Thursday 20 September 2018

Cara Penyelesaian Hutang Pewaris Oleh Ahli Waris Di Desa Pakong Kecamatan Pakong Kabupaten Pamekasan


BAB I
PENDAHULUAN
A.      Konteks Penelitian
Setiap Manusia memiliki metamorfosa kehidupan mulai dari proses kelahiran, proses perjalanan hidup dan peristiwa kematian. Hal ini tentu akan   memberikan akibat hukum pada lingkungan hidup manusia, terutama pada orang-orang terdekat baik dekat dalam artian nasab maupun sebab. Kelahiran membawa akibat timbulnya hak dan kewajiban bagi setiap manusia serta timbulnya hubungan hukum antar mereka (anak, orang tua,kerabat dan masyarakat) di lingkungannya. Begitu pula dengan peristiwa kematian yang juga akan membawa akibat hukum yaitu tentang tatacara kelanjutan pengurusan hak dan kewajiban seseorang yang telah meninggal terhadap ahli warisnya.
Dalam suatu kehidupan yang saat ini telah berkembang menjadi sedemikian kompleks, tak dapat dipungkiri akan timbulnya berbagai persoalan tentang banyak hal diantaranya persoalan kewarisan, yang dalam hal ini berkaitan dengan keadilan, persamaan hak dimata hukum juga harta yang sering kali menimbulkan akibat-akibat yang tidak menguntungkan bagi salah satu ahli warisnya. Maka dari itu,ilmu kewarisan memiliki peranan yang sangat penting untuk dipelajari dan diamalkan, karena hal ini sangat erat kaitannya dengan lingkup kehidupan manusia khususnya dalam aspek kekeluargaan.
Hukum kewarisan sebagai suatu pernyataan tekstual yang tercantum dalam Al-Quran merupakan sutu hal yang absolute dan universal bagi setiap muslim untuk diwujudkan dalam kehidupan sosial. Sebagai ajaran yang universal, hukum kewarisan mengandung nilai-nilai abadi dan unsur yang berguna untuk senantiasa siap mengatasi segala kesulitan sesuai dengan kondisi ruang dan waktu. Al-Quran mengajarkan hukum jauh lebih luas dari apa yang diartikan oleh ilmu hukum, sebab hukum menurut Al-Quran Tidak hanya diartikan sebagai ketentuan-ketentuan yang mengatur hidup bermasyarakat, tetapi juga mengatur segala sesuatu yang ada dalam alam semesta raya ini.[1]
Al-Quran merupakan acuan utama hukum tentang penentuan pembagian warisan. Dalam syariat Islam pada umumnya, tidak dijumpai hukum-hukum yang diuraikan oleh Al-Quran secara jelas dan terperinci sebagaimana hukum waris. Dalam Al-Quran telah juga dijelaskan dan diperinci secara detail tentang tata cara pembagian harta warisan juga hukum-hukum yang berkaitan dengan kewarisan tanpa perlu  mengabaikan hak seorangpun.Begitupun tentang pembagian masing-masing ahli waris  baik itu laki-laki maupun perempuan telah ada ketentuannya di dalam Al-Quran  surat an-Nisa’ ayat 11, sebagaimana firmannya:
ÞÞOä3ŠÏ¹qムª!$# þÎû öNà2Ï»s9÷rr& ( ̍x.©%#Ï9 ã@÷VÏB Åeáym Èû÷üusVRW{$# 4 bÎ*sù £`ä. [ä!$|¡ÎS s-öqsù Èû÷ütGt^øO$# £`ßgn=sù $sVè=èO $tB x8ts? ( bÎ)ur ôMtR%x. ZoyÏmºur $ygn=sù ß#óÁÏiZ9$# 4 Ïm÷ƒuqt/L{ur Èe@ä3Ï9 7Ïnºur $yJåk÷]ÏiB â¨ß¡9$# $£JÏB x8ts? bÎ) tb%x. ¼çms9 Ó$s!ur 4 bÎ*sù óO©9 `ä3tƒ ¼ã&©! Ó$s!ur ÿ¼çmrOÍurur çn#uqt/r& ÏmÏiBT|sù ß]è=W9$# 4 bÎ*sù tb%x. ÿ¼ã&s! ×ouq÷zÎ) ÏmÏiBT|sù â¨ß¡9$# 4 .`ÏB Ï÷èt/ 7p§Ï¹ur ÓÅ»qム!$pkÍ5 ÷rr& AûøïyŠ 3 öNä.ät!$t/#uä öNä.ät!$oYö/r&ur Ÿw tbrâôs? öNßgƒr& Ü>tø%r& ö/ä3s9 $YèøÿtR 4 ZpŸÒƒÌsù šÆÏiB «!$# 3 ¨bÎ) ©!$# tb%x. $¸JŠÎ=tã $VJŠÅ3ym ÇÊÊÈ  

Artinya: Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan[272]; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua[273], Maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, Maka ia memperoleh separo harta. dan untuk dua orang ibu-bapak, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), Maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, Maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.[2]

Pada dasarnya jika kita cermati secara seksama ayat diatas tidak hanya membahahas tentang  ukuran-ukuran juga urutan pembagian harta waris terhadap ahli warisnya, melainkan juga menyangkut kepada kewajiban ahli waris yang merupakan hak pewaris yang perlu dan tentunya sangatlah urgen untuk dilakasanakan sebelum warisan itu di bagikan, diantaranya adalah pelunasan hutang dan pemenuhan wasiat.[3]
Bila dicermati susunan kalimat dalam Al-Quran seperti yang disebutkan diatas maka wasiat harus dibayar terlebih dahulu dari hutang-hutang orang yang meninggal dunia. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya hutanglah yang harus didahulukan sehingga jika harta yang ditinggalkan hanya cukup untuk membayar hutangnya maka si ahli waris tidak berhak untuk mendapatkan harta warisan.[4] Dalam hal ini,mufassir juga cendrung mendahulukan implementasi hutang dari pada wasiat. Pertimbangan mereka didasarkan atas asumsi umum bahwa wasiat dibagikan tanpa imbalan apa-apa, sedangkan hutang dapat berakibat lain bagi ahli waris. Rasyid Ridho menambahkan bahwa hutang di dahulukan dari pada wasiat karena hutang mengandung dua unsur perjanjian dua pihak, sedangkan wasiat hanya satu pihak yakni kerelaan pihak yang memberi wasiat.[5]
Hikmah mendahulukan pembayaran hutang dibandingkan wasiat adalah karena hutang wajib dibayar. Jika tidak dibayar maka di akhirat kelak Allah akan menagihnya. Orang yang memberi hutangpun akan senantiasa menuntut, meskipun orang tuanya telah meninggal dunia, maka ahli warisnyalah yang akan di tagih sehingga ia membayar. Dapat disimpulkan bahwa pembayaran hutang harus terlebih dulu ditunaikan ketimbang dengan wasiat sebab hutang merupakan kewajiban untuk dilunasi serta selalu akan berkaitan dengan pihak yang menghutangi.
Meskipun demikian, perlu ditekankan pula bahwa ahli waris tidak punya kewajiban hukum untuk membayar hutang-hutang orang yang meninggal dunia. Ahli waris hanya bertanggung jawab hukum sepanjang harta warisan itu cukup untuk melunasi hutang-hutang orang yang meninggal dunia.[6]Maksudnya bahwa hutang-hutang itu tidak boleh mendatangkan kemudharatan terhadap ahli warisnya. Namun apabila dengan pembayaran hutang itu tidak membawa kemudharatan  atau kerugian bagi para ahli waris maka itu diperbolehkan dan dihitung sebagai bentuk ketaatan seorang anak terhadap orang tuanya. Hal ini juga tercantum jelas dalam kompilasi hukum Islam pasal 175 No. 2 sebagai berikut:Tanggung jawab Ahli waris terhadap hutang atau kewajiban pewaris hanya terbatas pada jumlah atau harta peninggalannya.[7]
Berbeda dengan fenomena yang terjadi di Desa Pakong Kecamatan Pakong Kabupaten Pamekasan, tentang praktik Penyelesaian sengketa hutang pewaris oleh ahli waris. Praktik ini sudah meluas pada seluruh lapisan masyarakat Dusun Pakong laok. Jika dilihat diri sisi keagamaannya entah itu dalam bidang ubudiyah maupun amaliyah masyarakat pakong cenderung agamis. Namun, untuk masalah pemahahaman tentang hukum Islam seperti halnya dalam bidang kewarisan masyarakat di Desa Pakong masih mempunyai pemahaman yang minim, dalam artian tidak menyuluruh dan mendetail. Contoh dalam hal penyelesaian hutang orang yang sudah meninggal, masyarakat memahami bahwa apabila ada seseorang yang meninggal maka pembayaran hutang si pewaris itu dibebankan kepada ahli waris diikuti dengan pemahaman bahwa harta yang dibayarkan haruslah juga menggunakan harta si ahli waris.  
Masyarakat di desa ini secara umum meyakini bahwa apabila seseorang meninggal dunia, maka kewajiban menunaikan atau membayarkan hutang-hutang semasa hidupnya dibebankan sepenuhnya kepada ahli warisnya. Begitupun dengan harta yang digunakan untuk membayar hutang tersebut berasal dari harta ahli waris, hal ini timbul berdasarkan kesalah pahaman mereka mengenai ucapan tokoh masyarakat yang apabila ada seseorang yang meninggal berucap “kepada seluruh masyarakat apabila si mayat mempunyai hutang makadi mohon untuk di minta kepada ahli warisnya”. Contoh hal ini terdapat pada sebuah kasus yang terjadi di Desa Pakong pada tahun 2015 yaitu pada suatu ketika ada seorang yang meninggal dunia meninggalkan hutang yang begitu banyak, meliputi hutang kepada manusia) maupun kepada Allah (Shalat dan Puasa) sementara itu harta yang ditinggalkan tidak mampu mencukupi pembayaran hutang-hutang tersebut. karna merasa punya kewajiban dan tanggung jawab untuk membayarnya karana takut ruh suaminya tertahan oleh hutangnya maka sang Istripun sebagai ahli warisnya berusaha untuk untuk melunasinya dengan cara mencari pinjaman untuk melunasi hutang suaminya tersebut. Tentunya hal ini sangatlah bertolak belakang dengan apa yang dipaparkan di atas bahwa seharusnya pembayaran hutang tersebut tidak membawa kemudhorotan (kesempitan) bagi si ahli waris serta hal ini tidak selaras dengan apa yang di jelskan oleh syariah.
Maka dari itu, peneliti sangat tertarik untuk mngetahui secara lebih dalam dan detail tentang realita sosial yang menurut saya terdapat perbedaan dengan ketentuan syariah di Desa Pakong terkait dengan penyelesaian hutang pewaris oleh ahli waris yaitu dalam hal pelunasannya yang seharusnya tidak boleh mendatangkan kemudharatan terhadap ahli waris. Sehingga dengan demikian, judul dalam penelitian ini ialah “Praktik Penyelesaian Hutang Pewaris Oleh Ahli Waris Di Desa Pakong Kecamatan Pakong Kabupaten Pamekasan
B.       Fokus Penelitian
Dari konteks penelitian diatas, penulis dapat menyajikan beberapa fokus penelitian dengan tujuan agar dalam pelaksanaan penelitian ini, penulis benar-benar mendapatkan data sesuai dengan apa yang di harapkan fokus penelitian di bawah ini, diantaranya sebagai berikut:
1.      Bagaimana Cara Penyelesaian Hutang Pewaris Oleh Ahli Waris Di Desa Pakong Kecamatan Pakong Kabupaten Pamekasan?
2.      Apa Saja faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya Praktik Penyelesaian Hutang Pewaris Oleh Ahli Waris Di Desa Pakong Kecamatan Pakong Kabupaten Pamekasan?
3.      Bagimana Pandangan Hukum Islam Mengenai Penyelesaian Hutang Pewaris Oleh Ahli Warisdi di Desa Pakong Kecamatan Pakong Kabupaten Pamekasan?.
C.      Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian yang akan di teliti oleh peneliti merupakan sesuatu yang ingin dicapai dalam sebuah kegiatan penelitian, berdasarkan uraian diatas, maka tujuannya adalah:
1.      Untuk Mengetahui Cara Penyelesaian Sengketa Hutang Pewaris Oleh Ahli Waris di Desa Pakong Kecamatan Pakong Kabupaten Pamekasan
2.      Untuk mengetahui faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya Penyelesaian Sengketa Hutang Pewaris Oleh Ahli WarisDi Desa Pakong Kecamatan Pakong Kabupaten Pamekasan
3.      Untuk mengetahui Pandangan Hukum Islam Mengenai Penyelesaian Sengketa Hutang Pewaris Oleh Ahli Warisdi Desa Pakong Kecamatan Pakong Kabupaten Pamekasan.
D.      Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan kajian ini, dapat dijelaskan dengan spesifikasi sebagai berikut:
1.    Bagi Para Anggota Pemustaka STAIN Pamekasan
Hasil penelitian ini, diharapkan dapat menembah referensi keilmuan untuk kemudian dijadikan salah satu sumber kajian (bahan pustaka) terutama dalam hal pengembngan wawasan keilmuan.
2.    Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini akan menjadi salah satu pengalaman yang akan memperluas wawasan pengetahuan dan cakrawala pemikiran. Hal ini khususnya tentang hal yang menyangkut dengan penelitian ini sehingga nantinya dapat menerapkan ilmu yang di dapat baik selama  melakukan proses penelitian ataupun selama perkuliahan.
3.    Bagi Mahasiswa Syari’ah
Hasil penelitian ini, diharapkan menjadi salah satu bahan bacaan, yang dapat memperluas cakrawala pemikiran dan wawasan pengetahuan mahasiswa Syariah
4.    Bagi Masyarakat Pakong
Sebagai Bahan informasi tentang Praktik Penyelesaian hutang pewaris oleh Ahli waris di Desa Pakong Kecamatan Pakong Kabupaten Pamekasan.
E.       Definisi Istilah
Ada beberapa istilah yang harus didefinisikan dalam penelitian ini, agar terbangun persepsi yang sejalan dengan penulis, yaitu:
1.      Hukum Islam adalah seperangkat aturan yang ditetapkan secara langsung dan tegas oleh Allah atau ditetapkan pokok-pokoknya untuk mengtur hubungan antara manusia dan tuhannya, manusia dengan sesamanya, dan manusia dengan alam semesta.[8]
2.      Hutang Pewaris: Pinjaman yang dilakukan oleh Pemilik harta warisan semasa hidupnya dan ia mati sebelum melunasinya.
3.      Ahli Waris: orang yang berhak menerima harta warisan
Dari penjelasan definisi Istilah diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa perbuatan penyelesain suatu pinjaman yang pernah dilakukan oleh orang yang sudah meninggal dan belum dilunasinya yang kemudian berpindah hak penyelesaiannya terhadap orang yang menerima warisan di tinjau dari hukum Islam.








[1]Idris Djakfar dan Taufik Yahya, Kompilasi Kewarisan Hukum Islam (Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya, 1995), hlm. 1-2
[2]Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya.
[3]Ali parman, Kewarisan dalam Al-Quran: suatu kajian hukum denganpendekatan tafsir tematik,  (Jakarta: PT RajaGrafindo, 1995), hlm. 96
[4]M. Qurish Shihab, Al-Misbah: Pesan, kesan dan keserasian Al-Quran, (Jakarta: Lentera Hati, 2012), hlm. 345
[5]Ali parman, Kewarisan dalam Al-Quran. Hlm, 97
[6]Idris Ramulyo, Perbandingan Hukum Kewarisan Islam dengan Kewarisan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), hlm. 114
[7] Kompilasi Hukum Islam, Pasal 175 (Bandung: Nuansa Aulia, 2015), hlm. 52
[8] Amrullah Ahmad, Dimensi Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional, (Depok: Gema Insani, 2006), hlm.87