BAB II
PEMBAHASAN
A.
BAHASA
1.
Pengertian
Bahasa
Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia, bahasa artinya system lambang bunyi yang arbitrer, yang
dipergunakan oleh anggota masyarakat untuk bekerja sama, beriteraksi dan
mengidentifikasi diri.
Bahasa juga
diartikan sebagai rangkaian bunyi yang mempunyai makna tertentu. Rangkaian
bunyi yang kita kenal sebagai kata, melambangkan suat konsep. Kumpulan lambang
bunyi dalam pemikirannya, tidak terlepas dari yang satu dengan yang lainnya.
Kata-kata itu dipergunakan dalam suatu sistem yang terpola. Walaupun
bunyi-bunyi bahasa itu digunakan sudah benar sesuai dengan konvensi
(kesepakatan pengguna bahasa), tetapi bila hubungan antar kata-katanya itu
tidak berpola, maka proses komunikasi tidak akan berjalan dengan baik.[1]
Bahasa adalah medium tanpa batas
yang membawa segala sesuatu mampu termuat dalam lapangan pemahaman manusia.
Oleh karena itu, memahami bahasa akan memungkinkan kita memahami bentuk-bentuk
pemahaman manusia.
Dari
berbagai definisi di atas maka dapat diketahui beberapa karakteristik bahasa
seperti berikut ini:
a. Bahasa
adalah sistem. Terdiri dari sistem bunyi, sistem morfologi dan sistem
sintaksis.
b. Bahasa
adalah bunyi[2]. Adapun
proses terbentuknya bunyi bahasa secara garis besar terbagi menjadi empat macam:
1) Proses
keluarnya bunyi dari paru-paru.
2)
Proses
fonasi, yaitu lewatnya bunyi dalam tenggorokan.
3) Proses
artikulasi, yaitu proses terbentuknya bunyi oleh artikulator.
c.
Bahasa itu
mengandung makna.
d.
Bahasa itu
dipelajari.
e.
Bahasa itu
berkembang atau berubah.
f.
Bahasa
adalah fenomena sosial.
g.
Bahasa itu
arbitrer.
h.
Bahasa itu
simbol atau lambang.
i.
Bahasa itu
serupa dan universal. Keserupaan atau unversalitas bahasa tersebut memiliki
dasar yang kuat, diantaranya:
1) Seorang anak
mampu memperoleh bahasa manusia yang beragam dengan cara yang mudah.
2) Bahasa
manusia itu serupa dan universal karena seorang manusia yang memiliki perasaan
yang berbeda dan hidup dalam lingkungan yang berbeda akan mempunyai pemahaman
yang sama ketika dipadankan dengan kalimat yang mengandung makna sama.
3) Semua
manusia ketika mengucapkan bahasa yang bermacam-macam tapi tetap menggunakan
perangkat yang sama yaitu alat ucap. Sehingga alat ucap tersebut mampu
menghasilkan ucapan secara serupa[4].
j. Manusiawi.
B.
PIKIRAN
1.
Pengertian
Pikiran
Pikiran
berasal dari kata dasar pikir. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, pikir
artinya akal budi, ingatan, angan-angan, kata dalam hati, kemudian mendapat
tambahan-an menjadi kata pikiran. Pengertian pikiran menurut kamus besar bahasa
Indonesia Edisi 3, 2007 bahwa pikiran adalah akal budi atau ingatan. Sedangkan
berpikir adalah aktifitas mental manusia. Dalam proses berpikir kita
merangkai-rangkai sebab akibat, menganalisis dari hal-hal yang umum ke yang
khusus atau kita menganalisis dari hal-hal yang khusus ke yang umum. Berpikir
berarti merangkai konsep-konsep. Pikiran adalah proses pengolahan stimulus yang
berlangsung dalam domain representasi utama. Proses tersebut dapat
dikatagorikan sebagai proses perhitungan (computational process).[5]
Proses
berpikir dilalui dengan tiga langkah yaitu: pembentukan pikiran, pembentukan
pendapat dan penarikan kesimpulan.
a.
Pembentukan
pikiran
Pada
pembentukan inilah manusia menganalisis ciri-ciri dari sejumlah objek. Objek
tersebut kita perhatikan unsur-unsurnya satu demi satu. Misalnya: mau membentuk
pengertian manusia. Kita akan menganalisis ciri-ciri manusia.
b.
Pembentukan
pendapat
Pada
pembentukan pendapat ini seseorang meletakkan hubungan antara dua buah
pengertian atau lebih yang dinyatakan dalam bentuk bahasa yang disebut kalimat.
Pembentukan pendapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu pendapat positif
(pendapat yang mengiakan sesuatu), pendapat negative (pendapat yang tidak
menyetujui sesuatu) dan pendapat modalitas (pendapat yang memungkinkan
sesuatu).
c.
Penarikan
kesimpulan
Pada
penarikan kesimpulan ini melahirkan tiga macam kesimpulan, yaitu kesimpulan
induktif, deduktif dan analogis (perbandingan).
- HUBUNGAN ANTARA BAHASA DAN PIKIRAN
1. Keterkaitan Antara Bahasa dan
Pikiran
Pikiran
manusia pada hakikatnya selalu mencari dan berusaha untuk memperoleh kebenaran.
Karena itu pikiran merupakan suatu proses. Dalam proses tersebut haruslah
diperhatikan kebenaran untuk dapat berpikir logis. Kebenaran ini hanya
menyatakan serta mengandalkan adanya jalan, cara, teknik serta hukum-hukum yang
perlu diikuti. Semua itu dirumuskan dalam logika. Selanjutnya terdapat beberapa
pengelompokan keterkaitan bahasa berdasarkan uraian para ahli, yaitu:
- Bahasa Mempengaruhi Pikiran
Pemahaman
kata mempengaruhi pikirannya terhadap realitas. Pikiran manusia dapat
terkondinisikan oleh kata yang manusia gunakan. Tokoh yang mendukung hubungan
ini adalah Benjamin Lee Whorf ( 1897-1941) dan gurunya Edward Sapir
(1884-1939). Whorf menyatakan bahwa bahasa menentukan pikiran seseorang sampai
kadang-kadang bisa membahayakan dirinya sendiri. Sebagai contoh, Whorf yang bekas
anggota pemadam kebakaran menyatakan “kaleng kosong” bekas minyak bisa meledak.
Kata kosong dengan pengertian tidak ada minyak di dalamnya. Padahal
sebenarnya ada cukup efek pada kaleng bekas minyak untuk bisa meledak. Jika isi
kaleng dibuang, maka kaleng itu akan kosong, tetapi dalam ilmu kimia hal ini
tidak selalu benar. Kaleng minyak yang sudah kosong masih bisa meledak kalau
terkena panas. Di sinilah, menurut Whorf, tampak jalan pikiran seseorang telah
ditentukan oleh bahasanya.
Untuk
menunjukkan bahwa bahasa mempengaruhi jalan pikiran manusia, Whorf menunjukkan
contoh lain. Kalimat see that wave dalam bahasa Inggris mempunyai pola
yang sama dengan kalimat see that house. Dalam see that house
kita memang bisa melihat sebuah rumah, tetapi dalam kalimat see that wave menurut
Whorf belum ada seorang pun yang melihat satu ombak. Yang terlihat sebenarnya
adalah permukaan air yang terus-menerus berubah dengan gerak naik-turun, dan
bukan apa yang dinamakan satu ombak. Jadi, di sini kita seolah-olah melihat satu
ombak karena bahasa telah menggambarkan begitu kepada kita. Ini adalah satu
kepalsuan fakta yang disuguhkan oleh satu organisasi hidup seperti ini, dan
kita tidak sadar bahwa pandangan hidup kita telah dikungkung oleh ikatan-ikatan
yang sebenarnya dapat ditanggalkan.[6]
- Pikiran Mempengaruhi Bahasa
Ada
kemungkinan struktur bahasa dipengaruhi oleh pikiran. Sekitar 2.500 tahun yang
lalu Aristoteles beragumen bahwa kategori pikiran menentukan kategori bahasa.
Banyak alasan yang memperkuat argument tersebut, walaupun Aristoteles sendiri
tidak bisa memperlihatkan alasan-alasan tersebut. Adapun alasan yang dapat
dikemukakan antara lain, kemampuan manusia berpikir muncul lebih awal ditinjau
dari aspek evolusi dan berlangsung belakangan dari aspek perkembangannya dibandingkan
kemampuan menggunakan bahasa.
Tokoh
psikologi kognitif yang tak asing bagi manusia, yaitu Jean Piaget menyatakan
bahwa ada keterkaitan antara pikiran dan bahasa. Bahasa adalah representasi
dari pikiran. Melalui observasi yang dilakuakan oleh Piaget terhadap
perkembangan aspek kognitif anak akan mempengaruhi bahasa yang digunakannya.
Semakin tinggi aspek tersebut maka semakin tinggi bahasa yang digunakannya.
Sebelum anak-anak menggunakan bahasanya secara efektif, anak-anak
memperlihatkan kemampuan kognitif yang cukup berarti dan beragam.
Menurut
Piaget ada dua pikiran, yaitu pikiran terarah atau intelligent dan pikiran yang
tidak terarah atau autistic. Pikiran yang terarah adalah pikiran yang
menghasilkan tindakan atau ujaran yang dapat dipertanggungjawabkan dan memiliki
landasan kuat, sedangkan pikiran yang tidak terarah umumnya pikiran yang sering
menimbulkan kekeliruan atau dampak yang tidak terduga. Mungkin itu sebabnya
terjadi tergelincir lidah.[7]
- Bahasa dan Pikiran Saling Mempengaruhi
Hubungan
timbal balik antara bahasa dan pikiran dikemukakan oleh Benyamin Vygotsky,
seorang ahli semantic kebangsaan Rusia yang teorinya dikenal sebagai pembaharu
teori. Vygotsky mengatakan bahwa bahasa dan pikiran pada tahap permulaan
berkembang secara terpisah dan tidak saling mempengaruhi. Jadi, mula-mula
pikiran berkembang tanpa bahasa, dan bahasa mula-mula berkembang tanpa pikiran.
Lalu pada tahap berikutnya, keduanya bertemu dan saling bekerja sama, serta
saling mempengaruhi.
Pikiran dan
bahasa, menurut Vygotsky tidak dipotong dari satu pola. Struktur ucapan tidak
hanya mencerminkan, tetapi juga mengubahnya setelah pikiran berubah menjadi
ucapan. Karena itulah, bahasa tidak dapat dipakai oleh pikiran seperti memakai
baju yang sudah siap. Pikiran tidak hanya mencari ekspresinya dalam ucapan,
tetapi juga mendapatkan realitas dan bentuknya dalam ucapan itu. Pada tahap
lebih lanjut, yakni dalam perkembangan pikiran dan ucapan itu, tata bahasa
selalu mendahului logika (pemikiran).[8]
Dari ketiga kategori keterkaitan bahasa
dan fikiran di atas, kami penyususn makalah lebih setuju dengan kategori yang
ke tiga, karena keterkaitan tersebut masih bersifat relatif, kadang manusia
berfikir dahulu sebelum mengeluarkan kata-kata atau bahasa, dan kadang manusia
mengungkapkan bahasa dahulu kemudian berfikir.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Bahasa
artinya system lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh anggota
masyarakat untuk bekerja sama, beriteraksi dan mengidentifikasi diri. Bahasa
juga diartikan sebagai rangkaian bunyi yang mempunyai makna tertentu.
Sedangkan
pikiran berasal dari kata dasar pikir. Pikir artinya akal budi, ingatan,
angan-angan, kata dalam hati, kemudian mendapat tambahan-an menjadi kata
pikiran.
Terdapat
beberapa pengelompokan keterkaitan bahasa berdasarkan uraian para ahli, yaitu:
a.
Bahasa
Mempengaruhi Pikiran
b.
Pikiran
Mempengaruhi Bahasa
c.
Bahasa dan
Pikiran Saling Mempengaruhi.
B.
Saran
Sebagai individu yang merupakan
makhluk sosial kita harus bisa menggunakan pikiran dalam berbahasa karena
sesungguhnya ukuran seorang manusia dilihat dari kemampuannya dalam berpikir.
Berpikir tidak bisa dipisahkan dari aktivitas berbahasa. Oleh karena itu, dalam
menggunakan bahasa marilah kita berpikir secara logis dan sistematis agar
tercipta komunikasi yang tepat dan tidak salah interpretasi.
Mari kita gunakan pemahaman mengenai
konsep berpikir dan berbahasa dalam kehidupan kita sehari-hari agar dapat
menjadi manusia yang berpikir, berbahasa, dan berbudaya.