Saturday 4 June 2016

berpikir dilalui dengan tiga langkah yaitu: pembentukan pikiran, pembentukan pendapat dan penarikan kesimpulan.




BAB II
PEMBAHASAN
A.    BAHASA
1.      Pengertian Bahasa
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahasa artinya system lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh anggota masyarakat untuk bekerja sama, beriteraksi dan mengidentifikasi diri.
Bahasa juga diartikan sebagai rangkaian bunyi yang mempunyai makna tertentu. Rangkaian bunyi yang kita kenal sebagai kata, melambangkan suat konsep. Kumpulan lambang bunyi dalam pemikirannya, tidak terlepas dari yang satu dengan yang lainnya. Kata-kata itu dipergunakan dalam suatu sistem yang terpola. Walaupun bunyi-bunyi bahasa itu digunakan sudah benar sesuai dengan konvensi (kesepakatan pengguna bahasa), tetapi bila hubungan antar kata-katanya itu tidak berpola, maka proses komunikasi tidak akan berjalan dengan baik.[1]
Bahasa adalah medium tanpa batas yang membawa segala sesuatu mampu termuat dalam lapangan pemahaman manusia. Oleh karena itu, memahami bahasa akan memungkinkan kita memahami bentuk-bentuk pemahaman manusia.
Dari berbagai definisi di atas maka dapat diketahui beberapa karakteristik bahasa seperti berikut ini:
a.      Bahasa adalah sistem. Terdiri dari sistem bunyi, sistem morfologi dan sistem sintaksis.
b.     Bahasa adalah bunyi[2]. Adapun proses terbentuknya bunyi bahasa secara garis besar terbagi menjadi empat macam:
1)     Proses keluarnya bunyi dari paru-paru.
2)     Proses fonasi, yaitu lewatnya bunyi dalam tenggorokan.              


3)     Proses artikulasi, yaitu proses terbentuknya bunyi oleh artikulator.
4)     Proses oro-nasal, yaitu proses keluarnya bunyi melalui mulut atau hidung.[3]
c.       Bahasa itu mengandung makna.
d.      Bahasa itu dipelajari.
e.       Bahasa itu berkembang atau berubah.
f.       Bahasa adalah fenomena sosial.
g.      Bahasa itu arbitrer.
h.      Bahasa itu simbol atau lambang.
i.        Bahasa itu serupa dan universal. Keserupaan atau unversalitas bahasa tersebut memiliki dasar yang kuat, diantaranya:
1)   Seorang anak mampu memperoleh bahasa manusia yang beragam dengan cara yang mudah.
2)   Bahasa manusia itu serupa dan universal karena seorang manusia yang memiliki perasaan yang berbeda dan hidup dalam lingkungan yang berbeda akan mempunyai pemahaman yang sama ketika dipadankan dengan kalimat yang mengandung makna sama.
3)   Semua manusia ketika mengucapkan bahasa yang bermacam-macam tapi tetap menggunakan perangkat yang sama yaitu alat ucap. Sehingga alat ucap tersebut mampu menghasilkan ucapan secara serupa[4].
j.     Manusiawi.
B.     PIKIRAN
1.      Pengertian Pikiran
Pikiran berasal dari kata dasar pikir. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, pikir artinya akal budi, ingatan, angan-angan, kata dalam hati, kemudian mendapat tambahan-an menjadi kata pikiran. Pengertian pikiran menurut kamus besar bahasa Indonesia Edisi 3, 2007 bahwa pikiran adalah akal budi atau ingatan. Sedangkan berpikir adalah aktifitas mental manusia. Dalam proses berpikir kita merangkai-rangkai sebab akibat, menganalisis dari hal-hal yang umum ke yang khusus atau kita menganalisis dari hal-hal yang khusus ke yang umum. Berpikir berarti merangkai konsep-konsep. Pikiran adalah proses pengolahan stimulus yang berlangsung dalam domain representasi utama. Proses tersebut dapat dikatagorikan sebagai proses perhitungan (computational process).[5]
Proses berpikir dilalui dengan tiga langkah yaitu: pembentukan pikiran, pembentukan pendapat dan penarikan kesimpulan.
a.      Pembentukan pikiran
Pada pembentukan inilah manusia menganalisis ciri-ciri dari sejumlah objek. Objek tersebut kita perhatikan unsur-unsurnya satu demi satu. Misalnya: mau membentuk pengertian manusia. Kita akan menganalisis ciri-ciri manusia.
b.      Pembentukan pendapat
Pada pembentukan pendapat ini seseorang meletakkan hubungan antara dua buah pengertian atau lebih yang dinyatakan dalam bentuk bahasa yang disebut kalimat. Pembentukan pendapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu pendapat positif (pendapat yang mengiakan sesuatu), pendapat negative (pendapat yang tidak menyetujui sesuatu) dan pendapat modalitas (pendapat yang memungkinkan sesuatu).
c.      Penarikan kesimpulan
Pada penarikan kesimpulan ini melahirkan tiga macam kesimpulan, yaitu kesimpulan induktif, deduktif dan analogis (perbandingan).
  1. HUBUNGAN ANTARA BAHASA DAN PIKIRAN
1.      Keterkaitan Antara Bahasa dan Pikiran
Pikiran manusia pada hakikatnya selalu mencari dan berusaha untuk memperoleh kebenaran. Karena itu pikiran merupakan suatu proses. Dalam proses tersebut haruslah diperhatikan kebenaran untuk dapat berpikir logis. Kebenaran ini hanya menyatakan serta mengandalkan adanya jalan, cara, teknik serta hukum-hukum yang perlu diikuti. Semua itu dirumuskan dalam logika. Selanjutnya terdapat beberapa pengelompokan keterkaitan bahasa berdasarkan uraian para ahli, yaitu:
  1. Bahasa Mempengaruhi Pikiran
Pemahaman kata mempengaruhi pikirannya terhadap realitas. Pikiran manusia dapat terkondinisikan oleh kata yang manusia gunakan. Tokoh yang mendukung hubungan ini adalah Benjamin Lee Whorf ( 1897-1941) dan gurunya Edward Sapir (1884-1939). Whorf menyatakan bahwa bahasa menentukan pikiran seseorang sampai kadang-kadang bisa membahayakan dirinya sendiri. Sebagai contoh, Whorf yang bekas anggota pemadam kebakaran menyatakan “kaleng kosong” bekas minyak bisa meledak. Kata kosong dengan pengertian tidak ada minyak di dalamnya. Padahal sebenarnya ada cukup efek pada kaleng bekas minyak untuk bisa meledak. Jika isi kaleng dibuang, maka kaleng itu akan kosong, tetapi dalam ilmu kimia hal ini tidak selalu benar. Kaleng minyak yang sudah kosong masih bisa meledak kalau terkena panas. Di sinilah, menurut Whorf, tampak jalan pikiran seseorang telah ditentukan oleh bahasanya.
Untuk menunjukkan bahwa bahasa mempengaruhi jalan pikiran manusia, Whorf menunjukkan contoh lain. Kalimat see that wave dalam bahasa Inggris mempunyai pola yang sama dengan kalimat see that house. Dalam see that house kita memang bisa melihat sebuah rumah, tetapi dalam kalimat see that wave menurut Whorf belum ada seorang pun yang melihat satu ombak. Yang terlihat sebenarnya adalah permukaan air yang terus-menerus berubah dengan gerak naik-turun, dan bukan apa yang dinamakan satu ombak. Jadi, di sini kita seolah-olah melihat satu ombak karena bahasa telah menggambarkan begitu kepada kita. Ini adalah satu kepalsuan fakta yang disuguhkan oleh satu organisasi hidup seperti ini, dan kita tidak sadar bahwa pandangan hidup kita telah dikungkung oleh ikatan-ikatan yang sebenarnya dapat ditanggalkan.[6]
  1. Pikiran Mempengaruhi Bahasa
Ada kemungkinan struktur bahasa dipengaruhi oleh pikiran. Sekitar 2.500 tahun yang lalu Aristoteles beragumen bahwa kategori pikiran menentukan kategori bahasa. Banyak alasan yang memperkuat argument tersebut, walaupun Aristoteles sendiri tidak bisa memperlihatkan alasan-alasan tersebut. Adapun alasan yang dapat dikemukakan antara lain, kemampuan manusia berpikir muncul lebih awal ditinjau dari aspek evolusi dan berlangsung belakangan dari aspek perkembangannya dibandingkan kemampuan menggunakan bahasa.
Tokoh psikologi kognitif yang tak asing bagi manusia, yaitu Jean Piaget menyatakan bahwa ada keterkaitan antara pikiran dan bahasa. Bahasa adalah representasi dari pikiran. Melalui observasi yang dilakuakan oleh Piaget terhadap perkembangan aspek kognitif anak akan mempengaruhi bahasa yang digunakannya. Semakin tinggi aspek tersebut maka semakin tinggi bahasa yang digunakannya. Sebelum anak-anak menggunakan bahasanya secara efektif, anak-anak memperlihatkan kemampuan kognitif yang cukup berarti dan beragam.
Menurut Piaget ada dua pikiran, yaitu pikiran terarah atau intelligent dan pikiran yang tidak terarah atau autistic. Pikiran yang terarah adalah pikiran yang menghasilkan tindakan atau ujaran yang dapat dipertanggungjawabkan dan memiliki landasan kuat, sedangkan pikiran yang tidak terarah umumnya pikiran yang sering menimbulkan kekeliruan atau dampak yang tidak terduga. Mungkin itu sebabnya terjadi tergelincir lidah.[7]
  1. Bahasa dan Pikiran Saling Mempengaruhi
Hubungan timbal balik antara bahasa dan pikiran dikemukakan oleh Benyamin Vygotsky, seorang ahli semantic kebangsaan Rusia yang teorinya dikenal sebagai pembaharu teori. Vygotsky mengatakan bahwa bahasa dan pikiran pada tahap permulaan berkembang secara terpisah dan tidak saling mempengaruhi. Jadi, mula-mula pikiran berkembang tanpa bahasa, dan bahasa mula-mula berkembang tanpa pikiran. Lalu pada tahap berikutnya, keduanya bertemu dan saling bekerja sama, serta saling mempengaruhi.
Pikiran dan bahasa, menurut Vygotsky tidak dipotong dari satu pola. Struktur ucapan tidak hanya mencerminkan, tetapi juga mengubahnya setelah pikiran berubah menjadi ucapan. Karena itulah, bahasa tidak dapat dipakai oleh pikiran seperti memakai baju yang sudah siap. Pikiran tidak hanya mencari ekspresinya dalam ucapan, tetapi juga mendapatkan realitas dan bentuknya dalam ucapan itu. Pada tahap lebih lanjut, yakni dalam perkembangan pikiran dan ucapan itu, tata bahasa selalu mendahului logika (pemikiran).[8]
Dari ketiga kategori keterkaitan bahasa dan fikiran di atas, kami penyususn makalah lebih setuju dengan kategori yang ke tiga, karena keterkaitan tersebut masih bersifat relatif, kadang manusia berfikir dahulu sebelum mengeluarkan kata-kata atau bahasa, dan kadang manusia mengungkapkan bahasa dahulu kemudian berfikir.



       
























BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Bahasa artinya system lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh anggota masyarakat untuk bekerja sama, beriteraksi dan mengidentifikasi diri. Bahasa juga diartikan sebagai rangkaian bunyi yang mempunyai makna tertentu.
Sedangkan pikiran berasal dari kata dasar pikir. Pikir artinya akal budi, ingatan, angan-angan, kata dalam hati, kemudian mendapat tambahan-an menjadi kata pikiran.
Terdapat beberapa pengelompokan keterkaitan bahasa berdasarkan uraian para ahli, yaitu:
a.       Bahasa Mempengaruhi Pikiran
b.      Pikiran Mempengaruhi Bahasa
c.       Bahasa dan Pikiran Saling Mempengaruhi.
B.     Saran
Sebagai individu yang merupakan makhluk sosial kita harus bisa menggunakan pikiran dalam berbahasa karena sesungguhnya ukuran seorang manusia dilihat dari kemampuannya dalam berpikir. Berpikir tidak bisa dipisahkan dari aktivitas berbahasa. Oleh karena itu, dalam menggunakan bahasa marilah kita berpikir secara logis dan sistematis agar tercipta komunikasi yang tepat dan tidak salah interpretasi.
Mari kita gunakan pemahaman mengenai konsep berpikir dan berbahasa dalam kehidupan kita sehari-hari agar dapat menjadi manusia yang berpikir, berbahasa, dan berbudaya.




[1] Agus Tricahyo, Pengantar Linguistik Arab (Ponorogo: STAIN PO Press, 2011), hlm 1-2.
[2] Ibid.  32-33.
[3] Novi Resmini, Iyos A. Rosmana dan Basyuni, Kebahasaan (Fonologi, Morfologi dan Semantik), (Bandung: UPI Press, 2006), hlm 11.
[4]  Agus Tricahyo, Pengantar Linguistik Arab, hlm 34-39.
[5] Mahmudah, Psikolinguistik: Kajian Teoretik, ( Makassar: Universitas Negeri Makasar, 2010) hlm  35.
[6] Abdul Chaer, Psikolinguistik: Kajian Teoritik (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), hlm 52-54.

[7] Arifuddin, Neuro Psiko Linguistic, (Jakarta: Rajawali Press, 2010) hlm 242.
[8] Abdul Chaer, Psikolinguistik: Kajian Teoritik, hal 55-56.