BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus
Istilah
dan konsep anak berkebutuhan khusus berkembang seiring dengan munculnya
paradigma baru pendidikan inklusif, yang mewarnai perjalanan setiap anak
Indonesia dalam menghadapi segala pelabelan negative yang diarahkan kepada
mereka. Istilah Anak Berkebutuhan Khusus bukan
berarti hendak menggantikan anak penyandang cacat atau anak luar biasa,
melainkan memiliki pandangan yang lebih luas dan positif bagi anak dengan
keberagaman yang berbeda. Keberagaman dalam setiap pribadi anak berkaitan
dengan perbedaan kebutuhan yang sangat esensial dalam menunjang masa depan,
terutama kebutuhan untuk memperoleh pendidikan yang layak.
Anak
berkebutuhan khusus adalah mereka yang memiliki kebutuhan khusus sementara atau
permanen sehingga membutuhkan pelayanan pendidikan yang lebih intens. Kebutuhan
mungkin disebabkan oleh kelainan atau memang bawaan dari lahir atau karena
masalah tekanan ekonomi, politik, sosial, emosi, dan perilaku yang menyimpang.
Disebut kebutuhan kusus karena anak tersebut memiliki kelainan dan keberbedaan
dengan anak normal pada umumnya. Dalam paraigma pendidikan berkebutuhan khusus,
keberagaman amat sangat dihargai. Setiap anak memiliki latar belakang kehidupan
budaya dan perkembangan lahiriah yang berbeda-beda sehingga dalam pribadi anak
dimungkinkan terdapat kebutuhan khusus dan hambatan belajar yang berbeda pula.
Latar belakang kehidupan yang berbeda membuat merkea disebut anak berkebutuhan
khusus, yang membutuhkan pelayanan pendidikan lebih optimal dari pada anak
normal pada umumnya. Dengan kata lain, anak berkebutuhan khusus dapat diartikan
sebagai anak yang membutuhkan pendidikan yang disesuaikan dengan segala
hambatan belajar dan kebutuhan masing-masing individu.[1]
2.2 Jenis dan Karakteristik Anak
Berkebutuhan Khusus
Anak
berkebutuhan khusu yang paling banyak mendapat perhatian guru antara lain :
1. Tunagrahita
(mental retardation)
Tunagharita
merujuk kepada fungsi intelektual umum yang di bawah rata-rata secara
signifikan (merujuk kepada hasil tes intelegensi individu, berarti IQ di bawah
rata-rata) yang
berkaitan dengan hambatan dalam perilaku adaptif (merujuk kepada keterampilan
adaptif , yaitu : komuniksasi, merawat diri, kehidupan keseharian, keterampilan
sosial, penggunaan komunitas, pengarahan diri, kesehatan dan keamanan,
akademik, waktu luang, dan karya) yang terjadi selama periode perkembangan
(dari lahir sampai usia 18 atau 22 tahun).
Anak tunagrahita dibagi kepada tiga tingkatan, yaitu
tunagrahita ringan, sedang dan berat. Ketiga tingkatan ini mempunyai
karakteristik yang berbeda. Adapun karagteristik umum tunagrahita itu adalah:
a.
Keterbatasan
intelegensi, dimana kapasitas belajar terbatas untuk hal abstrak
b.
Keterbatasan
sosial, dimana anak tunagrahita tidak dapat mengurus diri sendiri dan cenderung
meniru tanpa tau akibatnya.
c.
Keterbatasan
fungsi mental, dimana anak tnagrahita sukar memusatkan perhatian.
d.
Jarang
menghayati perasaan bangga, tanggung jawab dan hak sosial
e.
Mengalami
keterlambatan dalam perkembangan sikap
Dilihat secara rinci, kecerdasan berfikir anak tunagrahita
ringan paling tinggi sama dengan kecerdasan anak normal usia 12 tahun. Mereka
memiliki tingkat kecerdasan paling tinggi diantara kelompok tunagrahita yang
lain, dengan IQ berkisar 50-70. Meskipun kecerdasan dan adaptasi sosialnya
terhambat, namun mereka mempunyaikemampuan untuk berkembang di bidang pelajaran
akademik, penyesuaian sosial, dan kemampuan bekerja.
Sebaliknya,
anak tunagrahita sedang tidak bisa mempelajari akademik. Mereka umumnya belajar
secara membeo perkembangan bahasanya sangat terbatas, hamper selalu bergantung
pada orang lain, dapat membedakan bahaya dan bukan bahaya, masih mempunyai
potensi untuk belajar memelihara dan menyesuaikan diri terhadap lingkungan, dan
dapat mengerjakan pekerjaan yang mempunyai nilaiekonomi. Pada usia dewasa, baru
mencapai usia yang sama dengan anak normal umur 7-8 tahun.
Anak dengan tunagrahita berat tidak dapat membedakan bahaya,
selalu tergantung pada pertolongan orang lain, kata-kata yang sangat sederhana,
danhanya kecerdasannya hanya dapat berkembang paling tinggi sama dengn anak
usia 3-4 tahun.[2]
Ketunagrahitaan seorang anak dapat dietahui dengan melakukan
observasi. Observasi dilakukan dengan cara membandingkan anak dengan anak
seusianya. Data hasil observasi dan tes psikologi dikumpulkan dan dibandingkan
dengan usia anak sebenarnya. Adapun dalam tes Binet – Simon, anak yang
tergolong tunagrahita atau anak dengan gangguan intelektual yaitu :
a.
Debit
(IQ 50-70)
b.
Imbesil
(IQ 30-50)
c.
Idiot
(IQ < 30 )
Angka
tersebut di peroleh dari tes, dimana IQ = MA/CA X 100. Dengan CA merupakan umur
anak dan MA merupakan haril tes intelegensi.
Adapun cara mengidentifikasi seorang anak termasuk
tunagrahita yaitu melalui beberapa indikasi sebagai beikut:
a.
Penampilan
fisik tidak seimbang, misalnya kepala terlalu kecil/besar
b.
Tidak
dapat mengurus diri sendiri sesuai usia
c.
Perkembangan
bicara atau bahasa terlambat
d.
Tidak
ada / kurang sekali perhatiannya terhadap lingkungan (pandangan kosong)
e.
Koordinasi
gerakan kurang (gerakan sering tidak
terkendali)
f.
Sering
keluar ludah (cairan) dari mulut (ngiler)
2. Tunalaras
(Emotional or behavioral disorder)
Tunalaras adalah indvidu yang mengalami hambatan dalam
mengendalikan emosi dan control sosial. Individu tunalaras biasanya menunjukkan
prilaku menyimpang yang tidak sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku
disekitarnya. Tunalaras dapat disebabkan karena faktor internal dan faktor
eksternal yaitu pengaruh dari lingkungan sekitar
Menurut Eli M. Bower (1981), anak dengan hambatan emosional
atau kelainan perilaku, apabila menunjukan adanya satu atau lebih dari lima
komponen berikut:
a.
Tidak
mampu belajar bukan disebabkan karena faktor intelektual, sensori atau
kesehatan
b.
Tidak
mampu untuk melakukan hubungan baik dengan teman-teman dan guru-guru
c.
Bertingkah
laku atau berprasaan tidak pada tempatnya
d.
Secara
umum mereka selalu dalam keadaan persavise dan tidak menggembirakan atau
depresi
e.
Bertendensi
kea rah symptoms fisik: merasa sakit atau ketakutan berkaitan dengan orang atau
permasalahan di sekolah[3]
Anak yang mengalami gangguan emosi dan perilaku juga bisa
diidentifikasi melalui indikasi berikut:
a.
Bersikap
membangkang
b.
Mudah
terangsang emosinya
c.
Sering
melakukan tindakan agresif
d.
Sering
bertindak melanggar norma sosila / norma susila/ hukum
3. Tunarungu
Wicara (communication disorder and
deafness)
Tunarungu adalah individuyang memiliki hambatan dalam
pendengaran baik permanen maupun tidak permanen. Klasifikasi tunarungu
berdasarkan tingkat gangguan pendengaran adalah:
a.
Gangguan
pendengaran ringan (27-40dB)
b.
Gangguan
pendengaran sangat ringan (27-40dB)
c.
Gangguan
pendengaran sedang (56-70dB)
d.
Gangguan
pendengaran berat (71-90dB)
e.
Gangguan
pendengran ekstrim-tuli (di atas 91dB)
Karena memiliki hambatan dalam
pandangan individu tunarungu memiliki hambatan dalam berbicara sehingga mereka
disebut tunawicara. Cara berkomunikasi
dengan individu menggunakan bahasa isyarat, untuk abjad jari telah dipatenkan
secara internasional sedangkan unguk isyarat bahasa berbeda-beda di setiap
Negara.[4]
Saat ini di beberapa sekolah sedang
dikembangkan komunikasi total yaitu cara berkomunikasi dengan melibatkan bahasa
verbal, bahasa isyarat dan bahasa tubuh. Individu tunarungu cenderung kesulitan
dalam memahami konsep dari sesuatu yang abstrak.
Berikut ini identifikasi anak yang
mengalami gangguan pendengaran:
a.
Tidak
mampu mendengar
b.
Terlambat
perkembangan bahasa
c.
Sering
menggunakan isyarat dalam berkomunikasi
d.
Kurang/tidak
tanggap bila diajak bicara
e.
Ucapan
kata tidak jelas
f.
Kualitas
suara aneh/monoton
g.
Sering
memiringkan kepala dalam usaha mendengar
h.
Banyak
perhatian terhadap getaran
i.
Keluar
nanah dari dua telinga
4. Tunanetra
(partially seing and legally blind)
Tunanetra adalah individu yang
memiliki hambatan dalam penglihatan. Tunanetra dapat diklasifikasikan kedalam
dua golongan yaitu: Buta total (Blind)
dan low vision karena tunanetra
memiliki keterbatasan dalam indra penglihatan maka proses pembelajaran
menekankan pada alat indra yang lain yaitu indra peraba dan indra pendengaran.
Oleh karena itu prinsip yang harus diperhatikan dalam memberikan pengajaran kepada
individu tunanetra adalah media yang digunakan harus bersifat tactual dan
bersuara, contohnya adalah pengguanaan tulisan Braille gambar timbul, benda
model dan benda nyata. Sedangkan media yang bersuara adalah tape recorder dan
peranti lunak. Untuk membantu tunanetra beraktifitas disekolah luar biasa
mereka belajar mengenai Orientasi dan Mobilitas. Orientasi dan Mobilitas
diantaranya mempelajari bagaimana tunanetra mengetahui tempat dan arah serta
bagaimana menggunakan tongkat putih (tongkat khusus tunanetra yang terbuat dari
alumunium.
Berikut identifikasi anak yang
mengalami gangguan penglihatan:
a.
Tidak
mampu melihat
b.
Tidak
mamu mengenali orang pada jarak 6 meter
c.
Kerusakan
nyata pada kedua bola mata
d.
Sering
meraba-raba/tersandung waktu berjalan
e.
Mengalami
kesulitan mengambil benda kecil di dekatnya
f.
Bagian
bola mata yang hitam berwarna keruh/berisik/kering
g.
Mata
bergoyang terus
h.
Nilai
standarnya adalah 6, artinya bila anak mengalami minimal 6 gejala di atas, maka
anak termasuk tunanetra[5]
5. Tunadaksa
(physical disability)
Tunadaksa adalah individu yang memiliki gangguan gerak yang
disebabkan oleh kelainan dan struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit atau
akibat kecelakaan, termasuk celebral palsy, amputasi, polio dan lumpuh. Tingkat
gangguan pada tunadaksa adalah ringan yaitu memiliki keterbatasan dalam
melakukan aktivitas fisik tetap masih dapat ditingkatkan melauli terapi, sedang
yaitu memiliki keterbatasan motorik dan mengalami gangguan koordinasi sensorik,
berat yaitu memiliki keterbatasan total dalam gerakan fisik dan tidak mampu
mengontrol gerakan fisik.
Berikut identifikasi anak yang mengalami kelainan anggota
tubuh/gerak tubuh:
a.
Anggota
gerak tubuh kaku/lemah/lumpuh
b.
Kesulitan
dalam gerakan (tidak sempurna, tidak lentur/tidak terkendali)
c.
Terdapat
bagian anggota gerak yang tidak lengkap/tidak sempurna/lebih kecil dari biasa
d.
Terdapat
cacat pada alat gerak
e.
Jari
tangan kaku dan tidak dapat menggenggam
f.
Kesulitan
pada saat berdiri/berjalan/duduk, dan menunjukkan sikap tubuh tidak normal
g.
Hieraktif/tidak
dapat tenang
h.
Nilai
standarnya 5.
6. Tunaganda
(Multiple handicapped)
Tunaganda adalah mereka yang
mempunyai kelainan perkembangan mencakup kelompok yang mempunyai
hambatan-hambatan perkembangan neurologis yang disebabkan oleh satu atau dua
kombinasi kelainan dalam kemampuan seperti intelegensi, gerak, bahasa, atau
hubungan pribadi di masyarakat.
Walker (1975) berpendapat mengenai tunaganda sebagai berikut
:
a.
Seseorang
dengan dua hambatan yang masing-masing memerlukan layanan-layanan pendidikan
khusus
b.
Seseorang
dengan hambatan-hambatan ganda yang memerlukan layanan teknologi
c.
Seseorang
dengan hambatan-hambatan yang memerlukan modifikasi khusus[6]
7. Kesulitan
Belajar (learning disabilities)
Anak dengan kesulitan belajar adalah
individu yang memiliki gangguan pada satu atau lebih kemampuan dasar psikologis
yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa, berbicara danmenulis yang dapat
memengaruhi kemampuan berfikir, membaca, menghitung, berbicara yang disebabkan
karena gangguan persepsi, brainjury, disfungsi minimal otak, dyslexia, dan
afasia perkembangan. Individu kesulitan belajar memiliki IQ rata-rata atau di
atas rata-rata, mengalami gangguan motorik persepsi motorik, gangguan
koordinasi gerak, gangguan orientasi arah dan ruang dan keterlambatan
perkembangan konsep.[7]
Berikut adalah karakteristik anak
yang mengalami kesulitan belajar dalam membaca, menulisdan berhitung:
a.
Anak
yang mengalami kesulitan membaca (disleksia)
b.
Perkembangan
kemampuan membaca terlambat
c.
Kemampuan
memahami isi bacaan rendah
d.
Kalau
membaca sering banyak kesalahan
e.
Nilai
standrnya 3
f.
Anak
yang mengalami kesulitan menulis (disgrafia)
g.
Kalau
menyalin tulisan sering terlambat selesai
h.
Sering
salah menulis huruf b dengan p, p dengan q, v dengan u, 2 dengan 5, 6 dengan 9,
dan sebagainya.
i.
Hasil
tulisannya jelek dan tidak terbaca
j.
Tulisannya
banyak salah/terbalik/huruf hilang
k.
Sulit
menulis dengan lurus pada kertas tak bergaris
8. Anak
Berbakat (Giftedness and special talents)
Anak berbakat adalah mereka yang
mempunyai skor IQ 140 atau lebih diukur dengan instrument stanfort binet,
mempunyai kreativitas tinggi, kemampuan memimpin dan kemampuan dalam seni
drama, seni tari dan seni rupa.
Anak berbakat mempunyai empat
kategori, sebagai berikut:
a.
Mempunyai
kemampuan intelektual atau intelegensi yang menyeluruh, mengacu pada kemampuan
berpikir secara abstrak dan mampu memecahkan masalah secara sistematis dan
masuk akal.
b.
Kemampuan
intelektual khusus, mengacu pad kemampuan yang berbeda dalam matematika, bahasa
asing, music, atau ilmu pengetahuan alam.
c.
Berpikir
kreatif atau berpikir murni menyeluruh. Pada umumnya mampu berpikir untuk
menyelesaikan masalah yang tidak umum dan memerlukan pemikiran tinggi.
d.
Mempunyai
bakat kreatif khusus, bersifat orisinal dan berbeda dengan yang lain.
9. Anak
autistic
Austim Syndrome merupakan kelainan yang
disebabkan adanya hamabatan pada ketidakmampuan berbahasa yang diakibatkan oleh
kerusakan pada otak. Gejala-gejala austim menurut Delay & Deinaker (1952)
dan Marholin & Philips (1976) antara lain:
a.
Senang
tidur bermalas-malasan atau duduk menyendiri dengan tampang acuh, muka
pucat,dan mata sayu dan selalu memandang ke bawah.
b.
Selalu
diam sepanjang waktu
c.
Jika
ada pertanyaan terhadapnya, jawabannya sangat pelan dengan nada monoton,
kemudian dengan suara yang aneh akan menceritakan dirinya dengan beberapa kata
kemudian diam menyendiri lagi.
d.
Tidak
pernah bertanya, tidak menunjukkan rasa takut dan tidakmenyenangi
sekelilingnya.
e.
Tidak
tampak ceria.
f.
Tidak
peduli terhadap lingkungan, kecuali terhadap benda yang disukainya.
Secara umum anak autis mengalami kelainan berbicara,
kelainan fungsi saraf dan intelektual, hal tersebut dapat dilihat dengan adanya
keganjilan perilaku dan ketidakmampuan berinteraksi dengan lingkungan
sekitarnya.
10. Hyperactive
(Attention Devicit Disorder With
Hyperactive)
Hyperactive bukan merupakan penyakit tetapi suatu gejala
atau symptoms. Symptoms terjadi disebabkan oleh faktor-faktor brain damage, an
emotional disturbance, a hearing deficit or mental retardaction. Dewasa ini
banyak kalangan medis masih menyebut anak hiperaktif dengan istilah attention
deficit disorder (ADHD).[8]
Anak
tunagharita secara umum mempunyai tingkat kemampuan intelektual dibawah rerata
dan secara bersamaan mengalami hambatan terhadap perilaku adaptif selama masa
perkembangan hidupnya dari 0 tahun hingga 18 tahun, sesuai dengan batasan dari
AAMD. Batasan dari AAMD tentang anak tunagharita seagai berikut. Mental retardation refers to significantly
subaverage general intellectual functioning in or associated with councorrent
impairments in adaptive behavior and manifested during the developmental
period.
Definisi
AAMD (1983) mengisyaratkan adanya kemampuan intelekual jika diukur dengan
WISC-III (1991) dan mempunyai skor IQ 70. Di samping itu, terdapat hambatan
pada komponen yang tidak bersifat intelektual, yaitu perilaku adaptif (adaptive behavior). Dewasa ini
berdasarkan hasil penelitian dari Greenspan’s
(1997) berkaitan dengan keterampilan konseptual, dan keterampilan sosial,
pengertian perilaku adaptif mengalami perubahan pandangan. Awalnya, perilaku
adaptif hanya bersifat sebagai komponen pelengkap yang dianggap kalah
pentingnya dengan kemampuan intelektual, tetapi sekarang perilaku adaptif
justru sama pentingnya dengan kemampuan intelektual dalam menentukan apakah
seorang anak termasuk sebagai tunagharita atau bukan. Bidang perilaku adaptif
yang menjadi perhatian untuk diobservasi meliputi hal-hal sebagai berikut.
a.
Menolong
diri sebagai bentuk penampilan pribadi, meliputi makan, minum, menyuap,
berpakaian, pergi ke WC, berpatut diri, dan memelihara kesehatan diri.
b.
Perkembangan
fisik, meliputi keterampilan gerak (gross
motor dan fine motor).
c.
Komunikasi,
meliputi bahasa reseptif dan bahasa ekspresif.
d.
Keterampilan
sosial, meliputi keterampilan bermain, keterampilan berinteraksi,
berpartisipasi dalam kelompok, bersikap ramah tamah dalam pergaulan, perilaku
seksual, tanggung jawab terhadap diri sendiri, kegiatan memanfaatkan waktu
luang, dan ekspresi emosi.[9]
[1]
Mohammad takdir ilahi, Pendidikan
Inklusif: Konsep dan Aplikasi (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), hlm. 137.
[2]
Abdurrahman, Mulyono, Pendidikan
Bagi Anak Berkesulitan Belajar (Jakarta: Rineka Cipta, 1999), hlm. 12
[3]
Ibid, hlm. 13.
[4]
Ibid, hlm. 15.
[5]
Ibid, hlm. 18-19.
[6]
Ibid, hlm. 20-21
[7]
Ibid, hlm. 22-23.
[8]
Delphie, Bandi, Pembelajaran Anak
Berkebutuhan Khusus (Bandung: Refika Aditama, 2006), hlm. 50.
[9]
Ibid, hlm. 64-65