CABANG LINGUISTIK TEORITS
1
Fonetik
A.
Definisi
Secara etimologi, fonetik (bahasa
Indonesia) diserap dari bahasa Inggris yaitu phonetics yang berarti ‘bidang
linguisik yang membahas tentang pengucapan (penghasilan) bunyi suara.’ Atau
singkatnya disebut “Sistem bunyi suatu bahasa.”78 Dalam literatur-literatur
berbahasa Arab fonetik disebut dengan “ﻓﻮﻧيﺘﻚ”
sebagai hasil serapan dari bahasa Inggris. Juga dalam banyak hal kata fonetik
diterjemahkan dengan “ ﻋﻠﻢ ﺍﻷﺻﻮﺍﺕ ”.
Kridalaksana misalnya, mendefinisikan
fonetik sebagai “Ilmu yang menyelidiki, penghasilan, penyampaian, dan
penerimaan bunyi bahasa.”79 Samsuri menyebutkan, fonetik adalah “Suatu studi
tentang bunyi-bunyi ujar. Hal yang sama, Verhaar m engungkapkan definisi fonetik
dengan “Sebuah ilmu yang melakukan penyelidikan bunyi-bunyi bahasa, tanpa
memperhatikan fungsinya untuk membedakan makna
B.
Macam-Macam
Para pakar linguis –seperti Verhaar-
membagi fonetik kepada tiga macam: Fonetik akuistik ( ﻋﻠﻢ ﺍﻷﺻﻮﺍﺕ ﺍﻷكﻮﺳتﻴكﻲ ), yaitu menyelidiki bunyi bahasa menurut aspek-aspek fisiknya
sebagai getaran suara. Atau dengan kata lain, ilmu yang mempelajari gelombang
suara dan bagaimana mereka didengarkan oleh telinga manusia. Fonetik auditoris,
yaitu menyelidiki cara penerimaan bunyi-bunyi bahasa oleh telinga sebagai persepsi
bahasa. Atau dengan kata lain, suatu ilmu yang mempelajari persepsi bunyi dan
terutama bagaimana otak mengolah data yang masuk sebagai suara. Fonetik
organis, yaitu menyeliki bagaimana bunyi-bunyi bahasa dihasilkan oleh alat-alat
bicara ( /ﺟهﺎﺯ ﺍﻟﻨﻄﻖ organs of speech).86
Atau dengan kata lain, ilmu yang mempelajari posisi dan gerakan bibir, lidah
dan organ-organ manusia lainnya yang memproduksi suara atau bunyi bahasa.
C.
Proses
Memperhatikan
makna fonetik di atas dapat diketahui bahwa bunyi yang menjadi kajiannya adalah
bunyi bahasa yang dihasilakan melalui alat-alat bicara. Sementara bunyi gendang
misalnya, tidak menjadi kajian ilmu ini,
karena ia tidak dihasilakan melalui organs of speech. Kridalaksana menyebutkan
bunyi bahasa adalah “Satuan bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap dan diamati
dalam ponetik sebagai fon atau dalam fonologi sebagai fonem.”87 Pertanyaannya
kemudian, bagaimana bunyi bahasa itu bisa dihasilkan?. Bunyi bahasa bisa
dihasilkan melalui kerja sama antara udara dari paru-paru dan alat-alat bicara
yang disebut dengan artikulator. Marsono menyebutkan: “Udara paru-paru adalah
sumber energi utama dalam terjadinya bunyi bahasa. Pada saat bernafas, udara
yang dihembuskan itu kemudian mendapat hambatan di berbagai tempat alat bicara
dengan berbagai cara, sehingga terjadilah bunyi bahasa. Tempat atau alat bicara
yang dilewatinya antara lain: batang tenggorokan, pangkal tenggorokan,
kerongkongan, rongga mulut, rongga hidung, atau rongga hidung bersamaan dengan
alat yang lain. Pada waktu udara mengalir ke luar, pita suara dalam keadaan
terbuka.88 Dengan demikian, faktor utama
dan pertama terjadinya bunyi bahasa adalah keluarnya udara dari paru-paru.
Sementara faktor kedua adalah pita suara dan yang ketiga berfungsinya alat-alat
bicara dalam menahan udara yang keluar. Untuk melihat fungsi-fungsi organ-organ
bicara dalam menghasilkan bunyi-bunyi suara, berikut ini akan digambarkan organ
of speech tersebut sebagai berikut:
D.
Vokal
& Konsonan
Berdasarkan
ada tidaknya rintangan terhadap arus udara dalam saluran udara, bunyi bahasa
dapat dibedakan menjadi dua kelompok: vokal dan konsonan:
1)
Vokal Vokal adalah “Bunyi yang dihasilkan
dengan getaran pita suara, dan tanpa penyempitan dalam saluran suara di atas
glotis.”91 Atau dengan kata lain, bunyi bahasa yang arus udaranya tidak
mengalami rintangan dan kualitasnya ditentukan oleh tiga faktor:
tinggi-rendahnya posisi lidah, bagian lidah yang dinaikkan, dan bentuk bibir
pada pembentukan vokal tersebut.
2)
Konsonan
adalah “Bunyi bahasa yang dihasilkan
dengan menghambat aliran udara pada salah satu tempat di saluran suara di atas
glotis.”93 Dalam ungkapan lain dapat disebut sebagai bunyi bahasa yang terjadi
karena udara yang keluar dari paru-paru mendapat hambatan/ rintangan.
2
Fonologi
A.
Definisi
Kata fonologi (bahasa Indonesia) diserap dari bahasa Inggris, yaitu
“phonology” yang artinya sama dengan arti yang terdapat dalam bahasa Indonesia,
yaitu “Bidang ilmu linguistik yang menyelidiki bunyi-bunyi bahasa menurut fungsinya.”102
Pada awal pertumbuhan linguistik istilah bidang linguistik ini disebut dengen
fenomik, sementara dewasa ini lebih sering diistilahkan dengan fonologi.
Fonologi di bagi menjadi dua, yaitu 1) fonem adalah kesatuan bunyi yang
terkecil dalam sistem bunyi-bunyi bahasa yang dapat berfungsi dalam membedakan
makna. 2) Fon adalah bunyi-bunyi bahasa yang tidak mempersoalkan berfungsi
dalam membedakan makna atau tidak.
B.
Identifikasi
Identifikasi fonem adalah upaya atau
proses untuk mengetahui sebuah bunyi termasuk fonem atau tidak. Proses
dilakukan dengan mencari sebuah satuan bahasa (sebuah kata) yang mengandung
bunyi, lalu membandingkannya dengan satuan bahasa yang lain yang mirip dengan
satuan bahasa yang pertama. Kalau keduanya ternyata berbeda makna, maka dapat
ditentukan bunyi itu adalah fonem. Dalam bahasa Indonesia misalnya, kata larang
dibandingkan dengan kata lalang. Keduanya memilki kemiripan bunyi bahkan jumlah
bunyin ya sama (6 bunyi). Perbedaan antara kedua hanya antara bunyi /r/ pada
kata pertama dan bunyi /l/ pada kata kedua. Perbedaan kedua bunyi ternyata
dapat membedakan arti. Oleh karena itu, dalam bahasa Indonesia, /r/ dan / l /
adalah fonem, karena berfungsi dalam membedakan makna. Perlu diperhatikan,
bahwa identifikasi sebuah fonem hanya berlaku dalam satu bahasa tertentu saja.
Seperti dalam bahasa Mandarin (China) ada fonem /t/ dan fonem /th/ karena ada
pasangan minimalnya, yaitu kata /tin/ yang artinya ‘paku’ dan kata /thin) yang
berarti ‘mendengar’.110 Dalam bahasa Arab ada fonem /ﺕ/ dan /ﻁ/, pasangan minimalnya
seperti kata /ﻓﺎﺗﺮ/ yang berarti ‘yang
hangat-hangat kuku’ dan kata / ﻓﺎﻃﺮ/ yang berati ‘yang menciptakan’.
C.
Klasifikasi
Dalam proses penentuan apakah sebuah
bunyi termasuk fonem atau tidak, terlebih dahulu dilakukan klasifikasi fonem.
Hal ini perlu agar mendapatkan hasil yang lebih akurat, karena setiap bunyi
yang akan diidentifikasi hendaknya yang sejenis.
Dalam kajian fonologi, fonem dapat
diklasifikasikan kepada dua: pertama, fonem segmental, dan kedua, fonem supra
segmental. Menurut Kridalaksana, yang dimaksud dengan fonem segmental adalah
fokal dan konsonan dalam fonologi. Yang dimaksud dengan supra segemental adalah
jalinan atau susunan bunyi yang dapat membedakan arti suatu kata dengan kata
yang lain.112 Sementara yang dimaksud dengan segmen adalah satuan bahasa yang
diabstraksikan dari suatu kontinium wicara atau teks, misalnya fon atau fonem
sebagai satuan bunyi, morf atau morfem sebagai satuan gramatikal
3
Morfologi
A.
Definisi
Secara
etimologi, kata morfologi (bahasa Indonesia) diserap dari bahasa Inggeris
“morphology.”115 Kata ini juga diserap oleh bahasa Arab, menjadi “ ﻣﻮﺭﻓﻮﻟﻮي ” yang berarti ‘ilmu bentuk kata.’ Namun demikian, istilah yang
paling paling populer tentang morfologi dalam bahasa Arab adalah /ﺍﻟﻨﻈﺎﻡ ﺍﻟﺼﺮي al-Nizâmu al-Sarfiy/atau
/ﻋﻠﻢ ﺍﻹﺷﺘﻘﺎﻕ ’ilmu al-Isytiqâq/116
yaitu perubahan bentuk kata menjadi bermacam-macam bentuk untuk mendapatkan
makna yang berbeda-beda. Tanpa perubahan dimaksud, makna yang berbeda itu tidak
akan muncul.
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan, morfologi berarti “Cabang linguistik
tentang morfem dan kombinasi-kombinasinya atau bagian dari struktur bahasa yang
mencakup kata dan bagian-bagian kata.” Pengertian yang sama dikemukakan
Kridalaksana, yaitu “Bidang linguistik yang mempelajari morfem dan
kombinasi-kombinasinya. Atau dengan kata lain bagian dari struktur bahasa yang
mencakup kata dan bagian-bagiannya.”
Verhaar
menyebutkan, morfologi berarti: “Bidang linguistik yang mempelajari susunan
bagian-bagian kata secara gramatikal.”119 Ramlan menyebutkan, morfologi ialah
“Bagian dari ilmu bahasa yang mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi
perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun semantik.
B.
Fungsi
Morfem dalam BA
Terdapat dua fungsi morfem dalam
bahasa Arab :
1)
Fungsi
morfologis, yaitu makna – makna yang dapat diambil dari shigah morfem. Hal ini
dapat dibagi dua:
a.
Isim,
yaitu morfem yang tidak memiliki kala/masa. Seperti kata ﻋﺎﻟﻢ، ﻣﺪﺭﺱ، ﻃﺎﻟﺐ،
ﺃﺳﺘﺎﺫ dll.
b.
Fi’il,
yaitu morfem yang memiliki kala/masa. Seperti kata يعلم، ﻳﺪﺭﺱ، ﻳﻄﻠﺐ، يستأذن dll.
c.
Huruf/adwat,
yaitu satuan morfem yang tidak bisa dipahami maknanya kecuali masuk dalam tarkib/kalimat,
diantaranya :
·
Adwât
Jar, contoh : ﻣﻦ، ﺇى، ﻋﻦ، ﻋى، ي، ﺭﺏ، ﺑـ، ﻙ، ﻝ 2)
·
Adwât
‘Athof, contoh : ،ﻭ، ﻑ،
ﺛﻢ، ﺃﻭ، ﺃﻡ، ﺇﻡ، ﺑﻞ 3)
·
Adwât
Qasam, contoh : ﻭ، ﺏ، ﺕ 4)
·
Adwât
Istifham, contoh : ﻣ، ﻛﻴﻒ، ﻣﺎﺫﺍ، ﺃﻳﻦ 5)
·
Adwât
Istisna’, contoh : ﺇﻻ، ﻏﺮ، ﺳﻮﻯ 2.
2)
Fungsi
sintaksis
C.
Klasifikasi Kata
Sampai saat ini, menentukan
klasifikasi kata menjadi perdebatan yang belum tertuntuskan oleh para linguis.
Menurut Chaer, paling tidak ada dua faktor yang menyebabkan persoalan itu tidak
tertuntaskan. Pertama, setiap bahasa mempunyai cirinya masing-masing. Kedua,
karena keriteria yang digunakan juga bermacam-macam.
Terlepas dari perbedaan pendapat
tersebut, para linguis Arab sepakat membuat klasifikasi kata bahasa Arab kepada
tiga, yaitu; (1). ﺇﺳﻢ (isim); (2). (ﻓﻌﻞ fi’il) dan (3). (ﺣﺮﻑ hurf).
Berdasarkan pengertian morfologi di
atas, bahwa yang menjadi obyek pembahasan mofologi bahasa Arab adalah kata yang
bisa dibentuk atau dirubah. Sementara itu, di antara macam-macam isim ﺃﻧﻮﺍﻉ ﺍﻷﺳﻤﺎﺀ ada yang berbentuk ﺍﻷﺳﻤﺎﺀ المبنية
isim-isim tidak bisa berubah), demikian halnya
pada fi’il, ada yang berkategori افعال الجامدة fi’il-fi’il
yang tidak berubah), hahkan hurf tidak
mengalami perubahan bentuk. Maka yang menjadi ruang lingkup pembahasan
morfologi bahasa Arab adalah (1) ﺍﻷﺳﻤاﺀ المتمكن (Isim-isim yang
dapat di i’rab) dan (2) ﺍﻷﻓﻌﺎﻝ المتصرف (fi’il-fi’il yang dapat di tashrif)
D.
Morfologi
BA
Sebelum
menjelaskan morfologi bahasa Arab (ﺍﻹﺷﺘﻘﺎﻕ), terlebih dahulu dijelaskan apa yang dimaksud dengan “ﺍﻹﺷﺘﻘﺎﻕ” itu
sendiri.
Secara
etimologi, kata ﺍﻹﺷﺘﻘﺎﻕ ialah bentuk infinitive
(mashadar) dari kata ﺇﺷﺘﻖ -يﺸﺘﻖ yang berarti
‘memperoleh, mengasal atau mengambil.’144 Ma’lûf mencontohkan kata ﺇﺷﺘﻖ yaitu: ﺃﺷﺘﻖ ﺍﻟكﻠﻤﺔ ﻣﻦ
ﺍﻟكﻠﻤﺔ 145 ‘mengasal kata dari kata
yang lain.’ Dengan demikian, ilmu isytiqaq berarti ‘ilmu asalusul kata.’
Secara
terminologi, ditemukan sejumlah definisi dari para ahli. Di antaranya: menurut
Ya’qûb, ﺍﻹﺷﺘﻘﺎﻕ adalah:أخذ كلمة من أخرى بتغيير ما، مع التناسب في المعنى
“Membentuk kata dari kata yang lain dengan berbagai perubahan,
namun tetap memiliki hubungan makna.”
Menurut
Syâhîn:
. ﺃﺧﺬ ﺻﻴﻐﺔ ﻣﻦ ﺃﺧﺮﻯ ﻣﻊ ﺍانفاقهما ﻣﺎﺩﺓ ﺃﺻﻠﻴﺔ ﻭﻣﻌني
“Membuat
bentuk kata dari kata yang lain dan terjadi perubahan pada bentuk dan makn.”
Kedua
definisi di atas, menjelaskan sebuah proses pembentukan kata yang dapat
melahirkan beberapa kata. Antara beberapa kata yang dihasilkan melalui proses
pembentukan tersebut tetap memiliki makna yang mirip dengan makna kata
dasarnya. Sebagai contoh, dari akar kata ﺏ daraba/ bisa
di bentuk kata-kata berikut: /ﺿﺎﺭﺏ
dârib-un/ ‘pemukul’, /ﻣﻀﺮﻭﺏ
madrûb-un/ ‘yang dipukul’, /ﻣﻀﺮﺏ
midrab-un/ ‘alat pemukul’, /ﺇﺿﺮﺏ
idrib/ ‘pukullah’, /ﻻﺗﻀﺮﺏ lâ
tadrib/ ‘jangan pukul’ dll. Walaupun bentuknya berbeda, namun antara satu kata
dengan kata yang lain memiliki hubungan makna, yaitu ‘pukul.’
4
Sintaksis
A.
Definisi
Secara etimologis, kata sintaksis
berasal dari bahasa Yunani, terdiri dari dua suku kata: “san” dan “tattein”.
San artinya ‘dengan’, tattein artinya ‘menempatkan.’ Kata ini kemudian diserap
oleh bahasa Inggris menjadi “syntax”151 dengan arti ‘ilmu kalimat’. Dalam
bahasa Indonesia disebut “sintaksis” yang juga diduga kuat diserap dari bahasa
Inggris, dengan arti ‘cabang linguistik yang mempelajari susunan kalimat dan
bagian-bagiannya’152 Atau singkatnya disebut ‘ilmu tata kalimat’
Secara terminologis, Kridalaksana
menjelaskan definisi sintaksis sebagai “Pengaturan dan hubungan antara kata
dengan kata, atau dengan satuan-satuan yang lebih besar dari itu dalam bahasa.”
Ia menambahkan, bahwa “Satuan terkecil dalam bagian ini (sintaksis) adalah
kata”.
Definisi yang hampir sama juga dikemukakan oleh
Verhaar. Menurutnya, sintaksis adalah: “Menempatkan bersama-sama kata-kata
menjadi kelompok kata atau kalimat dalam kelompok-kelompok kata menjadi
kalimat.”154 Dalam bahasa Arab, pengaturan antar kata dalam kalimat, atau antar
kalimat (ﺍلجﻤﻠﺔ) dalam klausa atau
wacana merupakan kajian . ﻋﻠﻢ ﺍﻟﻨﺤﻮ Bahkan hubungan itu
tidak hanya menimbulkan makna gramatikal, tetapi juga memengaruhi baris (ﺷكﻞ) akhir masing-masing kata yang kemudian disebut dengan ﺇﻋﺮﺍﺏ. Namun demikian, perlu diingat, bahwa ilmu nahwu lebih luas
dari i’râb, dan i’râb hanya bagian dari pembahasan ilmu.
B.
Tataran
& Hubungan Sintaksis BA
C.
Sintaksis
BA
Seperti
telah disinggung sebelumnya, bahwa pengaturan antara kata dalam kalimat, atau
antar kalimat dalam klausa atau wacana merupakan kajian “ ﻋﻠﻢ ﺍﻟﻨﺤﻮ ”. Bahkan hubungan itu tidak hanya menimbulkan struktur dan
makna gramatikal saja, tetapi juga mempengaruhi baris (ﺷكﻞ) akhir masing-masing kata yang kemudian dikenal dengan “ﺇﻋﺮﺍﺏ”.
Sebagaimana
disebutkan sebelumnya bahwa fungsi sintaksis disebut juga dengan jabatan atau
fungsi kata dalam kalimat. Dalam bahasa Arab, jabatan atau fungsi kata itu
diklasifikasikan sesuai dengan jenis ﺇﻋﺮﺍﺏ–
nya. Adapun fungsi-fungsi sintaksis dalam bahasa Arab sesuai dengan jenis ﺇﻋﺮﺍﺏ –nya terbagi kepada tiga;
1
Marfu’ Secara singkat dapat dikatakan, bahwa
yang dimaksud dengan marfu’at adalah fungsi-fungsi sintaksis dalam bahasa
Arab dimana baris (syakal) akhir setiap fungsi-fungsi tersebut ber- ﺇﻋﺮﺍﺏ rafa’. Di antara fungsi-fungsi dimaksud adalah sebagai berikut:
·
اسم كان
·
خبر إن
·
المبتذأ
·
الخبر
·
الفاعل
·
نائب الفاعل
2
Yang
dimaksud
dengan mansubat adalah fungsi-fungsi sintaksis dalam bahasa Arab dimana baris
(syakal) akhir setiap fungsi-fungsi tersebut ber- ﺇﻋﺮﺍﺏnashab. Fungsi-fungsi dimaksud adalah sebagai berikut:
·
جبر كان
·
اسم إن
·
المفعول به
·
المفعول المطلاق
·
المفعول من لأجله
·
المفعول معه
·
الحال
·
التمييز
·
الإستثناء
3
Yang
dimaksud dengan mu’rabat adalah fungsi-fungsi sintaksis dalam bahasa Arab dimana baris
(syakal) akhir setiap fungsi-fungsi tersebut ber ﺇﻋﺮﺍﺏjar. Jenis-jenis fungsi dimaksud adalah sebagai berikut:
·
المجرور بحرف الجر
·
المجرور بالإضافة
5.
Semantik
A.
Definisi
Secara etimologi, “semantik” (bahasa
Indonesia) di serap dari bahasa Inggris, yaitu “semantics” yang berarti studi
tentang makna (meaning: Inggris). Dalam beberapa literatur berbahasa Arab
disiplin ilmu ini dis ebut dengan berbagai istilah, yaitu: “ ﻋﻠﻢ ﺍﻟﺪﻻﻟﺔ ,” dan “ ﻋﻠﻢ ﺍﳌﻌ ” bahkan dis ebut “ﺳﻴﻤﺎﻧﺘﻚ”;
sebagai kata pungutan dari bahasa Inggris (semantics) atau Prancis
(semantique). Isitilah semantik pertama sekali muncul pada tahun 1883 M. oleh
ilmuan Prancis yang bernama Breal, melaui artikelnya yang diberi judul: “Le
Lois Intellectuelles du Language”.
Dalam pengertian terminologi,
semantik adalah “Sebuah system dan penyelidikan makna dan arti dalam suatu bahasa
atau bahasa pada umumnya.” Verhaar mengatakan, semantik adalah “teori makna”
atau “teori arti.”160 Pengertian yang sama juga ditemukan dalam Encyclopedia Britanica, Vol. 20, 1965: 313,
sebagaimana dikutip oleh Pateda, “Semantik adalah studi tentang hubungan antara
suatu pembeda linguistik dengan hubungan proses mental atau symbol dalam
aktivitas bicara.”161 Beberapa definisi di atas terhimpun dalam definisi semantik
( ) ﻋﻠﻢ ﺍﻟﺪﻻﻟﺔ yang
dikemukakan oleh Umar, yaitu:
“Semantik adalah studi tentang makna, atau ilmu yang mempelajari tentang
makna, atau merupakan cabang linguistik yang mengkaji tentang teori makna.”
Memperhatikan beberapa definisi di atas dapat diketahui bahwa semantik
adalah bagian dari kajian linguistik yang menjadikan makna sebagai obyek
kajiannya. Sekali lagi, obyek kajian semantik adalah makna.
B.
Semantik
Dlm Linguistik
Persoalan
makna ada pada semua tataran linguistik, kecuali fonetik. Fonologi, morfologi
dan sintaksis selalu terkait dengan makna. Dari sisi ini semantik kurang tepat
dikatakan sebagai bagian dari tataran linguistik. Karena semantik berada pada
semua tataran itu. Bahkan dapat dikatakan semantik bagaikan ruh pada semua
tataran linguistik. Tetapi dari sisi lain, persoalan makna (semantik) menjadi
bagian dari pembahasan linguistik. Dengan demikian, tepatnya dikatakan bahwa
semantik adalah bagian dari linguistik tetapi posisinya di atas semua tataran
linguistik. Untuk melihat posisi dan hubungan semantik dengan tataran di dalam
linguistik dapat dilihat pada diagram berikut ini:
Berdasarkan skema di atas dapat dilihat bahwa,
semantik menyentuh semua tataran linguistik kecuali fonetik. Makna yang
terdapat pada tataran semantik disebut makna gramatikal. Makna yang terdapat
pada tataran morfologis disebut makna leksikal-morfemis. Sementara pada
fonologi ia tidak menimbulkan makna, tetapi satuannya dapat membedakan makna.
C.
Makna
& Arti
Dalam
banyak hal kita tidak membedakan pemakaian antara makna dan arti. Keduanya
seolah-seolah bersinonim. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahwa makna
adalah (1) arti; ia memperhatikan makna yang terdapat dalam tulisan kuno itu.
(2) maksud pembicara atau penulis; (3) pengertian yang diberikan kapada suatu
bentuk kebahasaan. Dari penjelasan di atas, jelas bahwa makna bersinonim dengan
arti. Dalam kajian linguistik, ternyata kedua istilah ini berbeda. Dalam bahasa
Inggris, makna disebut dengan sense, sementara arti disebut dengan meaning. Dalam
bahasa Arab, arti disebut dengan ﺍﳌﻌ, sementara makna tepatnya diterjemahankan dengan . ﺍﻟﺪﻻﻟﺔ.
Menurut Lyons, dalam Djadjasudarma,
menyebutkan bahwa: “Mengk aji atau
memberikan makna suatu kata ialah memahami kajia n kata tersebut yang berkenaan
dengan hubungan-hubungan makna yang memb uat kata tersebut berbeda dari
kata-kata lain. Arti dalam hal ini menyangkut makna leksikal dari kata-kata itu
sendiri.”164 Dengan kata lain, disebut makna jika arti sebuah kata telah
berubah dari arti dasarnya. Sementara arti dasar itulah yang disebut dengan
arti. Contoh morfem /mata/ arti dasarnya adalah ‘salah satu anggota tub uh yang
berfungsi untuk melihat.’ Selanjutnya ungkatapan “mata keranjang” menunjukkan
perubahan arti kata dasar mata pada ungkapan itu kepada makna ‘play boy’. Arti
baru inilah yang disebut dengan makna.
D.
Jenis-Jenis
Berdasarkan
skema di atas dapat dilihat bahwa, semantik menyentuh semua tataran linguistik
kecuali fonetik. Makna yang terdapat pada tataran semantik disebut makna
gramatikal. Makna yang terdapat pada tataran morfologis disebut makna
leksikal-morfemis. Sementara pada fonologi ia tidak menimbulkan makna, tetapi
satuannya dapat membedakan makna.
1
Makna
Leksikal ( )ﺍﳌﻌ Menurut Kridalaksana, yang dimaksud dengan makna leksikal
adalah: “Makna unsur-unsur bahasa sebagai lambang benda, peristiwa dan lain-lain.”Pateda,
mendefinisikan makna leksikal yaitu: “Kata ketika kata itu berdiri sendiri,
entah dalam bentuk kata atau bentuk perimbuhan yang maknanya kurang lebih
tetap, seperti yang dapat dibaca di dalam kamus bahasa tertentu. Dikatakan
berdiri sendiri sebab makna sebuah kata dapat berubah apabila kata tersebut telah
berada di dalam kalimat.
Dari
kedua defenisi di atas, walau tidak ditemukan perbedaan antara satu sama lain,
tetapi penulis lebih cendrung memakai teori makna leksikal yang dikemukakan
oleh Kridalaksana. Karena bagi penulis, defenisi tentang makna leksikal yang
dikemukakannya lebih mudah untuk dipahami. Dengan kata lain, makna leksikal
adalah makna dasar setiap kata sebelum kata itu digunakan dalam sebuah kalimat.
Oleh karena itu, inilah pada hakiatnya yang disebut dengan arti (arti
leksikal).
2
Makna
Gramatikal
Menurut
Pateda, makna gramatikal adalah makna yang muncul sebagai akibat berfungsinya
kata itu dalam kalimat. Kridalaksana mendefinisikan makna gramatikal sebagai
hubungan antara unsurunsur bahasa dalam satuan-satuan yang lebih besar;
misalnya hubungan antara kata dengan kata lain dalam prase atau klausa.
Menurut
Djadjasudarma, makna gramatikal adalah makna yang menyangkut hubungan intra
bahasa, atau makna yang muncul sebagai akibat berfungsinya kata di dalam kalimat.
Chaer menyebutkan, makna gramatikal adalah
makna yang muncul seiring dengan terjadinya proses gramatikal, seperti afiksasi,
reduplikasi, komposisi atau kalimatisasi.172 Seperti adanya afiksasi prefiks ber
dengan kata dasar baju melahirkan makna gramatikal ‘mengenakan atau memakai
baju’. Proses komposisi dasar sate dengan dasar ayam melahirkan makna gamatikal
‘bahan’, dll. Demikian juga proses sintaktisasi, kata-kata adik, menendang, dan
bola, menjadi kalimat adik menendang bola melahirkan makna gramatikal;
adik bermakna ‘pelaku’.