DEMOKRASI DALAM PERSPEKTIF ISLAM
MAKALAH
Disusun
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan
Yang Diampu Oleh
Dr. Erie Hariyanto, M.H
Oleh:
Siti Hotimah
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR' AN DAN
TAFSIR
JURUSAN SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI MADURA
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah yang telah
memberikan Rahmat dan Hidayahnya sehingga kesempatan ini kami
dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Demokrasi
Dalam Perspektif Islam” ini dengan baik,salawat beriring salam tidak lupa
pula kami sampaikan kepada Nabi besar Muhammad SAW yang telah membawa umat
manusia dari alam jahiliyahnya ke
alam islamiyahnya
Kami menyadari dalam penulisan
makalah ini baik dari segi bahasa maupun pembahasannya masih jauh dari
kesempurnaan. untuk ini sangat di butuhkan kritikan dan saran yang bersifat
membangun untuk perbaikan di masa yang akan datang. Kami hanya dapat berdoa
semoga Allah SWT membalasnya dengan lebih baik lagi Amin ya rabbal alamin.
Pamekasan, 08 September 2018
Siti Hotimah
BAB
I
PENDAHULUAN
Islam
merupakan agama yang sempurna, salah satunya ditandai dengan sistemnya yang
komprehensif. Artinya tidak ada satu perkara pun dalam hidup ini terlepas dari
perhatian agama islam. Begitupun perkara yang berkaitan dengan kehidupan
berorganisasi dalam negara dan juga kehidupan masyarakat, termasuk di dalamnya
bentuk pemerintahan dalam islam diatur dalam Al-Qur’an dan Hadist.
Salah
satu bentuk pemerintahan yang banyak dianut oleh berbagai negara termasuk
Indonesia adalah demokrasi. Hal ini sedikit memberikan gambaran bahwa demokrasi
ini bentuk pemerintahan yang baik. Bahkan tidak jarang juga orang berpendapat
bahwa apabila demokrasi dalam sebuah negara ini benar-benar dijalankan, maka
bisa jadi negaranya teratur dengan baik, sejahtera, dan sesuai yang diharapkan.
Adapun
yang dimaksud dengan demokrasi merupakan salah satu bentuk pemerintahan yang
menekankan kedaulatan berada di tangan rakyat. Lebih lanjut dalam hal ini
rakyat berpartisipasi atau memberikan aspirasi dalam merencanakan program
pembangunan, rakyat terlibat dalam melaksanakan program pembangunan, dan rakyat
juga dijadikan tujuan dengan program pembangunan yang telah dijalankan.
1.
Bagaimana
Demokrasi dalam Indonesia
2.
Bagaimana
pandangan islam dalam Demokrasi
3.
Apa hakikat dari
demokrasi
1.
Untuk mengetahui
Demokrasi dalam Indonesia
2.
Untuk mengetahui
Pandangan Islam dalam Indonesia
3.
Untul mengetahi hakikat dari
demokrasi
BAB II
PEMBAHASAN
Sejarah
demokrasi di indonesia dapat di bagi ke dalam empat periode:periode
1945-1959,periode 1959-1965, periode 1965-1998, dan periode pasca orde baru.
DEMOKRASI pada masa ini di kenal dengan sebutan
Demokrasi Perlementer.sistem perlementer ini mulai berlaku sebulan sesudah
kemerdekaan diproklamirkan Namun demikian ,model demokrasi ini di anggap kurang
cocok untuk indonesia.lemahnya budaya demokrasi untuk mempraktikkan demokrasi
model barat ini telah memberi peluang sangat besar kepada partai-partai politik
untuk mendominasi kehidupan sosial politik.
Ketiadaan budaya demokrasi yang sesuai
dengan sistem demokrasi perlementer ini akhirnya melahirkan fragmentasi politik
berdasarkan afiliasi kesukaan dan agama.akibatnya, pemerintahan yang berbasis
pada koalisi politik pada masa ini jarang dapat bertahan lama .koalisi yang di
bangun dengan sangat mudah pecah.Hal ini mengakibatkan destabilisasi politok
nasional yang mengancam integrasi nasional yang sedang dibangun. Persaingan
tidak sehat antara faksi-faksi politik dan pembrontakan daerah terhadap
pemerintah Pusat telah mengancam
berjalannya demokrasi itu sendir
Faktor-faktor disintegratif di
atas,ditambah dengan kegagalan partai-partaidalam majelis konstituante untuk
mencapai konsensus mengeynai dasar negara untuk undang-undang dasar
baru,mendorong presiden soekarno untuk mengeluarkan dekrit president pada 5
juli 1959, yang menegaskan berlakunya kembali Undang-Undang Dasar 1945. Dengan
demikian,masa demokrasi berdasarkan sistem perlementer berakhir ,digantikan
olehDemokrasi Terpimpin(Guided Democracy)
yang memosisikan Presiden Soekarno menjadi pusat kekuasaan megara.
Periode ini dikenal dengan sebutan Demokrasi
terpimpin(Guided Democracy) ciri-ciri
demokrasi ini adalah dominasi politik presiden dan berkembangnya pengaruh
komunis dan peranan tentara (ABRI) dalam panggung politik nasional.Hal ini
disebabkan oleh lahirnya Dekrit Presiden 5 juli 1959 sebagai usaha untuk
mencari jalan keluar dari lebuntuanpolitik melalui pembentukan lepemimpinan
personal yang kuat.Sekalipun UUD 1945 membberi peluang seorang presiden untuk
memimpin pemerintahan selama lima tahun , ketetapan MPRS NO. III/1963
mengangkat Ir.Soekarno sebagai presiden seumur hidup.Dengan lahirnya ketetapan
MPRS ini secara otomatis telah membatalkan pembatasan waktu lima tahun
sebagaimana ketetapan UUD 1945
Kepemimpinan presiden tanpa batas ini
terbukti melahirkan tindakan dan kebijakan yang menyimpang dari
ketentuan-ketentuan Undang-Undang Dasar
1945.Misalnya, pada tahun 1960 Presiden Soekarno mebubarkan Dewan Perwakilan
Rakyat hasil pemilihan umum , padahal dalam penjelasan Undang-Undang dasar 1945
secara eksplisit ditentukan bahwa presiden tidak memiliki wewenang untuk berbuat
demikian .Dengan kata lain , sejak diberlakukan Dekrit Presiden 1959 telah
terjadi penyimpangan konstitusi oleh presiden.
Dalam pandangan sejarawan Ahmad Syafi’i
Ma’arif,Demorasi terpimpin sebenarnya ingin menempatkan Presiden Soekarno
ibarat seorang ayah dalam sebuah keluarga bear yang bernama indonesia dengan
kekuasaan terpusat berada di tangannya . Dengan demikian, kekeliruan yang
sangat besar dalam Demokrasi Terpimpin model Presiden Soekarno adalah
pengingkaran terhadap nilai-nilai demokrasi , yakni lahirnya absolutisme dan
terpusatnya kekuasaan pada diri pemimpin , dan pada saat yang sama hilangnya
kontrol sosial dan chek and balance
dari legislatif terhadap eksekutif
Dalam kehidupan politik, peran politik
Partai Komunis Indonesia (PKI) sangatlah menonhol. Bersandar pada Dekrit
Presiden 5 juli sebagai sumber hulum, didirikan banyak badan ekstra
konstitusional seperti Front nasional
yang digunakan olek PKI untuk menjadi bagian strategi taktik komunisme
internasional yang menggariskan pembentukan Front
nasional sebagai persiapan ke arah terbentuknya demokrasi rakyat.Strategi
politik PKI untuk mendulang keuntungan dari karisma kepemimpina Presiden
Soekarno dengan cara mendukung pemberedalan pers dan partai politik misalanya
Masyumi, yang dinilai tidak sejalan dengan kebijakan pemerintahan.
Perilaku politik PKI yang berhaluan
sosialis Marxis tentu tidak dibiarkan begitu saja oleh partai politik islam dan
kalangan militer (TNI) , yang pada waktu ituerupakan salah satu kompenen politik
penting Presiden soekarno. Akhir dari sistem demokrasi terpimpin Soekarno yang
berakibat pada perseteruan politik ideologis antara PKI dan TNI adalah
peristiwa yang berdarah yang dikenal dengan gerakan 30 september 1965.
Periode ini merupakan masa pemerintahan Presiden
Soeharto fengan orde barunya. Sebutan Orde Baru merupakan kritik terhadap
peroide sbelumnya,Orde Lama.Orde Baru, sebagaimana dinyatakan oleh
pendukungnya, adalah upaya untuk meluruskan kembali penyelewengan tethadap
Undang-Undang Dasar 1945 yang terjadi dalam masaD Demokrasi Terpimpin. Seiring
pergantian kepemimpinan nasional, demokrasi terpimpin ala Presiden Soekarno
telah diganti oleh Orde Baru fengan Demokrasi Pancasila.
Beberapa kebijakan pemerintah sebelumnya yang
menetapkan masa jabatan presiden seumur hidup untuk Presiden Soekarno telah
dihapuskan dan diganti dengan pembatasan jabatan presiden lima tahun dan dapat
dipilih kembali melalui proses pemilu.
Demokrasi Pancasila secara garis besar menawarkan
tiga komponen demokrasi. Pertama ,demokrasi
dalam bidang politik pada hakikatnya adalah menegakkan kembali asas-asas negara
hukum dan kepastian hukum. Kedua,demokrasi
dalam bidang ekonomi pada hakikatnya adalah kehidupan yang layak bagi semua
warga negara. Ketiga, femokrasi dalam
bidang hukum pada hakikatnya bahwa pengakuan dan perlindungan HAM, peradilan
yang bebas yang tidak memihak.
Hal yang sangat disayangkan adalah, alih-alih
pelaksanaan ajaran pancasila secara murni dan konsekuen, Demokrasi Pancasila
yang dikampanyekan oleh Orde Baru baru sebatas retorika politik belaka. Dalam
peraktik kenegaraan dan pemerintahannya, penguasa orde baru bertindak jauh dari
prinsi-prinsip demokrasi.
Periode pasca Orde Baru sering disebut dengan era
Reformasi. Periode ini erat hubungannya dengan gerakan reformasi rakyat yang
menuntut pelaksanaan demokrasi dan HAM secara ukonsekuen.Tuntutan ini ditandai
oleh lengsernya Presiden Soeharto dari tampuk kekuasaan.Orde Baru pada mei
1998, setelah lebih dari tiga puluh tahun berkuasa dengan Demokrasi
Pancasilanya. Penyelewengan atas dasar negara Pancasila oleh penguasa Orde Baru
berdampak pada sikap antipati sebagian masyarakat terhadap dasar negara
tersebut.
Pengalaman pahit yang menimpa Pancasila, yang pada
dasarnya sangat terbuka, inklusif, dan penuh nuansa HAM, berdampak pada
keengganan kalangan tokoh formasi untuk menambahkan atribut tertentu pada kata
demokrasi.Becermin pada pengalaman manipulasi atas Pancasila oleh penguasa Orde
Baru, demokrasi yang hendak dikembangkan setelah kejatuhan rezim Orde Baru
adalah demokrasi tanpa nama atau demokrasi tanpa embel-embel di mana hak rakyat
merupakan kompenen inti dalam mekanisme dan pelaksanaan pemerintahan yang
demokratis. Wacana demokrasi pasca Orde Baru erat kaitannya dengan pemberdayaan
masyarakat madani (civil society) dan
penegakan HAM secara sungguh-sungguh.[1]
Di
Tengah proses demokrasi global, banyak kalangan ahli demokrasi, di antaranya
Larry Diamond, Juan j.Linze, Seymour Martin Lipset, menyimpulkan bahwa dunia
islam tidak mempunyai prospek untuk menjadi demokratis serta tidak mempunyai
pengalaman demokrasi yang cukup andal. Hal senada juga dikemukakan oleh Samuel
P.Huntington yang meragukan islam dapat berjalan dengan prinsip-prinsip
demokrasi yang secara kultural lahir di barat.karena alasan inilah dunia islam
dipandang tidak menjadi bagian dari proses gelombang demokratisasi dunia.
Setidaknya
terdapat tiga pandangan tentang islam dan demokrasi: pertama, Islam dan demokrasi adalah dua sistem politik yang
berbeda. Islam tidak bisa disubordinatkan dengan semokrasi karena Islam
merupakan sistem politik yang mandiri (self
-sufficient). Dalam bahasa politik muslim, Islam sebagai agama yang kaffah (sempurna) tidak saja mengatur
persoalan keimanan (akidah) dan ibadah, melainkan mengatur segala aspek
kehidupan ummat manusia trmasuk aspek kehidupan bernegara.Pandangan ini didukung
oleh kalangan pemikir muslim seperti Sayyid Qutb dam thabathabai. Hubungan
islam dan demokrasi bersifat saling menguntungkan secara eksklusif (mutually exclusive). Bagi penganut
demokrasi sebagai satu-satunya sistem terbaik yang tersedia saat ini. Islam
dipandang sebagai sistem politik alternatif terhadap demokrasi. Sebaliknya,
bagi pandangan Islam sebagai sistem yang lengkap (kaffah), Islam dan demokrasi adalah dua hal yang berbeda, karena
itu demokrasi sebagai konsep Barat tidak tepat untuk dijadikan sebagai acuan
dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dalam masyarakat muslim,
Islam tidak bisa dipadukan dengan demokrasi.
Kedua,
islam
berbeda dengan demokrasi jika demokrasi didefinisikan secara persedural seperti dipahami dan dipraktikkan di
negara-negara Barat. Kelom kedua ini menyetujui adanya prinsip-prinsip
demokrasi dalam Islam. Tetapi, mengakui adanya perbedaan antara Islam dan
demokrasi. Bagi kelompok ini Islam merupakan sistem politik demokratis kalau
demokrasi didefinisikan secara substantif, yakni kedaulatan di tangan rakyat
dan negara merupakan terjemahan dari kedaulatan rakyat ini. Dengan demikian,
dalam pandangan kelompok ini, demokrasi adalah konsep yang sejalan dengan Islam
setelah di adakan penyesuaian penafsiran terhadap konsep demokrasi itu sendiri.
Diantara tokoh dari kelompok ini adalah Al-Maududi dan Moh. Natsir.
Ketiga,
Islam adalah sistem nilai yang membenarkan dan mendukung sistem politik dan
demokrasi seperti yang dipraktikkan negara-negara maju.Islam di dalam dirinya demokratis
tifak hanya karena prinsip syura (musyawarah), tetapi juga karena adanya konsep
ijtihad dan ijmak (konsensus). Seperti dinyatakan oleh pakar ilmu politik
R.William Liddle dan saiful mujani, di indonesia pandangan yang ke tiga
tampaknya yang lebih dominan karena demokrasi sudah menjadi bagian integral
sistem pemerintahan Indonesia dan negara-negara muslim lainnya. Di antara tokoh
muslim yang mendukung pandangan ini adalah Fahmi Huaidi, M. Husain, Muhammad
abduh, dan JamaluddinAl-Afghani. Di indonesia di wakili oleh Nurcholish Madjid,
Abdurrahman Wahid, Amin Rais, dan Ahmad syafi’i Ma’arif.
Penerimaan
negara-negara muslim (dunia islam) terhadap demokrasi sebagaimana yang
dikemukakan oleh kelompok ketiga ini, tifak berarti bahwa demokrasi dapat tumbuh
dan berkembang di negara muslim secara muslim. Bahkan yang terjadi adalah
kebalikannya di mana negara-negara muslim justru merupakan negara yang
tertinggal dalam demokrasi, sementara kehadiran rezim otoriter di sejumlah
negara muslim pada umumnya menjadi kecenderungan yang dominan.
Terdapat
beberapa argumen teorites yang bisa menjelaskan lambangnya pertumbuhan dan
perkembangan demokrasi di dunia islam. Pertama,
pemahaman doktrinal menghambat praktik demokrasi. Teori ini dikembangkan oleh
Elie khudourie bahwa gagasan demokrasi masih cukup asing dalam tradisi
pemikiran.Hal ini disebabkan oleh kebanyakan kaum muslim yang cenderung
memahami demokrasi sebagai sesuatu yang beetentangan dengan Islam. Untuk
mengatasi hal itu perlu dikembangkan upaya liberalisasi pemahaman keagamaan
dalam rangka mencari konsensus dan sintesis antara pemahaman dektrin Islam
dengan teori-teori modern seperti demokrasi dan kebebasan.
Kedua,
persoalan kultur. Demokrasi sebenarnya telah dicoba di negara-negara muslim
sejak paruh pertama abad dua puluh, tetapi gagal. Tampaknya, ia tidak akan
sukses pada masa-masa mendatang, karena warisan kultural masyarakat muslim
sudah terbiasa dengan otokrasi dan letaatan absolut kepada pemimpin, baik
pemimpin agama maupun penguasa. Teori ini dikembangkan oleh bernard Lewis.
Karena itu, langkah yang sangat diperlukan adalah penjelasan kultural kenapa
demokrasi tumbuh subur di eropa, sementara di lawasan dunia Islam malah
otoritarianisme yang tumbuh dan berkembang
Menurut
sebagian ahli, persoalan kultur politik (political culture) ditengerai sebagai
yang paling bertanggung jawab atas tidak berkembangnya demokrasi di
negara-negara muslim, termasuk Indonesia. Tuduhan ini tidaklah tanpa alasan,
karena jika dikaitkan secara doktrinal pada dasarnya hampir tifak
dijumpaihambatan teologis di kalangan umat Islam yang memperhadapkan demokrasi vis avis Islam. Oleh karena itu, fokus
perdebatannya tidak lagi pada apakah Islam compatible
dengan demokrasi, melainkan bagaimana keduanya saling memperkuat (mutually reinforcing).
Ketiga, lambannya
pertumbuhan demokrasi di dunia Islam tidak ada hubungan dengan teologi maupun
kultur, melainkan lebih terkait dengan sifat alamiyah demokrasi itu sendiri.
Untuk membangun demokeasi diperlukan leunggulan, kesabaran, dan di atas segalanya
adalah waktu. John Esposito dan O.voll adalah di antara tokoh yang optimis
terhadap masa depan demokrasi sdi dunia Islam, sekalipun Islam tidak memiliki
tradisi kuat berdemokrasi.
Dalam
konteks Indonesia, tampaknya kesabaran dan kesungguhan yang diharapkan kedua
pakar Islam tersebut semestinya dihayati oleh umat Islam, khususnya kalangan
pemimpin mereka. Kesungguhan dan kesabaran dari kalangan pemimpin muslim
Indonesia untuk membangun demokrasi di negara ini dapat di uji melalui
kesungguhan untuk tidak menggunakan otoritas keagamaan yang mereka miliki untuk
kepentingan sesaat yang tidak ada kaitannya sama sekali dengan urudan agama.
Sementara kesabaran mereka selayaknya diaktualisasikan dengan cara bersabar
untuk menjadi figur teladan bagi pengikutnya dalam bersikap dan bertindak
demokrat.[2]
Demokrasi
ini merupakan kata yang mengisi perbincangan berbagai lapisan masyarakat mulai
dariasyarakat bawah sampai keasyarakat yang elit. Seperti kalangan elit
politik, biokrat pemerintahan,tokoh masyarakat, aktifis lembaga
swadayaasyaralat, cendikiawan, mahasiswa dan kaum profesional lainnya. Pada
berbagai lesempatan mulai dari obrolan warung kopi sampai dengan forum ilmiyah
seperi semina, lila karya, simposium, diskusi publik dan sebagainya. Semaraknya
perbincangan tentang demokrasi semacam memberikan dorongan kuat agar lehidupan
bernegara, berbangsa dan bermasyarakat berjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi.
Wacana tentang demokrasi sering kali dikaitkan berbagai persoalan sehingga tema
pembicaraan antara lain “Islam dan Demokrasi” Pendidikan dan Demokrasi” Hukum
dan Demokrasi” Dan tema lainnya. Karena itu demokrasi menjadi alternatif sistem
nilai dalam berbagai lapangan kehidupan manusia dalam kehidupan keluarga,
masyarakat dan negara.
Seperti diakui
oleh Moh.Mahfud MD bahwa dua alasan dipilihnya demokrasi sebagai dasar dalam
bernegara. Pertama hampir semua negara di dunia ini telah menjadikan demokrasi
sebagai asa yang fundamental. Kedua demokrasi sebagai asas kenegaraan yang
secara esensial telahemberikan arah bagi peranan masyarakat untuk
menyelenggarakan negara sebagai organisme tertingginya Moh.Mahfud 1999:5-6.[3]
BAB III
PENUTUP
Dalam
psikokogis masional, kita selalu hendak berdiri di atas dasar kekeluargaan, di
atas dasar musyawarah, di atas dasar yang namanya demokrasi. Demokrasi kita
adalah demokrasi indonesia yang membawa corak kepribadian bangsa Indonesia
sendiri. Tidak perlu identik, artinya sama dengan demokrasi yang dijalankan
oleh bangsa-bangsa lain. Pesan Bung Karno,
“janganlah demokrasi kita itu demokrasi jiplakan”.
Menurut
Soekarno dan Hatta, demokrasi yang diinginkan negara indonesia yang pada waktu
itu sefang diperjuangkan kemerdekaannya, yakni, bukan demokrasi liberal yang
biasanya memihak golongan yang kuat sosial ekonominya, selain itu Bung Karno menandaskan bahwa negara
Indonesia tidak didirikan sebagai tempat merajalelanya kaum kapitalis sehingga
kesejahteraan hanya terpusat pada segelintir golongan tertentu.
Pada
tahun 1968 Orde Baru tampil ke pentas politik menggeser sistem politik Orde
Lama dan menghabisi pengaruh komunis di Indonesia. Padaulanyanya Orde Baru
tampil ke pentas pilitik dengan demokrasi yang berlanggam libertariam di bidang
politik dan berusaha memberikan keputisan di bidang ekonomi, yang pafa ahirnya
juga mengarah kepada pemusatan kekuasaan pada diri presiden yang ditandai
dengan mengukuhkan domin koasi peranan ABRI dan Golongan Karya dalam kancah
politik sebagai kekuatan utama presiden selain itu kontrol kontrol dan
intervensi pemerintah juga dilakukan
dalam berbagai urusan partai politik dan di bidang pers. Pemusatan kekuasaan di
masa Orde Baru ini pada akhirnya membawa bangsa indonesia di ambang krisis
multidimensi dan akhirnya Orde Baru jatuh tahun 1998.
Selalu berpegang teguh pada aturan
syari’at Islam agar kita selalu mendapat rahmat dan ridhanya. Dan amanah sangat
penting posisinya dalam kehidupan dunia. Dan semoga makalah ini bisa bermanfaat
bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
Rahayu,
Ani Sri. Pendidikan Pancasila dan & Kewarganegaraan (PPKn). Jakarta:
PT Bumi Aksara, 2017.
Ubaedillah,
A. dan kawan-kawan. Pendidikan Kewargaan (Civic Education) Demokrasi, Hak
Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani. Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2010.
Masrurah, Waqiyatul. Pendidikan
Kewargaan. Surabaya: Pena Salsabila, 2013