Sunday 24 June 2018

PROSIDING TEMU ILMIAH X IKATAN PSIKOLOGI PERKEMBANGAN INDONESIA




PROSIDING TEMU ILMIAH X IKATAN PSIKOLOGI PERKEMBANGAN INDONESIA

Peran Psikologi Perkembangan dalam Penumbuhan Humanitas pada Era Digital 22-24 Agustus 2017, Hotel Grasia, Semarang


Art therapy bagi anak slow learner


Ag. Krisna Indah Marheni1
1Program Studi Bimbingan dan Konseling, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
1ienagustine@gmail.com



Abstrak. Anak slow learner merupakan anak yang mengalami lamban belajar, lamban terampil, dan lamban mamahami suatu informasi yang diperoleh atau ditangkapnya. Akibat kekurangan maupun kelebihan yang dimilikinya, anak mengalami hambatan dalam belajar, bersosialisasi dengan lingkungan sekitar, maupun dalam pengelolaan emosi yang mengakibatkan dampak-dampak tertentu. Penggunaan art therapy menjadi salah satu teknik kreatif membantu proses belajar dan bersosialisasi yang disukai oleh anak karena menarik dan menyenangkan. Art therapy merupakan kegiatan pembuatan ekpresi seni diri pribadi, baik secara audio, visual, audio-visul dan kinestetik yang dapat membantu meningkatkan keterampilan belajar, emosi dan sosial. Fokus paparan artikel ini adalah penggunaan media art therapy bagi anak slow learner seperti; kinetic sand, game, clay, buku ceritera. Media art therapy tersebut dapat digunakan oleh orangtua dalam membimbingan anak. Tujuan dari penulisan artikel ini adalah memperkenalkan kepada orangtua tentang penggunaan Art therapy bagi anak slow learner agar dapat membantu mengatasi permasalahan belajar dan sosialisasi anak dengan menggunakan media-media tersebut.

Kata kunci: Art therapy, slow learner, kinetic sand, game, clay, buku ceritera




Pendahuluan

Anak menjadi harta yang sangat berharga bagi setiap orangtua. Anaklah yang meneruskan kelangsungan sejarah hidup, kualitas dan keberlangsungan masa depan keluarga. Anak juga menjadi individu yang akan meneruskan pembangunan dan kemajuan suatu bangsa. Oleh karenanya, anak perlu didampingi disetiap tumbuh dan kembangnya, agar secara optimal mampu menjadi indivdiu yang memiliki masa depan baik, berkarakter dan berkepribadian yang baik pula. Namun tidak semua anak dilahirkan dengan kesempurnaan yang sama. Anak yang terlahir normal, seringkali dianggap anak yang sempurna. Anak yang dilahirkan dengan kebutuhan khusus, sering kali dianggap tidak sempurna. Hal ini yang membuat perkembangan anak tidak dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi dan kapasitas yang dimilikinya.

Memfasilitasi anak dengan memberikan kesempatan dan media yang relevan bagi anak untuk terus berlatih, tumbuh dan berkembang, merupakan cara yang dapat dilakukan oleh orangtua untuk mendukung keberlangsungan masa depan anak dan keluarga. Keluarga menjadi lingkungan utama dan pertama dikenal oleh anak. Dikeluargalah anak mendapat pengaruh bagi pertumbuhan dan perkembangannya. Maka, tidak dapat dipungkiri bahwa keluarga mempunyai peranan yang sangat kompleks, tidak terbatas sebagai penerus keturunan namun lebih pada penentu kualitas masa depan.

Seperti hal nya keluarga dengan anak yang mengamali slow learner, perlu memberikan pola pengasuhan yang memadai bagi proses perkembangan anak baik aspek akademi, emosi, fisik, maupun moral-sosial. Anak slow learner merupakan anak yang mengalami lamban belajar, lamban terampil, dan lamban mamahami suatu informasi yang diperoleh atau ditangkapnya. Akibat kekurangannya, seringkali keluarga terlebih Orangtua menganggap anak tersebut tidak memiliki kelebihan. Adanya hambatan yang dimiliki anak, membuat anak mengalami hambatan dalam belajar, bersosialisasi dengan lingkungan sekitar, maupun dalam pengelolaan emosi yang mengakibatkan dampak-dampak tertentu. Oleh sebab itu, Orangtua perlu memiliki kesadaran dan pengetahuan atas kondisi anak slow learner, dengan demikian orangtua diharapkan mampu memiliki pola

154

ISBN: 978-602-1145-49-4

PROSIDING TEMU ILMIAH X IKATAN PSIKOLOGI PERKEMBANGAN INDONESIA

Peran Psikologi Perkembangan dalam Penumbuhan Humanitas pada Era Digital 22-24 Agustus 2017, Hotel Grasia, Semarang


pengasuhan dan pendampingan yang tepat. Pola asuh dan bimbingan yang sesuai dengan kondisi masing-masing anak, menjadi modal bagi anak untuk dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Pendampingan yang baik akan membantu anak dalam memahami materi belajar disekolahnya, mengontrol dan mengekspresikan emosinya, berinteraksi dengan oranglain sesuai dengan norma sosial.

Penggunaan art therapy menjadi salah satu teknik kreatif membantu proses belajar dan bersosialisasi yang disukai oleh anak karena menarik dan menyenangkan. Art therapy merupakan kegiatan pembuatan ekpresi seni diri pribadi, baik secara audio, visual, audio-visul dan kinestetik yang dapat membantu meningkatkan keterampilan belajar, emosi dan sosial. Oleh sebab itu, penggunaan media art therapy bagi anak slow learner seperti; kinetic sand, game, clay, buku ceritera perlu dikenal dan dipahami oleh Orangtua agar dapat diterapkan dalam mendampingi anak yang slow learner. Media art therapy tersebut dapat digunakan oleh orangtua dalam membimbingan anak baik bidang akademi, maupun perkembangan kepribadianya. Tujuan dari penulisan artikel ini adalah memperkenalkan kepada orangtua tentang penggunaan Art therapy bagi anak slow learner agar dapat membantu mengatasi permasalahan belajar dan sosialisasi anak dengan menggunakan media-media tersebut.

Diskusi

A.  Hakikat Anak Slow Learner

1. Pengertian Anak Slow Learner

Slow Learner sering digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai kemampuan kognitif di bawah rata-rata atau lamban belajar. Anak slow learner memiliki prestasi belajar di bawah rata-rata dari anak normal pada umumnya. Kondisi tersebut dapat terjadi disalah satu bidang akademik atau diseluruh bidang akademik. Anak lamban belajar memiliki tingkat IQ antara 70-90. Penggolongan slow learner didasarkan apabila anak tidak berhasil mencapai tingkat penguasaan suatu objek belajar yang diperlukan sebagai syarat memahami objek belajar pada tingkat berikutnya. Oleh karenanya, anak slow learner membutuhkan waktu dan intensitas berlatih yang lebih banyak untuk mengulang materi pelajaran tersebut agar mendapatkan hasil yang sesuai dengan standar atau lebih optimal. Hal ini seperti yang dikemukakan Borah (2013) bahwa anak slow learner memiliki kemampuan kognitif di bawah rata-rata, namun tidak bisa disebut dengan cacat. Hal ini dikarenakan Slow learner adalah normal tetapi memiliki masalah tidak tertarik belajar di bawah sistem pendidikan yang diterima. Kecerdasan anak slow learner berada di bawah kecerdasan rata-rata dan berada di atas kecerdasan anak tuna grahita, dengan demikian anak lamban belajar juga sering disebut dengan borderline atau ambang batas (Mumpuniarti, 2007).

Anak slow learner secara fisik dan pergaulan tidak menunjukan perbedaan dengan anak normal pada umumnya. Hal ini membuat pihak sekolah terkadang tidak cermat bahwa di sekolahnya terdapat anak yang membutuhkan pendampingan yang khusus, yaitu membutuhkan proses yang lenih lama dan metode yang lebih sederhana dan variatif. Anak slow learner banyak memerlukan bimbingan dan pendampingan yang lebih, agar dapat mengikuti pelajaran dengan optimal sesuai dengan tingkat kemampuannya. Oleh sebab itu, Anak slow learner perlu diberikan pendampingan atau penanganan khusus agar dapat mengikuti pelajaran seperti anak lainnya.

Berdasarkan paparan di atas, dapat dipahami bahwa slow learner merupakan kondisi di mana anak mengalami kelambanan dalam kemampuan kognitifnya dan berada di bawah rata-rata anak normal, oleh sebab itu anak slow learner membutuhkan waktu yang lebih lama dan intensitas belajar atau berlatih yang lebih banyak untuk memahami atau menguasai materi pelajaran dan atau latihan tertentu.

2. Karakteristik Slow Learner atau Lamban Belajar



155

ISBN: 978-602-1145-49-4

PROSIDING TEMU ILMIAH X IKATAN PSIKOLOGI PERKEMBANGAN INDONESIA

Peran Psikologi Perkembangan dalam Penumbuhan Humanitas pada Era Digital 22-24 Agustus 2017, Hotel Grasia, Semarang


Secara umum anak slow learner hampir sama dengan anak-anak normal pada umumnya. Anak slow learner selain lamban dalam memahami materi juga lamban dalam merespon imtruksi. Anak slow learner bahkan tidak mampu memahami perintah yang kompleks atau multiple step instructions. Karakteristik anak slow learner dapat dikelompokkan menjadi beberapa aspek yaitu: aspek kognitif, aspek bahasa, aspek fisik, aspek emosi, dan aspek moral sosial.

a.      Aspek kognitif; berkaitan dengan keterbatasan kapasitas kognitif,memori atau daya ingat rendah, gangguan dan kurang konsentrasi, ketidakmampuan mengungkapkan ide. Anak slow learner mengalami kesulitan hampir pada semua pelajaran, sehingga membutuhkan pendampingan pribadi maupun metode belajar untuk membantu memahami materi pelajaran. Maka, anak slow learner perlu penjelasan dengan menggunakan berbagai metode yang menarik dan mudah dipahami, serta harus dilakukan berulang-ulang agar materi pelajaran atau latihan dapat dipahami dengan baik. Tingkat kemampuan yang demikian, mempengarui kemampuann anak dalam berfikir secara abstrak, sehingga mereka lebih senang membicarakan hal yang bersifat konkrit. Anak slow learner kesulitan untuk memecahkan masalah meskipun masalahnya sederhana. Hal ini karena kemampuan berfikir anak yang rendah dan ingatan mereka tidak mampu bertahan lama (Yusuf, 2003).

b.     Bahasa atau Komunikasi; Keterbatasanya kognitif di atas mengakibatkan anak slow learner menjadi kesulitan dalam berkomunikasi dengan oranglain. Anak slow learner akan lebih mudah memahami sesuatu dengan bahasa yang sangat konkrit, hal ini akan menjadi permasalahan dalam berkomunikasi dengan oranglain yang telah memasuki tahap perkembangan kognitif berfikir secara abstrak. Keterbatasan anak dalam memahami informasi yang bersifat abstrak, mengakibatkan anak memiliki kemampuan berbahasa yang sangat terbatas. Kosa kata yang dimiliki dan dipahami oleh anak slow learner sangat sederhana dan terbatas (Borah, 2013).

c.      Aspek Fisik; Rumini (1980) menjelaskan bahwa keadaan fisik anak slow learner sama seperti anak-anak normal pada umumnya. Secara fisik anak slow learner tidak menunjukan keanehan. Namun bila dilihat dari perkembangan motoriknya, anak slow learner terlihat lebih lamban. Perkembangan motorik yang lamban menyebabkan anak lamban belajar dan memiliki keterampilan yang rendah. Oleh sebab itu, anak slow learner seringkali mengalami kesulitan dalam koordinasi motorik ketika menggunakan pensil atau berolahraga.

d.     Aspek Emosi; Tsanley & Gulliford (1977) mengungkapkan bahwa anak slow learner seringkali nampak memiliki kendali emosi yang rendah. Anak seringkali mudah merasakan emosi negatif ketika apa yang menjadi keinginan dan ego-nya tidak terpenuhi dengan segera. Anak slow leaner cenderung sensitif, mudah marah dan terkadang hingga meledak-ledak. Anak juga cepat patah semangat apabila mereka merasa tertekan atau melakukan suatu kesalahan. Namun, hal ini bukans emata-mata karena anak slow learner selalu memiliki kontrol emosi yang rendah. Bisa jadi, anak dengan slow learner hanya mengalami kesulitan dalam mengekspresikan emosinya. Ekspresi emosi anak slow learner sangat halus namun mereka tetap memiliki kebutuhan dasar emosi layaknya anak normal, seperti kebutuhan rasa aman, kebutuhan memberi dan menerima kasih sayang, kebutuhan diterima oleh orang lain, pengakuan dan harga diri, kebutuhan kemandirian, tanggung jawab, dan membutuhkan pengalaman dari aktivitas baru.

e.      Aspek Moral Sosial; Anak slow learner mampu bergaul di masyarakat, berperilaku seperti anak normal pada umumnya apabila mereka mendapatkan bimbingan secara tepat. Anak slow learner yang berperilaku seperti anak normal tidak diketahui oleh masyarakat bahwa mereka adalah slow learner. Oleh karenanya, orangtua perlu memberikan bimbingan yang lebih dan tidak menuntut hasil dari mereka seperti anak normal. Apabila anak kurang siap secara mental maka anak dapat mengalami frustasi, tertekan bahkan histeris karena merasa tidak mampu memenuhi tuntutan atau keinginan masyarakat (Borah, 2013).

156

ISBN: 978-602-1145-49-4

PROSIDING TEMU ILMIAH X IKATAN PSIKOLOGI PERKEMBANGAN INDONESIA

Peran Psikologi Perkembangan dalam Penumbuhan Humanitas pada Era Digital 22-24 Agustus 2017, Hotel Grasia, Semarang


3. Faktor-Faktor Penyebab Anak Slow Learner

Banyak ahli mengemukakan adanya multi faktor penyebab terjadinya slow learner, yaitu antara lain; (a) Faktor prenatal dan genetik yang dapat menyebabkan anak mengalami slow learner meliputi: 1) kelainan kromosom; 2) gangguan biokimia dalam tubuh; dan 3) kelahiran premature. (b) Faktor Biologis Non-keturunan, yaitu: 1) ibu hamil mengonsumsi obat-obatan yang merugikan janin atau ibu alkoholis, pengguna narkotika dan zat aditif dengan dosis berlebih yang dapat mempengaruhi memori jangka pendek anak; 2) Ibu hamil dengan gizi buruk; 3) radiasi sinar X; dan 4) faktor Rhesus. (c) Faktor saat proses Kelahiran, adalah kondisi kekurangan oksigen saat proses kelahiran karena proses persalinan yang lama atau bermasalah, sehingga menyebabkan transfer oksigen ke otak bayi terhambat. (e) Faktor sesudah melahirkan dan Lingkungan, meliputi: 1) kekurangan gizi dan nutrisi; 2) trauma fisik akibat jatuh atau kecelakaan; dan 3) beberapa penyakit seperti meningitis dan enchepalis. Faktor lingkungan yang dapat menyebabkan anak mengalami slow learner yaitu stimulasi yang salah, sehingga anak tidak dapat berkembang optimal. Pendapat lain, yang menyebutkan beberapa penyebab anak slow learner, meliputi: 1) faktor keturunan; 2) perkembangan otak terbatas karena kurangnya rangsangan; 3) motivasi yang rendah; 4) masalah perhatian; 5) perbedaan latar belakang kebudayaan anak dengan sekolah; dan 6) kekacauan masalah pribadi (Hopkins, 2008).

Paparan di atas, dapat memberikan gambaran bahwa terdapat banyak faktor yang dapat menjadi pemicu terjadinya slow learner pada anak. Inti dari faktor-faktor penyebab slow learner tersebut dapat berasal dari internal maupun eksternal si anak. Oleh sebab itu, baik bila keluarga memperhatikan kondisi dan situasi yang dapat menjadi protectif factor maupun risk factor dari slow learner.

4. Masalah yang Dihadapi Anak Lamban Belajar

Berdasarkan beberapa hasil penelitian, menunjukan bahwa anak slow learner mengalami masalah belajar dan tingkah laku. Hal ini dikarenakan anak mempunyai keterbatasan kemampuan intelektual dan keterampilan psikologis. Secara umum masalah anak slow learner yang ditemukan di antaranya; memiliki prestasi akademik yang rendah, mengalami kesulitan dalam berlatih membaca, menulis, berhitung, dan menghafal. Anak slow learner juga mengalami kesulitan dalam berkonsentrasi, mudah bosan, sehingga anak cenderung memiliki banyak aktifitas yang tidak terarah.

Selain masalah belajar, anak slow learner juga menghadapi masalah tingkah laku. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan keterampilan psikologis yang meliputi; keterampilan mekanis yang terbatas, konsep diri yang rendah, hubungan interpersonal yang belum matang, permasalahan komunikasi, dan pemahaman terhadap peran sosial yang tidak tepat.



B.   Pemanfaatan Art Therapy bagi Anak Slow Learner

Art therapy merupakan suatu perlakuan kompleks yang melibatkan komunikasi verbal dan visual dengan menggunakan materi atau media seni, serta melibatkan kemampuan dan partisipasi individu dalam proses pendampingan. Penggunaan Art therapy merupakan teknik kreatif yang disukai oleh anak-anak karena menarik dan menyenangkan. Pemanfaat Art therapy selain menyenangkan bagi anak, juga membantu anak lebih terstimulasi proses perkembangannya. Namun, tidak setiap anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang normal. Ada anak yang dalam perkembangannya mengalami gangguan, sehingga menghambatan proses perkembanganya menjadi lambat, sehingga untuk mencapai perkembangan optimal diperlukan penanganan atau intervensi khusus. Anak yang mengalami hal demikianlah merupakan kelompok anak berkebutuhan khusus termasuk anak yang mengalami slow learner.

157

ISBN: 978-602-1145-49-4

PROSIDING TEMU ILMIAH X IKATAN PSIKOLOGI PERKEMBANGAN INDONESIA

Peran Psikologi Perkembangan dalam Penumbuhan Humanitas pada Era Digital 22-24 Agustus 2017, Hotel Grasia, Semarang


Anak slow learner Cooter, Cooter Jr., dan Wiley (dalam Nani Triani dan Amir, 2013) menjelaskan bahwa anak slow learner memiliki prestasi belajar rendah atau sedikit di bawah rata-rata anak normal dan tidak menutup kemungkinan anak mengalami hambatan atau keterlambatan perkembangan mental. Hal ini dikarenakan kematangan pola berfikir anak slow learner di bawah anak normal seusianya, dan disertai kekurangmampuan atau ketidakmampuan menyesuaikan diri. Slow learner merupakan kondisi dimana anak mengalami lamban belajar, lamban terampil, dan lamban mamahami suatu informasi yang diperoleh atau ditangkapnya. Terkadang, anak yang mengalami slow learner juga mengalami kekurangan dalam hal fisik, sosial, dan emosional. Namun hal ini terjadi pada slow learner tingkat tinggi. Prestasi belajar yang dicapai anak slow learner pda umumnya juga berada di bawah prestasi belajar siswa normal (Shaw, 2005).

Anak slow learner sulit diidentifikasi karena penampilan luarnya sama seperti anak normal dan dapat berfungsi normal. Namun Anak slow learner memiliki kekhasan yaitu membutuhkan waktu dan intensitas yang lebih lama dan banyak berulang-ulang untuk menyelesaikan tugas akademik maupun non-akademik. Oleh sebab itu, dalam proses mendampingi tumbuh kembang anak slow learner, Orangtua perlu memiliki cara yang efektif dan efisien dalam memberikan pendampingan baik dalam proses belajar akademik maupun proses tumbuh-kembangannya. Salah satu yang bisa dilakukan yaitu menggunakan art therapy. Karakteristik art therapy yaitu adanya penggunaan media sebagai sarana yang dapat membantu anak dan Orangtua dalam berkomunikasi. Anak slow learner dapat mengekspresikan dan mengemukakakan apa yang menjadi perasaan dan pikiranya lewat media yang digunakan.

Penggunaan media dapat membantu Orangtua dalam mendampingi proses belajar akademik anak slow learner dan membantu dalam proses perkembangan emosi dan sosailnya. Penggunaan media membantu anak slow learner lebih mudah dalam memahami informasi dan intruksi yang diterima dengan lebih sederhana dan menarik. Dengan demikian informasi dan intruksi yang diterimanya dapat disimpan dalam ingatan lebih baik dan lama. Maka, apa yang menjadi tujuan dari kegiatan tersebut dapat tercapai.

Namun, penggunaan media tidak dapat disama ratakan untuk berbagai kasus dan permasalahan maupun usia. Ada empat kriteria jenis dan kualifikasi penggunaan media yang disesuaikan dengan jenis permasalahan, usia konseli, situasi layanan, dan tujuan (Geldard, 2008). Maka, penggunaan media bagi anak slow learner pun juga perlu memperhatikan empat kriteria jenis dan kualifikasi media yang dapat digunakan serta disesuaikan dengan jenis kebutuhan kekhususannya.

Untuk membantu anak slow learner, Orangtua dapat menggunakan media Kinetic sand, game, clay, dan buku ceritera.
1.    Kinetic sand

Kinetic sand merupakan media pengganti pasir atau bak pasir sebagai media anak. Di Indonesia penggunaan pasir lambat laun dirasa kurang efektif mengingat keterbatasan tempat dalam ruang belajar dan konseling. Jenis pasir yang memenuhi kualifikasi media yang cocok untuk anak-anak juga semakin sulit diperoleh. Dengan bertambahnya perkembangan jaman, diciptakanlah kinetic sand yang dapat dijadikan pengganti pasir khusus untuk media belajar dan konseling anak. Selain lebih praktis secara tempat, kinetic sand juga lebih bersih dan aman bagi anak. Penggunaan kinetic sand biasanya dibarengi dengan menggunakan simbol-simbol lain seperti miniatur hewan, mainan kecil, replika tokoh super hero dll.

Kinetic sand sangat disukai oleh anak-anak, karena mereka dapat bermain dan berkreasi membentuk berbagai macam model yang menarik. Kinetic sand memiliki sifat khusus yaitu lembut dan elastis dengan permukaan tetap kering dan tidak berantakan. Hal ini akan memudahkan anak-anak untuk membuat berbagai jenis cetakan hewan, rumah, istana, gunung dan cetakan-cetakan lain yang anak-anak inginkan. Penggunaan kinetic sand dapat menstimulasi saraf motorik halus anak, karena anak dapat merasakan pasir mengalir melalui jari-jari seperti cairan bergerak lambat, namun tetap kering dan tidak meninggalkan residu/kotoran ditangan.


158

ISBN: 978-602-1145-49-4

PROSIDING TEMU ILMIAH X IKATAN PSIKOLOGI PERKEMBANGAN INDONESIA

Peran Psikologi Perkembangan dalam Penumbuhan Humanitas pada Era Digital 22-24 Agustus 2017, Hotel Grasia, Semarang


Tujuan penggunaan kinetic sand yaitu; (a) mengeksplorasi peristiwa tertentu, tema dan masalah yang berkaitan dengan peristiwa tersebut, (b) membantu anak memperoleh pemahaman atas permasalahan yang dialami, (c) menguasai masalah dimasa lampau dan masa kini, (d) menemukan resolusi masalah melalui pengembangan pemahaman, (e) merasakan kekuatan diri melalui ekspresi fisik yang dituangkan dalam kinetic sand, (f) mengubah pandangan hidup yang lebih positif yang tergambarkan dalam kinetic sand .

Dalam mendampingi anak slow learner, orangtua perlu memfokuskan pada keterampilan berkomunikasi dengan anak slow learner. Orangtua tidak diperkenankan memiliki standar yang sama bagi anak slow learner dengan anak-anak normal. Selain itu Orangtua perlu observasi, penggunaan pernyataan dan pertanyaan, memberikan intruksi dan keterampilan mengakhiri proses diskusi. Guru BK dan Orangtua dapat belajar banyak hal tentang anak dari apa yang digambarkan anak dalam kinetic sand. Ketika observasi, Orangtua perlu memperhatikan simbol apa yang dipilih anak atau bentukan apa yang dibuat anak dengan kinetic sand, ada tidaknya ketidakonsistenan dalam kisah yang diungkapkan anak, cermati bagaimana anak memilih simbil apakah hati-hati atau sembarangan, perhatikan penempatan symbol yang dilakukan anak dalam kinetic sand, dan kenali kualitas khusus dan makna yang anak berikan pada symbol atau bentukan dari kinetic sand. Demikian halnya dengan pernyataan dan pertanyaan yang disampaikan oleh Orangtua, perlu hati-hati dan dicermati. Pernyataan dapat digunakan untuk memberikan umpan balik pada anak-anak mengenai apa yang dilihat Orangtua mengenai penempatan simbol atau bentukan pada kinetic sand, sedangkan pertanyaan dapat diberikan ketika anak sedang berproses membuat bentukan bangunan dengan kinetic sand atau memindahkan posisi simbol-simbol dalam kinetic sand. Bentuk-bentuk pertanyaan yang dapat diberikan adalah pertanyaan yang dapat mengungkap alasan perilaku tertentu anak, emosi anak, maupun pendapat mereka. Alasan mengapa intruksi perlu mendapat perhatian khusus karena terkadang Orangtua tanpa menyadari tidak menggunakan intruksi sebagai teknik yang dapat digunakan Orangtua untuk membantu anak memperluas kisa mereka dengan ekspresif. Pada saat yang tepat, Orangtua harus menyimpulkan apa yang muncul dari konseling dan latihan yang diberikan. Orangtua juga perlu meninjau apa yang harus dilakukan anak untuk menyelesaikan konseling maupun latihan yang diberikan (Geldard, 2008).

Pada akhir proses kegiatan, tidak menutup kemungkinan Orangtua memberikan tugas pada anak berupa latihan perilaku baru. Maka Orangtua perlu mengabadikan hasil karya anak dengan kinetic sand lewat foto. Selain itu, Orangtua diharapkan membantu anak membuat perencanaan yang sederhana, konkrit, terukur dan dapat diukur, serta anak diharapkan untuk segera melaksanakan apa yang telah menjadi kesepakatan. Dalam hal ini, Orangtua di kegiatan berikutnya dapat memantau perkembangan anak dari gambaran yang ada di dalam kinetic sand maupun bentuk bangunan yang dibuat anak dengan kinetic sand. Oleh sebab itu Orangtua perlu memberikan penguatan pada anak untuk menyelesaikan latihan tersebut agar apa yang menjadi tujuan awal dari proses pendampingan dapat tercapai (Wix, 1996).

2. Game

Game memiliki manfaat yaitu melatih anak slow learner mengembangkan perspektif atau pandangan yang berbeda mengenai dirinya sehingga gambaran pribadi dan kepercayaan dirinya meningkat. Game dapat membantu anak menceriterakan kisahnya, sehingga membantu memunculkan kesadaran dalam diri tentang sebab akibat dari sebuah perisiwa. Oleh karenanya game dapat bermanfaat bagi anak untuk berlatih, berpraktik, dan bereksperimen dengan perilaku baru yang lebih sesuai. Anak mendapatkan kemahiran baru dan menghilangkan perilaku lama yang kurang tepat, dengan pemahaman yang lebih sederhana dan menyenangkan. Dari pengalaman tersebutlah, anak slow learner dapat berlatih untuk mengambil keputusan atas setiap perilakunya dengan lebih baik.

Game merupakan aktifitas yang menyenangkan dan membantu menstimulasi perkembangan anak slow learner baik aspek fisik, kognitif, emosional, dan sosial. Penggunaan game dalam mendampingi anak slow learner belajar atau berlatih, menjadi cara yang baik untuk menstimulasi dan mengembangkan kekuatan ego anak. Di dalam game, anak harus menghadapi masalah, seperti kekalahan, kecurangan, keadilan, giliran, kehilangan giliran, berpegang pada aturan, kegagalan, keadilan, ketidakadilan, dan tertinggal. Selain itu, game menjadikan anak bereksperimen, merasakan, dan melatih respons atas tugas yang mencakup penyelesaian masalah, komunikasi, dan interaksi sosial. Game berbeda dengan permainan langsung. Permainan langsung tidak ada aturan

159

ISBN: 978-602-1145-49-4

PROSIDING TEMU ILMIAH X IKATAN PSIKOLOGI PERKEMBANGAN INDONESIA

Peran Psikologi Perkembangan dalam Penumbuhan Humanitas pada Era Digital 22-24 Agustus 2017, Hotel Grasia, Semarang


sementara dalam game perilaku anak dibatasi oleh aturan. Dari aturan tersebut anak mempelajari tujuan, bgaaimana memainkan, dan mempelajari batasan dan konsekuensi yang ada pada game. Oleh sebab itu, yang perlu diperhatkan dalam pemilihan game sebagai media yang dapat digunakan dalam layanan bimbingan bagi anak terlebih yang mengalami berkebutuhan khusus yaitu game yang melibatkan kemampuan motorik dan fisik, melibatkan strategi, dan bersifat kompetitif. Metode game cocok untuk diberikan pada anak slow learner. Alasannya adalah dengan penggunaan game, perkembangan moral-sosial anak slow learner dapat terstimulasi lewat materi bimbingan yang diberikan lewat jenis game yang diberikan. Anak slow learner juga berlatih berperilaku yang adaptif atas aturan yang berlak dalam game dan konsekuensi dari aturan tersebut. Anak slow learner yang memiliki kecenderungan temperamen maupun sensitif, hal ini yang seringkali memjadikan anak slow learner mengalami kesulitan dalam berinteraksi sosial dan cenderung mutup diri. Tujuan dari penggunaan game dalam bimbingan adalah melatih anak yang menutup diri agar mampu membangun hubungan dengan teman sebaya, membantu anak menemukan potensi diri dan hal-hal yang perlu ditingkatkan dalam dirinya, melatih anak untuk sigap, berkonsentrasi, dan gigih dalam menyelesaikan tugas. Selain itu game juga dapat membantu anak meningkatkan keterampilan sosial seperti kerjasama agar melatih respons yang tepat atas kekecewaan, kemunduran, kegagalan, dan keberhasilan. Anak juga terlatih untuk meningkatkan keterampilan menyelesaikan masalah dan mengambil keputusan (Geldard, 2008).

3.     Clay

Clay atau sering disebut dengan tanah liat, menjadi alternatif media yang dapat digunakan untuk mendampingi anak slow learner. Clay dapat digunakan untuk anak berusia Sekolah Dasar khususnya kelas atas yaitu klas 4-6, sedangkan anak dikelas bawah hingga Taman Kanak-kanak dapat menggunakan plastisin. Clay dapat digunakan untuk membantu anak melepaskan emosi yang kuat secara tepat.

Clay bermanfaat bagi anak slow learner untuk memproyeksikan perasaan, memahami masa lalu, menemukan sebab akibat dari sebuah peristiwa atau perilaku tertentu muncul, membantu anak menceriterakan kisah mereka dengan mengilustrasikanya lewat bentuk cetakan yang dibuatnya dengan clay. Anak dapat terbantu mengenali dan mengatasi masalah yang sedang mereka hadapi namun kesulitan dalam menemukan alasan dari sebab akibatnya.

Clay juga bermanfaat bagi anak slow learner untuk mendapatkan pemahaman dan pengertian atas interaksinya dengan orang lain, meningkatkan rasa kebersamaan, dan membantu anak mengenali sebab akibat atas perilaku kita dalam pergaulan di kelompok. Oleh sebab itu, clay sangat cocok untuk membantu anak slow learner. Penggunaan Clay dapat membantu anak slow learner tersebut mengekspresikan suasana hati dan perasaan secara tepat dan dapat diterima oleh oranglain.

Pada anak slow learner, clay dapat digunakan sebagai media katarsis anak mengekspresikan ide-idenya. Clay dapat membantu anak mengkatarsiskan emosi-emoi yang terbendung, mengingat anak slow learner berkecenderungan memiliki energi yang berlebih serta tingkat emosi yang agak tinggi. Dengan meremas, menonjok, mengulur, dan membentuk sebuah cetakan lewat clay, anak slow learner dapat menyalurkan energi berlebihnya secara lebih positif. Hal ini efektif digunakan dalam membantu anak slow learner yang sedang mengalami permasalahan pribadi terkait dengan obsesinya yang terkadang cenderung kompulsif. Orangtua dapat menggunakan clay dalam mengatasi emosional anak slow learner yang terlihat dari bagaimana anak bereksperimen membuat bentuk dan bangunan lewat Clay. Ketika anak menyentuh clay dengan tekstur yang lembut dan kenyal membantu anak untuk mengkatarsiskan apa yang menjadi ketertekananya. Tekstur clay yang kenyal dan keras, mewakili benda yang dapat dibanting atau perkataan yang dapat diungkapkan anak atas kejengkelannya. Saat anak menguleni clay, Orangtua dapat menggali secara mendalam apa yang menjadi permasalahan, khususnya perasaan anak.

4.   Buku ceritera


160

ISBN: 978-602-1145-49-4

PROSIDING TEMU ILMIAH X IKATAN PSIKOLOGI PERKEMBANGAN INDONESIA

Peran Psikologi Perkembangan dalam Penumbuhan Humanitas pada Era Digital 22-24 Agustus 2017, Hotel Grasia, Semarang


Buku ceritera merupakan kegiatan membacakan buku ceritera yang dapat dilakukan oleh Orangtua pada anak normal maupun anak yang mengalami slow learner. Kegiatan ini dapat membantu menambah perbendaharaan kata dan meningkatkan kemampuan membaca. Hal ini sangat efektif bagi anak slow learner yang memiliki kafrekteristik dan permasalahan berkaitan dengan komunikasi, berbahasa dan membaca. Hal ini seperti yang dikemukakan (elster, dalam Lane&Wright 2007) bahwa selain membantu anak berlatih kosa kata baru dan mengingatnya, juga melatih anak untuk lebih berkonsentrasi dalam mendengarkan. Dengan demikian anak akan lebih mudah memahami informasi atau intruksi yang didengarnya, sehingga anak akan mampu mengungkapkanya kembali dalam bentuk tulisan.

Tujuan umum penggunaan buku cerita yaitu; membantu anak slow learner mengenali kecemasan atau tekanan yang mereka rasakan ketika mendengarkan cerita, membantu anak menemukan tema dan emosi terkait yang muncul dalam kehidupan mereka dari waktu ke waktu, dan membantu anak memikirkan serta menggali alternatif-alternatif solusi bagi berbagai permasalahan. Adapun tujuan khususunya yaitu, membantu anak slow learner menormalkan peristiwa dalam hidup mereka dengan membuat anak mengetahui bahwa oranglain juga memiliki pengalaman yang serupa. Kegiatan ini menstimulasi perkembangan hati nurani dan empati pada anak slow learner. Selain itu, tujuan dari penggunaan buku cerita secara khusus yaitu membantu anak mengekspresikan harapan, keinginan dan fantasi positif bagi kelanjutan hidupnya. Membantu anak menyadari bahwa beberapa kejadian tidak dapat dihindari, maka anak perlu memiliki akal disetiap pengalamanya.

Penggunaan buku cerita menjadikan anak slow learner semakin terbiasa mengenali tokoh, tema, atau kejadian dalam cerita dan dengan melakukan hal itu anak dapat diyakinkan untuk merefleksikan situasi kehidupanya. Ketika anak membuat cerita, ide cerita berasal dari pengalaman hidup anak-anak. Oleh sebab itu Orangtua perlu membantu anak dalam memahami isi ceritera dan mengkaitkanya dengan pengalaman yang pernah dialami anak dan atau berkaitan dengan latar belakang anak. Selanjutnya Orangtua memberikan pertanyaan yang akan dijawab oleh anak, dan segera merespon jawaban tersebut. Hal ini karena jawaban anak menunjukan tingkat pemahaman anak. Dengan sering berlatih dengan menggunakan buku ceritera, diharapkan anak terstimulasi secara kognisi dan terbiasa berlatih menyeledsaikan masalah maupun memahami suatu hal (Palincsar & Brown, dalam Doyle & Bramwell,2006).


Simpulan

Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpukan bahwa art therapy dengan menggunakan media kinetic sand, clay, game, dan buku ceritera, dapat mejadi alternatif bagi para Orangtua yang memiliki anak slow learner dalam memberikan pendampingan berkaitan dengan perkembangan akademik, emosi, dan moral-sosial. Selain itu, Orangtua juga perlu meningkatkan keterampilan berkomunikasi terhadap anak slow learner agar proses pendampingan dengan menggunakan media-media tersebut dapat berhasil secara optimal. Tanpa adanya keterampilan berkomunikasi yang sesuai dengan anak slow learner, maka pendampingan yang diberikan tidak akan berjalan secara optimal. Demikian halnya dengan penggunaan media, ketika orangtua terampil berkomunikasi dan tanpa mengunakan media sebagai sarana belajar anak slow learner, maka anak akan kesulitan memahami informasi atau intruksi yang diterimanya. Maka, Orangtua diharapkan mau dan mampu mengenal dan memahami art therapy serta bagaimana berkomunikasi dengan anak slow learner secara tepat.





Kepustakaan

161

ISBN: 978-602-1145-49-4

PROSIDING TEMU ILMIAH X IKATAN PSIKOLOGI PERKEMBANGAN INDONESIA

Peran Psikologi Perkembangan dalam Penumbuhan Humanitas pada Era Digital 22-24 Agustus 2017, Hotel Grasia, Semarang


Borah., R.R (2013). Slow Learners: Role of Teachers and Guardians in Honing Hidden Skils. International Journal of Educational Planning&Administration. ISSN 2249-3093 Volume 3, Number 2 (2013).

Doyle, B.G., & Bramwell., W. (2006). Promoting emergent literacy and social-emotional learning through dialogic reading. The Reading Teacher, 59 (6), 554-564.

Gerald,K., & Gerald, D (2008). Konseling Anak-Anak. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Hopkins., Bill. (2008). The Child Who is a Slow Learner. Teachers Resource Manual. Cortland:

State University of New York

Lane, H. B., & Wright., T.L. (2007). Maximizing the effectivess of reading aloud. Education, 60

(7), 668-675

Mumpuniarti., (2007). Pendekatan Pembelajaran Bagi Anak Hambatan Mental. Yogyakarta:

Kanwa Publisher.

Nani, T & Amir., (2013). Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Lamban Belajar Slow Learner. Jakarta: PT Luxima Metro Media

Rumini.,S (1980). Pengetahuan Subnormalitas Mental. Yogyakarta: UNY

Shaw, S., Grimes, D., Bulman, J., (2005). Educatting Slow Learners: Are Charter Schools the Last, Best Hope for TheirnEducational Sucess. The Charer Schools Resource Journal. Vol. I No. I. Winter. www.ehhs.cmich.edu

Tansley, AE & Gulliford., R. (1977). The Education of Slow Learning Children. London: Routledge Paper Back

Wix., L. (1996) ‘The art in art therapy education: Where is it?’ Art Therapy: Journal of the American Art Therapy Association 13, 3, 174–180.

Yusuf.,M (2003). Pendidikan Bagi Anak dengan Problema Belajar. Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri
























162

ISBN: 978-602-1145-49-4