BAB IV
PAPARAN DATA, TEMUNA PENELITIAN, DAN
PEMBAHASAN
A. Paparan Data
1.
Profil Desa Pakong Kec. Pakong Kab. Pamekasan
Berdasarkan
sensus penduduk tahun 2017, jumlah penduduk di Desa Pakong Kecamatan Pakong
Kabupaten Pamekasan berjumlah: 5616 yang terdiri dari 2737 penduduk laki- laki
dan 2879 penduduk perempuan.
Sedangkan
jumlah kepela keluarga : 1714
Sedangakan luas
Desa Tlanakn : 3600 Ha
Batas Wilayah
Desa Pakong.
1.
Batas Utara
: Bujur (Kecamatan Waru)
2.
Batas Selatan :
Desa Bandungan
3.
Batas Barat
: Desa Lebbek
4.
Batas Timur :
Desa Seddur
Obritas (Jarak dari pusat pemerintahan)
1.
Jarak dari pusat Pemerintahan Kecamatan : 300 M
2.
Jarak dari pusat Pemerintahan Kabupaten/ Kota : 23 Km
Kecamatan
Pakong memiliki 6 Dusun yaitu:
1.
Dusun Pakong Laok
2.
Dusun Sumber Taman
3.
Dusun Balanggar
4.
Dusun Duko Timur
5.
Dusun Duko Barat
6.
Sumber Bintang
2.
Sosial Ekonomi
Keberadaan
Ekonomi dalam suatu Masyarakat merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan,
demikian pula bagi masyarakat Desa Pakong Kecamatan Pakong Kabupaten Pamekasan,
yang mana berdasarkan data monografi desa yang ada ialah bermata pencaharian
petani, buruh migran, Pedagang dan PNS, Seprti Tabel berikut ini:
TABEL 1
Mata Pencarian dan
Jumlahnya
NO
|
Mata
Pencarian
|
Jumlah
|
Presentase
|
1
|
Pertanian
|
1.407 orang
|
45,6%
|
2
|
Jasa atau
perdagangan
1. Jasa pemerintah
2. Jasa perdagangan
3. Jasa angkutan
4. Jasa keterampilan
5. Jasa lainnya
|
514 orang
254 orang
718 orang
147 orang
32 orang
|
16,7%
8,2%
23,3%
4,8%
1%
|
3
|
Sektor
industry
|
7 orang
|
0,2%
|
4
|
Sektor lain
|
4 orang
|
0,1%
|
|
Jumlah
|
3.083 orang
|
100%
|
Sumber: Monografi Desa Pakong 2017
3.
Keagamaan
Masyaraka Desa
Pakong hampir keseluruhan beragama Islam, Jika dilihat diri sisi keagamaannya
entah itu dalam bidang ubudiyah maupun amaliyah masyarakat pakong cendrung
agamis hal ini dapat dibuktikan dengan eksistensi mereka dalam menghidupkan
musholla maupun masjid di Desa pakong
dengan menghadirinya saat sholat berjemaah serta mengadakan tahlil
bersama untuk orang-orang yang sudah meninggal pada setiap malam Jum’at.
Namun, untuk
masalah pemahahaman tentang hukum Islam seperti halnya dalam bidang Pernikahan
dan kewarisan mereka masih mempunyai pemahaman yang minim, dalam artian tidak
menyuluruh dan mendetail hal ini dipicu oleh kurangnya kajian-kajian atau forum
masalah hukum Syariah di Desa Pakong
4.
Pendidikan
Diantara salah
satu kunci untuk dijadikan tolak ukur dari keberhasialn pembnagunan suatu desa
ialah juga terletak pada kualitas sumber daya manusia (SDM), hal ini berkaitan
dengan dunia pendidikan yang ada, karna
masyarakat yang mempunyai pendidikan akan menunjang bagi kehidupannya.
Mengenai
kondisi pendidikan masyarakat pakong bahwa berdasarkan penelitian, masyarakat
tidak hanya menempuh pendidikan di Desa sendiri, akan tetaapi ada pula yang
menempuh pendidikan di luar Desa Pakong, bahkan juga diluar kabupaten
Pamekasan.
Dalam menempuh
pendidikan masyarakat Desa Pakong sudah
cukup maju, karena masyarakatnya rata-rata sudah lulusan atau sudah menempuh SMP, SMA, dan sudah ada
sebagian kecil yang sudah lulus S1
maupun S2.
Presentase tingkat pendidikan Desa Pakong dapat di lihat
pada tabel dibawah ini:
TABEL
II
Tamatan
sekolah Masyarakat
NO
|
Keterangan
|
Jumlah
|
Prosentase
|
1
|
Buta Huruf
Usia 10 Tahun ke atas
|
12
|
0%
|
2
|
Usia
Pra-sekolah
|
348
|
7,2%
|
3
|
Tidak Tamat SD
|
686
|
14,1%
|
4
|
Tamat Sekolah
SD
|
1.309
|
27,0%
|
5
|
Tamat Sekolah
SMP
|
931
|
19,2%
|
6
|
Tamat Sekolah
SMA
|
1.060
|
21,8%
|
7
|
Tamat Sekolah
PT/ Akademi
|
518
|
10,7%
|
JUMLAH
TOTAL
|
3.939
|
100%
|
5.
Penyelesaian Hutang Pewaris Oleh Ahli Waris di Desa Pakong
Kecamatan Pakong Kabupaten Pamekasan
Berikut hasil wawancara yang
dilakukan peneliti kesalah satu keluarga Ibu Mahsunah (46), berikut paparannya:
Menurut saya
cara pelunasannya utang orang yang sudah meninggal itu ditanggung oleh istrinya
apabila istrinya tidak ada maka ditanggung oleh anaknya, intinya ahli waris itu
wajib melunasi hutang orang yang sudah meninggal (pewaris) meskipun orang yang
meninggal tidak punya harta sama sekali, pokoknya ahli waris itu wajib melunasi
hutang orang yang sudah meninggal meskipun dengan cara berhutang kembali
ataupun nyicil karna hutang itu wajib di bayar dan hutang itu tidak bisa di
taubati kecuali dengan cara melunasinya.[1]
Kutipan diatas menjelaskan bagaimana cara masyarakat di Desa pakong
melunasi hutang orang yang sudah meninggal.
Hal yang senada juga dilontarkan oleh ibu Nawarah (47)
Kalau hutang itu wajib di bayar nak, orang yang punya hutang kan
sudah meninggal maka kewajiban membayar hutangnya berpindah kepada ahli waris
dan menggunakan harta ahli warisnya, dulu waktu orang tua saya meninggal,
sayalah yang membayarkan hutangnya dengan menggunakn harta saya juga karna
semasa hidupnya yangg ngasuh beliau adalah saya.[2]
Hal yang senada juga dilontarkan oleh Bapak Mariji (52).
Pelunasan hutang orang yang sudah meninggal ini nak ditanggung oleh
anaknya karna tokoh masyarakat pasti
berkata bahwa orang yang sudah mati itu lepas tanggung jawab dari
hutang-hutangnya dan di bebankan kepada ahli warisnya, ini sama halnya dengan
perpindahan kewajiban membayar hutang tersebut, meskipun terkadang anak
tersebut tidak mampu untuk membayarnya, tetap saja harus di lunasi karna orang
yang menghutangi akan selalu memintanya, kalau seumpamanya tidak mampu maka
bisa di limpahkan kepada cucunya intinya hutang itu harus dilunasi.[3]
Setelah peneliti mewawancarai Bapak Mariji peneliti juga langsung
mewawancarai ibu Senah (49) berikut hasil wawancaranya:
Menurut saya hutang orang
tua yang sudah meninggal itu wajib di bayar nak, menggunakan harta anaknya
karna hutang itu wajib di bayar meskipun tidak mampu tetap harus di bayar,
kalau seumpamanya tidak mampu membayar ya pasrahkan ke cucunya siapa tau mampu,
dulu waktu orang tua saya meninggal beliau meninggalkan hutang, saya yang
mebayar hutangnya dengan cara mencicil kadang kalau sudah sampai masa
pemabayarannya dan saya tidak punya uang maka saya berhutang, perasaan memberatkan
terkadang ada tapi karna sudah kewajiban mau gimana lagi tetep harus di lunasi.[4]
Dapat Disimpulkan bahwa di Desa Pakong Kecamatan Pakong Kabupaten
Pamekasan pelunasan hutang-hutang orang yang sudah meniggal akan di bebenkan
kepada ahli warisnya baik itu tanggungan pembayarannya atau pelunasannya maupun
harta yang dibayarkannya karna jika dilihat dari hsil wawancara tersebut di
temukan bahwa sebagian masyarakat pakong berpendapat bahwa orang yang sudah
meninggal itu putus dari perkara keduniaannya sehingga ahli warislah yang
berkewajiban untuk melunasi hutang tersebut selain itu ada juga yang
berpendapat bahwa hutang itu wajib di bayar entah itu dengan cara di cicil
sampai lunas apabila tidak mampu ataupun diminta kerelaannya terhadap orang
yang menghutangi tersebut.
6.
Faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya Praktik penyelesaian
hutang pewaris oleh ahli waris.
Salah satu alasan pemahaman masyarakat tentang pelunasan hutang
pewaris yang ditanggung ahli waris dari segi pelunasannya maupun penggunaan
hartanya ialah seperti penjelasan Ibu Hasanah (57) sebagai berikut:
Alasannya kenapa masyarakat memiliki pemahaman bahwa hutang orang
yang sudah meninggal ditanggung oleh ahli warisnya baik dari hal pelunasannya
maupun hartanya karna setiap ada orang yang meninggal khususnya pada saat
mentalkin mayit di kuburan pasti berpesan “Apabila mayit ini memiliki hutang
maka mohon untuk di minta kepada ahli warisnya” dari hal itu saya berkesimpulan
bahwa hutang orang yang sudah meninggal itu menjadi tanggungan ahli waris baik
dari segi pelunasannya maupun harta yang digunakan.[5]
Hal ini juga senada dengan apa yang dilontarkan oleh ibu Rahbiyah
(49),. Berikut hasil wawancaranya: “Kalau hutangnya orang tua itu haruslah di
tanggug oleh anaknya karna kiai selalu berkata bahwa orang yang sudah meninggal
itu terputus dari segala perkara dunia
termasuk hutang-hutangnya jadi anak itu harus melunasi hutang orang tuanya kalau bukan anaknta siapa lagi yang akan
melunasinya.”
Hasil wawancara diatas juga sesuai dengan apa yang diamati oleh
peneliti di lapangan yaitu sebagai berikut: Ketika peneliti mengamati proses
pemakaman seorang warga yang baru meninggal pastilah disana ada tokoh masyrakat
yaitu kiai H. Madani yang ditunjuk untuk mentalkinkan mayit setelah itu
biasanya beliau memberikan ceramah kemudian berpesan kepada keluarga si mayit
untuk bersabar atas kepergiannya, kemudian mengatakan “Apabila si mayit
memiliki hutang maka mintalah kepada ahli warisnya karna orang yang sudah
meninggal terputus dari perkara dunianya.[6]
Peneliti juga mewawancarai ibu Siti Fatimah, berikut hasil
wawancaranya.
Alasan kenapa saya mempunyai pemahaman bahwa hutang orang yang
sudah meninggal ditanggung oleh ahli
warisnya baik dalam hal pelunasan maupun harta yang digunakannya karan sebagai
balas budi atas pengorbanan orang tua mulai dulu. Dan juga pastilah orang tua
yang berhutang digunakan untuk keperluan anak-anaknya, contohnya orang tua saya
dulu berhutang untuk merayakan hari pernikahan adik-adik saya maka dari itu
saya sebagai anaknya merasa mempunyai kewajiban untuk membayarkan
hutang-hutangnya.[7]
Dalam waktu yang lain peneliti juga sempat mewawancarai bapak
Supandi dan hasil petikan wawancaranya sebagai berikut:
Beliau menuturkan, kenapa masyarakat di desa pakong mempunyai
pemahaman bahwa hutang orang yang sudah meninggal berpindah kewajiban
pembayarannya kepada ahli waris dan
wajib di lunasi apapun keadaannya karna masyarakat disini kurang pengetahuannya
terhadap hukum islam terutama dalam hal pelunasan hutang karna di Desa ini
tidak ada pengajian yang khusus membahas tentang hukum Islam, adanya Cuma
perkumpulan tiap tanggal sebelas dan perkumpulan malam jumatan intinya nak
hutang itu wajib di bayar karana urusannya dengan sesama manusia pasti di
tagih.[8]
Pelajaran khusus Tentang Hak-hak pewaris sebelum hartaa warisan di
bagikan khususnya dalam hal pembayaran hutang tidak pernah di dapat oleh
masyarakat di Desa Pakong Kecamatan Pakong Kabupaten Pamekasan karena kurangnya
sosiali dari tokoh masyarakat yang ada Desa Pakong Kecamatan Pakong Kabupaten Pamekasan,
Sehingga masyarakat kurang begitu tau tentang hal tersebut
Hasil wawancara di atas juga sesuai dengan hasil pengamatan
peneliti di lapangan yaitu sebagai berikut:
Ketika peneliti mendatangi Pengajian-Pengajian yang ada di Desa
Pakong Kecamatan Pakong Kabupaten Pamekasan memang tidak ada pengajian yang
membahas secara jelas mengenai hukum Islam khususnya dalam hal pembayaran
hutang orang yang sudah meninggal sehingga masyarakat disini sulit untuk
memahami hal tersebut.[9]
Jadi dapat disimpulkan bahwa alasan masyarakat Pakong Kecamatan
Pakong Kecamatan Pakong Kabupaten Pamekasan memiliki Pemahaman tersebut
dikarenakan Pertama, perkataan tokoh masyarakat yang apabila mau
mentalkinkan mayit berkata “Apabila si mayit memiliki hutang maka mohon di
minta kepada ahli warisnya”, kedua karana begitu besarnya pengabdian
masyarakat pakong terhadap orang tuanya agar jiwanya tenang ketiga karna
kurang pengetahuan yang lebih mendetail mengenai hal tersebut.
7.
Tinjauan Hukum Islam tentang Penyelesaian hutang pewaris oleh ahli
waris
Penyelesain hutang orang pewaris oleh ahli waris menurut hukum
Islam merupakan sebuah kewajiban yang harus ditunaikan sebelum harta warisan
itu di bagikan, hal ini sesuai dengan apa yang di jelaskan KH. Baijuri.
“Hutang orang yang sudah meninggal itu haruslah di bayar sebelum
harta warisan itu di bagikan kepada ahli warisnya, kewajiaban membayar hutang
tersebut sudah dilimpahkan kepada anaknya karana pada dasarnya orang yang sudah
meninggal sudah terputus dari perkara keduniaannya kewajiban pembayaran hutang
tersebut haruslah di tuanaikan oleh ahli warisnya karna apabila tidak di bayar
akan mengakibatkan ruh orang yang meninggal tersebut tersiksa. Suatu ketika
pada masa rasulullah ada mayat yang pada saat itu rosulullah tidak berkenan mensholatinya
karena mayat tersebut memiliki hutang yang belum dilunasi hal itu menunjukkan
bahwa hutang orang yang sudah meninggal itu wajib untuk dilunasi.”[10]
Hal yang sama juga dikemukakan oleh H. Abrori selaku tokoh agama di
Desa Pakong
Membayarkan hutang orang tua itu wajib di bayarkan oleh ahli
warisnya karna harta yang ditinggalkan oleh pewaris akan diturunkan kepada
anaknya, jika tidak mempunyai harta warisan maka tetaplah wajib dilunasi oleh
anak-anaknya sebagai tanda bakti seorang anak terhadap orang tuanya. Hal ini
sudah tercantum dalam Al-Quran bahwa melapangkan hati orang tua adalah
perbuatan yang sangat terpuji jadi, sebagai anak kita haruslah berbakti kepada
keduaa orang tuanya dengan cara melunasi seluruh hutang-hutangnya. Jika anak
itu tidak mampu maka boleh dilimpahkan kepada anak cucunya.[11]
Pernyataan tokoh masyarakat yang ada di Desa Pakong terdapat
ketidaksinkronan dengan apa yang telah disebutkan dalam Kompilasi Hukum Islam
(KHI) pasal 175 No. 2 sebagai berikut: Tanggung jawab Ahli waris terhadap
hutang atau kewajiban pewaris hanya terbatas pada jumlah atau harta
peninggalannya.
Dengan alasan-alasan yang telah disebutkan tadi masyarakat pakong
menganggap bahwa hutang pewaris itu wajib dilunasi oleh ahli waris baik dari
segi pelunasannya maupun harta yang ditinggalkannya
8.
Temuan Penelitian
Berdasarkan data-data yang di peroleh dilapangan, baik itu dari
hasil observasi dan dokumentasi, Peneliti menemukan temuan sebagai berikut:
1.
Penyelesaian hutang Pewaris Oleh Ahli Waris di Desa Pakong Kecamatan
Pakong Kabupaten Pameksan
a.
Dengan cara ahli waris bergotong royong dalam membayarnya tanpa
menggunakan harta warisan sedikitpun
b.
Dilunasi oleh Anak yang selama ini merawatnya
c.
Ahli waris mencicil hutang tersebut terhadap orang yang menghutangi
apabila tidak mampu maka akan dilimpahkan kepada penerusnya seperti cucunya
2.
Alasan Masyarakat pakong memiliki Pemahaman hal tersebut
a.
Pemahaman itu di picu oleh perkataan kiai atau tokoh masyarakat
yang saat mentalkinkan mayit berkata: “Apabila mayit mempunyai hutang maka
mintalah kepada ahli warisnya”
b.
Kurangnya pengetahuan tentang hukum Islam utamanya tentang
pelunasan hutang pewaris.
c.
Sebagai bentuk Pengabdian anak terhadap orang tua yang telah
membiyai semasa hidupnya.
9.
Pembahasan
a.
Praktik Penyelesaian Hutang Pewaris Oleh Ahli Waris
Pada bagian Pembahasan ini peneliti akan memaparkan tentang
beberapa hal yang berkaitan dengan hasil penelitian yang diperoleh dilapangan
kemudian dikorelasikan dengan landasan teori yang ada. Hal ini dimaksudkan
untuk memperjelas mengenai temuan peneliti yang berhasil di temukan oleh
peneliti di lapangan, sehingga dapat diperoleh suatu pembahasan yang lebih
jelas.
Setelah Peneliti melakukan penelitian di Desa Pakong Kecamatan
Pakong Kabupaten Pamekasan, ternyata peneliti menemukan fenomena sosial yang
tidak sesuai atau tidak sama dengan yang ada dalam aturan-aturan hukum Islam.
Seperti halnya Penyelesaian hutang pewaris oleh ahli waris di Desa Pakong
Kecamatan Pakong Kabupaten Pamekasan.
Dalam KHI (Kompilasi Hukum Islam) pasal 175 pasal 2 menyebutkan
bahwa: Tanggung jawab Ahli waris terhadap hutang atau kewajiban pewaris
hanya terbatas pada jumlah atau harta peninggalannya.[12]
Sedangkan yang terjadi di Desa Pakong Kecamatan Pakong Kabupaten Pamekasan
tidaklah seperti itu melainkan dengan cara ahli waris menanggung hutang
tersebut bukan hanya dalam hal pelunasannya tapi juga harta yang
ditinggalkannya entah itu dengan cara bergotong royong dalam membayarnya tanpa
menggunakan harta warisan sedikitpun, dilunasi oleh Anak yang selama ini merawatnya
ataupun ahli waris mencicil hutang tersebut terhadap orang yang menghutangi,
dan apabila si ahli waris tidak mampu maka akan dilimpahkan kepada penerusnya
seperti cucunya. Hal ini memicu timpunya pelunasan hutang secara turun temurun.
Penjelasan tentang pelunasan hutang yang terjadi di desa pakong ini
juga tidak sesuai dengan penejasan yang ada dalam hadits ataupun hukum islam.
Dalam hadits yang sudah disebutkan dalam kejian teori dari skripsi ini sangat
jelas bahwa para sahabat yang berkeinginan untuk melunasi hutang mayitlah,
bukan hanya saudara atau sanak famili tetapi dapat juga orang terdekat bahkan
orang yang tidak dikenal mayit selama hidupnya sekalipun dapat menanggung
hutang mayit tersebut. Ketentuan tentang pelunasan hutang tidak ada yang menyebutkan secara
jelas mengenai orang-orang yang berhak bahkan wajib untuk menjadi penanggung
hutang mayit. Sehingga pelaksanaannya ditentukan oleh adat.
Penyelesaian pelunasan hutang di desa
pakong ini hampir sama dengan kebiasaan adat di desa lain di Indonesia. Bahwa
yang dianggap berhak untuk menanggung hutang mayit adalah keturunan mayit dan
akan terus turun termurun sampai ada anak cucu yang mampu melunasi hutang
tersebut. Kebiasaan ini pada dasarnya dikarenakan rasa penghormatan kepada
mayit dan sebagai perwujudan rasa persaudaraan dalam sebuah keluarga. Dalam
pelunasan hutang mayit, islam mengajarkan bahwa hutang tersebut akan
membelenggu mayit sampai hutang tersebut terlunasi. Dari alasan seperti inilah
yang mendorong sanak keluarga terdekat mayit untuk membantu melunasi hutang
mayit yang sudah tidak mampu melengkapi atau bahkan tidak meninggalkan harta
warisan sedikitpun.
Pada dasarnya penyelesaian pelunasan hutang
mayit diperuntukkan untuk anggota keluarga yang memiliki kesadaran akan
kewajiban pelunasan hutang bagi mayit, kebiasaan ini semakin lama berubah
menajdi bagian yang tidak bisa dipisahkan dalam masyarakat. Terutama bagi
penduduk desa Pakong Kecamatan Pakong Kabupaten Pamekasan. Perubahan dari hukum asal mubah menjadi wajib ini,
dikarenakan pihak-pihak yang mempengaruhi masyarakat. Seperti kyai dan
tokoh-tokoh desa yang sering menyampaikan perintah untuk melunasi sisa hutang
mayit yang ditinggalkan selama hidupnya. Selain pengaruh dari tokoh-tokoh
tersebut juga dipengaruhi oleh islam itu sendiri. Kewajiban membayar hutang ini
sudah ditentukan dalam islam tentang kewajibannya tetapi pelaksanaannya yang
tidak jelas juga menjadikan pelaksanaannya di lapangan menjadi berbeda-beda
dari satu tempat ke tempat lain.
b.
Alasan Masyarakat Pakong Kecamatan Pakong Kabupaten meninggal
berpindah kepada ahli warisnya dalam hal pelunasannya maupun harta yang
digunakannya.
Masyarakat di Desa Pakong Kecamatan Pakong Kabupaten Pamekasan
memahami bahwa hutang orang yang sudah meninggal akan beralih tanggung jawab pelunasannya
kepada ahli waris. Alasan masyarakat memiliki pemahaman seperti ini disebabkan
oleh berbgai banyak hal diantanranya, Pertama, Pemahaman itu di picu
oleh perkataan kiai atau tokoh masyarakat yang saat mentalkinkan mayit berkata:
“Apabila mayit mempunyai hutang maka mintalah kepada ahli warisnya”. Kedua,
Kurangnya pengetahuan tentang hukum Islam utamanya tentang pelunasan hutang pewaris.
Kurangnya kualitas pendidikan yang memadai sehingga sebagian masyrakat desa
Pakong mengannggap bahwa hutang pewaris menjadi tanggungan ahli waris dalam hal
pelunasannya maupun harta yang dibayarkannya. Sedangkan tokoh masyarakat yang
ada di Desa pakong kurang memperhatikan dan memberikan pemahaman yang memadai
tentang hal tersebut. Sehingga terjadi pemahaman yang keliru. Kurangnya
pelajaran khusus tentang hal tersebut juga menjadi faktor masyarakat memiliki
pemahaman tersebut, di dalam pengajian-pengajian yang diadakan di Desa Pakong
oleh tokoh-tokoh masyarakat juga tidak menjelaskan secara mendalam mengenai hal tersebut. Ketiga Sebagai
bentuk Pengabdian anak terhadap orang tua yang telah membiyai semasa hidupnya,
masyarakat di Desa Pakong Kecamatan Pakong Kabupaten Pameksan sangat lah
memegang teguh tentang prinsip-prinsip kekeluargaan tak lupa saling menghormati
antar satu dan lainnya, di sadari atau tidak orang tua adalah sosok yang sangat
berpengaruh dalam perkembangan anak-anaknya, orang tua selalu rela berkorban
untuk membahagiakan anak-anaknya bahkan mereka rela berhutang untuk menjamin
kesejahteraan anak-anaknya. Oleh karena itu masyarakat disini berusaha untuk
melunasi hutang orang tuanya sebagai bentuk pengabdian merka terhadap orang
tuanya meskipun pada kenyataannya mereka tidak mampu untuk melunasinya.
c.
Tinjauan Hukum Islam tentang Penyelesaian Hutang Pewaris oleh Ahli
Waris
إِنَّ
ٱللَّهَ يَأۡمُرُ بِٱلۡعَدۡلِ وَٱلۡإِحۡسَٰنِ وَإِيتَآيِٕ ذِي ٱلۡقُرۡبَىٰ
وَيَنۡهَىٰ عَنِ ٱلۡفَحۡشَآءِ وَٱلۡمُنكَرِ وَٱلۡبَغۡيِۚ يَعِظُكُمۡ لَعَلَّكُمۡ
تَذَكَّرُونَ
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat
kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji,
kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat
mengambil pelajaran.
Dalam ayat di atas dijelaskan tentang
perintah Allah untuk melakukan seuatu dengan adil serta berbuat kebajikan.
Dalam pembagian tanggungan hutang mayit kepada ahli waris terdapat konsep
pembagian tanggungan dengan memberikan orang yang dianggap mampu untuk membayar
sebagai penanggung sisa hutang dan pada umumnya lebih banyak dibandingkan
dengan ahli waris yang lain. Selain itu terdapat juga pembagian dengan membagi
tanggungan kepada ahli waris yang merawat mayit selama hidup sampai
meninggalnya sebagai penanggung hutang mayit paling banyak daripada ahli waris
yang lain. Selain dari kedua cara di atas, di desa Pakong Kecamatan Pakong
Kabupaten Pamekasan juga dikenal cara pembagian tanggungan pembayaran hutang
dengan `membagiakannya sama rata. Dalam konsep tanggungan yang ketiga ini dapat
dikatergorikan sebagai pembagian tanggungan yang adil berdasarkan ayat di atas,
karena setiap ahli waris diberikan tanggungan yang sama tanpa melihat status
ekonomi dari setiap ahli waris. Akan tetapi hal ini tidak akan tergolong
sebagai cara yang ihsan jika terdapat ahli waris yang mendapat
tanggungan lebih dari kemampuan dari salah satu ahli waris tersebut. Sehingga perlu
juga dilihat aspek yang bisa memberikan kebaikan bukan hanya bagi satu pihak
tapi kepada pihak yang lain. Dan cara ini merupakan cara yang ihsan.
Dalam kaitannya dengan pembayaran hutang
mayit di atas, konsep pertama dan kedua merupakan cara yang tergolong ihsan.
Pada dzahirnya, pembagian dengan melihat aspek lain dalam pemberian tanggungan
merupakan cara yang dapat dikategorikan sebagai cara yang adil. Seperti
memberikan uang yang berbeda nominalnya kepada anak yang memiliki kebutuhan
yang berbeda. Contoh kasus dari persoalan diatas adalah anak yang sudah kuliah
memiliki kebutuhan hidup dan biaya kuliah yang lebih banyak dibandingkan anak
yang masih mengingjak sekolah dasar, sehingga adil di sini adalah memberikan
sesuai dengan kebutuhannya. Sehingga ahli waris yang memiliki tingkat ekonomi
yang lebih tinggi harusnya diberikan tanggugnan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan ahli waris yang memiliki tingkat ekonomi rendah yang apabila diberikan
tanggungan lebih dari kemampuannya, akan memudharatkan kepada kehidupannya dan
keluarganya.
Kebiasaan yang terjadi pada masyarakat di Desa Pakong Kecamatan
Pakong Kabupaten Pamekasan mewajibkan ahli waris untuk melunasi hutang pewaris
dengan menggunakan harta peninggalan pewaris (tirkah) atau harta ahli
waris, kewajiban ini didasarkan atas beberapa alasan dari hasil wawancara yang
peneliti lakukan diantaranya karna anggapan
masyarakat bahwa hutang itu akan ditanggung oleh si mayit sampai dia
melunasinya sesuai dengan hadis nabi yang berbunyi:
حَدَّ
ثَنَا اَبُوا مَرْوَا نُ الْعُثْمَا نِيُّ :
حَدَّ ثَنَا اِبْرَاهِيْمُ بْنُ سَعْدٍ عَنْ اَ بِيْهِ, عَنْ عُمَرَبْنِ اَبِى
سَلَمَةَ, عَنْ اَبِيْهِ, عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ: (( نَفْسُ الْمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ, حَتَّى يُقْضَي
عَنْهُ)).
Abu Marwan Al-Ustmani menyampaikan kepada kami dari Ibrohim bin
Sa’ad dari ayahnya dari Umar bin Abu Salamah, dari ayahnya, dari Abu Hurairah
bahwa Rasulullah saw bersabda: ”Ruh orang mukmin itu tertahan oleh hutangnya
sampai dibayarkan untuknya.”[13]
Dari hadis ini dapat dikatakan bahwa pada dasarnya hutang itu wajib
dilunasi karna meskipun sudah meninggal tetap saja hutang itu mengikat, Namun,
kewajiban menanggung hutang orang yang sudah meninggal bukanlah timbul akibat
perintah agama melainkan karna disebabkan kesadaran meraka atas kekhawatiran
masyarakat bahwa mayit itu akan terbelenggu jiwanya karna hutang yang belum
dilunasinyanya sehingga atas dasar rasa belas kasih sayang terhadap orang tua
yang sudah meninggal maka tumbuhlah sebuah kewajiban untuk melunasi hutang
orangtuanya meski pewaris tidak meninggalkan harta sama sekali.
Menurut Imam Syafii jika seseorang meninggal dunia dalam keadaan
memiliki hutang maka hutang tersebut akan dibawa sampai ajalnya, sehingga tidak
menjadikan hutang terebut hilang (berhenti/terlunasi) setelah meninggalnya
orang tersebut, dalam hal ini juga dijelaskan bahwa beliau menolak bahwa hutang
itu terlunasi semenjak meniinggalnya pewaris tersebut serta menolak pendapat
bahwa ahli waris menanggung kelebihan hutang orang tuanya (pewaris).[14]
Artinya dalam hal ini pelunasan hutang pewaris hanya sebatas pada harta yang di
tinggalkannya.
Alasan kedua yang digunakan oleh masyarakat di Desa Pakong
menganggap bahwa melunasi hutang orang yang sudah meninggal merupakan kewajiban
seperti halnya ucapan yang disebutkan oleh kiai maupun tokoh agama pada saat
mentalkin si mayit seraya berkata “Apabila si mayit memiliki hutang maka
mintalah kepada ahli warisnya”, dari sinilah
masyarakat beranggapan bahwa hutang pewaris itu haruslah dilunasi dengan apapun
caranya.
Dalam sebuah hadist yang berbunyi
حَدَّ
ثَنَا الْمَكِّي اِبْنُ اِبْرَاهِيْمِ: حَدَّ ثَنَا يَزِيْدُ ابْنُ عُبَيْدٍ, عَنْ
سَلَمَة الْاَ كْوَعِ رضي الله عنه قاَلَ: كُنَّا جُلُوْ سًا عِنْدَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ إِذْ أُ تِيَ بِجَنَا زَةِ فَقَالُوا: صَلَّى عَلَيْهَا,
فَقَالَ: ((هَلْ عَلَيْهِ دَ يْنٌ؟)) قَالُوا:لَا, قَالَ: ((فَهَلْ تَرَكَ شَيْئًا؟))
قَالُو: لَا, فَصَلَّى عَلَيْهِ, ثُمَّ أُ تِيَ بِجَنَا زَةِ أُخْرَى فَقَالُوا: يَا
رَسُوْلُ اللهُ, صَلَّى عَلَيْهَا, قَالَ: ((هَلْ عَلَيْهِ دَ يْنٌ؟)) قِيْلَ: نَعَمْ,
قَالَ: : ((فَهَلْ تَرَكَ شَيْئًا؟)) قَالُو: ثَلَا ثَةَ دَ نَا نِيْرَ, فَصَلَّى
عَلَيْهَا, ثُمَّ أُتِيَ بِا الثَّا لِثَةِ فَقَالُوا: صَلَّى عَلَيْهَا, قَالَ:
((هَلْ تَرَكَ شَيْئًصا؟)) قَالُوا: لَا, قَالَ: ((فَهَلْ عَلَيْهِ دَ يْنٌ؟)) قَالُوا:
ثَلَا ثَةَ دَ نَا نِيْرَ, قَالَ: ((صَلُّوا عَلَى صَا حِبِكُمْ)) فَقَالُو اَبُو
قَتَا دَةَ: صَلِّى عَلَيْهِ يَا رَ سُوْلَ اللهِ وَ عَلَيَّ دَيْنُهُ, فَصَلَّى عَلَيْهِ
Al-Makki bin Ibrahim menyampaikan kepada kami dari Yazid bin Abu
Ubaid bahwa Salamah bin Al-akwa’ berkata: kami sedang duduk bersama Nabi Saw.
Lalu, ada orang yang membawa jenazah kehadapan beliau. Mereka berkata:
“shalatilah jenazah ini”, Beliau bertanya, “Apakah dia mempunyai hutang?”
Mereka menjawab, “Tidak”. Beliau
bertanya “Apakah dia meninggalkan sesuatu?”. Mereka menjawab,
“Tidak.”Lalu beliaupun mensholati jenazah itu. Kemudian di datangkan jenazah
lain kehadapan beliau. Merekapaun berkata,”wahai Rasulullah, shalatilah jenazah
ini. Beliau bertanya, apakah dia mempunyai hutang?mereka menjawab”ya. Beliau
bertanya ‘apakah dia meninggalkan sesuatu?’mereka menjawab ‘ya 3
dinar.’Beliaupun mensholati jenazah itu. Kemudian di datangkan jenazah ke tiga
di hadapan beliau. Mereka berkata ‘Shalatilah jenazah ini.’Beliau bertanya
‘Apakah dia meninggalkan sesuatu?.’Mereka menjawab ‘Tidak’ Beliau bertanya
‘Apakah dia mempunyai hutang?.’Mereka menjawab ‘Ya 3 dinar.’Beliau berkata, shalatilah
jenazah sahabat kalian. Abu qotadah berkata, ‘Shalatilah dia, wahai
Rasulullah!. Aku akan menanggung hutangnya , beliaupun mensholati jenazah itu.
(Lihat hadis no.2295).[15]
Dalam hadis ini di jelskan bahwa Rasulullah tidak mau mensholati
mayit yang mempunyai hutang namun kemudian seorang sahabat mau menanggung
hutang si mayit tersebut dari hadis ini dapat dikatakan bahwa pada dasarnya
pelunasan hutang orang yang sudah meninggal tersebut tidak hanya dapat
ditanggung pelunasannya oleh ahli waris melainkan juga oleh orang lain, seperti
halnya juga yang terdapat dalam kitab terjemah bukhori bahwa pembayaran hutang
orang yang fakir akan ditanggung oleh negara atau orang-orang yang memiliki
rasa empati untuk melunasi hutang orang tersebut.
Dalam ketentuan lain yang tercantum dalam kompilasi hukum Islam
(KHI) pasal 175 No. 2 sebagai berikut: Tanggung jawab Ahli waris terhadap
hutang atau kewajiban pewaris hanya terbatas pada jumlah atau harta
peninggalannya.[16]
Jadi apabila harta peninggalan (Tirkah) tidak mencukupi untuk melunasi
hutang tersebut maka ahli waris tidak memiliki kewajiban apapun untuk
melunasinya. Namun apabila ahli waris memiliki kelebihan harta dan bersedia
untuk melunasi hutang-hutangnya pewaris maka itu diperbolehkan sepanjang tidak
membawa kemodhorotan, seperti halnya masyarakat pakong yang terkadang akan
tetap berusaha melunasi hutang-hutang
orang tuanya meskipun harta yang ditinggalkan oleh si mayit tidak mencukupi
untuk melunasi hutang-hutang tersebut, hal ini umumnya di dasarkan pada suatu
kehormatan kepda orang yang sudah meninggal dunia, serta keyakinan bahwa
diharapkan pewaris dapat menghadap Allah dengan tenang tanpa sesuatu beban yang
akan dapat memberatkannya.
Namun, lain halnya dengan apa yang terjadi di desa Pakong yang
sebagian masyarakatnya mengakui bahwa merasa terbebani dengan kewajiban
tersebut saat kewajiban melunasi hutang-hutang pewaris menjadi tanggungannya.
Maka, jika ditinjau dari kaidah fiqhiyyah yaitu:
اَلضَّرَرُلَا يُزَالُ
بِاالضَّرَرِ
Artinya: Kemudharatan itu tidak bisa
dihilangkan dengan cara melakukan kemudharatan yang lain.[17]
Dari kaidah ini dijelaskan bahwa tidak boleh menghilangkan satu
kemudharatan jika sekiranya akan mendatangkan kemudhorotan yang lain jadi, dari
penjelasan ini dapat di tarik kesimpulan bahwa ahli waris diperbolehkan bahkan
dianjurkan jika ahli waris memang mempunyai kelebihan harta untuk membayarkan
hutang pewaris tapi berbeda halnya jika ahli waris juga dalam keadaan
kekurangna maka jika sekiranya akan memberikan kemudhorotan seperti halnya
kemiskinan dan hal lain maka ahli waris boleh menghindar dari menanggung hutang
pewaris tersebut, karna pada dasarnya ahli waris tidak punya tanggungan untuk
melunasinya jika tirkah (harta peninggalan) tersebut tidak
mencukupi untuk melunasi hutang-hutang tersebut.
[1] Mahsunah,
Warga Desa Pakong Kab. Pakong Kec. Pamekasan, wawancara langsung di rumahnya
(10-Februari, 2018)
[2] Nawarah, Warga
Desa Pakong Kab. Pakong Kec. Pamekasan, wawancara langsung di rumahnya
(10-Februari, 2018)
[3] Mariji, Warga
Desa Pakong Kab. Pakong Kec. Pamekasan, wawancara langsung di rumahnya
(10-Februari, 2018)
[4] Senah, Warga Desa Pakong Kab. Pakong Kec. Pamekasan, wawancara
langsung di rumahnya (10-Februari, 2018)
[5] Hasanah, Warga Desa Pakong Kab. Pakong Kec. Pamekasan, wawancara
langsung di rumahnya (14-Februari, 2018)
[7] Hatimah, Warga Desa Pakong Kab. Pakong Kec. Pamekasan, wawancara
langsung di rumahnya (14-Februari, 2018)
[8] Supandi, Warga Desa Pakong Kab. Pakong Kec. Pamekasan, wawancara
langsung di rumahnya (15-Februari, 2018)
[10] KH. Baijuri, Tokoh Agama Desa Pakong Kab. Pakong Kec. Pamekasan,
wawancara langsung di rumahnya (17-Februari, 2018)
[11] KH, Abrori, , Tokoh Agama Desa Pakong Kab. Pakong Kec. Pamekasan, wawancara
langsung di rumahnya (17-Februari, 2018)
[12]Anggota Ikapi,
Kompilasi Hukum Islam, hlm. 52
[13] Abu Abdullah
Muhamad bin Yazid al-Qazwini Ibnu Majah, Ensiklopedia Hadist 8: Sunan Ibnu
Majah, hlm. 806 No.2413
[15] Abu Abdullah Muhammad bin Ismail Al-Bukhori, Shahih Bukhori
(Jakarta: Al-Mahira, 2011), hlm. 508
[16] Kompilasi
Hukum Islam, Pasal 175 (Bandung: Nuansa Aulia, 2015), hlm. 52
[17] Abu Bakar bin
abu kosim, Al-faroidulbahiyah (Pasuruan: Pustaka sidogiri, 2009), hlm. 47