Thursday, 2 June 2016

CONTOH MAKALAH SEJARAH PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN SERTA POKOK – POKOK PIKIRAN




MAKALAH

SEJARAH PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN
SERTA POKOK – POKOK PIKIRAN
Aliran : Ahlus Sunnah wal-jama’ah, Mu’tazilah,
 Jabariyah, Qadariyah, Syi’ah, Khawarij, Ahmadiyah
Disusun untuk memenuhi tugas “ ILMU TAUHID ”
Dosen Pengampu : KHAIRUL MUTTAQIN

 
Disusun Oleh :
Kelompok 10
Imam Bustomi   (18201503020103)
Jumaani                (18201503020116)
Kamilatun Nisa’   (18201503020118)
Lizzammah           (18201503020)
JURUSAN EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
PROGRAM STUDY PERBANKAN SYARI’AH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PAMEKASAN
2016
BABI
PENDAHULUAN

A.  Latar belakang masalah

 Sejarah timbulnya persoalan kalam dan lahirnya berbagai aliran pemikiran islam. Harun nasution mengatakan bahwa Munculnya cabang-cabang teologi di dalam islam yang terdorong oleh persoalan politik sebagaimana yang telah tejadi pertentangan antara kelompok ali dengan pengikut muawiyah.  Pemikiran-pemikiran ini muncul setelah wafatnya Rasulullah SAW. Lalu Amin Rudin, Muhaimin, Gufron ihsan dan A. Ilyas Ismail menulis tentang aliran-aliran teologi islam awal: al-Khawarij, al-Murjiah, al-Qodariyah, dan al-jabariyah. Keempat aliran ini merupakan “silklus reaksi aksi dan reaksi” .
Golongan-golongan tersebut mempunyai pemikiran yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Ada yang masih dalam koridor AI-Qur’an dan sunnah, akan tetapi ada juga yang menyimpang dari kedua sumber ajaran Islam tersebut. Ada yang berpegang pada wahyu, dan ada pula yang menempatkan akal yang berlebihan sehingga keluar dari wahyu. Dan ada juga yang menamakan dirinya sebagai ahlussunnah wal-jama’ah.  


B.     Rumusan masalah

1.      Apa perbedaan pandangan dari berbagai aliran ?
2.      Siapa Yang akan selamat dari berbagai aliran ?















BAB II

PEMBAHASAN

A.    Sejarah Ringkas Paham Ahlussunnah Wal Jama’ah

1.      Asal-Usul Ahlussunnah Wal  Jama’ah

Dalam istilah masyarakat Indonesia, aswaja merupakan singkatan dari ahlussunnah wal-jama’ah. Ada tiga tingkatan yang membentuk istilah tersebut, yaitu :
Ahl, berarti keluarga, golongan, atau pengikut.
Al-sunnah, secara bahasa barmakna al-tariqah wa law ghaira mardhiyah (jalan atau cara      wa    laupun tidak diridhai).
Al-jama’ah artinya mengumpulkan sesuatu dengan mendekatkan sebagian ke sebagian lain. Kata “jama’ah” juga berasal dari kata ijtima’(perkumpulan), yang merupakan lawan kata  tafarruq & furqah” (perceraian dan perpecahan). Jadi jama’ah adalah sekelompok orang yang berkumpul berdasarkan satu tujuan.
Secara istilah “sunnah” adalah suatu nama untuk cara yang diridhai dalam agama, yang telah di tempuh oleh Rasulullah atau yang selainya dari kalangan orang yang mengerti tentang Islam seperti para sahabat Rasulullah SAW. Hal ini berdasarkan hadis rasulullah:
عليكم بسنتي وسنتة الخلفاء الرشدين من بعدي.
“Ikutlah sunnahku dan sunnah para khulafa rasyidin setelahku”  [1]
Jadi Kaum ahlussunnah Waljama’ah ialah kaum yang menganut I’tiqad sebagai I’tiqad yang dianut oleh Nabi Muhammad SAW. dan Sahabat -Sahabat beliau.
I’tiqad Nabi dan Sahabat-Sahabat itu telah termaktub dalam Al-Qur’an dan dalam sunnah rasul secara terpencar-pencar, belum tersusun secara rapi dan teratur, kemudian di kumpulkan dan dirumuskan secara rapi oleh seorang ulama’ usuluddin yang besar, syeikh Abu Hasan ‘Ali al-Asy’ari  ( lahir di Basrah tahun 260 H-Wafat di basrah juga tahun 324 H. dalam usia 64 tahun ).
Karena itu ada orang yang memberi nama kepada kaum Ahlussunnah Wal-jama’ah dangan kaum asy’ariyah jama’ dari Asy’ari dikaitkan pada imam Abu Hasan ‘Ali al-Asy’ari tersebut.
Dalam kitab-kitab, usuluddin biasa juga dijumpai perkataan “sunny”, kependekan Ahlussunnah wal-jama’ah, orang-orangnya dinamai “sunniyun”.
Tersebut dalam kitab “ihtihaf Sadatul muttaqin”karanagan Imam Muhammad bin Muhammad al Husni az Zabidi, yaitu Kitab syarah dari kitab, “Ihya Ulumuddin “ karangan imam Ghazali , pada jilid II, pagina 6 yaitu:
اذا أطلق أهل السنة فلمرادبه الاشاعرة والما تريد ية
اتحاف سادات المتقىن. ج
Artinya:Apabila disebut Ahlussunnah Wal-Jama’ah maka maksudnya ialah orang-orang yang mengikut rumusan (paham) Asyari dan paham Abu Mansur al Maturidi.[2]

2.      Paham Ahlussunnah Wal Jamaa’ah
            I’tiqad (paham) kaum Aswaja yang merupakan ketetapan yakni :
I.                   Iman Kepada Allah SWT
II.                Iman Kepada Malaikat
III.             Iman Kepada Kitab
IV.             Iman Kepada Rasul
V.                Iman Kepada Hari Kiamat
VI.             Iman Kepada Qadha dan Qadhar.[3]
3.      Dasar- Dasar Akidah Ahlussunnah Wal-Jama’ah
Pokok-pokok keyakinan yang berkaitan dengan tauhid dan lain-lain menurut
Aswaja harus dilandasi oleh dalil dan argumentasi yang definitive( qath’I ) dari Al-Qur’an, Hadits, Ijma’ ulama, Qiyas dan argumentasi akal yang sehat.[4]

B.        Sejarah Ringkas Paham Mu’tazilah
1.      Asal-Usul Mu’tazilah
Al-Mu’tazilah berasal dari akar kata ﺍﻋﺘﺯﻞ - ﻴﻌﺘﺯﻞ yang berarti memisahkan diri atau menjauhi atau menyisihkan diri. Kata Al-Mu’tazilah atau Al-Mu’tazilin juga digunakan untuk menyebut sekelompok sahabat nabi yang menjauhkan diri dari pertikaian antara golongan pendukung Ali bin Abi Talib di satu pihak dan Muawiyah bin Abi Sufyan di pihak lain.[5] Paham ini telah tersebar dan berkuasa pada masa-masa Khalifah( Ma’mun bin Harun Rasyid, Al-Mu’tashim bin Harun Rasyid, dan Al-Watsiq bin Al-Mu’tashim sekitar abad ke tiga, empat, dan lima hijriah. Pendiri dari paham ini yakni Wasil bin ‘Atha’. Sebab pendiriannya karena tidak sesuai dengan pendapat gurunya, lalu keluar dari majelis gurunya dan kemudian mengadakan majelis lain di suatu pojok dari Masjid basrah itu. Ada pula yang mengatakan mereka dinamai Mu’tasilah karena mengasingkan diri dari masyarakat dan siasah(politik).[6]

1.       Paham Mu’tazilah

Aliran Mu’tazilah itu terpecah menjadi beberapa kelompok atau golongan tetapi
masih tetap tergabung dalam lima pokok ajaran mereka yaitu :

I.                   Al-Tauhid ( peng-esaan ) ialah dasar islam yang paling utama bahwa Tuhan itu esa, tidak ada yang menyamainya, bukan benda dan orang.
II.                Al-Adlu ( keadilan ) ialah meletakkan tanggung jawab manusia atas segala perbuatan. Mu’tazilah menafsirkan keadilan bahwa manusia dalam segala perbuatannya mempunyai kebebasan.
III.             Al-Wa’du Wal Wa’id ( janji dan ancaman ). Mu’tazilah berkeyakinan bahwa janji Tuhan akan memberikan pahala dan ancamannya pasti dilaksanakan karena Tuhan sudah menjanjikan demikian. Tidak ada pengampunan terhadap dosa besar tanpa taubat.
IV.             Al-Manzilatu bainal manzilatain ( tempat diantara dua tempat ) bahwa orang yang berbuat dosa besar selain syirik, tidak mumin dan tidak pula kafir tetapi fasik.
V.                Amar Ma’ruf Nahi Mungkar ( perintah kebaikan dan larangan kejahatan ),  prinsip ini lebih banyak berhubungan dengan taklif dalam lapangan fiqh daripada Tauhid.[7]



C.    Sejarah Ringkas Paham Al-Jabariyah

1.      Asal Usul Al-Jabaryiah
Al-Jabariyah berasal dari kata jabara,  berarti memaksa atau terpaksa. Menurut Al-Syahrastani, al-jabr bererti meniadakan perbuatan manusia dalam arti yang sesungguhnya dan menyandarkan perbuatan itu pada Tuhan.[8] Menurut paham ini, manusia tidak kuasa atas sesuatu. Paham ini ditimbulkan untuk pertama kalinya oleh Ja’ad bin Dirham. Akan tetapi yang menyebarluaskan adalah Jahm bin Shafwan.[9]


1.      Paham Al-Jabariyah
I.                   Tidak Ada usaha dan ikhtiar manusia
Paham ini berpaham bahwa manusia itu”majbur”(terpaksa) dalam gerak geriknya, seperti bulu ayam diudara yang dipermainkan angina tau kayu dalam laut yang dipermainkan oleh ombak. Manusia tidak mempunyai daya, upaya, ikhyiar. Sekalian hasil perbuatan manusia dijadikan oleh Tuhan, bukan oleh manusia. Celakanya paham ini berpaham bahwa tiada dosa kalau memperbuat kejahatan  kerena yang memperbuat itu pada hakikatnya adalah Tuhan.[10]
II.                Iman Dalam Hati Saja
Kaum Jabariyah berfatwa bahwa iman itu cukup kalau sudah mengakui dalam hati saja, walaupun tidak diikrarkan dengan lisan.[11]                     


D.    Sejarah Ringkas Paham Qadariyah
1.      Asal-Usul Qadariyah
Dari segi bahasa kata Qadariyah berasl dari akar kata
            Sedang menurut istilah Qadariyah adalah suatu kaum yang tidak mengakui adanya qadar
            Bagi Tuhan. Mereka menyatakan bahwa tiap-tiap hamba Tuhan adalah pencipta bagi
            Segala perbuatannya, dia dapat berbuat sesuatu atau meninggalkannya atas kehendaknya
            Sendiri. Orang pertama yang memperkenalkan paham ini dalam kalangan orang Islam
            Adalah Susan. Dia pendududuk Irak, beragama Nasrani yang masuk Islam kemudian
            Berbalik Nasrani lagi. Dari orang inilah untuk pertama kalinya Ma’bad bin Khalif
            Al-Juhani Al-Basri dan Ghailan Al-Dimasyqi memperoleh paham tersebut. Dari
            Penjelasan tersebut, kiranya dapat dikatakan bahwa lahirnya paham Qadariyah
            Dipengaruhi oleh paham bebas yang berkembang di kalangan pemeluk agama Masehi
            (Nestoris).[12]
2.      Paham Qadariyah
I.                   Adanya Usaha dan Ikhtiar
Paha mini beri’tiqad bahwa perbuatan manusia diciptakan oleh manusia sendiri dengan qodrat yang telah diberikan Tuhan kepadanya sedari mereka lahir ke dunia.

E.     Sejarah Ringkas Paham Syi’ah
1.      Asal Usul Syi’ah
Arti syi’ah dalam bahasa Arab berarti pengikut. Syi’ah Ali berarti” pengikut Ali “
Menurut istilah “ kaum syi’ah” ialah kaum yang beri’itiqad bahwa Saidina Ali adalah orang yang berhak menjadi khalifah pengganti Nabi, karena Nabi berwasiat bahwa pengganti Nabi adalah Saidina Ali. Dan Khalifah yang ke tiga( Abu Bakar, Umar, Utsman ) adalah Khalifah yang tidak sah, perampok – yang berdosa, karena mengambil pangkat dari Ali
2.      Paham Syi’ah
I.                   Khalifah yang syah hanya Saidina Ali
II.                Percaya kepada Iman termasuk rukun iman

F.     Sejarah Ringkas Paham Khawarij
1.      Asal Usul Khawarij
Nama Khawarij berasal dari kata kharaja yang berarti keluar. Nama ini dilekatkan pihak lain kepada mereka karena mereka keluar dari pasukan Ali. Pemicunya seolah-olah tak lepas dari suatu peristiwa yakni perang Shiffin anatara kelompok Ali dengan kelomok Muawwiyah yang pada akhirnya kelompok Ali menang. Pihak Muawwiyah mengajukan tahkim. Permintaan ini membuat kubu Ali retak antara kelompok yang setuju dan kelompok yang tidak setuju. Namun dengan segala keikhlasan dan kejujurannya, Ali menyetujuinya. Sikap ini membuat kelompok yang tak setuju keluar dari barisan Ali dan kemudian disebut sebagai kelompok Khawarij. Mereka menuduh Ali tidak tidak menyelesaikan masalah berdasarkan hokum Allah yang terdapat di dalam Al-Qur;an. Karena itu Ali dicap sebagai kafir, sesuai dengan ayat Al-Qur’an, surah Al-Maidah(5):44 :
          ومن لم يحكم بما انزل الله فاولءك هم اكافرون
Dari ayat inilah mereka menggunakan semboya لا حكم الا الله( tiada hokum kecuali dari Allah )[13]           
2.      Pahan Khawarij
I.                   Cap” kafir”.  Suatu keistimewaan I’tiqad kaum khawarij ialah lekas-lekas menuduh kafir bagi orang yang tidak suka mengikutinya. Kaum Khawarij memfatwakan bahwa sekalian orang yang membantahnya adalah kafir  yang halal darahnya, halal hartanya dan halal anak istrinya.
II.                Ibadat = Iman. Khawarij berpendapat bahwa yang dikatakan iman itu bukan pengakuan dalam hati dan ucapan dengan lisan saja, tetapi amal ibadat menjadi rukun iman pula. Barangsiapa yang tidak mengerjakan sembahyang, puasa, zakat, dan lain lain maka orang itu kafir. Singkatnya sekalian orang mukmin yang berbuat dosa, baik besar maupun kecil, maka orang itu kafir, wajib diperangi dan boleh dibunuh, boleh dirampas hartanya.
III.             Orang sakit dan Orang Tua. Khawarij memfatwakan bahwa orang orang sakit atau orang yang sudah tua yang tidak ikut perang sabil maka orang itu menjadi kafir, wajib dibunuh.
IV.             Dosa Kecil dan Dosa Besar. Sekalian dosa adalah besar, tidak ada yang namanya dosa kecil atau dosa besar. Dan lain lain


G.    Sejarah Ringkas Paham Ahmadiyah
1.      Asal Usul Ahmadiyah
Ahmadiyah merupakan sebuah kelompok yang sangat fanatic kepada Mirza Ghulam Ahmad Al-Qadiyani. Ia lahir di Qadiniyan, India, pada 1281 H.[14]
1.      Paham Ahmadiyah
I.                    Mirza Gulam Ahmad Nabi paling akhir
II.                 Mirza Gulam Ahmad adalah Isa Al Masih yang dijanjikan itu
III.               Syari’at islam belum sempurna tetapi disempurnakan olehnya





























BAB III
PENUTUP

A.   Kesimpulan
               Dari pembahasan mengenai Sejarah ringkas paham beberapa aliran, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.     Perbedaan antar aliran

I.                  Perbuatan Manusia
Aliran
Daya
Perbuatan
Kehendak
Aswaja
Tuhan(efektif)
Tuhan(sebenarnya)
Manusia(ikhtiyar)
Tuhan
Al-Mu’tazilah
Manusia
Manusia
Manusia
Jabariyah
Tuhan
Tuhan
Tuhan
Qadariyah
Manusia
Manusia
Manusia




         
II.               Iman Dan Kufur
Aliran
Iman
Kufur
Aswaja


Al-Mu’tazilah


Khawarij


Jabariyah



III.           Khilafah
Aliran
Khilafah yang syah
Aswaja
Khulafa Rasyidin ( 4 khalifah)
Syiah
Ali bin Abi Thalib
Khawarij
Abu Bakar dan Umar bin Affan
         
IV.           Dan masih banyak lagi perbedaan-perbedaan antara berbagai aliran yang mempertahankan idiologi golongannya sendiri dan menyerang golongan lawannya.
2.     Aliran yang akan selamat

            Dari kitab Thabrani, bahwa Nabi bersabda : Demi Tuhan yang memegang jiwa Muhammad ditangannya, akan berfirqah ummatku sebanyak 73 firqah yang satu masuk surge dan yang lainnya masuk neraka.
Bertanya para sahabat : “ siapakah firqah ( yang tidak masuk neraka ) itu yya Rasullulah ?” Nabi menjawab : “Ahlussunnah Wal Jama’ah”. ( Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Thabrani ).
            Dari Hadits tersebut sudah jelas bahwasanya yang akan selamat hanya satu aliran yakni aliran Ahlussunnah Wal Jama’ah.

B.     SARAN
Kami mengharapkan kritik dan Saran yang bersifat membangun, supaya dalam penulisan makalah kami selanjutnya bisa dievaluasi. Hendaklah dalam pembuatan makalah perbanyaklah Referensi buku karena semakin banyak maka hasilnya semakin baik dan bisa dijadikan tolak ukur kedepannya.

















DFTAR PUSTAKA

1.      Abbas Siradjuddin. I’tiqad Ahlussunnah Wal-Jama’ah. Jakarta: Pustaka Tarbiyah Baru, 2008.
2.      Mahmud Latief. Ilmu Kalam. Pamekasan: Stain Pamekasan Press, 2006.
3.      Navis Abdurrahman dkk. Risalah Ahlussunnah Wal-Jama’ah. Surabaya: Khalista, 2012.
4.      Nurdin Amin dan Afifi Fausi Abbas. Sejarah Pemikiran Islam. Jakarta: Amzah, 2014.



[1] Abdurrahman Navis dkk,  Risalah Ahlussunnah Wal-Jama’ah ( Surabaya: Khalista, 2012),hal.3
[2]  Sirdjuddin Abbas, I’tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah ( Jakarta : Pustaka Tarbiyah Baru, 2008 ), hal 3
[3] Ibid, hal 27
[4]  Abdurrahman Navis dkk, Risalah Ahlussunnah Wal-Jama’ah ( Surabaya : Khalista, 22012 ), hal 19
[5]  Amin Nurdin dkk, Sejarah pemikiran Islam ( Jakarta : Amzah, 2014 ), hal 53
[6]  Siradjuddin  Abbas, I’tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah ( Jakarta : Pustaka Tarbiyah Baru, 2008 ), hal 190 - 192
[7]  Latief Mahmud , Ilmu Kalam ( Pamekasan :  Stain Pamekasan Press, 2006 ), hal 42 - 45
[8]  Amin Nurdin dkk, Sejarah pemikiran Islam ( Jakarta : Amzah, 2014 ), hal 41
[9]  Ibid, hal 45
[10]  Siradjuddin Abbas, I’tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah ( Jakarta : Pustaka Tarbiyah Baru, 2008 ), hal 278
[11] Ibid, hal 282
[12]  Amin Nurdin dkk, Sejarah Pemikiran Islam (  Jakarta : Amzah, 2014 ), hal 32 - 33
[13]  Amin Nurdin dkk, Sejarah Pemikiran Islam ( Jakarta : Amzah, 2014 ), hal 13
[14]  Abdurrahman Navis dkk, Risalah Ahlussunnah Wal-Jama’ah ( Surabaya : Khalista, 2012), hal 137