RAGAM PUISI INDONESIA
MAKALAH
Disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah Apresiasi
Puisi
Yang diampu oleh Bapak Suhairi,
M.PD
Oleh:
PROGRAM STUDI TADRIS BAHASA INDONESIA
JURUSAN TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI MADURA
2018
KATA
PENGANTAR
Puji syukur alhamdulillah kami
haturkan kehadirat Allah SWT. Yang melimpahkan taufik dan hidayah-Nya kepada
saya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Apresiasi Puisi”.
Shalawat beserta salam semoga tetap
tercurah limpahkan keharibaan junjungan kita nabi Muhammad SAW. sebaik-baiknya
insan dan pemimpin bagi umat manusia karena berkat beliaulah kami masih dapat
merasakan nikmatnya islam dan indahnya ilmu pengetahuan seperti yang kita
senyam saat ini.
Tak ada gading yang tak retak, bukan
tidak mungkin kami selaku penulis makalah ini kiranya ada kesalahan dan
kekeliruan yang itu semua tidak lain adalah karena keterbatasan kami sendiri,
baik dari materi maupun teknik penulisannya. Mengingat kekurangan pengetahuan
dan pengalaman kami. Oleh karena itu, segala macam kritik dan saran yang
membangun sangat kami harapkan.
Pamekasan,
14 September 2018
Penulis
DAFTAR
ISI
HALAMAN
SAMPUL................................................................................ i
KATA
PENGANTAR................................................................................. ii
DAFTAR
ISI................................................................................................
iii
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................ 1
B. Rumusan Masalah.................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan...................................................................... 1
BAB
II PEMBAHASAN
A. Pengertian Puisi....................................................................... 2
B. Unsur-Unsur Puisi................................................................... 3
C. Jenis-Jenis Puisi....................................................................... 5
BAB
III PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................. 11
B. Saran........................................................................................ 11
DAFTAR
PUSTAKA.................................................................................. 12
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pada saat tahun
70-an puisi sangat digemari para pujangga. Pembuktianya pun ada, contohnya pada
zaman dulu ada lagu yang liriknya dari puisi. Pada saat masa kejayaan puisi,
puisi tidak hanya sebagai ungkapan cinta terhadap lawan jenis tapi juga ada
sebagai kritik atas pemeritah, untuk seseorang yang berjasa, atau pun seseorang
yang mereka benci. Tapi sekarang puisi tidak terlalu digemari lagi itu
dikarenakan perbandingan kemajuan teknologi tidak sebanding dengan pemikiran
dan perasaan masyarakat sehingga seseorang lebih mengutamakan keinstalan dari
pada suatu perosesnya.
perbandingan
tak seimbang tadi sehingga masyarakat terutama para remaja tidak lagi terlalu
tertarik kepada puisi, bukan itu saja puisi yang sangat terkenal pun sudah
mulai dilupakan. Makin lama masyarakat akan makin lupa tentang puisi seperti: jenis
– jenisnya, strukturnya, perbedaannya, dan lain-lain.
Untuk itu saya
membuat makalah ini berjudul “Ragam Puisi Indonesia” agar kita dapat
mengingatnya, mempelajarinya, dan juga memahami perbedaannya, dan strukturnya
lebih jelas sehingga kita dapat membuat puisi sendiri. Apa bila kita sudah bisa
membuat puisi dan lebih mengerti perbedaan juga strukturnya Sehingga kita
generasi baru dapat mempopulerkan puisi kembali.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
pengertian Puisi?
2.
Apa saja
unsur-unsur yang terdapat dalam puisi?
3.
Apa saja
jenis-jenis puisi?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui
pengertian puisi.
2.
Untuk mengetahui
unsur-unsur puisi.
3.
Untuk mengetahui
jenis-jenis puisi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Puisi
Puisi adalah jenis karya sastra yang memiliki unsur sajak, bait, baris,
dan tipografi. Puisi juga diartikan sebagai ragam sastra yang mengejawantahkan
luapan perasaan yang berbalut pemikiran, wawasan, dan sentuhan hati.[1]
Nadeak (1985) menyatakan bahwa puisi adalah ragam sastra yang bahasanya
terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan larik dan bait. Pengertian
tersebut relatif sejalan dengan pengertian puisi yang dikemukakan oleh Ralph
Waldo Emmerson bahwa puisi adalah mengajarkan sebanyak-banyaknya dengan
kata-kata yang sedikit-dikitnya. Berbeda
dengan pendapat Mattew Arnold yang melihat dari segi keindahan pendendangannya
bahwa ” puisi adalah satu-satunya cara yang paling indah, impresit dan paling
efektif mendendangkan sesuatu” (dalam situmorang: 1981). Dengan demikian,
dapatlah dikatakan bahwa puisi adalah serangkaian kata dalam bait memperhatikan
rima dan irama dengan menggunakan bahasa yang indah.
Ahmad (1978) mengumpulkan pengertian puisi yang pada umumnya dikemukakan
oleh para penyair romantik Inggris. Pertama, Samuel Taylor Coleridge
mengemukakan puisi adalah kata-kata yang setepatnya dan disusun secara
sebaik-baiknya. Misalnya, seimbang, simetris, antara satu unsur dengan unsur
lain sangat erat hubungannya, dan sebagainya. Kedua, Carlyle berkata,
puisi merupakan pemikiran yang bersifat musikal. Penyair dalam menciptakan
puisi memikirkan bunyi yang merdu seperti musik dalam puisinya. Kata-kata
disusun begitu rupa sehingga yang menonjol adalah rangkaian bunyinya yang merdu
seperti musik, yaitu dengan mempergunakan orkestrasi bunyi. Ketiga, Wordsworth
mempunyai gagasan bahwa puisi adalah pernyataan perasaan yang imajinatif, yaitu
perasaan yang direkakan atau diangankan. Keempat, Auden mengemukakan
bahwa puisi lebih menyatakan perasaan yang bercampur baur. Kelima, Dunton
berpendapat bahwa sebenarnya puisi itu merupakan pemikiran manusia secara
konkret dan artistik dalam bahasa emosional serta berirama. Keenam,
Shelley menyatakan bahwa puisi adalah rekaman detik-detik yang paling indah
dalam hidup kita. Misalnya, peristiwa-peristiwa yang sangat mengesankan dan
menimbulkan keharuan yang kuat, seperti kebahagiaan, kegembiraan yang memuncak,
percintaan, bahkan kesedihan karena kematian orang yang sangat dicintai.
Semuanya itu merupakan detik-detik yang paling indah untuk direkam.
Berpijak dari beberapa definisi tersebut, tampak adanya
perbedaan-perbedaan pikiran mengenai pengertian puisi. Namun, seperti
dikemukakan Shahnun Ahmad (1978) bahwa bila unsur-unsur dari pendapat-pendapat
itu disintesiskan, maka akan didapat garis-garis besar tentang pengertian puisi
yang sebenarnya.[2]
B. Unsur-Unsur Puisi
Ada dua unsur pokok yang membangun puisi sebagai suatu karya sastra,
yaitu struktur fisik dan struktur batin.
1.
Struktur fisik puisi
Unsur pembangun puisi yang dapat diamati
atau dilihat langsung dengan indra penglihatan (mata). Struktur fisik puisi
meliputi diksi, citraan atau imaji, kata kongkret, majas, rima, dan tipografi.
a. Diksi
Diksi adalah pilihan kata yang berkaitan
erat dengan makna, keselarasan bunyi, dan urutan kata.
b. Citraan
Kata atau susunan kata yang dapat mengungkapkan
pengalaman indrawi, seperti penglihatan (visual), pendengaran (radio) dan
perasaan (taktil) disebut citraan atau imaji. Penggambaran melalui citraan
biasanya dilakukan lewat kata-kata khas yang berkenaan dengan sifat kebendaan,
metaforik, ataupun kejiwaan.
Fungsi citraan ialah untuk memberikan
gambaran kepada pembaca agar seolah-olah dapat mendengar, melihat, merasakan,
mencium, meraba, memikirkan, ataupun mengalami hal seperti yang dialami oleh
penyair.
Ada enam macam citraan, yaitu sebagai
berikut:
1.) Citraan Penglihatan
citraan yang dihasilkan dengan memberi
rangsangan indra penglihatan sehingga hal-hal yang tidak terlihat menjadi
seolah-olah kelihatan oleh pembaca.
Contoh: bola mata sejernih embun
2.) Citraan Pendengaran
Citraan yang dihasilkan dengan menyebutkan
atau menguraikan bunyi suara atau onomatope dan persajakan yang berturut-turut
sehingga hal-hal yang tidak terdengar menjadi seolah-olah terdengar oleh
pembaca.
Contoh: tik-tak tik-tak detak jantungku
3.) Citraan Penciuman
Citraan yang dihasilakn dengan menyebutkan
atau menguraikan bau atau aroma sehingga hal-hal yang tidak tercium baunya
menjadi seolah-olah tercium oleh pembaca.
Contoh: wangi rekahan mawar
4.) Citraan Perasaan
Citraan yang dihasilkan dengan mnyebutkan
atau menguraikan isi atau suasana hati sehingga pembaca seolah-olah ikut
merasakan.
Contoh: pilu di dada karena lama tak bersua
5.) Citraan Perabaan
Citraan yang dihasilkan dengan menyebutkan
atau menguraikan rangsangan atau sentuhan terhadap sesuatu sehingga seolah-olah
dapat teraba oleh pembaca.
Contoh: kayu yang mulai melembut dan tak lagi kasar
6.) Citraan Pergerakan
Citraan yang dihasilkan dengan cara menghidupkan dan
memvisualisasikan suatu hal yang tidak bergerak menjadi bergerak.
Contoh: berjalanlah bebatuan dan pasir ketepian
danau
c. Kata konkret
Kata konkret adalah kata yang dapat
ditangkap dengan indra yang memungkinkan memunculkan imaji. Contoh: kata salju
melambangkan kebekuan atau kehampaan.
d. Majas
Majas adalah cara melukiskan sesuatu dengan
cara menyamakan atau membandingkan sesuatu dengan sesuatu yang lain.
e. Rima
Rima adalah persamaan bunyi yang mencakup
onomatope (tiruan bunyi), bentuk intern pola bunyi, dan pengulangan kata. Rima
biasanya dijumpai dalam larik saja ataupun pada akhir larik sajak yang
berdekatan.
f. Tipografi
Tipografi adalah bentuk puisi yang disusun
dalam bentuk larik-larik, sekaligus merupakan pembeda yang paling penting
antara puisi dengan prosa dan drama .
2. Struktur batin puisi
Struktur batin puisi merupakan unsur
pembangun puisi yang berupa makna sehingga tidak tampak oleh indra penglihatan
(mata). Struktur batin puisi meliputi tema, perasaan, nada, suasana, dan
amanat.[3]
C. Jenis-Jenis Puisi
Secara umum, puisi terbagi menjadi tiga jenis, yaitu puisi lama, puisi baru,
puisi kontemporer.
1. Puisi Lama
Puisi-puisi yang dihasilkan sebelum abad
ke-20 dikategorikan sebagai puisi lama. Pada umumnya, puisi sebagai karya
sastra lam menggunakan bahasa Melayu lama. Ada beberapa jenis puisi lama antara
lain sebagai berikut:
a. Pantun
Puisi Melayu asli yang terdiri atas bagian
sampiran dan isi.
Contoh: Kalau ada sumur di lading
Bolehlah kita menumpang mandi
Kalau ada umurku panjang
Bolehlah kita berjumpa lagi.
b. Talibun
Puisi Melayu lama, sejenis pantun, yang
sampirannya bergantung pada jumlah baris tiap baitnya.
Contoh: Selasih di rimba jambi
Rotan ditarik orang pauh
Putus akarnya di jerami
Kasih pun baru dimulai
Tuan bawa berjalan jauh
Itu menghina hati kami
c. Seloka (Pantun Berkait)
Puisi Melayu klasik yang berisi pepatah
ataupun perumpamaan yang mengandung senda gurau, sindiran, atau ejekan.
Contoh: Lurus jalan ke payakumbuh
Kayu jati bertimbal jalan
Dimana hati tak kan rusuh
Ibu mati bapak berjalan
d. Karmina (Pantun Kilat)
Puisi Melayu lama yang jumlah barisnya
lebih sedikit dari pada pantun.
Contoh: Sudah gaharu cendana pula
Sudah tahu masih bertanya pula
e. Gurindam
Puisi lama yang berasal dari Tamil (India),
yang berisi nasihat. Salah satu gurindam yang terkenal adalah Gurindam Dua
Belas karangan Raja Ali Haji dari kepulauan Riau. Isi gurindam tersebut
mengenai peribadatan, kewajiban raja, kewajiban anak terhadap orang tuanya,
tugas orang tua terhadap anaknya, budi pekerti, dan hidup bermasyarakat.
Contoh: Barang siapa meninggalkan sembahyang
Seperti rumah tiada bertiang
f. Syair
Puisi lama yang berasal dari Persia (Iran)
yang semua barisnya berupa isi.
Contoh: Pada zaman dahulu kala
Tersebutlah sebuah cerita
Sebuah negeri yang aman sentosa
Dipimpin sang raja nan bijaksana
g. Mantra
Bunyi, suku kata, atau sekumpulan kata yang
dianggap mampu menciptakan perubahan. Isinya berupa puji-pujian terhadap
sesuatu yang gaib atau dikeramatkan, seperti dewa, roh, binatang, atau Tuhan.
Mantra bisa didapat dari sumber agama, ilham, atau diciptakan oleh manusia.
Contoh: Hai tak mambang putih, tak mambang hitam
Yang diam di bulan dan matahari
Melimpahkan sekalian alam asalnya pawing
Menyampaikan sekalian hajatku
Melakukan kehendakku
Assalamualaikum!
2. Puisi Baru
Puisi yang memiliki bentuk lebih bebas daripada
puisi lama, baik dari segi jumlah baris, suku kata maupun rima, dikategorikan
sebagi puisi baru. Ditinjau dari bentuk dan isinya, puisi baru dapat dibedakan
menjadi berbagai jenis, yaitu puisi naratif, puisi lirik, puisi deskriptif, dan
puisi dramatik.
a. Puisi Naratif
Puisi yang didalamnya mengandung suatu
cerita. Puisi jenis ini dapat dibedakan menjadi sebagai berikut.
1) Epik: puisi yang berisi tuntunan atau ajaran hidup dan mengandung cerita
kepahlawanan. Baik kepahlawanan yang berhubungan dengan lagenda, kepercayaan,
maupun sejarah.
2) Romansa: puisi yang berisi luapan perasaan cinta kasih dengan
menggunakan bahasa yang romantic dan berisi kisah percintaan yang diselingi
perkelahian dan pertualangan.
3) Balada: puisi yang berkisah tentamg kehidupan manusia dengan segala
macam sifat kasih, cemburu, dengki, takut, pedih, dan riang.
b. Puisi Lirik
Puisi yang berisi luapan batin individual
penyairnya dengan segala macam endapan pengalaman, sikap, ataupun suasana batin
yang melingkupinya. Puisi jenis ini dibedakan menjadi sebagai berikut.
1) Elegi: puisi yang mengungkapkan perasaan duka atau keluh kesah karena
sedih atau rindu, terutama karena kematian atau kepergian seseorang.
2) Ode: puisi pujaan terhadap seseorang yang berjasa, suatu hal, atau suatu
keadaan.
3) Serenada: sajak percintaan yang dapat dinyanyikan.
4) Himne: puisi pujaan untuk Tuhan, Tanah Air, atau orang-orang yang
diaggap pahlawan.
c. Puisi Deskriptif
Puisi yang memberi kesan terhadap
peristiwa, benda, atau suasana yang dipandang menarik perhatiannya. Puisi jenis
ini dapat dibedakan menjadi sebagai berikut:
1) Satire: puisi yang mengandung sindiran atau kritik tentang kepincangan
atau ketidakberesan kehidupan suatu kelompok ataupun suatu masyarakat.
2) Impresionistik: puisi yang lebih mengutamakan pemberian kesan atau
pengaruh terhadap perasaan daripada realitas atau keadaan yang sebenarnya.
d. Puisi Dramatik
Puisi yang menggambarkan perilaku seseorang
secara objektif, baik lewat lakuan, dialog, maupun monlog sehingga mengandung
suatu gambaran kisah tertentu. Puisi jenis ini dapat dibedakan menjadi distikon
(puisi dua baris seuntai), terzina (puisi tiga baris seuntai), quatrain (puisi
empat baris seuntai), quint (puisi lima baris seuntai), sektet (puisi enam
baris seuntai), septima (puisi tujuh baris seuntai), oktaf/stanza (puisi delapn
baris seuntai), dan sonata (puisi empat baris seuntai).
3. Puisi Kontemporer
Puisi yang lahir dalam kurun waktu
terakhir, yang penyusunannya berusaha menyimpang dari ketentuan konvensioanal
puisi itu sendiri. Dalam puisi kontemporer, pemakaian kata-kata simbolik, gaya
bahasa, irama, dan sebagainya dianggap tidak begitu penting lagi.
Contoh: puisi mantra, puisi mbeling, dan puisi
konkret.[4]
Ø
Jenis Puisi Berdasarkan Cara Penyampaiannya
1. Puisi Absurd
Puisi yang penyampaian gagasannya dilakukan
dengan cara mengabaikan kaidah. Istilah absurd dapat diartikan sebagai “tidak
harmonis”, “sesuatu yang kurang jelas atau tidak sesuai dengan logika”. Dalam
puisi, sifat absurd muncul dalam bentuk pengabaian terhadap konvensi
pengaluran, penokohan, atau bahkan temanya. Dalam puisi absurd, makna
konvensional setiap kata tidak diperlukan. Oleh karena itu, kata tidak mampu
lagi mendukung makna keseharian.
Contoh:
Pot
Oleh: Sutardji Calzoum Bachri
Pot apa pot itu pot kaukah pot aku
Pot pot pot
Yang jawab pot pot pot pot kaukah pot itu
Yang jawab pot pot pot pot kaukah pot aku
Potapa potitu potkaukah potaku?
Pot
2. Puisi Sufi
Puisi yang penyampaiannya dilakukan dengan
cara memperlihatkan perilaku religius. Puisi jenis ini dapat juga diartikan
sebagai: (a) puisi yang ditulis oleh penganut tasawuf; (b) puisi yang
mengandung nilai-nilai tasawuf; (c) puisi yang mengandung pengalaman tasawuf.
Puisi tasawuf berisi kerinduan penyair terhadap Tuhan, hakikat makhluk dengan
Tuhan, dan segala perilaku atau pengalaman religius.
Contoh:
Tuhan, Kita Begitu Dekat
Oleh: Abdul Hadi W.M.
Tuhan,
Kita begitu dekat
Sebagai api dengan panas
Aku panas dalam api-Mu
Tuhan,
Kita begitu dekat
Seperti kain dengan kapas
Aku kapas dalam kain-Mu
3. Puisi Mbeling
Puisi yang disampaikan dengan cara meniru
karya puisi penyair mapan yang memiliki konvensi estetis untuk mencari
kejenakaan. Bahasa apa pun dapat digunakan dalam puisi mbeling. Kalimat-kalimat
yang digunakan merupakan wujud pengungkapan yang bersifat ringan, main-main,
dan kadang-kadang lucu. Meskipun demikian, tidak jarang mengandung nilai-nilai
yang dapat direnungkan atau diteladani.
Contoh:
Catatlah
Oleh: Th. Sugiyo
Catatlah di buku hatimu
Ikatlah di jari-jemarimu
Torehlah di biji matamu
Dan mengigaulah;
Bahwa hari ini;
Banyak orang main acrobat
Dengan topeng-topeng lusuh
Meski bukan sirkus[5]
BAB III
PENUTUP
- Kesimpulan
Puisi adalah jenis karya sastra yang memiliki unsur sajak, bait, baris,
dan tipografi. Puisi juga diartikan sebagai ragam sastra yang mengejawantahkan
luapan perasaan yang berbalut pemikiran, wawasan, dan sentuhan hati.
Ada dua unsur pokok yang membangun puisi sebagai suatu karya sastra
yaitu struktur fisik dan struktur batin. Struktur fisik meliputi diksi,
citraan/imaji, kata konkret, majas, rima, dan tipografi. Dan Struktur batin
puisi merupakan unsur pembangun puisi yang berupa makna sehingga tidak tampak
oleh indra penglihatan (mata). Struktur batin puisi meliputi tema, perasaan,
nada, suasana, dan amanat.
Secara umum jenis puisi terbagi menjadi tiga jenis, yaitu; puisi lama,
puisi baru, dan puisi kontemporer. Puisi lama meliputi pantun, talibun, seloka,
karmina, gurindam, syair, dan mantra. Adapun puisi baru meliputi puisi naratif,
puisi lirik, puisi deskriptif, dan puisi dramatik.
- Saran
Demikian yang
dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah
ini yang tentunya masih jauh dari kata sempurna, karena terbatasnya rujukan
atau referensi yang kami ketahui. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan
saran dan kritikan dari para pembaca yang budiman untuk kesempurnaan makalah
ini. Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk para pembaca
sekalian.
DAFTAR PUSTAKA
Prihantini, Ainia. Master Bahasa
Indonesia. Yogyakarta: PT. Bentang Pustaka, 2015.
Sugono, Dendy. Buku Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta:
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2003.
Winarni, Retno. Kajian Sastra Anak. Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2014.
[5] Dendy Sugono, Buku
Praktis Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan
Nasional, 2003), hlm. 117-119