Wednesday 16 March 2022

MAKALAH SUKUK, DASAR HUKUM, PERBEDAAN DENGAN OBLIGASI DAN PROSPEKNYA DALAM INDUSTRI KEUANGAN SYARIAH




MAKALAH

SUKUK, DASAR HUKUM, PERBEDAAN DENGAN OBLIGASI DAN PROSPEKNYA DALAM INDUSTRI KEUANGAN SYARIAH

 

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Keuangan Syariah yang diampu oleh:

Dr. Andlan, M.A



 

Disusun oleh :

Sitti Nor Aisyah                                  19383022114

Esty Kusuma Wardani                        19383022115

Khoirotus Suhroh                                19383022116 

Mellynia Dewi Aprilia Nova               19383022117

 

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH

JURUSAN EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI MADURA

Jalan Raya Panglegur No. Km. 4,  Tlanakan Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah swt yang telah memberikan rahmat taufik serta hidayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Sukuk, Dasar Hukum, Perbedaan dengan Obligasi dan Prospeknya dalam Industri Keuangan Syariah”. Sholawat dan salam semoga senantiasa selalu tercurahkan kepada junjungan Nabi Muhammad saw yang telah membawa kita dari alam  kebodohan menuju alam kepintaran seperti saat ini.

Adapun makalah “Sukuk, Dasar Hukum, Perbedaan dengan Obligasi dan Prospeknya dalam Industri Keuangan Syariah” ini telah kami usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.

Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa banyak kekurangan baik dari segi penyusunan bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena itu, dengan lapang dada dan dengan tangan terbuka kami membuka selebar-lebarnya bagi pembaca yang ingin memberi saran dan kritik kepada kami sehingga kami dapat memperbaiki makalah “Sukuk, Dasar Hukum, Perbedaan dengan Obligasi dan Prospeknya dalam Industri Keuangan Syariah.

Akhir kata, kami mengharapkan semoga dari makalah Sukuk, Dasar Hukum, Perbedaan dengan Obligasi dan Prospeknya dalam Industri Keuangan Syariahini dapat diambil hikmah dan manfaat sehingga dapat memberikan inspirasi kepada pembaca. Terima kasih

 

 

Pamekasan, 10 November 2021

Penulis

 

 

 

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii

DAFTAR ISI...........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang.............................................................................................1
  2. Rumusan Masalah........................................................................................1
  3. Tujuan Penulisan..........................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

  1. Pengertian Sukuk.........................................................................................3
  2. Dasar Hukum Sukuk....................................................................................3
  3. Jenis – Jenis Sukuk.......................................................................................5
  4. Perbedaan Sukuk dengan Obligasi.............................................................11
  5. Prospek Sukuk dalam Industri Keuangan Syariah.....................................12

BAB III PENUTUP

  1. Kesimpulan................................................................................................15
  2. Saran...........................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................16

 

 

 

 

 

 


BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Dimasa dewasa ini banyak dari kalangan masyarakat yang menjalankan kegiatan investasi. Dalam kegiatan investasi tersebut ada umumnya dikoordinasikan oleh suatu lembaga, yaitu bursa efek. Dimana dalam kegiatannya selalu diawasi oleh BAPEPAM. Dalam investasi tersebut, sebagaimana yang kita ketahui bersama pada pasar modal terdapat beberapa instrument investasi yang sering digunakan sebagai alternatif kegiatan investasi ini, yaitu saham dan obligasi.

Secara global, bagi orang – orang yang tidak mementingkan unsur halal dan haram (konvensional) tidaklah ada masalah dalam menjalankan kegiatan investasi ini. Namun, bagi kita kaum muslim tentu menjalankan suatu usaha ataupun kegiatan bisnis harus mempertimbangkan halal dan haramnya, sesuai dengan yang telah diatur dalam hukum syara’ diantaranya dalam kegiatan tersebut harus terhindar dari unsur riba, judi, gharar, dan haram.

Oleh karena itu, dalam terdapat beberapa produk syariah dalam kegiatan investasi ini seperti saham syariah dan obligasi syariah atau sering disebut sukuk. Adanya produk tersebut pada dasarnya untuk membantu kaum muslim yang ingin ikut serta dalam kegiatan investasi agar tidak terjerumus kedalam praktik – praktik yang diharamkan oleh hukum syara’.

Dalam makalah ini akan dijelaskan mengenai sukuk, dasar hukum, perbedaan dengan obligasi dan prospeknya dalam industri keuangan syariah.

B.     Rumusan Masalah

  1. Apa pengertian sukuk?
  2. Bagaimana dasar hukum sukuk?
  3. Apa jenis - jenis sukuk?
  4. Bagaimana perbedaan sukuk dengan obligasi?
  5. Bagaimana prospek sukuk dalam industri keuangan syariah?

C.     Tujuan Penulisan

  1. Untuk mengetahui pengertian sukuk.
  2. Untuk mengetahui dasar hukum sukuk.
  3. Untuk mengetahui jenis – jenis sukuk.
  4. Untuk mengetahui perbedaan sukuk dengan obligasi.
  5. Untuk mengetahui prospek sukuk dalam industri keuangan syariah.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Sukuk

Kata “sukuk” bukanlah suatu istilah yang baru dalam sejarah Islam. Istilah tersebut sudah dikenal sejak abad pertengahan. Pada waktu itu sukuk merupakan suatu media atau alat yang digunakan oleh umat Islam sebagai dokumen yang menunjukkan kewajiban finansial yang timbul dari usaha perdagangan atau aktivitas komersial lainnya. Sejumlah penulis Barat yang fokus terhadap sejarah Islam dan bangsa Arab, menyebutkan bahwa “shakk” yang merupakan bentuk tunggal dari “sukuk” merupakan akar kata dari “cheque” dalam bahasa Latin, yang saat ini telah menjadi sesuatu yang lazim dipergunakan dalam transaksi perbankan modern.[1]

Sukuk adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan oleh emiten (perusahaan penerbit obligasi) kepada pemegang sukuk yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada investor berupa bagi hasil / margin / fee serta membayar kembali dana investasi saat jatuh tempo.[2]

B.     Dasar Hukum Sukuk

Menurut pandangan ekonomi syariah sukuk pada dasarnya bentuk penyertaan modal sebagaimana musyarakah (kerjasama bisnis) pada umumnya, sehingga menerbitkan kepemilikan atas aset, bukan meminjamkan uang (modal) sebagaimana dalam obligasi. Perbedaan prinsip antara “meminjamkan uang/modal” yang dianut dalam ekonomi konvensional dengan “kerjasama bisnis” dalam ekonomi syariah, merupakan pokok perbedaan antara obligasi dan sukuk. Kerjasama binis menempatkan para pihak dalam hak dan tanggung jawab yang sama dalam pengelolaan bisnisnya, termasuk berbagi untung dan resiko, sesuatu yang tidak ada di dalam obligasi.

Para ulama menggali dalil tentang sukuk bisa dilihat dalam dalil al Quran surat al-Maidah ayat 1 :

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَوْفُوْا بِالْعُقُوْدِۗ اُحِلَّتْ لَكُمْ بَهِيْمَةُ الْاَنْعَامِ اِلَّا مَا يُتْلٰى عَلَيْكُمْ غَيْرَ مُحِلِّى الصَّيْدِ وَاَنْتُمْ حُرُمٌۗ اِنَّ اللّٰهَ يَحْكُمُ مَا يُرِيْدُ

Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah janji-janji. Hewan ternak dihalalkan bagimu, kecuali yang akan disebutkan kepadamu, dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang berihram (haji atau umrah). Sesungguhnya Allah menetapkan hukum sesuai dengan yang Dia kehendaki.

Dimana ayat tersebut memerintahkan orang-orang beriman untuk memenuhi janjinya.

Al Quran surat Al Isra ayat 34 :

وَلَا تَقْرَبُوْا مَالَ الْيَتِيْمِ اِلَّا بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُ حَتّٰى يَبْلُغَ اَشُدَّهٗۖ وَاَوْفُوْا بِالْعَهْدِۖ اِنَّ الْعَهْدَ كَانَ مَسْـُٔوْلًا

Artinya : “Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih baik (bermanfaat) sampai dia dewasa, dan penuhilah janji, karena janji itu pasti diminta pertanggungjawabannya.

Dimana ayat tersebut memerintahkan untuk memenuhi janji karena janji akan diminta pertanggung jawabannya.[3]

Dalil hadits yang menjadi dasar sukuk adalah hadits Nabi riwayat Imam al-Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf al-Muzani yang artinya : “Perjanjian boleh dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perjanjian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.”[4]

Kemudian hadits Nabi yang lainnya yaitu hadits riwayat Imam Ibnu Majah, al-Daruquthni, dan yang lain, dari Abu Sa’id al-Khudri, yang artinya Nabi SAW: “Tidak boleh membahayakan (merugikan) diri sendiri maupun orang lain.”

Kemudian kaidah fiqih yag digunakan adalah “Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.” “Sesuatu yang berlaku berdasarkan adat kebiasaan sama dengan sesuatu yang berlaku berdasarkan syara’ (selama tidak bertentangan dengan syari’at).”

Dalil-dalil tersebut di atas termuat di dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN)-Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 32/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah atas permohonan fatwa dari PT AAA Sekuritas tanggal 5 Juli 2002 tentang Permohonan Fatwa Obligasi Syariah. Fatwa DSN-MUI itu kemudian yang menjadi salah satu pedoman pokok dari segi hukum Islam/muamalah diturunkannya regulasi-regulasi oleh otoritas pasar modal dalam masalah sukuk. Karena transaksi sukuk menggunakan akad muamalah yang sudah ada dan biasa dipraktikkan seperti murabahah, mudharabah, musyarakah, istishna’, jual beli salam, dan ijarah, maka dalam praktik transaksi sukuk harus tetap mengacu kepada fatwa-fatwa DSN-MUI tentang murabahah, mudharabah, musyarakah, istishna’, jual beli salam, dan ijarah, yang sudah lebih dahulu ada fatwanya.[5]

C.     Jenis – Jenis Sukuk

  1. Menurut PSAK 110

Menurut PSAK 110 tentang Akuntansi Sukuk, sukuk yang ada dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 110 ada 2 yaitu sukuk ijarah dan sukuk mudharabah. Untuk akad sukuk lainya merupakan akad tambahan dari jenis sukuk tersebut. Dan menurut pencatatan sukuk di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2020, BEI menggunakan 6 jenis akad sukuk. Diantaranya adalah Ijarah, Istishna’, Kafalah, Mudharabah, Musyarakah dan Wakalah.

 

Diantaranya 2 sukuk terdapat dalam PSAK 110, yaitu

a.       Sukuk ijarah

Ijarah adalah perjanjian pengalihan hak untuk menggunakan barang atau jasa, tanpa adanya pengalihan kepemilikan atas barang atau jasa itusendiri. Sukuk ijarah diterbitkan berdasarkan akad ijarah dan terbagi menjadi:

1)      Sukuk kepemilikan aset berwujud yang disewakan

Yakni sukuk yang diterbitkan oleh pemilik objek yang disewakan atau disewakan untuk dijual dan memperoleh hasil dari penjualan tersebut, sehingga pemilik sukuk menjadi pemilik aset tersebut.

2)      Sukuk kepemilikan manfaat

Yaitu sukuk yang diterbitkan oleh pemilik aset atau pemilik manfaat dari asset tersebut untuk menyewakan aset/manfaat dari aset tersebut dan memperoleh sewa sehingga pemegang sukuk tersebut menjadi pemilik manfaat dari aset tersebut.

3)      Sukuk kepemilikan jasa

Yaitu sukuk yang diterbitkan untuk memberikan layanan tertentu melalui penyedia layanan (misalnya, layanan pendidikan tinggi) dan memperoleh pembayaran kepada penyedia layanan sehingga pemegang sukuk menjadi pemilik layanan tersebut.[6]

Sukuk ijarah merupakan sertifikat sukuk yang dikeluarkan berdasarkan aset-aset tertentu yang sah mempunyai nilai ekonomis, terdiri dari petak tanah, bangunan dan barang-barang lainya masuk dalam kategori asset berharga. Nilai keuntungan sewa terhadap sukuk ini dapat bersifat tetap maupun berubah tergantung pada keinginan penerbit dan permintaan pasar.

Dalam Fatwa DSN MUI No. 41/DSN-MUI/III/2004 telah menjelaskan bagaimana kebolehan dari sukuk dengan akad ijarah berdasarkan pada firman Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah ayat 233 sebagai berikut :

وَاتَّقُوا اللّٰهَ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌ....

Artinya : “...dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut, bertaqwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah maha melihat apa yang kamu kerjakan.”

Dari ayat diatas dijelaskan bahwa adanya kebolehan dalam menyewa jasa seseorang yang berdasarkan ayat diatas yakni menyewa jasa orang lain untuk menyusui anaknya, dengan syarat harus ditunaikan pembayaran upahnya secara layak. Berdasarkan istidlal ini, kontrak obligasi berdasarkan prinsip ijarah bisa digunakan dan terdapat landasan syariah yang jelas, dengan catatan adanya pembayaran return bagi pihak yang disewa jasanya.

Menurut Undang-undang Ri Nomor 19 tahun 2008 sukuk ijarah adalah akad yang satu pihak bertindak sendiri atau melalui wakilnya menyeakan hak atas suatu aset kepada pihak lain berdasarkan harga sewa dan jangka waktu sewa yang disepakati.[7]

b.      Sukuk mudharabah

Mudharabah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih yaitu satu pihak sebagai penyedia modal dan pihak lain sebagai penyedia tenaga dan keahlian. Keuntungan dari hasil kerjasama tersebut dibagi berdasarkan nisbah yang telah disetujui, sedangkan kerugian yang terjadi akan ditanggung sepenuhnya oleh pihak penyedia modal, kecuali kerugian disebabkan oleh kelalaian penyedia tenaga dan keahlian.

Sukuk mudharabah adalah sukuk yang merepresentasikan suatu proyek atau kegiatan usaha yang dikelola berdasarkan akad mudharabah, dengan menunjuk salah satu patner atau pihak lain sebagai mudharib (pengelola usaha) dalam melakukan pengelolaan usaha tersebut. Dalam hal ini, penerbit sukuk adalah pihak Mudharib dan pembeli sukuk adalah pemilik modal (Shohibul Maal), dan penerbitan sukuk adalah modal mudharabah, sehingga pemegang sukuk menjadi pemilik harta/asset mudharabah dan berhak mendapat bagian dari keuntungan dan dapat menderita kerugian.

  1. Ditinjau dari pihak penerbit yaitu :

a.       Sukuk korporasi

Sukuk korporasi adalah surat hutang syariah yang diterbitkan oleh perusahaan atau emiten untuk keperluan membiayai kebutuhan dana perusahaan atau proyek-proyek perusahaan.[8]

Beberapa korporasi yang menerbitkan sukuk khususnya pada tahun 2019 diantaranya adalah PT. Adira Dinamika Multifinance menerbitkan tiga seri sukuk dengan nilai 312 miliyar, kemudian PT. XL Axiata Tbk menerbitkan sebanyak lima seri dengan nilai 260 Miliar dan PT. PLN (Persero) sebanyak enam seri dengan total nilai 863 Miliar. Lalu PT. Indosat Tbk sebagai pelopor penerbitan sukuk korporasi pada tahun 2019 juga menerbitkan sukuk sebanyak lima seri dengan nilai 500 Miliar. Berikut ini beberapa peraturan didalam Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bursa Efek Indonesia (BEI) terkait Penerbitan Sukuk Korporasi.

Dari gambar ditas menjelaskan bahwa ketika akan melakukan penerbitan dan pencatatan sukuk di Bursa Efek Indonesia, nantinya harus memenuhi peraturan OJK dan peraturan BEI terlebih dahulu. Adapun beberapa peraturan yang ada di OJK antara lain POJK Nomor 18, POJK Nomor 15, POJK Nomor 53 dan POJK Nomor 16. Kemudian pencatatan di BEI terkait sukuk akan mengacu ke peraturan I-B atau yang mengatur tentang pencatatan efek bersifat utang. Mengapa demikian, karena peraturan di 1-B ini baru diterbitkan pada tanggal 20 Mei 2020 lalu dan pada saat ini menjadi dasar untuk diterbitkanya sukuk sampai nanti akan ada peraturan 1-G  terkait (peraturan khusus pencatatan sukuk). Sampai dengan diterbitkanya Peraturan Bursa 1-G, maka ketentuan Pencatatan Sukuk mengacu pada Peraturan Bursa 1-B sebagaimna disebutkan dalam SK No. Kep 00038/BEI/05-2020.[9]

b.      Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)

Sukuk negara adalah sukuk yang diterbitkan oleh pemerintah Republik Indonesia. Sukuk negara mempunyai landasan hukum Undang-undang No. 19 tahun 2008 tentang SBSN. SBSN (Surat Berharga Syariah Negara) adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan ketentuan syariah sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing.

  1. Ditinjau dari pembagian atau pendapatan bagi hasil

Berdasarkan pembagian atau pendapatan hasil, sukuk diklasifikasikan kedalam tiga jenis, yaitu:

a.       Sukuk margin

Sukuk margin yaitu sukuk yang pembayaran pendapatanya bersumber dari margin keuntungan akad jual beli, sukuk ini terdiri dari sukuk murabahah, sukuk salam dan sukuk istishna’.

b.      Sukuk fee

Sukuk fee yaitu sukuk yang pembayaran pendapatanya bersifat tetap karena bersumber dari pendapatan tetap dari sewa atau fee yaitu sukuk ijarah.[10]

c.       Sukuk bagi hasil

Sukuk bagi hasil yaitu sukuk pembayaran pendapatanya berdasarkan bagi hasil dan hasil yang diperoleh dalam menjalankan usaha yang dibiayai yaitu sukuk mudharabah dan sukuk musyarakah.

  1. Ditinjau dari basis asset

Berdasarkan basis aset, sukuk diklasifikasikan kedalam dua jenis, yaitu:

a.       Sukuk aset

Sukuk aset adalah pembiayaan yang berbasis pada aset termasuk didalamnya sukuk salam seperti dalam pembiayaan produksi pertanian, sukuk istishna’ seperti proyek kontruksi gedung dan perumahan atau instruktur lainya, sukuk murabahah seperti pembiayaan usaha perdagangan, pembiayaan bahan baku produksi dan sukuk ijarah, misalnya leasing.

b.      Sukuk penyertaan atau sukuk equity

Sukuk penyertaan atau sukuk equity adalah pembiayaan yang berbasis pada penyertaan modal. Sukuk yang termasuk dalam sukuk equity adalah sukuk mudharabah atau yang lebih dikenal pembiayaan bisnis (business financing) atau sukuk musyarakah atau yang dikenal kerjasama kemitraan (joint venture). Selain jenis-jenis sukuk diatas ada juga multi sukuk atau sukuk campuran (hybrid sukuk) yaitu investasi atau pembiayaan yang dilakukan dengan multiple akad sukuk atau dibiayai dengan gabungan beberapa akad sukuk.[11]

D.    Perbedaan Sukuk dengan Obligasi

Beberapa perbedaan antara sukuk dengan obligasi adalah sebagai berikut :

  1. Obligasi adalah surat berharga berupa pernyataan utang dari penerbit (emiten) kepada investor (obligor). Sukuk adalah surat berharga yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah dan merepresentasikan kepemilikan investor atas aset yang menjadi dasar penerbitan sukuk (underlying asset).
  2. Underlying asset tidak diperlukan ketika menerbitkan obligasi, sedangkan saat sukuk diterbitkan dipererlukan adanya underlying asset sebagai dasar penerbitan sukuk dan sebagai sumber pembayaran imbalan, yang diatur dalam suatu skema transaksi berdasarkan akad syariah.
  3. Penerbitan obligasi tidak memerlukan landasan syariah. Sementara sukuk diterbitkan memerlukan landasan syariah berupa fatwa serta pernyataan kesesuaian sukuk terhadap prinsip - prinsip syariah dari lembaga yang berwenang di bidang syariah.
  4. Peggunaan dana hasil penerbitan obligasi tidak ada pembatasan secara syariah, tetapi penggunaan dana hasil penerbitan sukuk hanya boleh digunakan untuk hal-hal yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah (halal).
  5. Pemegang obligasi mendapat return atau imbalan berupa bunga (interest) yang tidak terkait secara langsung dengan tujuan pendanaannya. Sementara dalam sukuk, return yang diberikan terkait dengan aset, akad dan tujuan pendanaannya. Return tersebut dapat berupa imbalan yang berasal dari uang sewa (ujrah), fee, margin, bagi hasil atau sumber lainnya sesuai dengan akad/kontrak yang digunakan dalam transaksi underlying.
  6. Perdagangan obligasi di pasar sekunder mencerminkan penjualan atas surat utang. Sedangkan penjualan sukuk di pasar sekunder mencerminkan penjualan atas kepemilikan aset yang menjadi dasar penerbitan.
  7. Meskipun berbasis syariah sukuk memiliki basis investor yang lebih luas yakni investor konvensional dan investor syariah. Sementara obligasi terbatas pada investor konvensional dan tidak akan dipilih sebagai insturmen investasi bagi investor syariah.[12]

E.     Prospek Sukuk dalam Industri Keuangan Syariah

Sejak dirilis pertama kali pada tahun 1990, sukuk terus menunjukkan perannya dalam mendorong pertumbuhan sektor keuangan syariah.

Berdasarkan data yang diolah, jumlah penerbitan sukuk secara global telah mencapai angka USD 199,18 milyar per Desember 2010, dengan nilai outstanding sukuk sebesar USD 116,84 milyar. Meski sempat mengalami penurunan pada tahun 2008, sebagai akibat dari krisis keuangan dunia, dan juga sebagai dampak dari pernyataan ulama fiqh, Maulana Taqi Usmani, yang menyatakan bahwa 85 persen penerbitan sukuk tidak sesuai syariah, tren penerbitan sukuk pada tahun 2009 mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Pada tahun 2010, jumlah penerbitan sukuk mencapai angka USD 52,93 milyar, atau mengalami pertumbuhan sebesar 77,11 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang hanya mencapai angka USD 29,89 milyar. Ini menunjukkan bahwa pasar sukuk dunia memiliki prospek yang sangat menjanjikan.

Kepercayaan para investor semakin meningkat dari waktu ke waktu. Bahkan, penerbitan sukuk tahun lalu merupakan pencapaian tertinggi dalam sejarah. Pada tahun ini, angka penerbitan sukuk (baik jumlah maupun nilai emisinya) akan melampaui pencapaian. Mudharabah adalah akad antara pemilik modal (shahibul maal) dengan pengelola dana (mudharib), dimana keduanya bersepakat untuk melaksanakan sebuah proyek, dengan keuntungan dibagi berdasarkan nisbah bagi hasil tahun lalu, meskipun debt crisis di sejumlah negara Eropa telah menimbulkan kekhawatiran tersendiri di pasar keuangan internasional.[13]

Berdasarkan kawasan, data base IFIS juga menunjukkan bahwa pasar Asia adalah pasar yang paling banyak memberikan kontribusi. Market share kawasan ini mencapai angka 77 persen, jauh lebih tinggi bila dibandingkan kawasan Timteng yang market sharenya hanya 17 persen. Malaysia masih menjadi negara yang menjadi leading issuer sukuk, dengan market share sebesar 76,37 persen, disusul oleh Pakistan, dengan market share sebesar 6,55 persen. Ini mengisyaratkan bahwa Asia adalah tempat yang sangat menarik bagi investasi syariah, khususnya investasi sukuk. Sedangkan dari sisi akad, mayoritas sukuk pada tahun 2010 menggunakan akad murabahah (49 persen), disusul oleh akad ijarah (34 persen) dan akad musyarakah (10 persen). Ini menunjukkan bahwa akad-akad berbasis fixed return masih mendominasi penerbitan sukuk.

Sementara itu di Indonesia, sukuk pertama yang muncul di pasar adalah sukuk korporasi yang diterbitkan oleh PT Indosat Tbk, yaitu OS Mudharabah Indosat. Sukuk ini diterbitkan pada tanggal 30 Oktober 2002 dengan nilai emisi sebesar Rp 175 milyar dan memiliki masa tenor selama kurang lebih lima tahun. Hingga akhir Desember 2010, berdasarkan Laporan Perkembangan Perbankan Syariah (LPPS) 2010 yang diterbitkan Bank Indonesia, sukuk yang telah diterbitkan mencapai angka 47 buah, dengan nilai total emisi secara kumulatif pada tahun 2010 mencapai angka Rp 7,81 trilyun. Dari angka ini, sebanyak Rp 1,69 trilyun telah dilunasi, sehingga nilai sukuk yang masih beredar dan belum jatuh tempo mencapai angka Rp 6,12 trilyun.

Khusus mengenai sukuk negara, atau dalam bahasa undang-undang disebut sebagai SBSN (Surat Berharga Syariah Negara), pertumbuhannya juga sangat pesat. Sejak disahkannya UU No 19/2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara, pemerintah telah menerbitkan sukuk negara senilai Rp 47,08 trilyun (hingga 20 Januari 2011), dengan rincian Rp 31,61 trilyun adalah sukuk negara yang diperdagangkan, dan Rp 15,47 trilyun adalah sukuk negara yang tidak diperdagangkan (Bapepam LK, 2011). Ini menunjukkan bahwa peran sukuk bagi pemerintah menjadi semakin penting seiring dengan perjalanan waktu, terutama sebagai sumber pembiayaan alternatif bagi APBN. Dengan kondisi yang ada, dan didukung oleh potensi yang dimiliki, Indonesia sesungguhnya berkesempatan untuk menjadi World Islamic financial hub, mengalahkan Malaysia, Pakistan, Iran, dan negara-negara Asia lainnya. Tinggal sekarang bagaimana pemerintah dan para stakeholder lainnya berusaha untuk merealisasikan hal tersebut.[14]

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

  1. Kesimpulan

Sukuk adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan oleh emiten (perusahaan penerbit obligasi) kepada pemegang sukuk yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada investor berupa bagi hasil / margin / fee serta membayar kembali dana investasi saat jatuh tempo.

Menurut PSAK 110 tentang Akuntansi Sukuk, sukuk yang ada dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 110 ada 2 yaitu sukuk ijarah dan sukuk mudharabah. Untuk akad sukuk lainya merupakan akad tambahan dari jenis sukuk tersebut. Dan menurut pencatatan sukuk di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2020, BEI menggunakan 6 jenis akad sukuk. Diantaranya adalah Ijarah, Istishna’, Kafalah, Mudharabah, Musyarakah dan Wakalah.

  1. Saran

Dengan selesai makalah ini, kami sangat mengharapkan respon dan saran dari para mahasiswa(i) ataupun dari dosen demi perbaikan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat sebagaimana adanya untuk para pembaca dan khususnya bagi kami para penyusun makalah ini.

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

S, Burhanuddin. Pasar Modal Syariah; Tinjauan Hukum. Yogyakarta: UII Press, 2009.

Rivai, Veitzhal dan Sarwono Sudarto dkk. Islamic Banking & Finance dari teori ke praktik bank dan keuangan syariah sebagai solusi dan bukan alternati. Yogyakarta: BPFE, 2012.

Hatta, Ahmad. Tafsir Quran per Kata. Jakarta : Maghfirah Pustaka, 2011.

Wahid, Nazaruddin Abdul. Sukuk, Memahami dan Membedah Obligasi pada Perbankkan Syariah. Yogyakarta, Ar-Ruzz Media : 2010.

Habibullah, Muhammad Dkk. Jurnal Ekonomi dan Keuangan Islam 9, No. 2. Desember: 2018.

Nafik, Muhammad. Bursa Efek dan Investasi Syariah. Jakarta, PT. Serambi Ilmu Semesta : 2009.

Hafil Hanafi, “PENERAPAN SUKUK DAN OBLIGASI SYARIAH DI INDONESIA,” Ilmu Akuntansi dan Bisnis Syariah 1, no. 2. Juli, 2019.

Nur Aini, Ahmad Luthfi, “ANALISIS PERAN SUKUK DALAM PERKEMBANGAN KEUANGAN SYARIAH” Jurnal Ekonomi Syariah 2, edisi 2. Desember: 2019.

Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN)-MUI Nomor 32/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah

Undang-undang (UU) RI NO. 19 tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), Bab 1 Ketentuan Umum, Ayat 6

 

 

 

 

 



[1] Burhanuddin. S. Pasar Modal Syariah; Tinjauan Hukum, (Yogyakarta: UII Press, 2009), 57.

[2] Veitzhal rivai, Sarwono sudarto dkk, Islamic Banking & Finance dari teori ke praktik bank dan keuangan syariah sebagai solusi dan bukan alternati, (Yogyakarta: BPFE, 2012), 394.

[3] Ahmad Hatta, Tafsir Quran per Kata, (Jakarta : Maghfirah Pustaka, 2011), 106 – 285.

[4] Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN)-MUI Nomor 32/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah

[5] Ibid.,

[6] Nazaruddin Abdul Wahid, Sukuk, Memahami dan Membedah Obligasi pada Perbankkan Syariah, (Yogyakarta, Ar-Ruzz Media : 2010), 117.

[7] Undang-undang (UU) RI NO. 19 tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), Bab 1 Ketentuan Umum, Ayat 6.

[8] Muhammad Habibullah, Dkk, Jurnal Ekonomi dan Keuangan Islam 9, No. 2, (Desember: 2018), 137.

[9] Hafil Hanafi, “PENERAPAN SUKUK DAN OBLIGASI SYARIAH DI INDONESIA,” Ilmu Akuntansi dan Bisnis Syariah 1, no. 2 (Juli, 2019): 156, https://journal.uinsgd.ac.id/index.php/aksy/article/viewFile/5553/pdf.

[10] Muhammad Nafik, Bursa Efek dan Investasi Syariah, (Jakarta, PT. Serambi Ilmu Semesta : 2009), 246.

[11] Wahid, Sukuk: Memahami dan Membedah, 144.

[12] Ibid., Hafil Hanafi, 155.

[13] Nur Aini, Ahmad Luthfi, “ANALISIS PERAN SUKUK DALAM PERKEMBANGAN KEUANGAN SYARIAH” Jurnal Ekonomi Syariah 2, edisi 2 (Desember: 2019), 38. www.ejournal.annadwahkualatungkal.ac.id.

[14] Ibid., 39