Monday, 18 March 2019

CABANG LINGUISTIK TEORITS


CABANG LINGUISTIK  TEORITS
1        Fonetik
A.    Definisi
Secara etimologi, fonetik (bahasa Indonesia) diserap dari bahasa Inggris yaitu phonetics yang berarti ‘bidang linguisik yang membahas tentang pengucapan (penghasilan) bunyi suara.’ Atau singkatnya disebut “Sistem bunyi suatu bahasa.”78 Dalam literatur-literatur berbahasa Arab fonetik disebut dengan “ﻓﻮﻧيﺘﻚ sebagai hasil serapan dari bahasa Inggris. Juga dalam banyak hal kata fonetik diterjemahkan dengan “ ﻋﻠﻢ ﺍﻷﺻﻮﺍﺕ ”.
Kridalaksana misalnya, mendefinisikan fonetik sebagai “Ilmu yang menyelidiki, penghasilan, penyampaian, dan penerimaan bunyi bahasa.”79 Samsuri menyebutkan, fonetik adalah “Suatu studi tentang bunyi-bunyi ujar. Hal yang sama, Verhaar m engungkapkan definisi fonetik dengan “Sebuah ilmu yang melakukan penyelidikan bunyi-bunyi bahasa, tanpa memperhatikan fungsinya untuk membedakan makna
B.     Macam-Macam
Para pakar linguis –seperti Verhaar- membagi fonetik kepada tiga macam: Fonetik akuistik ( ﻋﻠﻢ ﺍﻷﺻﻮﺍﺕ ﺍﻷكﻮﺳتﻴكﻲ ), yaitu menyelidiki bunyi bahasa menurut aspek-aspek fisiknya sebagai getaran suara. Atau dengan kata lain, ilmu yang mempelajari gelombang suara dan bagaimana mereka didengarkan oleh telinga manusia. Fonetik auditoris, yaitu menyelidiki cara penerimaan bunyi-bunyi bahasa oleh telinga sebagai persepsi bahasa. Atau dengan kata lain, suatu ilmu yang mempelajari persepsi bunyi dan terutama bagaimana otak mengolah data yang masuk sebagai suara. Fonetik organis, yaitu menyeliki bagaimana bunyi-bunyi bahasa dihasilkan oleh alat-alat bicara ( /ﺟهﺎﺯ ﺍﻟﻨﻄﻖ organs of speech).86 Atau dengan kata lain, ilmu yang mempelajari posisi dan gerakan bibir, lidah dan organ-organ manusia lainnya yang memproduksi suara atau bunyi bahasa.
C.     Proses
Memperhatikan makna fonetik di atas dapat diketahui bahwa bunyi yang menjadi kajiannya adalah bunyi bahasa yang dihasilakan melalui alat-alat bicara. Sementara bunyi gendang misalnya, tidak menjadi kajian  ilmu ini, karena ia tidak dihasilakan melalui organs of speech. Kridalaksana menyebutkan bunyi bahasa adalah “Satuan bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap dan diamati dalam ponetik sebagai fon atau dalam fonologi sebagai fonem.”87 Pertanyaannya kemudian, bagaimana bunyi bahasa itu bisa dihasilkan?. Bunyi bahasa bisa dihasilkan melalui kerja sama antara udara dari paru-paru dan alat-alat bicara yang disebut dengan artikulator. Marsono menyebutkan: “Udara paru-paru adalah sumber energi utama dalam terjadinya bunyi bahasa. Pada saat bernafas, udara yang dihembuskan itu kemudian mendapat hambatan di berbagai tempat alat bicara dengan berbagai cara, sehingga terjadilah bunyi bahasa. Tempat atau alat bicara yang dilewatinya antara lain: batang tenggorokan, pangkal tenggorokan, kerongkongan, rongga mulut, rongga hidung, atau rongga hidung bersamaan dengan alat yang lain. Pada waktu udara mengalir ke luar, pita suara dalam keadaan terbuka.88  Dengan demikian, faktor utama dan pertama terjadinya bunyi bahasa adalah keluarnya udara dari paru-paru. Sementara faktor kedua adalah pita suara dan yang ketiga berfungsinya alat-alat bicara dalam menahan udara yang keluar. Untuk melihat fungsi-fungsi organ-organ bicara dalam menghasilkan bunyi-bunyi suara, berikut ini akan digambarkan organ of speech tersebut sebagai berikut:
D.    Vokal & Konsonan
Berdasarkan ada tidaknya rintangan terhadap arus udara dalam saluran udara, bunyi bahasa dapat dibedakan menjadi dua kelompok: vokal dan konsonan:
1)       Vokal Vokal adalah “Bunyi yang dihasilkan dengan getaran pita suara, dan tanpa penyempitan dalam saluran suara di atas glotis.”91 Atau dengan kata lain, bunyi bahasa yang arus udaranya tidak mengalami rintangan dan kualitasnya ditentukan oleh tiga faktor: tinggi-rendahnya posisi lidah, bagian lidah yang dinaikkan, dan bentuk bibir pada pembentukan vokal tersebut.
2)      Konsonan  adalah “Bunyi bahasa yang dihasilkan dengan menghambat aliran udara pada salah satu tempat di saluran suara di atas glotis.”93 Dalam ungkapan lain dapat disebut sebagai bunyi bahasa yang terjadi karena udara yang keluar dari paru-paru mendapat hambatan/ rintangan.



2        Fonologi
A.    Definisi
Kata fonologi (bahasa Indonesia) diserap dari bahasa Inggris, yaitu “phonology” yang artinya sama dengan arti yang terdapat dalam bahasa Indonesia, yaitu “Bidang ilmu linguistik yang menyelidiki bunyi-bunyi bahasa menurut fungsinya.”102 Pada awal pertumbuhan linguistik istilah bidang linguistik ini disebut dengen fenomik, sementara dewasa ini lebih sering diistilahkan dengan fonologi. Fonologi di bagi menjadi dua, yaitu 1) fonem adalah kesatuan bunyi yang terkecil dalam sistem bunyi-bunyi bahasa yang dapat berfungsi dalam membedakan makna. 2) Fon adalah bunyi-bunyi bahasa yang tidak mempersoalkan berfungsi dalam membedakan makna atau tidak.
B.     Identifikasi
Identifikasi fonem adalah upaya atau proses untuk mengetahui sebuah bunyi termasuk fonem atau tidak. Proses dilakukan dengan mencari sebuah satuan bahasa (sebuah kata) yang mengandung bunyi, lalu membandingkannya dengan satuan bahasa yang lain yang mirip dengan satuan bahasa yang pertama. Kalau keduanya ternyata berbeda makna, maka dapat ditentukan bunyi itu adalah fonem. Dalam bahasa Indonesia misalnya, kata larang dibandingkan dengan kata lalang. Keduanya memilki kemiripan bunyi bahkan jumlah bunyin ya sama (6 bunyi). Perbedaan antara kedua hanya antara bunyi /r/ pada kata pertama dan bunyi /l/ pada kata kedua. Perbedaan kedua bunyi ternyata dapat membedakan arti. Oleh karena itu, dalam bahasa Indonesia, /r/ dan / l / adalah fonem, karena berfungsi dalam membedakan makna. Perlu diperhatikan, bahwa identifikasi sebuah fonem hanya berlaku dalam satu bahasa tertentu saja. Seperti dalam bahasa Mandarin (China) ada fonem /t/ dan fonem /th/ karena ada pasangan minimalnya, yaitu kata /tin/ yang artinya ‘paku’ dan kata /thin) yang berarti ‘mendengar’.110 Dalam bahasa Arab ada fonem // dan //, pasangan minimalnya seperti kata /ﻓﺎﺗﺮ/ yang berarti ‘yang hangat-hangat kuku’ dan kata / ﻓﺎﻃﺮ/ yang berati ‘yang menciptakan’.
C.     Klasifikasi
Dalam proses penentuan apakah sebuah bunyi termasuk fonem atau tidak, terlebih dahulu dilakukan klasifikasi fonem. Hal ini perlu agar mendapatkan hasil yang lebih akurat, karena setiap bunyi yang akan diidentifikasi hendaknya yang sejenis.
Dalam kajian fonologi, fonem dapat diklasifikasikan kepada dua: pertama, fonem segmental, dan kedua, fonem supra segmental. Menurut Kridalaksana, yang dimaksud dengan fonem segmental adalah fokal dan konsonan dalam fonologi. Yang dimaksud dengan supra segemental adalah jalinan atau susunan bunyi yang dapat membedakan arti suatu kata dengan kata yang lain.112 Sementara yang dimaksud dengan segmen adalah satuan bahasa yang diabstraksikan dari suatu kontinium wicara atau teks, misalnya fon atau fonem sebagai satuan bunyi, morf atau morfem sebagai satuan gramatikal
3        Morfologi
A.    Definisi
Secara etimologi, kata morfologi (bahasa Indonesia) diserap dari bahasa Inggeris “morphology.”115 Kata ini juga diserap oleh bahasa Arab, menjadi “ ﻣﻮﺭﻓﻮﻟﻮي ” yang berarti ‘ilmu bentuk kata.’ Namun demikian, istilah yang paling paling populer tentang morfologi dalam bahasa Arab adalah  /ﺍﻟﻨﻈﺎﻡ ﺍﻟﺼﺮي al-Nizâmu al-Sarfiy/atau  /ﻋﻠﻢ ﺍﻹﺷﺘﻘﺎﻕ ’ilmu al-Isytiqâq/116 yaitu perubahan bentuk kata menjadi bermacam-macam bentuk untuk mendapatkan makna yang berbeda-beda. Tanpa perubahan dimaksud, makna yang berbeda itu tidak akan muncul.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan, morfologi berarti “Cabang linguistik tentang morfem dan kombinasi-kombinasinya atau bagian dari struktur bahasa yang mencakup kata dan bagian-bagian kata.” Pengertian yang sama dikemukakan Kridalaksana, yaitu “Bidang linguistik yang mempelajari morfem dan kombinasi-kombinasinya. Atau dengan kata lain bagian dari struktur bahasa yang mencakup kata dan bagian-bagiannya.”
Verhaar menyebutkan, morfologi berarti: “Bidang linguistik yang mempelajari susunan bagian-bagian kata secara gramatikal.”119 Ramlan menyebutkan, morfologi ialah “Bagian dari ilmu bahasa yang mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun semantik.

B.     Fungsi Morfem dalam BA
Terdapat dua fungsi morfem dalam bahasa Arab :
1)      Fungsi morfologis, yaitu makna – makna yang dapat diambil dari shigah morfem. Hal ini dapat dibagi dua:
a.         Isim, yaitu morfem yang tidak memiliki kala/masa. Seperti kata ﻋﺎﻟﻢ، ﻣﺪﺭﺱ، ﻃﺎﻟﺐ، ﺃﺳﺘﺎﺫ dll.
b.         Fi’il, yaitu morfem yang memiliki kala/masa. Seperti kata  يعلم، ﻳﺪﺭﺱ، ﻳﻄﻠﺐ، يستأذن dll.
c.         Huruf/adwat, yaitu satuan morfem yang tidak bisa dipahami maknanya kecuali masuk dalam tarkib/kalimat, diantaranya :
·         Adwât Jar, contoh : ﻣﻦ، ﺇى، ﻋﻦ، ﻋى، ي، ﺭﺏ، ﺑـ، ﻙ، ﻝ 2)
·         Adwât ‘Athof, contoh :  ،ﻭ، ﻑ، ﺛﻢ، ﺃﻭ، ﺃﻡ، ﺇﻡ، ﺑﻞ 3)
·         Adwât Qasam, contoh :  ﻭ، ﺏ، ﺕ 4)
·         Adwât Istifham, contoh : ﻣ، ﻛﻴﻒ، ﻣﺎﺫﺍ، ﺃﻳﻦ 5)
·         Adwât Istisna’, contoh : ﺇﻻ، ﻏﺮ، ﺳﻮﻯ 2.
2)      Fungsi sintaksis
C.     Klasifikasi Kata
Sampai saat ini, menentukan klasifikasi kata menjadi perdebatan yang belum tertuntuskan oleh para linguis. Menurut Chaer, paling tidak ada dua faktor yang menyebabkan persoalan itu tidak tertuntaskan. Pertama, setiap bahasa mempunyai cirinya masing-masing. Kedua, karena keriteria yang digunakan juga bermacam-macam.
Terlepas dari perbedaan pendapat tersebut, para linguis Arab sepakat membuat klasifikasi kata bahasa Arab kepada tiga, yaitu; (1). ﺇﺳﻢ (isim); (2). (ﻓﻌﻞ fi’il) dan (3).  (ﺣﺮﻑ hurf).
Berdasarkan pengertian morfologi di atas, bahwa yang menjadi obyek pembahasan mofologi bahasa Arab adalah kata yang bisa dibentuk atau dirubah. Sementara itu, di antara macam-macam isim  ﺃﻧﻮﺍﻉ ﺍﻷﺳﻤﺎﺀ ada yang berbentuk ﺍﻷﺳﻤﺎﺀ المبنية  isim-isim tidak bisa berubah), demikian halnya pada fi’il, ada yang berkategori افعال الجامدة fi’il-fi’il yang tidak berubah), hahkan hurf  tidak mengalami perubahan bentuk. Maka yang menjadi ruang lingkup pembahasan morfologi bahasa Arab adalah (1)   ﺍﻷﺳﻤاﺀ المتمكن (Isim-isim yang dapat di i’rab) dan (2) ﺍﻷﻓﻌﺎﻝ المتصرف  (fi’il-fi’il yang dapat di tashrif)
D.    Morfologi BA
Sebelum menjelaskan morfologi bahasa Arab (ﺍﻹﺷﺘﻘﺎﻕ), terlebih dahulu dijelaskan apa yang dimaksud dengan “ﺍﻹﺷﺘﻘﺎﻕ itu sendiri.
Secara etimologi, kata ﺍﻹﺷﺘﻘﺎﻕ ialah bentuk infinitive (mashadar) dari kata ﺇﺷﺘﻖ -يﺸﺘﻖ yang berarti ‘memperoleh, mengasal atau mengambil.’144 Ma’lûf mencontohkan kata ﺇﺷﺘﻖ yaitu:  ﺃﺷﺘﻖ ﺍﻟكﻠﻤﺔ ﻣﻦ ﺍﻟكﻠﻤﺔ 145 ‘mengasal kata dari kata yang lain.’ Dengan demikian, ilmu isytiqaq berarti ‘ilmu asalusul kata.’
Secara terminologi, ditemukan sejumlah definisi dari para ahli. Di antaranya: menurut Ya’qûb, ﺍﻹﺷﺘﻘﺎﻕ adalah:أخذ كلمة من أخرى بتغيير ما، مع التناسب في المعنى
 “Membentuk kata dari kata yang lain dengan berbagai perubahan, namun tetap memiliki hubungan makna.”
Menurut Syâhîn:
. ﺃﺧﺬ ﺻﻴﻐﺔ ﻣﻦ ﺃﺧﺮﻯ ﻣﻊ ﺍانفاقهما  ﻣﺎﺩﺓ ﺃﺻﻠﻴﺔ ﻭﻣﻌني
“Membuat bentuk kata dari kata yang lain dan terjadi perubahan pada bentuk dan makn.”
Kedua definisi di atas, menjelaskan sebuah proses pembentukan kata yang dapat melahirkan beberapa kata. Antara beberapa kata yang dihasilkan melalui proses pembentukan tersebut tetap memiliki makna yang mirip dengan makna kata dasarnya. Sebagai contoh, dari akar kata daraba/ bisa di bentuk kata-kata berikut:  /ﺿﺎﺭﺏ dârib-un/ ‘pemukul’,  /ﻣﻀﺮﻭﺏ madrûb-un/ ‘yang dipukul’,  /ﻣﻀﺮﺏ midrab-un/ ‘alat pemukul’,  /ﺇﺿﺮﺏ idrib/ ‘pukullah’,   /ﻻﺗﻀﺮﺏ lâ tadrib/ ‘jangan pukul’ dll. Walaupun bentuknya berbeda, namun antara satu kata dengan kata yang lain memiliki hubungan makna, yaitu ‘pukul.’
4        Sintaksis
A.    Definisi
Secara etimologis, kata sintaksis berasal dari bahasa Yunani, terdiri dari dua suku kata: “san” dan “tattein”. San artinya ‘dengan’, tattein artinya ‘menempatkan.’ Kata ini kemudian diserap oleh bahasa Inggris menjadi “syntax”151 dengan arti ‘ilmu kalimat’. Dalam bahasa Indonesia disebut “sintaksis” yang juga diduga kuat diserap dari bahasa Inggris, dengan arti ‘cabang linguistik yang mempelajari susunan kalimat dan bagian-bagiannya’152 Atau singkatnya disebut ‘ilmu tata kalimat’
Secara terminologis, Kridalaksana menjelaskan definisi sintaksis sebagai “Pengaturan dan hubungan antara kata dengan kata, atau dengan satuan-satuan yang lebih besar dari itu dalam bahasa.” Ia menambahkan, bahwa “Satuan terkecil dalam bagian ini (sintaksis) adalah kata”.
 Definisi yang hampir sama juga dikemukakan oleh Verhaar. Menurutnya, sintaksis adalah: “Menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat dalam kelompok-kelompok kata menjadi kalimat.”154 Dalam bahasa Arab, pengaturan antar kata dalam kalimat, atau antar kalimat (ﺍلجﻤﻠﺔ) dalam klausa atau wacana merupakan kajian . ﻋﻠﻢ ﺍﻟﻨﺤﻮ Bahkan hubungan itu tidak hanya menimbulkan makna gramatikal, tetapi juga memengaruhi baris (ﺷكﻞ) akhir masing-masing kata yang kemudian disebut dengan ﺇﻋﺮﺍﺏ. Namun demikian, perlu diingat, bahwa ilmu nahwu lebih luas dari i’râb, dan i’râb hanya bagian dari pembahasan ilmu.
B.     Tataran & Hubungan Sintaksis BA
C.    Sintaksis BA
Seperti telah disinggung sebelumnya, bahwa pengaturan antara kata dalam kalimat, atau antar kalimat dalam klausa atau wacana merupakan kajian “ ﻋﻠﻢ ﺍﻟﻨﺤﻮ ”. Bahkan hubungan itu tidak hanya menimbulkan struktur dan makna gramatikal saja, tetapi juga mempengaruhi baris (ﺷكﻞ) akhir masing-masing kata yang kemudian dikenal dengan “ﺇﻋﺮﺍﺏ.
Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa fungsi sintaksis disebut juga dengan jabatan atau fungsi kata dalam kalimat. Dalam bahasa Arab, jabatan atau fungsi kata itu diklasifikasikan sesuai dengan jenis ﺇﻋﺮﺍﺏ nya. Adapun fungsi-fungsi sintaksis dalam bahasa Arab sesuai dengan jenis ﺇﻋﺮﺍﺏ –nya terbagi kepada tiga;
1        Marfu’ Secara singkat dapat dikatakan, bahwa yang dimaksud dengan marfu’at adalah fungsi-fungsi sintaksis dalam bahasa Arab dimana baris (syakal) akhir setiap fungsi-fungsi tersebut ber-   ﺇﻋﺮﺍﺏ rafa’. Di antara fungsi-fungsi dimaksud adalah sebagai berikut:
·         اسم كان
·         خبر إن
·         المبتذأ
·         الخبر
·         الفاعل
·         نائب الفاعل
2        Yang dimaksud dengan mansubat adalah fungsi-fungsi sintaksis dalam bahasa Arab dimana baris (syakal) akhir setiap fungsi-fungsi tersebut ber- ﺇﻋﺮﺍﺏnashab. Fungsi-fungsi dimaksud adalah sebagai berikut:
·         جبر كان
·         اسم إن
·         المفعول به
·         المفعول المطلاق
·         المفعول من لأجله
·         المفعول معه
·         الحال
·         التمييز
·         الإستثناء
3        Yang dimaksud dengan mu’rabat adalah fungsi-fungsi sintaksis dalam bahasa Arab dimana baris (syakal) akhir setiap fungsi-fungsi tersebut ber ﺇﻋﺮﺍﺏjar. Jenis-jenis fungsi dimaksud adalah sebagai berikut:
·         المجرور بحرف الجر
·         المجرور بالإضافة
5.      Semantik
A.       Definisi
Secara etimologi, “semantik” (bahasa Indonesia) di serap dari bahasa Inggris, yaitu “semantics” yang berarti studi tentang makna (meaning: Inggris). Dalam beberapa literatur berbahasa Arab disiplin ilmu ini dis ebut dengan berbagai istilah, yaitu: “ ﻋﻠﻢ ﺍﻟﺪﻻﻟﺔ ,” dan “ ﻋﻠﻢ ﺍ ” bahkan dis ebut “ﺳﻴﻤﺎﻧﺘﻚ; sebagai kata pungutan dari bahasa Inggris (semantics) atau Prancis (semantique). Isitilah semantik pertama sekali muncul pada tahun 1883 M. oleh ilmuan Prancis yang bernama Breal, melaui artikelnya yang diberi judul: “Le Lois Intellectuelles du Language”.
Dalam pengertian terminologi, semantik adalah “Sebuah system dan penyelidikan makna dan arti dalam suatu bahasa atau bahasa pada umumnya.” Verhaar mengatakan, semantik adalah “teori makna” atau “teori arti.”160 Pengertian yang sama juga ditemukan dalam Encyclopedia Britanica, Vol. 20, 1965: 313, sebagaimana dikutip oleh Pateda, “Semantik adalah studi tentang hubungan antara suatu pembeda linguistik dengan hubungan proses mental atau symbol dalam aktivitas bicara.”161 Beberapa definisi di atas terhimpun dalam definisi semantik ( ) ﻋﻠﻢ ﺍﻟﺪﻻﻟﺔ yang dikemukakan oleh Umar, yaitu:


“Semantik adalah studi tentang makna, atau ilmu yang mempelajari tentang makna, atau merupakan cabang linguistik yang mengkaji tentang teori makna.”
Memperhatikan beberapa definisi di atas dapat diketahui bahwa semantik adalah bagian dari kajian linguistik yang menjadikan makna sebagai obyek kajiannya. Sekali lagi, obyek kajian semantik adalah makna.
B.       Semantik Dlm Linguistik
Persoalan makna ada pada semua tataran linguistik, kecuali fonetik. Fonologi, morfologi dan sintaksis selalu terkait dengan makna. Dari sisi ini semantik kurang tepat dikatakan sebagai bagian dari tataran linguistik. Karena semantik berada pada semua tataran itu. Bahkan dapat dikatakan semantik bagaikan ruh pada semua tataran linguistik. Tetapi dari sisi lain, persoalan makna (semantik) menjadi bagian dari pembahasan linguistik. Dengan demikian, tepatnya dikatakan bahwa semantik adalah bagian dari linguistik tetapi posisinya di atas semua tataran linguistik. Untuk melihat posisi dan hubungan semantik dengan tataran di dalam linguistik dapat dilihat pada diagram berikut ini:






Berdasarkan skema di atas dapat dilihat bahwa, semantik menyentuh semua tataran linguistik kecuali fonetik. Makna yang terdapat pada tataran semantik disebut makna gramatikal. Makna yang terdapat pada tataran morfologis disebut makna leksikal-morfemis. Sementara pada fonologi ia tidak menimbulkan makna, tetapi satuannya dapat membedakan makna.
C.       Makna & Arti
Dalam banyak hal kita tidak membedakan pemakaian antara makna dan arti. Keduanya seolah-seolah bersinonim. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahwa makna adalah (1) arti; ia memperhatikan makna yang terdapat dalam tulisan kuno itu. (2) maksud pembicara atau penulis; (3) pengertian yang diberikan kapada suatu bentuk kebahasaan. Dari penjelasan di atas, jelas bahwa makna bersinonim dengan arti. Dalam kajian linguistik, ternyata kedua istilah ini berbeda. Dalam bahasa Inggris, makna disebut dengan sense, sementara arti disebut dengan meaning. Dalam bahasa Arab, arti disebut dengan , sementara makna tepatnya diterjemahankan dengan . ﺍﻟﺪﻻﻟﺔ.
Menurut Lyons, dalam Djadjasudarma, menyebutkan bahwa: “Mengk  aji atau memberikan makna suatu kata ialah memahami kajia n kata tersebut yang berkenaan dengan hubungan-hubungan makna yang memb uat kata tersebut berbeda dari kata-kata lain. Arti dalam hal ini menyangkut makna leksikal dari kata-kata itu sendiri.”164 Dengan kata lain, disebut makna jika arti sebuah kata telah berubah dari arti dasarnya. Sementara arti dasar itulah yang disebut dengan arti. Contoh morfem /mata/ arti dasarnya adalah ‘salah satu anggota tub uh yang berfungsi untuk melihat.’ Selanjutnya ungkatapan “mata keranjang” menunjukkan perubahan arti kata dasar mata pada ungkapan itu kepada makna ‘play boy’. Arti baru inilah yang disebut dengan makna.
D.       Jenis-Jenis
Berdasarkan skema di atas dapat dilihat bahwa, semantik menyentuh semua tataran linguistik kecuali fonetik. Makna yang terdapat pada tataran semantik disebut makna gramatikal. Makna yang terdapat pada tataran morfologis disebut makna leksikal-morfemis. Sementara pada fonologi ia tidak menimbulkan makna, tetapi satuannya dapat membedakan makna.
1        Makna Leksikal ( ) Menurut Kridalaksana, yang dimaksud dengan makna leksikal adalah: “Makna unsur-unsur bahasa sebagai lambang benda, peristiwa dan lain-lain.”Pateda, mendefinisikan makna leksikal yaitu: “Kata ketika kata itu berdiri sendiri, entah dalam bentuk kata atau bentuk perimbuhan yang maknanya kurang lebih tetap, seperti yang dapat dibaca di dalam kamus bahasa tertentu. Dikatakan berdiri sendiri sebab makna sebuah kata dapat berubah apabila kata tersebut telah berada di dalam kalimat.
Dari kedua defenisi di atas, walau tidak ditemukan perbedaan antara satu sama lain, tetapi penulis lebih cendrung memakai teori makna leksikal yang dikemukakan oleh Kridalaksana. Karena bagi penulis, defenisi tentang makna leksikal yang dikemukakannya lebih mudah untuk dipahami. Dengan kata lain, makna leksikal adalah makna dasar setiap kata sebelum kata itu digunakan dalam sebuah kalimat. Oleh karena itu, inilah pada hakiatnya yang disebut dengan arti (arti leksikal).
2        Makna Gramatikal
Menurut Pateda, makna gramatikal adalah makna yang muncul sebagai akibat berfungsinya kata itu dalam kalimat. Kridalaksana mendefinisikan makna gramatikal sebagai hubungan antara unsurunsur bahasa dalam satuan-satuan yang lebih besar; misalnya hubungan antara kata dengan kata lain dalam prase atau klausa.
Menurut Djadjasudarma, makna gramatikal adalah makna yang menyangkut hubungan intra bahasa, atau makna yang muncul sebagai akibat berfungsinya kata di dalam kalimat.

Chaer menyebutkan, makna gramatikal adalah makna yang muncul seiring dengan terjadinya proses gramatikal, seperti afiksasi, reduplikasi, komposisi atau kalimatisasi.172 Seperti adanya afiksasi prefiks ber dengan kata dasar baju melahirkan makna gramatikal ‘mengenakan atau memakai baju’. Proses komposisi dasar sate dengan dasar ayam melahirkan makna gamatikal ‘bahan’, dll. Demikian juga proses sintaktisasi, kata-kata adik, menendang, dan bola, menjadi kalimat adik menendang bola melahirkan makna gramatikal; adik  bermakna ‘pelaku’.