Wednesday, 15 April 2015

Makalah Perkembangan Emosional Anak


BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang 

Seorang anak dalam perkembangannya memiliki banyak keunikan yang terkadang mengejutkan. Keunikan dalam perkembngan tersebut sulit dimengerti oleh orang dewasa. Sehingga banyak kejadian orang tua bersikap kasar kepada anaknya ketika anak memunculkan beberapa sifat khasnya. Hal yang sama tidak jarang hal itu terjadi pada dewan pendidik di sekolah.

Perkembangan anak terdiri dari beberapa aspek. Salah satu aspek perkembangan yang sering sekali menjadi masalah adalah perkembangan emosi anak. Hal yang sangat sering di permasalahkan orang tua pada umumnya adalah anak bergitu nakal. Mungkin saja hal itu bersifat normal tetapi ada kemungkinan merupakan gangguan yang terjadi dari perkembangan emosi.

Banyaknya fenomena yang sering ditemui kemungkinan besar karena baik orang tua maupun guru hanya belum mengerti tahap-tahap perkembangan anak tersebut. Untuk mencegah terjadinya hal-hal yang akan merugikan anak, penulis akan memaparkan tentang perkembangan emosi anak.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Apakah yang dimaksud dengan emosi ?
2. Apa saja ciri khas dari penampilan emosi anak ?
3. Apasajakah faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi anak?
4. Bagaimana cara yang umum digunakan untuk menyalurkan energi emosional anak yang terpendam ?
5. Bagaimana kondisi yang menunjang bagi anak agar emosionalitas yang meninggi dapat timbul ?
6. Apa sajakah perbedaan individual dalam perkembangan emosi?
7. Bagaimana peran dari gender?
8. Metode apa saja yang dapat digunakan untuk dapat menunjang perkembangan emosi anak?
9. Bagaimana peran orangtua dan pendidik dalam mengembangkan emosi?

C. Tujuan 

Penulisan makalah ini memiliki tujuan sebagai berikut :
1. Mengetahui apakah sebenarnya emosi itu.
2. Mengetahui tentang ciri khas penampilan emosi anak.
3. Mengetahui faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi anak.
4. Mengetahui cara yang digunakan untuk menyalurkan energi emosional anak yang terpendam.
5. Mengetahui kondisi anak agar emosionalitas yang meninggi dapat timbul
6. Mengetahui perbedaan individual dalam perkembangan emosi.
7. Mengetahui peran gender.
8. Mengetahui metode untuk menunjang perkembangan emosi anak.
9. Mengetahui peran orangtua dan pendidik dalam mengembangkan emosi anak.


BAB II
PEMBAHASAN


A. Pengertian Emosi

Kata emosi berasal dari bahasa latin, yaitu emovere, yang berarti bergerak menjauh. Arti kata ini menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi. Menurut Daniel Goleman (2002 : 411) emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak. Biasanya emosi merupakan reaksi terhadap rangsangan dari luar dan dalam diri individu. Sebagai contoh emosi gembira mendorong perubahan suasana hati seseorang, sehingga secara fisiologi terlihat tertawa, emosi sedih mendorong seseorang berperilaku menangis.

Emosi berkaitan dengan perubahan fisiologis dan berbagai pikiran. Jadi, emosi merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia, karena emosi dapat merupakan motivator perilaku dalam arti meningkatkan, tapi juga dapat mengganggu perilaku intensional manusia. (Prawitasari,1995).

Dalam kehidupan sehari-hari, emosi sering diistilahkan juga dengan perasaan. Misalnya, seorang siswa hari ini ia merasa senang karena dapat mengerjakan semua pekerjaan rumah (PR) dengan baik. Siswa lain mengatakan bahwa ia takut menghadapi ujian. Senang dan takut berkenaan dengan perasaan, kendati dengan makna yang berbeda.Senang termasuk perasaan, sedangkan takut termasuk emosi.

Perasaan menunjukkan suasana batin yang lebih tenang dan tertutup karena tidak banyak melibatkan aspek fisik, sedangkan emosi menggambarkan suasana batin yang dinamis dan terbuka karena melibatkan ekspresi fisik. Perasaan (feeling) seperti halnya emosi merupakan suasana batin atau suasana hati yang membentuk suatu kontinum atau garis yang merentang dari perasaan sangat senang/sangat suka sampai tidak senang/tidak suka. Perasaan timbul karena adanya rangsangan dari luar, bersifat subjektif dan temporer. Misalnya, sesuatu yang dirasakan indah oleh seseorang pada waktu melihat suatu lukisan, mungkin tidak indah baginya beberapa tahun yang lalu, dan tidak indah bagi orang lain. Ada juga perasaan bersifat menetap menjadi suatu kebiasaan dan membentuk adat-istiadat. Misalnya, orang Padang senang makan pedas, orang Sunda senang makan sayur/lalap sambal.

Simpati dan empati merupakan bentuk perasaan yang cukup penting dalam kehidupan bersosialisai dengan orang lain. Simpati adalah suatu kecenderungan untuk senang atau tertarik kepada orang lain. Empati adalah suatu kondisi perasaan jika seseorang berada dalam situasi orang lain. Biasanya kita rasakan saat melihat film atau sinetron dramatis.

Emosi merupakan perpaduan dari beberapa perasaan yang mempunyai intensitas relatif tinggi dan menimbulkan suatu gejolak suasana batin. Seperti halnya perasaan, emosi juga membentuk suatu kontinum atau garis yang bergerak dari emosi positif sampai negatif.

Minimal ada empat ciri emosi, yaitu :
1. Pengalaman emosional bersifat pribadi/subjektif, ada perbedaan pengalaman antara individu yang satu dengan lainnya;
2. Ada perubahan secara fisik (kalau marah jantung berdetak lebih cepat);
3. Diekspresikan dalam perilaku seperti takut, marah, sedih, dan bahagia;
4. Sebagai motif, yaitu tenaga yang mendorong seseorang melakukan kegiatan, misalnya orang yang sedang marah mempunyai tenaga dan dorongan untuk memukul atau merusak barang. (Kurnia, 2008 : 2.23).

Emosi adalah sebagai sesuatu suasana yang kompleks (a complex feeling state) dan getaran jiwa (a strid up state) yang menyertai atau munculnya sebelum dan sesudah terjadinya perilaku. (Syamsudin, 2005:114). Sedangkan menurut Crow & crow (1958) (dalam Sunarto, 2002:149) emosi adalah �An emotion, is an affective experience that accompanies generalized inner adjustment and mental physiological stirred up states in the individual, and that shows it self in his overt behavior.� Jadi emosi adalah pengalaman afektif yang disertai penyesuaian dari dalam diri individu tentang keadaan mental dan fisik dan berwujud suatu tingkah laku yang tampak.

Menurut James & Lange, bahwa emosi itu timbul karena pengaruh perubahan jasmaniah atau kegiatan individu. Misalnya menangis itu karena sedih, tertawa itu karena gembira. Sedangkan menurut Lindsley bahwa emosi disebabkan oleh pekerjaan yang terlampau keras dari susunan syaraf terutama otak, misalnya apabila individu mengalami frustasi, susunan syaraf bekerja sangat keras yang menimbulkan sekresi kelenjar-kelenjar tertentu yang dapat mempertinggi pekerjaan otak, maka hal itu menimbulkan emosi.

B. Ciri Khas Penampilan Emosi Anak

1. Emosi yang kuat

Anak kecil bereaksi dengan intensitas yang sama, baik terhadap situasi yang remeh maupun yang serius.

2. Emosi seringkali tampak

Anak-anak seringkali memperlihatkan emosi mereka meningkat dan mereka menjumpai bahwa ledakan emosional seringkali mengakibatkan hukuman, mereka belajar untuk menyesuaikan diri dengan situasi yang membangkitkan emosi. Kemudian mereka mengekang ledakan emosi mereka dan bereaksi dengan cara yang lebih dapat diterima.

3. Emosi bersifat sementara

Peralihan yang cepat pada anak-anak kecil dari tertawa kemudian menangis, atau dari marah ke tersenyum, atau dari cemburu ke rasa saying merupakan akibat dari 3 faktor; membersihkan system emosi yang terpendam dengan ekspresi terrus terang; kekurangsempurnaan pemahaman terhadap situasi karena ketidakmatangan intelektual dan pengalaman yang terbatas; dan rentang perhatian yang pendek sehingga perhatian itu mudah dialihkan. Dengan meningkatnya usia anak, emosi mereka menjadi lebih menetap.

4. Reaksi mencerminkan individualitas

Semua bayi yang baru lahir pola reaksinya sama. Secara bertahap, dengan adanya pengaruh faktor belajar dan lingkungan, perilaku yang menyertai berbagai macam emosi semakin diindividualisasikan. Seorang anak akan berlari keluar dari ruangan jika mereka ketakutan, sedangkan anak lainnya mungkin akan menangis dan anak lainnya mungkin akan bersembunyi dibelakang kursi atau dibalik punggung seseorang.

5. Emosi berubah kekuatannya

Dengan meningkatnya usia anak, pada usia tertentu emosi yang sangat kuat berkurang kekuatannya, sedangkan emosi lainnya yang tadinya lemah berubah menjadi kuat. Variasi ini sebagian lagi oleh perkembangan intelektual, dan sebagian lainnya oleh perubahan minat.

6. Emosi dapat diketahui melalui gejala perilaku

Anak-anak mungkin tidak memperhatikan reaksi emosi mereka secara langsung, tetapi mereka memperlkihatkan secara tidak langsung melalui kegelisahan, melamun, menangis, kesukaran berbicara, dan tingkah yang gugup seperti menggigit kuku dan menghisap jempol.

C. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi

Sejumlah penelitian tentang emosi anak menunjukkan bahwa perkembangan emosi mereka bergantung pada faktor kematangan dan faktor belajar (Hurlock, 1960:266) dalam (Perkembangan Peserta Didik (2002:156)). Reaksi emosional yang tidak muncul pada awal kehidupan tidak berarti tidak ada, reaksi tersebut mengkin akan muncul di kemudian hari, dengan berfungsinya sistem endokrin. Kematangan dan belajar terjalin erat satu sama lain dalam mempengaruhi perkembangan emosi. Perkembangan kelenjar endokrin penting untuk mematangkan perilaku emosional.

Kegiatan belajar turut menunjang perkembangan emosi. Metode belajar yang menunjang perkembangan emosi, antara lain: 

a. Belajar dengan coba-coba

Anak belajar secara coba-coba untuk mengekspresikan emosi dalam bentuk perilaku yang memberikan pemuasan terbesar kepadanya, dan menolak perilaku yang memberikan pemuasan sedikit atau sama sekali tidak memberikan kepuasan.

b. Belajar dengan cara meniru

Dengan cara mengamati hal-hal yang membangkitkan emosi orang lain, anak-anak bereaksi dengan emosi dan metode ekspresi yang sama dengan orang-orang yang diamati.

c. Belajar dengan cara mempersamakan diri (learning by identification)

Anak menirukan reaksi emosional orang lain yang tergugah oleh rangsangan yang sama dengan rangsangan yang telah membangkitkan emosi yang ditiru. Disini anak hanya menirukan orang yang dikagumi dan mempunyai ikatan emosional yang kuat dengannya.

d. Belajar Melalui Pengkondisian

Dengan metode ini objek situasi yang pada mulanya gagal memancing reaksi emosional, kemudian dapat berhasil dengan cara asosiasi. Pengkondisian terjadi dengan mudah dan cepat pada tahun-tahun awal kehidupan karena anak kecil kurang mampu menalar, kurang pengalaman untuk menilai situasi secara kritis, dan kurang mengenal betapa tidak rasionalnya reaksi mereka.

e. Pelatihan atau belajar di bawah bimbingan dan pengawasan, terbatas pada aspek reaksi

Kepada anak diajarkan cara bereaksi yang dapat diterima jika suatu emosi terangsang. Dengan pelatihan, anak-anak dirangsang untuk bereaksi terhadap rangsangan yang biasanya membangkitkan emosi yang menyenangkan dan decegah agar tidak bereaksi secara emosional terhadap rangsangan-rangsangan yang membangkitkan emosi yang tidak menyenangkan.

D. Cara yang Umum Menyalurkan Energi Emosional yang Terpendam

a) Kemurungan

Kemurungan adalah keadaan emosi yang diperpanjang karena adanya energy emosi yang tertahan dan emosi itu dibiarkan tetap menyala. Emosi yang tidak menyenangkan paling mungkin ditahan, sehingga anak tampak merengut, tidak sehat, berdiam diri, atau masgul. Mereka menjadi tidak bergairah dan berkerja dengan hasil dibawah tingkat kemampuan mereka menjadi asik dengan diri dan perasaan mereka sendiri.

b) Reaksi pengganti

Energy emosional dapat dilepaskan dengan mengganti reaksi emosional yang biasanya dilakukan dengan reaksi yang lebih dapat diterima secara social. Sebagai contoh, jika anak marah, mereka mungkin mengganti reaksi memukul atau menendang dengan reaksi mencaci maki, atau meungkin melakukan sesuatu yang bermanfaat atau konstruktif.

c) Pemindahan

Dalam pemindahan (displacement), reaksi emosional ditunjukkan kepada manusia, binatang, atau obyek yang tidak ada hubungannya dengan rangsangan. Sebagai contoh, anak yang marah bukannya memukul dan membentak orang yang telah menimbulkan kemarahannya, tetapi menyerang korban yang tidak bersalah sebagai kambing hitam.

d) Regresi

Salah satu diantara cara umum untuk mengekspresikan emosi yang terhalang pada masa kanak-kanak ialah dengan regresi yaitu kembali ke bentuk perilaku sebelumnya, bahkan yang infantile. Sebagai contoh, anak yang cembury mungkin ngompol di tempat tidur atau menyatakan bahwa mereka masih harus dibantu untuk berpakaian.

e) Letusan emosi

Di dalam letusan emosi, anak-anak bereaksi dengan hebat terhadap rangsangan yang remeh. Apabila marah, maka mereka melakukan ledakan kemarahan di luar batas kewajaran terhadap obyek yang telah membuat mereka marah. Karena anak-anak yang lebih tua mengetahui bahwa mereka dituntut untuk mengembangkan toleransi terhadap frustasi, letusan emosi mereka saling beralih menjadi rasa tidak mamou, rasa bersalah, dan malu.

E. Kondisi yang Menunjang Timbulnya Emosionalitas yang Meninggi

Kondisi fisik

Apabila keseimbangan tubuh terganggu karena kelelahan, kesehatan yang buruk, atau perubahan yang berasal dari perkembangan, maka anak akan mengalami emosionalitas yang meninggi.

a) Kesehatan yang memburuk, yang disebabkan oleh gizi buruk, gangguan pencernaan, atau penyakit.
b) Kondisi yang merangsang, seperti kaligata atau eksim.
c) Setiap gangguan yang kronis, seperti asma atau penyakit kencing manis.
d) Perubahan kelenjare, terutama pada saat puber. Gangguan kelenjar mungkin juga disebabkan oleh stress emosional yang kronis, misalnya pada kecemasan yang mengambang.

Kondisi psikologis

Pengaruh psikologis yang penting antara lain tingkat intelegiensi, tingkat aspirasi, dan kecemasan.
a) Perlengkapan intelektual yang buruk. Anak yang tingkat intelektualnya rendah rata-rata mempunyai pengendalian emosi yang kurang dibandingkan dengan anak yang pandai pada tingkat umur yang sama.
b) Kegagalan mancapai tingkat aspirasi. Kegagalan y6ang berulang-ulang mengakibatkan timbulnya keadaan cemas, sedikit atau banyak.
c) Kecemasan setelah pengalaman emosional tertentu yang sangat kuat. Sebagai contoh, akibat lanjutan dari pengalaman yang menakutkan akan mengakibatkan anak takut kepada setiap situasi mengancam.

Kondisi lingkungan

Ketegangan yang terus-menerus, jadwal yang ketat, dan terlalu banyak pengalaman menggelisahkan yang merangsang anak secara berlebihan.
a) Ketegangan yang disebabkan oleh pertengkaran dan perselisihan yang terus menerus.
b) Kekangan yang berlebihan, seperti disiplin yang otoriter.
c) Sikap orang tua yang terlalu mencemaskan atau terlalu melindungi.

Suasana otoriter di sekolah. Guru yang terlalu menuntut atau pekerjaan sekolah yang tidak sesuai dengan kemampuan anak akan menimbulkan kemarahan sehingga anak pulang ke rumah dalam keadaan kesal.

F. Perbedaan Individual dalam Perkembangan Emosi

Meskipun pola perkembangan emosi dapat diramalkan, tetapi terdapat perbedaan dalam segi frekuensi, intensitas, serta jangka waktu dari berbagai macam emosi, dan juga saat pemunculannya. Perbedaan ini sudah mulai terlihat sebelum masa bayi berakhir dan semakin bertambah frekuensinya serta lebih mencolok sehubungan dengan bertambahnya usia anak. Dengan meningkatnya usia anak, semua emosi diekspresikan secara lebih lunak karena mereka telah mempelajari reaksi orang lain terhadap luapan emosi yang berlebihan, sekalipun emosi itu berupa kegembiraan atau emosi yang menyenangkan lainnya. Selain itu karena anak-anak mengekang sebagian ekspresi emosi mereka, emosi tersebut cenderung bertahan lebih lama daripada jika emosi itu diekspresikan secara lebih terbuka. Oleh sebab itu, ekspresi emosional mereka menjadi berbeda-beda.

Perbedaan itu sebagian disebabkan oleh keadaan fisik anak pada saat itu dan taraf kemampuan intelektualnya dan sebagian lagi disebabkan oleh kondisi lingkungan. Anak yang sehat cenderung kurang emosional dibandingkan dengan anak-anak yang kurang sehat. Ditinjau dari kedudukannya sebagai anggota kelompok, anak-anak yang pandai bereaksi lebih emosional terhadap berbagai macam rangsangan dibandingkan dengan anak-anak yang kurang pandai. Tetapi sebaliknya mereka juga cenderung lebih mampu mengendalikan ekspresi emosi. 

G. Peran Gender

Stereotipe utama tentang gender dan emosi: perempuan emosional, laki-laki tidak emosional. Stereotipe ini merupakan suatu citra yang kuat dan berkar dalam kebudayaan kita. Keyakinan dan stereotipe telah menghasilkan perlakuan negatif kepada perempuan karena jenis kelamin mereka. Perempuan kurang menerima perhatian yang memadai di sekolah, kurang mendapat peran yang menonjol di televisi, jarang digambarkan sebagai tokoh yang berkompeten dan dominan dalam buku anak-anak, dibayar lebih murah daripada laki-laki sekalipun mereka lebih berpendidikan, dan kurang terwakili dalam peran-peran pengambilan keputusan di seluruh masyarakat kita.

Konsep androgini, yakni keberadaan karakteristik maskulin dan feminin yang diinginkan pada individu yang sama. Individu yang androginous dapat menjadi seorang laki-laki yang tegas (maskulin) dan bersifat mengasuh (feminin), atau seorang perempuan yang dominan (maskulin) dan sensitif kepada perasaan orang lain (feminin). Dalam daftar peran jenis kelamin karya Bem, individu-individu diklasifikasikan sebagai mempunyai satu dari empat orientasi peran gender: maskulin, feminin, androginous, dan tidak terdiferensiasi (tidak memiliki perbedaan). Individu yang androginous adalah sungguh-sungguh seorang perempuan atau seorang laki-laki yang memiliki suatu tingkat yang tinggi baik sifat-sifat feminin (ekspresif) maupun sifat-sifat maskulin. Individu yang androginous digambarkan lebih fleksibel dan lebih sehat secara mental daripada individu yang maskulin maupun individu yang feminin.

Kebudayaan tempat si individu hidup juga memainkan suatu peran penting dan menentukan begaimana menyesuaikan diri. Pada satu sisi, di Amerika Serikat dan negara-negara modern lainnya, jumlah anak yang sedang dididik untuk berperilaku dalam cara-cara yang androginous semakin meningkat. Pada sisi lain, peran-peran gender tradisional terus mendominasi banyak negara di dunia.

H. Metode yang Menunjang Perkembangan Emosi

a) Belajar secara coba dan ralat

Belajar secara coba dan ralat (trial dan error learning) terutama melibatkan aspek reaksi. Anak belajar secara coba-coba untuk mengekspresikan emosi dalam bentuk perilaku yang memberikan pemuasan terbesar kepadanya dan menolak perilaku yang memberikan pemuasan sedikit atau sama sekali tidak memberikan pemuasan. Cara belajar ini lebih umum digunakan pada masa kanak-kanak awal dibandingkan dengan sesudahnya, tetapi tidak pernah ditinggalkan sama sekali.

b) Belajar dengan cara meniru

Belajar dengan cara meniru (learning by imitation) sekaligus mempengaruhi aspek rangsangan dan aspek reaksi. Dengan cara mengamati hal-hal yang membangkitkan emosi tertentu pada orang lain, anak-anak bereaksi dengan emosi dan metode ekspresi yang sama dengan orang yang diamati. Sebagai contoh, anak yang peribut mungkin menjadi marah terhadap tegoran guru. Jika ia seorang anak yang populer di kalangan teman sebaya, mereka juga akan ikut marah kepada guru tersebut.

c) Belajar dengan cara mempersamakan diri

Belajar dengan cara mempersamakan diri (learning by identification) sama dengan belajar secara menirukan yaitu anak menirukan reaksi emosional orang lain dan tergugah oleh rangsangan yang sama dengan rangsangan yang telah membangkitkan emosi yang ditiru. Metode ini berbeda dari metode yang menirukan dalam dua segi. Pertama, anak yang menirukan orang yang dikagumi dan mempunyai ikatan emosional yang kuat dengannya; kedua ialah motivasi untuk menirukan orang yang dikagumi lebih kuat dibandingkan dengan motivasi untuk menirukan sembarang orang.

d) Belajar melalui pengkondisian

Pengkondisian (conditioning) berarti belajar dengan cara asosiasi. Dalam metode ini obyek situasi yang pada mulanya gagal memandang reaksi emosional kemudian dapat berhasil dengan cara asosiasi. Metode ini berhubungan dengan aspek rangsangan, bukan dengan aspek reaksi.

e) Pelatihan

Pelatihan (training) atau belajar dibawah bimbingan dan pengawasan, terbatas pada aspek reaksi. Kepada anak diajarkan cara bereaksi yang dapat diterima jika sesuatu emosi terangsang. Dengan pelatihan, anak-anak dirangsang untuk bereaksi terhadap rangsangan yang biasanya membangkitkan emosi yang menyenangkan dan dicegah agar tidak bereaksi secara emosional terhadap rangsangan yang membangkitkan emosi yang tidak menyenangkan. Hal ini dilakukan dengan cara mengendalikan lingkungan anak bila memungkinkan.

I. Peran Orang Tua dan Pendidik dalam Mengembangkan Emosi

Pendidik dan Orang tua dapat mengembangkan keterampilan kecerdasan emosional seorang anak dengan memberikan beberapa cara yaitu:

a) Mengenali emosi diri anak , mengenali perasaan anak sewaktu perasaan yang dirasakan terjadi merupakan dasar kecerdassan emosional. kemampuan untuk memantau peraaan dari waktu kewaktu merupakan hal penting bagi pemahahaman anak.
b) Mengelola emosi, menangani perasan anak agar dapat terungkap dengan tepat kemampuan untuk menghibur anak , melepasakan kecemasan kemurungan atau ketersinggungan, atau akibat � akibat yang muncul karena kegagalan.
c) Memotivasi anak, penataan emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan adalah hal yang sangat penting dalam keterkaitan memberi perhatian dan kasih sayang untuk memotivasi anak dalam melakukan kreasi secara bebas.
d) Memahami emosi anak.
e) Membina hubungan dengan anak, setelah kita melakukan identifikasi kemudian kita mampu mengenali, hal lain yang perlu dilakukan untuk dapat mengembangkan kecerdasan emosional yaitu dengan memelihara hubungan.
f) Berkomunikasi �dengan jiwa�, tidak hanya menjadi pembicara terkadang kita harus memberikan waktu lawan bicara untuk berbicara juga dengan demikian posisikan diri kita menjadi pendengar dan penanya yang baik dengan hal ini kita diharapkan mampu membedakan antara apa yang dilakukan atau yang dikatakan anak dengan reaksi atau penilaian.


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan 

Dari uraian pembahasan tentang perkembangan emosi anak, dapat disimpulkan bahwa anak memiliki tahap-tahap perkembangan emosi dan setiap tahapnya memiliki keunikan tersendiri.

Setiap tahap perkembangan emosi, orang tua dan guru harus mengetahui. Agar tidak ada penyimpangan seperti kekerasan pada anak. Hak-hak anak dalam perkembangannya harus dipenuhi untuk memaksimalkan kecerdasan emosinya. Orang tua agar mengetahui factor-faktor yang dapat memengaruhi perkembangan emosi pada anak.


B. Saran

Dari uraian tentang perkembangan emosi anak di atas penulis memberikan beberapa saran sebagai berikut :
1. Kepada orang tua. Agar dapat memaksimalkan potensi anak khususnya dalam perkembangan emosi anak.
2. Kepada guru. Agar dapat memahami setiap tahap-tahap perkembangan emosi anak. Sehingga hak-hak anak dapat dipenuhi secara maksimal.
3. Kepada penulis. Agar dapat menambah pengetahuannya tentang perkembangan emosi anak.


DAFTAR PUSTAKA