Tuesday, 18 October 2016

PENGERTIAN KEDAULATAN NEGARA, MACAM-MACAM KEDAULATAN NEGARA DAN TEORI KEDAULATAN NEGARA


PENGERTIAN KEDAULATAN NEGARA, MACAM-MACAM KEDAULATAN NEGARA DAN TEORI KEDAULATAN NEGARA

Makalah
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Hukum Tata Negara
Yang Dibimbing Oleh Bapak Sulaisi












Disusun Oleh:

IMAM HANAFI 


PRODI  AL-AHWAL AL-SYAKHSIYYAH (AHS)
JURUSAN SYARI’AH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PAMEKASAN
2016

 

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Swt., yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga makalah ini dapat di selesaikan dengan baik. Selawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan umat Islam Nabi Muhammad Saw, beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya.
Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen yang bersangkutan yang telah memberikan kesempatan waktu untuk penyelesaian makalah ini dan dengan limpahan rahmat dan karunia Allah, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah pada mata kuliah Hukum Tata Negara yang berjudul “Pengertian Kedaulatan Negara, Macam-macam Kedaulatan Negara dan Teori Kedaulatan Negara” guna untuk memenuhi tugas pada mata kuliah tersebut.
Penulis menyadari bahwa makalah ini tidak terlepas dari kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis menerima masukan, koreksi dan saran yang dapat digunakan untuk perbaikan di masa mendatang.
Akhirnya, semoga dengan adanya makalah ini dapat memberikan sedikit ilmu pengetahuan yang bermanfaat dan dapat menambah pengetahuan kita yang sudah ada sebelumnya. Amin.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Pamekasan, 11 September  2016


Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB    I     PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang................................................................................... 1
B.     Rumusan Masalah.............................................................................. 1
C.     Tujuan................................................................................................ 1

BAB   II    PEMBAHASAN
A.    Pengertian Kedaulatan Negara ......................................................... 2
B.     Macam-macam Kedaulatan Negara................................................... 3
C.     Teori tentang Kedaulatan Negara …….............................................4

BAB  III   PENUTUP
A.    Kesimpulan........................................................................................ 9
B.     Saran.................................................................................................. 9

DAFTAR PUSTAKA



DAFTAR PUSTAKA


Christine dan  Kansil, HUKUM TATA NEGARA REPUBLIK INDONESIA, Jakarta: Rineka Cipta, 2008.

Kelsen Hans, TEORI UMUM TENTANG HUKUM DAN NEGARA, Bandung: Nusa Media dan Nuansa, 2006.

Salim, Perkembangan Teori Dalam Ilmu Hukum, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2012.
Winarno dan Supardi, Pendidikan Kewarganegaraan, Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2012.





BAB I
PENDAHULUAN

a.      Latar belakang
Dalam hidup berbangsa dan bernegara, perlu dijaga keutuhan Negara, perlu dijaga keutuhan Negara tersebut agar nantinya menjadi bangsa yang kuat dan tidak tercerai berai. Hidup dalam suatu Negara memanglah tidak bisa semuanya sendiri. Kita hidup di suatu Negara harus berdampingan dengan orang lain. Selain itu, suatu Negara juga mempunyai pemerintahan yang diatur oleh pemerintah yang memegang kekuasaan. Dalam mengatur negara, pemerintah pun tidak boleh semaunya sendiri, pemerintah mempunyai pegangan yakni tata hukum yang menjadi pedoman Negara tersebut. Syarat berdirinya suatu Negara yakni adanya Kedaulatan Negara.

b.      Rumusan masalah
1.      Apa Pengertian Kedaulatan Negara?
2.      Apa saja Macam-macam Kedaulatan Negara?
3.      Bagaimana Teori tentang Kedaulatan Negara?

c.       Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian Kedaulatan Negara
2.      Untuk mengetahui macam-macam kedaulatan Negara
3.      Untuk mengetahui Teori Kedaulatan Negara



BAB II
PEMBAHASAN


A.    Pengertian Kedaulatan Negara

Istilah Kedaulatan berasal dari bahasa Inggris, yaitu sovereignty theory (Inggris), sedangkan dalam bahasa Belanda disebut dengan souvereiniteit theorie. Ada dua pengertian kedaulatan, yaitu kedaulatan dalam arti sempit dan dalam arti luas. Kedaulatan dalam arti sempit adalah kekuasaan tertinggi suatu negara.  Sementara itu, kedaulatan dalam arti luas adalah has khusus untuk menjalankan kewengangan tertinggi atas suatu wilayah atau suatu kemlompok orang, sepertinya suatu negara atau daerah tertentu. Istilah kedaulatan dalam bahasa Indonesia adalah kekuaasaan atau dinasti pemerintahan. Kedaulatan umumnya dijalankan oleh pemerintah atau lembaga politik sebuah Negara.[1]
Pengertian kedaulatan dikemukakan oleh Jean Bodin. Ia mengartikan kedaulatan adalah:
“kekuasaan mutlak dan abadi dari sebuah republik,” dan sebuah republik merupakan sebuah “pemerintahan yang dilandaskan pada hukum alam” dan merupakan salah satu dari beberapa bentuk kekuasaan yang memiliki kesamaan.
Soehino memberikan penafsiran terhadap pandangan Jean Bodin tentang kedaulatan. Kedaulatan adalah: “kekuasaan tertinggi untuk menentukan hukum dalam suatu Negara, yang sifatnya tunggal asli, abadi dan tidak dapat dibagi-bagi” (Soehino, 2004: 156).[2]
Kekuasaan tertinngi adalah kemampuan seseorang atau segolongan orang untuk mengubah berbagai tabiat atau sikap dalam suatu kebiasaan, menurut keinginannya, dan untuk mencegah perubahan-perubahan tabiat atau sikap yang tidak menjadi keinginannya dalam suatu kebiasaan. Sifat kekuasaan itu adalah:
1.      Tunggal yaitu bahwa hanya Negara yang memiliki kekuasaan. Jadi, di dalam Negara itu tidak ada kekuasaan lainnya lagi yang berhak menentukan atau membuat undang-undang atau hukum.
2.      Asli yaitu bahwa kekuasaan itu tidak berasal dari kekuasaan lain. Jadi tidak diturunkan atau diberikan oleh kekuasaan lain. Misalnya, pemerintah provinsi atau kota praja tidak mempunyai kedaulatan karena kekuasaan yang ada padanya tidak asli, diperoleh dari pusat.
3.      Abadi adalah bahwa yang mempunyai kekuasaan tertinggi atau kedaulatan itu adalah Negara dan adanya Negara itu abadi (selama-lamanya).
4.      Tidak dapat dibagi-bagi adalah bahwa kedaulatan itu tidak dapat diserahkan kepada orang atau badan lain, baik sebagian maupun seluruhnya.
Istilah Negara merupakan terjemahan kata-kata asing, yaitu staat (bahasa Belanda), state (bahasa Inggris) atau etat (bahasa Prancis). Istilah staat (state, etat) berasal dari bahasa Latin, yaitu status atau statum yang berate menaruh dalam keadaan berdiri, membuat berdiri, menempatkan.
Negara menurut asal usul kata berasal dari bahasa Sanskerta, yaitu nagari atau Negara, yang berarti kota.[3]
Menurut J.H.A. Logeman, pengertian Kedaulatan Negara adalah kekuasaan mutlak atau kekuasaan tertinggi atas penduduk dan wilayah bumi beserta isinya yang dipunyai oleh suatu system Negara nasional yang berdaulat.
Pengertian Kedaulatan Negara dalam arti kenegaraan adalah kekuasaan penuh dan tertinggi dalam suatu Negara untuk mengatur seluruh wilayahnya tanpa campur tangan dari pemerintah Negara lain.[4]

B.     MACAM-MACAM KEDAULATAN NEGARA
1.      Political Sovereignty dan Legal sovereignty
Di inggris yang memiliki legal sovereignty, adalah “the house of commons”, sedangkan yang mempunyai political sovereignty adalah rakyat inggris. Jadi political sovereignty mempunyai tingkat yang lebih tinggi dari pada legal sovereignty. Pada umumnya yang disebut dengan istilah sovereignty (berdaulat) ialah legal sovereignty.
2.      Internal dan External sovereignty
Legal sovereignty adalah sovereignty yang internal dan mempunyai sifat absolut universal dan indivisibility (tidak dapat dibagi). Sedangkan eksternal menjadi terbatas oleh tata hukum di Negara itu sendiri, yaitu dengan adanya cita-cita Negara hukum yang demokratis yang timbul sejak revolusi Prancis.
3.      The Jure and the Facto Sovereignty
Perbedaan ini biasanya terbatas pada bidang pemerintahan dan bukan Negara. Pengakuan the facto atas suatu pemerintahan, berarti pengakuan adanya pemerintahan itu. Dengan pengakuan ini sudah dapat diadakan hubungan dengan Negara yang mengakuinya, tetapi masih terbatas. Pengakuan the jure ialah pengakuan sahnya suatu pemerintahan. Dengan pengakuan ini dapat dilakukan hubungan-hubungan internasional biasa.[5]
Hans Kelsen menyebutkan dalam bukunya sebagai berikut:
1.      Kedaulatan sebagai Kualitas suatu Tatanan Normatif
Konsekuensi terpenting dari teori yang lahir dari pengutamaan hukum nasional adalah bahwa Negara yang tatanan hukumnya merupakan titik awal dari seluruh konstruksi dapat dianggap berdaulat.
 Pernyataan bahwa kedaulatan adalah satu kualitas penting dari Negara tersebut merupakan satu kekuasaan tertinggi. “Kekuasaan” biasanya didefinisikan sebagai hak atau kekuasaan untuk menerbitkan perintah-perintah yang memaksa. Kekuatan nyata untuk memaksa pihak lain untuk melakukan perbuatan tertentu tidak cukup untuk menunjukkan suatu kekuasaan.
Dengan demikian kekuasaan sebenarnya merupakan karakteristik dari suatu tatanan normatif. Hanya tatanan normatif yang merupakan suatu kekuasaan yang “berdaulat”, atau tertinggi, landasan akhir bagi validitas norma-norma yang diterbitkan oleh orang berwenang sebagai “perintah” dan orang-orang lain diwajibkan untuk mematuhinya.
Negara dalam kapasitasnya sebagai kekuasaan hukum harus sama dengan tatanan hukum nasional. Bahwa Negara itu berdaulat berarti bahwa tatanan hukum nasional marupakan satu tatanan yang diatasnya tidak ada tatanan yang lebih tinggi.[6]
2.      Kedaulatan sebagai Kualitas Ekslusif dari Satu Tatanan Semata
Jika fenomena hukum ditafsirkan menurut hipotesis pengutamaan hukum nasional, maka hanya satu tatanan hukum nasional, dan oleh sebab itu, hanya satu Negara, yang dianggap berdaulat. Namun demikian, hukum internasional, menurut hipotesis dasar, hanya berlaku karena hukum internasional ini diakui oleh Negara yang disebut pertama “berdaulat” karena tatanan hukum internasional dipandang sebagai bagian dan oleh sebab itu lebih rendah dari tatanan hukumnya. Kedaulatan satu Negara meniadakan kedaulatan setiap Negara lain.[7]

C.    TEORI KEDAULATAN NEGARA
Teori yang mengkaji dan menganalisis tentang kekuasaan tertinggi dalam suatu Negara digolongkan menjadi keempat teori meliputi:
1.      Teori kedaulatan tuhan
2.      Teori kedaulatan hukum
3.      Teori kedaulatan rakyat
4.      Dan teori kedaulatan Negara sendiri
1.      Teori kedaulatan tuhan
Teori kedaulatan tuhan berkembang pada Zaman abad pertengahan, yaitu antara abad V sampai abad XV. Perkembangan teori kedaulatah tuhan sangat erat hubungannya dengan perkembangan agama baru yang timbul pada saat itu, yaitu agama Kristen, yang kemudian dikelola oleh suatu organisasi keagamaan, yaitu gereja yang dikepalai oleh paus. Teori kedaulatan tuhan berpendapat bahwa: “yang memiliki kekuasaan tertinggi ada pada tuhan. Para raja dan penguasa lainnya merupakan wakil tuhan”


Kekurangan teori kedaulatan tuhan adalah sebagai berikut:
1.      Apabila orang yang diyakini wakil tuhan didunia ini melakukan kedzaliman (tidak adil), rakyat yang didzalimiakan sengsara. Kesengsaraan adalah sebuah perkara yang salah dan harus diberantas. Dalam islam memang diajarkan untuk melawan kedzaliman karena kedzaliman itu dilarang di dalam islam.
2.      Dikhawatirkan keluhan rakyat tidak bias sampai pada pemimpin, seperti kemungkinan seorang rakyat itu terlalu menghormati sehingga tidak berani melaporkan keluhannya karena takut kualat.
Teori kedaulatan tuhan masih dipraktikan di Italia. Kekuasaan didalam penyelenggaraan Negara atau persoalan-persoalan yang berkaitan dengan ekonomi, politik, hukum dilaksanakan oleh pemerintah, sedangkan yang berkaitan keagamaan dilaksanakan oleh paus.[8]
2.      Teori kedaulatan hukum
Istilah kedaulatan hukum berasala dari terjemahan bahasa inggris, yaitu sovereigniti law theory. Teori kedaulatan hukum dikembangkan oleh Krabbe. Ajaran Krabbe ini muncul sebagai reaksi terhadap teori kedaulatan Negara. Dalam ajaran kedaulatan Negara, hukum didudukkan lebih rendah dari pada Negara. Artinya bahwa “negara” tidak tunduk pada hukum karena hukum diartikan sebagai perintah-perintah dari Negara itu sendiri (bentuk imperatif dari suatu norma).
Krabbe mengemukakan pandangan tentang teori kedaulatan Negara. Krabbe berpendapat bahwa: “yang memiliki kekuasaan tertinggi dalam suatu Negara itu dalah hukum itu sendiri. Oleh karena itu, baik raja atau penguasa maupun rakyat atau warga Negara, bahwa Negara itu terdiri, semuanya tunduk pada hukum. Semua sikap, tingkah laku, dan perbuatannya harus sesuai atau menurut hukum. Jadi, kesimpulan bahwa yang berdaulat adalah hukum”
Apabila kita mengacu pada teori ini, yang mempunyai kekuasaan tertinggi dalam Negara adalah hukum. Pada dasarnya, hukum yang terdapat dalam suatu Negara dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu hukum tertulis dan hukum tidak tertulis. Huku tertulis merupakan hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan, sementara hukum tidak tertulis merupakan hukum yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Krabbe berpendapat bahwa yang menjadi sumber hukum dalam penyelenggaraan pemerintah adalah rasa hukum yang terdapat di dalam masyarakat itu sendiri. Rasa hukum itu dalam bentuk yang masih sederhana atau primitif atau yang tingkatannya masih lebih rendah disebut insting hukum.  Dan dalam bentuk yang lebih luas atau dalam tingkat yang lebih tinggi disebut kesadaran hukum.[9]

3.      Teori kedaulatan rakyat
Teori kedaulatan rakyat dikemukakan oleh J.J.Rousseu dan Immanuel Kant. J.J.Rousseu mengemukakan pendapatnya tentang teori kadaulatan rakyat. Ia berpendapat sebagai berikut: “kedaulatan rakyat itu pada prinsipnya merupakan cara atau sistem mengenai pemecahan sesuatu soal menurut cara atau sistem tertentu yang memenuhi kehendak umum. Jadi, kehendak umum hanyalah khayalan saja yang bersifat abstrak  dan kedaulatan itu adalah kehendak umum”[10]
J.J.Rousseu memfokuskan kedaulatan rakyat pada kehendak umum. Kehendak umum yang dimaksud disini adalah kesatuan yang dibentuk individu dan yang mempunyai kehendak. Kehendak individu-individu diperoleh melalui perjanjian masyarakat. Sementara Immanuel Kant juga mengemukakan pendapatnya tentang teori kedaulatan rakyat. Ia berpendapat bahwa:
“tujuan Negara adalah menegakkan hukum dan menjamin kebebasan warga negaranya. Dalam pengertian kebebasan disini adalah kebebasan dalam batas-batas perundang-undangan, sedangkan yang membuat undang-undang adalah rakyat sendiri. Undang-undang merupakan penjelmaan kemauan atau kehendak rakyat. Jadi rakyatlah yang mewakili kekuasaan tertinggi atau kedaulatan”
Fokus pandangan Immanuel Kant bahwa kekuasaan yang tertinggi dalam suatu Negara adalah rakyat. Rakyatlah nantinya yang akan membuat undang-undang. Kedaulatan rakyat mempunyai makna:
1.      Kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat
2.      Kekuasaan pemerintah berasal dari rakyat
3.      Pemerintah atau penguasa bertanggung jawab kepada rakyat dan bekerja untuk kesejahteraan rakyat.
Teori kedaulatan rakyat juga terdapat kelebihan dan kekurangan. Kelebihan teori kedaulatan rakyat disajikan berikut ini:
1.      Rakyat dapat memberitahukan kepada pemerintah keluhan-keluhan yang dirasakan.
2.      Rakyat mampu menentukan siapa pemimpin yang dia inginkan. Dengan ini semua inspirasi rakyat dapat tertampung sebagai proses menuju kesejahteraan.
3.      Kedzaliman dapat diberantas karena yang memiliki kekuasaan tertinggi adalah rakyat.[11]
Jadi, jika pemimpin ingin melakukan kedzaliman, pemimpin tersebut dapet dilengserkan.

Kekurangan teori kedaulatan rakyat sebagai berikut:
1.      Dengan adanya pucuk kekuasaan diserahkan kepada rakyat, dikhawatirkan sulit untuk memerintah. Contohnya apabila terjadi perang dengan Negara jiran, dan seumpama rakyat di Negara tersebut menolak untuk berjuang dan memilih untuk mengungsi, kedaulatan Negara tersebut akan dirampas oleh kekuasaan lain. Ini merupakan salah satu penghinaan terhadap Negara yang berdaulat karena pemerintah tidak berkuasa untuk mengumpulkan kekuasaan yang dimilikinya demi membrantas kedzaliman dari pihak luar.
2.      Kalau rakyat yang memiliki kekuasaan tersebut, sedangkan mereka bukanlah orang-orang yang benar mengerti secara dalam tentang ilmu politik dan filsafat, lalu mereka menghendaki sebuah kebijakan yang sebenarnya secara realita akan menjelaskan kemakmuran Negara, pemerintah yang memrintah pasti kesulitan untuk memberi kebijakan yang terbaik untuknya. Ini dibuktikan pada Negara-negara yang melakukan sistem demokrasi bebas yang rakyatnya masih banyak tidak memiliki pendidikan yang cukup untuk berpikir lebih jauh tentang kemaslahatan negaranya, contohnya adalah Indonesia dan Negara Asia Tenggara lainnya.
3.      Apabila rakyat secara mayoritas ingin melegalkan sesuatu yang dianggap negatif (seperti pornografi, prostitusi, narkoba, dan atheisme), pemerintah tidak dapat menghalangi ini. Dengan ini, Negara akan menjurus kepada kesesatan yang membawa kepada negatif moral etika dan moral kepercayaan. Dalam permasalahan ini sangat berbahaya karena akan membawa Negara menjadi tidak stabil dari segi moral. Tanpa moral Negara akan terjerumus pada kriminalitas.
Walaupun teori kedaulatan rakyat terdapat kekurangan, kebanyakan Negara di dunia mengikuti teori kedaulatan rakyat dalam penyelenggaraan Negara. Hal ini disebabkan karena rakyatlah yang mempunyai kekuasaan tertinggi didalam penyelenggaraan Negara.[12]
4.      Teori Kedaulatan Negara
Teori kedaulatan Negara dikembangkan oleh Jean Bodin dan George Jellinek. Jean Bodin berpendapat sebagai berikut: “kedaulatan pada Negara. Negaralah yang menciptakan hukum, jadi segala sesuatu harus tunduk pada Negara. Negara disini dianggap sebagai suatu keutuhan yang menciptakan peraturan hukum, jadi adanya hukum itu karena adanya Negara, dan tidak ada satu hukum pun yang berlaku jika tidak dikehendaki oleh negara”
George Jellineck mengemukakan pendapatnya tentang teori kedaulatan Negara. Ia berpendapat sebagai berikut: “hukum merupakan penjelmaan kehendak atau kemauan Negara. Jadi, negaralah yang menciptakan hukum, Negara dianggap satu-satunya sumber hukum, dan negaralah yang memiliki kekuasaan tertinggi atau kedaulatan. Dan di luar Negara tidak ada satu organ pun yang berwenang menetapkan hukum”[13]
Hans Kelsen juga mengemukakan pendapatnya tentang teori kedaulatan Negara. Ia berpendapat bahwa: “hukum itu tidak lain dari pada kemauan Negara (wille des staates). Orang taat kepada hukum karena ia merasa wajib menaatinya sebagai perintah negara”
Teori kedaulatan Negara memusatkan perhatiannya pada Negara sebagai pemegang kekuasaan tertinggi. Ada dua karakter kekuasaan Negara, yaitu:
1.      Kekuasaan absolut merupakan kekuasaan Negara yang meliputi segala segi kehidupan masyarakat sehingga warga Negara itu tidak lagi mempunyai kepribadian.
2.      Bersifat terbatas merupakan kekuasaan yang dimiliki Negara hanya berkaitan dengan aspek tertentu dari Negara.[14]





BAB III
PENUTUP

a.      Kesimpulan
Kedaulatan Negara adalah kekuasaan mutlak atau kekuasaan tertinggi atas penduduk dan wilayah bumi beserta isinya yang dipunyai oleh suatu system Negara nasional yang berdaulat. Pengertian Kedaulatan Negara dalam arti kenegaraan adalah kekuasaan penuh dan tertinggi dalam suatu Negara untuk mengatur seluruh wilayahnya tanpa campur tangan dari pemerintah Negara lain.
Macam-macam kedaulatan Negara meliputi: Political Sovereignty dan Legal sovereignty, Internal dan External sovereignty, The Jure and the Facto Sovereignty.
Teori yang mengkaji dan menganalisis tentang kekuasaan tertinggi dalam suatu Negara digolongkan menjadi keempat teori meliputi: Teori kedaulatan tuhan, Teori kedaulatan hokum, Teori kedaulatan rakyat dan teori kedaulatan Negara sendiri.

b.      Saran
Demikian makalah ini kami buat, apabila ada hal-hal yang kurang tepat, baik dari penulisan, susunan kalimat, maupun isi, kami harap untuk diberikan koreksi kepada kami demi kabaikan makalah selanjutnya.




[1] Salim, Perkembangan Teori Dalam Ilmu Hukum (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2012), hlm. 127
[2] Ibid, hlm. 127-128
[3] Winarno dan Supardi, Pendidikan Kewarganegaraan (Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2012 ), hlm.7
[5] Christine dan  Kansil, HUKUM TATA NEGARA REPUBLIK INDONESIA (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), hlm.78-79
[6] Hans Kelsen, TEORI UMUM TENTANG HUKUM DAN NEGARA (Bandung: Nusa Media dan Nuansa, 2006), hlm. 539-540
[7] Ibid, hlm. 541-542
[8] Salim, Perkembangan Teori Dalam Ilmu Hukum (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2012), hlm. 129-131
[9] Ibid, hlm. 134-135
[10] Salim, Perkembangan Teori Dalam Ilmu Hukum (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2012), hlm. 132
[11] Ibid, hlm. 132-133

[12] Salim, Perkembangan Teori Dalam Ilmu Hukum (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2012), hlm. 133-134
[13]Salim, Perkembangan Teori Dalam Ilmu Hukum (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2012), hlm. 131
[14] Ibid, hlm. 131-132