: Prenadamedia
Group, 2016), hlm. 153.
[9] Ibid. 154.
[10] Ropingi El
Ishaq, Pengantar Ilmu Dakwah (Malang:
Madani, 2016), hlm. 40.
[11] Ibid. 40-47.
[12] Ibid. 48.
[13] Ibid. 49.
[15] Kustadi Suhandang, Ilmu dakwah (Bandung: Remaja rosdakarya, 2013),
hlm, 193-196.