Monday, 18 March 2019

Problematika Perlombaan Kicau Burung Mania dalam Perspektif Etika Bisnis Islam (Studi Kasus di Desa Bugih Kecamatan Pamekasan Kabupaten Pamekasan)


A.      Judul Proposal : Problematika Perlombaan Kicau Burung Mania dalam Perspektif Etika Bisnis Islam (Studi Kasus di Desa Bugih Kecamatan Pamekasan Kabupaten Pamekasan)
B.       Konteks Penelitian
 Etika memiliki dua pengertian, pertama, etika sebagaimana moralitas, berisikan moral dan norma-norma konkret yang menjadi pedoman dan pegangan hidup manusia dalam seluruh kehidupan. Kedua, etika sebagai refleksi kritis dan nasional. Etika membantu manusia bertindak secara bebas, tetapi dapat dipertanggungjawabkan. adapun bisnis menurut menurut Straub, sebagaimana dikutip oleh Veithzal Rivai dan Andi Bukhari, yaitu suatu organisasi yang menjalankan aktivitas produksi dan penjualan barang dan jasa yang diinginkan oleh konsumen untuk memperoleh profit.[1] Dalam menjalankan roda bisnisnya dan agar tidak saling merugikan, manusia memerlukan seperangkat nilai aturan yang dapat dijadikan pegangan dalam aktivitas bisnisnya. Moral terdiri dari seperangkat aturan yang memonitor perilaku manusia serta menetapkan sesuatu perbuatan mana yang buruk atau yang baik. Moral dapat dijadikan sebagai tolok ukur dalam menilai perilaku manusia. Jadi, setiap tindakan dapat ditinjau dari segi moralnya.[2]
Pada dasarnya, etika bisnis Islam tidak lepas dari pengaruh ajaran Islam, pemikiran tokoh-tokoh dan ulama serta keadaan masyarakat yang mendorong untuk membuat aturan-aturan moral. Etika bisnis Islam hadir sebagai wujud antisipasi terhadap banyaknya penyimpangan dan kecurangan dalam dunia bisnis misalnya penipuan, pengelapan, dan pemerasan yang kemudian menjadi latarbelakang munculnya etika bisnis. Etika bisnis dianggap memiliki seperangkat alat yang mampu untuk mengubah hal-hal yang negatif menjadi positif dalam dunia bisnis. Etika bisnis Islam didasarkan pada nilai-nilai luhur yang ditemukan dalam sumber-sumber ajaran Islam seperti Al-Qur’an, Hadis Nabi, ijma’ para ulama, dan qiyas. Dari sumber-sumber ini, kita bisa memperoleh etika bisnis Islam, seperti nilai-nilai moralitas yang menyeru manusia kepada kebenaran dan kebaikan, kesabaran dan akhlak, serta mencegah mereka dari kepalsuan, penipuan, kecurangan, kejahatan, dan kemungkaran.[3]
Dalam etika bisnis Islam, yang berkaitan dengan moral pebisnis yaitu: kejujuran, pemenuhan janji dan perjanjian, toleransi, keluwesan, dan keramahtamahan. Sedangkan beberapa hal-hal yang dilarang untuk dilakukan yaitu: larangan riba, larangan berbuat tadlis (penipuan/menyembunyikan cacat barang, larangan transaksi yang mengandung gharar (pertaruhan/spekulasi), dan larangan bisnis yang berbentuk perjudian.[4] Mengenai unsur perjudian dijelaskan dalam QS. Al-Maidah: 90-91.
 berfirman: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ
عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ       
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamar, judi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syetan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (Q.S. Al-Maidah : 90)
   إِنَّمَا    يُرِيدُ    الشَّيْطٰنُ    أَن    يُوقِعَ    بَيْنَكُمُ    الْعَدٰوَةَ    وَالْبَغْضَآءَ    فِى    الْخَمْرِ    وَالْمَيْسِرِ    وَيَصُدَّكُمْ    عَن    ذِكْرِ    اللّٰـهِ    وَعَنِ    الصَّلَوٰةِ    ۖ    فَهَلْ    أَنتُم    مُّنتَهُونَ
Artinya: “Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).” (Q.S. Al-Maidah : 91)

Penjelasan mengenai dua ayat di atas yaitu, Allah SWT telah mengharamkan minuman keras dan perjudian dengan beberapa bentuk penekanan (ta’kid). Antara lain, mengawali kaliamat dengan lafadz “innama”. Allah juga telah menjadikan keduanya sebagai perbuatan setan. Padahal, setan tidak akan memberikan sesuatu selain kejahatan. Allah juga telah memerintahkan agar menjauhinya, bahkan menjauhinya merupakan suatu keberuntungan. Apabila menjauhinya di anggap suatu keberuntungan, maka mendekatinya adalah suatu kerugian. Dan di antara bentuk penekanan tersebut adalah adanya ancaman, yaitu munculnya permusuhan dan kebencian di kalangan peminum minuman keras dan pelaku perjudian, bahkan bisa menyebabkan  jauh dari dzikir kepada Allah dan ingat waktu shalat. Firman Allah: “Maka, berhentilah kamu (dari mengerjakan perbuatan itu)” (Q.s. Al-Maidah: 91).[5]
Yang termasuk dalam kategori perjudian adalah kertas undian, apa pun bentuk dan sebab yang digunakan untuk membuatnya. Yang juga termasuk perjudian adalah pertaruhan dalam perlombaan kuda. Sedangkan harta hasil perjudian itu hukumnya haram, dan tidak boleh di miliki.[6] Mengenai perlombaan sudah menjadi tabiat manusia bahwa ia akan lebih bersemangat dan sungguh-sungguh untuk melakukan sesuatu bila mendapat tantangan dan meraih kemenangan, mengalahkan para pesaingnya dalam melakukan sesuatu. As-sabq artinya mencapai tujuan (finis) sebelum orang lain. Jika huruf ba’ difathah, sabaq , artinya sesuatu yang dipertaruhkan perserta lomba pacuan kuda, unta, dan memanah. Peserta yang paling cepat mencapai finis berhak mendapatkannya. perlombaandalam bahsa Arab disebut juga  musabaqah.[7]
 Jika hadiahnya berasal dari setiap peserta, yang menang mendapatkannya sedangkan yang kalah tidak mendapatkan apa-apa maka perlombaan ini hukumnya haram, dan termasuk perjudian, kecuali ada seorang peserta yang tidak membayar apapun. Jika ia menang, dia berhak mendapat hadiah. orang tersebut dinamakan (muhallil).[8] Perlombaan ini jelas hukumnya judi, sebagaimana dikatakan oleh Ar Ramli, “Jika peserta sebuah lomba mensyaratkan siapa yang menang ia berhak mendapat hadiah sekian dari yang kalah maka hukum perlombaannya tidak sah. Karena setiap peserta berada antara untung dan rugi. Inilah perjudian yang diharamkan, kecuali ada peserta yang ikut bertanding tanpa membayar.” Haramnya hukum perlombaan ini juga merupakan keputusan Majma’ Al Fiqh Al Islami (divisi fikih OKI) tentang kaidah umum perlombaan yang dibolehkan pemenangnya mendapatkan hadiah, keputusan No. 127 (1/14) tahun 2003, yang berbunyi, “ Sebuah perlombaan, boleh pemenangnya mendapat hadiah dengan syarat … bahwa seluruh hadiah atau sebagiannya tidak berasal dari semua peserta.” Salah satu syarat-syarat perlombaan yaitu tidak mengandung unsur judi (taruhan), misalnya masing-masing mengeluarkan uang taruhan sebagai judi. Bila hadiah dari pihak ketiga maka hal tersebut tidak termasuk judi.[9]
Desa Bugih merupakan salah satu desa yang menyediakan fasilitas tempat untuk perlombaan kicau burung. Selain perlombaan, desa ini juga menyediakan tempat untuk pelatihan kicau burung agar suaranya lebih merdu. Masyarakat Bugih juga mengikuti lomba kicau burung ini. Akan tetapi, sebagian pesertanya berasal dari  luar desa Bugih. Lomba ini dilaksanakan hari kamis sore. Burung yang biasa di lombakan yaitu burung love bird dan perkutut. Sistem perlombaan kicau burung mania ini, peserta membayar uang pendaftaran kepada panitia yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan ini. Mengenai pendaftaran terdapat kategori kecil dan besar, maksudnya nominal uang pendaftaran antara lomba kecil dan besar mengalami perbedaan. jadi, peserta ditanyakan terlebih dahulu oleh panitia, ia mau mengikuti lomba kategori kecil atau besar. Untuk lomba kategori kecil uang pendaftarannya sebesar 10.000 dan 20.000. Sedangkan  kategori besar sebesar 30.000, 50.000, dan 100.000. Kicau Burung yang dinyatakan merdu suaranya atau memiliki point banyak dari panitia ditandai dengan adanya bendara warna merah putih. Semakin banyak bendara tersebut, maka dinyatakan kicau burung tersebut menang. Pemenang mendapatkan hadiah yang berasal dari uang pendaftaran peserta tersebut. Untuk nominal penjuaraan dalam lomba kicau burung mania ini tidak selalu sama, Karena melihat dari jumlah peserta yang ikut pada hari itu. Jadi, panitia harus benar mendata jumlah peserta yang ikut dalam lomba kicau burung kategori kecil dan besar. Dengan pendataan ini, panitia dan peserta bisa mengetahui nominal uang untuk juara 1 sampai 10. Sehingga perlombaan kicau burung mania di Desa Bugih ini dapat dilaksanakan dengan baik dan lancar.
Dari pernyataan di atas memang terdapat problematika yang berkaitan dengan etika bisnis Islam. Dalam beretika bisnis Islam haruslah menjauhi tindakan mengundi nasib atau perjudian. Penekanan bahwa perlombaan kicau burung mania ini termasuk dalam perjudian yaitu peserta membayar uang pendaftaran kepada panitia yang difungsikan sebagai sumber dana hadiah bagi pemenang perlombaan. Maka berangkat dari masalah itulah layaknya penulis perlu mengadakan penelitian mengenai hal tersebut dengan judul “Problematika Perlombaan Kicau Burung Mania dalam Perspektif Etika Bisnis Islam (Studi Kasus di Desa Bugih Kecamatan Pamekasan Kabupaten Pamekasan)”. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat dan solusi bagi semua pihak, terutama bagi peserta dan panitia yang bersangkutan dalam perlombaan tersebut. Sehingga dengan adanya penelitian ini dapat memberikan kesadaran dan antisipasi kepada masyarakat Desa Bugih maupun di luar desa yang mengikuti perlombaan kicau burung mania untuk merubah sedikit sistem lombanya sesuai dengan hukum Islam yang dianjurkan oleh Allah SWT.
C.       Fokus Penelitian
1.        Bagaimana Problematika Perlombaan Kicau Mania dalam Perspektif Etika Bisnis Islam (Studi Kasus di Desa Bugih Kecamatan Pamekasan Kabupaten Pamekasan)?
2.        Mengapa Problematika Perlombaan Kicau Mania dalam Perspektif Etika Bisnis Islam (Studi Kasus di Desa Bugih Kecamatan Pamekasan Kabupaten Pamekasan) merupakan salah satu tindakan perjudian?











































DAFTAR PUSTAKA
Idri. Hadis Ekonomi: Ekonomi dalam Perspektif Nabi. Jakarta: Prenadamedia Group. 2016.
Erwandi Tarmizi. Harta Haram Muamalat Kontemporer. Bogor: Berkat Mulia Insani. 2018.
Mardani. Hukum Bisnis Syariah . Jakarta: Prenadamedia Group. 2014.
Muhammad Yusuf. Bisnis Syariah.  Jakarta: Mitra Wacana Media. 2011.
Mardani. Fiqh Ekonomi Syariah. Jakarta: Kencana. 2016.



[1] Mardani, Hukum Bisnis Syariah (Jakarta: Prenadamedia Group, 2014), hlm. 26.
[2] Idri, Hadis Ekonomi: Ekonomi dalam Perspektif Nabi (Jakarta: Prenadamedia Group,2016), hlm. 347.
[3] Ibid. 348.
[4] Mardani, Hukum Bisnis Syariah, hlm. 33-51.
[5] Muhammad Yusuf, Bisnis Syariah (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2011), hlm. 53.
[6] Ibid.
[7] Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah (Jakarta: Kencana, 2016), hlm. 376.
[8] Erwandi Tarmizi, Harta Haram Muamalat Kontemporer (Bogor: Berkat Mulia Insani, 2018), hlm. 318-319.
[9] Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah, hlm. 377.