Friday, 3 June 2016

CONTOH MAKALAH Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus
Istilah dan konsep anak berkebutuhan khusus berkembang seiring dengan munculnya paradigma baru pendidikan inklusif, yang mewarnai perjalanan setiap anak Indonesia dalam menghadapi segala pelabelan negative yang diarahkan kepada mereka. Istilah Anak Berkebutuhan Khusus bukan berarti hendak menggantikan anak penyandang cacat atau anak luar biasa, melainkan memiliki pandangan yang lebih luas dan positif bagi anak dengan keberagaman yang berbeda. Keberagaman dalam setiap pribadi anak berkaitan dengan perbedaan kebutuhan yang sangat esensial dalam menunjang masa depan, terutama kebutuhan untuk memperoleh pendidikan yang layak.
Anak berkebutuhan khusus adalah mereka yang memiliki kebutuhan khusus sementara atau permanen sehingga membutuhkan pelayanan pendidikan yang lebih intens. Kebutuhan mungkin disebabkan oleh kelainan atau memang bawaan dari lahir atau karena masalah tekanan ekonomi, politik, sosial, emosi, dan perilaku yang menyimpang. Disebut kebutuhan kusus karena anak tersebut memiliki kelainan dan keberbedaan dengan anak normal pada umumnya. Dalam paraigma pendidikan berkebutuhan khusus, keberagaman amat sangat dihargai. Setiap anak memiliki latar belakang kehidupan budaya dan perkembangan lahiriah yang berbeda-beda sehingga dalam pribadi anak dimungkinkan terdapat kebutuhan khusus dan hambatan belajar yang berbeda pula. Latar belakang kehidupan yang berbeda membuat merkea disebut anak berkebutuhan khusus, yang membutuhkan pelayanan pendidikan lebih optimal dari pada anak normal pada umumnya. Dengan kata lain, anak berkebutuhan khusus dapat diartikan sebagai anak yang membutuhkan pendidikan yang disesuaikan dengan segala hambatan belajar dan kebutuhan masing-masing individu.[1]
       2.2 Jenis dan Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus
Anak berkebutuhan khusu yang paling banyak mendapat perhatian guru antara lain :
1.      Tunagrahita (mental retardation)
Tunagharita merujuk kepada fungsi intelektual umum yang di bawah rata-rata secara signifikan (merujuk kepada hasil tes intelegensi individu, berarti IQ di bawah rata-rata) yang berkaitan dengan hambatan dalam perilaku adaptif (merujuk kepada keterampilan adaptif , yaitu : komuniksasi, merawat diri, kehidupan keseharian, keterampilan sosial, penggunaan komunitas, pengarahan diri, kesehatan dan keamanan, akademik, waktu luang, dan karya) yang terjadi selama periode perkembangan (dari lahir sampai usia 18 atau 22 tahun).  
Anak tunagrahita dibagi kepada tiga tingkatan, yaitu tunagrahita ringan, sedang dan berat. Ketiga tingkatan ini mempunyai karakteristik yang berbeda. Adapun karagteristik umum tunagrahita itu adalah:
a.       Keterbatasan intelegensi, dimana kapasitas belajar terbatas untuk hal abstrak
b.      Keterbatasan sosial, dimana anak tunagrahita tidak dapat mengurus diri sendiri dan cenderung meniru tanpa tau akibatnya.
c.       Keterbatasan fungsi mental, dimana anak tnagrahita sukar memusatkan perhatian.
d.      Jarang menghayati perasaan bangga, tanggung jawab dan hak sosial
e.       Mengalami keterlambatan dalam perkembangan sikap
Dilihat secara rinci, kecerdasan berfikir anak tunagrahita ringan paling tinggi sama dengan kecerdasan anak normal usia 12 tahun. Mereka memiliki tingkat kecerdasan paling tinggi diantara kelompok tunagrahita yang lain, dengan IQ berkisar 50-70. Meskipun kecerdasan dan adaptasi sosialnya terhambat, namun mereka mempunyaikemampuan untuk berkembang di bidang pelajaran akademik, penyesuaian sosial, dan kemampuan bekerja.
Sebaliknya, anak tunagrahita sedang tidak bisa mempelajari akademik. Mereka umumnya belajar secara membeo perkembangan bahasanya sangat terbatas, hamper selalu bergantung pada orang lain, dapat membedakan bahaya dan bukan bahaya, masih mempunyai potensi untuk belajar memelihara dan menyesuaikan diri terhadap lingkungan, dan dapat mengerjakan pekerjaan yang mempunyai nilaiekonomi. Pada usia dewasa, baru mencapai usia yang sama dengan anak normal umur 7-8 tahun.
Anak dengan tunagrahita berat tidak dapat membedakan bahaya, selalu tergantung pada pertolongan orang lain, kata-kata yang sangat sederhana, danhanya kecerdasannya hanya dapat berkembang paling tinggi sama dengn anak usia 3-4 tahun.[2]
Ketunagrahitaan seorang anak dapat dietahui dengan melakukan observasi. Observasi dilakukan dengan cara membandingkan anak dengan anak seusianya. Data hasil observasi dan tes psikologi dikumpulkan dan dibandingkan dengan usia anak sebenarnya. Adapun dalam tes Binet – Simon, anak yang tergolong tunagrahita atau anak dengan gangguan intelektual yaitu :
a.       Debit (IQ 50-70)
b.      Imbesil (IQ 30-50)
c.       Idiot (IQ < 30 )
Angka tersebut di peroleh dari tes, dimana IQ = MA/CA X 100. Dengan CA merupakan umur anak dan MA merupakan haril tes intelegensi.
Adapun cara mengidentifikasi seorang anak termasuk tunagrahita yaitu melalui beberapa indikasi sebagai beikut:
a.       Penampilan fisik tidak seimbang, misalnya kepala terlalu kecil/besar
b.      Tidak dapat mengurus diri sendiri sesuai usia
c.       Perkembangan bicara atau bahasa terlambat
d.      Tidak ada / kurang sekali perhatiannya terhadap lingkungan (pandangan kosong)
e.       Koordinasi gerakan kurang (gerakan sering  tidak terkendali)
f.       Sering keluar ludah (cairan) dari mulut (ngiler)
2.      Tunalaras (Emotional or behavioral disorder)
Tunalaras adalah indvidu yang mengalami hambatan dalam mengendalikan emosi dan control sosial. Individu tunalaras biasanya menunjukkan prilaku menyimpang yang tidak sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku disekitarnya. Tunalaras dapat disebabkan karena faktor internal dan faktor eksternal yaitu pengaruh dari lingkungan sekitar
Menurut Eli M. Bower (1981), anak dengan hambatan emosional atau kelainan perilaku, apabila menunjukan adanya satu atau lebih dari lima komponen berikut:
a.       Tidak mampu belajar bukan disebabkan karena faktor intelektual, sensori atau kesehatan
b.      Tidak mampu untuk melakukan hubungan baik dengan teman-teman dan guru-guru
c.       Bertingkah laku atau berprasaan tidak pada tempatnya
d.      Secara umum mereka selalu dalam keadaan persavise dan tidak menggembirakan atau depresi
e.       Bertendensi kea rah symptoms fisik: merasa sakit atau ketakutan berkaitan dengan orang atau permasalahan di sekolah[3]

Anak yang mengalami gangguan emosi dan perilaku juga bisa diidentifikasi melalui indikasi berikut:
a.       Bersikap membangkang
b.      Mudah terangsang emosinya
c.       Sering melakukan tindakan agresif
d.      Sering bertindak melanggar norma sosila / norma susila/ hukum
3.      Tunarungu Wicara (communication disorder and deafness)
Tunarungu adalah individuyang memiliki hambatan dalam pendengaran baik permanen maupun tidak permanen. Klasifikasi tunarungu berdasarkan tingkat gangguan pendengaran adalah:
a.       Gangguan pendengaran ringan (27-40dB)
b.      Gangguan pendengaran sangat ringan (27-40dB)
c.       Gangguan pendengaran sedang (56-70dB)
d.      Gangguan pendengaran berat (71-90dB)
e.       Gangguan pendengran ekstrim-tuli (di atas 91dB)
Karena memiliki hambatan dalam pandangan individu tunarungu memiliki hambatan dalam berbicara sehingga mereka disebut  tunawicara. Cara berkomunikasi dengan individu menggunakan bahasa isyarat, untuk abjad jari telah dipatenkan secara internasional sedangkan unguk isyarat bahasa berbeda-beda di setiap Negara.[4]
Saat ini di beberapa sekolah sedang dikembangkan komunikasi total yaitu cara berkomunikasi dengan melibatkan bahasa verbal, bahasa isyarat dan bahasa tubuh. Individu tunarungu cenderung kesulitan dalam memahami konsep dari sesuatu yang abstrak.
Berikut ini identifikasi anak yang mengalami gangguan pendengaran:
a.       Tidak mampu mendengar
b.      Terlambat perkembangan bahasa
c.       Sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasi
d.      Kurang/tidak tanggap bila diajak bicara
e.       Ucapan kata tidak jelas
f.       Kualitas suara aneh/monoton
g.      Sering memiringkan kepala dalam usaha mendengar
h.      Banyak perhatian terhadap getaran
i.        Keluar nanah dari dua telinga
4.      Tunanetra (partially seing and legally blind)
Tunanetra adalah individu yang memiliki hambatan dalam penglihatan. Tunanetra dapat diklasifikasikan kedalam dua golongan yaitu: Buta total (Blind) dan low vision karena tunanetra memiliki keterbatasan dalam indra penglihatan maka proses pembelajaran menekankan pada alat indra yang lain yaitu indra peraba dan indra pendengaran. Oleh karena itu prinsip yang harus diperhatikan dalam memberikan pengajaran kepada individu tunanetra adalah media yang digunakan harus bersifat tactual dan bersuara, contohnya adalah pengguanaan tulisan Braille gambar timbul, benda model dan benda nyata. Sedangkan media yang bersuara adalah tape recorder dan peranti lunak. Untuk membantu tunanetra beraktifitas disekolah luar biasa mereka belajar mengenai Orientasi dan Mobilitas. Orientasi dan Mobilitas diantaranya mempelajari bagaimana tunanetra mengetahui tempat dan arah serta bagaimana menggunakan tongkat putih (tongkat khusus tunanetra yang terbuat dari alumunium.
Berikut identifikasi anak yang mengalami gangguan penglihatan:
a.       Tidak mampu melihat
b.      Tidak mamu mengenali orang pada jarak 6 meter
c.       Kerusakan nyata pada kedua bola mata
d.      Sering meraba-raba/tersandung waktu berjalan
e.       Mengalami kesulitan mengambil benda kecil di dekatnya
f.       Bagian bola mata yang hitam berwarna keruh/berisik/kering
g.      Mata bergoyang terus
h.      Nilai standarnya adalah 6, artinya bila anak mengalami minimal 6 gejala di atas, maka anak termasuk tunanetra[5]
5.      Tunadaksa (physical disability)
Tunadaksa adalah individu yang memiliki gangguan gerak yang disebabkan oleh kelainan dan struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit atau akibat kecelakaan, termasuk celebral palsy, amputasi, polio dan lumpuh. Tingkat gangguan pada tunadaksa adalah ringan yaitu memiliki keterbatasan dalam melakukan aktivitas fisik tetap masih dapat ditingkatkan melauli terapi, sedang yaitu memiliki keterbatasan motorik dan mengalami gangguan koordinasi sensorik, berat yaitu memiliki keterbatasan total dalam gerakan fisik dan tidak mampu mengontrol gerakan fisik.
Berikut identifikasi anak yang mengalami kelainan anggota tubuh/gerak tubuh:
a.       Anggota gerak tubuh kaku/lemah/lumpuh
b.      Kesulitan dalam gerakan (tidak sempurna, tidak lentur/tidak terkendali)
c.       Terdapat bagian anggota gerak yang tidak lengkap/tidak sempurna/lebih kecil dari biasa
d.      Terdapat cacat pada alat gerak
e.       Jari tangan kaku dan tidak dapat menggenggam
f.       Kesulitan pada saat berdiri/berjalan/duduk, dan menunjukkan sikap tubuh tidak normal
g.      Hieraktif/tidak dapat tenang
h.      Nilai standarnya 5.
6.      Tunaganda (Multiple handicapped)
Tunaganda adalah mereka yang mempunyai kelainan perkembangan mencakup kelompok yang mempunyai hambatan-hambatan perkembangan neurologis yang disebabkan oleh satu atau dua kombinasi kelainan dalam kemampuan seperti intelegensi, gerak, bahasa, atau hubungan pribadi di masyarakat.
Walker (1975) berpendapat mengenai tunaganda sebagai berikut :
a.       Seseorang dengan dua hambatan yang masing-masing memerlukan layanan-layanan pendidikan khusus
b.      Seseorang dengan hambatan-hambatan ganda yang memerlukan layanan teknologi
c.       Seseorang dengan hambatan-hambatan yang memerlukan modifikasi khusus[6]
7.      Kesulitan Belajar (learning disabilities)
Anak dengan kesulitan belajar adalah individu yang memiliki gangguan pada satu atau lebih kemampuan dasar psikologis yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa, berbicara danmenulis yang dapat memengaruhi kemampuan berfikir, membaca, menghitung, berbicara yang disebabkan karena gangguan persepsi, brainjury, disfungsi minimal otak, dyslexia, dan afasia perkembangan. Individu kesulitan belajar memiliki IQ rata-rata atau di atas rata-rata, mengalami gangguan motorik persepsi motorik, gangguan koordinasi gerak, gangguan orientasi arah dan ruang dan keterlambatan perkembangan konsep.[7]
Berikut adalah karakteristik anak yang mengalami kesulitan belajar dalam membaca, menulisdan berhitung:
a.       Anak yang mengalami kesulitan membaca (disleksia)
b.      Perkembangan kemampuan membaca terlambat
c.       Kemampuan memahami isi bacaan rendah
d.      Kalau membaca sering banyak kesalahan
e.       Nilai standrnya 3
f.       Anak yang mengalami kesulitan menulis (disgrafia)
g.      Kalau menyalin tulisan sering terlambat selesai
h.      Sering salah menulis huruf b dengan p, p dengan q, v dengan u, 2 dengan 5, 6 dengan 9, dan sebagainya.
i.        Hasil tulisannya jelek dan tidak terbaca
j.        Tulisannya banyak salah/terbalik/huruf hilang
k.      Sulit menulis dengan lurus pada kertas tak bergaris
8.      Anak Berbakat (Giftedness and special talents)
Anak berbakat adalah mereka yang mempunyai skor IQ 140 atau lebih diukur dengan instrument stanfort binet, mempunyai kreativitas tinggi, kemampuan memimpin dan kemampuan dalam seni drama, seni tari dan seni rupa.
Anak berbakat mempunyai empat kategori, sebagai berikut:
a.       Mempunyai kemampuan intelektual atau intelegensi yang menyeluruh, mengacu pada kemampuan berpikir secara abstrak dan mampu memecahkan masalah secara sistematis dan masuk akal.
b.      Kemampuan intelektual khusus, mengacu pad kemampuan yang berbeda dalam matematika, bahasa asing, music, atau ilmu pengetahuan alam.
c.       Berpikir kreatif atau berpikir murni menyeluruh. Pada umumnya mampu berpikir untuk menyelesaikan masalah yang tidak umum dan memerlukan pemikiran tinggi.
d.      Mempunyai bakat kreatif khusus, bersifat orisinal dan berbeda dengan yang lain.
9.      Anak autistic
Austim Syndrome merupakan kelainan yang disebabkan adanya hamabatan pada ketidakmampuan berbahasa yang diakibatkan oleh kerusakan pada otak. Gejala-gejala austim menurut Delay & Deinaker (1952) dan Marholin & Philips (1976) antara lain:
a.       Senang tidur bermalas-malasan atau duduk menyendiri dengan tampang acuh, muka pucat,dan mata sayu dan selalu memandang ke bawah.
b.      Selalu diam sepanjang waktu
c.       Jika ada pertanyaan terhadapnya, jawabannya sangat pelan dengan nada monoton, kemudian dengan suara yang aneh akan menceritakan dirinya dengan beberapa kata kemudian diam menyendiri lagi.
d.      Tidak pernah bertanya, tidak menunjukkan rasa takut dan tidakmenyenangi sekelilingnya.
e.       Tidak tampak ceria.
f.       Tidak peduli terhadap lingkungan, kecuali terhadap benda yang disukainya.
Secara umum anak autis mengalami kelainan berbicara, kelainan fungsi saraf dan intelektual, hal tersebut dapat dilihat dengan adanya keganjilan perilaku dan ketidakmampuan berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya.

10.  Hyperactive (Attention Devicit Disorder With Hyperactive)
Hyperactive bukan merupakan penyakit tetapi suatu gejala atau symptoms. Symptoms terjadi disebabkan oleh faktor-faktor brain damage, an emotional disturbance, a hearing deficit or mental retardaction. Dewasa ini banyak kalangan medis masih menyebut anak hiperaktif dengan istilah attention deficit disorder (ADHD).[8]
Anak tunagharita secara umum mempunyai tingkat kemampuan intelektual dibawah rerata dan secara bersamaan mengalami hambatan terhadap perilaku adaptif selama masa perkembangan hidupnya dari 0 tahun hingga 18 tahun, sesuai dengan batasan dari AAMD. Batasan dari AAMD tentang anak tunagharita seagai berikut. Mental retardation refers to significantly subaverage general intellectual functioning in or associated with councorrent impairments in adaptive behavior and manifested during the developmental period.
Definisi AAMD (1983) mengisyaratkan adanya kemampuan intelekual jika diukur dengan WISC-III (1991) dan mempunyai skor IQ 70. Di samping itu, terdapat hambatan pada komponen yang tidak bersifat intelektual, yaitu perilaku adaptif (adaptive behavior). Dewasa ini berdasarkan hasil penelitian dari Greenspan’s (1997) berkaitan dengan keterampilan konseptual, dan keterampilan sosial, pengertian perilaku adaptif mengalami perubahan pandangan. Awalnya, perilaku adaptif hanya bersifat sebagai komponen pelengkap yang dianggap kalah pentingnya dengan kemampuan intelektual, tetapi sekarang perilaku adaptif justru sama pentingnya dengan kemampuan intelektual dalam menentukan apakah seorang anak termasuk sebagai tunagharita atau bukan. Bidang perilaku adaptif yang menjadi perhatian untuk diobservasi meliputi hal-hal sebagai berikut.
a.       Menolong diri sebagai bentuk penampilan pribadi, meliputi makan, minum, menyuap, berpakaian, pergi ke WC, berpatut diri, dan memelihara kesehatan diri.
b.      Perkembangan fisik, meliputi keterampilan gerak (gross motor dan fine motor).
c.       Komunikasi, meliputi bahasa reseptif dan bahasa ekspresif.
d.      Keterampilan sosial, meliputi keterampilan bermain, keterampilan berinteraksi, berpartisipasi dalam kelompok, bersikap ramah tamah dalam pergaulan, perilaku seksual, tanggung jawab terhadap diri sendiri, kegiatan memanfaatkan waktu luang, dan ekspresi emosi.[9]





[1] Mohammad takdir ilahi, Pendidikan Inklusif: Konsep dan Aplikasi (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), hlm. 137.
[2] Abdurrahman, Mulyono, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar (Jakarta: Rineka Cipta, 1999), hlm. 12
[3] Ibid, hlm. 13.
[4] Ibid, hlm. 15.
[5] Ibid, hlm. 18-19.
[6] Ibid, hlm. 20-21
[7] Ibid, hlm. 22-23.
[8] Delphie, Bandi, Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus (Bandung: Refika Aditama, 2006), hlm. 50.
[9] Ibid, hlm. 64-65