Peran
Psikologi Perkembangan dalam Penumbuhan Humanitas pada Era Digital 22-24 Agustus
2017, Hotel Grasia, Semarang
Art therapy bagi anak slow learner
Ag.
Krisna Indah Marheni1
1Program Studi Bimbingan dan
Konseling, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
1ienagustine@gmail.com
Abstrak. Anak slow learner merupakan anak yang mengalami lamban belajar, lamban terampil, dan lamban mamahami suatu informasi
yang diperoleh atau ditangkapnya. Akibat kekurangan maupun kelebihan yang
dimilikinya, anak mengalami hambatan dalam belajar, bersosialisasi dengan
lingkungan sekitar, maupun dalam pengelolaan emosi yang mengakibatkan
dampak-dampak tertentu. Penggunaan art
therapy menjadi salah satu teknik kreatif membantu proses belajar dan
bersosialisasi yang disukai oleh anak karena menarik dan menyenangkan. Art therapy merupakan kegiatan pembuatan
ekpresi seni diri pribadi, baik secara audio, visual, audio-visul dan
kinestetik yang dapat membantu meningkatkan keterampilan belajar, emosi dan
sosial. Fokus paparan artikel ini adalah penggunaan media art therapy bagi anak slow
learner seperti; kinetic sand, game, clay, buku ceritera. Media art
therapy tersebut dapat digunakan oleh orangtua dalam membimbingan anak.
Tujuan dari penulisan artikel ini adalah memperkenalkan kepada orangtua tentang
penggunaan Art therapy bagi anak slow learner
agar dapat membantu mengatasi permasalahan belajar dan sosialisasi anak
dengan menggunakan media-media
tersebut.
Kata kunci: Art therapy, slow learner,
kinetic sand, game, clay, buku ceritera
Pendahuluan
Anak
menjadi harta yang sangat berharga bagi setiap orangtua. Anaklah yang
meneruskan kelangsungan sejarah hidup, kualitas dan keberlangsungan masa depan
keluarga. Anak juga menjadi individu yang akan meneruskan pembangunan dan
kemajuan suatu bangsa. Oleh karenanya, anak perlu didampingi disetiap tumbuh
dan kembangnya, agar secara optimal mampu menjadi indivdiu yang memiliki masa
depan baik, berkarakter dan berkepribadian yang baik pula. Namun tidak semua
anak dilahirkan dengan kesempurnaan yang sama. Anak yang terlahir normal,
seringkali dianggap anak yang sempurna. Anak yang dilahirkan dengan kebutuhan
khusus, sering kali dianggap tidak sempurna. Hal ini yang membuat perkembangan
anak tidak dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi dan kapasitas yang
dimilikinya.
Memfasilitasi
anak dengan memberikan kesempatan dan media yang relevan bagi anak untuk terus
berlatih, tumbuh dan berkembang, merupakan cara yang dapat dilakukan oleh
orangtua untuk mendukung keberlangsungan masa depan anak dan keluarga. Keluarga
menjadi lingkungan utama dan pertama dikenal oleh anak. Dikeluargalah anak
mendapat pengaruh bagi pertumbuhan dan perkembangannya. Maka, tidak dapat
dipungkiri bahwa keluarga mempunyai peranan yang sangat kompleks, tidak
terbatas sebagai penerus keturunan namun lebih pada penentu kualitas masa
depan.
Seperti
hal nya keluarga dengan anak yang mengamali slow
learner, perlu memberikan pola pengasuhan yang memadai bagi proses
perkembangan anak baik aspek akademi, emosi, fisik, maupun moral-sosial. Anak slow learner merupakan anak yang
mengalami lamban belajar, lamban terampil, dan lamban mamahami suatu informasi yang diperoleh atau ditangkapnya. Akibat
kekurangannya, seringkali keluarga terlebih Orangtua menganggap anak tersebut
tidak memiliki kelebihan. Adanya hambatan yang dimiliki anak, membuat anak
mengalami hambatan dalam belajar, bersosialisasi dengan lingkungan sekitar,
maupun dalam pengelolaan emosi yang mengakibatkan dampak-dampak tertentu. Oleh
sebab itu, Orangtua perlu memiliki kesadaran dan pengetahuan atas kondisi anak slow learner, dengan demikian orangtua
diharapkan mampu memiliki pola
154
ISBN:
978-602-1145-49-4
Peran
Psikologi Perkembangan dalam Penumbuhan Humanitas pada Era Digital 22-24 Agustus
2017, Hotel Grasia, Semarang
pengasuhan dan
pendampingan yang tepat. Pola asuh dan bimbingan yang sesuai dengan kondisi
masing-masing anak, menjadi modal bagi anak untuk dapat tumbuh dan berkembang
secara optimal. Pendampingan yang baik akan membantu anak dalam memahami materi
belajar disekolahnya, mengontrol dan mengekspresikan emosinya, berinteraksi
dengan oranglain sesuai dengan norma sosial.
Penggunaan
art therapy menjadi salah satu teknik
kreatif membantu proses belajar dan bersosialisasi yang disukai oleh anak
karena menarik dan menyenangkan. Art
therapy merupakan kegiatan pembuatan ekpresi seni diri pribadi, baik secara
audio, visual, audio-visul dan kinestetik yang dapat membantu meningkatkan
keterampilan belajar, emosi dan sosial. Oleh sebab itu, penggunaan media art therapy bagi anak slow learner seperti; kinetic sand, game, clay, buku ceritera
perlu dikenal dan dipahami oleh Orangtua agar dapat diterapkan dalam
mendampingi anak yang slow learner.
Media art therapy tersebut dapat
digunakan oleh orangtua dalam membimbingan anak baik bidang akademi, maupun
perkembangan kepribadianya. Tujuan dari penulisan artikel ini adalah
memperkenalkan kepada orangtua tentang penggunaan Art therapy bagi anak slow
learner agar dapat membantu mengatasi permasalahan belajar dan sosialisasi
anak dengan menggunakan media-media tersebut.
Diskusi
A. Hakikat Anak Slow Learner
1. Pengertian Anak Slow Learner
Slow Learner sering digunakan untuk
menyebut anak yang mempunyai kemampuan kognitif
di bawah rata-rata atau lamban belajar. Anak slow learner memiliki prestasi belajar di bawah rata-rata dari anak
normal pada umumnya. Kondisi tersebut dapat terjadi disalah satu bidang
akademik atau diseluruh bidang akademik. Anak lamban belajar memiliki tingkat
IQ antara 70-90. Penggolongan slow
learner didasarkan apabila anak tidak berhasil mencapai tingkat penguasaan
suatu objek belajar yang diperlukan sebagai syarat memahami objek belajar pada
tingkat berikutnya. Oleh karenanya, anak slow
learner membutuhkan waktu dan intensitas berlatih yang lebih banyak untuk
mengulang materi pelajaran tersebut agar mendapatkan hasil yang sesuai dengan
standar atau lebih optimal. Hal ini seperti yang dikemukakan Borah (2013) bahwa
anak slow learner memiliki kemampuan
kognitif di bawah rata-rata, namun tidak bisa disebut dengan cacat. Hal ini
dikarenakan Slow learner adalah
normal tetapi memiliki masalah tidak tertarik belajar di bawah sistem
pendidikan yang diterima. Kecerdasan anak slow
learner berada di bawah kecerdasan rata-rata dan berada di atas kecerdasan
anak tuna grahita, dengan demikian anak lamban belajar juga sering disebut
dengan borderline atau ambang batas
(Mumpuniarti, 2007).
Anak
slow learner secara fisik dan
pergaulan tidak menunjukan perbedaan dengan anak normal pada umumnya. Hal ini
membuat pihak sekolah terkadang tidak cermat bahwa di sekolahnya terdapat anak
yang membutuhkan pendampingan yang khusus, yaitu membutuhkan proses yang lenih
lama dan metode yang lebih sederhana dan variatif. Anak slow learner banyak memerlukan bimbingan dan pendampingan yang
lebih, agar dapat mengikuti pelajaran dengan optimal sesuai dengan tingkat
kemampuannya. Oleh sebab itu, Anak slow
learner perlu diberikan pendampingan atau penanganan khusus agar dapat
mengikuti pelajaran seperti anak lainnya.
Berdasarkan
paparan di atas, dapat dipahami bahwa slow
learner merupakan kondisi di mana anak mengalami kelambanan dalam kemampuan
kognitifnya dan berada di bawah rata-rata anak normal, oleh sebab itu anak slow
learner membutuhkan waktu yang lebih lama dan intensitas belajar atau berlatih
yang lebih banyak untuk memahami atau menguasai materi pelajaran dan atau
latihan tertentu.
2. Karakteristik Slow Learner atau Lamban Belajar
155
ISBN:
978-602-1145-49-4
Peran
Psikologi Perkembangan dalam Penumbuhan Humanitas pada Era Digital 22-24 Agustus
2017, Hotel Grasia, Semarang
Secara
umum anak slow learner hampir sama
dengan anak-anak normal pada umumnya. Anak slow
learner selain lamban dalam memahami materi juga lamban dalam merespon
imtruksi. Anak slow learner bahkan
tidak mampu memahami perintah yang kompleks atau multiple step instructions. Karakteristik anak slow learner dapat dikelompokkan menjadi beberapa aspek yaitu: aspek kognitif, aspek bahasa, aspek fisik,
aspek emosi, dan aspek moral sosial.
a. Aspek
kognitif; berkaitan dengan keterbatasan kapasitas kognitif,memori atau daya ingat
rendah, gangguan dan kurang konsentrasi, ketidakmampuan mengungkapkan ide. Anak
slow learner mengalami kesulitan
hampir pada semua pelajaran, sehingga membutuhkan pendampingan pribadi maupun metode belajar untuk membantu memahami
materi pelajaran. Maka, anak slow learner
perlu penjelasan dengan menggunakan berbagai metode yang menarik dan mudah
dipahami, serta harus dilakukan berulang-ulang agar materi pelajaran atau
latihan dapat dipahami dengan baik. Tingkat kemampuan yang demikian,
mempengarui kemampuann anak dalam berfikir secara abstrak, sehingga mereka
lebih senang membicarakan hal yang bersifat konkrit. Anak slow learner kesulitan untuk memecahkan masalah meskipun masalahnya
sederhana. Hal ini karena kemampuan berfikir anak yang rendah dan ingatan
mereka tidak mampu bertahan lama (Yusuf, 2003).
b. Bahasa
atau Komunikasi; Keterbatasanya kognitif di atas mengakibatkan anak slow learner menjadi kesulitan dalam
berkomunikasi dengan oranglain. Anak slow
learner akan lebih mudah memahami sesuatu dengan bahasa yang sangat
konkrit, hal ini akan menjadi permasalahan dalam berkomunikasi dengan oranglain
yang telah memasuki tahap perkembangan kognitif berfikir secara abstrak.
Keterbatasan anak dalam memahami informasi yang bersifat abstrak, mengakibatkan
anak memiliki kemampuan berbahasa yang sangat terbatas. Kosa kata yang dimiliki
dan dipahami oleh anak slow learner
sangat sederhana dan terbatas (Borah, 2013).
c. Aspek
Fisik; Rumini (1980) menjelaskan bahwa keadaan fisik anak slow learner sama seperti anak-anak normal pada umumnya. Secara
fisik anak slow learner tidak menunjukan keanehan. Namun bila dilihat dari
perkembangan motoriknya, anak slow learner terlihat lebih lamban. Perkembangan
motorik yang lamban menyebabkan anak lamban belajar dan memiliki keterampilan
yang rendah. Oleh sebab itu, anak slow
learner seringkali mengalami kesulitan dalam koordinasi motorik ketika
menggunakan pensil atau berolahraga.
d. Aspek
Emosi; Tsanley & Gulliford (1977) mengungkapkan bahwa anak slow learner seringkali nampak memiliki
kendali emosi yang rendah. Anak seringkali mudah merasakan emosi negatif ketika
apa yang menjadi keinginan dan ego-nya tidak terpenuhi dengan segera. Anak slow leaner cenderung sensitif, mudah
marah dan terkadang hingga meledak-ledak. Anak juga cepat patah semangat
apabila mereka merasa tertekan atau melakukan suatu kesalahan. Namun, hal ini
bukans emata-mata karena anak slow
learner selalu memiliki kontrol emosi yang rendah. Bisa jadi, anak dengan slow learner hanya mengalami kesulitan
dalam mengekspresikan emosinya. Ekspresi emosi anak slow learner sangat halus namun mereka tetap memiliki kebutuhan
dasar emosi layaknya anak normal, seperti kebutuhan rasa aman, kebutuhan
memberi dan menerima kasih sayang, kebutuhan diterima oleh orang lain,
pengakuan dan harga diri, kebutuhan kemandirian, tanggung jawab, dan
membutuhkan pengalaman dari aktivitas baru.
e. Aspek
Moral Sosial; Anak slow learner mampu
bergaul di masyarakat, berperilaku seperti anak normal pada umumnya apabila
mereka mendapatkan bimbingan secara tepat. Anak slow learner yang berperilaku seperti anak normal tidak diketahui
oleh masyarakat bahwa mereka adalah slow learner. Oleh karenanya, orangtua
perlu memberikan bimbingan yang lebih dan tidak menuntut hasil dari mereka
seperti anak normal. Apabila anak kurang siap secara mental maka anak dapat
mengalami frustasi, tertekan bahkan histeris karena merasa tidak mampu memenuhi
tuntutan atau keinginan masyarakat (Borah, 2013).
156
ISBN:
978-602-1145-49-4
Peran
Psikologi Perkembangan dalam Penumbuhan Humanitas pada Era Digital 22-24 Agustus
2017, Hotel Grasia, Semarang
3. Faktor-Faktor Penyebab Anak Slow Learner
Banyak
ahli mengemukakan adanya multi faktor penyebab terjadinya slow learner, yaitu antara lain; (a) Faktor prenatal dan genetik
yang dapat menyebabkan anak mengalami slow
learner meliputi: 1) kelainan
kromosom; 2) gangguan biokimia dalam tubuh; dan 3) kelahiran premature. (b) Faktor Biologis
Non-keturunan, yaitu: 1) ibu hamil mengonsumsi obat-obatan yang merugikan janin
atau ibu alkoholis, pengguna narkotika dan zat aditif dengan dosis berlebih
yang dapat mempengaruhi memori jangka pendek anak; 2) Ibu hamil dengan gizi
buruk; 3) radiasi sinar X; dan 4) faktor Rhesus. (c) Faktor saat proses
Kelahiran, adalah kondisi kekurangan oksigen saat proses kelahiran karena
proses persalinan yang lama atau bermasalah, sehingga menyebabkan transfer
oksigen ke otak bayi terhambat. (e) Faktor sesudah melahirkan dan Lingkungan,
meliputi: 1) kekurangan gizi dan nutrisi; 2) trauma fisik akibat jatuh atau
kecelakaan; dan 3) beberapa penyakit seperti meningitis dan enchepalis. Faktor
lingkungan yang dapat menyebabkan anak mengalami slow learner yaitu stimulasi yang salah, sehingga anak tidak dapat
berkembang optimal. Pendapat lain, yang menyebutkan beberapa penyebab anak slow learner, meliputi: 1) faktor
keturunan; 2) perkembangan otak terbatas karena kurangnya rangsangan; 3)
motivasi yang rendah; 4) masalah perhatian; 5) perbedaan latar belakang kebudayaan
anak dengan sekolah; dan 6) kekacauan masalah pribadi (Hopkins, 2008).
Paparan
di atas, dapat memberikan gambaran bahwa terdapat banyak faktor yang dapat
menjadi pemicu terjadinya slow learner
pada anak. Inti dari faktor-faktor penyebab slow
learner tersebut dapat berasal dari internal maupun eksternal si anak. Oleh
sebab itu, baik bila keluarga memperhatikan kondisi dan situasi yang dapat
menjadi protectif factor maupun risk factor dari slow learner.
4. Masalah yang Dihadapi Anak Lamban Belajar
Berdasarkan
beberapa hasil penelitian, menunjukan bahwa anak slow learner mengalami masalah belajar dan tingkah laku. Hal ini
dikarenakan anak mempunyai keterbatasan kemampuan intelektual dan keterampilan
psikologis. Secara umum masalah anak slow
learner yang ditemukan di antaranya; memiliki prestasi akademik yang
rendah, mengalami kesulitan dalam berlatih membaca, menulis, berhitung, dan
menghafal. Anak slow learner juga
mengalami kesulitan dalam berkonsentrasi, mudah bosan, sehingga anak cenderung
memiliki banyak aktifitas yang tidak terarah.
Selain
masalah belajar, anak slow learner
juga menghadapi masalah tingkah laku. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan
keterampilan psikologis yang meliputi; keterampilan mekanis yang terbatas,
konsep diri yang rendah, hubungan interpersonal yang belum matang, permasalahan
komunikasi, dan pemahaman terhadap peran sosial yang tidak tepat.
B. Pemanfaatan Art Therapy bagi Anak Slow Learner
Art therapy merupakan suatu perlakuan
kompleks yang melibatkan komunikasi verbal dan visual dengan menggunakan materi atau media seni, serta melibatkan
kemampuan dan partisipasi individu dalam proses pendampingan. Penggunaan Art therapy merupakan teknik kreatif
yang disukai oleh anak-anak karena menarik dan menyenangkan. Pemanfaat Art therapy selain menyenangkan bagi
anak, juga membantu anak lebih terstimulasi proses perkembangannya. Namun,
tidak setiap anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang normal. Ada anak
yang dalam perkembangannya mengalami gangguan, sehingga menghambatan proses
perkembanganya menjadi lambat, sehingga untuk mencapai perkembangan optimal
diperlukan penanganan atau intervensi khusus. Anak yang mengalami hal
demikianlah merupakan kelompok anak berkebutuhan khusus termasuk anak yang
mengalami slow learner.
157
ISBN:
978-602-1145-49-4
Peran
Psikologi Perkembangan dalam Penumbuhan Humanitas pada Era Digital 22-24 Agustus
2017, Hotel Grasia, Semarang
Anak
slow learner Cooter, Cooter Jr., dan
Wiley (dalam Nani Triani dan Amir, 2013) menjelaskan bahwa anak slow learner memiliki prestasi belajar
rendah atau sedikit di bawah rata-rata anak normal dan tidak menutup
kemungkinan anak mengalami hambatan atau keterlambatan perkembangan mental. Hal
ini dikarenakan kematangan pola berfikir anak slow learner di bawah
anak normal seusianya, dan disertai kekurangmampuan atau ketidakmampuan menyesuaikan diri. Slow learner merupakan kondisi dimana anak mengalami lamban
belajar, lamban terampil, dan lamban mamahami suatu informasi yang diperoleh
atau ditangkapnya. Terkadang, anak yang mengalami slow learner juga mengalami kekurangan dalam hal fisik, sosial, dan
emosional. Namun hal ini terjadi pada slow
learner tingkat tinggi. Prestasi belajar yang dicapai anak slow learner pda umumnya juga berada di
bawah prestasi belajar siswa normal (Shaw, 2005).
Anak
slow learner sulit diidentifikasi
karena penampilan luarnya sama seperti anak normal dan dapat berfungsi normal.
Namun Anak slow learner memiliki
kekhasan yaitu membutuhkan waktu dan intensitas yang lebih lama dan banyak
berulang-ulang untuk menyelesaikan tugas akademik maupun non-akademik. Oleh
sebab itu, dalam proses mendampingi tumbuh kembang anak slow learner, Orangtua perlu memiliki cara yang efektif dan efisien
dalam memberikan pendampingan baik dalam proses belajar akademik maupun proses
tumbuh-kembangannya. Salah satu yang bisa dilakukan yaitu menggunakan art therapy. Karakteristik art therapy yaitu adanya penggunaan
media sebagai sarana yang dapat membantu anak dan Orangtua dalam berkomunikasi.
Anak slow learner dapat
mengekspresikan dan mengemukakakan apa yang menjadi perasaan dan pikiranya
lewat media yang digunakan.
Penggunaan
media dapat membantu Orangtua dalam mendampingi proses belajar akademik anak slow learner dan membantu dalam proses
perkembangan emosi dan sosailnya. Penggunaan media membantu anak slow learner lebih mudah dalam memahami
informasi dan intruksi yang diterima dengan lebih sederhana dan menarik. Dengan
demikian informasi dan intruksi yang diterimanya dapat disimpan dalam ingatan
lebih baik dan lama. Maka, apa yang menjadi tujuan dari kegiatan tersebut dapat
tercapai.
Namun,
penggunaan media tidak dapat disama ratakan untuk berbagai kasus dan
permasalahan maupun usia. Ada empat kriteria jenis dan kualifikasi penggunaan
media yang disesuaikan dengan jenis permasalahan, usia konseli, situasi
layanan, dan tujuan (Geldard, 2008). Maka, penggunaan media bagi anak slow learner pun juga perlu
memperhatikan empat kriteria jenis dan kualifikasi media yang dapat digunakan
serta disesuaikan dengan jenis kebutuhan kekhususannya.
Untuk
membantu anak slow learner, Orangtua
dapat menggunakan media Kinetic sand,
game, clay, dan buku ceritera.
1. Kinetic sand
Kinetic sand merupakan media pengganti
pasir atau bak pasir sebagai media anak. Di Indonesia penggunaan pasir lambat laun dirasa kurang efektif mengingat
keterbatasan tempat dalam ruang belajar dan konseling. Jenis pasir yang
memenuhi kualifikasi media yang cocok untuk anak-anak juga semakin sulit diperoleh.
Dengan bertambahnya perkembangan jaman, diciptakanlah kinetic sand yang dapat dijadikan pengganti pasir khusus untuk
media belajar dan konseling anak. Selain lebih praktis secara tempat, kinetic sand juga lebih bersih dan aman
bagi anak. Penggunaan kinetic sand
biasanya dibarengi dengan menggunakan simbol-simbol lain seperti miniatur
hewan, mainan kecil, replika tokoh super
hero dll.
Kinetic sand sangat disukai oleh
anak-anak, karena mereka dapat bermain dan berkreasi membentuk berbagai macam model yang menarik. Kinetic sand memiliki sifat khusus yaitu
lembut dan elastis dengan permukaan tetap kering dan tidak berantakan. Hal ini
akan memudahkan anak-anak untuk membuat berbagai jenis cetakan hewan, rumah,
istana, gunung dan cetakan-cetakan lain yang anak-anak inginkan. Penggunaan kinetic sand dapat menstimulasi saraf motorik halus anak, karena anak dapat
merasakan pasir mengalir melalui jari-jari
seperti cairan bergerak lambat, namun tetap kering dan tidak meninggalkan
residu/kotoran ditangan.
158
ISBN:
978-602-1145-49-4
Peran
Psikologi Perkembangan dalam Penumbuhan Humanitas pada Era Digital 22-24 Agustus
2017, Hotel Grasia, Semarang
Tujuan
penggunaan kinetic sand yaitu; (a)
mengeksplorasi peristiwa tertentu, tema dan masalah yang berkaitan dengan
peristiwa tersebut, (b) membantu anak memperoleh pemahaman atas permasalahan
yang dialami, (c) menguasai masalah dimasa lampau dan masa kini, (d) menemukan
resolusi masalah melalui pengembangan pemahaman, (e) merasakan kekuatan diri
melalui ekspresi fisik yang dituangkan dalam kinetic sand, (f)
mengubah pandangan hidup yang lebih positif yang tergambarkan dalam kinetic sand .
Dalam
mendampingi anak slow learner,
orangtua perlu memfokuskan pada keterampilan berkomunikasi dengan anak slow learner. Orangtua tidak
diperkenankan memiliki standar yang sama bagi anak slow learner dengan anak-anak normal. Selain itu Orangtua perlu
observasi, penggunaan pernyataan dan pertanyaan, memberikan intruksi dan
keterampilan mengakhiri proses diskusi. Guru BK dan Orangtua dapat belajar
banyak hal tentang anak dari apa yang digambarkan anak dalam kinetic sand. Ketika observasi, Orangtua
perlu memperhatikan simbol apa yang dipilih anak atau bentukan apa yang dibuat
anak dengan kinetic sand, ada
tidaknya ketidakonsistenan dalam kisah yang diungkapkan anak, cermati bagaimana
anak memilih simbil apakah hati-hati atau sembarangan, perhatikan penempatan
symbol yang dilakukan anak dalam kinetic
sand, dan kenali kualitas khusus dan makna yang anak berikan pada symbol
atau bentukan dari kinetic sand.
Demikian halnya dengan pernyataan dan pertanyaan yang disampaikan oleh
Orangtua, perlu hati-hati dan dicermati. Pernyataan dapat digunakan untuk
memberikan umpan balik pada anak-anak mengenai apa yang dilihat Orangtua
mengenai penempatan simbol atau bentukan pada kinetic sand, sedangkan pertanyaan dapat diberikan ketika anak
sedang berproses membuat bentukan bangunan dengan kinetic sand atau memindahkan posisi simbol-simbol dalam kinetic sand. Bentuk-bentuk pertanyaan
yang dapat diberikan adalah pertanyaan yang dapat mengungkap alasan perilaku tertentu anak, emosi anak,
maupun pendapat mereka. Alasan mengapa intruksi perlu mendapat perhatian khusus
karena terkadang Orangtua tanpa menyadari tidak menggunakan intruksi sebagai
teknik yang dapat digunakan Orangtua untuk membantu anak memperluas kisa mereka
dengan ekspresif. Pada saat yang tepat, Orangtua harus menyimpulkan apa yang
muncul dari konseling dan latihan yang diberikan. Orangtua juga perlu meninjau
apa yang harus dilakukan anak untuk menyelesaikan konseling maupun latihan yang
diberikan (Geldard, 2008).
Pada
akhir proses kegiatan, tidak menutup kemungkinan Orangtua memberikan tugas pada
anak berupa latihan perilaku baru. Maka Orangtua perlu mengabadikan hasil karya
anak dengan kinetic sand lewat foto. Selain itu, Orangtua diharapkan
membantu anak membuat perencanaan yang sederhana, konkrit, terukur dan dapat
diukur, serta anak diharapkan untuk segera melaksanakan apa yang telah menjadi
kesepakatan. Dalam hal ini, Orangtua di kegiatan berikutnya dapat memantau
perkembangan anak dari gambaran yang ada di dalam kinetic sand maupun
bentuk bangunan yang dibuat anak dengan
kinetic sand. Oleh sebab itu Orangtua perlu memberikan penguatan pada anak untuk menyelesaikan latihan tersebut agar apa
yang menjadi tujuan awal dari proses pendampingan dapat tercapai (Wix, 1996).
2. Game
Game
memiliki manfaat yaitu melatih anak slow
learner mengembangkan perspektif atau pandangan yang berbeda mengenai
dirinya sehingga gambaran pribadi dan kepercayaan dirinya meningkat. Game dapat membantu anak menceriterakan
kisahnya, sehingga membantu memunculkan kesadaran dalam diri tentang sebab
akibat dari sebuah perisiwa. Oleh karenanya game
dapat bermanfaat bagi anak untuk berlatih, berpraktik, dan bereksperimen dengan
perilaku baru yang lebih sesuai. Anak mendapatkan kemahiran baru dan
menghilangkan perilaku lama yang kurang tepat, dengan pemahaman yang lebih
sederhana dan menyenangkan. Dari pengalaman tersebutlah, anak slow learner dapat berlatih untuk
mengambil keputusan atas setiap perilakunya dengan lebih baik.
Game merupakan aktifitas yang
menyenangkan dan membantu menstimulasi perkembangan anak slow learner baik aspek fisik, kognitif, emosional, dan sosial.
Penggunaan game dalam mendampingi
anak slow learner belajar atau
berlatih, menjadi cara yang baik untuk menstimulasi dan mengembangkan kekuatan
ego anak. Di dalam game, anak harus menghadapi masalah, seperti kekalahan,
kecurangan, keadilan, giliran, kehilangan giliran, berpegang pada aturan,
kegagalan, keadilan, ketidakadilan, dan tertinggal. Selain itu, game menjadikan anak bereksperimen,
merasakan, dan melatih respons atas tugas yang mencakup penyelesaian masalah,
komunikasi, dan interaksi sosial. Game
berbeda dengan permainan langsung. Permainan langsung tidak ada aturan
159
ISBN:
978-602-1145-49-4
Peran
Psikologi Perkembangan dalam Penumbuhan Humanitas pada Era Digital 22-24 Agustus
2017, Hotel Grasia, Semarang
sementara dalam
game perilaku anak dibatasi oleh aturan. Dari aturan tersebut anak mempelajari
tujuan, bgaaimana memainkan, dan mempelajari batasan dan konsekuensi yang ada
pada game. Oleh sebab itu, yang perlu
diperhatkan dalam pemilihan game
sebagai media yang dapat digunakan dalam layanan bimbingan bagi anak terlebih
yang mengalami berkebutuhan khusus yaitu game
yang melibatkan kemampuan motorik dan fisik, melibatkan strategi, dan bersifat
kompetitif. Metode game cocok untuk
diberikan pada anak slow learner.
Alasannya adalah dengan penggunaan game,
perkembangan moral-sosial anak slow
learner dapat terstimulasi lewat materi bimbingan yang diberikan lewat
jenis game yang diberikan. Anak slow learner juga berlatih berperilaku
yang adaptif atas aturan yang berlak dalam game
dan konsekuensi dari aturan tersebut. Anak slow
learner yang memiliki kecenderungan temperamen maupun sensitif, hal ini
yang seringkali memjadikan anak slow
learner mengalami kesulitan dalam berinteraksi sosial dan cenderung mutup
diri. Tujuan dari penggunaan game
dalam bimbingan adalah melatih anak yang menutup diri agar mampu membangun
hubungan dengan teman sebaya, membantu anak menemukan potensi diri dan hal-hal
yang perlu ditingkatkan dalam dirinya, melatih anak untuk sigap,
berkonsentrasi, dan gigih dalam menyelesaikan tugas. Selain itu game juga dapat membantu anak
meningkatkan keterampilan sosial seperti kerjasama agar melatih respons yang
tepat atas kekecewaan, kemunduran, kegagalan, dan keberhasilan. Anak juga
terlatih untuk meningkatkan keterampilan menyelesaikan masalah dan mengambil
keputusan (Geldard, 2008).
3. Clay
Clay atau sering disebut dengan
tanah liat, menjadi alternatif media yang dapat digunakan untuk mendampingi anak slow
learner. Clay dapat digunakan
untuk anak berusia Sekolah Dasar khususnya kelas atas yaitu klas 4-6, sedangkan
anak dikelas bawah hingga Taman Kanak-kanak dapat menggunakan plastisin. Clay dapat digunakan untuk membantu anak
melepaskan emosi yang kuat secara tepat.
Clay bermanfaat bagi anak slow learner untuk memproyeksikan
perasaan, memahami masa lalu,
menemukan sebab akibat dari sebuah peristiwa atau perilaku tertentu muncul,
membantu anak menceriterakan kisah mereka dengan mengilustrasikanya lewat
bentuk cetakan yang dibuatnya dengan clay.
Anak dapat terbantu mengenali dan mengatasi masalah yang sedang mereka hadapi
namun kesulitan dalam menemukan alasan dari sebab akibatnya.
Clay juga bermanfaat bagi anak slow learner untuk mendapatkan
pemahaman dan pengertian atas
interaksinya dengan orang lain, meningkatkan rasa kebersamaan, dan membantu
anak mengenali sebab akibat atas perilaku kita dalam pergaulan di kelompok.
Oleh sebab itu, clay sangat cocok
untuk membantu anak slow learner.
Penggunaan Clay dapat membantu anak slow learner tersebut mengekspresikan
suasana hati dan perasaan secara tepat dan dapat diterima oleh oranglain.
Pada
anak slow learner, clay dapat
digunakan sebagai media katarsis anak mengekspresikan ide-idenya. Clay dapat membantu anak mengkatarsiskan
emosi-emoi yang terbendung, mengingat anak slow
learner berkecenderungan memiliki energi yang berlebih serta tingkat emosi
yang agak tinggi. Dengan meremas, menonjok, mengulur, dan membentuk sebuah
cetakan lewat clay, anak slow learner
dapat menyalurkan energi berlebihnya secara lebih positif. Hal ini efektif
digunakan dalam membantu anak slow
learner yang sedang mengalami permasalahan pribadi terkait dengan obsesinya
yang terkadang cenderung kompulsif. Orangtua dapat menggunakan clay dalam mengatasi emosional anak slow learner yang terlihat dari
bagaimana anak bereksperimen membuat bentuk dan bangunan lewat Clay. Ketika anak menyentuh clay dengan tekstur yang lembut dan
kenyal membantu anak untuk mengkatarsiskan apa yang menjadi ketertekananya.
Tekstur clay yang kenyal dan keras,
mewakili benda yang dapat dibanting atau perkataan yang dapat diungkapkan anak
atas kejengkelannya. Saat anak menguleni clay,
Orangtua dapat menggali secara mendalam apa yang menjadi permasalahan,
khususnya perasaan anak.
4. Buku ceritera
160
ISBN:
978-602-1145-49-4
Peran
Psikologi Perkembangan dalam Penumbuhan Humanitas pada Era Digital 22-24 Agustus
2017, Hotel Grasia, Semarang
Buku
ceritera merupakan kegiatan membacakan buku ceritera yang dapat dilakukan oleh
Orangtua pada anak normal maupun anak yang mengalami slow learner. Kegiatan ini dapat membantu menambah perbendaharaan
kata dan meningkatkan kemampuan membaca. Hal ini sangat efektif bagi anak slow
learner yang memiliki kafrekteristik dan permasalahan berkaitan dengan
komunikasi, berbahasa dan membaca. Hal ini seperti yang dikemukakan (elster,
dalam Lane&Wright 2007) bahwa selain membantu anak berlatih kosa kata baru
dan mengingatnya, juga melatih anak untuk lebih berkonsentrasi dalam
mendengarkan. Dengan demikian anak akan lebih mudah memahami informasi atau
intruksi yang didengarnya, sehingga anak akan mampu mengungkapkanya kembali
dalam bentuk tulisan.
Tujuan
umum penggunaan buku cerita yaitu; membantu anak slow learner mengenali kecemasan atau tekanan yang mereka rasakan
ketika mendengarkan cerita, membantu anak menemukan tema dan emosi terkait yang
muncul dalam kehidupan mereka dari waktu ke waktu, dan membantu anak memikirkan
serta menggali alternatif-alternatif solusi bagi berbagai permasalahan. Adapun
tujuan khususunya yaitu, membantu anak slow
learner menormalkan peristiwa dalam hidup mereka dengan membuat anak
mengetahui bahwa oranglain juga memiliki pengalaman yang serupa. Kegiatan ini
menstimulasi perkembangan hati nurani dan empati pada anak slow learner. Selain itu, tujuan dari penggunaan buku cerita secara
khusus yaitu membantu anak mengekspresikan harapan, keinginan dan fantasi
positif bagi kelanjutan hidupnya. Membantu anak menyadari bahwa beberapa
kejadian tidak dapat dihindari, maka anak perlu memiliki akal disetiap
pengalamanya.
Penggunaan
buku cerita menjadikan anak slow learner
semakin terbiasa mengenali tokoh, tema, atau kejadian dalam cerita dan dengan
melakukan hal itu anak dapat diyakinkan untuk merefleksikan situasi
kehidupanya. Ketika anak membuat cerita, ide cerita berasal dari pengalaman
hidup anak-anak. Oleh sebab itu Orangtua perlu membantu anak dalam memahami isi
ceritera dan mengkaitkanya dengan pengalaman yang pernah dialami anak dan atau
berkaitan dengan latar belakang anak. Selanjutnya Orangtua memberikan
pertanyaan yang akan dijawab oleh anak, dan segera merespon jawaban tersebut.
Hal ini karena jawaban anak menunjukan tingkat pemahaman anak. Dengan sering
berlatih dengan menggunakan buku ceritera, diharapkan anak terstimulasi secara
kognisi dan terbiasa berlatih menyeledsaikan masalah maupun memahami suatu hal
(Palincsar & Brown, dalam Doyle & Bramwell,2006).
Simpulan
Berdasarkan
paparan di atas, dapat disimpukan bahwa art
therapy dengan menggunakan media kinetic
sand, clay, game, dan buku ceritera, dapat mejadi alternatif bagi para
Orangtua yang memiliki anak slow learner
dalam memberikan pendampingan berkaitan dengan perkembangan akademik, emosi,
dan moral-sosial. Selain itu, Orangtua juga perlu meningkatkan keterampilan
berkomunikasi terhadap anak slow learner
agar proses pendampingan dengan menggunakan media-media tersebut dapat berhasil
secara optimal. Tanpa adanya keterampilan berkomunikasi yang sesuai dengan anak
slow learner, maka pendampingan yang
diberikan tidak akan berjalan secara optimal. Demikian halnya dengan penggunaan
media, ketika orangtua terampil berkomunikasi dan tanpa mengunakan media
sebagai sarana belajar anak slow learner,
maka anak akan kesulitan memahami informasi atau intruksi yang diterimanya.
Maka, Orangtua diharapkan mau dan mampu mengenal dan memahami art therapy serta bagaimana
berkomunikasi dengan anak slow learner
secara tepat.
Kepustakaan
161
ISBN:
978-602-1145-49-4
Peran
Psikologi Perkembangan dalam Penumbuhan Humanitas pada Era Digital 22-24 Agustus
2017, Hotel Grasia, Semarang
Borah.,
R.R (2013). Slow Learners: Role of Teachers and Guardians in Honing Hidden
Skils. International Journal of
Educational Planning&Administration. ISSN 2249-3093 Volume 3, Number 2
(2013).
Doyle, B.G.,
& Bramwell., W. (2006). Promoting emergent literacy and social-emotional
learning through dialogic reading. The
Reading Teacher, 59 (6), 554-564.
Gerald,K., & Gerald, D (2008). Konseling Anak-Anak. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Hopkins., Bill. (2008). The Child Who is a Slow Learner. Teachers Resource Manual.
Cortland:
State University of New York
Lane, H. B., & Wright., T.L. (2007).
Maximizing the effectivess of reading aloud. Education, 60
(7), 668-675
Mumpuniarti., (2007). Pendekatan Pembelajaran Bagi Anak Hambatan Mental. Yogyakarta:
Kanwa Publisher.
Nani,
T & Amir., (2013). Pendidikan Anak
Berkebutuhan Khusus Lamban Belajar Slow Learner. Jakarta: PT Luxima Metro
Media
Rumini.,S (1980). Pengetahuan Subnormalitas Mental. Yogyakarta: UNY
Shaw,
S., Grimes, D., Bulman, J., (2005). Educatting Slow Learners: Are Charter
Schools the Last, Best Hope for TheirnEducational Sucess. The Charer Schools Resource Journal. Vol. I No. I. Winter. www.ehhs.cmich.edu
Tansley,
AE & Gulliford., R. (1977). The
Education of Slow Learning Children. London: Routledge Paper Back
Wix., L. (1996) ‘The art in art therapy education: Where is it?’
Art Therapy: Journal of the American Art Therapy Association 13, 3,
174–180.
Yusuf.,M
(2003). Pendidikan Bagi Anak dengan
Problema Belajar. Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri
162
ISBN:
978-602-1145-49-4