Sunday 16 September 2018

MAKALAH DEMOKRASI DALAM PERSPEKTIF ISLAM


DEMOKRASI DALAM PERSPEKTIF ISLAM

MAKALAH


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan




Yang Diampu Oleh Dr. Erie Hariyanto, M.H


Oleh:
Siti Hotimah


PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR' AN DAN TAFSIR
JURUSAN SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI MADURA
2018


KATA PENGANTAR


         Puji syukur kepada Allah yang telah memberikan Rahmat dan Hidayahnya sehingga kesempatan ini kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Demokrasi Dalam Perspektif Islam” ini dengan baik,salawat beriring salam tidak lupa pula kami sampaikan kepada Nabi besar Muhammad SAW yang telah membawa umat manusia dari alam jahiliyahnya ke alam islamiyahnya
          Kami menyadari dalam penulisan makalah ini baik dari segi bahasa maupun pembahasannya masih jauh dari kesempurnaan. untuk ini sangat di butuhkan kritikan dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan di masa yang akan datang. Kami hanya dapat berdoa semoga Allah SWT membalasnya dengan lebih baik lagi Amin ya rabbal alamin.
Pamekasan, 08 September 2018

Siti Hotimah               






BAB I

PENDAHULUAN

Islam merupakan agama yang sempurna, salah satunya ditandai dengan sistemnya yang komprehensif. Artinya tidak ada satu perkara pun dalam hidup ini terlepas dari perhatian agama islam. Begitupun perkara yang berkaitan dengan kehidupan berorganisasi dalam negara dan juga kehidupan masyarakat, termasuk di dalamnya bentuk pemerintahan dalam islam diatur dalam Al-Qur’an dan Hadist.
Salah satu bentuk pemerintahan yang banyak dianut oleh berbagai negara termasuk Indonesia adalah demokrasi. Hal ini sedikit memberikan gambaran bahwa demokrasi ini bentuk pemerintahan yang baik. Bahkan tidak jarang juga orang berpendapat bahwa apabila demokrasi dalam sebuah negara ini benar-benar dijalankan, maka bisa jadi negaranya teratur dengan baik, sejahtera, dan sesuai yang diharapkan.
Adapun yang dimaksud dengan demokrasi merupakan salah satu bentuk pemerintahan yang menekankan kedaulatan berada di tangan rakyat. Lebih lanjut dalam hal ini rakyat berpartisipasi atau memberikan aspirasi dalam merencanakan program pembangunan, rakyat terlibat dalam melaksanakan program pembangunan, dan rakyat juga dijadikan tujuan dengan program pembangunan yang telah dijalankan.
1.      Bagaimana Demokrasi dalam Indonesia
2.      Bagaimana pandangan islam dalam Demokrasi
3.      Apa hakikat dari demokrasi
1.      Untuk mengetahui Demokrasi dalam Indonesia
2.      Untuk mengetahui Pandangan Islam dalam Indonesia
3.      Untul mengetahi hakikat dari demokrasi

BAB II

PEMBAHASAN

           Sejarah demokrasi di indonesia dapat di bagi ke dalam empat periode:periode 1945-1959,periode 1959-1965, periode 1965-1998, dan periode pasca orde baru.
DEMOKRASI pada masa ini di kenal dengan sebutan Demokrasi Perlementer.sistem perlementer ini mulai berlaku sebulan sesudah kemerdekaan diproklamirkan Namun demikian ,model demokrasi ini di anggap kurang cocok untuk indonesia.lemahnya budaya demokrasi untuk mempraktikkan demokrasi model barat ini telah memberi peluang sangat besar kepada partai-partai politik untuk mendominasi kehidupan sosial politik.
       Ketiadaan budaya demokrasi yang sesuai dengan sistem demokrasi perlementer ini akhirnya melahirkan fragmentasi politik berdasarkan afiliasi kesukaan dan agama.akibatnya, pemerintahan yang berbasis pada koalisi politik pada masa ini jarang dapat bertahan lama .koalisi yang di bangun dengan sangat mudah pecah.Hal ini mengakibatkan destabilisasi politok nasional yang mengancam integrasi nasional yang sedang dibangun. Persaingan tidak sehat antara faksi-faksi politik dan pembrontakan daerah terhadap pemerintah  Pusat telah mengancam berjalannya demokrasi itu sendir
        Faktor-faktor disintegratif di atas,ditambah dengan kegagalan partai-partaidalam majelis konstituante untuk mencapai konsensus mengeynai dasar negara untuk undang-undang dasar baru,mendorong presiden soekarno untuk mengeluarkan dekrit president pada 5 juli 1959, yang menegaskan berlakunya kembali Undang-Undang Dasar 1945. Dengan demikian,masa demokrasi berdasarkan sistem perlementer berakhir ,digantikan olehDemokrasi Terpimpin(Guided Democracy) yang memosisikan Presiden Soekarno menjadi pusat kekuasaan megara.


Periode ini dikenal dengan sebutan Demokrasi terpimpin(Guided Democracy) ciri-ciri demokrasi ini adalah dominasi politik presiden dan berkembangnya pengaruh komunis dan peranan tentara (ABRI) dalam panggung politik nasional.Hal ini disebabkan oleh lahirnya Dekrit Presiden 5 juli 1959 sebagai usaha untuk mencari jalan keluar dari lebuntuanpolitik melalui pembentukan lepemimpinan personal yang kuat.Sekalipun UUD 1945 membberi peluang seorang presiden untuk memimpin pemerintahan selama lima tahun , ketetapan MPRS NO. III/1963 mengangkat Ir.Soekarno sebagai presiden seumur hidup.Dengan lahirnya ketetapan MPRS ini secara otomatis telah membatalkan pembatasan waktu lima tahun sebagaimana ketetapan UUD 1945
       Kepemimpinan presiden tanpa batas ini terbukti melahirkan tindakan dan kebijakan yang menyimpang dari ketentuan-ketentuan  Undang-Undang Dasar 1945.Misalnya, pada tahun 1960 Presiden Soekarno mebubarkan Dewan Perwakilan Rakyat hasil pemilihan umum , padahal dalam penjelasan Undang-Undang dasar 1945 secara eksplisit ditentukan bahwa presiden tidak memiliki wewenang untuk berbuat demikian .Dengan kata lain , sejak diberlakukan Dekrit Presiden 1959 telah terjadi penyimpangan konstitusi oleh presiden.
        Dalam pandangan sejarawan Ahmad Syafi’i Ma’arif,Demorasi terpimpin sebenarnya ingin menempatkan Presiden Soekarno ibarat seorang ayah dalam sebuah keluarga bear yang bernama indonesia dengan kekuasaan terpusat berada di tangannya . Dengan demikian, kekeliruan yang sangat besar dalam Demokrasi Terpimpin model Presiden Soekarno adalah pengingkaran terhadap nilai-nilai demokrasi , yakni lahirnya absolutisme dan terpusatnya kekuasaan pada diri pemimpin , dan pada saat yang sama hilangnya kontrol sosial dan chek and balance dari legislatif terhadap eksekutif
         Dalam kehidupan politik, peran politik Partai Komunis Indonesia (PKI) sangatlah menonhol. Bersandar pada Dekrit Presiden 5 juli sebagai sumber hulum, didirikan banyak badan ekstra konstitusional seperti Front nasional yang digunakan olek PKI untuk menjadi bagian strategi taktik komunisme internasional yang menggariskan pembentukan Front nasional sebagai persiapan ke arah terbentuknya demokrasi rakyat.Strategi politik PKI untuk mendulang keuntungan dari karisma kepemimpina Presiden Soekarno dengan cara mendukung pemberedalan pers dan partai politik misalanya Masyumi, yang dinilai tidak sejalan dengan kebijakan pemerintahan.
         Perilaku politik PKI yang berhaluan sosialis Marxis tentu tidak dibiarkan begitu saja oleh partai politik islam dan kalangan militer (TNI) , yang pada waktu ituerupakan salah satu kompenen politik penting Presiden soekarno. Akhir dari sistem demokrasi terpimpin Soekarno yang berakibat pada perseteruan politik ideologis antara PKI dan TNI adalah peristiwa yang berdarah yang dikenal dengan gerakan 30 september 1965.
Periode ini merupakan masa pemerintahan Presiden Soeharto fengan orde barunya. Sebutan Orde Baru merupakan kritik terhadap peroide sbelumnya,Orde Lama.Orde Baru, sebagaimana dinyatakan oleh pendukungnya, adalah upaya untuk meluruskan kembali penyelewengan tethadap Undang-Undang Dasar 1945 yang terjadi dalam masaD Demokrasi Terpimpin. Seiring pergantian kepemimpinan nasional, demokrasi terpimpin ala Presiden Soekarno telah diganti oleh Orde Baru fengan Demokrasi Pancasila.
Beberapa kebijakan pemerintah sebelumnya yang menetapkan masa jabatan presiden seumur hidup untuk Presiden Soekarno telah dihapuskan dan diganti dengan pembatasan jabatan presiden lima tahun dan dapat dipilih kembali melalui proses pemilu.
Demokrasi Pancasila secara garis besar menawarkan tiga komponen demokrasi. Pertama ,demokrasi dalam bidang politik pada hakikatnya adalah menegakkan kembali asas-asas negara hukum dan kepastian hukum. Kedua,demokrasi dalam bidang ekonomi pada hakikatnya adalah kehidupan yang layak bagi semua warga negara. Ketiga, femokrasi dalam bidang hukum pada hakikatnya bahwa pengakuan dan perlindungan HAM, peradilan yang bebas yang tidak memihak.
Hal yang sangat disayangkan adalah, alih-alih pelaksanaan ajaran pancasila secara murni dan konsekuen, Demokrasi Pancasila yang dikampanyekan oleh Orde Baru baru sebatas retorika politik belaka. Dalam peraktik kenegaraan dan pemerintahannya, penguasa orde baru bertindak jauh dari prinsi-prinsip demokrasi.
Periode pasca Orde Baru sering disebut dengan era Reformasi. Periode ini erat hubungannya dengan gerakan reformasi rakyat yang menuntut pelaksanaan demokrasi dan HAM secara ukonsekuen.Tuntutan ini ditandai oleh lengsernya Presiden Soeharto dari tampuk kekuasaan.Orde Baru pada mei 1998, setelah lebih dari tiga puluh tahun berkuasa dengan Demokrasi Pancasilanya. Penyelewengan atas dasar negara Pancasila oleh penguasa Orde Baru berdampak pada sikap antipati sebagian masyarakat terhadap dasar negara tersebut.
Pengalaman pahit yang menimpa Pancasila, yang pada dasarnya sangat terbuka, inklusif, dan penuh nuansa HAM, berdampak pada keengganan kalangan tokoh formasi untuk menambahkan atribut tertentu pada kata demokrasi.Becermin pada pengalaman manipulasi atas Pancasila oleh penguasa Orde Baru, demokrasi yang hendak dikembangkan setelah kejatuhan rezim Orde Baru adalah demokrasi tanpa nama atau demokrasi tanpa embel-embel di mana hak rakyat merupakan kompenen inti dalam mekanisme dan pelaksanaan pemerintahan yang demokratis. Wacana demokrasi pasca Orde Baru erat kaitannya dengan pemberdayaan masyarakat madani (civil society) dan penegakan HAM secara sungguh-sungguh.[1]
Di Tengah proses demokrasi global, banyak kalangan ahli demokrasi, di antaranya Larry Diamond, Juan j.Linze, Seymour Martin Lipset, menyimpulkan bahwa dunia islam tidak mempunyai prospek untuk menjadi demokratis serta tidak mempunyai pengalaman demokrasi yang cukup andal. Hal senada juga dikemukakan oleh Samuel P.Huntington yang meragukan islam dapat berjalan dengan prinsip-prinsip demokrasi yang secara kultural lahir di barat.karena alasan inilah dunia islam dipandang tidak menjadi bagian dari proses gelombang demokratisasi dunia.
Setidaknya terdapat tiga pandangan tentang islam dan demokrasi: pertama, Islam dan demokrasi adalah dua sistem politik yang berbeda. Islam tidak bisa disubordinatkan dengan semokrasi karena Islam merupakan sistem politik yang mandiri (self -sufficient). Dalam bahasa politik muslim, Islam sebagai agama yang kaffah (sempurna) tidak saja mengatur persoalan keimanan (akidah) dan ibadah, melainkan mengatur segala aspek kehidupan ummat manusia trmasuk aspek kehidupan bernegara.Pandangan ini didukung oleh kalangan pemikir muslim seperti Sayyid Qutb dam thabathabai. Hubungan islam dan demokrasi bersifat saling menguntungkan secara eksklusif (mutually exclusive). Bagi penganut demokrasi sebagai satu-satunya sistem terbaik yang tersedia saat ini. Islam dipandang sebagai sistem politik alternatif terhadap demokrasi. Sebaliknya, bagi pandangan Islam sebagai sistem yang lengkap (kaffah), Islam dan demokrasi adalah dua hal yang berbeda, karena itu demokrasi sebagai konsep Barat tidak tepat untuk dijadikan sebagai acuan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dalam masyarakat muslim, Islam tidak bisa dipadukan dengan demokrasi.
Kedua, islam berbeda dengan demokrasi jika demokrasi didefinisikan secara persedural  seperti dipahami dan dipraktikkan di negara-negara Barat. Kelom kedua ini menyetujui adanya prinsip-prinsip demokrasi dalam Islam. Tetapi, mengakui adanya perbedaan antara Islam dan demokrasi. Bagi kelompok ini Islam merupakan sistem politik demokratis kalau demokrasi didefinisikan secara substantif, yakni kedaulatan di tangan rakyat dan negara merupakan terjemahan dari kedaulatan rakyat ini. Dengan demikian, dalam pandangan kelompok ini, demokrasi adalah konsep yang sejalan dengan Islam setelah di adakan penyesuaian penafsiran terhadap konsep demokrasi itu sendiri. Diantara tokoh dari kelompok ini adalah Al-Maududi dan Moh. Natsir.
Ketiga, Islam adalah sistem nilai yang membenarkan dan mendukung sistem politik dan demokrasi seperti yang dipraktikkan negara-negara maju.Islam di dalam dirinya demokratis tifak hanya karena prinsip syura (musyawarah), tetapi juga karena adanya konsep ijtihad dan ijmak (konsensus). Seperti dinyatakan oleh pakar ilmu politik R.William Liddle dan saiful mujani, di indonesia pandangan yang ke tiga tampaknya yang lebih dominan karena demokrasi sudah menjadi bagian integral sistem pemerintahan Indonesia dan negara-negara muslim lainnya. Di antara tokoh muslim yang mendukung pandangan ini adalah Fahmi Huaidi, M. Husain, Muhammad abduh, dan JamaluddinAl-Afghani. Di indonesia di wakili oleh Nurcholish Madjid, Abdurrahman Wahid, Amin Rais, dan Ahmad syafi’i Ma’arif.
Penerimaan negara-negara muslim (dunia islam) terhadap demokrasi sebagaimana yang dikemukakan oleh kelompok ketiga ini, tifak berarti bahwa demokrasi dapat tumbuh dan berkembang di negara muslim secara muslim. Bahkan yang terjadi adalah kebalikannya di mana negara-negara muslim justru merupakan negara yang tertinggal dalam demokrasi, sementara kehadiran rezim otoriter di sejumlah negara muslim pada umumnya menjadi kecenderungan yang dominan.
Terdapat beberapa argumen teorites yang bisa menjelaskan lambangnya pertumbuhan dan perkembangan demokrasi di dunia islam. Pertama, pemahaman doktrinal menghambat praktik demokrasi. Teori ini dikembangkan oleh Elie khudourie bahwa gagasan demokrasi masih cukup asing dalam tradisi pemikiran.Hal ini disebabkan oleh kebanyakan kaum muslim yang cenderung memahami demokrasi sebagai sesuatu yang beetentangan dengan Islam. Untuk mengatasi hal itu perlu dikembangkan upaya liberalisasi pemahaman keagamaan dalam rangka mencari konsensus dan sintesis antara pemahaman dektrin Islam dengan teori-teori modern seperti demokrasi dan kebebasan.
Kedua, persoalan kultur. Demokrasi sebenarnya telah dicoba di negara-negara muslim sejak paruh pertama abad dua puluh, tetapi gagal. Tampaknya, ia tidak akan sukses pada masa-masa mendatang, karena warisan kultural masyarakat muslim sudah terbiasa dengan otokrasi dan letaatan absolut kepada pemimpin, baik pemimpin agama maupun penguasa. Teori ini dikembangkan oleh bernard Lewis. Karena itu, langkah yang sangat diperlukan adalah penjelasan kultural kenapa demokrasi tumbuh subur di eropa, sementara di lawasan dunia Islam malah otoritarianisme yang tumbuh dan berkembang
Menurut sebagian ahli, persoalan kultur politik (political culture) ditengerai sebagai yang paling bertanggung jawab atas tidak berkembangnya demokrasi di negara-negara muslim, termasuk Indonesia. Tuduhan ini tidaklah tanpa alasan, karena jika dikaitkan secara doktrinal pada dasarnya hampir tifak dijumpaihambatan teologis di kalangan umat Islam yang memperhadapkan demokrasi vis avis Islam. Oleh karena itu, fokus perdebatannya tidak lagi pada apakah Islam compatible dengan demokrasi, melainkan bagaimana keduanya saling memperkuat (mutually reinforcing).
Ketiga, lambannya pertumbuhan demokrasi di dunia Islam tidak ada hubungan dengan teologi maupun kultur, melainkan lebih terkait dengan sifat alamiyah demokrasi itu sendiri. Untuk membangun demokeasi diperlukan leunggulan, kesabaran, dan di atas segalanya adalah waktu. John Esposito dan O.voll adalah di antara tokoh yang optimis terhadap masa depan demokrasi sdi dunia Islam, sekalipun Islam tidak memiliki tradisi kuat berdemokrasi.
Dalam konteks Indonesia, tampaknya kesabaran dan kesungguhan yang diharapkan kedua pakar Islam tersebut semestinya dihayati oleh umat Islam, khususnya kalangan pemimpin mereka. Kesungguhan dan kesabaran dari kalangan pemimpin muslim Indonesia untuk membangun demokrasi di negara ini dapat di uji melalui kesungguhan untuk tidak menggunakan otoritas keagamaan yang mereka miliki untuk kepentingan sesaat yang tidak ada kaitannya sama sekali dengan urudan agama. Sementara kesabaran mereka selayaknya diaktualisasikan dengan cara bersabar untuk menjadi figur teladan bagi pengikutnya dalam bersikap dan bertindak demokrat.[2]
Demokrasi ini merupakan kata yang mengisi perbincangan berbagai lapisan masyarakat mulai dariasyarakat bawah sampai keasyarakat yang elit. Seperti kalangan elit politik, biokrat pemerintahan,tokoh masyarakat, aktifis lembaga swadayaasyaralat, cendikiawan, mahasiswa dan kaum profesional lainnya. Pada berbagai lesempatan mulai dari obrolan warung kopi sampai dengan forum ilmiyah seperi semina, lila karya, simposium, diskusi publik dan sebagainya. Semaraknya perbincangan tentang demokrasi semacam memberikan dorongan kuat agar lehidupan bernegara, berbangsa dan bermasyarakat berjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi. Wacana tentang demokrasi sering kali dikaitkan berbagai persoalan sehingga tema pembicaraan antara lain “Islam dan Demokrasi” Pendidikan dan Demokrasi” Hukum dan Demokrasi” Dan tema lainnya. Karena itu demokrasi menjadi alternatif sistem nilai dalam berbagai lapangan kehidupan manusia dalam kehidupan keluarga, masyarakat dan negara.
Seperti diakui oleh Moh.Mahfud MD bahwa dua alasan dipilihnya demokrasi sebagai dasar dalam bernegara. Pertama hampir semua negara di dunia ini telah menjadikan demokrasi sebagai asa yang fundamental. Kedua demokrasi sebagai asas kenegaraan yang secara esensial telahemberikan arah bagi peranan masyarakat untuk menyelenggarakan negara sebagai organisme tertingginya Moh.Mahfud 1999:5-6.[3]



BAB III

PENUTUP

Dalam psikokogis masional, kita selalu hendak berdiri di atas dasar kekeluargaan, di atas dasar musyawarah, di atas dasar yang namanya demokrasi. Demokrasi kita adalah demokrasi indonesia yang membawa corak kepribadian bangsa Indonesia sendiri. Tidak perlu identik, artinya sama dengan demokrasi yang dijalankan oleh bangsa-bangsa lain. Pesan Bung Karno, “janganlah demokrasi kita itu demokrasi jiplakan”.
Menurut Soekarno dan Hatta, demokrasi yang diinginkan negara indonesia yang pada waktu itu sefang diperjuangkan kemerdekaannya, yakni, bukan demokrasi liberal yang biasanya memihak golongan yang kuat sosial ekonominya, selain itu Bung Karno menandaskan bahwa negara Indonesia tidak didirikan sebagai tempat merajalelanya kaum kapitalis sehingga kesejahteraan hanya terpusat pada segelintir golongan tertentu.
Pada tahun 1968 Orde Baru tampil ke pentas politik menggeser sistem politik Orde Lama dan menghabisi pengaruh komunis di Indonesia. Padaulanyanya Orde Baru tampil ke pentas pilitik dengan demokrasi yang berlanggam libertariam di bidang politik dan berusaha memberikan keputisan di bidang ekonomi, yang pafa ahirnya juga mengarah kepada pemusatan kekuasaan pada diri presiden yang ditandai dengan mengukuhkan domin koasi peranan ABRI dan Golongan Karya dalam kancah politik sebagai kekuatan utama presiden selain itu kontrol kontrol dan intervensi  pemerintah juga dilakukan dalam berbagai urusan partai politik dan di bidang pers. Pemusatan kekuasaan di masa Orde Baru ini pada akhirnya membawa bangsa indonesia di ambang krisis multidimensi dan akhirnya Orde Baru jatuh tahun 1998.
Selalu berpegang teguh pada aturan syari’at Islam agar kita selalu mendapat rahmat dan ridhanya. Dan amanah sangat penting posisinya dalam kehidupan dunia. Dan semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua.

DAFTAR PUSTAKA

Rahayu, Ani Sri. Pendidikan Pancasila dan & Kewarganegaraan (PPKn). Jakarta: PT Bumi Aksara, 2017.
Ubaedillah, A. dan kawan-kawan. Pendidikan Kewargaan (Civic Education) Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010.
Masrurah, Waqiyatul. Pendidikan Kewargaan. Surabaya: Pena Salsabila, 2013








[1] A. Ubaedillah dan kawan-kawan. Pendidikan Kewargaan (Civic Education) Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani. (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), hlm. 43-46

[2] Ani Sri Rahayu. Pendidikan Pancasila dan & Kewarganegaraan (PPKn). (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2017), hlm. 51-54
[3] Waqiyatul Masrurah. Pendidikan Kewargaan. (Surabaya: Pena Salsabila, 2013), 72