Monday, 18 March 2019

MAKALAH PENGARUH POLA ASUH TERHADAP PERKEMBANGAN ANAK



MAKALAH
PENGARUH POLA ASUH TERHADAP PERKEMBANGAN ANAK
Dosen Pengampu: Muliatul Maghfiroh, M. Pd.I





















Disusun oleh kelompok 3 PIAUD/B:




JURUSAN PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
MADURA
2018-2019KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kepada Allah Yang Maha Kuasa, karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, makalah yang berjudul “Pengaruh Pola Asuh Terhadap Perkembangan Anak” dapat kami selesaikan. Dalam pembuatan makalah ini, kami mengucapkan terima kasih kepada MULIATUL MAGHFIROH, M.PD.I selaku dosen Desain Program Parenting yang telah berkenan mengizinkan pembuatan makalah ini. Selain itu, ucapan terima kasih juga kami tujukan kepada kedua orang tua dan teman-teman kami yang telah memberikan doa, dorongan, serta bantuan kepada kami sehingga makalah ini dapat kami selesaikan.
Demikian, makalah ini kami hadirkan dengan segala kelebihan dan kekurangan. Oleh sebab itu, kritik dan saran yang membangun demi perbaikan makalah ini, sangat kami harapkan. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan pengetahuan bagi pembaca.



Pamekasan, 18 Maret 2019                


Penulis                                    


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 1
C. Tujuan................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Pola Asuh........................................................................... 2
B. Pengertian Perkembangan..................................................................... 5
C. Pengaruh Pola Asuh Terhadap Perkembangan..................................... 9
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.......................................................................................... 14
B. Saran.................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 16BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pola asuh orang tua memiliki pengaruh yang besar terhadap perkembangan moral anak ketika dewasa. Sayangnya, banyak sekali orangtua yang tidak sadar dengan tindakan yang mereka lakukan kepada si kecil. Banyak dari para orang tua yang menerapkan pola asuh salah karena berpatokan pada pengalaman masa lalu yang pernah mereka rasakan. Pola asuh orang tua, pada dasarnya ada 3 macam, yaitu pola asuh demokratis, otoriter dan permisif. Di antara ketiga itu, pola pengasuhan otoriterlah yang dampaknya sangat berisiko bagi anak. Karena pola asuh otoriter cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti, biasanya dibarengi dengan ancaman-ancaman. Seperti anak harus mematuhi peraturan-peraturan orang tua dan tidak boleh membantah, orang tua cenderung mencari kesalahan-kesalahan anak dan kemudian menghukumnya, atau jika terdapat perbedaan pendapat antara orang tua dan anak maka anak dianggap pembangkang. Pola asuh otoriter cenderung tidak memikirkan apa yang akan terjadi di masa kemudian hari, fokusnya lebih masa kini. Orang tua mengendalikan anak lebih karena kepentingan orang tua untuk memudahkan pengasuhan. Mereka menilai dan menuntut anak untuk mematuhi standar mutlak yang ditentukan sepihak oleh orang tua. Orang tua sering tidak menyadari bahwa dikemudian hari anak-anaknya dengan pola pengasuhan otoriter mungkin akan menimbulkan masalah yang lebih rumit, meskipun anak-anak dengan pola pengasuhan otoriter ini memiliki kompetensi dan tanggung jawab cukupan, namun kebanyakan cenderung menarik diri secara sosial, kurang spontan dan tampak kurang percaya diri.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian pola asuh?
2.      Apa pengertian perkembangan?
3.      Bagaimana pengaruh pola asuh terhadap perkembangan anak?
C.     Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian dari pola asuh
2.      Untuk mengetahui pengertian dari perkembangan
3.      Untuk mengetahui  pengaruh pola asuh terhadap perkembangan anak


BAB II
PEMBAHASAN
  1. Pengertian Pola Asuh
Secara etimologi, pola berarti bentuk, tata cara, sedangkan asuh berarti menjaga, merawat dan mendidik. Sehingga pola asuh berarti bentuk atau system dalam menjaga, merawat dan mendidik. Jika ditinjau dari terminologi, pola asuh anak adalah suatu pola atau system yang diterapkan dalam menjaga, merawat, dan mendidik seorang anak yang bersifat relative konsisten dari waktu ke waktu. Pola perilaku ini dapat dirasakan oleh anak dari segi negative atau positif.
Menurut Dr. Ahmad Tafsir Pola asuh berarti pendidikan, sedangkan pendidikan adalah bimbingan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.[1] Jadi pola asuh orang tua adalah suatu keseluruhan interaksi antara orang tua dengan anak, di mana orang tua bermaksud menstimulasi anaknya dengan mengubah tingkah laku, pengetahuan serta nilai-nilai yang dianggap paling tepat oleh orang tua, agar anak dapat mandiri, tumbuh dan berkembang secara sehat dan optimal.
Pola asuh adalah pengasuhan anak yang berlaku dalam keluarga, yaitu bagaimana keluarga membentuk perilaku generasi berikut sesuai dengan norma dan nilai yang baik dan sesuai dengan kehidupan masyarakat. Pola asuh dalam masyarakat umumnya bernuansa dari yang sangat permisif sampai yang sangat otoriter. Pola asuh dalam suatu masyarakat dapat dikatakan homogen bila dapat diterima sebagai pola asuh oleh seluruh keluarga yang hidup dalam masyarakat itu. Jadi merupakan pola asuh dari suatu etnik misalnya Jawa, Sunda, Bali dan sebagainya.
Menurut Elizabeth B. Hurlock, pola asuh orang tua adalah cara orang tua dalam mendidik anak. Sedangkan menurut Chabib Thoha pola asuh orangtua berarti cara yang dilakukan orangtua dalam mendidik anaknya sebagai bentuk tanggung jawabnya kepada anak.
1.      Macam-macam pola asuh
Penelitian Diana Baumrind sangat berpengaruh. Ia percaya bahwa orang tua tidak boleh menghukum atau menjauh. Alih-alih mereka harus menetapkan aturan bagi anak dan menyayangi mereka. Dia telah menjelaskan empat jenis gaya pengasuhan:[2]
a.       Pola asuh secara demokratis
Pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu dalam mengendalikan anak. Orang tua dengan pola asuh ini bersikap rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran- pemikiran. Orang tua type ini juga bersifat realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap melebihi batas kemampuan anak. Orang tua type ini juga memberikan kebebasan pada anak, dalam memilih dan melakukan suatu tindakan, dan pendekatannya terhadap anak bersifat hangat.
Mendorong anak untuk mandiri namun masih menerapkan batas dan kendali pada tindakan mereka. Tindakan verbal memberi dan menerima dimungkinkan, dan orang tua bersikap hangat dan penyayang terhadap anak. Orang tua yang menerapkan pola asuh demokratis ini mungkin merangkul anak dengan mesra dan berkata, “Kamu tahu,kamu seharusnya tidak melakukan hal itu. Mari kita bicarakan bagaimana kamu bisa menangani situasi tersebut lain kali.” Orang tua yang demikian menunjukan kesenangan dan dukungan sebagai respons terhadap perilaku konstruktif anak. Mereka juga mengharapkan perilaku anak yang dewasa, mandiri dan sesuai dengan usianya.
b.      Pola Asuh Otoriter
Adalah pola asuh yang membatasi dan menghukum, dimana orang tua mendesak anak untuk mengikuti arahan mereka dan menghormati pekerjaan dan upaya mereka. Orang tua yang otoriter menerapkan batas dan kendali yang tegas pada anak dan meminimalisir perdebatan verbal. Contohnya, orang tua yang otoriter mungkin berkata, “Lakukan caraku atau tak usah.”
Cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti. Biasanya dibarengi dengan ancaman-ancaman. Misalnya kalau tidak mau makan, maka anak tidak akan diajak bicara. Orang tua tipe ini juga cenderung memaksa, memerintah, dan menghukum apabila sang anak tidak mau melakukan apa yang diinginkan oleh orang tua. Orang tua tipe ini juga tidak mengenal kompromi dalam berkomunikasi biasanya bersifat satu arah. Orang tua tipe ini tidak memerlukan umpan balik dari anaknya untuk mengerti dan mengenal anaknya.
c.       Pola Asuh Permisif
Adalah pola asuh pengasuhan di mana orang tua sangat terlibat dengan anak, namun tidak terlalu menuntut atau mengontrol mereka. Orang tua macam ini membiarkan anak melakukan apa yang ia inginkan. Hasilnya, anak tidak pernah belajar megendalikan perilakunya sendiri dan selalu berharap mendapatkan keinginannya. Beberapa orang tua sengaja membesarkan anak mereka dengan cara ini karena mereka percaya bahwa kombinasi antara keterlibatan yang hangat dan sedikit batasan akan menghasilan anak yang kreatif dan percaya diri. Namun, anak yang memiliki orang tua yang selalu menurutinya jarang belajar menghormati orang lain dan mengalami kesulitan untuk mengendalikan perilakunya. Mereka mungkin mendominasi egosentris, tidak menuruti aturan, dan kesulitan dalam hubungan dengan teman sebaya (peer).
Pola asuh permisif atau pemanja biasanya memberikan pengawasan yang sangat longgar, memberikan kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup darinya. Mereka cenderung tidak menegur atau memperingatkan anak apabila anak sedang dalam bahaya, dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan olaeh mereka. Namun orang tua tipe ini biasanya bersifat hangat sehingga seringkali disukai oleh anak.
d.      Pola Asuh Penelantar
Adalah pola asuh dimana orang tua sangat tidak terlibat dalam kehidupan anak. Anak yang memiliki orang tua yang mengabaikan merasa bahwa aspek lain kehidupan orang tua lebih penting daripada diri mereka. Anak-anak ini cenderung tidak memiliki kemampuan sosial. Banyak diantaranya memiliki pengendalian yang buruk dan tidak mandiri. Mereka sering kali memiliki harga diri yang rendah, tidak dewasa, dan mungkin terasing dari keluarga. Dalam masa remaja, mereka mungkin menunjukan sikap suka membolos dan nakal.
Pola asuh tipe ini pada umumnya memberikan waktu dan biaya yang sangat minim pada anak-anaknya. Waktu mereka banyak dignakan untuk keperluan pribadi mereka seperti bekerja. Dan kadangkala mereka terlalu menghemat biaya untuk anak-anak mereka. Seorang ibu yang depresi adalah termasuk dalam kategori ini, mereka cenderung menelantarkan anak-anak mereka secar fisik dan psikis. Ibu yang depresi pada umumnya tidak mau memberikan perhatian fisik dan psikis pada anak-anaknya.

  1. Pengertian Perkembangan
Whaley dan Wong mengemukakan perkembangan menitik beratkan pada perubahan yang terjadi secara bertahap dari tingkat yang paling rendah ke tingkat yang paling tinggi dan kompleks melalui proses maturasi dan pembelajaran. Perkembangan berhubungan dengan perubahan secara kualitas, diantaranya terjadi peningkatan kapasitas individu untuk berfungsi yang dicapai melalui proses pertumbuhan, pematangan dan pembelajaran.[3]
Teori psikoanalisis menggambarkan perkembangan sebagai sesuatu yang biasanya tidak disadari (diluar kesadaran) dan diwarnai oleh emosi. Ahli teori psikoanalisis percaya bahwa perilaku hanyalah sebuah karakteristik permukaan dan bahwa pemahaman yang sebenarnya mengenai perkembangan hanya didapat dengan menganalisis makna symbol perilaku dan kerja pikiran yang dalam. Ahli psikoanalisis juga menekankan bahwa pengalaman dini dengan orang tua secara signifikan membentuk perkembangan. Karakteristik ini ditekankan dalam teori psikoanalisis dari Sigmund Freud.[4]
Marlow mendefinisikan perkembangan sebagai peningkatan keterampilan dan kapasitas anak untuk berfungsi secara bertahap dan terus-menerus.[5] Jadi berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa perkembangan adalah perubahan yang terjadi pada setiap individu secara progresif dan bertahap yang mencakup perubahan fisik maupun psikis seseorang menuju kesempurnaan sejak masa prenatal sampai akhir hayat serta tidak dapat terulang kembali.
1.      Faktor yang mempengaruhi perkembangan
Menurut Eveline faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan anak adalah sebagai berikut:
a.       Faktor internal
1)      Ras (suku bangsa)
2)      Keluarga
3)      Kelainan kromosom
4)      Jenis kelamin
5)      Usia

b.      Faktor eksternal
1)      Periode prenatal
a)      Asupan gizi ibu hamil
b)      Psikologi ibu
c)      Poisi janin
d)     Terganggunya fungsi plasenta
e)      Konsumsi zat kimia berbahaya atau yang mengandung toksin (racun)
f)       Gangguan endokrin
g)      Terkena infeksi
h)      Terkena radiasi
i)        Kelainan imunologi
2)      Periode saat persalinan
Jika saat berlangsungnya persalinan terjadi komplikasi pada bayi, seperti trauma kepala dan asfiksia, akan mengakibatkan kerusakan jaringan otak bayi.
3)      Periode setelah persalinan
a)      Asupan gizi
b)      Penyakit kronis atau kelainan konginetal
c)      Kondisi lingkungan
d)     Kondisi psikologis
e)      Gangguan endokrin
f)       Kondisi sosio ekonomi keluarga
g)      Pengasuhan orang tuanya
h)      Stimulasi yang diberikan
i)        Pemakaian obat-obatan tertentu
2.      Bidang perkembangan
1)      Pertumbuhan dan perkembangan fisik
Bidang ini meliputi tugas utama pada fase bayi dan anak. Pemahaman terhadap pola dan tahapan perkembangan fisik sangatlah penting agar bisa menjadi orang tua, guru dan pengasuh yang efektif.
Meurut Gottlieb dan plomin Karena ditentukan oleh keturunan dan sangat dipegaruhi oleh kondisi lingkungan, pertumbuhan dan perkembangan fisik adalah proses yang sangat bersifat individual. Proses ini bertanggung jawab dalam perubahan bentuk badan, proporsi dan juga ukuran tubuh secara keseluruhan. Pertumbuhan, khususnya pertumbuhan otak, terjadi lebih cepat selama perkembangan pra-kelahiran dan tahun pertama dibandingkan selama fase yang lain. Pertumbuhan juga berkaitan erat dengan kemajuan di area perkembangan lain. Pertumbuhan ini bertanggung jawab untuk meningkatkan kekuatan otot agar bisa bergerak, mengkoordinasi penglihatan dan pengendalian motorik, serta memadukan kegiatan saraf dan otot guna mengendalikan buang air kecil dan besar. Selain itu pertumbuhan anak juga berkaitan erat dengan status nutrisi dan etnis. Kondisi perkembangan fisik anak berfungsi sebagai petunjuk yang diandalkan tentang kesehatan dan kesejahteraannya secara umum. Hal ini juga berpengaruh langsung dan menentukan kemampuan anak nantinya dalam mencapai potensi perkembangan kognitif dan prestasi akademis.
2)      Perkembangan motorik
Kemampuan anak untuk bergerak dan mengendalikan bagian tubuhnya adalah fungsi utama dari bidang ini. Perbaikan (refinement) dari perkembangan motorik bergantung pada kematangan otak, input dari sistem sensorik, meningkatnya jumlah dan ukuran urat dan otot, system saraf yang sehat dan kesempatan untuk berlatih. Pendekatan holistik ini bertentangan dengan cara para ahli perkembangan pada waktu dulu melihat proses keterampilan motorik muncul. Mereka menjelaskan bahwa sebuah proses kematangan murni, hampir seluruhnya diatur oleh perintah pada kode genetika individu. Para psikolog masa kini menganggap penjelasan semacam ini menyesatkan dan tidak lengkap. Penelitian mereka menunjukkan bahwa ketika seorang anak menunjukkan ketertarikan, contohnya, dalam menggunakan sendok untuk makan sendiri, selalu ditunjang oleh koordinasi tangan dan mata yang semakin baik (untuk mengarahkan sendok ke mulut), motivasi (suka dan ingin makan apa yang ada dipiring), dan dorongan untuk meniru apa yang orang lain lakukan. Dengan kata lain lingkungan, yaitu, pengalaman, memainkan peran yang sangat penting dalam timbulnya keterampilan motorik yang baru.
3)      Perkembangan perseptual
Perkembangan ini mengacu pada cara yang semakin kompleks yang dilakukan seorang anak untuk menggunakan informasi yang dia terima melalui pancaindra: penglihatan, pendengaran, perabaan, penciuman, pengecapan dan posisi tubuh. Dapat dikatakan bahwa persepsi adalah faktor signifikan yang menentukan dan menyelaraskan fungsi dari panca indra ini, secara terpisah atau gabungan. Proses perseptual juga memampukan individu untuk fokus pada hal-hal yang relevan pada suatu waktu dan menyaring hal-hal yang tidak relevan. Dengan kata lain: Detail mana yang penting? Perbedaan mana yang harus diperhatikan? Mana yang harus diabaikan? Terdapat tiga aspek perkembangan perseptual yaitu:
a)      Multi-indera: Informasi biasanya diterima melalui lebih dari satu alat indera pada saat yang bersamaan. Ketika mendengarkan seorang pembicara, kita menggunakan penglihatan (melihat ekspresi wajah dan gerak tubuh) dan pendengaran (mendengarkan kata-katanya).
b)      Pembiasaan (habituation): adalah kemampuan untuk mengabaikan segala sesuatu selain hal yang penting pada suatu situasi. Sebagai contoh: seorang anak yang tidak menyadari percakapan dibelakangnya tetap memusatkan perhatiannya pada buku.
c)      Integrasi indra: proses ini merupakan terjemahan dari informasi indra ke perilaku fungsional; anak usia lima tahun melihat sebuah mobil datang dan dia menunggunya sampai lewat.
4)      Perkembangan kognitif
Perkembangan ini merupakan perluasan dari kemampuan mental atau intelektual anak. Kognisi meliputi pengenalan, pemrosesan dan pengaturan informasi serta penggunaan informasi dengan tepat. Proses kognisi ini mencakup kegiatan mental seperti menemukan, menginterpretasi, memilah, mengelompokkan dan mengingat. Untuk anak yang usianya lebih tua, proses kognisi ini berarti mengevaluasi gagasan, menyatakan pendapat, memecahkan masalah, memahami aturan dan konsep, berfikir kedepan, dan memvisualisasikan kemungkinan atau konsekuensi. Perkembangan kognitif adalah proses interaksi yang berlangsung antara anak dan pandangan perseptualnya terhadap sebuah benda atau kejadian disuatu lingkungan. Mungkin bisa kita katakan bahwa tidak ada satupun dari perkembangan kognitif maupun perseptual yang bisa berjalan tanpa bergantung satu sama lain.
Perkembangan kognisi dimulai dengan perilaku primitif atau refleks yang menunjang pembelajaran dini dan pembelajaran untuk bertahan hidup pada bayi yang baru saja lahir dalam keadaan sehat. Contoh pembelajaran paling dini adalah: ketika si ibu bermain bersama anaknya dengan menjulurkan lidahnya beberapa kali, si bayi akan mulai menirukannya. Hal ini dan perilaku dini lainnya membuat ahli psikolog perkembangan merenungkan banyaknya persamaan yang menyolok pada cara bayi dan anak belajar.

5)      Perkembangan berbahasa
Bahasa sering didefinisikan sebagai sebuah system simbol, secara lisan, dan dengan menggunakan gerak tubuh (melambai, mengerutkan dahi, gemetar ketakutan), yang memungkinkan kita untuk berkomunikasi satu sama lain. Perkembangan bahasa yang normal bersifat teratur, bertahap dan bergantung pada kematangan dan kesempatan belajar      .
Sebagian besar anak tampaknya dapat memahami sejumlah konsep dan hubungan, jauh sebelum mereka menemukan kata-kata untuk mendeskripsikannya. Hal ini disebut sebagai bahasa reseptif, yang mendahulukan bahasa ekspresif (kemampuan mengucapkan kata untuk menggambarkan dan menjelakan). Perkembangan berbicara dan berbahasa berkaitan erat dengan perkembangan umum kognitif, sosial, perseptual dan otot-otot sel otak anak. Perkembangan bahasa dan aturan-aturan pemakaiannya juga dipengaruhi oleh jenis bahasa yang anak dengar di rumah, sekolah dan masyarakat.
6)      Perkembangan sosial dan personal
Perkembangan ini adalah area yang luas yang mencakup perasaan anak terhadap diri sendiri dan hubungan mereka dengan orang lain. Hal ini mengacu pada perilaku dan respons anak untuk bermain dan berkegiatan serta kedekatan mereka dengan anggota keluarga, pengasuh, guru dan teman-teman. Peran gender, kemandirian, moralitas, kepercayaan, dan penerimaan terhadap peraturan merupakan aspek dasar perkembangan personal dan sosial. Keluarga dan nilai budayanya adalah pengaruh utama dalam membentuk perkembangan sosial anak dan ciri kepribadian dasar.
Dalam menggambarkan perkembangan personal dan sosial, harus diingat bahwa anak berkembang dengan kecepatan yang berbeda. Perbedaan individu dalam latar belakang genetika dan budaya, status kesehatan, faktor-faktor seperti pengalaman dalam pengasuhan anak adalah penyebab keragaman ini. Tidak ada dua anak yang benar mirip, baik dalam hal perkembangan personal sosial atau perkembangan dibidang lainnya.
C.     Pengaruh Pola Asuh Terhadap Perkembangan  Anak
1.      Pengaruh Pola Asuh Demokratis
Pola asuh demokratis akan menghasilkan karakteristik anak-anak yang mandiri, dapat mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dengan teman-temannya, mampu menghadapi stress, mempunyai minat terhadap hal-hal yang baru, dan kooperatif terhadap orang lain.
2.      Pengaruh Pola Asuh Otoriter
Pola asuh otoriter akan menghasilkan karakteristik anak yang penakut, pendiam, tertutup, tidak berinisiatif, gemar menentang, suka melanggar norma-norma, berkepribadian lemah, cemas dan terkesan menarik diri.
3.      Pengaruh Pola Asuh Permisif
Pola asuh permisif akan menghasilkan karakteristik anak-anak yang impulsive, agresif, tidak patuh, manja, kurang mandiri, mau menang sendiri, kurang matang secara sosial dan kurang percaya diri.
4.      Pengaruh Pola Asuh Penelantar
Pola asuh penelantar akan menghasilkan karakteristik anak yang moody, impulsive, agresif, kurang bertanggung jawab, tidak mau mengalah, self esteem (harga diri) yang rendah, sering bermasalah dengan teman-temannya.
Agar dampak yang ditimbulkan dari pola asuh orang tua yang salah tidak terjadi, maka sebaiknya orang tua menerapkan pola asuhnya disertai dengan beberapa hal sebagai berikut:
1)       Usahakan untuk selalu menanamkan ajaran agama pada anak-anak sejak dini. Pola asuh keluarga berbasis agama yang dinilai sebagai pendidikan paling baik saat ini.
2)       Anak akan meniru orang tua, jadi sebaiknya orang tua pun harus menjadi teladan yang baik. Jika ingin memiliki anak yang berperilaku positif, orang tua pun harus menjauhi segala hal yang negatif.
3)       Menjalin komunikasi antara orang tua dan anak adalah hal yang sangat penting, hal ini agar terjadi saling pengertian dan tidak menimbulkan salah paham.
4)       Orang tua wajib memberikan aturan-aturan tertentu agar anak tidak terlalu dibebaskan, namun aturan-aturan tersebut harus disesuaikan dengan kemampuan atau kebutuhana anak, sehingga anak pun tidak merasa berat dan terbebani.
5)       Hukuman memang boleh diberikan, bahkan dianjurkan agar si anak menjadi jera. Tapi hukuman yang dimaksud bukanlah kemarahan yang menjadi-jadi atau kekerasan fisik yang membuat anak kesakitan. Anak yang masih labil, bisa salah paham dan berpikiran buruk pada orang tua yang suka memberikan hukuman fisik. Hukuman orang tua pada anak adalah bentuk kasih sayang, jadi sebagai orang tua harus pintar-pintar memberikan hukuman yang cocok bagi anak.
Adapun pengaruh pola asuh orang tua terhadap pembentukan karakter anak yaitu:
1.      Pengaruh Pola Asuh Orang Tua yang Bekerja dan yang Tidak Bekerja terhadap Pembentukan Kepribadian Anak
Sikap, kebiasaan dan pola perilaku yang dibentuk selama tahun pertama, sangat menentukan seberapa jauh individu-individu berhasil menyesuaikan diri dalam kehidupan ketika mereka bertambah tua. Kenyataan tersebut menunjukkan pentingnya dasar-dasar yang diberikan orang tua pada anaknya pada masa kanak-kanak.
Kenyataan yang terjadi pada masa sekarang adalah berkurangnya perhatian orang tua terhadap anaknya karena keduanya sama-sama bekerja. Hal tersebut mengakibatkan terbatasnya interaksi orang tua dengan anaknya. Keadaan ini biasanya terjadi pada keluarga-keluarga muda yang semuanya bekerja. Anak-anak kurang mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orang tua karena keduanya sama-sama sibuk dengan pekerjaannya masing masing.
Sedangkan anak pada usia ini sangat mambutuhkan perhatian lebih dari orang tua terutama untuk  perkembangan kepribadian. Anak yang ditinggal orang tuanya dan hanya tinggal dengan seorang pengasuh yang dibayar orang tua untuk menjaga dan mengasuh, belum tentu anak mendapatkan pengasuhan yang baik sesuai perkembangannya dari seorang pengasuh.
Anak yang ditinggal kedua orang tuanya bekerja cenderung bersifat manja. Biasanya orang tua akan merasa bersalah terhadap anak karena telah meninggalkan anak seharian. Sehingga orang tua akan menuruti semua permintaan anak untuk menebus kesalahanya tersebut tanpa berfikir lebih lanjut permintaan anak baik atau tidak untuk perkembangan kepribadiaan anak selanjutnya. Kurangnya perhatiaan dari orang tua akan mengakibatkan anak mencari perhatian dari luar, baik dilingkungan sekolah dengan teman sebaya ataupun dengan orang tua pada saat mereka di rumah. Anak suka mengganggu temannya ketika bermain, membuat keributan di rumah dan melakukan hal-hal yang terkadang membuat kesal orang lain. Semua perlakuan anak tersebut dilakukan hanya untuk menarik perhatian orang lain karena kurangnya perhatian dari orang tua.
Sedangkan orang tua yang tidak bekerja di luar rumah akan lebih fokus pada pengasuhan anak dan pekerjaan rumah lainnya. Anak sepenuhnya mendapatkan kasih sayang dan perhatian dari orang tua. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan anak menjadi kurang mandiri, karena terbiasa dengan orang tua. Segala yang dilakukan anak selalu dengan pangawasan orang tua. Oleh karena itu, orang tua yang tidak bekerja sebaiknya juga tidak terlalu over protektif. Sehingga anak mampu untuk bersikap mandiri.
2.      Pengaruh Pola Asuh Orang Tua yang Berpendidikan Tinggi dan Berpendidikan Rendah Terhadap Pembentukan Kepribadian Anak
Latar belakang pendidikan orang tua mempunyai pengaruh yang besar terhadap pembentukan kepribadian anak. Orang tua yang mempunyai latar belakang pendidikan yang tingi akan lebih memperhatikan segala perubahan dan setiap perkembangan yang terjadi pada anaknya. Orang tua yang berpendidikan tinggi umumnya mengetahui bagaimana tingkat perkembangan anak dan bagaimana pengasuhan orang tua yang baik sesuai dengan perkembangan anak khususnya untuk pembentukan kepribadian yang baik bagi anak. Orang tua yang berpendidikan tinggi umumnya dapat mengajarkan sopan santun kepada orang lain, baik dalam berbicara ataupun dalam hal lain.
Berbeda dengan orang tua yang mempunyai latar belakang pendidikan yang rendah. Dalam pengasuhan anak umumnya orang tua kurang memperhatikan tingkat perkembangan anak. Hal ini dikarenakan orang tua yang masih awam dan tidak mengetahui tingkat perkembangan anak. Bagaimana anaknya berkembang dan dalam tahap apa anak pada saat itu. Orang tua biasanya mengasuh anak dengan gaya dan cara mereka sendiri. Apa yang menurut mereka baik untuk anaknya. Anak dengan pola asuh orang tua yang seperti ini akan membentuk suatu kepribadian yang kurang baik.
3.      Pengaruh Pola Asuh Orang Tua dengan Tingkat Ekonomi Menengah Keatas dan Menengah Kebawah
Permasalahan ekonomi dalam keluarga merupakan masalah yang sering dihadapi. Tanpa disadari bahwa permasalahan ekonomi dalam keluarga akan berdampak pada anak. Orang tua terkadang melampiaskan kekesalan dalam menghadapi permasalahan pada anak. Anak usia prasekolah yang belum mengerti tentang masalah perekonomian dalam keluarga hanya akan menjadi korban dari orang tua.
Dalam pola asuh yang diberikan oleh orang tua yang tingkat perekonomiannya menengah keatas dan orang tua yang tingkat perekonomiannya menengah kebawah berbeda. Orang tua yang tingkat perekonominnya menengah keatas dalam pengasuhannya biasanya orang tua memanjakan anaknya. Apapun yang diinginkan oleh anak akan dipenuhi orang tua. Segala kebutuhan anak dapat terpenuhi dengan kekayaan yang dimiliki orang tua. Pengasuhan anak sebagian besar hanya sebatas dengan materi. Perhatian dan kasih sayang orang tua diwujudkan dalam materi atau pemenuhan kebutuhan anak.
Anak yang terbiasa dengan pola asuh yang demikian, maka akan membentuk suatu kepribadian yang manja, serba menilai sesuatu dengan materi dan tidak menutup kemungkinan anak akan sombong dengan kekayaan yang dimiliki orang tua serta kurang menghormati orang yang lebih rendah darinya.
Sedangkan pada orang tua yang tingkat perekonomiannya menengah kebawah dalam cara pengasuhannya memang kurang dapat memenuhi kebutuhan anak yang bersifat materi. Orang tua hanya dapat memenuhi kebutuhan anak yang benar-benar penting bagi anak. Perhatian dan kasih sayang orang tualah yang dapat diberikan.
Anak yang hidup dalam perekonomian menengah kebawah terbiasa hidup dengan segala kekurangan yang dialami keluarga. Sehingga akan terbentuk kepribadian anak yang mandiri, mampu menyelesaikan permasalahan dan tidak mudah stres dalam menghadapi suatu permasalahan.dan anak dapat menghargai usaha orang lain.
Pada kenyataannya terdapat juga anak yang minder dengan keadaan ekonomi orang tua yang kurang. Oleh karena itu, peran orang tua dalam hal ini sangat penting. Orang tua harus menyeimbangkan dengan pendidikan agama pada anak. Sehingga anak mampu mensyukuri segala yang telah diberikan oleh sang Pencipta.




BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Pola asuh orang tua merupakan pola perilaku yang diterapkan orang tua pada anak-anaknya yang bersifat konsisten dari waktu kewaktu. Pola asuh orang tua berpengaruh terhadap pembentukan kepribadian anak. Keluarga merupakan tempat sosialisasi pertama bagi anak. Seorang anak akan meniru perilaku dari orang tuanya baik itu perilaku baik maupun perilaku yang kurang baik. Hal itulah yang nanti akan dibawa anak sampai tua.
Keluarga berperan sebagai penghubung antara kehidupan anak dengan kehidupan sosial dan norma-norma sosial, sehingga kehidupan di sekitarnya dapat dimengerti oleh anak, sehingga pada gilirannya anak berpikir dan berbuat positif di dalam dan terhadap lingkungannya.Pola asuh adalah pengasuhan anak yang berlaku dalam keluarga, yaitu bagaimana keluarga membentuk perilaku generasi berikut sesuai dengan norma dan nilai yang baik dan sesuai dengan kehidupan masyarakat.
Perkembangan (development) adalah peningkatan kemampuan dalam hal struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks. Perkembangan memiliki pola yang teratur dan dapat diprediksi, yang merupakan hasil dari proses pematangan. Perkembangan seorang anak dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Dimana pola asuh orangtua adalah salah satu bagian dari faktor eksternal pasca persalinan yang mempengaruhi perkembangan anak.
Dari berbagai macam pola asuh yang tersebut diatas, dapat kami simpulkan bahwa pola asuh yang paling baik adalah pola asuh demokratis karena dapat menghasilkan karakteristik anak yang mandiri, dapat mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dengan teman-temannya, mampu menghadapi stress, mempunyai minat terhadap hal-hal yang baru. Dan kooperatif terhadap orang lain.
B.     Saran
Sebagai seorang calon guru dan calon orang tua, tentunya pembaca harus bisa memahami kompetensi-kompetensi yang harus dimiliki seorang guru. Hal ini bertujuan agar ketika menjadi guru, pembaca sudah mengerti tugas seorang guru yang sangat berat, dan yang terpenting adalah mempersiakan segala hal yang akan digunakan sebagai seorang guru.
Demikianlah makalah ini kami buat, kami selaku penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna oleh karenanya kritik dan saran yang membangun sangat kami butuhkan untuk perbaikan makalah kami selanjutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.


DAFTAR PUSTAKA
Santrock, John W. 2007. Perkembangan Anak (Edisi1). (Jakarta: Erlangga)
Santrok, John W. 2007. Perkembangan Anak Edisi Sebelas (Jilid 2). (Jakarta : Erlangga)
Supartini, Yupi. 2004. Konsep Dasar Keperawatan Anak. (Jakarta: Salemba Medika)
Yatim, Danny I Dan Irwanto. 1991. Kepribadian Keluarga Narkotika, (Jakarta: Arcan)



[1] Danny I Dan Irwanto Yatim, Kepribadian Keluarga Narkotika, (Jakarta: Arcan, 1991). Hlm. 94.
[2] John W. Santrok, Perkembangan Anak Edisi Sebelas (Jilid 2), (Jakarta : Erlangga, 2007), Hlm. 167-168.
[3] Yupi Supartini, Konsep Dasar Keperawatan Anak,(Jakarta: Salemba Medika, 2004), Hlm. 49.
[4] John W Santrock, Perkembangan Anak (Edisi1),(Jakarta: Erlangga, 2007), Hlm. 44.
[5] Ibid, Yupi Supartini.