Tuesday 18 September 2018

Kajian Teoritik Tentang Keterlibatan Orangtua (skripsi Bab II )




BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A.   Kajian Teoritik Tentang Keterlibatan Orangtua
1.    Pengertian orangtua
Pengertian orangtua dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah ayah dan ibu kandung, orang yang dianggap tua (cerdik, pandai, ahli dan sebagaianya).[1] Orangtua yang penulis maksudkan adalah ayah dan ibu.Anak belajar perlu dorongan dan pengertian orangtua.
Bila anak sedang belajar jangan diganggu dengan tugas-tugas dirumah. Kadang-kadang anak mengalami lemah semangat. Orangtua wajib memberi pengertian dan mendorongnya, membantu sedapat mungkin kesulitan yang dialami anak di sekolah. Kalau perlu menghubungi guru anaknya. Untuk mengetahui perkembangannya.[2]
Orangtua merupakan sosok pertama dan utama dalam pendidikan anak. Meskipun anak telah dititipkan ke sekolah, tetapi orangtua tetap berperan terhadap prestasi belajar anak. Arifin menyebutkan, ada tiga peran orangtua yang berperan dalam prestasi belajar anak, yaitu:
1.    Menyediakan kesempatan sebaik-baiknya kepada anak untuk menemukan minat, bakat, serta kecakapan-kecakapan lainnya serta mendorong anak agar meminta bimbingan dan nasehat kepada guru.
2.    Menyediakan informasi-informasi penting dan relevan yang sesuai dengan bakat dan minat anak.
3.    Menyediakan fasilitas atau sarana belajar serta membantu kesulitan belajarnya.[3]
Berdasarkan pendapat Arifin di atas, maka dapat dijelaskan lebih rinci  dan luas tentang pengertian orangtua serta peran orangtua dalam mendukung prestasi belajar anak, yaitu:
1.    Pengasuh dan pendidik
Orangtua berperan sebagai pendidik sebab dalam pekerjaannya tidak hanya mengajar, tetapi juga melatih keterampilan anak, terutama sekali melatih sikap mental anak.[4] Maka dalam hal ini, orangtua harus dan mampu bertanggungjawab untuk menemukan bakat dan minat anak, sehingga anak diasuh dan dididik, baik langsung oleh orangtua atau melalui bantuan orang lain, seperti guru, sesuai dengan bakat dan minat anak sendiri, sehingga anak dapat memperoleh prestasi belajar secara lebih optimal. Bukan karena keegoisan orangtua, yang justru “memenjarakan” anak dengan kondisi yang diinginkan orangtua.
2.    Pembimbing
Bimbingan adalah segala kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dalam rangka memberikan bantuan kepada orang lain yang mengalami kesulitan, agar orang tersebut mampu mengatasinya sendiri dengan penuh kesadaran.[5] Maka dalam hal ini, orangtua harus senantiasa memberikan bimbingan secara berkelanjutan. Anak disekolah hanya tujuh jam, dan bertemu dengan gurunya hanya sampai 2 dan 3 jam. Maka prestasi belajar anak sangat didukung oleh bimbingan belajar yang diberikan orangtua secara berkelanjutan, langsung maupun tidak langsung.
3.    Motivator
Orangtua memberikan dorongan tentang pentingnya belajar dengan tujuan untuk meningkatkan prestasi belajar, sehingga anak benar-benar merasa penting dan membutuhkan apa yang dianjurkan oleh orangtuanya.[6] Orangtua harus mampu menjadi motivator belajar anak. Hal ini dilakukan antara lain dengan membimbing belajar anak dengan kasih sayang secara berkelanjutan, serta dengan menciptakan suasana belajar di rumah. Suasana belajar dapat diwujudkan dengan meminimalisir kebiasaan-kebiasaan yang kurang bermanfaat, seperti nonton TV secara terus menerus, maka bagaimana suasana belajar mampu dikondisikan oleh orangtua, maka sejauh itu pula anak termotivasi untuk belajar. semakin tinggi motivasi belajar anak, semakin tinggi pula kemungkinan anak untuk memperoleh prestasi belajar yang maksimal.
4.    Fasilitator
Dalam belajar mengajar orangtua menyediakan berbagai fasilitas seperti media, alat peraga, termasuk menentukan berbagai jalan untuk mendapatkan fasilitas tertentu dalam menunjang program belajar anak. Orangtua sebagai fasilitator turut mempengaruhi tingkat prestasi yang dicapai anak.[7] Bentuk dukungan lain yang tidak kalah pentingnya berkenaan dengan peranan orangtua dalam belajar anak adalah dengan menyiapkan berbagai fasilitas pembelajaran. Fasilitas ini dimulai dengan biaya pendidikan karena tidak ada pendidikan gratis seratus persen. Fasilitas pendidikan selanjutnya adalah berkenaan dengan penyediaan buku-buku ajar yang dibutuhkan peserta didik, demikian juga dengan fasilitas lainnya, seperti alat-alat tulis, tempat belajar, dan lain-lain.

2.    Pengertian hubungan orangtua murid dengan sekolah/ Madrasah
Perkumpulan orangtua murid (POM) berfungsi sebagai pembantu pemelihara sekolah, maupun komite sekolah bukan organisasi pengelolaan hubungan sekolah dengan masyarakat. Ia berada diluar pengelolaan tersebut. Pengelolaan hubungan sekolah dengan masyarakat dibawah komando langsung kepala sekolah yang ditugaskan kepada wakil kepala sekolah bagian humas sekolah. Sedangkan komite sekolah, diluar komando kepala sekolah, kedudukannya sederajat, dan hubungan kerjanya bersifat konsultif.
Hubungan yang harmonis antara sekolah dan masyarakat ini semakin dirasakan pentingnya pada masyarakat yang telah menyadari dan memahami pentingnya pendidikan bagi anak-anak. Namun, tidak berarti pada masyarakat yang masih kurang menyadari pentingnya pendidikan, hubungan kerjasama ini tidak perlu dibina. Pada masyarakat yang kurang menyadari akan pentingnya pendidikan, sekolah di tuntut lebih aktif dan kreatif untuk menciptakan hubungan kerjasama yang lebih harmonis.
Jika hubungan sekolah dengan masyarakat berjalan dengan baik, rasa tanggungjawab dan partisipasi masyarakat untuk memajukan sekolah juga akan baik dan tinggi. Agar tercipta hubungan dan kerjasama yang baik antara sekolah dan masyarakat, masyarakat perlu mengetahui dan memiliki gambaran yang jelas tentang sekolah yang bersangkutan. Gambaran dan kondisi sekolah ini dapat diinformasikan kepada masyarakat melalui laporan kepada orangtua murid, buletin bulanan, penerbitan surat kabar, pameran sekolah, open house, kunjungan kesekolah, kunjungan kerumah murid, penjelasan oleh staf sekolah, murid, radio dan televisi, serta laporan tahunan.
Kepala sekolah yang baik merupakan salah satu kunci untuk bisa menciptakan hubungan yang baik antara sekolah dan masyarakat secara efektif karena harus menaruh perhatian tentang apa yang terjadi pada peserta didik di sekolah dan apa yang dipikirkan orangtua tentang sekolah. Kepala sekolah dituntut untuk senantiasa berusaha membina dan meningkatkan hubungan kerjasama yang baik antara sekolah dan masyarakat guna mewujudkan sekolah yang efektif dan efisien. Hubungan yang harmonis ini akan membentuk, yaitu:
1.    Saling pengertian antara sekolah, orangtua, masyarakat, dan lembaga-lembaga lain yang ada di masyarakat, termasuk dunia kerja.
2.    Saling membantu antara sekolah dan masyarakat karena mengetahui manfaat, arti dan pentingnya peranan masing-masing.
3.    Kerjasama yang erat antara sekolah dengan berbagai pihak yang ada di msyarakat dan mereka merasa ikut bertanggungjawab atas suksesnya pendidikan dan sekolah.
Melalui hubungan yang harmonis tersebut, diharapkan tercapai tujuan hubungan sekolah dengan masyarakat, yaitu terlaksananya proses pendidikan di sekolah secara produktif, efektif, dan efisien sehingga menghasilkan lulusan sekolah yang produktif dan berkualitas. Luluisan yang berkualitas ini tampak dari penguasaan peserta didik terhadap ilmu pengetahuan, ketermpilan dan sikap, yang dapat dijadikan bekal untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang berikutnya atau hidup di masyarakat sesuai dengan asas pendidikan seumur hidup.[8]

3.    Tujuan hubungan orangtua murid dengan sekolah/ Madrasah
Hubungan sekolah dengan masyarakat pada hakikatnya merupakan suatu sarana yang sangat berperan dalam membina dan mengembangkan pertumbuhan pribadi peserta didik di sekolah. Dalam hal ini, sekolah sebagai sistem sosial merupakan bagian integral dari sistem sosial yang lebih besar, yaitu masyarakat. Sekolah dan masyarakat memiliki hubungan yang sangat erat dalam mencapai tujuan sekolah atau pendidika secara efektif dan efisien. Sekolah juga harus menunjang pencapaian tujuan atau pemenuhan kebutuhan masyarakat, khususnya kebutuhan pendidikan. Oleh karena itu, sekolah berkewajiban untuk memberi penerangan tentang tujuan-tujuan, program-program, kebutuhan, serta keadaan masyarakat. Sebaliknya, sekolah juga harus mengetahui dengan jelas apa kebutuhan, harapan, dan tuntutan masyarakat, terutama terhadap sekolah. Dengan perkataan lain, antara sekolah dan masyarakat harus dibina suatu hubungan yang harmonis.
Keterlibatan orang tua dan masyarakat dalam program sekolah bertujuan antara lain untuk:
1.    Memajukan kualitas pembelajaran dan pertumbuhan peserta didik.
2.    Memperkokoh tujuan serta meningkatkan kualitas hidup dan penghidupan masyarakat, dan
3.    Mengairahkan masyarakat untuk menjalin hubungan dengan sekolah.
Untuk merealisasikan tujuan tersebut, banyak cara yang bisa dilakukan oleh sekolah dalam menarik simpati masyarakat terhadap sekolah dan menjalin hubungan yang harmonis antara sekolah dan masyarakat. Hal tersebut antara lain dapat dilakukan dengan memberitahu masyarakat mengenai program-program sekolah, baik program yang telah dilaksanakan, yang sedang dilaksanakan, maupun yang akan dilaksanakan sehingga masyarakat mendapat gambaran yang jelas tentang sekolah yang bersangkutan.[9]
Tujuan hubungan sekolah dengan orangtua sebagai berikut:
1.    Memupuk pengertian dan pengetahuan tentang pertumbuhan dan perkembngan pribadi anak.
2.    Memupuk pngertian dan cara mendidik anak yang baik, agar anak memperoleh pengalaman yang kaya dan bimbingan yang tepat, sehingga anak itu berkembang secara maksimal.

4.    Prinsip-prinsip hubungan orangtua murid dengan sekolah/ Madrasah
Prinsip-prinsip hubungan antara sekolah dan orangtua murid hendaknya berorientasi pada kepentingan sekolah dan orangtua murid sebagai berikut:
1.    Mengenal dengan sebaik-baiknya tentang aspek-aspek kepribadian murid.
2.    Mengenal dengan sebaik-baiknya tentang pertumbuhan dan perkembangan murid.
3.    Memahami bermacam-macam pendekatan tentang pendidikan anak dan mampu mempergunakan.
4.    Mengenal bermacam-macam teknik hubungan dengan orangtua murid dan mampu mempergunakan.
5.    Mengenal latar belakang penghidupan orangtua murid, baik lisan maupun tulisan.
6.    Ramah tamah dan terbuka berkomunikasi dengan orang tua murid.
7.    Hubungan dengan orangtua murid bersifat berkesinabungan.
8.    Menghindari meminta bantuan dana kepada orang tanpa didahului oleh keinginan dan keikhlasan dari orangtua murid sendiri.
9.    Pengkajian secara mendalam kode etik guru serta mengamalkannya.[10]



5.    Pentingnya keterlibatan orangtua dengan sekolah/ Madrasah
Tidak sedikit orangtua, yang turut mengantarkan anaknya ke sekolah atau lebih tepatnya lembaga sekolah. Kehadiran orangtua di sekolah meskipun tidak formal secara otomatis telah menjalin kontak dengan guru- guru di lembaga sekolah tersebut. Kontak antara orang tua dengan guru di lembaga sekolah tersebut menjadi jabatan komunikasi yang bermanfaat bagi tumbuh kembang anak. Bahkan, kontak tersebut akan membuka kerja sama antara guru dan orangtua dimana hasilnya merupakan pengalaman pendidikan yang baik bagi anak.
Ada baiknya, guru mengajak atau melibatkan orangtua dalam pendidikan anak termasuk yang dilaksanakan di sekolah. Keterlibatan orangtua ini perlu dorongan karena dapat membantu guru membangun harga diri guru di hadapan anak dalam menanamkan kedisiplinan dan mengurangi problem kehidupan serta meningkatkan kesadaran untuk belajar. Hasil-hasil riset menunjukkan bahwa pencapaian anak meningkat dengan adanya program keikutsertaan orangtua di dalam sekolah. Henderson (dalam Jo Ann Brewer, 1995) menyimpulan beberapa hal berikut ini.
1.    Keluarga bukanlah sekolah yang menyediakan lingkungan pendidikan untuk anak.
2.    Keterlibatan orangtua dalam pendidikan formal anak meningkatkan pencaian belajar anak.
3.    Keterlibatan orangtua adalah lebih efektif jika dilakukan  secara komprehensif dan berencana.
4.    Keterlibatan orangtua pada saat anak masih muda mempunyai efek menguntungkan terhadap pencapaian akademik di masa depan.
5.    Keterlibatan orangtua dalam pendidikan anak dirumah tidak cukup untuk meningkatkan kemampuan akademik anak dibandingkan dengan orangtua ikut serta disekolah.
6.    Anak-anak dari ekonomi lemah akan mendapat manfaat dari program orangtua ikut serta dalam program sekolah.[11]


B.   Kajian Teoritik Tentang Manajemen Berbasis Sekolah/ Madrasah
1.    Pengertian manajemen
Manajemen berasal dari bahasa Inggris “to manage”  yang berarti mengatur, mengurus, atau mengelola. Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia secara efektif, yang di dukung oleh sumber – sumber lain dalam organisasi untuk mencapai tujuan tertentu. Beberapa ahli berpendapat tentang manajemen bahwasanya proses mengoordinasikan aktivitas – aktivitas kerja sehingga dapat selesai secara efisien dan efektif dengan dan memulai orang lain.[12]
Manajemen adalah fungsi untuk mencapai sesuatu melalui kegiatan orang lain dan mengawasi usaha individu untuk mencapai tujuan yang bersama. Manajemen sebagai seni pencapaian tujuan yang dilakukan melalui usaha orang lain (James A.F. Stoner, 1982). Lebih lanjut lagi G. R. Terry (1990) menyatakan bahwa manajemen merupakan proses khas yang terdiri atas tindakan – tindakan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengendalian yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya. Lawrence A. Appley dan Oey Liang Lee menyatakan bahwa manajemen terdapat strategi memanfaatkan tenaga dan fikiran orang lain untuk melaksanakan aktivitas yang diarahkan pada pencapaian tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam manajemen terdapat teknik – teknik yang kaya dengan nilai – nilai kepemimpinan dalam mengarahkan, memengaruhi, mengawasi, dan mengorganisasikan semua komponen yang saling menunjang untuk tercapainya tujuan.
Dari beberapa pengertian diatas, tersirat ada lima unsur penting di dalam manajemen, yaitu:
a.    Pimpinan.
b.    Orang – orang (pelaksana) yang di pimpin.
c.    Tujuan yang akan di capai.
d.   Kerja sama dalam mencapai tujuan tersebut.
e.    Sarana atau peralatan manajemen (tools of management) yang terdiri atas enam macam (dikenal dengan 6 M), yaitu:
1)   Man (manusia/orang)
2)   Money (uang)
3)   Materials (bahan – bahan)
4)   Machine (mesin)
5)   Method (metode)
6)   Market (pasar)
Pada intinya manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian upaya anggota organisasi dengan menggunakan semua sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
1.    Fungsi – fungsi Manajemen
Dari semua fungsi yang ada, secara garis besar dapat di pahami bahwa seluruh kegiatan manajemen tidak terlepas dari proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengendalian, dan evaluasi.[13]Sampai saat ini, belum ada konsensus, baik di antara praktik maupun teoretis mengenai fungsi – fungsi manajemen, yang sering pula disebut unsur – unsur manajemen. Penjelasan mengenai fungsi – fungsi manajemen yaitu:
1)   Planning
Perencanaan adalah penentuan serangkaian tindakan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Menurut Stoner, planning adalah proses menetapkan sasaran dan tindakan yang diperlukan  untuk mencapai sasaran.
2)   Organizing
Organizing (organisasi) adalah kerja sama anatara dua orang atau lebih dalam cara yang terstruktur untuk mencapai sasaran spesifik atau sejumlah sasaran. Mengorganisasikan (organizing) adalah suatu proses menghubungkan orang – orang yang terlibat dalam  organisasi tertentu dan menyatupadukan tugas serta fungsinya dalam organisasi. Dalam proses pengorganisasian dilakukan pembagian tugas, wewenang, dan tanggung jawab secara terperinci berdasarkan bagian dan bidang masing – masing sehingga terintegrasikanhubungan – hubungan kerja yang sinergis, koperatif , harmonis , dan seirama dalam mencapai tujuan yang telah di sepakati.[14]
3)   Leading
Pekerjaan Leading meliputi lima kegiatan, yaitu:
(1) Mengambil Keputusan.
(2) Mengadakan komunikasi agar ada saling pengertian anara manajer dan bawahan.
(3) Memberi semangat, inspirasi, dan dorongan kepada bawahan supaya mereka bertindak.
(4) Memilih orang – orang yang menjadi anggota kelompknya, serta memperbaiki pengetahuan dan sikap – sikap bawahan agar mereka tampil dalam usaha mencapai tujuan yang ditetapkan.
4)   Directing/Commanding
Directing atau commanding adalah fungsi manajemen yang berhubungan dengan usaha memberi bimbingan, saran, perintah atau instruksi kepada bawahan dalam melaksanakan tugas masing – masing sehingga tugas tersebut dapat dilaksanakan dengan baik dan tertuju pada sasaran yang telah ditetapkan.
5)   Motivating
Motivatingatau pemberian inspirasi, semangat, dan dorongan kepada bawahan agar bawahan melakukan kegiatan secara sukarela sesuai dengan keinginan atasan.
6)   Coordinating
Coordinating atau pengoordinasian merupakan salah satu fungsi manajemen untuk melakukan berbagai kegiatan agar tidak terjadi kekacauan, percekcokan, kekosongan kegiatan, dengan jalan menghubungkan, menyatukan, dan menyelaraskan pekerjaan bawahan sehingga terdapat kerja sama yang terarah dalam upaya mencapai tujuan organisasi.
7)   Controlling
Controlling atau pengawasan dan pengendalian adalah salah satu fungsi manajemen yang berupa mengadakan penilaian, mengadakan korekspi terhadap segala hal yang telah dilakukan oleh bawahan sehingga dapat diarahkan ke jalan yang benar sesuai dengan tujuan.
8)   Mengevaluasi (evaluating)
Mengevaluasi artinya menilai semua kegiatan untuk menemukan  indikator yang menyebabkan sukses atau gagalnya pencapaian tujuan sehingga dapat dijadikan bahan kajian berikutnya.[15]
Evaluasi sebagai fungsi manajemen merupakan aktivitas untuk meneliti dan mengetahui pelaksanaan yang telah dilakukan di dalamkeseluruhan organisasi untuk mencapai hasil sesuai dengan rencana atau program yang telah ditetapkan dalam rangka pencapaian tujuan.
9)   Reporting
Reporting adalah salah satu fungsi manajemen berupa penyampaian perkembangan hasil kegiatan atau pemberian keterangan mengenai tugas dan fungsi – fungsi kepada pejabat yang lebih tinggi. Dengan memfungsikan reporting, manajemen diri dan organisasi terevaluasi dengan baik. Selain itu, perubahan rencana dan strategi pelaksanaannya terus di sesuaikan dengan sumber daya manusia dan sumber dana yang tersedia.
10)    Staffing
Staffing merupakan salah satu fungsi manajemen berupa penyusunan personalia pada organisasi sejak merekrut tenaga kerja, pengembangannya hingga usaha agar setiap tenaga memberi daya guna maksimal kepada organisasi.
11)  Budgeting
Budgeting (penyusunan anggaran biaya). Setiap lembaga membutuhkan pembiayaan yang terencana dengan matang. Untuk itu, income yang di peroleh harus diperhatikan sebelum mengeluarkan dana untuk kegiatan tertentu.
12)  Actuating
Actuating adalah kegiatan yang menggerakkan dan mengusahakan agar para pekerja melakukan tugas dan kewajibannya. Para pekerja sesuai dengan keahlian dan proporsinya segera melaksanakan rencana dalam aktivitas konkret yang diarahkan pada tujuan yang telah ditetapkan, dengan selalu mengadakan komunikasi, hubungan kemanusiaan yang baik, kepemimpinan yang efektif, memberikan motivasi, membuat perintah dan instruksi serta mengadakan supervisi dengan meningkatkan sikap dan moral setiap anggota kelompok.[16]
13)    Forecasting
Forecasting adalah meramalkan, memproyeksikan, atau mengadakan taksiran terhadap berbagai kemungkinan yang akan terjadi sebelum rencana yang yang lebih pasti dapat dilakukan. Kegiatan meramal atau memperkirakan berbagai kemungkinan yang akana terjadi dapat dilakukan terhadap rencana yang belum dilaksanakan atau bahkan belum dibuat dengan mempertimbangkan berbagai indikator yang bersifat internal maupun eksternal.
2.    Kegunaan Manajemen
Secara ilmiah, uraian tentang kegunaan manajemen dapat di bagi menjadi dua macam, yaitu kegunaan teoretis dan kegunaan praktis. Kegunaan teoretis adalah manfaat yang diberikan oleh manajemen sebagai ilmu kepada seluruh unsur organisasi, baik dalam bentuk perusahaan maupun struktur organisasi lainnya yang terdapat di lingkungan masyarakat. Teori - - teori yang terdapat dalam manajemen dapat dijadikan referensi untuk menilai realitas manajerial yang terdapat di masyarakat.
Adapun kegunaan praktisnya bahwa teori itu berguna untuk diterapkan ke dalam aktivitas yang sesungguhnya. Perusahaan dapat mempraktikkan fungsi – fungsi manajemen dan aliran – alirannya. Demikian pula, dengan menerapkan asas – asas manajemen menjadi bagian dari sistem yang berlaku dalam sebuah perusahaan.
Kegunaan teoretis dan kegunaan praktis tidak dapat di pisahkan, terutama dilihat dari hubungan fungsional dan hubungan timbul baliknya. Sebuah perusahaan yang diteliti secara ilmiah dengan pendekatan, manajemen dapat melahirkan teori, sedangkan teori yang dirumuskan atas dasar penelitian uji coba, dapat dipraktikkan secara langsung dalam aktivitas atau kinerja perusahaan. Sebagai contoh, fungsi perencanaan dalam manajemen. Teori tentang perencanaan dan teknik – tekniknya telah disusun secara sistematis dan rasional, kemudian dijadikan rujukan oleh perusahaan dalam membuat perencanaan yang berupa program kerja perusahaan.
Kegunaan manajemen, adalah elemen – elemen dasar yang melekat di dalam proses manajemen, yang akan dijadikan acuan oleh manajer dalam melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan. Kegunaan manajemen pertama kali diperkenalkan oleh seorang industrialis Perancis bernama Henry Fayol pada awal abad ke-20. Ia menyebutkan lima kegunaan manajemen, yaitu merancang, mengorganisasikan, memerintah, mengoordinasi, dan mengendalikan.[17]

2.    Pengertian manajemen berbasis sekolah/ Madrasah (School Based Management)   
Manajemen berbasis sekolah/ Madrasah atau School Based Management (SBM) merupaka strategi untuk mewujudkan sekolah yang efektif dan produktif. Istilah ini pertama kali muncul di Amerika Serikat ketika masyarakat mulai mempertanyakan relevansi pendidikan dengan tuntutan dan perkembangan masyarakat setempat. Manajemen berbasis sekolah/ Madrasah merupakan paradikma baru manajemen pendidikan, yang memberikan otonomi luas pada sekolah, dan pelibatan masyarakat dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. Otonomi diberikan agar sekolah leluasa mengelola sumber daya, sumber dana, sumber belajar dan mengalokasikannya sesuai prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat.[18]
Manajemen berbasis sekolah/ Madrasah merupakan bentuk alternative sekolah sebagai hasil dari desentralisasi dalam bidang pendidikan dan wujud dari reformasi pendidikan. Manajemen berbasis sekolah/ Madrasah pada prinsipnya bertumpu pada sekolah dan masyarakat serta jauh dari birokrasi yang sentralistik. Manajemen berbasis sekolah/ Madrasah berpotensi untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, pemerataan, efisiensi, serta manajemen yang bertumpu pada tingkat sekolah. Model ini dimaksudkan untuk menjamin semakin rendahnya control pemerintah pusat, dan di pihak lain semakin meningkatnya otonomi sekolah untuk menentukan sendiri apa yang perlu diajarkan dan mengelola sumber daya yang ada untuk renovasi Jalal dan Supriyadi.
Sudarwan Danim mendefinisikan Manajemen berbasis sekolah/ Madrasah sebagai suatu proses kerja komunitas sekolah dengan cara menerapkan kaidah-kaidah otonomi, akuntabilitas, partisipasi, dan sustainabilitas untuk mencapai tujuan pendidikan dan pembelajaran secara bermutu.
Menurut Slamet Manajemen berbasis sekolah/ Madrasah adalah pengkoordinasian dan penyesuaian sumber daya yang dilakukan secara mandiri (otonomi) oleh sekolah melalui sejumlah input manajemen untuk mencapai tujuan sekolah dalam kerangka pendidikan nasional, dengan melibatkan semua kelompok kepentingan yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam proses pengambilan keputusan.
Pendapat lain tentang Manajemen berbasis sekolah/ Madrasah dikemukakan oleh Myers dan Stonehill yaitu”……school-based management is a strategy to improve education by transferring significant decision-making authority from state and district offices to individual schools.”Pengertian ini mengandung makna bahwa Manajemen berbasis sekolah/ Madrasah adalah suatu strategi untuk memperbaiki pendidikan dengan melimpahkan kepentingan pengambilan keputusan dari kekuasaan pusat dan pemerintah daerah kepada kemandirian sekolah.
Dari beberapa pengetian diatas dapat disimpulkan bahwa Manajemen berbasis sekolah/ Madrasah adalah model manajemen yang memberikan otonomi lebih besaar kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan bersama/ partisipasi dari semua warga sekolah dan masyarakat untuk mengelola sekolah dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan berdasarkan kebijakan pendidikan nasional.[19]

3.    Prinsip-prinsip manajemen berbasis sekolah/ Madrasah
Dalam Manajemen berbasis sekolah/ Madrasah, terdapat sepuluh prinsip yaitu sebagai berikut;
a.    Keterbukaan, yakni manajemen dilakukan secara terbuka (transparan).
b.    Kebersamaan, yakni manajemen dilaksanakan secara bersama-sama oleh pihak sekolah dan masyarakat.
c.    Berkelanjutan, yakni manajemen dilakukan secara berkesinambungan dan berkelanjutan tanpa dipengaruhi oleh pergantian kepala sekolah.
d.   Menyeluruh, artinya manajemen dilakukan secara menyeluruh menyangkut seluruh komponen yang menunjukkan dan mempengaruhi pencapaian tujuan.
e.    Pertanggung jawaban, berarti dapat dipertanggung jawabkan ke orangtua/ wali siswa, masyarakat, pemerintah dan pihak-pihak yang berkepentingan.
f.     Demokratis, yakni keputusan yang diambil berdasarkan musyawarah antara komponen sekolah dengan masyarakat.
g.    Kemandirian, yang sekolah memiliki prakarsa atau inisiatif, dan inovasi dalam rangka mencapai tujuan.
h.    Berorientasi pada mutu, artinya upaya-upaya yang dilakukan sekolah selalu berdasarkan pada peningkatan mutu pendidikan.
i.      Pencapaian standar pelayana minimal (SPM) berarti manajemen sekolah tersebut untuk mencapai standar pelayanan sekolah (SPM) secara total, bertahap dan berkelanjutan.
j.      Pendidikan untuk semua, artinya semua anak memiliki hak memperoleh layanan pendidikan  yang sama.


4.    Karakteristik manajemen berbasis sekolah/ Madrasah
Manajemen berbasis sekolah/ Madrasah sebagai terjemahan dari school based management, oleh beberapa pakar diartikan sebagai pengalihan dalam pengambilan keputusan dari tingkat pusat sampai ke tingkat sekolah. pemberian kewenangan dalam pengambilan keputusan dipandang sebagai otonomi di tingkat sekolah dalam pemberdayaan sumber-sumber (resources) sehingga sekolah mampu secara mandiri menggali, mengalokasikan, menentukan prioritas, memanfaatkan, mengendalikan, dan mempertanggungjawabkan (akuntabilitas) kepada setiap yang berkepentingan (stake holders).
Manajemen berbasis sekolah/ Madrasah dapat diartikan sebagai wujud dari “reformasi pendidikan”, yang menginginkan adanya perubahan dari kondisi yang kurang baik menuju kondisi yang lebih baik dengan memberikan kewenangan (otoritas) kepada sekolah untuk memberdayakan dirinya. Manajemen berbasis sekolah/ Madrasah pada prinsipnya menempatkan kewenangan yang betumpu pada sekolah dan masyarakat, menghindari format sentralisasidan birokratisasi yang dapat menyebabkan hilangnya fungsi manajemen sekolah. dalam konteks ini, Susan Albers Mohrman dkk. Memandang Manajemen berbasis sekolah/ Madrasah sebagai suatu pendekatan politik untuk mendesain ulang dan memodifikasi strutur pemerintah dengan memindahkan otoritas ke sekolah, memindahkan keputusan pemerintah pusat ke lokal stake holders, dengan mempertaruhkan pemberdayaan sekolah dalam meningkatkan kualitaspendidikan nasional. Hal tersebut sejalan dengan jiwa dan semangat desentralisasi dan otonomi di sektor pendidikan.[20]
Perihal kekuasaan (power), kita perlu memperhatikan tiga unsur yaitu kewajiban-responsibility, wewenang-authority, dan pertanggungjawaban-accountability. Berbagi kekuasaan (power sharing) antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dan sekolah memerlukan penataan secara hati-hati, dilaksanakan secara rapi dan dilandasi semangat kerjasama yang mantap dan konsisten dalam kewajiban, kewenangan, dan tanggungjawab masing-masing.
Pemerintah pusat misalnya, diserahi kewajiban dalam merumuskan cita-cita dan strategi nasional pendidikan, kurikulum nasional, publikasi buku-buku pelajaran tertentu serta pertanggungjawaban dalam mutu edukatif. Sementara itu kewenangan yang diberikan kepada pemerintah daerah, misalnya diserahi kewajiban menyelenggarakan pembinaan SDM (guru dan kepala sekolah), mengatur rekruitmen, pengangkatan dan penempatan, pengembangan karier, pemindahan, kenaikan pangkat, dan pemberhentian guru.
Konsekuensi logis dari adanya limpahan kewenangan tersebut adalah pemerintah daerah (pemuda) juga harus diberi kewenangan dalam mencari, mempergunakan, dan menyediakan fasilitas yang diperlukan. Di samping itu, ada kewajiban lainnya seperti pertanggungjawaban kepada pihak-pihak berkepentingan (stake holders) sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Kepala sekolah misalnya, diberi wewenang untuk mengatur jam pelajaran, di kelas mana pelajaran diberikan atau tidak diberikan dalam mengelola kurikulum nasional, tolak ukur apa yang akan digunakan untuk menilai pencapaian kurikulum, keleluasaan dalam mengelola sumber daya sekolah, dan dalam menyertakan masyarakat untuk meningkatkan kinerja sekolah/ Madrasah.
Manajemen berbasis sekolah/ Madrasah memandang sekolah sebagai suatu lembaga yang harus dikembangkan. Prestasi kerja sekolah diukur dari perkembangannya. Oleh karena itu, semua kegiatan progaram sekolahditujukan untuk memberikan pelayanan kepada siswa secara optimal.
Manajemen berbasis sekolah/ Madrasah adalah bentuk reformasi pendidikan yang pada prinsipnya, sekolah memperoleh kewajiban, wewenang, dan tanggungjawab yang tinggi dalam meningkatkan kinerja terhadap setiap stake holders. Peningkatan kinerja di sekolah/ Madrasah secara unggul akan berhasil jika sekolah diberdayakan untuk mengenal perubahan dan memiliki kekuasaan dalam optimalisasi sumber daya. Dengan demikian, diharapkan sekolah mampu meningkatkan kapasitas dalam pelayanan terhadap siswa.
Manajemen berbasis sekolah/ Madrasah memiliki potensi yang besar dalam menciptakan kepala sekolah, guru, dan pengelola sistem pendidikan (administrator) secara profesional. Oleh karena itu, keberhasilan dalam kinerja unggul akan sangat ditentukan oleh faktor informasi, pengetahuan, keterampilan, dan insentif (hadiah) yang berorientasi pada mutu, efisiensi, dan kemandirian sekolah.[21]
5.    Strategi manajemen berbasis sekolah/ Madrasah
Strategi adalah langkah-langkah yang sistematis dan sistemik dalam melaksanakan rencana secara menyeluruh (makro) dan berjangka panjang dalam pncapaian tujuan model Manajemen berbasis sekolah/ Madrasah.
Perlu disadari bahwa reformasi manajemen pendidikan persekolahan dengan menggunakan model Manajemen berbasis sekolah/ Madrasah merupakan tuntutan yang mendesak. Selama ini sekolah ditempatkan pada posisi yang kurang berdaya karena hampir semua operasional pendidikan sangat ditentukan oleh birokrasi di atasnya. Supaya kekeliruan ini tidak berkepanjangan, maka Manajemen berbasis sekolah/ Madrasah menjadi tuntutan mutlak. Namun demikian, tentunya MBS bukanlah satu-satunya model yang dapat mendongkrak mutu pendidikan tanpa dukungan faktor lain. Ada sejumlah faktor lain yang menentukan, misalnya tingkat partisipasi stake holders dan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Artinya, sekolah tidak dapat berjalan sendiri dalam upaya meningkatkan mutu efisiensi, pemerataan pendidikan, dan kemandirian seolah. Kondisi politik atau kebijakan pemerintah dalam hal manajemen atau organisasi kepemimpinan, proses belajar mengajar, sumber daya manusia dan administrasi sekolah merupakan sejumlah komponen MBS yang perlu diperhatikan dalam konteks persekolahan di indonesia.
Mengacu pada hasil kajian BPPN dan Bank Dunia terhadap Manajemen berbasis sekolah/ Madrasah di tingkat pendidikan dasar bahwa kondisi persekolahan di Indonesia dapat di kelompokkan ke dalam tiga kategori yaitu maju, sedang, dan kurang. Penerapan disesuaikan dengan pemberlakuan yang dibagi dalam tiga tingkatan, Manajemen berbasis sekolah/ Madrasah secara penuh (tinggi), Manajemen berbasis sekolah/ Madrasah tingkat menengah (sedang), dan Manajemen berbasis sekolah/ Madrasah secara minimal (rendah). Dalam menentukan tingkatan sekolah dan Manajemen berbasis sekolah/ Madrasah-nya terdapat persaratan yang perlu dipenuhi yaitu: (1) syarat pemilihankepala sekolah dan guru, (2) bentuk partisipasi masyarakat, (3) lokasi atau kemampuan dasar, (4) orang tua, (5) kemampuan pengadaan dana, (6) syaratnilai ebtanas murni (NEM)[22]. Kelima triteria tersebut dihungkan dengan tipe sekolah (penuh, menengah, dan minimal) yang secara sederhana dapat dilihat dalam tabel di  bawah ini.
Tipe sekolah
Syarat 1(syarat pemilihankepala sekolah dan guru)
Syarat 2 (bentuk partisipasi masyarakat)
Syarat 3 (kemampuan dasar)
Syarat 4 (kemampuan dana)
Syarat 5 (NEM)
Tipe penuh
Dipilih karena memiliki keterampilan
Partisipasi masyarakat cukup besar
Pendapatan daerah tinggi
Tidak bergantung kepada pemerintah
Tinggi
Tipe sedang
Dipilih karena memiliki keterampilan
Sda
Pendapatan daerah sedang
Bergantung kepada pemerintah
Sedang
Tipe minimal
Dipilih karena memiliki keterampilan
Partisipasi masyarakat kurang
Pendapatan daerah rendah
Sangat bergantungkepada pemerintah
Rendah


6.    Tahapan manajemen berbasis sekolah/ Madrasah
Dengan kondisi birokrasi dan kondisi persekolahan di indonesia saat ini, persiapan strategi penerapan konsep Manajemen berbasis sekolah/ Madrasah memerlukan tahapan yang terkait dengan SDM, sarana dan prasarana anggaran dan stake holders. Secara garis besar penahapan tersebut dapat dibagi menjadi tiga tahap, yaitu (1) tahap sosialisasi, (2) tahap piloting dan, (3) tahap desiminasi. Penahapan ini menurut Muchlas Samani, dihubungkan dengan kondisi di satu sisi dan persyaratan yang dituntut di sisi lain. Penjelasan masing-masing tahapan sebagai berikut:
1.    Tahap sosialisasi
Penerapan Manajemen berbasis sekolah/ Madrasah melibatkan bnyak pihak yang terkait karena pengelolaan sekolah merupakan sub-sistem dari pengelolaan pendidikan secara nasional. Secara substansial sosialisasi konsep Manajemen berbasis sekolah/ Madrasah mencakup ide dasar Manajemen berbasis sekolah/ Madrasah pada seluruh jajaran Depdiknas dan stake holders. Kejelasan karir dan kebijakan yang menjadi wewenang pusat, daerah, dan sekolah, perubahan pola hubungan subordinasi, perubahan sikap dan prilaku baik pimpinan jajaran birokrasi maupun masyarakat, deregulasi aturan, dan transparansi serta akuntabilitas.


2.    Tahap piloting (uji coba)
Penerapan konsep Manajemen berbasis sekolah/ Madrasah secara massal akan mengundang resiko besar. Oleh karena itu, bersamaan dengan tahap sosialisasi perlu dikeluarkan piloting atau model uji coba. Efektifitas model uji coba memerlukan persyaratan dasar yaitu akseptibilitas, akuntabilitas, replikabilitas, dan suntainibilitas. Akseptabilitas artinya dapat diterima oleh masyarakat, khususnya masyarakat di kalangan pendidikan. Akuntabilitas artinya dapat dipertanggungjawabkan, baik secara konsep, operasional, maupun pendanaannya. Replikabilitas artinya model Manajemen berbasis sekolah/ Madrasah yang di uji coba dapat direplikasi di sekolah lain, sehingga perlakuan yang diberikan pada sekolah uji coba dapat dilaksanakan disekolah lain ketika mencapai tahap massal. Sedangkan sustainibilitas artinya program tersebut dapat terus dikembangkan meskipun tahap uji coba telah selesai. Prinsip sustainibilitas sering kali tidak dapat dilaksanakan. Banyak proyek uji coba suatu model berhenti setelah uji coba selesai, sehingga menjadi pemborosan.
3.    Tahap desiminasi
Proses desiminasi model memerlukan penahapan disebabkan kondisi wilayah yang luas dan jumlah sekolah yang cukup besar daya variabilitas dan sangat beragam. Tahap desiminasi akan sangat ditentukan pula dalam efektivitas pelaksanaan oleh anggaran yancukup memadai, fasilitas, dan keuangan pemerintah terutama bagi daerah dan sekolah yang kurang mampu.[23]


[1] Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), hlm. 987.
[2] Slameto, Belajar Dan Faktor-Faktor Yang Mempengauhi, (Jakarta: PT RINEKA CIPTA, 2010), hlm. 64
[3] Arifin, Pokok-Pokok Pemikiran Tentang Bimbingan Dan Penyuluhan Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1992). Jurnal Ilmiah Edukasi Vol 1, Nomor 1, Juni 2015
[4] Sadirman, Interaksi Dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), hlm. 72. Jurnal Ilmiah Edukasi Vol 1, Nomor 1, Juni 2015
[5] Sucipto dan Rafis, Profesi Keorangtuaan, (Jakarta: Reneka Cipta, 2000), hlm. 109
[6] Ibid, hlm. 109
[7] Ibid, hlm. 110
[8] Mulyasa, Manajemen Kepemimpinan Kepala Sekolah, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2015), hlm. 75-76
[9] Ibid, hlm. 74-75
[10]Abdul Rahmat, Manajemen Humas Sekolah, (Yogyakarta: Media Akademi, 2016), hlm. 116-117
[11] Suyadi Dan Maulidya Ulfah, Konsep Dasar Paud, (Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA, 2013), hlm. 159-160
[12] Saefullah, Manajemen Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2012), hlm. 3.
[13]Ibid, hlm. 22.                                          
[14]Ibid, hlm. 22-25.
[15] Ibid, hlm. 25- 40
[16] Ibid, hlm. 40-41.
[17]Anton Athoillah, hlm.36.
[18] Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional, hlm. 33
[19]Agus Wibowo, hlm. 115-116
[20]Nanang Fattah,  Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Dalam Konteks Penerapan MBS,(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012),  hlm. 42-43
[21] Ibih, hlm. 43-44
[22] Ibid, hlm. 53-54
[23] Ibid, hlm. 59-63