Thursday, 21 March 2019

Apa saja jual-beli yang dilarang dalam islam ?


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Dalam islam terdapat jual beli, tetapi cara pandang dalam islam dan jual beli yang biasanya tidaklah sama. Karena islam mempunyai aturan dan tata cara masing-masing. Sebagiannya jual beli Salam, Ishtisna’ dan lain ssebagainya.
Jual beli terdapat dalam bahasa Arab yaitu dari fa’il madhi بَيَعَ, sedangakn menurut istilah بِاِذْنٍ شَرْعِيٍ تَمْلِكُ عَيْنٍ مَالِيَّةٍ بِمُعَا وَضَةٍ
 “pemilikan harta benda dengan jalan tukar menukar yang sesuai dengan aturan syara’.”
Selain jual beli yang diperbolehkan dalam islam, disini jual beli juag ada yang tidak diperbolehkan dalam islam. Ada beberapa jual beli terlarang dalam islam diantaranya jual beli dengan cara menimbun atau biasa dikenal dengan Bai’ al-ihtikar.

B.     Rumusan masalah
Apa saja jual-beli yang dilarang dalam islam ?
C.    Tujuan
Untuk mengetahui macam-macam jual beli yang dilarang dalam islam.












BAB II
PEMBAHASAN

A.    JUAL BELI YANG DILARANG
Pada umumnya, jual beli yang diharamkan oleh Allah swt dan Rasul-Nya disebabkan oleh dua hal, yaitu barang yang diperjual belikan termasuk kategori yang diharamkan oleh agama dan karena faktor caranya yang tidak sesuai (dilarang) dengan ajaran agama.
Adapun macam macam jual beli yang dilarang antara lain adalah sebagai berikut:
1.   Bai’ al-Talji’ah
Bai’ al-Talji’ah merupakan suatu bentuk jual beli yang dilakukan oleh seorang penjual yang dalam kondisi terdesak (terpaksa) karena khawatir hartanya diambil oleh orang lain. Atau harta yang masih dalam status sengketa sehingga agar tidak mengalami keruguan, harta tersebut dijual kepada pihak lain. Pilihan untuk menjual barang dilator belakangi oleh tujuan untuk menyelamatkan hartanya atau mendapatkan keuntungan lebih sebelum harta dibagi dengan pemilik lainnya. Jenis jual-beli seperti ini termasuk jenis jual beli yang dilarang dalam Islam, karena dapat menimbulkan ketidakpastian, sengketa di kemudian hari serta dapat menimbulkan kerugian pada salah satu pihak, terutama pihak pembeli.
Adapun contoh bai’ al-talji’ah antara lain;: menjual barang atau tanah yang masih dalam posisi sengketa, atau menjual barang atau rumah untuk mengelak dari proses lelang yang akan dilakukan oleh bank atau pemberi hutang. Menjual barang yang masih dalam sengketa tentu merupakan tindakan yang tidak dibenarkan baik berdasarkan norma, hukum terlebih lagi agama.


2.      Jual Beli dengan Sistem Uang Hangus
Jual-beli ‘Urbun (bai’ al-‘Urbun)  adalah suatu sistem atau bentuk jual beli dimana pembeli membayar sejumlah uang (uang muka) untuk menunjukkan keseriusan dalam melakukan transaksi jual beli. Jika jual beli tersebut dilanjutkan, maka uang muka tersebut akan menjadi bagian dari harga barang yang diperjual belikan, sehingga pembeli hanya menggenapkan atau melengkapi kekurangan dari harga barang. Namun jika transaksi jual beli dibatalkan, maka keseluruhan uang muka menjadi milik calon penjual dan sedikitpun tidak dikembalikan kepada calon pembeli. Dalam istilah yang lebih populer jenis jual beli seperti ini sering disebut dengan  “jual beli dengan sistem uang hangus”.
Dalam salah satu riwayat disebutkan bahwa Rasulullah saw melarang jenis jual beli ini, sebagaimana dijelaskan oleh para sahabat; “Naha Rasulullah saw ‘an bai’ al-‘Urbun” (Rasulullah saw telah melarang jual beli ‘Urbun).
Jenis jual beli ini termasuk yang diharamkan karena penuh dengan kezaliman, rekayasa serta mengambil hak orang lain secara bathil dan dapat merugikan pihak lain. Sebab pada prinsipnya uang muka merupakan hak milik pembeli, sehingga jika terjadi pembatalan transaksi karena faktor-faktor tertentu, maka uang muka harus dikembalikan kepada calon pembeli, karena pembeli tidak mengambil sedikitpun dari barang yang sedang  ditransaksikan. Namun jika pembatalan itu dilakukan secara sepihak tanpa alasan yang dibenarkan dan dapat merugikan pihak calon penjual, maka calon penjual dapat meminta kompensasi yang wajar menurut kesepakatan dan keridhaan kedua belah pihak, sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan dan dikhianati.
Hal ini juga berlaku pada bisnis transportasi yang banyak ditemukan dewasa ini, seperti; seseorang memesan travel beberapa hari sebelumnya untuk tujuan tertentu, namun sehari atau pada saat jadwal pemberangkatan tiba si calon penumpang membatalkan secara sepihak dengan alasan tertentu. Maka pihak pemilik jasa travel merasa dirugikan oleh calon penumpangnya karena bangku yang sudah dipesan tidak dapat diberikan (dijual)  kepada pemesan lainnya karena sudah terlanjur dipesan oleh calon penumpang pertama. Konsekwensinya adalah terjadi kekosongan yang mengakibatkan kerugian bagi pemilik jasa travel tersebut. Terhadap kasus seperti ini, pemilik travel dapat mengambil sebagian dari uang muka (seperti; 25% atau 50%) sebagai kompensasi terhadap kerugian yang dideritanya. Atau pihak pemilik jasa travel dapat membuat regulasi (peraturan) yang ditempelkan atau dipublikasikan sehingga diketahui oleh para calon penumpang, bahwa jika terjadi pembatalan pada hari pemberangkatan maka akan dipotong sebesar  25% atau lebih dari uang muka atau dari tarif yang telah ditentukan[1].
3.      Bai’ Ihtikar
Jual beli Ihtikar adalah salah satu jenis jual beli yang dilarang dalam Islam, yaitu suatu jenis jual beli dengan sistem penimbunan. Dimana seorang penjual (pedagang) sengaja memborong barang yang dibutuhkan oleh masyarakat dalam jumlah yang sangat banyak lalu menimbunnya, sehingga menyebabkan kelangkaan barang di pasaran, yang pada akhirnya mengakibatkan harga barang melambung tinggi sehingga mengakibatkan kesulitan bagi masyarakat dan lemahnya daya beli mereka.
Motif utama dari pelaku jual beli ini adalah untuk mendapatkan keuntungan yang berlipat ganda, karena biasanya mereka akan menjual barang timbunannya setelah harga melonjak naik di pasaran. Oleh sebab itu Rasulullah saw melarang jenis jual beli ini dan dikategorikan sebagai bentuk kesalahan dan kezhaliman kepada orang lain. Rasulullah saw bersabda, sebagaimana diriwayatkan dari Ma’mar;
عَنْ يَحْيَ وَهُوَ ابْنُ سَعِيْدٍ قَالَ: كَانَ سَعِيْدُ ابْنُ الْمُسَيَّبِ يُحَدِّثُ أَنَّ مَعْمَرًا قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنِ احْتَكَرَ فَهُوَ خَاطِئ
 “Dari Yahya  beliau adalah ibn Sa’id, ia berkata: Bahwa Sa’id ibn Musayyab memberitakan bahwa Ma’mar berkata: Rasulullah saw bersabda: Barang siapa yang menimbun barang, maka ia telah melakukan kesalahan (berdosa) …”(HR. Muslim, Ahmad dan Abu Dawu)
Dalam prakteknya, jenis jual beli ini sering kali terjadi di tengah masyarakat baik yang menyangkut kebutuhan pokok masyarakat (sembako) maupun kebutuhan-kebutuhan lainnya, terutama dalam momen-momen tertentu seperti lebaran atau pergantian tahun, atau bahkan ketika berhembusnya wacana kenaikan harga barang oleh pemerintah. Sehingga tidak jarang karena kezhaliman ini, masyarakat kesulitan untuk mendapatkan minyak goreng, bumbu-bumbu dapur, bensin, solar, hingga air mineral.
4.      Jual Beli Benda Najis
Pada dasarnya, yang dimaksud dengan benda-benda najis di sini adalah makanan, minuman atau hewan yang dianggap najis dan dilarang untuk dikonsumsi seperti babi, anjing, minuman keras, bangkai dan lain sebagainya. Benda-benda ini tidak hanya dilarang untuk dikonsumsi secara langsung, namun juga dilarang untuk diperjual belikan. Bahkan orang yang memakan hasil penjualannya sama dengan mengkonsumsi barang itu sendiri.
Dalam hadis nabi saw, banyak menjelaskan tentang larangan mengkonsumsi dan memperjual belikan benda-benda najis ini, antara lain:
عَنْ جَابِرِ ابْنِ عَبْدِ اللهِ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ عَامَ الْفَتْحِ وَهُوَ بِمَكَّةَ إِنَّ اللهَ وَرَسُوْلَهُ حَرَّمَ بَيْعَ الْخَمْرِ وَالْمَيْتَةِ وَالْخِنْزِيْرِ وَالأَصْنَامِ فَقِيْلَ يَارَسُوْلَ اللهِ أَرَأَيْتَ شُحُوْمُ الْمَيْتَةِ فَإِنَّهُ يُطْلَى بِهَا السُّفُنُ وَيُدْهَنُ بِهَا الْجُلُوْدُ وَيَسْتَصْبِحُ بِهَا النَّاسُ. فَقَالَ لاَ هُوَ حَرَامٌ ثُمَّ قَالَ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِنْدَ ذَالِكَ قَاتَلَ اللهُ الْيَهُوْدَ إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ لَمَّا حَرَّمَ عَلَيْهِمْ شُحُوْمُهَا أَجْمَلُوْهُ ثُمَّ (بَاعُوْهُ فَأَكَلُوْا ثَمُنَهُ. (رواه الجماعة
Dari jabir Ibn Abdullah r.a. ia mendengar Rasulullah saw bersabda pada waktu tahun kmenangan, ketika itu beliau di Makkah: Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya mengharamkan jual beli khamar, bangkai, babi dan berhala. Kemudian ditanyakan kepada beliau: Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat anda tentang lemak bangkai, karena ia dapat digunakan untuk mengecat perahu, meminyaki kulit, dan dapat digunakan oleh orang-orang untuk penerangan. Beliau bersabda: Tidak, ia adalah haram. Kemudian beliau bersabda: Allah melaknat orabr-orang Yahudi. Sesungguhnya Allah tatkala mengharamkan lemaknya, mereka mencairkan lemak itu, kemudian menjualnya dan makan hasil penjualannya”. (HR. al-Jama’a)
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِيَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: لَعَنَ اللهُ الْيَهُوْدَ حُرِّمَتْ عَلَيْهِمُ الشُّحُوْمُ فَبَاعُوْهَا وَ أَكَلُوْ أَثْمَانِهَا وَإِنَّ اللهَ إِذَا حَرَّمَ عَلَى قَوْمٍ أَكْلَ شَيْئٍ حَرَّمَ عَلَيْهِمْ (ثَمَنَهُ(رواه أحمد و أبو داود
“Dari Ibnu Abbas Nabi saw bersabda: Allah melkanat orang-orang Yahudi, karean telah diharamkan kepada mereka lemak-lemak (bangkai) namun mereka menjualnya dan memakan hasil penjualannya. Sesungguhnya Allah jika mengharamkan kepada suatu kaum memakan sesuatu, maka haram pula hasil penjualannya”. (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Bahkan dalam hadis lain, Rasulullah saw menjelaskan tentang akibat dari mengkonsumsi barang najis seperti khamar dan lainnya, antara lain dalam hadisnya:
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ الْغَافِقِيِّ وَأَبِي طُعْمَةَ مَوْلَاهُمْ أَنَّهُمَا سَمِعَا ابْنَ عُمَرَ يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لُعِنَتْ الْخَمْرُ عَلَى عَشْرَةِ أَوْجُهٍ بِعَيْنِهَا وَعَاصِرِهَا وَمُعْتَصِرِهَا وَبَائِعِهَا وَمُبْتَاعِهَا وَحَامِلِهَا وَالْمَحْمُولَةِ إِلَيْهِ وَآكِلِ ثَمَنِهَا وَشَارِبِهَا وَسَاقِيهَ(رواه أحمد و ابن ماجة(
     
Dari Abdurrahman bin Abdullah Al Ghafiqi dan Abu Thu’mah mantan budak mereka, keduanya mendengar Ibnu Umar berkata, “Rasulullah saw bersabda: ” dilaknat (akibat) khamar sepuluh pihak; dzatnya, yang memerasnya, yang minta diperaskan, penjualnya, yang minta dibelikan, yang membawanya, yang minta dibawakannya, yang memakan hasil penjualannya, peminumnya dan yang menuangkannya (pelayannya), “ (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)[2]

5.      Jual Beli dengan Penipuan
Jenis jual beli ini telah umumm dikenal di tengah masyarakat sebagai salah satu bentuk jual beli yang dilarang dan tidak disukai oleh masyarakat, baik dengan cara-cara tradisional hingga cara-cara penipuan yang moderen. Sehingga dalam pembahasan ini penulis hanya mengemukakan salah satu dalil yang melarang disertai beberapa contoh jenis jual-beli dengan penipuan yang banyak dijumpai di tengah-tengah masyarakat. Adapun salah satu dalil yang melarangnya adalah sebagaimana hadis yang diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah ra:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ عَلَى صُبْرَةِ طَعَامٍ فَأَدْخَلَ يَدَهُ فِيْهَا فَنَالَتْ أَصَابِعُهُ بَلَلاً فَقَالَ مَاهَذَا يَا صَاحِبَ الطَّعَامِ قَالَ أَصَابَتْهُ السَّمَاءُ يَارَسُوْلَ اللهِ قَالَ أَفَلاَ جَعَلْتَهُ فَوْقَ الطَّعَامِ كَيْ يَرَاهُ النَّاسُ مَنْ غَشَّ فَلَيْسَ مِنِّى. (رواه مسلم)
Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah saw lewat pada setumpuk makanan, kemudian beliau memasukkan tangannya ke dalam tumpukan makanan tersebut, maka jari-jari beliau terkena makanan yang basah. Beliau bertanya; Apa ini wahai pemilik (penjual) makanan ? Ia menjawab: Terkena hujan, wahai Rasulullah. Beliau bersabda: Mengapa kamu tidak menaruh yang basah ini di atas agar dapat dilihat orang ? Barangsiapa yang menipu, maka ia bukan golonganku”. (HR. Muslim)
Sedangkan contoh-contoh jenis jual-beli dengan penipuan yang banyak beredar di tengah-tengah masyarakat antara lain; menjual sembako (contoh: beras) dengan takaran atau neraca yang direkayasa (dilas atau dipasang magnet) sehingga berat barang tidak sesuai dengan realitanya, menjual buah yang sesungguhnya sudah tidak layak namun diberikan zat pewarna sehingga terkesan masih segar, menjual daging sapi namun dicampur dengan daging babi dan sejenisnya, menjual ayam yang sudah menjadi bangkai (ayam tiren) lalu direkayasa seolah ayam yang baru disembelih, barang kemasan yyang sudah kadaluarsa atau terbuat dari bahan-bahan haram lalu disembunyikan masa kadaluarsanya atau ditempelkan llabel halal, dan lain sebagainya.
Cara cerdas agar seseorang tidak menjadi korban penipuan dalam transaksi jual beli adalah; hendaknya para calon pembeli berhati-hati dan waspada dengan berbagai modus yang banyak dilakukan oleh para penipu yang hanya mementingkan keuntungan pinansial tanpa memikirkan dampak dan kerugian bagi para pembeli, tidak terlalu konsumtif dan harus jeli melihat barang yang akan dibelinya baik yang terkait dengan bahan dasarnya, rupanya hingga labelnya.
6.      Bai’ al-wafa’
Bai al-wafa’ adalah suatu jenis jual beli barang yang disyaratkan, dimana seorang menjual barangnya kepada pihak lain dengan syarat barang tersebut harus dijual pada dirinya (penjual) dengan harga tertentu dan pada saat tertentu sesuai dengan perjanjian. Atau menjual barang dalam batas waktu tertentu, jika waktu itu tiba maka seorang pembeli harus menjual kembali barangnya kepada penjual pertama itu. Misalnya penjual mengatakan kepada calon pembeli, barang ini saya jual dengan harga satu juta rupiah, dengan syarat tiga bulan yang akan datang kamu harus menjual barang tersebut kepada saya dengan harga tertentu.
Jenis jual beli ini termasuk jenis jual beli yang terlarang, karena termasuk rekayasa dan memberikan ketidakpastian, atau kepemilikan yang tidak utuh terhadap barang yang dibeli oleh seseorang. Padahal dalam syariat Islam, jual beli merupakan salah satu cara terjadinya perubahan kepemilikan (al-Taghayyur al-Milkiyah) dari seseorang kepada orang lain. Dengan terjadinya perubahan kepemilikan tersebut, maka seorang pembeli berhak memiliki barang yang dimilikinya tanpa terikat dengan waktu tertentu. Ia berhak untuk mengggunakannya dalam waktu yang dia inginkan serta berhak menghibahkan atau menjual barang (harta) nya kepada siapapun secara leluasa.
7.      Jual Beli ‘Inah
Selain dari kelima jenis jual beli di atas, masih terdapat lagi beberapa jenis jual beli yang dilarang oleh agama (Islam) karena memiliki unsur riba, yaitu jual beli ‘Inah, yaitu; suatu jenis jual beli dimana seseorang menjual barang kepada orang lain (pembeli) secara tidak tunai, kemudian ia membelinya lagi dari pembeli tersebut secara tunai dengan harga yang lebih murah.
Tujuan dari transaksi ini adalah untuk mengakal-akali memperdaya pihak lain agar mendapatkan keuntungan dari transaksi utang piutang yang dikemas dengan akad atau transaksi jual beli.
Contoh jual beli ‘Inah: “Seorang Pemilik tanah ingin dipinjami uang oleh seseorang (pihak lain atau calon pembeli). Karena pada saat transaksi pihak yang ditawarkan belum memiliki uang tunai, maka pemilik tanah mengatakan kepadanya; Saya jual tanah ini kepadamu secara kredit seharga 200 juta rupiah dengan tenggang waktu pelunasan sampai dua tahun ke depan.  Namun beberapa waktu kemudian, pemilik tanah mengatakan kepada pihak pembeli, sekarang saya membeli tanah itu lagi dengan harga 170 juta secara tunai.
Sebenarnya di sini, pemilik tanah telah melakukan tipu muslihat, karena ia sesungguhnya ingin meminjamkan uang 170 juta dengan pengembalian lebih menjadi 200 juta. Tanah hanya sebagai perantara. Namun keuntungan dari utang di atas, itulah yang ingin dicari. Inilah yang disebut transaksi ‘inah. Ini termasuk di antara trik riba. Karena dalam hadis Nabi saw disebutkan:  “setiap piutang yang mendatangkan keuntungan, itu adalah riba.”
Sedangkan hadis yang melarang jenis jual beli ‘Inah ini terdapat dalam hadis riwayat Abu dawwud sebagai berikut:
عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِينَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمْ الْجِهَادَ سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ ذُلًّا لَا يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوا إِلَى دِينِكُمْ قَالَ أَبُو دَاوُد الْإِخْبَارُ لِجَعْفَرٍ وَهَذَا لَفْظُهُ
(رواه أبو داود)
Dari Ibnu Umar ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah saw bersabda: “Jika kalian berjual beli secara cara ‘inah, mengikuti ekor sapi, ridha dengan bercocok tanam dan meninggalkan jihad, maka Allah akan menguasakan kehinaan atas kalian. Allah tidak akan mencabutnya dari kalian hingga kalian kembali kepada agama kalian.” Abu Daud berkata, “Ini adalah riwayat Ja’far, dan hadits ini adalah lafadznya.” (HR. Abu Daud)[3]


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Jual beli dalam islam ada  yang diperbolehkan juga ada yang tidak diperbolehkan (dilarang). Jual beli tersebut dapat berupa barang pokok yang biasa dijual dipasaran. Kedududkan keduanya mempunyai hukum masing-masing dalam islam.
Menurut istilah jual beli adalah menukar barang dengan barang atau barang dengan uang dengan jalan melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang lain atas adasar saling merelakan.
B.     Saran
Apabila dalam penulisan makalah ini terdapat banyak kesalahan atau kekeliruan kami dari kelompok III, mengharap kepada pembaca khususnya dosen pengampu mata kuliah hadits ekonomi agar bagaimana untuk memberikan kritik dan saran terhadan penulisan makalah ini.















DAFTAR PUSTAKA

Suhendi Hendi, Fiqih Muamalah  (Jakarta : Rajawali Pers, 2016).

Asy- Syarbasi Ahmad  , Al- Mu’jam Al- Iqtishad AL- Islami (Bairut: Dar Alamil Qutub, 1987).

Masduki Nana, Fiqih Muamalatul Madiyah (Bandung : Iain Sunan Gunung Jati, 1987).



[1] Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah  (Jakarta : Rajawali Pers, 2016). Hlm. 75
[2] Ahmad  Asy- Syarbasi, Al- Mu’jam Al- Iqtishad AL- Islami (Bairut: Dar Alamil Qutub, 1987). Hlm. 71

[3] Nana Masduki, Fiqih Muamalatul Madiyah (Bandung : Iain Sunan Gunung Jati, 1987). Hlm. 76