MAKALAH
SUKUK,
DASAR HUKUM, PERBEDAAN DENGAN OBLIGASI DAN PROSPEKNYA DALAM INDUSTRI KEUANGAN
SYARIAH
Disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Keuangan Syariah yang
diampu oleh:
Dr. Andlan, M.A
Disusun
oleh :
Sitti Nor Aisyah 19383022114
Esty Kusuma Wardani 19383022115
Khoirotus Suhroh 19383022116
Mellynia Dewi Aprilia Nova 19383022117
PROGRAM STUDI PERBANKAN
SYARIAH
JURUSAN EKONOMI DAN
BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI MADURA
Jalan
Raya Panglegur No. Km. 4, Tlanakan
Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan
kepada Allah swt yang telah memberikan rahmat taufik serta hidayah-Nya kepada
kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Sukuk, Dasar Hukum, Perbedaan dengan Obligasi dan
Prospeknya dalam Industri Keuangan Syariah”. Sholawat dan salam semoga
senantiasa selalu tercurahkan kepada junjungan Nabi Muhammad saw yang telah
membawa kita dari alam kebodohan menuju
alam kepintaran seperti saat ini.
Adapun makalah “Sukuk, Dasar Hukum, Perbedaan dengan Obligasi dan
Prospeknya dalam Industri Keuangan Syariah” ini telah kami usahakan
semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat
memperlancar pembuatan makalah ini.
Namun tidak lepas dari
semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa banyak kekurangan baik dari segi
penyusunan bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena itu, dengan lapang dada
dan dengan tangan terbuka kami membuka selebar-lebarnya bagi pembaca yang ingin
memberi saran dan kritik kepada kami sehingga kami dapat memperbaiki makalah “Sukuk, Dasar Hukum, Perbedaan dengan Obligasi dan
Prospeknya dalam Industri Keuangan Syariah”.
Akhir kata, kami mengharapkan semoga dari makalah Sukuk, Dasar Hukum, Perbedaan dengan Obligasi dan
Prospeknya dalam Industri Keuangan Syariah” ini dapat diambil hikmah dan manfaat sehingga dapat
memberikan inspirasi kepada pembaca. Terima kasih
Pamekasan, 10 November 2021
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
- Latar Belakang.............................................................................................1
- Rumusan Masalah........................................................................................1
- Tujuan Penulisan..........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
- Pengertian Sukuk.........................................................................................3
- Dasar Hukum Sukuk....................................................................................3
- Jenis – Jenis Sukuk.......................................................................................5
- Perbedaan Sukuk dengan Obligasi.............................................................11
- Prospek Sukuk dalam Industri Keuangan Syariah.....................................12
BAB III PENUTUP
- Kesimpulan................................................................................................15
- Saran...........................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................16
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dimasa dewasa
ini banyak dari kalangan masyarakat yang menjalankan kegiatan investasi. Dalam
kegiatan investasi tersebut ada umumnya dikoordinasikan oleh suatu lembaga,
yaitu bursa efek. Dimana dalam kegiatannya selalu diawasi oleh BAPEPAM. Dalam
investasi tersebut, sebagaimana yang kita ketahui bersama pada pasar modal
terdapat beberapa instrument investasi yang sering digunakan sebagai alternatif
kegiatan investasi ini, yaitu saham dan obligasi.
Secara global,
bagi orang – orang yang tidak mementingkan unsur halal dan haram (konvensional)
tidaklah ada masalah dalam menjalankan kegiatan investasi ini. Namun, bagi kita
kaum muslim tentu menjalankan suatu usaha ataupun kegiatan bisnis harus
mempertimbangkan halal dan haramnya, sesuai dengan yang telah diatur dalam
hukum syara’ diantaranya dalam kegiatan tersebut harus terhindar dari unsur
riba, judi, gharar, dan haram.
Oleh karena
itu, dalam terdapat beberapa produk syariah dalam kegiatan investasi ini
seperti saham syariah dan obligasi syariah atau sering disebut sukuk. Adanya
produk tersebut pada dasarnya untuk membantu kaum muslim yang ingin ikut serta
dalam kegiatan investasi agar tidak terjerumus kedalam praktik – praktik yang
diharamkan oleh hukum syara’.
Dalam makalah
ini akan dijelaskan mengenai sukuk, dasar hukum, perbedaan dengan obligasi dan
prospeknya dalam industri keuangan syariah.
B.
Rumusan Masalah
- Apa pengertian sukuk?
- Bagaimana dasar hukum sukuk?
- Apa jenis - jenis sukuk?
- Bagaimana perbedaan sukuk dengan obligasi?
- Bagaimana prospek sukuk dalam industri keuangan
syariah?
C.
Tujuan Penulisan
- Untuk mengetahui pengertian sukuk.
- Untuk mengetahui dasar hukum sukuk.
- Untuk mengetahui jenis – jenis sukuk.
- Untuk mengetahui perbedaan sukuk dengan obligasi.
- Untuk mengetahui prospek sukuk dalam industri
keuangan syariah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Sukuk
Kata “sukuk” bukanlah
suatu istilah yang baru dalam sejarah Islam. Istilah tersebut sudah dikenal
sejak abad pertengahan. Pada waktu itu sukuk merupakan suatu media atau alat
yang digunakan oleh umat Islam sebagai dokumen yang menunjukkan kewajiban
finansial yang timbul dari usaha perdagangan atau aktivitas komersial lainnya.
Sejumlah penulis Barat yang fokus terhadap sejarah Islam dan bangsa Arab,
menyebutkan bahwa “shakk” yang merupakan bentuk tunggal dari “sukuk”
merupakan akar kata dari “cheque” dalam bahasa Latin, yang saat ini
telah menjadi sesuatu yang lazim dipergunakan dalam transaksi perbankan modern.[1]
Sukuk adalah
suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang
dikeluarkan oleh emiten (perusahaan penerbit obligasi) kepada pemegang sukuk
yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada investor berupa bagi
hasil / margin / fee serta membayar kembali dana investasi saat
jatuh tempo.[2]
B.
Dasar Hukum Sukuk
Menurut
pandangan ekonomi syariah sukuk pada dasarnya bentuk penyertaan modal
sebagaimana musyarakah (kerjasama bisnis) pada umumnya, sehingga
menerbitkan kepemilikan atas aset, bukan meminjamkan uang (modal) sebagaimana
dalam obligasi. Perbedaan prinsip antara
“meminjamkan uang/modal” yang dianut dalam ekonomi konvensional dengan
“kerjasama bisnis” dalam ekonomi syariah, merupakan pokok perbedaan antara
obligasi dan sukuk. Kerjasama binis menempatkan para pihak dalam hak dan
tanggung jawab yang sama dalam pengelolaan bisnisnya, termasuk berbagi untung
dan resiko, sesuatu yang tidak ada di dalam obligasi.
Para ulama menggali dalil tentang
sukuk bisa dilihat dalam dalil al Quran surat al-Maidah ayat 1 :
يٰٓاَيُّهَا
الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَوْفُوْا بِالْعُقُوْدِۗ اُحِلَّتْ لَكُمْ بَهِيْمَةُ
الْاَنْعَامِ اِلَّا مَا يُتْلٰى عَلَيْكُمْ غَيْرَ مُحِلِّى الصَّيْدِ وَاَنْتُمْ
حُرُمٌۗ اِنَّ اللّٰهَ يَحْكُمُ مَا يُرِيْدُ
Artinya : “Wahai
orang-orang yang beriman! Penuhilah janji-janji. Hewan ternak dihalalkan
bagimu, kecuali yang akan disebutkan kepadamu, dengan tidak menghalalkan
berburu ketika kamu sedang berihram (haji atau umrah). Sesungguhnya Allah
menetapkan hukum sesuai dengan yang Dia kehendaki.”
Dimana ayat tersebut
memerintahkan orang-orang beriman untuk memenuhi janjinya.
Al Quran surat
Al Isra ayat 34 :
وَلَا
تَقْرَبُوْا مَالَ الْيَتِيْمِ اِلَّا بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُ حَتّٰى يَبْلُغَ
اَشُدَّهٗۖ وَاَوْفُوْا بِالْعَهْدِۖ اِنَّ الْعَهْدَ كَانَ مَسْـُٔوْلًا
Artinya : “Dan janganlah kamu
mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih baik (bermanfaat)
sampai dia dewasa, dan penuhilah janji, karena janji itu pasti diminta
pertanggungjawabannya.”
Dimana ayat
tersebut memerintahkan untuk memenuhi janji karena janji akan diminta
pertanggung jawabannya.[3]
Dalil hadits
yang menjadi dasar sukuk adalah hadits Nabi riwayat Imam al-Tirmidzi dari ‘Amr
bin ‘Auf al-Muzani yang artinya : “Perjanjian boleh dilakukan di antara kaum
muslimin kecuali perjanjian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang
haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat
yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.”[4]
Kemudian
hadits Nabi yang lainnya yaitu hadits riwayat Imam Ibnu Majah, al-Daruquthni,
dan yang lain, dari Abu Sa’id al-Khudri, yang artinya Nabi SAW: “Tidak boleh
membahayakan (merugikan) diri sendiri maupun orang lain.”
Kemudian
kaidah fiqih yag digunakan adalah “Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh
dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.” “Sesuatu
yang berlaku berdasarkan adat kebiasaan sama dengan sesuatu yang berlaku
berdasarkan syara’ (selama tidak bertentangan dengan syari’at).”
Dalil-dalil
tersebut di atas termuat di dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN)-Majelis
Ulama Indonesia (MUI) Nomor 32/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah atas
permohonan fatwa dari PT AAA Sekuritas tanggal 5 Juli 2002 tentang Permohonan
Fatwa Obligasi Syariah. Fatwa DSN-MUI itu
kemudian yang menjadi salah satu pedoman pokok dari segi hukum Islam/muamalah
diturunkannya regulasi-regulasi oleh otoritas pasar modal dalam masalah sukuk.
Karena transaksi sukuk menggunakan akad muamalah yang sudah ada dan biasa
dipraktikkan seperti murabahah, mudharabah, musyarakah, istishna’,
jual beli salam, dan ijarah, maka dalam praktik transaksi sukuk
harus tetap mengacu kepada fatwa-fatwa DSN-MUI tentang murabahah, mudharabah,
musyarakah, istishna’, jual beli salam, dan ijarah,
yang sudah lebih dahulu ada fatwanya.[5]
C.
Jenis – Jenis Sukuk
- Menurut PSAK 110
Menurut PSAK
110 tentang Akuntansi Sukuk, sukuk yang ada dalam Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan 110 ada 2 yaitu sukuk ijarah dan sukuk mudharabah. Untuk
akad sukuk lainya merupakan akad tambahan dari jenis sukuk tersebut. Dan
menurut pencatatan sukuk di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2020, BEI
menggunakan 6 jenis akad sukuk. Diantaranya adalah Ijarah, Istishna’,
Kafalah, Mudharabah, Musyarakah dan Wakalah.
Diantaranya 2 sukuk terdapat dalam PSAK 110, yaitu
a.
Sukuk ijarah
Ijarah adalah perjanjian pengalihan hak untuk menggunakan
barang atau jasa, tanpa adanya pengalihan kepemilikan atas barang atau jasa
itusendiri. Sukuk ijarah diterbitkan berdasarkan akad ijarah dan terbagi
menjadi:
1)
Sukuk kepemilikan aset berwujud yang disewakan
Yakni sukuk
yang diterbitkan oleh pemilik objek yang disewakan atau disewakan untuk dijual
dan memperoleh hasil dari penjualan tersebut, sehingga pemilik sukuk menjadi
pemilik aset tersebut.
2)
Sukuk kepemilikan manfaat
Yaitu sukuk
yang diterbitkan oleh pemilik aset atau pemilik manfaat dari asset tersebut
untuk menyewakan aset/manfaat dari aset tersebut dan memperoleh sewa sehingga
pemegang sukuk tersebut menjadi pemilik manfaat dari aset tersebut.
3)
Sukuk kepemilikan jasa
Yaitu sukuk
yang diterbitkan untuk memberikan layanan tertentu melalui penyedia layanan
(misalnya, layanan pendidikan tinggi) dan memperoleh pembayaran kepada penyedia
layanan sehingga pemegang sukuk menjadi pemilik layanan tersebut.[6]
Sukuk ijarah
merupakan sertifikat sukuk yang dikeluarkan berdasarkan aset-aset tertentu
yang sah mempunyai nilai ekonomis, terdiri dari petak tanah, bangunan dan
barang-barang lainya masuk dalam kategori asset berharga. Nilai keuntungan sewa
terhadap sukuk ini dapat bersifat tetap maupun berubah tergantung pada
keinginan penerbit dan permintaan pasar.
Dalam Fatwa
DSN MUI No. 41/DSN-MUI/III/2004 telah menjelaskan bagaimana kebolehan dari
sukuk dengan akad ijarah berdasarkan pada firman Allah SWT dalam QS.
Al-Baqarah ayat 233 sebagai berikut :
وَاتَّقُوا
اللّٰهَ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌ....
Artinya :
“...dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa
bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut, bertaqwalah kamu
kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah maha melihat apa yang kamu kerjakan.”
Dari ayat
diatas dijelaskan bahwa adanya kebolehan dalam menyewa jasa seseorang yang
berdasarkan ayat diatas yakni menyewa jasa orang lain untuk menyusui anaknya,
dengan syarat harus ditunaikan pembayaran upahnya secara layak. Berdasarkan
istidlal ini, kontrak obligasi berdasarkan prinsip ijarah bisa digunakan dan
terdapat landasan syariah yang jelas, dengan catatan adanya pembayaran return bagi
pihak yang disewa jasanya.
Menurut
Undang-undang Ri Nomor 19 tahun 2008 sukuk ijarah adalah akad yang satu pihak
bertindak sendiri atau melalui wakilnya menyeakan hak atas suatu aset kepada
pihak lain berdasarkan harga sewa dan jangka waktu sewa yang disepakati.[7]
b.
Sukuk mudharabah
Mudharabah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih yaitu
satu pihak sebagai penyedia modal dan pihak lain sebagai penyedia tenaga dan
keahlian. Keuntungan dari hasil kerjasama tersebut dibagi berdasarkan nisbah
yang telah disetujui, sedangkan kerugian yang terjadi akan ditanggung
sepenuhnya oleh pihak penyedia modal, kecuali kerugian disebabkan oleh
kelalaian penyedia tenaga dan keahlian.
Sukuk mudharabah
adalah sukuk yang merepresentasikan suatu proyek atau kegiatan usaha yang
dikelola berdasarkan akad mudharabah, dengan menunjuk salah satu patner atau
pihak lain sebagai mudharib (pengelola usaha) dalam melakukan pengelolaan usaha
tersebut. Dalam hal ini, penerbit sukuk adalah pihak Mudharib dan
pembeli sukuk adalah pemilik modal (Shohibul Maal), dan penerbitan sukuk
adalah modal mudharabah, sehingga pemegang sukuk menjadi pemilik harta/asset
mudharabah dan berhak mendapat bagian dari keuntungan dan dapat menderita
kerugian.
- Ditinjau dari pihak penerbit yaitu :
a.
Sukuk korporasi
Sukuk
korporasi adalah surat hutang syariah yang diterbitkan oleh perusahaan atau
emiten untuk keperluan membiayai kebutuhan dana perusahaan atau proyek-proyek
perusahaan.[8]
Beberapa
korporasi yang menerbitkan sukuk khususnya pada tahun 2019 diantaranya adalah
PT. Adira Dinamika Multifinance menerbitkan tiga seri sukuk dengan nilai 312
miliyar, kemudian PT. XL Axiata Tbk menerbitkan sebanyak lima seri dengan nilai
260 Miliar dan PT. PLN (Persero) sebanyak enam seri dengan total nilai 863
Miliar. Lalu PT. Indosat Tbk sebagai pelopor penerbitan sukuk korporasi pada
tahun 2019 juga menerbitkan sukuk sebanyak lima seri dengan nilai 500 Miliar.
Berikut ini beberapa peraturan didalam Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bursa
Efek Indonesia (BEI) terkait Penerbitan Sukuk Korporasi.
Dari gambar
ditas menjelaskan bahwa ketika akan melakukan penerbitan dan pencatatan sukuk
di Bursa Efek Indonesia, nantinya harus memenuhi peraturan OJK dan peraturan
BEI terlebih dahulu. Adapun beberapa peraturan yang ada di OJK antara lain POJK
Nomor 18, POJK Nomor 15, POJK Nomor 53 dan POJK Nomor 16. Kemudian pencatatan
di BEI terkait sukuk akan mengacu ke peraturan I-B atau yang mengatur tentang
pencatatan efek bersifat utang. Mengapa demikian, karena peraturan di 1-B ini
baru diterbitkan pada tanggal 20 Mei 2020 lalu dan pada saat ini menjadi dasar
untuk diterbitkanya sukuk sampai nanti akan ada peraturan 1-G terkait (peraturan khusus pencatatan sukuk).
Sampai dengan diterbitkanya Peraturan Bursa 1-G, maka ketentuan Pencatatan
Sukuk mengacu pada Peraturan Bursa 1-B sebagaimna disebutkan dalam SK No. Kep
00038/BEI/05-2020.[9]
b.
Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)
Sukuk negara
adalah sukuk yang diterbitkan oleh pemerintah Republik Indonesia. Sukuk negara
mempunyai landasan hukum Undang-undang No. 19 tahun 2008 tentang SBSN. SBSN (Surat
Berharga Syariah Negara) adalah surat berharga negara yang diterbitkan
berdasarkan ketentuan syariah sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap
aset SBSN baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing.
- Ditinjau dari pembagian atau pendapatan bagi hasil
Berdasarkan
pembagian atau pendapatan hasil, sukuk diklasifikasikan kedalam tiga jenis,
yaitu:
a.
Sukuk margin
Sukuk margin
yaitu sukuk yang pembayaran pendapatanya bersumber dari margin
keuntungan akad jual beli, sukuk ini terdiri dari sukuk murabahah, sukuk
salam dan sukuk istishna’.
b.
Sukuk fee
Sukuk fee
yaitu sukuk yang pembayaran pendapatanya bersifat tetap karena bersumber dari
pendapatan tetap dari sewa atau fee yaitu sukuk ijarah.[10]
c.
Sukuk bagi hasil
Sukuk bagi
hasil yaitu sukuk pembayaran pendapatanya berdasarkan bagi hasil dan hasil yang
diperoleh dalam menjalankan usaha yang dibiayai yaitu sukuk mudharabah dan
sukuk musyarakah.
- Ditinjau dari basis asset
Berdasarkan
basis aset, sukuk diklasifikasikan kedalam dua jenis, yaitu:
a.
Sukuk aset
Sukuk aset adalah
pembiayaan yang berbasis pada aset termasuk didalamnya sukuk salam seperti
dalam pembiayaan produksi pertanian, sukuk istishna’ seperti proyek
kontruksi gedung dan perumahan atau instruktur lainya, sukuk murabahah
seperti pembiayaan usaha perdagangan, pembiayaan bahan baku produksi dan sukuk ijarah,
misalnya leasing.
b.
Sukuk penyertaan atau sukuk equity
Sukuk
penyertaan atau sukuk equity adalah pembiayaan yang berbasis pada
penyertaan modal. Sukuk yang termasuk dalam sukuk equity adalah sukuk
mudharabah atau yang lebih dikenal pembiayaan bisnis (business financing)
atau sukuk musyarakah atau yang dikenal kerjasama kemitraan (joint venture).
Selain jenis-jenis sukuk diatas ada juga multi sukuk atau sukuk campuran (hybrid
sukuk) yaitu investasi atau pembiayaan yang dilakukan dengan multiple akad
sukuk atau dibiayai dengan gabungan beberapa akad sukuk.[11]
D.
Perbedaan Sukuk dengan Obligasi
Beberapa
perbedaan antara sukuk dengan obligasi adalah sebagai berikut :
- Obligasi
adalah surat berharga berupa pernyataan utang dari penerbit (emiten)
kepada investor (obligor). Sukuk adalah surat berharga yang
diterbitkan berdasarkan prinsip syariah dan merepresentasikan kepemilikan
investor atas aset yang menjadi dasar penerbitan sukuk (underlying
asset).
- Underlying
asset tidak diperlukan ketika
menerbitkan obligasi, sedangkan saat sukuk diterbitkan
dipererlukan adanya underlying asset
sebagai dasar penerbitan sukuk dan sebagai sumber pembayaran imbalan, yang
diatur dalam suatu skema transaksi berdasarkan akad syariah.
- Penerbitan obligasi tidak memerlukan landasan
syariah. Sementara sukuk diterbitkan memerlukan landasan syariah berupa
fatwa serta pernyataan kesesuaian sukuk terhadap prinsip - prinsip syariah
dari lembaga yang berwenang di bidang syariah.
- Peggunaan dana hasil penerbitan obligasi tidak ada
pembatasan secara syariah, tetapi penggunaan dana hasil penerbitan sukuk
hanya boleh digunakan untuk hal-hal yang tidak bertentangan dengan prinsip
syariah (halal).
- Pemegang
obligasi mendapat return atau imbalan berupa bunga (interest)
yang tidak terkait secara langsung dengan tujuan pendanaannya. Sementara
dalam sukuk, return yang diberikan terkait dengan aset, akad dan
tujuan pendanaannya. Return tersebut dapat berupa imbalan yang
berasal dari uang sewa (ujrah), fee, margin, bagi
hasil atau sumber lainnya sesuai dengan akad/kontrak yang digunakan dalam
transaksi underlying.
- Perdagangan
obligasi di pasar sekunder mencerminkan penjualan atas surat utang.
Sedangkan penjualan sukuk di pasar sekunder mencerminkan penjualan atas
kepemilikan aset yang menjadi dasar penerbitan.
- Meskipun
berbasis syariah sukuk memiliki basis investor yang lebih luas yakni
investor konvensional dan investor syariah. Sementara obligasi terbatas
pada investor konvensional dan tidak akan dipilih sebagai insturmen
investasi bagi investor syariah.[12]
E.
Prospek Sukuk dalam Industri Keuangan Syariah
Sejak dirilis
pertama kali pada tahun 1990, sukuk terus menunjukkan perannya dalam mendorong
pertumbuhan sektor keuangan syariah.
Berdasarkan data
yang diolah, jumlah penerbitan sukuk secara global telah mencapai angka USD
199,18 milyar per Desember 2010, dengan nilai outstanding sukuk sebesar
USD 116,84 milyar. Meski sempat mengalami penurunan pada tahun 2008, sebagai
akibat dari krisis keuangan dunia, dan juga sebagai dampak dari pernyataan
ulama fiqh, Maulana Taqi Usmani, yang menyatakan bahwa 85 persen penerbitan
sukuk tidak sesuai syariah, tren penerbitan sukuk pada tahun 2009 mengalami
peningkatan yang sangat signifikan. Pada tahun 2010, jumlah penerbitan sukuk
mencapai angka USD 52,93 milyar, atau mengalami pertumbuhan sebesar 77,11
persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang hanya mencapai angka USD 29,89
milyar. Ini menunjukkan bahwa pasar sukuk dunia memiliki prospek yang sangat
menjanjikan.
Kepercayaan
para investor semakin meningkat dari waktu ke waktu. Bahkan, penerbitan sukuk
tahun lalu merupakan pencapaian tertinggi dalam sejarah. Pada tahun ini, angka
penerbitan sukuk (baik jumlah maupun nilai emisinya) akan melampaui pencapaian.
Mudharabah adalah akad antara pemilik modal (shahibul maal)
dengan pengelola dana (mudharib), dimana keduanya bersepakat untuk
melaksanakan sebuah proyek, dengan keuntungan dibagi berdasarkan nisbah bagi
hasil tahun lalu, meskipun debt crisis di sejumlah negara Eropa telah
menimbulkan kekhawatiran tersendiri di pasar keuangan internasional.[13]
Berdasarkan
kawasan, data base IFIS juga menunjukkan bahwa pasar Asia adalah pasar yang
paling banyak memberikan kontribusi. Market share kawasan ini mencapai
angka 77 persen, jauh lebih tinggi bila dibandingkan kawasan Timteng yang market
sharenya hanya 17 persen. Malaysia masih menjadi negara yang menjadi leading
issuer sukuk, dengan market share sebesar 76,37 persen, disusul oleh
Pakistan, dengan market share sebesar 6,55 persen. Ini mengisyaratkan
bahwa Asia adalah tempat yang sangat menarik bagi investasi syariah, khususnya
investasi sukuk. Sedangkan dari sisi akad, mayoritas sukuk pada tahun 2010
menggunakan akad murabahah (49 persen), disusul oleh akad ijarah
(34 persen) dan akad musyarakah (10 persen). Ini menunjukkan bahwa
akad-akad berbasis fixed return masih mendominasi penerbitan sukuk.
Sementara itu
di Indonesia, sukuk pertama yang muncul di pasar adalah sukuk korporasi yang
diterbitkan oleh PT Indosat Tbk, yaitu OS Mudharabah Indosat. Sukuk ini
diterbitkan pada tanggal 30 Oktober 2002 dengan nilai emisi sebesar Rp 175
milyar dan memiliki masa tenor selama kurang lebih lima tahun. Hingga akhir
Desember 2010, berdasarkan Laporan Perkembangan Perbankan Syariah (LPPS) 2010
yang diterbitkan Bank Indonesia, sukuk yang telah diterbitkan mencapai angka 47
buah, dengan nilai total emisi secara kumulatif pada tahun 2010 mencapai angka
Rp 7,81 trilyun. Dari angka ini, sebanyak Rp 1,69 trilyun telah dilunasi,
sehingga nilai sukuk yang masih beredar dan belum jatuh tempo mencapai angka Rp
6,12 trilyun.
Khusus
mengenai sukuk negara, atau dalam bahasa undang-undang disebut sebagai SBSN
(Surat Berharga Syariah Negara), pertumbuhannya juga sangat pesat. Sejak
disahkannya UU No 19/2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara, pemerintah
telah menerbitkan sukuk negara senilai Rp 47,08 trilyun (hingga 20 Januari
2011), dengan rincian Rp 31,61 trilyun adalah sukuk negara yang diperdagangkan,
dan Rp 15,47 trilyun adalah sukuk negara yang tidak diperdagangkan (Bapepam LK,
2011). Ini menunjukkan bahwa peran sukuk bagi pemerintah menjadi semakin
penting seiring dengan perjalanan waktu, terutama sebagai sumber pembiayaan
alternatif bagi APBN. Dengan kondisi yang ada, dan didukung oleh potensi yang
dimiliki, Indonesia sesungguhnya berkesempatan untuk menjadi World Islamic
financial hub, mengalahkan Malaysia, Pakistan, Iran, dan negara-negara Asia
lainnya. Tinggal sekarang bagaimana pemerintah dan para stakeholder
lainnya berusaha untuk merealisasikan hal tersebut.[14]
BAB III
PENUTUP
- Kesimpulan
Sukuk adalah
suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang
dikeluarkan oleh emiten (perusahaan penerbit obligasi) kepada pemegang sukuk
yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada investor berupa bagi
hasil / margin / fee serta membayar kembali dana investasi saat
jatuh tempo.
Menurut PSAK
110 tentang Akuntansi Sukuk, sukuk yang ada dalam Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan 110 ada 2 yaitu sukuk ijarah dan sukuk mudharabah. Untuk
akad sukuk lainya merupakan akad tambahan dari jenis sukuk tersebut. Dan
menurut pencatatan sukuk di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2020, BEI
menggunakan 6 jenis akad sukuk. Diantaranya adalah Ijarah, Istishna’,
Kafalah, Mudharabah, Musyarakah dan Wakalah.
- Saran
Dengan
selesai makalah ini, kami sangat mengharapkan respon dan saran dari para
mahasiswa(i) ataupun dari dosen demi perbaikan makalah ini. Semoga makalah ini
dapat memberikan manfaat sebagaimana adanya untuk para pembaca dan khususnya
bagi kami para penyusun makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
S, Burhanuddin. Pasar Modal Syariah;
Tinjauan Hukum.
Yogyakarta: UII Press, 2009.
Rivai, Veitzhal dan
Sarwono Sudarto dkk. Islamic Banking & Finance dari teori ke praktik
bank dan keuangan syariah sebagai solusi dan bukan alternati. Yogyakarta:
BPFE, 2012.
Hatta, Ahmad. Tafsir Quran per Kata. Jakarta : Maghfirah Pustaka, 2011.
Wahid, Nazaruddin
Abdul. Sukuk, Memahami dan Membedah Obligasi pada Perbankkan Syariah. Yogyakarta,
Ar-Ruzz Media : 2010.
Habibullah, Muhammad Dkk. Jurnal
Ekonomi dan Keuangan Islam 9, No. 2. Desember: 2018.
Nafik, Muhammad. Bursa
Efek dan Investasi Syariah. Jakarta, PT. Serambi Ilmu Semesta : 2009.
Hafil Hanafi, “PENERAPAN
SUKUK DAN OBLIGASI SYARIAH DI INDONESIA,” Ilmu Akuntansi dan Bisnis Syariah 1, no. 2. Juli, 2019.
Nur Aini, Ahmad Luthfi, “ANALISIS PERAN SUKUK DALAM PERKEMBANGAN KEUANGAN
SYARIAH” Jurnal Ekonomi Syariah 2, edisi 2. Desember: 2019.
Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN)-MUI
Nomor 32/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah
Undang-undang (UU) RI NO. 19 tahun 2008
tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), Bab 1 Ketentuan Umum, Ayat 6
[1] Burhanuddin. S. Pasar Modal Syariah;
Tinjauan Hukum,
(Yogyakarta: UII Press, 2009),
57.
[2] Veitzhal
rivai, Sarwono sudarto dkk, Islamic Banking & Finance dari teori ke
praktik bank dan keuangan syariah sebagai solusi dan bukan alternati,
(Yogyakarta: BPFE, 2012), 394.
[3] Ahmad
Hatta, Tafsir Quran per Kata, (Jakarta : Maghfirah Pustaka, 2011), 106 –
285.
[4] Fatwa Dewan Syariah
Nasional (DSN)-MUI Nomor 32/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah
[5] Ibid.,
[6] Nazaruddin
Abdul Wahid, Sukuk, Memahami dan Membedah Obligasi pada Perbankkan Syariah,
(Yogyakarta, Ar-Ruzz Media : 2010), 117.
[7] Undang-undang (UU) RI
NO. 19 tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), Bab 1 Ketentuan
Umum, Ayat 6.
[8] Muhammad Habibullah,
Dkk, Jurnal Ekonomi dan Keuangan Islam 9, No. 2, (Desember: 2018), 137.
[9] Hafil
Hanafi, “PENERAPAN
SUKUK DAN OBLIGASI SYARIAH DI INDONESIA,” Ilmu Akuntansi dan Bisnis Syariah 1,
no. 2 (Juli, 2019): 156, https://journal.uinsgd.ac.id/index.php/aksy/article/viewFile/5553/pdf.
[10] Muhammad Nafik, Bursa
Efek dan Investasi Syariah, (Jakarta, PT. Serambi Ilmu Semesta : 2009), 246.
[11] Wahid, Sukuk:
Memahami dan Membedah, 144.
[12] Ibid., Hafil
Hanafi, 155.
[13] Nur Aini, Ahmad Luthfi, “ANALISIS
PERAN SUKUK DALAM PERKEMBANGAN KEUANGAN SYARIAH” Jurnal Ekonomi Syariah
2, edisi 2 (Desember: 2019), 38. www.ejournal.annadwahkualatungkal.ac.id.
[14] Ibid., 39