BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an memuat kisah-kisah yang tidak
diragukan lagi akan kebenarannya yang tidak pernah terkotori olah rekayasa dan
dusta, kisah-kisahnya merupakan kisah yang benar, dengan deskripsi kisah-kisah
yang mengandung ibrah, sebagai cerminan dan contoh bagi kehidupan
manusia sekarang dan yang akan datang.[1]
Allah memberitahukan dan menceritakan kisah
kepada kita agar kita berfikir dan Allah memerintahkan kita untuk menceritakan
(kembali) kisah ini kepada umat manusia agar mereka berfikir, sebagaimana Allah
juga telah memberitahukan kepada kita bahwa Dia menceritakan kisah itu kepada
kita untuk memberikan hiburan ketabahan, keteguhan hati, dan kesabaran untuk
tetap melakukan usaha dan perjuangan.[2]
Maka dalam Alquran, Allah banyak menceritakan
kisah-kisah para nabi, tokoh-tokoh, dan umat terdahulu agar bisa menjadi
teladan (uswah hasanah) dan pelajaran (ibrah) bagi kita semua.
Bahkan yang menarik adalah bahwa ayat-ayat Alquran berisi tentang kisah
ternyata lebih banyak dibanding ayat-ayat hukum di mana menurut hitungan A.
Hanafi ada sekitar 1600 ayat tentang kisah, sementara ayat tentang hukum hanya
330 ayat.[3] Melihat begitu pentingnya
memahami tentang qashas Alquran maka penulis akan membahas tentang sejarah
qashah Alquran itu sendiri, meliputi sejarah munculnya, validitasnya hingga
pengulangan dari qashas di dalam Alquran itu sendiri.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah kemunculan qashas Alquran?
2. Bagaimana validitas dari qashas Alquran?
3. Apa maksud dari pengulangan qashas dalam Alquran?
C. Tujuan
1. Memenuhi tugas mata kuliah qashas Alquran.
2. Mengetahui dan memahami sejarah qashas Alquran.
3. Mengetahui dan memahami validitas dan makna pengulangan qashas Alquran.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Qhashas Al-Qur’an
Qashas (القصص) secara bahasa adalah ثرٔ تتبع الا (mengikuti jejak). Sebagaimana
yang dikatakan oleh orang Arab قصصت اثره (aku mengikuti jejaknya), dan
qashas merupakan isim mashdar sebagaimana firman Allah فارتدا على اثارهما قصصا (maka Nabi Musa dan muridnya
kembali kearah dari mana mereka datang, sambil mengikuti jejak, Al-Kahfi: 64.
Qashas juga berarti الاخبار المتتبعه (berita-berita yang berurutan),
sebagaimana firman Allah ان هذا لهو القصص الحق (sesungguhnya ini adalah berita
yang benar: Ali Imran : 62). Ringkasnya qashas Alquran berarti pemberitaan Alquran
tentang keadaan umat-umat yang lalu, para nabi dan peristiwa-peristiwa yang
telah terjadi.[4]
Kemunculan Qashas Alquran tidak dapat
dilepaskan dari kemunculan atau diturunkannya Alquran itu sendiri. Karena
Qhasas Alquran hadir bersamaan dengan turunnya Alquran dan merupakan bagian
dari Alquran yang memiliki tujuan-tujuan tertentu. Tujuan kisah-kisah yang di
tampilkan di dalam Alquran adalah agar dapat di jadikan pelajaran dan petunjuk
yang berguna bagi setiap orang-orang yang beriman dan bertaqwa dalam rangka
memenuhi tujuan yang abadi dan khalifah pemakmur bumi dan isinya. Serta memberikan pengertian tentang sesuatu yang terjadi dengan
sebenarnya agar di jadikan pelajaran untuk memperkokoh keimanan dan membimbing
kearah perbuatan yang baik dan benar.
Al-Quran dengan bahasanya yang indah
mengungkapkan beragam kisah-kisah
yang gaib, baik yang
berkaitan dengan kejadian masa lampau yang tidak diketahui
lagi oleh manusia karena masanya yang demikian lama dan mengungkapkan juga
peristiwa masa kini atau masa datang yang belum diketahui oleh manusia.
Peristiwa gaib pada masa lampau yang diungkapkan dalam Al-Qur’an lebih banyak
mengisahkan para nabi terdahulu berikut umatnya
yang berjaya dengan
keimanannya dan hancur karena kekufurannya.[5]
B. Validitas Qhashas Al-Qur’an
Kisah-kisah dalam Alquran menjadi bagian tak
terpisahkan dari isi Alquran yang menjadi bagian tak terpisahkan dalam Alquran
dan yang menjadi refrensi utama bagi orang-orang yang beriman, bahkan juga
manusia yang ada di dunia. Meski demikian bukan berarti Alquran itu merupakan
buku sejarah, tetapi juga kisah kisah di dalam Alquran tidak terlepas dari
bukti-bukti sejarah yang dapat di saksikan hingga saat sekarang ini. Hal ini semakin menguatkan bahwa Alquran itu bukan karya Nabi
Muhammad SAW yang ummi. Dan Nabi juga belum pernah mendalami sejarah serta
melewati berbagai belahan dunia yang di kisahkan dalam Alquran.[6]
Kisah-kisah
dalam Alquran juga bermanfaat bagi upaya pembentukan krakter manusia yang luhur
dan memiliki Aqidah tauhid. Oleh karena itu, sungguh berupa kisah-kisah
atau cerita-cerita dalam muatan yang di tuturkan Alquran tidak pernah terlepas
dari upaya mendakwahkan Aqidah yang lurus serta mendidik manusia yang
sempurna.[7]
Dan
juga kisah-kisah di dalam Alquran itu juga tidak terlepas dari isi kandungan
nya yang ada di dalam Alquran . baik dari segi kisah sejarah para Nabi, hukum
Islam. Seprti: Sholat, Zakat puasa dan
lain sebagainya. Dan sangat bermanfaat dalam rangka pembentukan krakter manusia
yang berbudi luhur. Dan dalam pendidikan, hal ini dapat menjadi suatu metode
yang alternatif baik dari segi pembentukan nya mengenai kisah-kisah yang di
inginkan.[8]
Dan
di dalam krakteristik kisah Alquran yaitu kisah-kisah Alquran berupa peristiwa
nyata yang terjadi. Dan kisah-kisah Alquran sejalan dalam kehidupan manusia.
Dan perlu di ketahui juga bahwa Alquran tidak sama dengan Ilmu sejarah, dan
kisah-kisah Alquran sering di ulang-ulang. Dan dua pokok dari setiap sejarah
sebagai cerita di antaranya:
1. Sisi seni pengungkapannya yang menyangkut ragam kebahsaan dari teknik
penyajian.
2.
Sisi
isi yang menyangkut apa yang terjadi seperti kata 5 W dan 1 H, Apa, Siapa,
Dimana, Kapan dan Mengapa.[9]
Dan
mengenai di atas ini menjelaskan bahwa kisah-kisah dan cerita itu sangatlah
berbeda. Konsep kisah Alquran merupakan konsep petunjuk,hikmah dan juga
merupakah sebuah pelajaran bagi ummat manusia. Baik laki-laki dan perempuan.[10]
Sebagaiman
kita ketahui bahwasanya al-Qur’an, adalah kalamullah yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad SAW yang bernilai ibadah dalam membacanya, dan tidaklah kisah
yang ada dalam al-Qur’an kecuali kebenaran sejarah yang dituangkan dalam
kata-kata yang indah dan tersusun rapi yang terdiri dari lafadz-lafadz dan
uslub-uslub yang indah. Apa saja yang dikisahkan Allah dalam al-Qur’an adalah
benar. Sebagaimana firman Allah pada surat Al-Kahfi ayat 13: Artinya: Kami
ceritakan kisah mereka kepadamu (Muhammad) dengan sebenarnya. Sesungguhnya
mereka itu adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka dan Kami
tambahkan kepada mereka petunjuk.
C.
Pengulangan Kisah dan Hikmahnya
Al-Qur’an banyak mengandung berbagai
kisah yang diungkapkan berulangulang di beberapa tempat. Sebuah kisah terkadang
berulang beberapakali disebutkan dalam al-Qur’an dan dikemukakan dalam berbagai
bentuk yang berbeda. Di satu tempat ada bagian-bagian yang didahulukan, sedang
ditempat lain diakhirkan. Demikian pula terkadang dikemukakan secara ringkas
dan kadang-kadang secara panjang lebar dan sebagainya. Sebuah kisah disebut
berulang kali dalam bentuk yang berbeda-beda, kadang-kadang pendek,
kadang-kadang panjang. Di antara hikmahnya adalah:[11]
1.
Menandaskan
kebalaghahan al-Qur’an dalam bentuk yang paling tinggi. Diantara
keistimewaan-keistimewaan balaghah ialah menerangkan sebuah makna dalam
berbagai macam susunan. Dan di tiap-tiap tempat disebut dengan susunan kalimat
yang berbeda dari yang telah disebutkan. Dengan demikian selalu terasa nikmat
kita mendengar dan membacanya.
2.
Menampakkan
kekuatan i’jaz. Menyebut suatu makna dalam berbagai bentuk susunan
perkataan yang tidak dapat ditantang seorangpun dari sastrawan-sastrawan Arab,
menunjukkan bahwasanya al-Qur’an itu benar-benar dari Allah.
3.
Memberikan
perhatian penuh kepada kisah itu. Mengulang-ulangi kisah adalah salah satu cara
ta’kid dan salah satu dari tanda-tanda besarnya perhatian seperti
keadaannya kisah Musa dan Fir’aun.
4.
Karena
berbeda tujuan yang karenanyalah disebut kisah itu. Di suatu tempat diterangkan
sebagiannya karena itu saja yang diperlukan dan ditempattempat yang lain
disebut lebih sempurna karena yang demikianlah yang dikehendaki keadaan.[12]
Melihat banyaknya kisah dalam al-Qur’an yang cocok dengan fakta dan
kebenaran, maka musuh-musuh Islam berusaha untuk meremehkannya dengan
melancarkan tuduhan-tuduhan yang keji dan tidak berdasar.
Sedikitnya ada tiga tuduhan kaum orientalis terhadap kisah-kisah
al-Qur’an itu, yakni:
1. Tuduhan bahwa sumber kisah-kisah dalam al-Qur’an adalah dari
seorang Nasrani, mereka menuduh adanya banyak kisah al-Qur’an yang sesuai
dengan kenyataan, karena Nabi telah belajar sejarah dari seorang pemuda Nasrani
yang berbangsa Romawi. Pemuda itu berada di Mekkah dan bekerja sebagai tukang
pandai besi pembuat pedang. Kemudian semua tuduhan tersebut terbantahkan dengan
fakta-fakta sebagai berikut:
a. Nabi datang kepadanya
bukan untuk belajar sejarah, tapi untuk melihat cara membuat pedang.
b. Nabi datang kepada pemuda itu hanya sekali atau dua kali, hingga
tidak sesuai dengan banyaknya kisah dalam al-Qur’an.
c. Jika memang pemuda itu mengajarkan sejarah pada Nabi, tentu
kisah dalam al-Qur’an ala Kristen adanya bukan ala Islam.
2. Tuduhan bahwa sumber
kisah dalam al-Qur’an adalah dari Pendeta Bukhaira. Menuduh bahwa banyaknya kisah al-Qur’an sesuai dengan
fakta karena Nabi belajar dari pendeta pengikut Arius yang bernama Bukhaira, sekilas
tuduhan itu benar berdasarkan sedikit fakta, bahwa Nabi pada umur 12 tahun
pernah diajak pamannya berdagang ke Syam dan di sanalah beliau bertemu dengan
Bukhaira. Adapun jawaban dari tuduhan tersebut adalah:
a. Karena Nabi bertemu Bukhaira hanya sekali dan tidak mungkin
menghasilkan catatan sejarah yang banyak.
b. Jika pendeta Bukhairo mengajarkan, tentunya cerita dalam
al-Quran akan berala Yahudi dengan bahasa Arab, sedang al-Qur’an ala Islam dan
berbahasa Arab seperti firman Allah dalam al-Qur’an, Q.S AnNahl (103): Artinya
:”Dan Sesungguhnya kami mengetahui bahwa mereka berkata: “Sesungguhnya al-Quran
itu diajarkan oleh seorang manusia kepadanya (Muhammad)”. Padahal bahasa orang
yang mereka tuduhkan (bahwa) Muhammad belajar kepadanya bahasa ‘Ajam [840],
sedang al-Quran adalah dalam bahasa Arab yang terang.”
c. Nabi SAW adalah ummi yang
tidak pandai menulis dan membaca, sehingga tidak mungkin beliau menulis sejarah
yang banyak dan sulit dalam waktu singkat.
3. Tuduhan bahwa sumber kisah di dalam al-Qur’an itu dari Waraqah
famili Khadijah. Dia adalah seorang pendeta pandai yang sangat tua. Tuduhan ini
tidak berdasar dalam sejarah, yakni ketika Nabi baru saja menerima wahyu yang
pertama, beliau pulang dengan gemetar dan meminta diselimuti oleh istrinya.
Sambil menceritakan hal yang baru saja terjadi, kemudian Khadijah mengajak
suaminya untuk menanyakan hal tersebut kepada Waraqah. Tetapi tuduhan ini tidak
benar dengan alasan :
a. Waraqah hanya menjelaskan
bahwa orang yang datang pada Nabi adalah Malaikat Jibril seperti yang datang
kepada Nabi Musa. Selain itu tidak ada yang diterangkan pada Nabi dan kemudian
tak lama setelah itu Waraqah meninggal.
b. Nabi
bertemu Waraqah hanya sekali dan sebentar. Jadi tidak mungkin Nabi belajar
padanya sebanyak kisah dalam al-Qur’an. Semboyan Waraqah bahwa jika ia masih
kuat sewaktu Nabi diusir, dia pasti akan membelanya. Ucapan ini dapat
disimpulkan bahwa dia tidak tahu dan yakin bahwa Nabi Muhammad akan menjadi
Nabi, maka tidak mungkin dia berani mengajarkan sejarah pada Nabi, karena dia
pasti tahu bahwa Nabi akan mendapat wahyu dari Allah, sehingga tidak perlu
diajari.[13]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Menengenai kemunculan Qashas Alquran sebagai disiplin ilmu yang
mandiri, belum dapat ditelusur. Akan tetapi, kemunculannya yang berkaitan
dengan kandungan Alquran dapat dikatakan sejalan dengan diturunkannya Alquran.
2. Kevalidan dari qashas Alquran tidak perlu dipertanyakan lagi karena
telah dijelaskan di dalam Alquran bahwa cerita dalam Alquran merupakan suatu
fakta.
3.
Di
antara hikmah terdapatnya pengulangan kisah dalam Alquran adalah:
a.
Menandaskan
kebalaghahan al-Qur’an dalam bentuk yang paling tinggi. Diantara
keistimewaan-keistimewaan balaghah ialah menerangkan sebuah makna dalam
berbagai macam susunan. Dan di tiap-tiap tempat disebut dengan susunan kalimat
yang berbeda dari yang telah disebutkan. Dengan demikian selalu terasa nikmat
kita mendengar dan membacanya.
b.
Menampakkan
kekuatan i’jaz. Menyebut suatu makna dalam berbagai bentuk susunan
perkataan yang tidak dapat ditantang seorangpun dari sastrawan-sastrawan Arab,
menunjukkan bahwasanya al-Qur’an itu benar-benar dari Allah.
c.
Memberikan
perhatian penuh kepada kisah itu. Mengulang-ulangi kisah adalah salah satu cara
ta’kid dan salah satu dari tanda-tanda besarnya perhatian seperti
keadaannya kisah Musa dan Fir’aun.
d.
Karena
berbeda tujuan yang karenanyalah disebut kisah itu. Di suatu tempat diterangkan
sebagiannya karena itu saja yang diperlukan dan ditempattempat yang lain
disebut lebih sempurna karena yang demikianlah yang dikehendaki keadaan.
B. Saran
Penulis berharap, dengan adanya makalah
ini dapat menambah wawasan pengetahuan penulis dan pembaca. Dan juga semoga karya ini dapat semakin
memotivasi penulis dan pembaca untuk senantiasa menguatkan iman dan ketakwaan,
sehingga dapat terhindar dari penalaran terhadap ayat Alquran yang tidak sesuai.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul
Mustaqim, “Kisah Al-Qur’an: Hakekat, Makna, Dan Nilai-Nilai Pendidikannya”, Jurnal
Ulumuna, XV, No.2, Desember 2011.
Aqidatur R dan Ibn Hajar A., “Kisah-Kisah (Qasas)
dalam Alquran Pespektif I’jaz”, Qaf, Vol. 1, No. 1, 2017.
Jauhar
Hatta Hasan, Urgensi kisah-kisah dalam Alquran, Addin, Vol. 7, No. 2,
Tahun 2013.
Nurul
Hidayati, Kisah-Kisah Dalam Alquran Dan Relevansinya, Ulul Albab, Vol.
16, No 2, Tahun 2014.
Umar
Sidiq, “Urgensi Qashas Al-Qur’an Sebagai Salah Satu Metode Pembelajaran yang
Efektif Bagi Anak”, Jurnal Cendekia, Vol.9, No. 1, Januari-Juni 2011.
Umar
Sidiq, “Urgensi Qashas Al-Qur’an Sebagai Salah Satu Metode Pembelajaran yang
Efektif Bagi Anak”, Jurnal Cendekia, Vol.9, No. 1, Januari-Juni 2011.
[1] Umar Sidiq,
“Urgensi Qashas Al-Qur’an Sebagai Salah Satu Metode Pembelajaran yang Efektif
Bagi Anak”, Jurnal Cendekia, Vol.9, No. 1, Januari-Juni 2011, hal. 114.
[2] Ibid.,
[3] Abdul
Mustaqim, “Kisah Al-Qur’an: Hakekat, Makna, Dan Nilai-Nilai Pendidikannya”, Jurnal
Ulumuna, XV, No.2, Desember 2011, hal. 266.
[5] Aqidatur R dan Ibn Hajar A., “Kisah-Kisah (Qasas) dalam Alquran
Pespektif I’jaz”, Qaf, Vol. 1, No. 1, 2017, hlm. 31
[6] Jauhar Hatta
Hasan, Urgensi kisah-kisah dalam Alquran, Addin, Vol. 7, No. 2, Tahun
2013, hlm. 38
[7] Ibid, hlm. 39
[8] Nurul
Hidayati, Kisah-Kisah Dalam Alquran Dan Relevansinya, Ulul Albab, Vol.
16, No 2, Tahun 2014, hlm. 11
[9] Ibid, hlm. 12
[10] Ibid
[11] Umar Sidiq,
“Urgensi Qashas Al-Qur’an Sebagai Salah Satu Metode Pembelajaran yang Efektif
Bagi Anak”, Jurnal Cendekia, Vol.9, No. 1, Januari-Juni 2011, hal. 119.
[12] Ibid, hal.120.