KAJIAN AKSIOLOGI PENDIDIKAN ISLAM
DISUSUN OLEH
HALIMATUS ZAHRAH
20160701010053
RIMA AYU SEFTA VINDORA
20160701010155
ABSTRAK
Tujuan penulisan
ini untuk membahas akhlak dan etika dalam islam. Banyak kita lihat generasi
sekarang sudah kurang memperhatikan bagaimna mengimplementasikan akhlak yang
mulia dalam pergaulan sehari-hari. Akhlak dan etika merupakan perilaku manusia
dalam kehidupan sehari-hari yang telah melekat pada diri seseorang. Akhlak
menyangkut hal yg berhubungan dengan perbuatan baik, buruk, benar dan salah
dalam tindakan seseorang manusia yang panutannya bersumber dari Al-Quran dan
Hadist Rasulullah SAW. Sedangkan etika bersumber dari hasil budaya dan adat
istiadat suatu tempat yang berlaku dalam suatu masyarakat.
Kunci: Aksiologis, Etika, Akhlak.
PENDAHULUAN
Aksiologi
merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia
menggunakan ilmunya. Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata Yunani
yaitu: axios yang berarti sesuai atau wajar. Sedangkan logos yang berarti ilmu.
Aksiologi dipahami sebagai teori nilai. Jujun S.Suriasumantri mengartikan
aksiologi sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan
yang diperoleh. Menurut John Sinclair, dalam lingkup kajian filsafat nilai
merujuk pada pemikiran atau suatu sistem seperti politik, sosial, dan agama,
sedangkan nilai itu sendiri adalah sesuatu yang berharga, yang diidamkan semua
insan. Menurut Richard Bender; suatu nilai adalah sebuah pengalaman yang
memberikan suatu pemuasan kebutuhan yang diakui bertalian, atau yang
menyumbangkan pada pemuasan yang demikian. Dengan demikian kehidupan yang
bermanfaat ialah pencapaian dan sejumlah pengalaman nilai yang senantiasa
bertambah[1]
Perbedaan
antara nilai sesuaru itu disebabkan sifat nilai itu sendiri. Nilai bersifat ide
atau tidak abstrak (tidak nyata). Nilai bukanlah suatu fakta yang dapat
ditangkap oleh indra. Tingkah laku perbuatan manusia atau sesuatu yang
mempunyai nilai itulah yang dapat ditangkap oleh indra karena ia bukan fakta
yang nyata. Jika kembali pada ilmu pengetahuan, kita akan membahas masalah
benar dan tidak benar. Kebenaran adalah persoalan logika dimana persoalan nilai
adalah persoalan penghayatan, perasaan dan kepuasan. Ringkasan persoalan nilai
bukanlah membahas kebenaran dan kesalahan (benar dan salah) akan tetapi
masalahnya ialah soal baik dan buruk, senang atau tidak senang. Masalah
kebenaran memang tidak terlepas dari nilai, tetapi nilai adalah menurut nilai
logika. Tugas teori nilai adalah menyelesaikan masalah etika dan estetika.
Teori nilai
pada filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika. Etika memiliki dua
arti yaitu kumpulan pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan manusia,
dan predikat yang dipakai untuk membedakan perbuatan, tingkah laku, atau yang
lainnya. Nilai itu bersifat objektif, tapi kadang-kadang bersifat subjektif.[2]
Dalam
aksiologi, ada dua penilaian yang umum digunakan, yaitu etika dan estetika.
Didalam etika, nilai kebaikan dari tingkah laku manusia menjadi sentral
persoalan. Maksudnya adalah tingkah laku yang penuh dengan tanggung jawab, baik
tanggung jawab terhadap diri sendiri, masyarakat, alam maupun terhadap tuhan
sebagai sang pencipta.
A.
DEFINISI ETIKA
Secara etimologi kata
“etika” berasal dari bahasa yunani yang
terdiri dari dua kata yaitu Ethos dan
ethikos. Ethos berarti sifat, watak,
kebiasaan, tempat yang biasa. Ethikos berarti susila, keadaban, kelakuan, dan
perbuatan yang baik. Sedangkan dalam bahasa arab kata etika dikenal dengan
istilah akhlak, artinya budi pekerti. Sedangkan dalam bahasa Indonesia disebut
tata susila.
K
Bertens dalam buku etikanya menjelaskan lebih jelas lagi. Etika berasal dari
bahasa Yunani kuno. Kata Yunani ethos dalam bentuk tunggal mempunyai banyak
arti: tempat tinggal yang biasa, kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan,
sikap, cara berpikir. Dalam bentuk jamak artinya adalah kebiasaan. Etika sering diidentikkan dengan moral (atau
moralitas). Namun, meskipun sama-sama terkait dengan baik-buruk tindakan
manusia, etika dan moral memiliki perbedaan pengertian. Etika berarti ilmu yang
mempelajari baik dan buruk. Jadi bisa dikatakan etika berfungsi sebagai teori
tentang perbuatan baik dan buruk.[3]
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, eyika diartikan sebagai; (1) ilmu tentang apa
yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak); (2)
kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak; dan (3) nilai mengenai
benar dan salah yang dianut oleh suatu golongan atau masyarakat.
Secara
terminology etika bisa disebut sebagai ilmu tentang baik dan buruk atau kata
lainnya adalah teori tentang nila. Dalam islam teori nilai mengenal kategori
baik-buruk, yaitu baik sekali,baik,netral,buruk,dan buruk sekali. Etika disebut
juga ilmu normative, karena didalammnya mengandung norma dan nilai-nilai yang
dapat di gunakan dalam kehidupan.[4]
Etika
juga merupakan cabang aksiologi yang mempersoalkan predikat baik buruk dalam arti
susila, atau tidak susila. Sebagai masalah khusus, etika juga mempersoalkan
sifat-sifat yang menyebabkan seseorang berhak untuk disebut susila atau bijak.
Sifat-sifat tersebut dinamakan “kebajikan” lawannya “keburukan”.[5]
Objek
material etika adalah tingkah laku atau perbuatan manusia, sedang objek formal
etika adalah kebaikan atau keburukan, bermoral atau tidak bermoral,. Moralitas
manusia adalah objek kajian etika yang telah berusia sangat lama. Sejak
masyarakat manusia terbentuk, persoalan perilaku yang sesuai dengan moralitas
telah menjadi bahasan. Bahasan etika dalam filsafat barat, telah ada sejak
zaman Sokrates (470-399). Dalam pembahasannya, etika tidak mempersoalkan apa
atau siapa manusia itu, tetapi bagaimana manusia seharusnya berbuat atau bertindak
(Rapar, 1996).
Studi
tentang etika, para ahli ada yang membedakannya menjadi dua kelompok, yaitu
etika deskriptif dan etika normatif. Ada pula yang membagi ke dalam tiga bidang
kajian, yaitu etika deskriptif, etika normatif, dan metaetika (Rapar, 1996).
1. Etika Deskriptif
Etika
deskriptif menguraikan dan menjelaskan kesadaran dan pengalaman moral (suara
batin) dari norma-norma dan konsep-konsep etis secara deskriptif (Hamersma,
1985: rapar, 1996). Pengalaman moral disini memiliki arti luas, misalnya adat
istiadat, anggapan tentang baik dan buruk, tindakan yang diperbolehkan atau
tidak. Semuanya di deskripsikan secara ilmiah dan ia tidak memberikan
penilaian. Karenanya, etika deskriptif ini tergolong dalam bidang ilmu
pengetahuan empiris serta terlepas dari filsafat. Sebagai bagian dari ilmu
pengetahuan, etika deskriptif berupaya untuk menemukan dan menjelaskan
kesadaran, keyakinan dan pengalaman moral dalam suatu kultr maupun subkultur.
Dalam hal ini, etika deskriptif berhubungan erat dengan sosiologi, antropologi,
psikologi, maupun sejarah.
2. Etika Normatif
Etika normatif sering disebut filsafat
moral (moral philosophy) atau etika filsafati (philosophical ethics).
Etika normatif dibagi ke dalam dua teori, yaitu teori nilai (theories of
value) dan teori keharusan (theories of obligation).
Teori-teori nilai mempersoalkan sifat
kebaikan. Sifat teori ini ada dua, yaitu monistis dan pluralis. Yang termasuk
dalam monistis adalah hedonisme spiritualis maupun hedonistis materialis
sensualis. Sedangkan teori-teori keharusan membahas tingkah laku. Teori-teori
yang tergolong dalah theories of obligation adalah aliran egoisme dan
formalisme.
3. Metaetika
Metaetika
merupakan kajian analitis terhadap etika. Metaetika baru muncul pada abad
ke-20, yang secara khusus menyelidiki dan menetapkan arti serta makna
istilah-istilah normatif yang diungkapkan lewat pernyataan-pernyataan etis yang
membenarkan atau menyalahkan suatu tindakan (Rapar, 1995) istilah-istilah
normatif yang mendapatkan perhatian khusus adalah baik dan buruk, benar dan
salah, yang terpuji dan tidak terpuji, yang adil dan tidak adil, dll.
Sebagai
bidang kajian etika, metaetika ini menawarkan beberapa teori yang cukup
terkenal. Beberapa teori itu adalah naturalis, teori intuitif, teori
kognitivis, teori subjektif, teori emotif, teori imperatif, dan teori skeptis
(Rapar, 1996)
B.
ETIKA DAN AKHLAK
Dalam pembahasan kefilsafatan islam istilah etika disejajarkan dengan
istilah akhlak. Dalam pemikiran akhlaknya Ibnu Majjah membagi
perbuatan-perbuatan manusia kedalam dua jenis, yaitu:
a.
Perbuatan yang timbul dari motivasi naluri dan
hal-hal lain yang berhubungan dengan-Nya, baik dekat ataupun jauh.
b.
Perbuatan yang timbul dari pemikiran yang lurus dan
kemauan yang lurus dan yang bersih dan tinggi, bagian ini disebut
“perbuatan-perbuatan manusia”.
Fungsi etika
itu ialah mencari ukuran tentang penilaian tingkah laku perbuatan manusia (baik
dan buruk) akan tetapi dalam praktiknya etika banyak sekali mendapat
kesukaran-kesukaran. Hal ini disebabkan ukuran nilai baik dan buruk tingkah
laku manusia itu tidaklah sama (relatif) yaitu tidak terlepas dari alam
masing-masing. Namun demikian etika selalu mencapai tujuan akhir untuk
menemukan ukuran etika yang dapat diterima secara umum atau dapat diterima oleh
semua bangsa didunia ini. Perbuatan tingkah laku manusia itu tidaklah sama
dalam arti pengambilan suatu sanksi etika karena tidak semua tingkah laku
manusia itu dapat dinilai oleh etika.
Tingkah
laku manusia yang dapat dinilai oleh etika itu haruslah mempunyai syarat-syarat
tertentu, yaitu:
1.
Perbuatan manusia itu dikerjakan dengan penuh
pengertian. Oleh karena itu orang-orang yang mengerjakan sesuatu perbuatan
jahat tetapi ia tidak mengetahui sebelumnya bahwa perbuatan itu jahat, maka
perbuatan manusia semacam ini tidak mendapat sanksi dalam etika.
2.
Perbuatan yang dilakukan manusia itu dikerjakan
dengan sengaja. Perbuatan manusia (kejahatan) yang dikerjakan dalam keadaan
tidak sengaja maka perbuatan manusia semacam itu tidak akan dinilai atau
dikenakan sanksi oleh etika.
3.
Perbuatan manusia dikerjakan dengan kebebasan atau
dengan kehendak sendiri.
4.
Perbuatan manusia yang dilakukan dengan paksaan
(dalam keadaan terpaksa) maka perbuatan itu tidak akan ada sanksi etika.
Akhlak berasal dari bahasa jama’ dari bentuk
mufradatnya “khuluqun” yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku dan
tabiat. Sedangkan menurut istilah adalah pengetahuan yang menjelaskan tentang
baik dan buruk (benar atau salah), mengatur pergaulan manusia, dan menentukan
tujuan akhir dari usaha dan pekerjaannya. Akhlak pada dasarnya melekat dalam
diri seseorang, bersatu dengan perilaku atau perbuatan. Jika perilaku yang
melekat itu buruk maka disebut akhlak yang buruk atau akhlak mazmumah.
Sebaliknya, apabila perilaku tersebut baik disebut dengan akhlak mahmudah.
Dalam
khazanah pemikiran islam, etika di artikan sebagai al-akhlak. Menurut pendekatan etimologi, perkataan “akhlak”
berasal dari bahasa arab, jama’ dari
bentuk mufrodnya khuluqun yang diartikan; budi pekerti, perangai,
tingkah laku atau tabiat. Kalimat tersebut mengandung segi-segi penyesuaian
dengan perkataan khulqun yang berarti kejadian serta erat hubungannya
dengan khaliq yang berarti
pencipta, makhluk yang berarti pencipta.[6]
Selain
akhlak digunakan pula istilah etika dan moral. Etika berasal dari bahasa
yunani”ethes” artinya adat. Etika adalah ilmu yang menyelidiki baik dan buruk
dengan memperhatikan perbuatan manusia sejauh yang diketahui oleh akal pikiran.
Sedangkan moral berasal dari bahas latin”mores” yang berarti kebiasaan.
Persamaan antara akhlak dan etika adalah keduanya membahas masalah baik dan
buruk tingkah laku manusia. Sedangkan akhlak berdasarkan ajaran Allah dan
Rasulnya.
Akhlak
merupakan perilaku yang tampak (terlihat) dengan jelas baik dalam kata-kata
maupun perbuatan yang memotivasi oleh dorongan karena Allah. Namun demikian,
banyak pula aspek yang berkaitan dengan sikap batin ataupun pikiran, seperti
akhlak diniyah yang berkaitan dengan berbagai aspek, yaitu pola perilakunkepada
Allah, sesame manusia, dan pola perilaku kepada alam. akhlak memiliki dua
sasaran yaitu: akhlak kepada Allah dan akhlak kepada sesama makhluk. Oleh
karena itu, tidak benar jika masalah akhlak hanya dikaitkan dengan masalah
hubungan antar manusia saja. Atas dasar itu, maka benar akan akhlak adalah akidah
dan pohonnya adalah syariah. Akhlak itu sudah menjadi buahnya. Buah itu akan
rusak juga pohonnya rusak, dan pohonnya akan rusak juka akarnya rusak. Oleh
karena itu akar, pohon, dan buah harus dipelihara dengan baik. Bagi Nabi
Muhammad SAW, Al-Quran sebagai cerminan berakhlak, orang yang berpegang teguh
kepada Al-Quran dan melaksanakan dalam kehidupan sehari-hari, maka sudah
termasuk meneladani akhlak Rasulullah. Oleh karena itu setiap mukmin hendaknya
selalu membaca Al-Quran kapan ada waktunya sebagi pedoman dan menjadi tuntutan
yang baik dalam dalam berperilaku sehari hari, insya Allah akan terbina akhlak
yang mulia bagi dirinya.[7]
Adapun
hal-hal yang perlu dibiasakan sebagai akhlak yang terpuji dalam islam, antara
lain:
1.
Berani dalam kebaikan, berkata benar serta menciptakan manfaat, baik
bagi dirinya maupun orang lain
2.
Adil dalam memutuskan hokum tanpa membedakan kedudukan,status social
ekonomi maupun kekerabatan
3.
Arif dan bijaksana dalam mengambil keputusan
4.
Pemurah dan suka menafkahkan rezeki baik ketika lapang maupun sempit
5.
Ikhlas dan beramal semata-mata demi meraih ridha allah
6.
Jujur dan amanah
7.
Penuh kasih sayang
8.
Tidak berkeluh kesah dalam menghadapi masalah hidup
9.
Malu melakukan hal yang tidak baik
10. Rela berkorban untuk kepentingan umat dan dalam
membela agama Allah.
C.
PERAN ETIKA DALAM PENDIDIKAN ISLAM
Pada
hakikatnya pendidikan mencakup kegiatan mendidik, mengajar, melatih,
membimbing, menilai, dan mengevaluasi. Kegiatan tersebut dilaksanakan sebagai
suatu usaha untuk mentransformasikan segala nilai. Selain itu, pendidikan
sebagai usaha membina dan mengembangkan pribadi manusia pada aspek rohaniah,
dan jasmaniah, juga berlangsung secara bertahap. sebab tidak ada satupun
makhluk ciptaan Allah yang secara langsung tercipta denagn sempurna tanpa
melalui suatu proses.
Dalam dunia
pendidikan, tentu saja semua orang yang berada dalam lingkungan pendidikan
tertentu harus terlebih dahulu memiliki etika. Jika pendidikan yang dimaksudkan
di institusi secara formal, maka guru, siswa, dan semua personil lainnya harus memiliki
etika yang baik dalam bertingkah laku. Contoh-contoh perilaku yang nyata yang
sangat mempengaruhi suasana di lingkunagn sekolah. Bagaimana seorang peserta
didik menyapa guru, guru menegur siswa, bagaimana seorang anak yang satu
berkomunikasi dengan anak lainnya, semua harus sesuai dengan norma yang
berlaku. Jika semua tingkah laku yang terjadi sudah lari dari etika, maka
bermuncullah berbagai macam persoalan.
Antara ilmu
pendidikan dengan etika mempunyai hubungan erat. Masalah moral tidak dapat
dilepas dengan tekat manusia, untuk menemukan kebenaran dan mempertahankan
kebenaran diperlukan keberanian moral. Sulit membayangkan jika perkembangan
ilmu pengetahuan dan tekhnologi tanpa diserati adanya kendali dari nilai-nilai
etika agama. Etika sangat besar mempengaruhi pendidikan, sebab tujuan
pendidikan itu adalah untuk mengembangkan perilaku manusia, antara lain afeksi
peserta didik. segala sesuatu yang memiliki sisi keterkaitan, dengan nilai atau
memiliki relevan etis dapat dipandang sebagai etika. Dari terwujudnya moral
seperti itu, menunjukkan terwujudnya target pengembangan sistem pendidikan.
Proses
internalisasi etika dalam diri siswa tidak dapat dilkukan secara instant, namun
melalui proses sejalan dengan perkembangan jasmani dan rohani siswa. Prses
internalisasi dimulai dengan pengenalan nilai-nilai didalam keluarga oleh
orangtua maupun sanak famili yang serumah. Jika anak sudah bergaul dengan
linkungan sosial masyarakat sekitar ia akan berkenalan dengan berbagai nilai
disekitarnya. Dan jika ia sudah bersekolah pengenalan nilai akan semakin banyak
dan beragam yang dibawa oleh teman-teman sekolah, guru dan juga orang yang
hadir disekolah. Nilai-nilai yang diterima siswa ada yang berbeda bahkan
bertolak belakang atau berlawanan dengan nilai-nilai yang dikenalkan dirumah
dan disekolah, ada nilai baru yang belum dikenalkan dirumah dan atau disekolah.
Terhadap masuknya nilai tersebutmungkin diterima melalui saringan atau filter
orangtua dan atau lewat guru, tetapi juga ada nilai yang diterima tanpa filter.
Pertentangan
nilai dalam diri siswa dapat terjadi, yang dapat menjadikan siswa memiliki
standar ganda. Misal jika dirumah dan disekolah siswa terlihat sopan, alim,
baik, dan takwa. Tetapi di masyarakat/ kelompok eng nya mereka akan berperilaku
yang sangat berbeda. Misal minum-minuman keras, narkoba, pesta seks, dll. Maka dari itu pentingnya penguatan etika yang
ada didalam sekolah.[8]
KESIMPULAN
Secara terminology etika bisa disebut sebagai ilmu
tentang baik dan buruk atau kata lainnya adalah teori tentang nila. Dalam islam
teori nilai mengenal kategori baik-buruk, yaitu baik
sekali,baik,netral,buruk,dan buruk sekali. Etika disebut juga ilmu normative, karena
didalammnya mengandung norma dan nilai-nilai yang dapat di gunakan dalam
kehidupan.
Antara ilmu pendidikan dengan etika mempunyai
hubungan erat. Masalah moral tidak dapat dilepas dengan tekat manusia, untuk
menemukan kebenaran dan mempertahankan kebenaran diperlukan keberanian moral.
Sulit membayangkan jika perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi tanpa
diserati adanya kendali dari nilai-nilai etika agama. Etika sangat besar
mempengaruhi pendidikan, sebab tujuan pendidikan itu adalah untuk mengembangkan
perilaku manusia, antara lain afeksi peserta didik. segala sesuatu yang
memiliki sisi keterkaitan, dengan nilai atau memiliki relevan etis dapat
dipandang sebagai etika. Dari terwujudnya moral seperti itu, menunjukkan
terwujudnya target pengembangan sistem pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Abadi,Totok wahyudi. Jurnal Ilmu Komunikasi. Vol 4. No.2
Bagus, Loren. kamus filsafat. Jakarta: PT Gramedia pustaka. 2000.
Bakry,Hasbullah. sistematika filsafat. Jakarta: penerbit buku kompas. 2002.
Salam, Burhanuddin. logika materi, filsafat ilmu pengetahuan. Jakarta:
Raneka Cipta. 1997.
Zahruddin
AR. Pengantar Filsafat Nilai. Bandung: Pustaka Setia. 2013.
Zubair, Achmad Charris. kuliyah etika. Jakarta: CV Rajawali.
1990.