BAB
II
PEMBAHASAN
A.Langkah-langkah
mempelajari ilmu logika
a.)Pengertian.
Menurut etimology (bahasa), logika berasal
dari bahasa yunani dari kata logike, kata sifat dari logos yang berarti kata
ataupun pikiran yang benar; jadi kalau ditinjau dari segi bahasa semata-mata
maka ilmu logika adalah pengetahuan tentang berkata benar. Oleh karena itu
dalam bahasa Arab ilmu logika ini dinamakan ILMU MANTIQ, yang berarti ilmu
tentang bertutur kata yang benar.
Menurut terminology (istilah), ilmu
logika adalah pengetahuan yang sistematis sekaligus lempelajari tentang
aturan-atran atau hukum-hukum berpikir, yang dapat mengantarkan manusia pada
kebenaran berpikir.
Yang dimaksud dengan pengertian adalah
“gambaran tentang sesuatu yang kongkrit dalam batin kita, setelah diterima oleh
akal melalui pengamatan pancaindra”[1]
Pengertian merupakan bagian, unsur dari
keputusan. Sudah diketahui bahwa kegiatan akal budi yang pertama adalah
menangkap sesuatu sebagaimana adanya. Hal itu terjadi dengan mengertinya.
Mengerti berarti menangkap inti sesuatu. Inti sesuatu itu dapat dibentuk oleh
akal budi. Yang dibentuk itu adalah suatu gambaran yang ideal, atau
suatu’konsep’ tentang sesuatu. Karena itu pengertian adalah suatu gambar akal
budi yang abstrak, yang batiniah, tentang inti sesuatu.[2]
Fungsi pengertian:
1) Melatih jiwa
manusia agar dapat memperhalus jiwa fikiranya.
2) Mendidik kekuatan akal fikiran dan
memperkembangkannya yang sebaik-baiknya dengan melatih dan membiasakan
mengadakan penyelidikan-penyelidikan tentang cara berfikir.
3) Menjaga kita
supaya selalu berfikir benar.
4) Efektif dalam
berfikir ataupun berargumentasi.
5) Berfikir
sistematis sesuai aturan-aturan berfikir benar.
6) Sebagai ilmu
alat dalam mempelajari ilmu apapun, termasuk filsafat.[3]
b.) pemikiran
Pemikiran dalam bahasa inggris
disebut inference yang berarti penyimpulan. Dalam bahasa arab disebut istidlal
yang berarti pembuktian dalil. Ada juga yang menyebut penuturan. Tetapi semua
peristilahan itu memberikan batas pengertian (definisi) yang sama. Apa yang
dimaksud dengan pembicaraan-pembicaraan dalam bagian ini adalah “kegiatan
akal manusia, mencermati suatu pengetahuan yang telah ada, untuk mendapatkan
pengetahuan yang barn (lain)” .
Orang tahu sebab diberi tahu
atau karena merenungkan sesuatu. Hasil tahu seseorang dilahirkan dalam bentuk
putusan. Putusan memang merupakan awal dan akhir (tujuan) dari semua tindakan
akal manusia untuk tahu tersebut. Tindakan untuk mencapai putusan, sering kali
merupakan rentetan tindakan, dari putusan yang satu beralih pada putusan yang
lain. Malahan sering dikatakan: “berdasarkan suatu putusan, atau beberapa
putusan, memungkunkan orang sampai kepada keputusan baru, sehingga pikiran itu
seakan-akan bergerak dari satu putusan keputusan yang lain”. Oleh karna itu
orang sering menyebutkan jalan pikiran atau nalar.[4]
Fungsi pemikiran:
1. Melatih
kesanggupan akal dan menumbuhkan serta mengembangkan dengan pembiasaan membahas
metode berfikir.
2. Menempatkan
sesuatu pada tempatnya dan menyelesaikan pekerjaan pada waktunya. Jadi sangat
bertentang dengan logika, apabila membebani seseorang dengan sesuatu di luar
kesanggupannya dan menunda pekerjaan hari ini ke hari esok.
3. Membuat
seseorang mampu membedakan antara pikiran yang benar dan pikiran yang salah.
Ini merupakan manfaat yang paling asasi ilmu logika (mantik), antara urut pikir
yang benar oleh karenanya, akan menghasilkan kesimpulan yang benar dan urut
pikir yang salah yang dengan sendirinya akan menampilkan kesimpulan yang salah.
Al-Ghazali memandang ilmu logika (mantik) sangat berperan membina kebenaran
berpikir, orang yang tidak mengerti ilmu logika (mantik), pendapatnya atau
kesimpulannya yang di kemukakannya tidak bisa dipercaya.
4. Dan melatih jiwa
manusia agar dapat memperhalus pikirannya.
c.) Keputusan:
keputusan biasa juga disebut pendapat atau
pernyataan. Bahasa inggrisnya preposition. Bahasa arabnya disebut qadhiyah.
Secara
praktis,sebelum belajar ilmu logika,keputusan,pendapat atau pernyataan
tersebut,sebenarnya sudah terbentuk pada bain kita. Namun apakah
keputusan,pedapa atau pernyataan itu benar atau salah? Secara teori di luar
kesadaran kita. Disini kita akan membahasnya, bagaimana kita membuat atau
membentuk pendapat itu secara benar dan tepat. Pendapat tersebut dengan cara
menghubungkan pengertian-pengertian yang sudah kia bahas panjang lebar di muka.
Jadi
yang di maksud keputusan atau pendapat atau pernyataan adalah: tindakan
manusia dengan pikirnya,menghubung-hubungkan pengertian yang satu dengan
pengertian yang lainnya,sehingga menjadi satu kalimat yang sempurna dan telah
memiliki ketetapan hukum,artinya di dalamnya ada pengakuan atau pengingkaran
dan mengandung benar atu salah.[5]
Keputusan
adalah suatu perbuatan tertentu dari manusia. Dalam dan dengan perbuatan itu
dia mengakui atau memungkiri kesatuan atau hubungan antara hal. Juga dapat
dikatakan : keputusan adalah suatu kegiatan manusia yang tertentu. Dengan
kegiatan itu ia mempersatukan karena mengakui dan memisahkan karena memungkiri
sesuatu.[6]
Fungsi keputusan :
1. menggunakan kata atau istilah secara tepat.
2.
menghindari ambiguitas.
3.
mendapatkan rujukan arti yang jelas.
4. mempengaruhi sifat
d.) hubungan logika
dalam ilmu logika terdapat dua hubungan antara lain:
a.Hubungan Logika dengan Deduksi
Menurut Langeveld, logika itu adalah kepandaian
untuk memutuskan secara jitu. Logika mempelajari syarat-syarat yang harus
dipenuhi untuk mengambil kesimpulan secara benar; atau untuk menghasilkan
pengetahuan yang bersifat ilmiah. Unsur utama logika adalah pemikiran dan
keputusan.
Hubungan logika dan Deduktif sering disebut juga
Logika Deduktif atau penalaran deduktif. Penalaran Deduktif adalah penalaran
yang membangun atau mengevaluasi argumen deduktif. Argumen dinyatakan deduktif
dan valid hanya jika kebenaran dari kesimpulan ditarik atau merupakan
konsekunsi logis dari premis – premisnya.
Contoh :
Semua makhluk hidup
perlu makan untuk mempertahankan hidup (premis mayor) Anton adalah
seorang makhluk hidup (premis minor)Jadi,Anton perlu makan untuk mempertahankan
hidupnya (kesimpulan).
b. Hubungan
Logika dengan Induktif
Hubungan Logika dan Induktif ini sering disebut juga Logika Induktif atau
penalaran induktif. Penalaran induktif adalah penalaran yang berangkat dari
serangkaian fakta-fakta khusus untuk mencapai kesimpulan umum. Dimulai dengan
mengemukakan pernyataan – pernyataan yang mempunyai ruang lingkup yang khas dan
terbatas sebagai argumentasi dan kemudian diakhiri dengan pernyataan yang
bersifat umum
Pendapat Francis Bacon, sama dengan John S.Mill (1806-1873) yang merupakan
filsuf yang juga memperkenalkan “proses generalisasi” dengan cara induksi.
Dalam persoalan generalisasi ini, Mill sependapat dengan David Hume yang
mempersoalkan secara radikal.
Mill melihat tugas utama logika lebih dari sekedar menentukan patokan
deduksi silogistis yang tak pernah menyampaikan pengetahuan baru. Ia berharap
bahwa jasa metodenya dalam logika induktif sama besarnya dengan jasa
Aristoteles dalam logika induktif. Menurutnya, pemikiran silogistis selalu
mencakup suatu lingkaran setan (petitio), dimana kesimpulan sudah terkandung di
dalam premis, sedangkan premis itu sendiri akhirnya masih bertumpu juga pada
induksi empiris. Tugas logika menurutnya cukup luas, termasuk meliputi
ilmu-ilmu sosial dan psikologi yang memang pada masing-masing ilmu itu logika
telah diletakkan dasar-dasarnya oleh Comte dan James
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
Berdasarkan
uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian adalah gambaran tentang
sesuatu yang kongkrit dalam batin kita, setelah diterima oleh akal melalui
pengamatan pancaindra”.
Sedangkan
pemikiran adalah “kegiatan akal manusia, mencermati suatu
pengetahuan yang telah ada, untuk mendapatkan pengetahuan yang barn
(lain)” .
Sedangkan keputusan adalah Keputusan adalah
suatu perbuatan tertentu dari manusia. Dalam dan dengan perbuatan itu dia
mengakui atau memungkiri kesatuan atau hubungan antara hal.
[1] Sunardji Dahri Tiam, langkah-langkah berpikir logis, STAIN
pamekasan press, 2006, hlm 9
[2]Alex lanur ofm, logika, penerbit kanisius 1983, hlm 14
[4] Sunardji Dahri Tiam, langkah-langkah berpikir logis, STAIN
pamekasan press, 2006, hlm 40
[5] Ibid, hlm 28
[6] Alex lanur ofm, logika, penerbit kanisius 1983, hlm 26