Thursday 20 September 2018

PAPARAN DATA, TEMUNA PENELITIAN, DAN PEMBAHASAN



BAB IV
PAPARAN DATA, TEMUNA PENELITIAN, DAN PEMBAHASAN

A.  Paparan Data
1.    Profil Desa Pakong Kec. Pakong Kab. Pamekasan
Berdasarkan sensus penduduk tahun 2017, jumlah penduduk di Desa Pakong Kecamatan Pakong Kabupaten Pamekasan berjumlah: 5616 yang terdiri dari 2737 penduduk laki- laki dan 2879 penduduk perempuan.
Sedangkan jumlah kepela keluarga : 1714
Sedangakan luas Desa Tlanakn       : 3600 Ha
Batas Wilayah Desa Pakong.
1.    Batas Utara                  : Bujur (Kecamatan Waru)
2.    Batas Selatan               : Desa Bandungan
3.    Batas Barat                  : Desa Lebbek
4.    Batas Timur                 : Desa Seddur
Obritas (Jarak dari pusat pemerintahan)
1.        Jarak dari pusat Pemerintahan Kecamatan                      : 300 M
2.        Jarak dari pusat Pemerintahan Kabupaten/ Kota             : 23 Km
Kecamatan Pakong memiliki 6 Dusun yaitu:
1.      Dusun Pakong Laok
2.      Dusun Sumber Taman
3.      Dusun Balanggar
4.      Dusun Duko Timur
5.      Dusun Duko Barat
6.      Sumber Bintang
2.        Sosial Ekonomi
Keberadaan Ekonomi dalam suatu Masyarakat merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan, demikian pula bagi masyarakat Desa Pakong Kecamatan Pakong Kabupaten Pamekasan, yang mana berdasarkan data monografi desa yang ada ialah bermata pencaharian petani, buruh migran, Pedagang dan PNS, Seprti Tabel berikut ini:
TABEL 1
Mata Pencarian dan Jumlahnya
NO
Mata Pencarian
Jumlah
Presentase
1
Pertanian
1.407 orang
45,6%
2
Jasa atau perdagangan
1. Jasa pemerintah
2. Jasa perdagangan
3.  Jasa angkutan
4. Jasa keterampilan
5. Jasa lainnya


514 orang
254 orang
718 orang
147 orang
32 orang

16,7%
8,2%
23,3%
4,8%
1%
3
Sektor industry
7 orang
0,2%
4
Sektor lain
4 orang
0,1%

Jumlah
3.083 orang
100%
Sumber: Monografi Desa Pakong 2017


3.    Keagamaan
Masyaraka Desa Pakong hampir keseluruhan beragama Islam, Jika dilihat diri sisi keagamaannya entah itu dalam bidang ubudiyah maupun amaliyah masyarakat pakong cendrung agamis hal ini dapat dibuktikan dengan eksistensi mereka dalam menghidupkan musholla maupun masjid di Desa pakong  dengan menghadirinya saat sholat berjemaah serta mengadakan tahlil bersama untuk orang-orang yang sudah meninggal pada  setiap malam Jum’at.
Namun, untuk masalah pemahahaman tentang hukum Islam seperti halnya dalam bidang Pernikahan dan kewarisan mereka masih mempunyai pemahaman yang minim, dalam artian tidak menyuluruh dan mendetail hal ini dipicu oleh kurangnya kajian-kajian atau forum masalah hukum Syariah di Desa Pakong
4.    Pendidikan
Diantara salah satu kunci untuk dijadikan tolak ukur dari keberhasialn pembnagunan suatu desa ialah juga terletak pada kualitas sumber daya manusia (SDM), hal ini berkaitan dengan dunia pendidikan yang ada, karna  masyarakat yang mempunyai pendidikan akan menunjang bagi kehidupannya.
Mengenai kondisi pendidikan masyarakat pakong bahwa berdasarkan penelitian, masyarakat tidak hanya menempuh pendidikan di Desa sendiri, akan tetaapi ada pula yang menempuh pendidikan di luar Desa Pakong, bahkan juga diluar kabupaten Pamekasan.
Dalam menempuh pendidikan masyarakat Desa Pakong  sudah cukup maju, karena masyarakatnya rata-rata sudah lulusan  atau sudah menempuh SMP, SMA, dan sudah ada sebagian kecil yang sudah lulus  S1 maupun S2.
            Presentase tingkat pendidikan Desa Pakong dapat di lihat pada tabel dibawah ini:
TABEL II
Tamatan sekolah Masyarakat
NO
Keterangan
Jumlah
Prosentase
1
Buta Huruf Usia 10 Tahun ke atas
12
0%
2
Usia Pra-sekolah
348
7,2%
3
Tidak Tamat SD
686
14,1%
4
Tamat Sekolah SD
1.309
27,0%
5
Tamat Sekolah SMP
931
19,2%
6
Tamat Sekolah SMA
1.060
21,8%
7
Tamat Sekolah PT/ Akademi
518
10,7%
JUMLAH TOTAL
3.939
100%

5.        Penyelesaian Hutang Pewaris Oleh Ahli Waris di Desa Pakong Kecamatan Pakong Kabupaten Pamekasan
Berikut hasil wawancara  yang dilakukan peneliti kesalah satu keluarga Ibu Mahsunah (46), berikut paparannya:
Menurut saya cara pelunasannya utang orang yang sudah meninggal itu ditanggung oleh istrinya apabila istrinya tidak ada maka ditanggung oleh anaknya, intinya ahli waris itu wajib melunasi hutang orang yang sudah meninggal (pewaris) meskipun orang yang meninggal tidak punya harta sama sekali, pokoknya ahli waris itu wajib melunasi hutang orang yang sudah meninggal meskipun dengan cara berhutang kembali ataupun nyicil karna hutang itu wajib di bayar dan hutang itu tidak bisa di taubati kecuali dengan cara melunasinya.[1]
Kutipan diatas menjelaskan bagaimana cara masyarakat di Desa pakong melunasi hutang orang yang sudah meninggal.
Hal yang senada juga dilontarkan oleh ibu Nawarah (47)
Kalau hutang itu wajib di bayar nak, orang yang punya hutang kan sudah meninggal maka kewajiban membayar hutangnya berpindah kepada ahli waris dan menggunakan harta ahli warisnya, dulu waktu orang tua saya meninggal, sayalah yang membayarkan hutangnya dengan menggunakn harta saya juga karna semasa hidupnya yangg ngasuh beliau adalah saya.[2]
Hal yang senada juga dilontarkan oleh Bapak Mariji (52).
Pelunasan hutang orang yang sudah meninggal ini nak ditanggung oleh anaknya karna  tokoh masyarakat pasti berkata bahwa orang yang sudah mati itu lepas tanggung jawab dari hutang-hutangnya dan di bebankan kepada ahli warisnya, ini sama halnya dengan perpindahan kewajiban membayar hutang tersebut, meskipun terkadang anak tersebut tidak mampu untuk membayarnya, tetap saja harus di lunasi karna orang yang menghutangi akan selalu memintanya, kalau seumpamanya tidak mampu maka bisa di limpahkan kepada cucunya intinya hutang itu harus dilunasi.[3] 
Setelah peneliti mewawancarai Bapak Mariji peneliti juga langsung mewawancarai  ibu  Senah (49) berikut hasil wawancaranya:
Menurut saya hutang  orang tua yang sudah meninggal itu wajib di bayar nak, menggunakan harta anaknya karna hutang itu wajib di bayar meskipun tidak mampu tetap harus di bayar, kalau seumpamanya tidak mampu membayar ya pasrahkan ke cucunya siapa tau mampu, dulu waktu orang tua saya meninggal beliau meninggalkan hutang, saya yang mebayar hutangnya dengan cara mencicil kadang kalau sudah sampai masa pemabayarannya dan saya tidak punya uang maka saya berhutang, perasaan memberatkan terkadang ada tapi karna sudah kewajiban mau gimana lagi tetep harus di lunasi.[4]
Dapat Disimpulkan bahwa di Desa Pakong Kecamatan Pakong Kabupaten Pamekasan pelunasan hutang-hutang orang yang sudah meniggal akan di bebenkan kepada ahli warisnya baik itu tanggungan pembayarannya atau pelunasannya maupun harta yang dibayarkannya karna jika dilihat dari hsil wawancara tersebut di temukan bahwa sebagian masyarakat pakong berpendapat bahwa orang yang sudah meninggal itu putus dari perkara keduniaannya sehingga ahli warislah yang berkewajiban untuk melunasi hutang tersebut selain itu ada juga yang berpendapat bahwa hutang itu wajib di bayar entah itu dengan cara di cicil sampai lunas apabila tidak mampu ataupun diminta kerelaannya terhadap orang yang menghutangi tersebut.
6.    Faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya Praktik penyelesaian hutang pewaris oleh ahli waris.
Salah satu alasan pemahaman masyarakat tentang pelunasan hutang pewaris yang ditanggung ahli waris dari segi pelunasannya maupun penggunaan hartanya ialah seperti penjelasan Ibu Hasanah (57) sebagai berikut:
Alasannya kenapa masyarakat memiliki pemahaman bahwa hutang orang yang sudah meninggal ditanggung oleh ahli warisnya baik dari hal pelunasannya maupun hartanya karna setiap ada orang yang meninggal khususnya pada saat mentalkin mayit di kuburan pasti berpesan “Apabila mayit ini memiliki hutang maka mohon untuk di minta kepada ahli warisnya” dari hal itu saya berkesimpulan bahwa hutang orang yang sudah meninggal itu menjadi tanggungan ahli waris baik dari segi pelunasannya maupun harta yang digunakan.[5]
Hal ini juga senada dengan apa yang dilontarkan oleh ibu Rahbiyah (49),. Berikut hasil wawancaranya: “Kalau hutangnya orang tua itu haruslah di tanggug oleh anaknya karna kiai selalu berkata bahwa orang yang sudah meninggal itu  terputus dari segala perkara dunia termasuk hutang-hutangnya jadi anak itu harus melunasi hutang orang tuanya  kalau bukan anaknta siapa lagi yang akan melunasinya.”
Hasil wawancara diatas juga sesuai dengan apa yang diamati oleh peneliti di lapangan yaitu sebagai berikut: Ketika peneliti mengamati proses pemakaman seorang warga yang baru meninggal pastilah disana ada tokoh masyrakat yaitu kiai H. Madani yang ditunjuk untuk mentalkinkan mayit setelah itu biasanya beliau memberikan ceramah kemudian berpesan kepada keluarga si mayit untuk bersabar atas kepergiannya, kemudian mengatakan “Apabila si mayit memiliki hutang maka mintalah kepada ahli warisnya karna orang yang sudah meninggal terputus dari perkara dunianya.[6]
Peneliti juga mewawancarai ibu Siti Fatimah, berikut hasil wawancaranya.
Alasan kenapa saya mempunyai pemahaman bahwa hutang orang yang sudah meninggal  ditanggung oleh ahli warisnya baik dalam hal pelunasan maupun harta yang digunakannya karan sebagai balas budi atas pengorbanan orang tua mulai dulu. Dan juga pastilah orang tua yang berhutang digunakan untuk keperluan anak-anaknya, contohnya orang tua saya dulu berhutang untuk merayakan hari pernikahan adik-adik saya maka dari itu saya sebagai anaknya merasa mempunyai kewajiban untuk membayarkan hutang-hutangnya.[7]
Dalam waktu yang lain peneliti juga sempat mewawancarai bapak Supandi dan hasil petikan wawancaranya sebagai berikut:
Beliau menuturkan, kenapa masyarakat di desa pakong mempunyai pemahaman bahwa hutang orang yang sudah meninggal berpindah kewajiban pembayarannya kepada  ahli waris dan wajib di lunasi apapun keadaannya karna masyarakat disini kurang pengetahuannya terhadap hukum islam terutama dalam hal pelunasan hutang karna di Desa ini tidak ada pengajian yang khusus membahas tentang hukum Islam, adanya Cuma perkumpulan tiap tanggal sebelas dan perkumpulan malam jumatan intinya nak hutang itu wajib di bayar karana urusannya dengan sesama manusia pasti di tagih.[8]
Pelajaran khusus Tentang Hak-hak pewaris sebelum hartaa warisan di bagikan khususnya dalam hal pembayaran hutang tidak pernah di dapat oleh masyarakat di Desa Pakong Kecamatan Pakong Kabupaten Pamekasan karena kurangnya sosiali dari tokoh masyarakat yang ada Desa Pakong Kecamatan Pakong Kabupaten Pamekasan, Sehingga masyarakat kurang begitu tau tentang hal tersebut
Hasil wawancara di atas juga sesuai dengan hasil pengamatan peneliti di lapangan yaitu sebagai berikut:
Ketika peneliti mendatangi Pengajian-Pengajian yang ada di Desa Pakong Kecamatan Pakong Kabupaten Pamekasan memang tidak ada pengajian yang membahas secara jelas mengenai hukum Islam khususnya dalam hal pembayaran hutang orang yang sudah meninggal sehingga masyarakat disini sulit untuk memahami hal tersebut.[9]
Jadi dapat disimpulkan bahwa alasan masyarakat Pakong Kecamatan Pakong Kecamatan Pakong Kabupaten Pamekasan memiliki Pemahaman tersebut dikarenakan Pertama, perkataan tokoh masyarakat yang apabila mau mentalkinkan mayit berkata “Apabila si mayit memiliki hutang maka mohon di minta kepada ahli warisnya”, kedua karana begitu besarnya pengabdian masyarakat pakong terhadap orang tuanya agar jiwanya tenang ketiga karna kurang pengetahuan yang lebih mendetail mengenai hal tersebut.
7.    Tinjauan Hukum Islam tentang Penyelesaian hutang pewaris oleh ahli waris
Penyelesain hutang orang pewaris oleh ahli waris menurut hukum Islam merupakan sebuah kewajiban yang harus ditunaikan sebelum harta warisan itu di bagikan, hal ini sesuai dengan apa yang di jelaskan KH. Baijuri.
“Hutang orang yang sudah meninggal itu haruslah di bayar sebelum harta warisan itu di bagikan kepada ahli warisnya, kewajiaban membayar hutang tersebut sudah dilimpahkan kepada anaknya karana pada dasarnya orang yang sudah meninggal sudah terputus dari perkara keduniaannya kewajiban pembayaran hutang tersebut haruslah di tuanaikan oleh ahli warisnya karna apabila tidak di bayar akan mengakibatkan ruh orang yang meninggal tersebut tersiksa. Suatu ketika pada masa rasulullah ada mayat yang pada saat itu rosulullah tidak berkenan mensholatinya karena mayat tersebut memiliki hutang yang belum dilunasi hal itu menunjukkan bahwa hutang orang yang sudah meninggal itu wajib untuk dilunasi.”[10]
Hal yang sama juga dikemukakan oleh H. Abrori selaku tokoh agama di Desa Pakong
Membayarkan hutang orang tua itu wajib di bayarkan oleh ahli warisnya karna harta yang ditinggalkan oleh pewaris akan diturunkan kepada anaknya, jika tidak mempunyai harta warisan maka tetaplah wajib dilunasi oleh anak-anaknya sebagai tanda bakti seorang anak terhadap orang tuanya. Hal ini sudah tercantum dalam Al-Quran bahwa melapangkan hati orang tua adalah perbuatan yang sangat terpuji jadi, sebagai anak kita haruslah berbakti kepada keduaa orang tuanya dengan cara melunasi seluruh hutang-hutangnya. Jika anak itu tidak mampu maka boleh dilimpahkan kepada anak cucunya.[11]
Pernyataan tokoh masyarakat yang ada di Desa Pakong terdapat ketidaksinkronan dengan apa yang telah disebutkan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 175 No. 2 sebagai berikut: Tanggung jawab Ahli waris terhadap hutang atau kewajiban pewaris hanya terbatas pada jumlah atau harta peninggalannya.
Dengan alasan-alasan yang telah disebutkan tadi masyarakat pakong menganggap bahwa hutang pewaris itu wajib dilunasi oleh ahli waris baik dari segi pelunasannya maupun harta yang ditinggalkannya
8.        Temuan Penelitian
Berdasarkan data-data yang di peroleh dilapangan, baik itu dari hasil observasi dan dokumentasi, Peneliti menemukan temuan sebagai berikut:
1.      Penyelesaian hutang Pewaris Oleh Ahli Waris di Desa Pakong Kecamatan Pakong Kabupaten Pameksan
a.       Dengan cara ahli waris bergotong royong dalam membayarnya tanpa menggunakan harta warisan sedikitpun
b.      Dilunasi oleh Anak yang selama ini merawatnya
c.       Ahli waris mencicil hutang tersebut terhadap orang yang menghutangi apabila tidak mampu maka akan dilimpahkan kepada penerusnya seperti cucunya
2.      Alasan Masyarakat pakong memiliki Pemahaman hal tersebut
a.       Pemahaman itu di picu oleh perkataan kiai atau tokoh masyarakat yang saat mentalkinkan mayit berkata: “Apabila mayit mempunyai hutang maka mintalah kepada ahli warisnya”
b.      Kurangnya pengetahuan tentang hukum Islam utamanya tentang pelunasan hutang pewaris.
c.       Sebagai bentuk Pengabdian anak terhadap orang tua yang telah membiyai semasa hidupnya.
9.        Pembahasan
a.      Praktik Penyelesaian Hutang Pewaris Oleh Ahli Waris
Pada bagian Pembahasan ini peneliti akan memaparkan tentang beberapa hal yang berkaitan dengan hasil penelitian yang diperoleh dilapangan kemudian dikorelasikan dengan landasan teori yang ada. Hal ini dimaksudkan untuk memperjelas mengenai temuan peneliti yang berhasil di temukan oleh peneliti di lapangan, sehingga dapat diperoleh suatu pembahasan yang lebih jelas.
Setelah Peneliti melakukan penelitian di Desa Pakong Kecamatan Pakong Kabupaten Pamekasan, ternyata peneliti menemukan fenomena sosial yang tidak sesuai atau tidak sama dengan yang ada dalam aturan-aturan hukum Islam. Seperti halnya Penyelesaian hutang pewaris oleh ahli waris di Desa Pakong Kecamatan Pakong Kabupaten Pamekasan.
Dalam KHI (Kompilasi Hukum Islam) pasal 175 pasal 2 menyebutkan bahwa: Tanggung jawab Ahli waris terhadap hutang atau kewajiban pewaris hanya terbatas pada jumlah atau harta peninggalannya.[12] Sedangkan yang terjadi di Desa Pakong Kecamatan Pakong Kabupaten Pamekasan tidaklah seperti itu melainkan dengan cara ahli waris menanggung hutang tersebut bukan hanya dalam hal pelunasannya tapi juga harta yang ditinggalkannya entah itu dengan cara bergotong royong dalam membayarnya tanpa menggunakan harta warisan sedikitpun, dilunasi oleh Anak yang selama ini merawatnya ataupun ahli waris mencicil hutang tersebut terhadap orang yang menghutangi, dan apabila si ahli waris tidak mampu maka akan dilimpahkan kepada penerusnya seperti cucunya. Hal ini memicu timpunya pelunasan hutang secara turun temurun.
Penjelasan tentang pelunasan hutang yang terjadi di desa pakong ini juga tidak sesuai dengan penejasan yang ada dalam hadits ataupun hukum islam. Dalam hadits yang sudah disebutkan dalam kejian teori dari skripsi ini sangat jelas bahwa para sahabat yang berkeinginan untuk melunasi hutang mayitlah, bukan hanya saudara atau sanak famili tetapi dapat juga orang terdekat bahkan orang yang tidak dikenal mayit selama hidupnya sekalipun dapat menanggung hutang mayit tersebut. Ketentuan tentang pelunasan hutang tidak ada yang menyebutkan secara jelas mengenai orang-orang yang berhak bahkan wajib untuk menjadi penanggung hutang mayit. Sehingga pelaksanaannya ditentukan oleh adat.
Penyelesaian pelunasan hutang di desa pakong ini hampir sama dengan kebiasaan adat di desa lain di Indonesia. Bahwa yang dianggap berhak untuk menanggung hutang mayit adalah keturunan mayit dan akan terus turun termurun sampai ada anak cucu yang mampu melunasi hutang tersebut. Kebiasaan ini pada dasarnya dikarenakan rasa penghormatan kepada mayit dan sebagai perwujudan rasa persaudaraan dalam sebuah keluarga. Dalam pelunasan hutang mayit, islam mengajarkan bahwa hutang tersebut akan membelenggu mayit sampai hutang tersebut terlunasi. Dari alasan seperti inilah yang mendorong sanak keluarga terdekat mayit untuk membantu melunasi hutang mayit yang sudah tidak mampu melengkapi atau bahkan tidak meninggalkan harta warisan sedikitpun.
Pada dasarnya penyelesaian pelunasan hutang mayit diperuntukkan untuk anggota keluarga yang memiliki kesadaran akan kewajiban pelunasan hutang bagi mayit, kebiasaan ini semakin lama berubah menajdi bagian yang tidak bisa dipisahkan dalam masyarakat. Terutama bagi penduduk desa Pakong Kecamatan Pakong Kabupaten Pamekasan. Perubahan  dari hukum asal mubah menjadi wajib ini, dikarenakan pihak-pihak yang mempengaruhi masyarakat. Seperti kyai dan tokoh-tokoh desa yang sering menyampaikan perintah untuk melunasi sisa hutang mayit yang ditinggalkan selama hidupnya. Selain pengaruh dari tokoh-tokoh tersebut juga dipengaruhi oleh islam itu sendiri. Kewajiban membayar hutang ini sudah ditentukan dalam islam tentang kewajibannya tetapi pelaksanaannya yang tidak jelas juga menjadikan pelaksanaannya di lapangan menjadi berbeda-beda dari satu tempat ke tempat lain.


b.      Alasan Masyarakat Pakong Kecamatan Pakong Kabupaten meninggal berpindah kepada ahli warisnya dalam hal pelunasannya maupun harta yang digunakannya.
Masyarakat di Desa Pakong Kecamatan Pakong Kabupaten Pamekasan memahami bahwa hutang orang yang sudah meninggal akan beralih tanggung jawab pelunasannya kepada ahli waris. Alasan masyarakat memiliki pemahaman seperti ini disebabkan oleh berbgai banyak hal diantanranya, Pertama, Pemahaman itu di picu oleh perkataan kiai atau tokoh masyarakat yang saat mentalkinkan mayit berkata: “Apabila mayit mempunyai hutang maka mintalah kepada ahli warisnya”. Kedua, Kurangnya pengetahuan tentang hukum Islam utamanya tentang pelunasan hutang pewaris. Kurangnya kualitas pendidikan yang memadai sehingga sebagian masyrakat desa Pakong mengannggap bahwa hutang pewaris menjadi tanggungan ahli waris dalam hal pelunasannya maupun harta yang dibayarkannya. Sedangkan tokoh masyarakat yang ada di Desa pakong kurang memperhatikan dan memberikan pemahaman yang memadai tentang hal tersebut. Sehingga terjadi pemahaman yang keliru. Kurangnya pelajaran khusus tentang hal tersebut juga menjadi faktor masyarakat memiliki pemahaman tersebut, di dalam pengajian-pengajian yang diadakan di Desa Pakong oleh tokoh-tokoh masyarakat juga tidak menjelaskan secara mendalam  mengenai hal tersebut. Ketiga Sebagai bentuk Pengabdian anak terhadap orang tua yang telah membiyai semasa hidupnya, masyarakat di Desa Pakong Kecamatan Pakong Kabupaten Pameksan sangat lah memegang teguh tentang prinsip-prinsip kekeluargaan tak lupa saling menghormati antar satu dan lainnya, di sadari atau tidak orang tua adalah sosok yang sangat berpengaruh dalam perkembangan anak-anaknya, orang tua selalu rela berkorban untuk membahagiakan anak-anaknya bahkan mereka rela berhutang untuk menjamin kesejahteraan anak-anaknya. Oleh karena itu masyarakat disini berusaha untuk melunasi hutang orang tuanya sebagai bentuk pengabdian merka terhadap orang tuanya meskipun pada kenyataannya mereka tidak mampu untuk  melunasinya.
c.       Tinjauan Hukum Islam tentang Penyelesaian Hutang Pewaris oleh Ahli Waris
إِنَّ ٱللَّهَ يَأۡمُرُ بِٱلۡعَدۡلِ وَٱلۡإِحۡسَٰنِ وَإِيتَآيِٕ ذِي ٱلۡقُرۡبَىٰ وَيَنۡهَىٰ عَنِ ٱلۡفَحۡشَآءِ وَٱلۡمُنكَرِ وَٱلۡبَغۡيِۚ يَعِظُكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَذَكَّرُونَ
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.
Dalam ayat di atas dijelaskan tentang perintah Allah untuk melakukan seuatu dengan adil serta berbuat kebajikan. Dalam pembagian tanggungan hutang mayit kepada ahli waris terdapat konsep pembagian tanggungan dengan memberikan orang yang dianggap mampu untuk membayar sebagai penanggung sisa hutang dan pada umumnya lebih banyak dibandingkan dengan ahli waris yang lain. Selain itu terdapat juga pembagian dengan membagi tanggungan kepada ahli waris yang merawat mayit selama hidup sampai meninggalnya sebagai penanggung hutang mayit paling banyak daripada ahli waris yang lain. Selain dari kedua cara di atas, di desa Pakong Kecamatan Pakong Kabupaten Pamekasan juga dikenal cara pembagian tanggungan pembayaran hutang dengan `membagiakannya sama rata. Dalam konsep tanggungan yang ketiga ini dapat dikatergorikan sebagai pembagian tanggungan yang adil berdasarkan ayat di atas, karena setiap ahli waris diberikan tanggungan yang sama tanpa melihat status ekonomi dari setiap ahli waris. Akan tetapi hal ini tidak akan tergolong sebagai cara yang ihsan jika terdapat ahli waris yang mendapat tanggungan lebih dari kemampuan dari salah satu ahli waris tersebut. Sehingga perlu juga dilihat aspek yang bisa memberikan kebaikan bukan hanya bagi satu pihak tapi kepada pihak yang lain. Dan cara ini merupakan cara yang ihsan.
Dalam kaitannya dengan pembayaran hutang mayit di atas, konsep pertama dan kedua merupakan cara yang tergolong ihsan. Pada dzahirnya, pembagian dengan melihat aspek lain dalam pemberian tanggungan merupakan cara yang dapat dikategorikan sebagai cara yang adil. Seperti memberikan uang yang berbeda nominalnya kepada anak yang memiliki kebutuhan yang berbeda. Contoh kasus dari persoalan diatas adalah anak yang sudah kuliah memiliki kebutuhan hidup dan biaya kuliah yang lebih banyak dibandingkan anak yang masih mengingjak sekolah dasar, sehingga adil di sini adalah memberikan sesuai dengan kebutuhannya. Sehingga ahli waris yang memiliki tingkat ekonomi yang lebih tinggi harusnya diberikan tanggugnan yang lebih tinggi dibandingkan dengan ahli waris yang memiliki tingkat ekonomi rendah yang apabila diberikan tanggungan lebih dari kemampuannya, akan memudharatkan kepada kehidupannya dan keluarganya.
Kebiasaan yang terjadi pada masyarakat di Desa Pakong Kecamatan Pakong Kabupaten Pamekasan mewajibkan ahli waris untuk melunasi hutang pewaris dengan menggunakan harta peninggalan pewaris (tirkah) atau harta ahli waris, kewajiban ini didasarkan atas beberapa alasan dari hasil wawancara yang peneliti lakukan diantaranya karna anggapan  masyarakat bahwa hutang itu akan ditanggung oleh si mayit sampai dia melunasinya sesuai dengan hadis nabi yang berbunyi:
حَدَّ ثَنَا اَبُوا مَرْوَا نُ الْعُثْمَا نِيُّ :  حَدَّ ثَنَا اِبْرَاهِيْمُ بْنُ سَعْدٍ عَنْ اَ بِيْهِ, عَنْ عُمَرَبْنِ اَبِى سَلَمَةَ, عَنْ اَبِيْهِ, عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ: (( نَفْسُ الْمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ, حَتَّى يُقْضَي عَنْهُ)).                             
Abu Marwan Al-Ustmani menyampaikan kepada kami dari Ibrohim bin Sa’ad dari ayahnya dari Umar bin Abu Salamah, dari ayahnya, dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw bersabda: ”Ruh orang mukmin itu tertahan oleh hutangnya sampai dibayarkan untuknya.”[13]
Dari hadis ini dapat dikatakan bahwa pada dasarnya hutang itu wajib dilunasi karna meskipun sudah meninggal tetap saja hutang itu mengikat, Namun, kewajiban menanggung hutang orang yang sudah meninggal bukanlah timbul akibat perintah agama melainkan karna disebabkan kesadaran meraka atas kekhawatiran masyarakat bahwa mayit itu akan terbelenggu jiwanya karna hutang yang belum dilunasinyanya sehingga atas dasar rasa belas kasih sayang terhadap orang tua yang sudah meninggal maka tumbuhlah sebuah kewajiban untuk melunasi hutang orangtuanya meski pewaris tidak meninggalkan harta sama sekali.
Menurut Imam Syafii jika seseorang meninggal dunia dalam keadaan memiliki hutang maka hutang tersebut akan dibawa sampai ajalnya, sehingga tidak menjadikan hutang terebut hilang (berhenti/terlunasi) setelah meninggalnya orang tersebut, dalam hal ini juga dijelaskan bahwa beliau menolak bahwa hutang itu terlunasi semenjak meniinggalnya pewaris tersebut serta menolak pendapat bahwa ahli waris menanggung kelebihan hutang orang tuanya (pewaris).[14] Artinya dalam hal ini pelunasan hutang pewaris hanya sebatas pada harta yang di tinggalkannya.
Alasan kedua yang digunakan oleh masyarakat di Desa Pakong menganggap bahwa melunasi hutang orang yang sudah meninggal merupakan kewajiban seperti halnya ucapan yang disebutkan oleh kiai maupun tokoh agama pada saat mentalkin si mayit seraya berkata “Apabila si mayit memiliki hutang maka mintalah kepada ahli warisnya”,  dari sinilah masyarakat beranggapan bahwa hutang pewaris itu haruslah dilunasi dengan apapun caranya.
Dalam sebuah hadist yang berbunyi
حَدَّ ثَنَا الْمَكِّي اِبْنُ اِبْرَاهِيْمِ: حَدَّ ثَنَا يَزِيْدُ ابْنُ عُبَيْدٍ, عَنْ سَلَمَة الْاَ كْوَعِ رضي الله عنه قاَلَ: كُنَّا جُلُوْ سًا عِنْدَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ إِذْ أُ تِيَ بِجَنَا زَةِ فَقَالُوا: صَلَّى عَلَيْهَا, فَقَالَ: ((هَلْ عَلَيْهِ دَ يْنٌ؟)) قَالُوا:لَا, قَالَ: ((فَهَلْ تَرَكَ شَيْئًا؟)) قَالُو: لَا, فَصَلَّى عَلَيْهِ, ثُمَّ أُ تِيَ بِجَنَا زَةِ أُخْرَى فَقَالُوا: يَا رَسُوْلُ اللهُ, صَلَّى عَلَيْهَا, قَالَ: ((هَلْ عَلَيْهِ دَ يْنٌ؟)) قِيْلَ: نَعَمْ, قَالَ: : ((فَهَلْ تَرَكَ شَيْئًا؟)) قَالُو: ثَلَا ثَةَ دَ نَا نِيْرَ, فَصَلَّى عَلَيْهَا, ثُمَّ أُتِيَ بِا الثَّا لِثَةِ فَقَالُوا: صَلَّى عَلَيْهَا, قَالَ: ((هَلْ تَرَكَ شَيْئًصا؟)) قَالُوا: لَا, قَالَ: ((فَهَلْ عَلَيْهِ دَ يْنٌ؟)) قَالُوا: ثَلَا ثَةَ دَ نَا نِيْرَ, قَالَ: ((صَلُّوا عَلَى صَا حِبِكُمْ)) فَقَالُو اَبُو قَتَا دَةَ: صَلِّى عَلَيْهِ يَا رَ سُوْلَ اللهِ وَ عَلَيَّ دَيْنُهُ, فَصَلَّى عَلَيْهِ                
Al-Makki bin Ibrahim menyampaikan kepada kami dari Yazid bin Abu Ubaid bahwa Salamah bin Al-akwa’ berkata: kami sedang duduk bersama Nabi Saw. Lalu, ada orang yang membawa jenazah kehadapan beliau. Mereka berkata: “shalatilah jenazah ini”, Beliau bertanya, “Apakah dia mempunyai hutang?” Mereka menjawab, “Tidak”. Beliau bertanya “Apakah dia meninggalkan sesuatu?”. Mereka menjawab, “Tidak.”Lalu beliaupun mensholati jenazah itu. Kemudian di datangkan jenazah lain kehadapan beliau. Merekapaun berkata,”wahai Rasulullah, shalatilah jenazah ini. Beliau bertanya, apakah dia mempunyai hutang?mereka menjawab”ya. Beliau bertanya ‘apakah dia meninggalkan sesuatu?’mereka menjawab ‘ya 3 dinar.’Beliaupun mensholati jenazah itu. Kemudian di datangkan jenazah ke tiga di hadapan beliau. Mereka berkata ‘Shalatilah jenazah ini.’Beliau bertanya ‘Apakah dia meninggalkan sesuatu?.’Mereka menjawab ‘Tidak’ Beliau bertanya ‘Apakah dia mempunyai hutang?.’Mereka menjawab ‘Ya 3 dinar.’Beliau berkata, shalatilah jenazah sahabat kalian. Abu qotadah berkata, ‘Shalatilah dia, wahai Rasulullah!. Aku akan menanggung hutangnya , beliaupun mensholati jenazah itu. (Lihat hadis no.2295).[15]
Dalam hadis ini di jelskan bahwa Rasulullah tidak mau mensholati mayit yang mempunyai hutang namun kemudian seorang sahabat mau menanggung hutang si mayit tersebut dari hadis ini dapat dikatakan bahwa pada dasarnya pelunasan hutang orang yang sudah meninggal tersebut tidak hanya dapat ditanggung pelunasannya oleh ahli waris melainkan juga oleh orang lain, seperti halnya juga yang terdapat dalam kitab terjemah bukhori bahwa pembayaran hutang orang yang fakir akan ditanggung oleh negara atau orang-orang yang memiliki rasa empati untuk melunasi hutang orang tersebut.
Dalam ketentuan lain yang tercantum dalam kompilasi hukum Islam (KHI) pasal 175 No. 2 sebagai berikut: Tanggung jawab Ahli waris terhadap hutang atau kewajiban pewaris hanya terbatas pada jumlah atau harta peninggalannya.[16] Jadi apabila harta peninggalan (Tirkah) tidak mencukupi untuk melunasi hutang tersebut maka ahli waris tidak memiliki kewajiban apapun untuk melunasinya. Namun apabila ahli waris memiliki kelebihan harta dan bersedia untuk melunasi hutang-hutangnya pewaris maka itu diperbolehkan sepanjang tidak membawa kemodhorotan, seperti halnya masyarakat pakong yang terkadang akan tetap  berusaha melunasi hutang-hutang orang tuanya meskipun harta yang ditinggalkan oleh si mayit tidak mencukupi untuk melunasi hutang-hutang tersebut, hal ini umumnya di dasarkan pada suatu kehormatan kepda orang yang sudah meninggal dunia, serta keyakinan bahwa diharapkan pewaris dapat menghadap Allah dengan tenang tanpa sesuatu beban yang akan dapat memberatkannya.
Namun, lain halnya dengan apa yang terjadi di desa Pakong yang sebagian masyarakatnya mengakui bahwa merasa terbebani dengan kewajiban tersebut saat kewajiban melunasi hutang-hutang pewaris menjadi tanggungannya. Maka, jika ditinjau dari kaidah fiqhiyyah yaitu:
اَلضَّرَرُلَا يُزَالُ بِاالضَّرَرِ
Artinya: Kemudharatan itu tidak bisa dihilangkan dengan cara melakukan kemudharatan yang lain.[17]
Dari kaidah ini dijelaskan bahwa tidak boleh menghilangkan satu kemudharatan jika sekiranya akan mendatangkan kemudhorotan yang lain jadi, dari penjelasan ini dapat di tarik kesimpulan bahwa ahli waris diperbolehkan bahkan dianjurkan jika ahli waris memang mempunyai kelebihan harta untuk membayarkan hutang pewaris tapi berbeda halnya jika ahli waris juga dalam keadaan kekurangna maka jika sekiranya akan memberikan kemudhorotan seperti halnya kemiskinan dan hal lain maka ahli waris boleh menghindar dari menanggung hutang pewaris tersebut, karna pada dasarnya ahli waris tidak punya tanggungan untuk melunasinya jika tirkah (harta peninggalan) tersebut tidak mencukupi untuk melunasi hutang-hutang tersebut.













[1] Mahsunah, Warga Desa Pakong Kab. Pakong Kec. Pamekasan, wawancara langsung di rumahnya (10-Februari, 2018)
[2] Nawarah, Warga Desa Pakong Kab. Pakong Kec. Pamekasan, wawancara langsung di rumahnya (10-Februari, 2018)
[3] Mariji, Warga Desa Pakong Kab. Pakong Kec. Pamekasan, wawancara langsung di rumahnya (10-Februari, 2018)
[4] Senah, Warga Desa Pakong Kab. Pakong Kec. Pamekasan, wawancara langsung di rumahnya (10-Februari, 2018)
[5] Hasanah, Warga Desa Pakong Kab. Pakong Kec. Pamekasan, wawancara langsung di rumahnya (14-Februari, 2018)
[6] Hasil Observasi, (25-Maret-2018)
[7] Hatimah, Warga Desa Pakong Kab. Pakong Kec. Pamekasan, wawancara langsung di rumahnya (14-Februari, 2018)
[8] Supandi, Warga Desa Pakong Kab. Pakong Kec. Pamekasan, wawancara langsung di rumahnya (15-Februari, 2018)
[9] Hasil Observasi, (18-Maret-2018)
[10] KH. Baijuri, Tokoh Agama Desa Pakong Kab. Pakong Kec. Pamekasan, wawancara langsung di rumahnya (17-Februari, 2018)
[11] KH, Abrori, , Tokoh Agama Desa Pakong Kab. Pakong Kec. Pamekasan, wawancara langsung di rumahnya (17-Februari, 2018)
[12]Anggota Ikapi, Kompilasi Hukum Islam, hlm. 52
[13] Abu Abdullah Muhamad bin Yazid al-Qazwini Ibnu Majah, Ensiklopedia Hadist 8: Sunan Ibnu Majah, hlm. 806 No.2413
[14] As-syafi’i abu Abdillah Muhammad bin Idris bin Abbas, Al-umm lisysyafii Juz 3, hlm. 216

[15] Abu Abdullah Muhammad bin Ismail Al-Bukhori, Shahih Bukhori (Jakarta: Al-Mahira, 2011), hlm. 508
[16] Kompilasi Hukum Islam, Pasal 175 (Bandung: Nuansa Aulia, 2015), hlm. 52
[17] Abu Bakar bin abu kosim, Al-faroidulbahiyah (Pasuruan: Pustaka sidogiri, 2009), hlm. 47