BAB
II
KAJIAN
PUSTAKA
A.
Kajian Teoritik Tentang Keterlibatan Orangtua
1.
Pengertian orangtua
Pengertian
orangtua dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah ayah dan ibu kandung, orang
yang dianggap tua (cerdik, pandai, ahli dan sebagaianya).[1]
Orangtua yang penulis maksudkan adalah ayah dan ibu.Anak belajar perlu dorongan
dan pengertian orangtua.
Bila
anak sedang belajar jangan diganggu dengan tugas-tugas dirumah. Kadang-kadang
anak mengalami lemah semangat. Orangtua wajib memberi pengertian dan
mendorongnya, membantu sedapat mungkin kesulitan yang dialami anak di sekolah.
Kalau perlu menghubungi guru anaknya. Untuk mengetahui perkembangannya.[2]
Orangtua
merupakan sosok pertama dan utama dalam pendidikan anak. Meskipun anak telah
dititipkan ke sekolah, tetapi orangtua tetap berperan terhadap prestasi belajar
anak. Arifin menyebutkan, ada tiga peran orangtua yang berperan dalam prestasi
belajar anak, yaitu:
1.
Menyediakan kesempatan sebaik-baiknya kepada anak untuk menemukan
minat, bakat, serta kecakapan-kecakapan lainnya serta mendorong anak agar
meminta bimbingan dan nasehat kepada guru.
2.
Menyediakan informasi-informasi penting dan relevan yang sesuai
dengan bakat dan minat anak.
3.
Menyediakan fasilitas atau sarana belajar serta membantu kesulitan
belajarnya.[3]
Berdasarkan
pendapat Arifin di atas, maka dapat dijelaskan lebih rinci dan luas tentang pengertian orangtua serta
peran orangtua dalam mendukung prestasi belajar anak, yaitu:
1.
Pengasuh dan pendidik
Orangtua
berperan sebagai pendidik sebab dalam pekerjaannya tidak hanya mengajar, tetapi
juga melatih keterampilan anak, terutama sekali melatih sikap mental anak.[4]
Maka dalam hal ini, orangtua harus dan mampu bertanggungjawab untuk menemukan
bakat dan minat anak, sehingga anak diasuh dan dididik, baik langsung oleh
orangtua atau melalui bantuan orang lain, seperti guru, sesuai dengan bakat dan
minat anak sendiri, sehingga anak dapat memperoleh prestasi belajar secara
lebih optimal. Bukan karena keegoisan orangtua, yang justru “memenjarakan” anak
dengan kondisi yang diinginkan orangtua.
2.
Pembimbing
Bimbingan
adalah segala kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dalam rangka memberikan
bantuan kepada orang lain yang mengalami kesulitan, agar orang tersebut mampu
mengatasinya sendiri dengan penuh kesadaran.[5]
Maka dalam hal ini, orangtua harus senantiasa memberikan bimbingan secara
berkelanjutan. Anak disekolah hanya tujuh jam, dan bertemu dengan gurunya hanya
sampai 2 dan 3 jam. Maka prestasi belajar anak sangat didukung oleh bimbingan
belajar yang diberikan orangtua secara berkelanjutan, langsung maupun tidak
langsung.
3.
Motivator
Orangtua
memberikan dorongan tentang pentingnya belajar dengan tujuan untuk meningkatkan
prestasi belajar, sehingga anak benar-benar merasa penting dan membutuhkan apa
yang dianjurkan oleh orangtuanya.[6]
Orangtua harus mampu menjadi motivator belajar anak. Hal ini dilakukan antara
lain dengan membimbing belajar anak dengan kasih sayang secara berkelanjutan,
serta dengan menciptakan suasana belajar di rumah. Suasana belajar dapat diwujudkan
dengan meminimalisir kebiasaan-kebiasaan yang kurang bermanfaat, seperti nonton
TV secara terus menerus, maka bagaimana suasana belajar mampu dikondisikan oleh
orangtua, maka sejauh itu pula anak termotivasi untuk belajar. semakin tinggi
motivasi belajar anak, semakin tinggi pula kemungkinan anak untuk memperoleh
prestasi belajar yang maksimal.
4.
Fasilitator
Dalam belajar
mengajar orangtua menyediakan berbagai fasilitas seperti media, alat peraga,
termasuk menentukan berbagai jalan untuk mendapatkan fasilitas tertentu dalam
menunjang program belajar anak. Orangtua sebagai fasilitator turut mempengaruhi
tingkat prestasi yang dicapai anak.[7]
Bentuk dukungan lain yang tidak kalah pentingnya berkenaan dengan peranan
orangtua dalam belajar anak adalah dengan menyiapkan berbagai fasilitas
pembelajaran. Fasilitas ini dimulai dengan biaya pendidikan karena tidak ada
pendidikan gratis seratus persen. Fasilitas pendidikan selanjutnya adalah
berkenaan dengan penyediaan buku-buku ajar yang dibutuhkan peserta didik, demikian
juga dengan fasilitas lainnya, seperti alat-alat tulis, tempat belajar, dan
lain-lain.
2.
Pengertian hubungan orangtua murid dengan sekolah/ Madrasah
Perkumpulan orangtua murid (POM) berfungsi sebagai
pembantu pemelihara sekolah, maupun komite sekolah bukan organisasi pengelolaan
hubungan sekolah dengan masyarakat. Ia berada diluar pengelolaan tersebut.
Pengelolaan hubungan sekolah dengan masyarakat dibawah komando langsung kepala
sekolah yang ditugaskan kepada wakil kepala sekolah bagian humas sekolah.
Sedangkan komite sekolah, diluar komando kepala sekolah, kedudukannya
sederajat, dan hubungan kerjanya bersifat konsultif.
Hubungan yang harmonis antara sekolah dan masyarakat
ini semakin dirasakan pentingnya pada masyarakat yang telah menyadari dan
memahami pentingnya pendidikan bagi anak-anak. Namun, tidak berarti pada
masyarakat yang masih kurang menyadari pentingnya pendidikan, hubungan
kerjasama ini tidak perlu dibina. Pada masyarakat yang kurang menyadari akan
pentingnya pendidikan, sekolah di tuntut lebih aktif dan kreatif untuk
menciptakan hubungan kerjasama yang lebih harmonis.
Jika hubungan sekolah dengan masyarakat berjalan
dengan baik, rasa tanggungjawab dan partisipasi masyarakat untuk memajukan
sekolah juga akan baik dan tinggi. Agar tercipta hubungan dan kerjasama yang
baik antara sekolah dan masyarakat, masyarakat perlu mengetahui dan memiliki
gambaran yang jelas tentang sekolah yang bersangkutan. Gambaran dan kondisi
sekolah ini dapat diinformasikan kepada masyarakat melalui laporan kepada
orangtua murid, buletin bulanan, penerbitan surat kabar, pameran sekolah, open
house, kunjungan kesekolah, kunjungan kerumah murid, penjelasan oleh staf
sekolah, murid, radio dan televisi, serta laporan tahunan.
Kepala sekolah yang baik merupakan salah satu kunci
untuk bisa menciptakan hubungan yang baik antara sekolah dan masyarakat secara
efektif karena harus menaruh perhatian tentang apa yang terjadi pada peserta
didik di sekolah dan apa yang dipikirkan orangtua tentang sekolah. Kepala
sekolah dituntut untuk senantiasa berusaha membina dan meningkatkan hubungan
kerjasama yang baik antara sekolah dan masyarakat guna mewujudkan sekolah yang
efektif dan efisien. Hubungan yang harmonis ini akan membentuk, yaitu:
1. Saling pengertian antara sekolah, orangtua, masyarakat, dan
lembaga-lembaga lain yang ada di masyarakat, termasuk dunia kerja.
2. Saling membantu antara sekolah dan masyarakat karena mengetahui manfaat,
arti dan pentingnya peranan masing-masing.
3. Kerjasama yang erat antara sekolah dengan berbagai pihak yang ada di
msyarakat dan mereka merasa ikut bertanggungjawab atas suksesnya pendidikan dan
sekolah.
Melalui hubungan yang harmonis tersebut, diharapkan
tercapai tujuan hubungan sekolah dengan masyarakat, yaitu terlaksananya proses
pendidikan di sekolah secara produktif, efektif, dan efisien sehingga
menghasilkan lulusan sekolah yang produktif dan berkualitas. Luluisan yang
berkualitas ini tampak dari penguasaan peserta didik terhadap ilmu pengetahuan,
ketermpilan dan sikap, yang dapat dijadikan bekal untuk melanjutkan pendidikan
pada jenjang berikutnya atau hidup di masyarakat sesuai dengan asas pendidikan
seumur hidup.[8]
3.
Tujuan hubungan orangtua murid dengan sekolah/ Madrasah
Hubungan sekolah dengan masyarakat pada hakikatnya
merupakan suatu sarana yang sangat berperan dalam membina dan mengembangkan
pertumbuhan pribadi peserta didik di sekolah. Dalam hal ini, sekolah sebagai
sistem sosial merupakan bagian integral dari sistem sosial yang lebih besar,
yaitu masyarakat. Sekolah dan masyarakat memiliki hubungan yang sangat erat
dalam mencapai tujuan sekolah atau pendidika secara efektif dan efisien.
Sekolah juga harus menunjang pencapaian tujuan atau pemenuhan kebutuhan
masyarakat, khususnya kebutuhan pendidikan. Oleh karena itu, sekolah
berkewajiban untuk memberi penerangan tentang tujuan-tujuan, program-program,
kebutuhan, serta keadaan masyarakat. Sebaliknya, sekolah juga harus mengetahui
dengan jelas apa kebutuhan, harapan, dan tuntutan masyarakat, terutama terhadap
sekolah. Dengan perkataan lain, antara sekolah dan masyarakat harus dibina
suatu hubungan yang harmonis.
Keterlibatan orang tua dan masyarakat dalam program sekolah
bertujuan antara lain untuk:
1. Memajukan kualitas pembelajaran dan pertumbuhan peserta didik.
2. Memperkokoh tujuan serta meningkatkan kualitas hidup dan penghidupan
masyarakat, dan
3. Mengairahkan masyarakat untuk menjalin hubungan dengan sekolah.
Untuk merealisasikan tujuan tersebut, banyak cara
yang bisa dilakukan oleh sekolah dalam menarik simpati masyarakat terhadap
sekolah dan menjalin hubungan yang harmonis antara sekolah dan masyarakat. Hal
tersebut antara lain dapat dilakukan dengan memberitahu masyarakat mengenai
program-program sekolah, baik program yang telah dilaksanakan, yang sedang
dilaksanakan, maupun yang akan dilaksanakan sehingga masyarakat mendapat
gambaran yang jelas tentang sekolah yang bersangkutan.[9]
Tujuan hubungan sekolah dengan orangtua sebagai
berikut:
1. Memupuk pengertian dan pengetahuan tentang pertumbuhan dan perkembngan
pribadi anak.
2. Memupuk pngertian dan cara mendidik anak yang baik, agar anak memperoleh
pengalaman yang kaya dan bimbingan yang tepat, sehingga anak itu berkembang
secara maksimal.
4.
Prinsip-prinsip hubungan orangtua murid dengan sekolah/ Madrasah
Prinsip-prinsip hubungan antara sekolah dan orangtua
murid hendaknya berorientasi pada kepentingan sekolah dan orangtua murid
sebagai berikut:
1. Mengenal dengan sebaik-baiknya tentang
aspek-aspek kepribadian murid.
2. Mengenal dengan sebaik-baiknya tentang
pertumbuhan dan perkembangan murid.
3. Memahami bermacam-macam pendekatan
tentang pendidikan anak dan mampu mempergunakan.
4. Mengenal bermacam-macam teknik hubungan
dengan orangtua murid dan mampu mempergunakan.
5. Mengenal latar belakang penghidupan
orangtua murid, baik lisan maupun tulisan.
6. Ramah tamah dan terbuka berkomunikasi
dengan orang tua murid.
7. Hubungan dengan orangtua murid bersifat
berkesinabungan.
8. Menghindari meminta bantuan dana kepada
orang tanpa didahului oleh keinginan dan keikhlasan dari orangtua murid
sendiri.
9. Pengkajian secara mendalam kode etik guru
serta mengamalkannya.[10]
5.
Pentingnya keterlibatan orangtua dengan sekolah/ Madrasah
Tidak sedikit orangtua, yang turut mengantarkan anaknya ke sekolah atau
lebih tepatnya lembaga sekolah. Kehadiran orangtua di sekolah meskipun tidak
formal secara otomatis telah menjalin kontak dengan guru- guru di lembaga
sekolah tersebut. Kontak antara orang tua dengan guru di lembaga sekolah
tersebut menjadi jabatan komunikasi yang bermanfaat bagi tumbuh kembang anak.
Bahkan, kontak tersebut akan membuka kerja sama antara guru dan orangtua dimana
hasilnya merupakan pengalaman pendidikan yang baik bagi anak.
Ada baiknya, guru mengajak atau melibatkan orangtua dalam pendidikan anak
termasuk yang dilaksanakan di sekolah. Keterlibatan orangtua ini perlu dorongan
karena dapat membantu guru membangun harga diri guru di hadapan anak dalam
menanamkan kedisiplinan dan mengurangi problem kehidupan serta meningkatkan
kesadaran untuk belajar. Hasil-hasil riset menunjukkan bahwa pencapaian anak
meningkat dengan adanya program keikutsertaan orangtua di dalam sekolah.
Henderson (dalam Jo Ann Brewer, 1995) menyimpulan beberapa hal berikut ini.
1. Keluarga bukanlah sekolah yang
menyediakan lingkungan pendidikan untuk anak.
2. Keterlibatan orangtua dalam pendidikan
formal anak meningkatkan pencaian belajar anak.
3. Keterlibatan orangtua adalah lebih
efektif jika dilakukan secara
komprehensif dan berencana.
4. Keterlibatan orangtua pada saat anak
masih muda mempunyai efek menguntungkan terhadap pencapaian akademik di masa
depan.
5. Keterlibatan orangtua dalam pendidikan
anak dirumah tidak cukup untuk meningkatkan kemampuan akademik anak
dibandingkan dengan orangtua ikut serta disekolah.
6. Anak-anak dari ekonomi lemah akan
mendapat manfaat dari program orangtua ikut serta dalam program sekolah.[11]
B.
Kajian Teoritik Tentang Manajemen Berbasis Sekolah/ Madrasah
1.
Pengertian manajemen
Manajemen
berasal dari bahasa Inggris “to manage” yang berarti mengatur, mengurus, atau
mengelola. Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber
daya manusia secara efektif, yang di dukung oleh sumber – sumber lain dalam
organisasi untuk mencapai tujuan tertentu. Beberapa ahli berpendapat tentang
manajemen bahwasanya proses mengoordinasikan aktivitas – aktivitas kerja
sehingga dapat selesai secara efisien dan efektif dengan dan memulai orang
lain.[12]
Manajemen
adalah fungsi untuk mencapai sesuatu melalui kegiatan orang lain dan mengawasi
usaha individu untuk mencapai tujuan yang bersama. Manajemen sebagai seni
pencapaian tujuan yang dilakukan melalui usaha orang lain (James A.F. Stoner,
1982). Lebih lanjut lagi G. R. Terry (1990) menyatakan bahwa manajemen
merupakan proses khas yang terdiri atas tindakan – tindakan perencanaan,
pengorganisasian, penggerakan, dan pengendalian yang dilakukan untuk menentukan
serta mencapai sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan sumber daya
manusia dan sumber daya lainnya. Lawrence A. Appley dan Oey Liang Lee
menyatakan bahwa manajemen terdapat strategi memanfaatkan tenaga dan fikiran
orang lain untuk melaksanakan aktivitas yang diarahkan pada pencapaian tujuan
yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam manajemen terdapat teknik – teknik yang
kaya dengan nilai – nilai kepemimpinan dalam mengarahkan, memengaruhi,
mengawasi, dan mengorganisasikan semua komponen yang saling menunjang untuk
tercapainya tujuan.
Dari
beberapa pengertian diatas, tersirat ada lima unsur penting di dalam manajemen,
yaitu:
a.
Pimpinan.
b.
Orang – orang (pelaksana) yang di pimpin.
c.
Tujuan yang akan di capai.
d.
Kerja sama dalam mencapai tujuan tersebut.
e.
Sarana atau peralatan manajemen (tools of management) yang terdiri atas enam macam (dikenal dengan 6
M), yaitu:
1)
Man (manusia/orang)
2)
Money (uang)
3)
Materials (bahan – bahan)
4)
Machine (mesin)
5)
Method (metode)
6)
Market (pasar)
Pada
intinya manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan,
dan pengendalian upaya anggota organisasi dengan menggunakan semua sumber daya
organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
1.
Fungsi – fungsi Manajemen
Dari semua
fungsi yang ada, secara garis besar dapat di pahami bahwa seluruh kegiatan
manajemen tidak terlepas dari proses perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan, pengendalian, dan evaluasi.[13]Sampai
saat ini, belum ada konsensus, baik di antara praktik maupun teoretis mengenai
fungsi – fungsi manajemen, yang sering pula disebut unsur – unsur manajemen.
Penjelasan mengenai fungsi – fungsi manajemen yaitu:
1)
Planning
Perencanaan adalah penentuan serangkaian tindakan untuk mencapai
hasil yang diinginkan. Menurut Stoner, planning
adalah proses menetapkan sasaran dan tindakan yang diperlukan untuk mencapai sasaran.
2)
Organizing
Organizing (organisasi) adalah kerja sama anatara dua orang atau lebih dalam
cara yang terstruktur untuk mencapai sasaran spesifik atau sejumlah sasaran.
Mengorganisasikan (organizing) adalah
suatu proses menghubungkan orang – orang yang terlibat dalam organisasi tertentu dan menyatupadukan tugas
serta fungsinya dalam organisasi. Dalam proses pengorganisasian dilakukan
pembagian tugas, wewenang, dan tanggung jawab secara terperinci berdasarkan
bagian dan bidang masing – masing sehingga terintegrasikanhubungan – hubungan
kerja yang sinergis, koperatif , harmonis , dan seirama dalam mencapai tujuan
yang telah di sepakati.[14]
3)
Leading
Pekerjaan
Leading meliputi lima kegiatan, yaitu:
(1) Mengambil
Keputusan.
(2) Mengadakan
komunikasi agar ada saling pengertian anara manajer dan bawahan.
(3) Memberi
semangat, inspirasi, dan dorongan kepada bawahan supaya mereka bertindak.
(4) Memilih orang –
orang yang menjadi anggota kelompknya, serta memperbaiki pengetahuan dan sikap
– sikap bawahan agar mereka tampil dalam usaha mencapai tujuan yang ditetapkan.
4)
Directing/Commanding
Directing atau commanding adalah
fungsi manajemen yang berhubungan dengan usaha memberi bimbingan, saran,
perintah atau instruksi kepada bawahan dalam melaksanakan tugas masing – masing
sehingga tugas tersebut dapat dilaksanakan dengan baik dan tertuju pada sasaran
yang telah ditetapkan.
5)
Motivating
Motivatingatau pemberian inspirasi, semangat, dan dorongan kepada bawahan
agar bawahan melakukan kegiatan secara sukarela sesuai dengan keinginan atasan.
6)
Coordinating
Coordinating
atau pengoordinasian merupakan salah satu fungsi manajemen untuk melakukan
berbagai kegiatan agar tidak terjadi kekacauan, percekcokan, kekosongan
kegiatan, dengan jalan menghubungkan, menyatukan, dan menyelaraskan pekerjaan
bawahan sehingga terdapat kerja sama yang terarah dalam upaya mencapai tujuan
organisasi.
7)
Controlling
Controlling atau pengawasan dan pengendalian adalah salah satu fungsi
manajemen yang berupa mengadakan penilaian, mengadakan korekspi terhadap segala
hal yang telah dilakukan oleh bawahan sehingga dapat diarahkan ke jalan yang
benar sesuai dengan tujuan.
8)
Mengevaluasi (evaluating)
Mengevaluasi
artinya menilai semua kegiatan untuk menemukan
indikator yang menyebabkan sukses atau gagalnya pencapaian tujuan
sehingga dapat dijadikan bahan kajian berikutnya.[15]
Evaluasi
sebagai fungsi manajemen merupakan aktivitas untuk meneliti dan mengetahui
pelaksanaan yang telah dilakukan di dalamkeseluruhan organisasi untuk mencapai
hasil sesuai dengan rencana atau program yang telah ditetapkan dalam rangka
pencapaian tujuan.
9)
Reporting
Reporting adalah
salah satu fungsi manajemen berupa penyampaian perkembangan hasil kegiatan atau
pemberian keterangan mengenai tugas dan fungsi – fungsi kepada pejabat yang
lebih tinggi. Dengan memfungsikan reporting,
manajemen diri dan organisasi terevaluasi dengan baik. Selain itu,
perubahan rencana dan strategi pelaksanaannya terus di sesuaikan dengan sumber
daya manusia dan sumber dana yang tersedia.
10)
Staffing
Staffing
merupakan salah satu fungsi manajemen berupa penyusunan personalia pada
organisasi sejak merekrut tenaga kerja, pengembangannya hingga usaha agar
setiap tenaga memberi daya guna maksimal kepada organisasi.
11)
Budgeting
Budgeting
(penyusunan anggaran biaya). Setiap lembaga membutuhkan pembiayaan yang
terencana dengan matang. Untuk itu, income
yang di peroleh harus diperhatikan sebelum mengeluarkan dana untuk kegiatan
tertentu.
12)
Actuating
Actuating
adalah kegiatan yang menggerakkan dan mengusahakan agar para pekerja melakukan
tugas dan kewajibannya. Para pekerja sesuai dengan keahlian dan proporsinya
segera melaksanakan rencana dalam aktivitas konkret yang diarahkan pada tujuan
yang telah ditetapkan, dengan selalu mengadakan komunikasi, hubungan
kemanusiaan yang baik, kepemimpinan yang efektif, memberikan motivasi, membuat
perintah dan instruksi serta mengadakan supervisi dengan meningkatkan sikap dan
moral setiap anggota kelompok.[16]
13)
Forecasting
Forecasting
adalah meramalkan, memproyeksikan, atau mengadakan taksiran terhadap berbagai
kemungkinan yang akan terjadi sebelum rencana yang yang lebih pasti dapat
dilakukan. Kegiatan meramal atau memperkirakan berbagai kemungkinan yang akana
terjadi dapat dilakukan terhadap rencana yang belum dilaksanakan atau bahkan
belum dibuat dengan mempertimbangkan berbagai indikator yang bersifat internal
maupun eksternal.
2.
Kegunaan Manajemen
Secara ilmiah,
uraian tentang kegunaan manajemen dapat di bagi menjadi dua macam, yaitu
kegunaan teoretis dan kegunaan praktis. Kegunaan teoretis adalah manfaat yang
diberikan oleh manajemen sebagai ilmu kepada seluruh unsur organisasi, baik
dalam bentuk perusahaan maupun struktur organisasi lainnya yang terdapat di
lingkungan masyarakat. Teori - - teori yang terdapat dalam manajemen dapat
dijadikan referensi untuk menilai realitas manajerial yang terdapat di
masyarakat.
Adapun kegunaan
praktisnya bahwa teori itu berguna untuk diterapkan ke dalam aktivitas yang
sesungguhnya. Perusahaan dapat mempraktikkan fungsi – fungsi manajemen dan
aliran – alirannya. Demikian pula, dengan menerapkan asas – asas manajemen
menjadi bagian dari sistem yang berlaku dalam sebuah perusahaan.
Kegunaan
teoretis dan kegunaan praktis tidak dapat di pisahkan, terutama dilihat dari
hubungan fungsional dan hubungan timbul baliknya. Sebuah perusahaan yang
diteliti secara ilmiah dengan pendekatan, manajemen dapat melahirkan teori,
sedangkan teori yang dirumuskan atas dasar penelitian uji coba, dapat
dipraktikkan secara langsung dalam aktivitas atau kinerja perusahaan. Sebagai
contoh, fungsi perencanaan dalam manajemen. Teori tentang perencanaan dan
teknik – tekniknya telah disusun secara sistematis dan rasional, kemudian
dijadikan rujukan oleh perusahaan dalam membuat perencanaan yang berupa program
kerja perusahaan.
Kegunaan
manajemen, adalah elemen – elemen dasar yang melekat di dalam proses manajemen,
yang akan dijadikan acuan oleh manajer dalam melaksanakan kegiatan untuk
mencapai tujuan. Kegunaan manajemen pertama kali diperkenalkan oleh seorang
industrialis Perancis bernama Henry Fayol pada awal abad ke-20. Ia menyebutkan
lima kegunaan manajemen, yaitu merancang, mengorganisasikan, memerintah,
mengoordinasi, dan mengendalikan.[17]
2.
Pengertian manajemen berbasis sekolah/ Madrasah (School Based
Management)
Manajemen
berbasis sekolah/ Madrasah atau School Based Management (SBM) merupaka
strategi untuk mewujudkan sekolah yang efektif dan produktif. Istilah ini
pertama kali muncul di Amerika Serikat ketika masyarakat mulai mempertanyakan
relevansi pendidikan dengan tuntutan dan perkembangan masyarakat setempat. Manajemen
berbasis sekolah/ Madrasah merupakan paradikma baru manajemen pendidikan, yang
memberikan otonomi luas pada sekolah, dan pelibatan masyarakat dalam kerangka
kebijakan pendidikan nasional. Otonomi diberikan agar sekolah leluasa mengelola
sumber daya, sumber dana, sumber belajar dan mengalokasikannya sesuai prioritas
kebutuhan, serta lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat.[18]
Manajemen
berbasis sekolah/ Madrasah merupakan bentuk alternative sekolah sebagai hasil
dari desentralisasi dalam bidang pendidikan dan wujud dari reformasi
pendidikan. Manajemen berbasis sekolah/ Madrasah pada prinsipnya bertumpu pada
sekolah dan masyarakat serta jauh dari birokrasi yang sentralistik. Manajemen
berbasis sekolah/ Madrasah berpotensi untuk meningkatkan partisipasi
masyarakat, pemerataan, efisiensi, serta manajemen yang bertumpu pada tingkat
sekolah. Model ini dimaksudkan untuk menjamin semakin rendahnya control
pemerintah pusat, dan di pihak lain semakin meningkatnya otonomi sekolah untuk
menentukan sendiri apa yang perlu diajarkan dan mengelola sumber daya yang ada
untuk renovasi Jalal dan Supriyadi.
Sudarwan
Danim mendefinisikan Manajemen berbasis sekolah/ Madrasah sebagai suatu proses
kerja komunitas sekolah dengan cara menerapkan kaidah-kaidah otonomi,
akuntabilitas, partisipasi, dan sustainabilitas untuk mencapai tujuan
pendidikan dan pembelajaran secara bermutu.
Menurut
Slamet Manajemen berbasis sekolah/ Madrasah adalah pengkoordinasian dan
penyesuaian sumber daya yang dilakukan secara mandiri (otonomi) oleh sekolah
melalui sejumlah input manajemen untuk mencapai tujuan sekolah dalam kerangka
pendidikan nasional, dengan melibatkan semua kelompok kepentingan yang terkait
dengan sekolah secara langsung dalam proses pengambilan keputusan.
Pendapat
lain tentang Manajemen berbasis sekolah/ Madrasah dikemukakan oleh Myers dan
Stonehill yaitu”……school-based management
is a strategy to improve education by transferring significant decision-making
authority from state and district offices to individual schools.”Pengertian
ini mengandung makna bahwa Manajemen berbasis sekolah/ Madrasah adalah suatu
strategi untuk memperbaiki pendidikan dengan melimpahkan kepentingan
pengambilan keputusan dari kekuasaan pusat dan pemerintah daerah kepada
kemandirian sekolah.
Dari
beberapa pengetian diatas dapat disimpulkan bahwa Manajemen berbasis sekolah/ Madrasah
adalah model manajemen yang memberikan otonomi lebih besaar kepada sekolah dan
mendorong pengambilan keputusan bersama/ partisipasi dari semua warga sekolah
dan masyarakat untuk mengelola sekolah dalam rangka meningkatkan mutu
pendidikan berdasarkan kebijakan pendidikan nasional.[19]
3.
Prinsip-prinsip manajemen berbasis sekolah/ Madrasah
Dalam Manajemen
berbasis sekolah/ Madrasah, terdapat
sepuluh prinsip yaitu sebagai berikut;
a. Keterbukaan, yakni manajemen dilakukan
secara terbuka (transparan).
b. Kebersamaan, yakni manajemen dilaksanakan
secara bersama-sama oleh pihak sekolah dan masyarakat.
c. Berkelanjutan, yakni manajemen dilakukan
secara berkesinambungan dan berkelanjutan tanpa dipengaruhi oleh pergantian
kepala sekolah.
d. Menyeluruh, artinya manajemen dilakukan
secara menyeluruh menyangkut seluruh komponen yang menunjukkan dan mempengaruhi
pencapaian tujuan.
e. Pertanggung jawaban, berarti dapat
dipertanggung jawabkan ke orangtua/ wali siswa, masyarakat, pemerintah dan
pihak-pihak yang berkepentingan.
f. Demokratis, yakni keputusan yang diambil
berdasarkan musyawarah antara komponen sekolah dengan masyarakat.
g. Kemandirian, yang sekolah memiliki
prakarsa atau inisiatif, dan inovasi dalam rangka mencapai tujuan.
h. Berorientasi pada mutu, artinya
upaya-upaya yang dilakukan sekolah selalu berdasarkan pada peningkatan mutu
pendidikan.
i. Pencapaian standar pelayana minimal (SPM)
berarti manajemen sekolah tersebut untuk mencapai standar pelayanan sekolah
(SPM) secara total, bertahap dan berkelanjutan.
j. Pendidikan untuk semua, artinya semua
anak memiliki hak memperoleh layanan pendidikan
yang sama.
4.
Karakteristik manajemen berbasis sekolah/ Madrasah
Manajemen
berbasis sekolah/ Madrasah sebagai terjemahan dari school based management, oleh
beberapa pakar diartikan sebagai pengalihan dalam pengambilan keputusan dari
tingkat pusat sampai ke tingkat sekolah. pemberian kewenangan dalam pengambilan
keputusan dipandang sebagai otonomi di tingkat sekolah dalam pemberdayaan
sumber-sumber (resources) sehingga sekolah mampu secara mandiri
menggali, mengalokasikan, menentukan prioritas, memanfaatkan, mengendalikan,
dan mempertanggungjawabkan (akuntabilitas) kepada setiap yang berkepentingan (stake
holders).
Manajemen
berbasis sekolah/ Madrasah dapat
diartikan sebagai wujud dari “reformasi pendidikan”, yang menginginkan adanya
perubahan dari kondisi yang kurang baik menuju kondisi yang lebih baik dengan
memberikan kewenangan (otoritas) kepada sekolah untuk memberdayakan dirinya. Manajemen
berbasis sekolah/ Madrasah pada
prinsipnya menempatkan kewenangan yang betumpu pada sekolah dan masyarakat,
menghindari format sentralisasidan birokratisasi yang dapat menyebabkan
hilangnya fungsi manajemen sekolah. dalam konteks ini, Susan Albers Mohrman
dkk. Memandang Manajemen berbasis sekolah/ Madrasah sebagai suatu pendekatan politik untuk
mendesain ulang dan memodifikasi strutur pemerintah dengan memindahkan otoritas
ke sekolah, memindahkan keputusan pemerintah pusat ke lokal stake holders, dengan mempertaruhkan pemberdayaan
sekolah dalam meningkatkan kualitaspendidikan nasional. Hal tersebut sejalan
dengan jiwa dan semangat desentralisasi dan otonomi di sektor pendidikan.[20]
Perihal kekuasaan (power), kita perlu
memperhatikan tiga unsur yaitu kewajiban-responsibility, wewenang-authority,
dan pertanggungjawaban-accountability. Berbagi kekuasaan (power
sharing) antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dan sekolah
memerlukan penataan secara hati-hati, dilaksanakan secara rapi dan dilandasi
semangat kerjasama yang mantap dan konsisten dalam kewajiban, kewenangan, dan
tanggungjawab masing-masing.
Pemerintah pusat misalnya, diserahi kewajiban dalam
merumuskan cita-cita dan strategi nasional pendidikan, kurikulum nasional,
publikasi buku-buku pelajaran tertentu serta pertanggungjawaban dalam mutu
edukatif. Sementara itu kewenangan yang diberikan kepada pemerintah daerah,
misalnya diserahi kewajiban menyelenggarakan pembinaan SDM (guru dan kepala
sekolah), mengatur rekruitmen, pengangkatan dan penempatan, pengembangan
karier, pemindahan, kenaikan pangkat, dan pemberhentian guru.
Konsekuensi logis dari adanya limpahan kewenangan
tersebut adalah pemerintah daerah (pemuda) juga harus diberi kewenangan dalam
mencari, mempergunakan, dan menyediakan fasilitas yang diperlukan. Di samping
itu, ada kewajiban lainnya seperti pertanggungjawaban kepada pihak-pihak
berkepentingan (stake holders) sesuai dengan peraturan dan
perundang-undangan yang berlaku. Kepala sekolah misalnya, diberi wewenang untuk
mengatur jam pelajaran, di kelas mana pelajaran diberikan atau tidak diberikan
dalam mengelola kurikulum nasional, tolak ukur apa yang akan digunakan untuk
menilai pencapaian kurikulum, keleluasaan dalam mengelola sumber daya sekolah,
dan dalam menyertakan masyarakat untuk meningkatkan kinerja sekolah/ Madrasah.
Manajemen
berbasis sekolah/ Madrasah memandang
sekolah sebagai suatu lembaga yang harus dikembangkan. Prestasi kerja sekolah
diukur dari perkembangannya. Oleh karena itu, semua kegiatan progaram
sekolahditujukan untuk memberikan pelayanan kepada siswa secara optimal.
Manajemen
berbasis sekolah/ Madrasah adalah
bentuk reformasi pendidikan yang pada prinsipnya, sekolah memperoleh kewajiban,
wewenang, dan tanggungjawab yang tinggi dalam meningkatkan kinerja terhadap
setiap stake holders. Peningkatan kinerja di sekolah/ Madrasah secara
unggul akan berhasil jika sekolah diberdayakan untuk mengenal perubahan dan
memiliki kekuasaan dalam optimalisasi sumber daya. Dengan demikian, diharapkan
sekolah mampu meningkatkan kapasitas dalam pelayanan terhadap siswa.
Manajemen
berbasis sekolah/ Madrasah memiliki
potensi yang besar dalam menciptakan kepala sekolah, guru, dan pengelola sistem
pendidikan (administrator) secara profesional. Oleh karena itu, keberhasilan
dalam kinerja unggul akan sangat ditentukan oleh faktor informasi, pengetahuan,
keterampilan, dan insentif (hadiah) yang berorientasi pada mutu, efisiensi, dan
kemandirian sekolah.[21]
5.
Strategi manajemen berbasis sekolah/ Madrasah
Strategi
adalah langkah-langkah yang sistematis dan sistemik dalam melaksanakan rencana
secara menyeluruh (makro) dan berjangka panjang dalam pncapaian tujuan model Manajemen
berbasis sekolah/ Madrasah.
Perlu
disadari bahwa reformasi manajemen pendidikan persekolahan dengan menggunakan
model Manajemen berbasis sekolah/ Madrasah merupakan tuntutan yang mendesak.
Selama ini sekolah ditempatkan pada posisi yang kurang berdaya karena hampir
semua operasional pendidikan sangat ditentukan oleh birokrasi di atasnya.
Supaya kekeliruan ini tidak berkepanjangan, maka Manajemen berbasis sekolah/ Madrasah
menjadi tuntutan mutlak. Namun demikian, tentunya MBS bukanlah satu-satunya
model yang dapat mendongkrak mutu pendidikan tanpa dukungan faktor lain. Ada
sejumlah faktor lain yang menentukan, misalnya tingkat partisipasi stake
holders dan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Artinya, sekolah tidak dapat
berjalan sendiri dalam upaya meningkatkan mutu efisiensi, pemerataan
pendidikan, dan kemandirian seolah. Kondisi politik atau kebijakan pemerintah
dalam hal manajemen atau organisasi kepemimpinan, proses belajar mengajar,
sumber daya manusia dan administrasi sekolah merupakan sejumlah komponen MBS
yang perlu diperhatikan dalam konteks persekolahan di indonesia.
Mengacu
pada hasil kajian BPPN dan Bank Dunia terhadap Manajemen berbasis sekolah/ Madrasah
di tingkat pendidikan dasar bahwa kondisi persekolahan di Indonesia dapat di
kelompokkan ke dalam tiga kategori yaitu maju, sedang, dan kurang. Penerapan
disesuaikan dengan pemberlakuan yang dibagi dalam tiga tingkatan, Manajemen
berbasis sekolah/ Madrasah secara penuh (tinggi), Manajemen berbasis sekolah/ Madrasah
tingkat menengah (sedang), dan Manajemen berbasis sekolah/ Madrasah secara
minimal (rendah). Dalam menentukan tingkatan sekolah dan Manajemen berbasis
sekolah/ Madrasah-nya terdapat persaratan yang perlu dipenuhi yaitu: (1) syarat
pemilihankepala sekolah dan guru, (2) bentuk partisipasi masyarakat, (3) lokasi
atau kemampuan dasar, (4) orang tua, (5) kemampuan pengadaan dana, (6)
syaratnilai ebtanas murni (NEM)[22].
Kelima triteria tersebut dihungkan dengan tipe sekolah (penuh, menengah, dan
minimal) yang secara sederhana dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.
Tipe sekolah
|
Syarat 1(syarat pemilihankepala sekolah dan guru)
|
Syarat 2 (bentuk partisipasi masyarakat)
|
Syarat 3 (kemampuan dasar)
|
Syarat 4 (kemampuan dana)
|
Syarat 5 (NEM)
|
Tipe penuh
|
Dipilih karena memiliki keterampilan
|
Partisipasi masyarakat cukup besar
|
Pendapatan daerah tinggi
|
Tidak bergantung kepada pemerintah
|
Tinggi
|
Tipe sedang
|
Dipilih karena memiliki keterampilan
|
Sda
|
Pendapatan daerah sedang
|
Bergantung kepada pemerintah
|
Sedang
|
Tipe minimal
|
Dipilih karena memiliki keterampilan
|
Partisipasi masyarakat kurang
|
Pendapatan daerah rendah
|
Sangat bergantungkepada pemerintah
|
Rendah
|
6.
Tahapan manajemen berbasis sekolah/ Madrasah
Dengan
kondisi birokrasi dan kondisi persekolahan di indonesia saat ini, persiapan
strategi penerapan konsep Manajemen berbasis sekolah/ Madrasah memerlukan
tahapan yang terkait dengan SDM, sarana dan prasarana anggaran dan stake
holders. Secara garis besar penahapan tersebut dapat dibagi menjadi tiga
tahap, yaitu (1) tahap sosialisasi, (2) tahap piloting dan, (3) tahap
desiminasi. Penahapan ini menurut Muchlas Samani,
dihubungkan dengan kondisi di satu sisi dan persyaratan yang dituntut di sisi
lain. Penjelasan masing-masing tahapan sebagai berikut:
1.
Tahap sosialisasi
Penerapan
Manajemen berbasis sekolah/ Madrasah melibatkan bnyak pihak yang terkait karena
pengelolaan sekolah merupakan sub-sistem dari pengelolaan pendidikan secara
nasional. Secara substansial sosialisasi konsep Manajemen berbasis sekolah/
Madrasah mencakup ide dasar Manajemen berbasis sekolah/ Madrasah pada seluruh
jajaran Depdiknas dan stake holders. Kejelasan karir dan kebijakan yang
menjadi wewenang pusat, daerah, dan sekolah, perubahan pola hubungan
subordinasi, perubahan sikap dan prilaku baik pimpinan jajaran birokrasi maupun
masyarakat, deregulasi aturan, dan transparansi serta akuntabilitas.
2.
Tahap piloting (uji coba)
Penerapan
konsep Manajemen berbasis sekolah/ Madrasah secara massal akan mengundang
resiko besar. Oleh karena itu, bersamaan dengan tahap sosialisasi perlu
dikeluarkan piloting atau model uji coba. Efektifitas model uji coba memerlukan
persyaratan dasar yaitu akseptibilitas, akuntabilitas, replikabilitas, dan
suntainibilitas. Akseptabilitas artinya dapat diterima oleh masyarakat,
khususnya masyarakat di kalangan pendidikan. Akuntabilitas artinya dapat
dipertanggungjawabkan, baik secara konsep, operasional, maupun pendanaannya.
Replikabilitas artinya model Manajemen berbasis sekolah/ Madrasah yang di uji
coba dapat direplikasi di sekolah lain, sehingga perlakuan yang diberikan pada
sekolah uji coba dapat dilaksanakan disekolah lain ketika mencapai tahap
massal. Sedangkan sustainibilitas artinya program tersebut dapat terus
dikembangkan meskipun tahap uji coba telah selesai. Prinsip sustainibilitas
sering kali tidak dapat dilaksanakan. Banyak proyek uji coba suatu model
berhenti setelah uji coba selesai, sehingga menjadi pemborosan.
3.
Tahap desiminasi
Proses
desiminasi model memerlukan penahapan disebabkan kondisi wilayah yang luas dan
jumlah sekolah yang cukup besar daya variabilitas dan sangat beragam. Tahap
desiminasi akan sangat ditentukan pula dalam efektivitas pelaksanaan oleh
anggaran yancukup memadai, fasilitas, dan keuangan pemerintah terutama bagi
daerah dan sekolah yang kurang mampu.[23]
[1] Departemen
Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 2008), hlm. 987.
[2] Slameto, Belajar
Dan Faktor-Faktor Yang Mempengauhi, (Jakarta: PT RINEKA CIPTA, 2010), hlm.
64
[3] Arifin, Pokok-Pokok Pemikiran Tentang Bimbingan Dan Penyuluhan
Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1992). Jurnal Ilmiah Edukasi Vol 1, Nomor
1, Juni 2015
[4] Sadirman, Interaksi
Dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), hlm. 72. Jurnal Ilmiah Edukasi Vol 1, Nomor 1, Juni 2015
[10]Abdul Rahmat, Manajemen Humas Sekolah, (Yogyakarta:
Media Akademi, 2016), hlm. 116-117
[11] Suyadi Dan
Maulidya Ulfah, Konsep Dasar Paud,
(Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA, 2013), hlm. 159-160
[12] Saefullah, Manajemen Pendidikan Islam, (Bandung:
Pustaka Setia, 2012), hlm. 3.
[13]Ibid, hlm. 22.
[14]Ibid, hlm.
22-25.
[15] Ibid, hlm. 25-
40
[16] Ibid, hlm.
40-41.
[17]Anton
Athoillah, hlm.36.
[18] Mulyasa, Menjadi
Kepala Sekolah Profesional, hlm. 33
[19]Agus Wibowo,
hlm. 115-116
[20]Nanang
Fattah, Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Dalam Konteks Penerapan MBS,(Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2012), hlm. 42-43
[22] Ibid, hlm.
53-54
[23] Ibid, hlm.
59-63