PENGERTIAN
KEDAULATAN NEGARA, MACAM-MACAM KEDAULATAN NEGARA DAN TEORI KEDAULATAN NEGARA
Makalah
Disusun Untuk Memenuhi Tugas
Matakuliah Hukum Tata Negara
Yang Dibimbing Oleh Bapak Sulaisi
Disusun Oleh:
IMAM HANAFI
PRODI AL-AHWAL AL-SYAKHSIYYAH (AHS)
JURUSAN SYARI’AH
SEKOLAH TINGGI AGAMA
ISLAM NEGERI (STAIN)
PAMEKASAN
2016
KATA
PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu’alaikum
Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji
dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Swt., yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya, sehingga makalah ini dapat di selesaikan dengan baik. Selawat
serta salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan umat Islam Nabi Muhammad
Saw, beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya.
Penulis
juga mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen yang bersangkutan yang telah
memberikan kesempatan waktu untuk penyelesaian makalah ini dan dengan limpahan
rahmat dan karunia Allah, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah pada
mata kuliah Hukum Tata
Negara yang berjudul “Pengertian Kedaulatan Negara, Macam-macam Kedaulatan
Negara dan Teori Kedaulatan Negara”
guna untuk memenuhi tugas pada mata kuliah tersebut.
Penulis menyadari bahwa makalah ini tidak terlepas dari kekurangan
dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati
penulis menerima masukan, koreksi dan saran yang dapat digunakan untuk
perbaikan di masa mendatang.
Akhirnya, semoga dengan adanya makalah ini dapat memberikan sedikit
ilmu pengetahuan yang bermanfaat dan dapat menambah pengetahuan kita yang sudah
ada sebelumnya. Amin.
Wassalamu’alaikum
Warahmatullahi Wabarakatuh
Pamekasan,
11 September 2016
Penulis
DAFTAR
ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah.............................................................................. 1
C.
Tujuan................................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Kedaulatan Negara ......................................................... 2
B.
Macam-macam Kedaulatan
Negara................................................... 3
C.
Teori
tentang Kedaulatan Negara …….............................................4
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................................ 9
B. Saran.................................................................................................. 9
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
Christine
dan Kansil, HUKUM TATA NEGARA REPUBLIK INDONESIA, Jakarta:
Rineka Cipta, 2008.
Kelsen Hans,
TEORI UMUM TENTANG HUKUM DAN NEGARA, Bandung:
Nusa Media dan Nuansa, 2006.
Salim,
Perkembangan Teori Dalam Ilmu Hukum, Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 2012.
Winarno
dan Supardi, Pendidikan Kewarganegaraan, Solo:
Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2012.
http://www.pengertianpakar.com/2015/08/pengertian-kedaulatan-negara-dan-pembahasannya.html diakses
tanggal 04 oktober 2016
BAB
I
PENDAHULUAN
a.
Latar
belakang
Dalam
hidup berbangsa dan bernegara, perlu dijaga keutuhan Negara, perlu dijaga keutuhan
Negara tersebut agar nantinya menjadi bangsa yang kuat dan tidak tercerai
berai. Hidup dalam suatu Negara memanglah tidak bisa semuanya sendiri. Kita hidup
di suatu Negara harus berdampingan dengan orang lain. Selain itu, suatu Negara
juga mempunyai pemerintahan yang diatur oleh pemerintah yang memegang
kekuasaan. Dalam mengatur negara, pemerintah pun tidak boleh semaunya sendiri,
pemerintah mempunyai pegangan yakni tata hukum yang menjadi pedoman Negara
tersebut. Syarat berdirinya suatu Negara yakni adanya Kedaulatan Negara.
b.
Rumusan
masalah
1. Apa
Pengertian Kedaulatan Negara?
2. Apa
saja Macam-macam Kedaulatan Negara?
3. Bagaimana
Teori tentang Kedaulatan Negara?
c.
Tujuan
1. Untuk
mengetahui pengertian Kedaulatan Negara
2. Untuk
mengetahui macam-macam kedaulatan Negara
3. Untuk
mengetahui Teori Kedaulatan Negara
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Kedaulatan Negara
Istilah
Kedaulatan berasal dari bahasa Inggris, yaitu sovereignty theory (Inggris), sedangkan dalam bahasa Belanda
disebut dengan souvereiniteit theorie.
Ada dua pengertian kedaulatan, yaitu kedaulatan dalam arti sempit dan dalam
arti luas. Kedaulatan dalam arti sempit adalah kekuasaan tertinggi suatu
negara. Sementara itu, kedaulatan dalam
arti luas adalah has khusus untuk menjalankan kewengangan tertinggi atas suatu
wilayah atau suatu kemlompok orang, sepertinya suatu negara atau daerah tertentu.
Istilah kedaulatan dalam bahasa Indonesia adalah kekuaasaan atau dinasti
pemerintahan. Kedaulatan umumnya dijalankan oleh pemerintah atau lembaga
politik sebuah Negara.[1]
Pengertian
kedaulatan dikemukakan oleh Jean Bodin. Ia mengartikan kedaulatan adalah:
“kekuasaan
mutlak dan abadi dari sebuah republik,” dan sebuah republik merupakan sebuah
“pemerintahan yang dilandaskan pada hukum alam” dan merupakan salah satu dari
beberapa bentuk kekuasaan yang memiliki kesamaan.
Soehino
memberikan penafsiran terhadap pandangan Jean Bodin tentang kedaulatan.
Kedaulatan adalah: “kekuasaan tertinggi untuk menentukan hukum dalam suatu
Negara, yang sifatnya tunggal asli, abadi dan tidak dapat dibagi-bagi”
(Soehino, 2004: 156).[2]
Kekuasaan
tertinngi adalah kemampuan seseorang atau segolongan orang untuk mengubah
berbagai tabiat atau sikap dalam suatu kebiasaan, menurut keinginannya, dan
untuk mencegah perubahan-perubahan tabiat atau sikap yang tidak menjadi
keinginannya dalam suatu kebiasaan. Sifat kekuasaan itu adalah:
1. Tunggal
yaitu bahwa hanya Negara yang memiliki kekuasaan. Jadi, di dalam Negara itu
tidak ada kekuasaan lainnya lagi yang berhak menentukan atau membuat
undang-undang atau hukum.
2. Asli
yaitu bahwa kekuasaan itu tidak berasal dari kekuasaan lain. Jadi tidak
diturunkan atau diberikan oleh kekuasaan lain. Misalnya, pemerintah provinsi
atau kota praja tidak mempunyai kedaulatan karena kekuasaan yang ada padanya
tidak asli, diperoleh dari pusat.
3. Abadi
adalah bahwa yang mempunyai kekuasaan tertinggi atau kedaulatan itu adalah
Negara dan adanya Negara itu abadi (selama-lamanya).
4. Tidak
dapat dibagi-bagi adalah bahwa kedaulatan itu tidak dapat diserahkan kepada
orang atau badan lain, baik sebagian maupun seluruhnya.
Istilah
Negara merupakan terjemahan kata-kata asing, yaitu staat (bahasa Belanda), state
(bahasa Inggris) atau etat
(bahasa Prancis). Istilah staat (state, etat) berasal dari bahasa Latin,
yaitu status atau statum yang berate
menaruh dalam keadaan berdiri, membuat berdiri, menempatkan.
Negara
menurut asal usul kata berasal dari bahasa Sanskerta, yaitu nagari atau Negara,
yang berarti kota.[3]
Menurut
J.H.A. Logeman, pengertian Kedaulatan Negara adalah kekuasaan mutlak atau
kekuasaan tertinggi atas penduduk dan wilayah bumi beserta isinya yang dipunyai
oleh suatu system Negara nasional yang berdaulat.
Pengertian
Kedaulatan Negara dalam arti kenegaraan adalah kekuasaan penuh dan tertinggi
dalam suatu Negara untuk mengatur seluruh wilayahnya tanpa campur tangan dari
pemerintah Negara lain.[4]
B. MACAM-MACAM KEDAULATAN NEGARA
1. Political Sovereignty dan Legal
sovereignty
Di
inggris yang memiliki legal sovereignty,
adalah “the house of commons”,
sedangkan yang mempunyai political
sovereignty adalah rakyat inggris. Jadi political
sovereignty mempunyai tingkat yang lebih tinggi dari pada legal sovereignty. Pada umumnya yang
disebut dengan istilah sovereignty (berdaulat)
ialah legal sovereignty.
2. Internal dan External sovereignty
Legal sovereignty adalah
sovereignty yang internal dan
mempunyai sifat absolut universal dan indivisibility
(tidak dapat dibagi). Sedangkan eksternal menjadi terbatas oleh tata hukum
di Negara itu sendiri, yaitu dengan adanya cita-cita Negara hukum yang
demokratis yang timbul sejak revolusi Prancis.
3. The Jure and the Facto Sovereignty
Perbedaan
ini biasanya terbatas pada bidang pemerintahan dan bukan Negara. Pengakuan the facto atas suatu pemerintahan,
berarti pengakuan adanya pemerintahan itu. Dengan pengakuan ini sudah dapat
diadakan hubungan dengan Negara yang mengakuinya, tetapi masih terbatas.
Pengakuan the jure ialah pengakuan
sahnya suatu pemerintahan. Dengan pengakuan ini dapat dilakukan
hubungan-hubungan internasional biasa.[5]
Hans
Kelsen menyebutkan dalam bukunya sebagai berikut:
1. Kedaulatan
sebagai Kualitas suatu Tatanan Normatif
Konsekuensi
terpenting dari teori yang lahir dari pengutamaan hukum nasional adalah bahwa
Negara yang tatanan hukumnya merupakan titik awal dari seluruh konstruksi dapat
dianggap berdaulat.
Pernyataan bahwa kedaulatan adalah satu
kualitas penting dari Negara tersebut merupakan satu kekuasaan tertinggi.
“Kekuasaan” biasanya didefinisikan sebagai hak atau kekuasaan untuk menerbitkan
perintah-perintah yang memaksa. Kekuatan nyata untuk memaksa pihak lain untuk
melakukan perbuatan tertentu tidak cukup untuk menunjukkan suatu kekuasaan.
Dengan
demikian kekuasaan sebenarnya merupakan karakteristik dari suatu tatanan
normatif. Hanya tatanan normatif yang merupakan suatu kekuasaan yang
“berdaulat”, atau tertinggi, landasan akhir bagi validitas norma-norma yang
diterbitkan oleh orang berwenang sebagai “perintah” dan orang-orang lain
diwajibkan untuk mematuhinya.
Negara
dalam kapasitasnya sebagai kekuasaan hukum harus sama dengan tatanan hukum
nasional. Bahwa Negara itu berdaulat berarti bahwa tatanan hukum nasional
marupakan satu tatanan yang diatasnya tidak ada tatanan yang lebih tinggi.[6]
2. Kedaulatan
sebagai Kualitas Ekslusif dari Satu Tatanan Semata
Jika fenomena hukum ditafsirkan menurut
hipotesis pengutamaan hukum nasional, maka hanya satu tatanan hukum nasional,
dan oleh sebab itu, hanya satu Negara, yang dianggap berdaulat. Namun demikian,
hukum internasional, menurut hipotesis dasar, hanya berlaku karena hukum
internasional ini diakui oleh Negara yang disebut pertama “berdaulat” karena
tatanan hukum internasional dipandang sebagai bagian dan oleh sebab itu lebih
rendah dari tatanan hukumnya. Kedaulatan satu Negara meniadakan kedaulatan
setiap Negara lain.[7]
C.
TEORI
KEDAULATAN NEGARA
Teori
yang mengkaji dan menganalisis tentang kekuasaan tertinggi dalam suatu Negara
digolongkan menjadi keempat teori meliputi:
1. Teori
kedaulatan tuhan
2. Teori
kedaulatan hukum
3. Teori
kedaulatan rakyat
4. Dan
teori kedaulatan Negara sendiri
1. Teori
kedaulatan tuhan
Teori kedaulatan tuhan berkembang
pada Zaman abad pertengahan, yaitu antara abad V sampai abad XV. Perkembangan
teori kedaulatah tuhan sangat erat hubungannya dengan perkembangan agama baru
yang timbul pada saat itu, yaitu agama Kristen, yang kemudian dikelola oleh
suatu organisasi keagamaan, yaitu gereja yang dikepalai oleh paus. Teori
kedaulatan tuhan berpendapat bahwa: “yang memiliki kekuasaan tertinggi ada pada
tuhan. Para raja dan penguasa lainnya merupakan wakil tuhan”
Kekurangan teori
kedaulatan tuhan adalah sebagai berikut:
1. Apabila
orang yang diyakini wakil tuhan didunia ini melakukan kedzaliman (tidak adil),
rakyat yang didzalimiakan sengsara. Kesengsaraan adalah sebuah perkara yang
salah dan harus diberantas. Dalam islam memang diajarkan untuk melawan
kedzaliman karena kedzaliman itu dilarang di dalam islam.
2. Dikhawatirkan
keluhan rakyat tidak bias sampai pada pemimpin, seperti kemungkinan seorang
rakyat itu terlalu menghormati sehingga tidak berani melaporkan keluhannya
karena takut kualat.
Teori
kedaulatan tuhan masih dipraktikan di Italia. Kekuasaan didalam penyelenggaraan
Negara atau persoalan-persoalan yang berkaitan dengan ekonomi, politik, hukum
dilaksanakan oleh pemerintah, sedangkan yang berkaitan keagamaan dilaksanakan
oleh paus.[8]
2.
Teori kedaulatan hukum
Istilah
kedaulatan hukum berasala dari terjemahan bahasa inggris, yaitu sovereigniti law theory. Teori
kedaulatan hukum dikembangkan oleh Krabbe. Ajaran Krabbe ini muncul sebagai
reaksi terhadap teori kedaulatan Negara. Dalam ajaran kedaulatan Negara, hukum
didudukkan lebih rendah dari pada Negara. Artinya bahwa “negara” tidak tunduk
pada hukum karena hukum diartikan sebagai perintah-perintah dari Negara itu
sendiri (bentuk imperatif dari suatu norma).
Krabbe
mengemukakan pandangan tentang teori kedaulatan Negara. Krabbe berpendapat
bahwa: “yang memiliki kekuasaan tertinggi dalam suatu Negara itu dalah hukum
itu sendiri. Oleh karena itu, baik raja atau penguasa maupun rakyat atau warga
Negara, bahwa Negara itu terdiri, semuanya tunduk pada hukum. Semua sikap,
tingkah laku, dan perbuatannya harus sesuai atau menurut hukum. Jadi,
kesimpulan bahwa yang berdaulat adalah hukum”
Apabila
kita mengacu pada teori ini, yang mempunyai kekuasaan tertinggi dalam Negara
adalah hukum. Pada dasarnya, hukum yang terdapat dalam suatu Negara dapat
digolongkan menjadi dua macam, yaitu hukum tertulis dan hukum tidak tertulis.
Huku tertulis merupakan hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan,
sementara hukum tidak tertulis merupakan hukum yang hidup dan berkembang dalam
masyarakat. Krabbe berpendapat bahwa yang menjadi sumber hukum dalam
penyelenggaraan pemerintah adalah rasa hukum yang terdapat di dalam masyarakat
itu sendiri. Rasa hukum itu dalam bentuk yang masih sederhana atau primitif
atau yang tingkatannya masih lebih rendah disebut insting hukum. Dan dalam bentuk yang lebih luas atau dalam
tingkat yang lebih tinggi disebut kesadaran hukum.[9]
3.
Teori kedaulatan rakyat
Teori
kedaulatan rakyat dikemukakan oleh J.J.Rousseu dan Immanuel Kant. J.J.Rousseu
mengemukakan pendapatnya tentang teori kadaulatan rakyat. Ia berpendapat
sebagai berikut: “kedaulatan rakyat itu pada prinsipnya merupakan cara atau
sistem mengenai pemecahan sesuatu soal menurut cara atau sistem tertentu yang
memenuhi kehendak umum. Jadi, kehendak umum hanyalah khayalan saja yang
bersifat abstrak dan kedaulatan itu
adalah kehendak umum”[10]
J.J.Rousseu
memfokuskan kedaulatan rakyat pada kehendak umum. Kehendak umum yang dimaksud
disini adalah kesatuan yang dibentuk individu dan yang mempunyai kehendak.
Kehendak individu-individu diperoleh melalui perjanjian masyarakat. Sementara
Immanuel Kant juga mengemukakan pendapatnya tentang teori kedaulatan rakyat. Ia
berpendapat bahwa:
“tujuan
Negara adalah menegakkan hukum dan menjamin kebebasan warga negaranya. Dalam
pengertian kebebasan disini adalah kebebasan dalam batas-batas
perundang-undangan, sedangkan yang membuat undang-undang adalah rakyat sendiri.
Undang-undang merupakan penjelmaan kemauan atau kehendak rakyat. Jadi rakyatlah
yang mewakili kekuasaan tertinggi atau kedaulatan”
Fokus
pandangan Immanuel Kant bahwa kekuasaan yang tertinggi dalam suatu Negara
adalah rakyat. Rakyatlah nantinya yang akan membuat undang-undang. Kedaulatan
rakyat mempunyai makna:
1. Kekuasaan
tertinggi berada di tangan rakyat
2. Kekuasaan
pemerintah berasal dari rakyat
3. Pemerintah
atau penguasa bertanggung jawab kepada rakyat dan bekerja untuk kesejahteraan
rakyat.
Teori
kedaulatan rakyat juga terdapat kelebihan dan kekurangan. Kelebihan teori
kedaulatan rakyat disajikan berikut ini:
1. Rakyat
dapat memberitahukan kepada pemerintah keluhan-keluhan yang dirasakan.
2. Rakyat
mampu menentukan siapa pemimpin yang dia inginkan. Dengan ini semua inspirasi
rakyat dapat tertampung sebagai proses menuju kesejahteraan.
3. Kedzaliman
dapat diberantas karena yang memiliki kekuasaan tertinggi adalah rakyat.[11]
Jadi,
jika pemimpin ingin melakukan kedzaliman, pemimpin tersebut dapet dilengserkan.
Kekurangan
teori kedaulatan rakyat sebagai berikut:
1. Dengan
adanya pucuk kekuasaan diserahkan kepada rakyat, dikhawatirkan sulit untuk
memerintah. Contohnya apabila terjadi perang dengan Negara jiran, dan seumpama
rakyat di Negara tersebut menolak untuk berjuang dan memilih untuk mengungsi,
kedaulatan Negara tersebut akan dirampas oleh kekuasaan lain. Ini merupakan
salah satu penghinaan terhadap Negara yang berdaulat karena pemerintah tidak
berkuasa untuk mengumpulkan kekuasaan yang dimilikinya demi membrantas
kedzaliman dari pihak luar.
2. Kalau
rakyat yang memiliki kekuasaan tersebut, sedangkan mereka bukanlah orang-orang
yang benar mengerti secara dalam tentang ilmu politik dan filsafat, lalu mereka
menghendaki sebuah kebijakan yang sebenarnya secara realita akan menjelaskan
kemakmuran Negara, pemerintah yang memrintah pasti kesulitan untuk memberi
kebijakan yang terbaik untuknya. Ini dibuktikan pada Negara-negara yang
melakukan sistem demokrasi bebas yang rakyatnya masih banyak tidak memiliki
pendidikan yang cukup untuk berpikir lebih jauh tentang kemaslahatan negaranya,
contohnya adalah Indonesia dan Negara Asia Tenggara lainnya.
3. Apabila
rakyat secara mayoritas ingin melegalkan sesuatu yang dianggap negatif (seperti
pornografi, prostitusi, narkoba, dan atheisme), pemerintah tidak dapat
menghalangi ini. Dengan ini, Negara akan menjurus kepada kesesatan yang membawa
kepada negatif moral etika dan moral kepercayaan. Dalam permasalahan ini sangat
berbahaya karena akan membawa Negara menjadi tidak stabil dari segi moral.
Tanpa moral Negara akan terjerumus pada kriminalitas.
Walaupun
teori kedaulatan rakyat terdapat kekurangan, kebanyakan Negara di dunia
mengikuti teori kedaulatan rakyat dalam penyelenggaraan Negara. Hal ini
disebabkan karena rakyatlah yang mempunyai kekuasaan tertinggi didalam
penyelenggaraan Negara.[12]
4. Teori
Kedaulatan Negara
Teori
kedaulatan Negara dikembangkan oleh Jean Bodin dan George Jellinek. Jean Bodin
berpendapat sebagai berikut: “kedaulatan pada Negara. Negaralah yang
menciptakan hukum, jadi segala sesuatu harus tunduk pada Negara. Negara disini
dianggap sebagai suatu keutuhan yang menciptakan peraturan hukum, jadi adanya hukum
itu karena adanya Negara, dan tidak ada satu hukum pun yang berlaku jika tidak
dikehendaki oleh negara”
George
Jellineck mengemukakan pendapatnya tentang teori kedaulatan Negara. Ia
berpendapat sebagai berikut: “hukum merupakan penjelmaan kehendak atau kemauan
Negara. Jadi, negaralah yang menciptakan hukum, Negara dianggap satu-satunya
sumber hukum, dan negaralah yang memiliki kekuasaan tertinggi atau kedaulatan.
Dan di luar Negara tidak ada satu organ pun yang berwenang menetapkan hukum”[13]
Hans
Kelsen juga mengemukakan pendapatnya tentang teori kedaulatan Negara. Ia
berpendapat bahwa: “hukum itu tidak lain dari pada kemauan Negara (wille des staates). Orang taat kepada hukum
karena ia merasa wajib menaatinya sebagai perintah negara”
Teori
kedaulatan Negara memusatkan perhatiannya pada Negara sebagai pemegang
kekuasaan tertinggi. Ada dua karakter kekuasaan Negara, yaitu:
1. Kekuasaan
absolut merupakan kekuasaan Negara yang meliputi segala segi kehidupan
masyarakat sehingga warga Negara itu tidak lagi mempunyai kepribadian.
2. Bersifat
terbatas merupakan kekuasaan yang dimiliki Negara hanya berkaitan dengan aspek
tertentu dari Negara.[14]
BAB III
PENUTUP
a.
Kesimpulan
Kedaulatan Negara
adalah kekuasaan mutlak atau kekuasaan tertinggi atas penduduk dan wilayah bumi
beserta isinya yang dipunyai oleh suatu system Negara nasional yang berdaulat. Pengertian
Kedaulatan Negara dalam arti kenegaraan adalah kekuasaan penuh dan tertinggi
dalam suatu Negara untuk mengatur seluruh wilayahnya tanpa campur tangan dari
pemerintah Negara lain.
Macam-macam kedaulatan
Negara meliputi: Political Sovereignty
dan Legal sovereignty, Internal dan External sovereignty, The Jure and the
Facto Sovereignty.
Teori yang mengkaji dan
menganalisis tentang kekuasaan tertinggi dalam suatu Negara digolongkan menjadi
keempat teori meliputi: Teori kedaulatan tuhan, Teori kedaulatan hokum, Teori
kedaulatan rakyat dan teori kedaulatan Negara sendiri.
b.
Saran
Demikian
makalah ini kami buat, apabila ada hal-hal yang kurang tepat, baik dari
penulisan, susunan kalimat, maupun isi, kami harap untuk diberikan koreksi
kepada kami demi kabaikan makalah selanjutnya.
[1] Salim, Perkembangan Teori Dalam Ilmu Hukum (Jakarta: RajaGrafindo Persada,
2012), hlm. 127
[2] Ibid, hlm. 127-128
[3] Winarno dan Supardi, Pendidikan Kewarganegaraan (Solo: Tiga
Serangkai Pustaka Mandiri, 2012 ), hlm.7
[4] http://www.pengertianpakar.com/2015/08/pengertian-kedaulatan-negara-dan-pembahasannya.html diakses tanggal 04 oktober 2016
[5] Christine dan Kansil, HUKUM
TATA NEGARA REPUBLIK INDONESIA (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), hlm.78-79
[6] Hans Kelsen, TEORI UMUM TENTANG HUKUM DAN NEGARA
(Bandung: Nusa Media dan Nuansa, 2006), hlm. 539-540
[8] Salim, Perkembangan Teori Dalam Ilmu Hukum (Jakarta: RajaGrafindo Persada,
2012), hlm. 129-131
[9] Ibid, hlm. 134-135
[10] Salim, Perkembangan Teori Dalam Ilmu Hukum (Jakarta: RajaGrafindo Persada,
2012), hlm. 132
[11] Ibid, hlm. 132-133
[12] Salim, Perkembangan Teori Dalam Ilmu Hukum (Jakarta: RajaGrafindo Persada,
2012), hlm. 133-134
[13]Salim, Perkembangan Teori Dalam Ilmu Hukum (Jakarta: RajaGrafindo Persada,
2012), hlm. 131