A. Judul
Proposal : Problematika Perlombaan Kicau Burung Mania dalam Perspektif Etika Bisnis
Islam (Studi Kasus di Desa Bugih Kecamatan Pamekasan Kabupaten Pamekasan)
B. Konteks
Penelitian
Etika
memiliki dua pengertian, pertama, etika sebagaimana moralitas, berisikan
moral dan norma-norma konkret yang menjadi pedoman dan pegangan hidup manusia
dalam seluruh kehidupan. Kedua, etika sebagai refleksi kritis dan
nasional. Etika membantu manusia bertindak secara bebas, tetapi dapat
dipertanggungjawabkan. adapun bisnis menurut menurut Straub, sebagaimana
dikutip oleh Veithzal Rivai dan Andi Bukhari, yaitu suatu organisasi yang
menjalankan aktivitas produksi dan penjualan barang dan jasa yang diinginkan
oleh konsumen untuk memperoleh profit.[1]
Dalam menjalankan roda bisnisnya dan agar tidak saling merugikan, manusia
memerlukan seperangkat nilai aturan yang dapat dijadikan pegangan dalam
aktivitas bisnisnya. Moral terdiri dari seperangkat aturan yang memonitor
perilaku manusia serta menetapkan sesuatu perbuatan mana yang buruk atau yang
baik. Moral dapat dijadikan sebagai tolok ukur dalam menilai perilaku manusia.
Jadi, setiap tindakan dapat ditinjau dari segi moralnya.[2]
Pada dasarnya, etika bisnis Islam tidak lepas dari
pengaruh ajaran Islam, pemikiran tokoh-tokoh dan ulama serta keadaan masyarakat
yang mendorong untuk membuat aturan-aturan moral. Etika bisnis Islam hadir
sebagai wujud antisipasi terhadap banyaknya penyimpangan dan kecurangan dalam
dunia bisnis misalnya penipuan, pengelapan, dan pemerasan yang kemudian menjadi
latarbelakang munculnya etika bisnis. Etika bisnis dianggap memiliki
seperangkat alat yang mampu untuk mengubah hal-hal yang negatif menjadi positif
dalam dunia bisnis. Etika bisnis Islam didasarkan pada nilai-nilai luhur yang
ditemukan dalam sumber-sumber ajaran Islam seperti Al-Qur’an, Hadis Nabi, ijma’
para ulama, dan qiyas. Dari sumber-sumber ini, kita bisa memperoleh etika
bisnis Islam, seperti nilai-nilai moralitas yang menyeru manusia kepada
kebenaran dan kebaikan, kesabaran dan akhlak, serta mencegah mereka dari
kepalsuan, penipuan, kecurangan, kejahatan, dan kemungkaran.[3]
Dalam etika bisnis Islam, yang berkaitan dengan
moral pebisnis yaitu: kejujuran, pemenuhan janji dan perjanjian, toleransi, keluwesan,
dan keramahtamahan. Sedangkan beberapa hal-hal yang dilarang untuk dilakukan
yaitu: larangan riba, larangan berbuat tadlis (penipuan/menyembunyikan cacat
barang, larangan transaksi yang mengandung gharar
(pertaruhan/spekulasi), dan larangan bisnis yang berbentuk perjudian.[4]
Mengenai unsur perjudian dijelaskan dalam QS. Al-Maidah: 90-91.
berfirman: يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ
رِجْسٌ مِنْ
عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ
تُفْلِحُونَ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya
khamar, judi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan panah adalah
perbuatan keji termasuk perbuatan syetan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu
agar kamu mendapat keberuntungan.” (Q.S. Al-Maidah : 90)
إِنَّمَا يُرِيدُ
الشَّيْطٰنُ أَن يُوقِعَ
بَيْنَكُمُ الْعَدٰوَةَ وَالْبَغْضَآءَ فِى
الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَن
ذِكْرِ اللّٰـهِ وَعَنِ
الصَّلَوٰةِ ۖ فَهَلْ
أَنتُم مُّنتَهُونَ
Artinya: “Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak
menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar
dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka
berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).” (Q.S. Al-Maidah : 91)
Penjelasan mengenai dua ayat di atas yaitu, Allah
SWT telah mengharamkan minuman keras dan perjudian dengan beberapa bentuk
penekanan (ta’kid). Antara lain, mengawali kaliamat dengan lafadz
“innama”. Allah juga telah menjadikan keduanya sebagai perbuatan setan.
Padahal, setan tidak akan memberikan sesuatu selain kejahatan. Allah juga telah
memerintahkan agar menjauhinya, bahkan menjauhinya merupakan suatu
keberuntungan. Apabila menjauhinya di anggap suatu keberuntungan, maka
mendekatinya adalah suatu kerugian. Dan di antara bentuk penekanan tersebut
adalah adanya ancaman, yaitu munculnya permusuhan dan kebencian di kalangan
peminum minuman keras dan pelaku perjudian, bahkan bisa menyebabkan jauh dari dzikir kepada Allah dan ingat waktu
shalat. Firman Allah: “Maka, berhentilah kamu (dari mengerjakan perbuatan
itu)” (Q.s. Al-Maidah: 91).[5]
Yang termasuk dalam kategori perjudian adalah kertas
undian, apa pun bentuk dan sebab yang digunakan untuk membuatnya. Yang juga
termasuk perjudian adalah pertaruhan dalam perlombaan kuda. Sedangkan harta
hasil perjudian itu hukumnya haram, dan tidak boleh di miliki.[6]
Mengenai perlombaan sudah menjadi tabiat manusia bahwa ia akan lebih
bersemangat dan sungguh-sungguh untuk melakukan sesuatu bila mendapat tantangan
dan meraih kemenangan, mengalahkan para pesaingnya dalam melakukan sesuatu. As-sabq
artinya mencapai tujuan (finis) sebelum orang lain. Jika huruf ba’ difathah,
sabaq , artinya sesuatu yang dipertaruhkan perserta lomba pacuan kuda,
unta, dan memanah. Peserta yang paling cepat mencapai finis berhak
mendapatkannya. perlombaandalam bahsa Arab disebut juga musabaqah.[7]
Jika
hadiahnya berasal dari setiap peserta, yang menang mendapatkannya sedangkan
yang kalah tidak mendapatkan apa-apa maka perlombaan ini hukumnya haram, dan
termasuk perjudian, kecuali ada seorang peserta yang tidak membayar apapun.
Jika ia menang, dia berhak mendapat hadiah. orang tersebut dinamakan (muhallil).[8]
Perlombaan ini jelas hukumnya judi, sebagaimana dikatakan oleh Ar Ramli, “Jika
peserta sebuah lomba mensyaratkan siapa yang menang ia berhak mendapat hadiah
sekian dari yang kalah maka hukum perlombaannya tidak sah. Karena setiap
peserta berada antara untung dan rugi. Inilah perjudian yang diharamkan,
kecuali ada peserta yang ikut bertanding tanpa membayar.” Haramnya hukum
perlombaan ini juga merupakan keputusan Majma’ Al Fiqh Al Islami (divisi fikih
OKI) tentang kaidah umum perlombaan yang dibolehkan pemenangnya mendapatkan
hadiah, keputusan No. 127 (1/14) tahun 2003, yang berbunyi, “ Sebuah
perlombaan, boleh pemenangnya mendapat hadiah dengan syarat … bahwa seluruh
hadiah atau sebagiannya tidak berasal dari semua peserta.” Salah satu
syarat-syarat perlombaan yaitu tidak mengandung unsur judi (taruhan), misalnya
masing-masing mengeluarkan uang taruhan sebagai judi. Bila hadiah dari pihak
ketiga maka hal tersebut tidak termasuk judi.[9]
Desa Bugih merupakan salah satu desa yang
menyediakan fasilitas tempat untuk perlombaan kicau burung. Selain perlombaan,
desa ini juga menyediakan tempat untuk pelatihan kicau burung agar suaranya
lebih merdu. Masyarakat Bugih juga mengikuti lomba kicau burung ini. Akan
tetapi, sebagian pesertanya berasal dari luar desa Bugih. Lomba ini dilaksanakan hari
kamis sore. Burung yang biasa di lombakan yaitu burung love bird dan perkutut. Sistem
perlombaan kicau burung mania ini, peserta membayar uang pendaftaran kepada
panitia yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan ini. Mengenai pendaftaran
terdapat kategori kecil dan besar, maksudnya nominal uang pendaftaran antara lomba
kecil dan besar mengalami perbedaan. jadi, peserta ditanyakan terlebih dahulu
oleh panitia, ia mau mengikuti lomba kategori kecil atau besar. Untuk lomba
kategori kecil uang pendaftarannya sebesar 10.000 dan 20.000. Sedangkan kategori besar sebesar 30.000, 50.000, dan
100.000. Kicau Burung yang dinyatakan merdu suaranya atau memiliki point banyak
dari panitia ditandai dengan adanya bendara warna merah putih. Semakin banyak
bendara tersebut, maka dinyatakan kicau burung tersebut menang. Pemenang mendapatkan
hadiah yang berasal dari uang pendaftaran peserta tersebut. Untuk nominal
penjuaraan dalam lomba kicau burung mania ini tidak selalu sama, Karena melihat
dari jumlah peserta yang ikut pada hari itu. Jadi, panitia harus benar mendata
jumlah peserta yang ikut dalam lomba kicau burung kategori kecil dan besar. Dengan
pendataan ini, panitia dan peserta bisa mengetahui nominal uang untuk juara 1
sampai 10. Sehingga perlombaan kicau burung mania di Desa Bugih ini dapat
dilaksanakan dengan baik dan lancar.
Dari pernyataan di atas memang terdapat problematika
yang berkaitan dengan etika bisnis Islam. Dalam beretika bisnis Islam haruslah menjauhi
tindakan mengundi nasib atau perjudian. Penekanan bahwa perlombaan kicau burung
mania ini termasuk dalam perjudian yaitu peserta membayar uang pendaftaran
kepada panitia yang difungsikan sebagai sumber dana hadiah bagi pemenang
perlombaan. Maka berangkat dari masalah itulah layaknya penulis perlu
mengadakan penelitian mengenai hal tersebut dengan judul “Problematika Perlombaan
Kicau Burung Mania dalam Perspektif Etika Bisnis Islam (Studi Kasus di Desa
Bugih Kecamatan Pamekasan Kabupaten Pamekasan)”. Penelitian ini diharapkan
mampu memberikan manfaat dan solusi bagi semua pihak, terutama bagi peserta dan
panitia yang bersangkutan dalam perlombaan tersebut. Sehingga dengan adanya
penelitian ini dapat memberikan kesadaran dan antisipasi kepada masyarakat Desa
Bugih maupun di luar desa yang mengikuti perlombaan kicau burung mania untuk
merubah sedikit sistem lombanya sesuai dengan hukum Islam yang dianjurkan oleh
Allah SWT.
C. Fokus
Penelitian
1.
Bagaimana
Problematika Perlombaan Kicau Mania dalam Perspektif Etika Bisnis Islam (Studi
Kasus di Desa Bugih Kecamatan Pamekasan Kabupaten Pamekasan)?
2.
Mengapa Problematika
Perlombaan Kicau Mania dalam Perspektif Etika Bisnis Islam (Studi Kasus di Desa
Bugih Kecamatan Pamekasan Kabupaten Pamekasan) merupakan salah satu tindakan perjudian?
DAFTAR PUSTAKA
Idri. Hadis Ekonomi: Ekonomi dalam
Perspektif Nabi. Jakarta: Prenadamedia Group. 2016.
Erwandi Tarmizi. Harta Haram Muamalat
Kontemporer. Bogor: Berkat Mulia Insani. 2018.
Mardani. Hukum Bisnis Syariah .
Jakarta: Prenadamedia Group. 2014.
Muhammad Yusuf. Bisnis Syariah. Jakarta: Mitra Wacana Media. 2011.
Mardani. Fiqh Ekonomi Syariah. Jakarta:
Kencana. 2016.
[1] Mardani, Hukum Bisnis Syariah
(Jakarta: Prenadamedia Group, 2014), hlm. 26.
[2] Idri, Hadis Ekonomi: Ekonomi
dalam Perspektif Nabi (Jakarta: Prenadamedia Group,2016), hlm. 347.
[3] Ibid. 348.
[4] Mardani, Hukum Bisnis Syariah,
hlm. 33-51.
[5]
Muhammad Yusuf, Bisnis Syariah (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2011), hlm.
53.
[6]
Ibid.
[7]
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah (Jakarta: Kencana, 2016), hlm. 376.
[8] Erwandi Tarmizi, Harta Haram
Muamalat Kontemporer (Bogor: Berkat Mulia Insani, 2018), hlm. 318-319.
[9] Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah,
hlm. 377.