Thursday, 21 March 2019

1. Bagaimana sejarah kemunculan qashas Alquran? 2. Bagaimana validitas dari qashas Alquran? 3. Apa maksud dari pengulangan qashas dalam Alquran?



BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Al-Qur’an memuat kisah-kisah yang tidak diragukan lagi akan kebenarannya yang tidak pernah terkotori olah rekayasa dan dusta, kisah-kisahnya merupakan kisah yang benar, dengan deskripsi kisah-kisah yang mengandung ibrah, sebagai cerminan dan contoh bagi kehidupan manusia sekarang dan yang akan datang.[1]
Allah memberitahukan dan menceritakan kisah kepada kita agar kita berfikir dan Allah memerintahkan kita untuk menceritakan (kembali) kisah ini kepada umat manusia agar mereka berfikir, sebagaimana Allah juga telah memberitahukan kepada kita bahwa Dia menceritakan kisah itu kepada kita untuk memberikan hiburan ketabahan, keteguhan hati, dan kesabaran untuk tetap melakukan usaha dan perjuangan.[2]
Maka dalam Alquran, Allah banyak menceritakan kisah-kisah para nabi, tokoh-tokoh, dan umat terdahulu agar bisa menjadi teladan (uswah hasanah) dan pelajaran (ibrah) bagi kita semua. Bahkan yang menarik adalah bahwa ayat-ayat Alquran berisi tentang kisah ternyata lebih banyak dibanding ayat-ayat hukum di mana menurut hitungan A. Hanafi ada sekitar 1600 ayat tentang kisah, sementara ayat tentang hukum hanya 330 ayat.[3] Melihat begitu pentingnya memahami tentang qashas Alquran maka penulis akan membahas tentang sejarah qashah Alquran itu sendiri, meliputi sejarah munculnya, validitasnya hingga pengulangan dari qashas di dalam Alquran itu sendiri.
B.  Rumusan Masalah
1.      Bagaimana sejarah kemunculan qashas Alquran?
2.      Bagaimana validitas dari qashas Alquran?
3.      Apa maksud dari pengulangan qashas dalam Alquran?

C.  Tujuan
1.      Memenuhi tugas mata kuliah qashas Alquran.
2.      Mengetahui dan memahami sejarah qashas Alquran.
3.      Mengetahui dan memahami validitas dan makna pengulangan qashas Alquran.



























BAB II
PEMBAHASAN
A.  Sejarah Qhashas Al-Qur’an
Qashas (القصص) secara bahasa adalah ثرٔ تتبع الا (mengikuti jejak). Sebagaimana yang dikatakan oleh orang Arab قصصت اثره (aku mengikuti jejaknya), dan qashas merupakan isim mashdar sebagaimana firman Allah فارتدا على اثارهما قصصا (maka Nabi Musa dan muridnya kembali kearah dari mana mereka datang, sambil mengikuti jejak, Al-Kahfi: 64. Qashas juga berarti الاخبار المتتبعه (berita-berita yang berurutan), sebagaimana firman Allah ان هذا لهو القصص الحق (sesungguhnya ini adalah berita yang benar: Ali Imran : 62). Ringkasnya qashas Alquran berarti pemberitaan Alquran tentang keadaan umat-umat yang lalu, para nabi dan peristiwa-peristiwa yang telah terjadi.[4]
Kemunculan Qashas Alquran tidak dapat dilepaskan dari kemunculan atau diturunkannya Alquran itu sendiri. Karena Qhasas Alquran hadir bersamaan dengan turunnya Alquran dan merupakan bagian dari Alquran yang memiliki tujuan-tujuan tertentu. Tujuan kisah-kisah yang di tampilkan di dalam Alquran adalah agar dapat di jadikan pelajaran dan petunjuk yang berguna bagi setiap orang-orang yang beriman dan bertaqwa dalam rangka memenuhi tujuan yang abadi dan khalifah pemakmur bumi dan isinya. Serta memberikan pengertian tentang sesuatu yang terjadi dengan sebenarnya agar di jadikan pelajaran untuk memperkokoh keimanan dan membimbing kearah perbuatan yang baik dan benar.
Al-Quran dengan bahasanya yang indah mengungkapkan   beragam   kisah-kisah   yang gaib,   baik   yang   berkaitan   dengan   kejadian masa lampau yang tidak diketahui lagi oleh manusia karena masanya yang demikian lama dan mengungkapkan juga peristiwa masa kini atau masa datang yang belum diketahui oleh manusia. Peristiwa gaib pada masa lampau yang diungkapkan dalam Al-Qur’an lebih banyak mengisahkan para nabi terdahulu berikut umatnya  yang  berjaya  dengan  keimanannya dan hancur karena kekufurannya.[5]

B.  Validitas Qhashas Al-Qur’an
Kisah-kisah dalam Alquran menjadi bagian tak terpisahkan dari isi Alquran yang menjadi bagian tak terpisahkan dalam Alquran dan yang menjadi refrensi utama bagi orang-orang yang beriman, bahkan juga manusia yang ada di dunia. Meski demikian bukan berarti Alquran itu merupakan buku sejarah, tetapi juga kisah kisah di dalam Alquran tidak terlepas dari bukti-bukti sejarah yang dapat di saksikan hingga saat sekarang ini. Hal ini semakin menguatkan bahwa Alquran itu bukan karya Nabi Muhammad SAW yang ummi. Dan Nabi juga belum pernah mendalami sejarah serta melewati berbagai belahan dunia yang di kisahkan dalam Alquran.[6]
Kisah-kisah dalam Alquran juga bermanfaat bagi upaya pembentukan krakter manusia yang luhur dan memiliki Aqidah tauhid. Oleh karena itu, sungguh berupa kisah-kisah atau cerita-cerita dalam muatan yang di tuturkan Alquran tidak pernah terlepas dari upaya mendakwahkan Aqidah yang lurus serta mendidik manusia yang sempurna.[7]
Dan juga kisah-kisah di dalam Alquran itu juga tidak terlepas dari isi kandungan nya yang ada di dalam Alquran . baik dari segi kisah sejarah para Nabi, hukum Islam. Seprti: Sholat, Zakat  puasa dan lain sebagainya. Dan sangat bermanfaat dalam rangka pembentukan krakter manusia yang berbudi luhur. Dan dalam pendidikan, hal ini dapat menjadi suatu metode yang alternatif baik dari segi pembentukan nya mengenai kisah-kisah yang di inginkan.[8]
Dan di dalam krakteristik kisah Alquran yaitu kisah-kisah Alquran berupa peristiwa nyata yang terjadi. Dan kisah-kisah Alquran sejalan dalam kehidupan manusia. Dan perlu di ketahui juga bahwa Alquran tidak sama dengan Ilmu sejarah, dan kisah-kisah Alquran sering di ulang-ulang. Dan dua pokok dari setiap sejarah sebagai cerita di antaranya:
1.      Sisi seni pengungkapannya yang menyangkut ragam kebahsaan dari teknik penyajian.
2.      Sisi isi yang menyangkut apa yang terjadi seperti kata 5 W dan 1 H, Apa, Siapa, Dimana, Kapan dan Mengapa.[9]
Dan mengenai di atas ini menjelaskan bahwa kisah-kisah dan cerita itu sangatlah berbeda. Konsep kisah Alquran merupakan konsep petunjuk,hikmah dan juga merupakah sebuah pelajaran bagi ummat manusia. Baik laki-laki dan perempuan.[10]
Sebagaiman kita ketahui bahwasanya al-Qur’an, adalah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang bernilai ibadah dalam membacanya, dan tidaklah kisah yang ada dalam al-Qur’an kecuali kebenaran sejarah yang dituangkan dalam kata-kata yang indah dan tersusun rapi yang terdiri dari lafadz-lafadz dan uslub-uslub yang indah. Apa saja yang dikisahkan Allah dalam al-Qur’an adalah benar. Sebagaimana firman Allah pada surat Al-Kahfi ayat 13: Artinya: Kami ceritakan kisah mereka kepadamu (Muhammad) dengan sebenarnya. Sesungguhnya mereka itu adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka dan Kami tambahkan kepada mereka petunjuk.
C.      Pengulangan Kisah dan Hikmahnya
Al-Qur’an banyak mengandung berbagai kisah yang diungkapkan berulangulang di beberapa tempat. Sebuah kisah terkadang berulang beberapakali disebutkan dalam al-Qur’an dan dikemukakan dalam berbagai bentuk yang berbeda. Di satu tempat ada bagian-bagian yang didahulukan, sedang ditempat lain diakhirkan. Demikian pula terkadang dikemukakan secara ringkas dan kadang-kadang secara panjang lebar dan sebagainya. Sebuah kisah disebut berulang kali dalam bentuk yang berbeda-beda, kadang-kadang pendek, kadang-kadang panjang. Di antara hikmahnya adalah:[11]
1.    Menandaskan kebalaghahan al-Qur’an dalam bentuk yang paling tinggi. Diantara keistimewaan-keistimewaan balaghah ialah menerangkan sebuah makna dalam berbagai macam susunan. Dan di tiap-tiap tempat disebut dengan susunan kalimat yang berbeda dari yang telah disebutkan. Dengan demikian selalu terasa nikmat kita mendengar dan membacanya.
2.    Menampakkan kekuatan i’jaz. Menyebut suatu makna dalam berbagai bentuk susunan perkataan yang tidak dapat ditantang seorangpun dari sastrawan-sastrawan Arab, menunjukkan bahwasanya al-Qur’an itu benar-benar dari Allah.
3.    Memberikan perhatian penuh kepada kisah itu. Mengulang-ulangi kisah adalah salah satu cara ta’kid dan salah satu dari tanda-tanda besarnya perhatian seperti keadaannya kisah Musa dan Fir’aun.
4.    Karena berbeda tujuan yang karenanyalah disebut kisah itu. Di suatu tempat diterangkan sebagiannya karena itu saja yang diperlukan dan ditempattempat yang lain disebut lebih sempurna karena yang demikianlah yang dikehendaki keadaan.[12]
Melihat banyaknya kisah dalam al-Qur’an yang cocok dengan fakta dan kebenaran, maka musuh-musuh Islam berusaha untuk meremehkannya dengan melancarkan tuduhan-tuduhan yang keji dan tidak berdasar.
Sedikitnya ada tiga tuduhan kaum orientalis terhadap kisah-kisah al-Qur’an itu, yakni:
 1.  Tuduhan bahwa sumber kisah-kisah dalam al-Qur’an adalah dari seorang Nasrani, mereka menuduh adanya banyak kisah al-Qur’an yang sesuai dengan kenyataan, karena Nabi telah belajar sejarah dari seorang pemuda Nasrani yang berbangsa Romawi. Pemuda itu berada di Mekkah dan bekerja sebagai tukang pandai besi pembuat pedang. Kemudian semua tuduhan tersebut terbantahkan dengan fakta-fakta sebagai berikut:
 a. Nabi datang kepadanya bukan untuk belajar sejarah, tapi untuk melihat cara membuat pedang.
b. Nabi datang kepada pemuda itu hanya sekali atau dua kali, hingga tidak sesuai dengan banyaknya kisah dalam al-Qur’an.
c. Jika memang pemuda itu mengajarkan sejarah pada Nabi, tentu kisah dalam al-Qur’an ala Kristen adanya bukan ala Islam.
2.    Tuduhan bahwa sumber kisah dalam al-Qur’an adalah dari Pendeta   Bukhaira. Menuduh bahwa banyaknya kisah al-Qur’an sesuai dengan fakta karena Nabi belajar dari pendeta pengikut Arius yang bernama Bukhaira, sekilas tuduhan itu benar berdasarkan sedikit fakta, bahwa Nabi pada umur 12 tahun pernah diajak pamannya berdagang ke Syam dan di sanalah beliau bertemu dengan Bukhaira. Adapun jawaban dari tuduhan tersebut adalah:
a. Karena Nabi bertemu Bukhaira hanya sekali dan tidak mungkin menghasilkan catatan sejarah yang banyak.
b. Jika pendeta Bukhairo mengajarkan, tentunya cerita dalam al-Quran akan berala Yahudi dengan bahasa Arab, sedang al-Qur’an ala Islam dan berbahasa Arab seperti firman Allah dalam al-Qur’an, Q.S AnNahl (103): Artinya :”Dan Sesungguhnya kami mengetahui bahwa mereka berkata: “Sesungguhnya al-Quran itu diajarkan oleh seorang manusia kepadanya (Muhammad)”. Padahal bahasa orang yang mereka tuduhkan (bahwa) Muhammad belajar kepadanya bahasa ‘Ajam [840], sedang al-Quran adalah dalam bahasa Arab yang terang.”
 c. Nabi SAW adalah ummi yang tidak pandai menulis dan membaca, sehingga tidak mungkin beliau menulis sejarah yang banyak dan sulit dalam waktu singkat.
3.    Tuduhan bahwa sumber kisah di dalam al-Qur’an itu dari Waraqah famili Khadijah. Dia adalah seorang pendeta pandai yang sangat tua. Tuduhan ini tidak berdasar dalam sejarah, yakni ketika Nabi baru saja menerima wahyu yang pertama, beliau pulang dengan gemetar dan meminta diselimuti oleh istrinya. Sambil menceritakan hal yang baru saja terjadi, kemudian Khadijah mengajak suaminya untuk menanyakan hal tersebut kepada Waraqah. Tetapi tuduhan ini tidak benar dengan alasan :
 a. Waraqah hanya menjelaskan bahwa orang yang datang pada Nabi adalah Malaikat Jibril seperti yang datang kepada Nabi Musa. Selain itu tidak ada yang diterangkan pada Nabi dan kemudian tak lama setelah itu Waraqah meninggal.
b. Nabi bertemu Waraqah hanya sekali dan sebentar. Jadi tidak mungkin Nabi belajar padanya sebanyak kisah dalam al-Qur’an. Semboyan Waraqah bahwa jika ia masih kuat sewaktu Nabi diusir, dia pasti akan membelanya. Ucapan ini dapat disimpulkan bahwa dia tidak tahu dan yakin bahwa Nabi Muhammad akan menjadi Nabi, maka tidak mungkin dia berani mengajarkan sejarah pada Nabi, karena dia pasti tahu bahwa Nabi akan mendapat wahyu dari Allah, sehingga tidak perlu diajari.[13]





























BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
1.    Menengenai kemunculan Qashas Alquran sebagai disiplin ilmu yang mandiri, belum dapat ditelusur. Akan tetapi, kemunculannya yang berkaitan dengan kandungan Alquran dapat dikatakan sejalan dengan diturunkannya Alquran.
2.    Kevalidan dari qashas Alquran tidak perlu dipertanyakan lagi karena telah dijelaskan di dalam Alquran bahwa cerita dalam Alquran merupakan suatu fakta.
3.    Di antara hikmah terdapatnya pengulangan kisah dalam Alquran adalah:
a.    Menandaskan kebalaghahan al-Qur’an dalam bentuk yang paling tinggi. Diantara keistimewaan-keistimewaan balaghah ialah menerangkan sebuah makna dalam berbagai macam susunan. Dan di tiap-tiap tempat disebut dengan susunan kalimat yang berbeda dari yang telah disebutkan. Dengan demikian selalu terasa nikmat kita mendengar dan membacanya.
b.    Menampakkan kekuatan i’jaz. Menyebut suatu makna dalam berbagai bentuk susunan perkataan yang tidak dapat ditantang seorangpun dari sastrawan-sastrawan Arab, menunjukkan bahwasanya al-Qur’an itu benar-benar dari Allah.
c.    Memberikan perhatian penuh kepada kisah itu. Mengulang-ulangi kisah adalah salah satu cara ta’kid dan salah satu dari tanda-tanda besarnya perhatian seperti keadaannya kisah Musa dan Fir’aun.
d.   Karena berbeda tujuan yang karenanyalah disebut kisah itu. Di suatu tempat diterangkan sebagiannya karena itu saja yang diperlukan dan ditempattempat yang lain disebut lebih sempurna karena yang demikianlah yang dikehendaki keadaan.
B.  Saran
Penulis berharap, dengan adanya makalah ini dapat menambah wawasan pengetahuan penulis dan pembaca. Dan juga semoga karya ini dapat semakin memotivasi penulis dan pembaca untuk senantiasa menguatkan iman dan ketakwaan, sehingga dapat terhindar dari penalaran terhadap ayat Alquran yang tidak sesuai.






























DAFTAR PUSTAKA
Abdul Mustaqim, “Kisah Al-Qur’an: Hakekat, Makna, Dan Nilai-Nilai Pendidikannya”, Jurnal Ulumuna, XV, No.2, Desember 2011.
Aqidatur R dan Ibn Hajar A., “Kisah-Kisah (Qasas) dalam Alquran Pespektif I’jaz”, Qaf, Vol. 1, No. 1, 2017.
Jauhar Hatta Hasan, Urgensi kisah-kisah dalam Alquran, Addin, Vol. 7, No. 2, Tahun 2013.
Nurul Hidayati, Kisah-Kisah Dalam Alquran Dan Relevansinya, Ulul Albab, Vol. 16, No 2, Tahun 2014.
Umar Sidiq, “Urgensi Qashas Al-Qur’an Sebagai Salah Satu Metode Pembelajaran yang Efektif Bagi Anak”, Jurnal Cendekia, Vol.9, No. 1, Januari-Juni 2011.
Umar Sidiq, “Urgensi Qashas Al-Qur’an Sebagai Salah Satu Metode Pembelajaran yang Efektif Bagi Anak”, Jurnal Cendekia, Vol.9, No. 1, Januari-Juni 2011.




[1] Umar Sidiq, “Urgensi Qashas Al-Qur’an Sebagai Salah Satu Metode Pembelajaran yang Efektif Bagi Anak”, Jurnal Cendekia, Vol.9, No. 1, Januari-Juni 2011, hal. 114.
[2] Ibid.,
[3] Abdul Mustaqim, “Kisah Al-Qur’an: Hakekat, Makna, Dan Nilai-Nilai Pendidikannya”, Jurnal Ulumuna, XV, No.2, Desember 2011, hal. 266.
[4] Ibid.
[5] Aqidatur R dan Ibn Hajar A., “Kisah-Kisah (Qasas) dalam Alquran Pespektif I’jaz”, Qaf, Vol. 1, No. 1, 2017, hlm. 31
[6] Jauhar Hatta Hasan, Urgensi kisah-kisah dalam Alquran, Addin, Vol. 7, No. 2, Tahun 2013, hlm. 38
[7] Ibid, hlm. 39
[8] Nurul Hidayati, Kisah-Kisah Dalam Alquran Dan Relevansinya, Ulul Albab, Vol. 16, No 2, Tahun 2014, hlm. 11
[9] Ibid, hlm. 12
[10] Ibid
[11] Umar Sidiq, “Urgensi Qashas Al-Qur’an Sebagai Salah Satu Metode Pembelajaran yang Efektif Bagi Anak”, Jurnal Cendekia, Vol.9, No. 1, Januari-Juni 2011, hal. 119.
[12] Ibid, hal.120.
[13] Ibid.