Saturday 21 May 2016

CONTOH MAKALAH ILMU PENDIDIKAN, ALIRAN DAN LINGKUNGAN PENDIDIKAN ISLAM




ALIRAN DAN LINGKUNGAN PENDIDIKAN ISLAM

MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas akhir matakuliah Ilmu Pendidikan Islam
Yang dibina oleh Bapak Muhammad Jamaluddin, M.Pd










Oleh
Kelompok 6
Endriyan Fajarisman       (18201501090028)
Lailatul Fitriyah              (18201501090078)
Moch. Syukrianto           (18201501090064)
Rifa Utami                      (18201501090087)
Syamsul Arifin                (18201501090108)














PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PAMEKASAN
2016


KATA PENGANTAR
Puji  syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat, taufik, dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah ini berisi pendeskripsian tentang aliran dan lingkungan pendidikan islam. Atas terselesainya makalah ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari dalam makalah ini masih banyak kekeliruan dan kekurangan yang menyebabkan makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dari pembaca yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Harapan penulis atas terbentuknya makalah ini, semoga makalah ini memberikan informasi bagi mahasiswa dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.


Pamekasan, 26 April 2016

     Penulis










DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL............................................................................................. i
KATA PENGANTAR.............................................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang..................................................................................................... 1
B.  Rumusan Masalah................................................................................................ 2
C.  Tujuan Masalah.................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A.  Pengertian pendidikan islam................................................................................ 3
B.  Aliran-aliran dalam pendidikan islam.................................................................. 4
C.  Pengertian lingkungan pendidikan islam............................................................. 7
D.  Macam-macam lingkungan pendidikan islam..................................................... 8
BAB III PENUTUP
A.  Kesimpulan ........................................................................................................ 13
B.  Saran .................................................................................................................. 13
DAFTAR RUJUKAN

BAB 1
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Telah kita ketahui bahwa usaha pendidikan Islam sama tujuannya dengan Islam itu sendiri, sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, pendidikan memiliki nuansa berbeda antara satu daerah dengan daerah lain, sehingga banyak bermunculan pemikiran-pemikiran yang dianggap sebagai penyesuaian proses pendidikan dengan kebutuhan yang diperlukan.
Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukkan pribadi manusia. Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik atau buruknya pribadi manusia. Disisi lain proses perkembangan dan pendidikan manusia tidak hanya terjadi dan dipengaruhi oleh proses pendidikan yang ada dalam sistem pendidikan formal (sekolah) saja. Manusia selama hidupnya akan selalu mendapat pengaruh dari keluarga, sekolah, dan masyarakat luas. Ketiga lingkungan itu sering disebut sebagai tripusat pendidikan.
Dengan kata lain proses perkembangan pendidikan manusia untuk mancapai hasil yang maksimal tidak hanya tergantung tentang bagaimana sistem pendidikan formal dijalankan. Namun juga tergantung pada lingkungan pendidikan yang berada di luar lingkungan formal.
Dalam perspektif pendidikan Islam,  lingkungan dapat memberi pengaruh yang positif atau negatif terhadap pertumbuhan jiwa dan kepribadian peserta didik. Pengaruh lingkungan yang dapat terjadi pada manusia diantaranya adalah akhlak dan sikap.
Oleh karena itu, Karena banyak teori yang dikemukakan tentang munculnya berbagai aliran pendidikan dan lingkungan pendidikan islam, sehingga penulis menganggap bahwa aliran dan lingkungan pendidikan islam sangat penting untuk dibahas, guna untuk mengetahui tentang lingkungan pendidikan Islam dan aliran-aliran yang terdapat di dalamnya.




B.  Rumusan Masalah
a.       Apa pengertian pendidikan islam ?
b.      Apa saja aliran-aliran dalam pendidikan islam ?
c.       Apa pengertian lingkungan pendidikan islam ?
d.      Apa macam-macam lingkungan pendidikan islam ?
C.      Tujuan Masalah
a.       Untuk menjelaskan pengertian pendidikan islam.
b.      Untuk menjelaskan aliran-aliran dalam pendidikan islam.
c.       Untuk menjelaskan pengertian lingkungan pendidikan islam.
d.      Untuk menjelaskan macam-macam lingkungan pendidikan islam.























BAB II
PEMBAHASAN
A.      Pengertian pendidikan islam
Secara etimologi Pendidikan berasal dari bahasa Yunani yaitu  educare” yang berarti membawa keluar yang tersimpan  untuk dituntut agar tumbuh dan berkembang.Dalam bahasa arab dikenal dengan istilah “tarbiyah”, berasal dari kata “raba-yarbu” yang berarti mengembang,tumbuh.
  Sedangkan pendidikan menurut para ahli Yaitu :
1. Menurut Langeveld Pendidikan adalah setiap usaha, pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak tertuju pada pendewasaan anak itu, atau lebih tepat membantu anak agar cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri.
2.    Menurut John Dewey Pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional ke arah alam dan sesame manusia.
3.    Menurut Ki Hajar Dewantara Pendidikan adalah tuntunan didalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak itu, agar mereka sebagai manusia dan anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.
4.    Menurut UU No.2 Tahun 1989 Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya dimasa yang akan datang.
5.   Menurut UU No.20 Tahun 2003 Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara. [1]
Secara terminologi para ahli pendidikan mendefinisikan kata pendidikan dengan berbagai tujuan. Abdurahman Al-Bani mendefinisikan pendidikan (tarbiyah) adalah pengembangan seluruh potensi anak didik secara bertahap menurut ajaran Islam (Ahmad Tafsir, 200 1: 29). Dalam Dictionary of Educaition dinyatakan bahwa pendidikan adalah :
a. Proses seorang mengembangkan kemampuan, sikap dan tingkah laku lainnya di dalam masyarakat tempat mereka hidup.
b. Proses sosial yang terjadi pada orang yang dihadapkan pada pengaruh lingkungannya yang terpilih dan terkontrol (khususnya yang datang di sekolah), sehingga mereka dapat memperoleh perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu yang optimum. Dengan kata lain, perubahan-perubahan yang sifatnya permanen dalam tingah laku, pikiran dan sikapnya (Nanang Fattah, 2003: 4).
Jadi,pendidikan merupakan aktivitas yang disengaja dan mengandung tujuan yang tentu dan di dalamnya terlibat berbagai faktor yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya sehingga membentuk suatu sistem yang saling mempengaruhi.Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah aktivitas dan usaha manusia untuk meningkatkan kepribadiannya dengan jalan membina potensi-potensi pribadinya yaitu rohani (pikiran,karsa,rasa,cipta,hati nurani) dan jasmani (panca indra serta keterampilan).[2]
B.  Aliran-aliran Dalam Pendidikan Islam
Pengaruh filsafah Yunani yang merembas dalam pendidikan Islam disatu sisi dapat menimbulkan manfaat penting, namun di sisi lain mencemaskan, karena terjadinya polarisasi antara aliran-aliran pemikiran pendidikan islam sehingga memunculkan nama “baru” dan “klasik” yang belum tentu memiliki latar belakang dan faktor yang sama. Namun, karena tema-tema yang berkembang dalam kepustakaan demikian luas penggunaan istilah aliran pemikiran Yunani, pada akhirnya lahan pendidikan islam terjebak dalam padanan kata yang mereka gunakan. Dalam hal ini Muhammad Jawwad Ridla membagi aliran utama pemikiran pendidikan islam dalam tiga bagian yaitu aliran religius-konservatif, aliran religius-rasional, dan aliran pragmatis instrumental.
a.       Aliran Religius-Konsevatif (al-Diniy al-Muhafidz)
Dikatakan bahwa aliran ini dalam bergumul dengan persoalan pendidikan cenderung bersikap murni keagamaan. Mereka memaknai ilmu dengan pengertian sempit, yakni hanya mencakup ilmu-ilmu yang dibutuhkan saat sekarang (hidup di dunia) yang jelas-jelas akan membawa manfaat kelak di akhirat (al-Thusi dalam Adab al-Muta’allimin). Penuntut ilmu berkeharusan mengawali belajarnya dengan Kitabullah, Al-Qur’an. Ia berusaha menghafalkan dan mampu menafsirkan . ulum al-Qur’an merupakan induk semua ilmu, lalu dilanjutkan belajar al-Hadis dan Ulum al-Hadis, Ushul, Nahwu dan Sharaf (ibn Jamaah dalam Tadzikarat). Tokoh-tokoh yang dikategorikan dalam aliran ini meliputi al-Ghazali,Nasiruddin al-Thusi, ibn Jamaah,, ibn Hajar al-Haitsami dan al-Qabisi.
Pandangan Konservatif yang dimaksud dalam aliran ini adalah mengarah pada konsep hierarki nilai yang menstrukturkan ragam ilmu secara vertikal sesuai dengan penilaian mereka tentang keutamaan masing-masing ilmu. Al-Ghazali menegaskan bahwa ilmu-ilmu keagamaan, yakni pengetahuan tentang jalan menuju akhirat, hanya dapat diperoleh dengan kesempurnaan rasio dan kejernihan akal budi. Rasio adalah sifat manusia yang paling utama, karena hanya dengan rasiolah manusia mampu menerima amanat dari Allah swt dan denganya pula mampu “mendekat” di sisi-Nya.
b.      Aliran Religius-Rasional (al-Diniy al-‘Aqlamiy)
Bagi kalangan religius-rasional, persoalan pendidikan cenderung disikapi secara rasional-filosofis, karena hal tesebut merupakan entry point bagi mereka yang hendak mengkaji strategi atau program pendidikan. Kecenderungan rasiona-filosofis itu secara eksplisit terungkap dalam rumusan mereka tentang ilmu dan belajar yang jauh berbeda dengan rumusan kalangan tradisionalis-tekstualis[3]. Aliran religius-rasional banyak membangun konsep-konsepnya dari pemikiran falsafah Yunani dan berusaha menyelaraskan pemikiran tersebut dengan pandangan dasar dan orientasi keagamaan. Di antara tokoh aliran religius-rasional ini adalah Ikhwan al-Shafa, al-farabi, Ibn Sina, dan Ibn Miskawih.
Kelompok Ikhwan al-Shafah diakui paling banyak bicara atas nama aliran ini. Idea Platonik tidak hanya memengaruhi epistemologi Ikhwan al-Shafa melainkan juga pandanganya bahwa pengetahuan itu telah ada secara potensi dalam jiwa pelajar, dan aktualisasinya tiada lain karena pengaruh pengajaran dari guru. Jiwa para ilmuwan secara potensi pun telah berilmu. Teori plato mengukuhkan bahwa jiwa aktif tidak keluar dari kerangka pengingatan-ulang terhadap pengetahuan yang telah ada pada jiwa didunia ide sebelum kelahirannya di bumi.
Penekanan pada akal ini terimplikasi dalam pengembangan kurikulum dan keilmuan yang di pelajari, di mana dalam aliran ini memberikan perhatian lebih kepada ilmu-ilmu rasional-filosofis, seperti riyadiyyat (ilmu-ilmu eksak), manthiqiyyat (retorika-logika), ilmu-ilmu kealaman (fisika), dan teologi. Ikhwan al-Shafa sendiri mengklasifikasikan ilmu-ilmu riyadiyyat (eksak) menjadi empat bagian, yaitu aritmatika, ilmu ukur (handasah), anstronomi dan musik. Sedang ilmu-ilmu manthiqiyyat terbagi dalam ontologi (pengetahuan tentang syair), retorika dan kitab al-Burhan.
Sementra itu, ibn Sina sebagai salah satu pendukung aliran ini menggaris bawahi perlunya studi falsafah sebagai basis kontruksi keseluruhan disiplin keilmuwan yang dipelajari, karena falsafah akan mengantarkan manusia untuk bisa mengenali kenyataan sebenarnya dari segala sesuatu, sepanjang batas kemampuan manusiawi yang dimiliki segala sesuatu adakalanya karena keterlibatan peran kita.
c.       Aliran Pragmatis-Instrumental (al-Dzarai’i)
Pemaknaan terhadap aliran pragmatis-instrumental sebenarnya telah disinggung dalam pembahasan mengenai aliran falsafah dalam kajian sebelumnya, namun karena konteksnya di sini dikaitkan dengan pendidikan, maka akan dikemukakan bagaimana dan apa aliran ini, tentu saja menurut Muhammad Jawwad Ridla. Menurut Jawwad Ridla, ibn Khalduna adalah tokoh satu-satunya dari aliran ini, karena pemikirannya lebih banyak bersifat pragmatis dan lebih berorientasi pada aplikasi praktis. Secara ringkas bisa dikatakan bahwa aliran pragmatis yang digulirkan oleh Ibn Khaldun merupakan wacana baru dalam pemikiran pendidikan islam.[4]
Apa yang saya maksud dengan padanan kata dalam penyebutan aliran yang semula dinisbatkan kepada falsafah Yunani lalu merembes masuk ke dalam terma-terma pemikiran pendidikan Islam, menimbulkan “kecemasan” karena secara historis beragam aliran pemikiran Yunani dan yang berkembang di Barat memiliki latar belakang yang berbeda dengan masa-masa yang dilalui oleh al-Qabisi, Ibn Sina, al-Ghazali, Ibn Khaldun, dan lain sebagainya. Secara historis, paham conservatism (Latin: conservare, Inggris: to preserve) merupakan aliran politik dan falsafah sosial yang berupaya memelihara dan memdukung lembaga-lembaga tradisional, setidaknya adalah dengan melakukan perubahan secara bertahap dalam masyarakat. Penggunaan istilah conservatism secara politik ini pertama kali dilakukan oleh Francois-Rene de Chateaubriand pada tahun 1819 menjelang Revolusi Prancis. Istilah consrvatism secara historis diasosiasikan dengan politik sayap kanan yang sejak itu diartikan secara beragam. Edmund Burke, seorang politikus Anglo-Irlandia yang bekerja di Dewan Umum Inggris (British House of Commons) dan yang menentang Revolusi Prancis,dianggap sebagai salah satu pendiri paham conservatism di Inggris.
Bila dikaitkan dengan peristilahan religius-konservatif, maka hal tersebut dalam sejarah Eropa secara perinsip berupaya umtuk menerapkan ajaran-ajaran agama tertentu ke dalam politik, di mana kadangkala dengan menyatakan nilai ajaran tersebut, dan kadang pula nilai-nilai ajaran agama tadi memengaruhi hukum dan perundangan-undangan. Muara dari pengertian religius-konservatif ini pada akhirnya menuju pada fundamentalisme, dan bila dinisbatkan pada agama Islam,maka konsekuensi lanjutannya adalah fundamentalisme Islam.
Begitu pula halnya dengan penamaan rasionalisme untuk menyebutkan aliran pemikiran pendidikan Islam beberapa tokoh Muslim. Dalam tradisi Islam pendayagunaan akal seoptimal mungkin merupakan implikasi dari karunia akal yang diberikan Allah kepada manusia dan dengan manusia berbeda karakter dengan hewan, tumbuhan, mineral dan bahkan malaikat. Namun demikian hal tersebut tidaklah sejajar bila kita melihat munculnya rasionalisme di Barat sebagai kelanjutan dari Renaissance atau kebangkitan kembali falsafah Yunani dari tradisi pemikiran Barat. Akal manusia sendiri terbatas karena keterbatasan indra. Jadi, dengan menimbang kembali setting munculnya paham consevatism dan rationalism di belahan dunia Barat tersebut, hendak dikritisi ulang penisbatannya pada aliran pemikiran pendidikan Islam atau ;para tokoh pendukungnya.al-Ghazali sendiri sebenarnya adalah rasionalis, mengingat ia menggunakan pendekatan rasional-filosofis dalam mengkritisi masalah falsafah. Dari tujuan ini dapat dikuatkan argumentasi bahwa pemikiran pendidikan Islam sebenarnya mengambil bentuk beragam dari berbagai pengaruh, baik interasiknya dengan peradapan Yunani-Hellenis, maupun internal peradaban umat Islam yang berkembang saat itu, atau bahkan dengan peradaban Barat yang berjalan saat ini. Walaupun begitu,pemikiran pendidikan Islam tetap bersikap elektif dan selektif. Wallahu a’lam bi shawab.[5]
C.       Pengertian Lingkungan Pendidikan Islam
Secara harfiah lingkungan dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang mengitari kehidupan, baik berupa fisik seperti alam jagat raya dengan segala isinya, maupun nonfisik, seperti suasana kehidupan beragama, nilai-nilai dan adat istiadat yang berlaku di masyarakat, ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang berkembang, serta teknologi.
Pendapat lain mengatakan bahwa di dalam lingkungan itu tidak hanya terdapat sejumlah faktor pada sesuatu saat, melainkan terdapat pula faktor-faktor lain yang banyak jumlahnya, yang secara potensial dapat mempengaruhi perkembangan dan tingkah laku anak. Tetapi secara aktual hanya faktor-faktor yang ada di sekeliling anak tersebut yang secara langsung mempengaruhi pertumbuhan dan tingkah laku anak.
Secara Fisiologis, lingkungan meliputi segala kondisi dan material jasmani di dalam tubuh anak, seperti gizi, vitamin, air, zat asam, suhu, sistem syaraf, peredaran darah, pernafasan, pencernaan makanan, kelenjar-kelenjar indoktrin, sel-sel pertumbuhan dan kesehatan jasmani.[6]
Secara Psikologis, lingkungan mencakup segala stimulasi yang diterima oleh individu mulai sejak dalam konsepsi, kelahiran, samapi matinya. Stimulasi itu misalnya, berupa sifat genus, interaksi genus, selera, keinginan, perasaan, tujuan-tujuan, minat, kebutuhan, kemauan, emosi, dan kapasitas intelektual.
Jadi lingkungan pendidikan merupakan lingkungan yang dapat menunjang suatu proses kependidikan atau bahkan secara langsung digunakan sebagai tempat berlangsungnya kegiatan pendidikan. Dan dari sisi pendidikan Islam, lingkungan pendidikan Islam merupakan suatu lingkungan yang di dalamnya terdapat ciri-ciri keislaman yang memungkinkan terselenggaranya pendidikan Islam dengan baik.
D.  Macam-macam Lingkungan Pendidikan Islam
Adapun macam-macam lingkungan pendidikan islam ada tiga yaitu pertama, pendidikan di lingkungan keluarga, kedua pendidikan di lingkungan sekolah dan ketiga, pendidikan di lingkungan masyarakat :
a.    Lingkungan Keluarga
Keluarga adalah suatu lingkungan kecil yang terdiri atas ibu dan bapak beserta anak-anaknya. Komposisi tersebut sering dinamakan dengan istilah keluarga inti. Keluarga juga berarti orang seisi rumah yang menjadi tanggungan. Keluarga merupakan suatu kekerabatan yang sangat mendasar di dalam masyarakat. Dari uraian tersebut ada tiga kata kunci, yaitu ibu dan bapak, tanggungan dan suatu kekerabatan. Jika kata kunci tersebut kita padukan, akan diperoleh informasi sebagai berikut. Ibu dan bapak sebagai orangtua, anak-anaknya sebagai tanggungannya, serta keluarga yang terdiri dari atas ibu, bapak, dan anak merupakan bentuk kekerabatan yang fundamen di dalam masyarakat.
Keluarga merupakan institusi pertama dan utama dalam perkembangan seorang individu. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa pembentukan kepribadian anak bermula dari lingkungan keluarga. Salah satu bentuk tanggung jawab orang tua terhadap anak di dalam keluarga adalah dengan mendidikanak-anaknya. Bentuk tanggung jawab tersebut menjadi kewajiban dan kewajiban tersenut dipertegas dalam firman Allah swt :[7] “wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” (QS Al-Tahrim[66]:6).
Dengan demikian, setiap orangtua memiliki tugas kependidikan dan hal itu hendaknya bisa dijalankan dengan baik karena setiap orangtua pasti memiliki kepentingan terhadap anak-anaknya, yaitu sebagai berikut :
1.      Anak sebagai generasi penerus keturunan.
2.      Anak merupakan kebanggaan dan belaian kasih orangtua.
3.      Doa anak yang saleh dan salehah merupakan investasi bagi orangtua setelah mereka wafat.
Pada hakikatnya, kewajiban mendidik yang melekat pada diri orangtua bukan saja karena mendidik anak merupakan perintah agama, melainkan juga merupakan bagian dari pemenuhan terhadap kebutuhan psikis (rohani) dan kepentingan (diri) sendiri sebagai pribadi maupun sebagai anggota masyarakat. Dengan demikian tanggung jawab pendidikan yang perlu dibina oleh orang tua terhadap anak antara lain sebgai berikut :
  1. Memelihara dan mebesarkannya
Tanggung jawab ini merupakan dorongan alami untuk dilaksanakan karena anak memerlukan makan,minum, dan perawatan agar ia dapat hidup secara berkelanjutan.
  1. Melindungi dan menjamin kesehatannya,baik secara jasmaniah, maupun ruhaniah dari berbagai gangguan penyakit atau bahaya lingkungan yang dapat membahayakan dirinya.
  2. Mendidik dengan berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan yang berguna bagi hidupnya. Dengan demikian, apabila dia telah dewasa diamampu berdiri sendiri dan membantu orang lain serta melaksanakan kekhalifahannya.
  3. Membahagiakan anak untuk dunia akhirat dengan memberinya pendidik agama sesuai dengan ketentuan Allah swt sebagai tujuan akhir hidup Muslim. Tanggung jawab ini dikategorikan sebagai tanggung jawab kepada Allah swt.
Dalam perspektif islam, mendidik anak merupakan suatu kewajiban orangtua untuk mempersiapakan anak-anaknya agar memiliki masa depan gemilang. Selain itu, tidak khawatir terhadap masa depan yang baik, sehat, dan berdimensi spiritual yang tinggi. Semua prestasi itu tidak mungkin diraih orangtua tanpa pendidikan yang baik bagi anak-anak mereka. Untuk itu, tentu saja orangtua perlu meningkatkan ilmu dan keterampilannya sebagai pendidik utama bagi anak-anaknya. Upaya yang dapat di tempuh adalah dengan belajar seumur hidup, sebagaimana yang dijelaskan oleh Nabi bahwa mencari ilmu itu dari ayunan sampai keliang lahat. Mencari ilmu tidak terbatas pada S3 sebagai kasta tertinggi. Betapa besra perhatian Islam sebagi agama terhadap pendidikan. Islam selalu menginginkan pemeluknya agar generasi-generasi berikutnya memiliki kualitas yang lebih baik dari generasi sebelumnya.[8]
b.    Lingkungan Sekolah
Sekolah telah menjadi lembaga pendidikan sebagai media berbenah diri dari dan membentuk nalar berpikir yang kuat. Di sekolah, anak belajar menata dan membentuk karakter. Sekolah merupakan wahana yang mencerdaskan dan memberikan perubahan kehidupan anak ke depannya, sebab di sekolah mereka ditempa untuk belajar berbicara,berpikir, dan bertindak. Yang jelas, sekolah mendidik anak untuk menjadi dirinya sendiri. Tingkat keberhasilan sebuah bangsa konteks kehidupan manusia yang snagat luas, diukur dari bagaimana sekolah berperan dalam membangun kemandirian dan kecerdasan anak didik.
Sekolah bertanggung jawab menanamkan pengetahuan-pengetahuan baru yang reformatif dan tranformatif dalam membangun bangsa yang maju dan berkualitas. Dengan demikian, peran sekolah sangat besar dalam menentukan arah dan orientasi bangsa ke depan. Anak didik memiliki kebebasannya untuk menentukan kebebasannya melalui sekolah.
Denag sekolah, pemerintah mendidik bangsanya untuk menjadi seorang ahli yang sesuai dengan bidang dan bakatnya si anak didik, yang berguna bagi dirinya, nusa dan bangsa. Dengan sekolah organisasi atau partai mendidik kader-kadernya untuk meneruskan dan memperjuangkan cita-cita dari organisasi atau partainya. Dengan sekolah pula,umat manusia yang berperadaban dan beragama mendidik anak-anaknya untuk menjadi anak memiliki kecerdasan intelektual,emosional, dan spiritual yang tinggi sebagai bekal untuk melanjutkan dan memperjuangkan agamanya.
Orangtua yang memiliki keterbatasan dalam mendidik anak-anaknya telah menyerahkan anak-anaknya kepada sekolah dengan maksud utama agar di sekolah itu anak-anak mereka meneriama ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dapat digunakan sebagai bekal hidupnya kelak dikehidupan dunianya dan kehidupan akhiratnya sekolah berkewajiban dan bertanggung jawab atas hasil tranformasi nilai-nilai dan pengetahuan yang telah diberikan kepada anak-anak.[9]
c.    Lingkungan masyarakat 
Masyarakat bila dilihat dari konsep sosiologi adalah sekumpulan manusia yang bertempat tinggal dalam suatu kawasan dan saling berinteraksi sesamanya untuk mencapai tujuan tertentu. Bila dilihat dalam konteks pendidikan, masyarakat adalah sekumpulan banyak orang dengan berbagai ragam kaulitas diri mulai dari yang tidak berpendidikan sampai kepada yang berpendidikan tinggi.
Masyarakat merupakan lingkungan pendidikan islam yang ketiga setelah lingkungan pendidikan keluarga dan lingkungan pendidikan sekolah. Di dalam suatu masyarakat mudah sekali dijumpai keanekaragaman suku, agama, ras, adat istiadat dan budaya. Keanekaragaman tersebut merupakan anugerah dari Tuhan, dimana dalam Islam keanekaragaman tersebut merupakan rahmat dari Allah swt.
Tanggung jawab masyarakat terhadap pendidikan sebenarnya masih belum jelas, tidak sejelas tanggung jawab pendidikan di lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah. Hal tersebut disebabkan masyarakat merupakan suatu entitas yang sangat kompleks dan beraneka ragam. Walaupun demikian, masyarakat mempunyai peranan yang besar dalam pelaksanaan pendidikan nasional. Dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa masyarakat adalah sekelompok warga negara Indonesia nonpemerintah yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan peran tersebut antara lain sebagai berikut :
  1. Ikut menyelenggarakan pendidikan nonpemerintah (swasta)
Demokratis pendidikan yang sedang digalakkan di Indonesia harus mendorong pemberdayaannya masyarakat dengan mempeluas partisipasi masyarakat dalam pendidikan yang meliputi peran perorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan pendidikan (Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 54 ayat 1).
  1. Membantu pengadaan tenaga pendidik
Dalam hali ini, masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber pendidikan (Undang-Undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 54 ayat 2).
  1. Membantu pengadaan biaya, sarana, dan prasan pendidikan
Masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan yang berbasis masyarakat (Undang-Undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 5). Dana pendidikan yang berbasis masyarakat bersumber dari masyarakat secara langsung telah membantu dalam pengadaan biaya, sarana, dan prasana pendidikan.
Secara sederhana, dapat digagas bahwa kewajiban masyarakat dalam memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan (Undang-Undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 9). Dapat dilakukan dengan memerikan sumbangan atau infak dan sedekah untuk pendidikan.
  1. Menyediakan lapangan pekerjaan
Lulusan sekolah (output) nantinya akan terjun ke masyarakat. Masyarakat merupakan penyedia sekaligus penyerap lapangan kerja. Jika lulusan sekolah (output) sesuai dengan apa yang diharapkan oleh masyarakat, masyarakat pun akan menerima mereka (outcomes).[10]











BAB III
PENUTUP
a.    Kesimpulan
Pendidikan merupakan aktivitas yang disengaja dan mengandung tujuan yang tentu dan di dalamnya terlibat berbagai faktor yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya sehingga membentuk suatu sistem yang saling mempengaruhi.Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah aktivitas dan usaha manusia untuk meningkatkan kepribadiannya dengan jalan membina potensi-potensi pribadinya yaitu rohani (pikiran,karsa,rasa,cipta,hati nurani) dan jasmani (panca indra serta keterampilan).
Adapun aliran-aliran dalam pendidikan islam diantaranya yaitu : Aliran Religius-Konsevatif (al-Diniy al-Muhafidz), Aliran Religius-Rasional (al-Diniy al-‘Aqlamiy),
Aliran Pragmatis-Instrumental (al-Dzarai’i)

Lingkungan pendidikan merupakan lingkungan yang dapat menunjang suatu proses kependidikan atau bahkan secara langsung digunakan sebagai tempat berlangsungnya kegiatan pendidikan. Dan dari sisi pendidikan Islam, lingkungan pendidikan Islam merupakan suatu lingkungan yang di dalamnya terdapat ciri-ciri keislaman yang memungkinkan terselenggaranya pendidikan Islam dengan baik.
Adapun macam-macam lingkungan pendidikan islam ada tiga yaitu pertama, pendidikan di lingkungan keluarga, kedua pendidikan di lingkungan sekolah dan ketiga, pendidikan di lingkungan masyarakat.
b.   Saran
Dengan keterbatasan, penulis makalah menyadari bahwa penjabaran mengenai judul makalah ini memiliki kekurangan, jadi kami mohon maaf dan kami menerima saran untuk kebaikan dalam penjelasan isi makalah sehingga proses mendapatkan ilmu dapat dilalui dengan sesuai pada alur kebenarannya.







DAFTAR PUSTAKA
 Ali, Muhammad. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013.
Assegaf, Abd.Rachman. Aliran Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta: Rajawali Pers, 2013.
Barnawi & Novan Ardy Wiyani. Ilmu Pendidikan Islam. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012.
Sunarso, Ali. Islam Paradigma. Yogyakarta: Tiara Wacana, 2009.




[1] Ali sunarso, Islam Paradigma (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2009), hlm 12
[2] Ibid, hlm 13
[3] Abd. Rachman Assegaf, Aliran Pemikiran Pendidikan Islam (Jakarta: Rajawali Pers, 2013) hlm 56-57
[4] Ibid, hlm 58
[5] Ibid, hlm 59-60
[6] Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013) hlm 384
[7] Novan Ardy Wiyani & Barnawi, Ilmu Pendidikan Islam (Jogjakarta: Ar-Ruzz, 2012) hlm 55
[8] Ibid, hlm 56
[9] Ibid, hlm 71-72
[10] Ibid, hlm 87-89



ALIRAN DAN LINGKUNGAN PENDIDIKAN ISLAM

MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas akhir matakuliah Ilmu Pendidikan Islam
Yang dibina oleh Bapak Muhammad Jamaluddin, M.Pd










Oleh
Kelompok 6
Endriyan Fajarisman       (18201501090028)
Lailatul Fitriyah              (18201501090078)
Moch. Syukrianto           (18201501090064)
Rifa Utami                      (18201501090087)
Syamsul Arifin                (18201501090108)














PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PAMEKASAN
2016


KATA PENGANTAR
Puji  syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat, taufik, dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah ini berisi pendeskripsian tentang aliran dan lingkungan pendidikan islam. Atas terselesainya makalah ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari dalam makalah ini masih banyak kekeliruan dan kekurangan yang menyebabkan makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dari pembaca yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Harapan penulis atas terbentuknya makalah ini, semoga makalah ini memberikan informasi bagi mahasiswa dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.


Pamekasan, 26 April 2016

     Penulis










DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL............................................................................................. i
KATA PENGANTAR.............................................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang..................................................................................................... 1
B.  Rumusan Masalah................................................................................................ 2
C.  Tujuan Masalah.................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A.  Pengertian pendidikan islam................................................................................ 3
B.  Aliran-aliran dalam pendidikan islam.................................................................. 4
C.  Pengertian lingkungan pendidikan islam............................................................. 7
D.  Macam-macam lingkungan pendidikan islam..................................................... 8
BAB III PENUTUP
A.  Kesimpulan ........................................................................................................ 13
B.  Saran .................................................................................................................. 13
DAFTAR RUJUKAN

BAB 1
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Telah kita ketahui bahwa usaha pendidikan Islam sama tujuannya dengan Islam itu sendiri, sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, pendidikan memiliki nuansa berbeda antara satu daerah dengan daerah lain, sehingga banyak bermunculan pemikiran-pemikiran yang dianggap sebagai penyesuaian proses pendidikan dengan kebutuhan yang diperlukan.
Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukkan pribadi manusia. Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik atau buruknya pribadi manusia. Disisi lain proses perkembangan dan pendidikan manusia tidak hanya terjadi dan dipengaruhi oleh proses pendidikan yang ada dalam sistem pendidikan formal (sekolah) saja. Manusia selama hidupnya akan selalu mendapat pengaruh dari keluarga, sekolah, dan masyarakat luas. Ketiga lingkungan itu sering disebut sebagai tripusat pendidikan.
Dengan kata lain proses perkembangan pendidikan manusia untuk mancapai hasil yang maksimal tidak hanya tergantung tentang bagaimana sistem pendidikan formal dijalankan. Namun juga tergantung pada lingkungan pendidikan yang berada di luar lingkungan formal.
Dalam perspektif pendidikan Islam,  lingkungan dapat memberi pengaruh yang positif atau negatif terhadap pertumbuhan jiwa dan kepribadian peserta didik. Pengaruh lingkungan yang dapat terjadi pada manusia diantaranya adalah akhlak dan sikap.
Oleh karena itu, Karena banyak teori yang dikemukakan tentang munculnya berbagai aliran pendidikan dan lingkungan pendidikan islam, sehingga penulis menganggap bahwa aliran dan lingkungan pendidikan islam sangat penting untuk dibahas, guna untuk mengetahui tentang lingkungan pendidikan Islam dan aliran-aliran yang terdapat di dalamnya.




B.  Rumusan Masalah
a.       Apa pengertian pendidikan islam ?
b.      Apa saja aliran-aliran dalam pendidikan islam ?
c.       Apa pengertian lingkungan pendidikan islam ?
d.      Apa macam-macam lingkungan pendidikan islam ?
C.      Tujuan Masalah
a.       Untuk menjelaskan pengertian pendidikan islam.
b.      Untuk menjelaskan aliran-aliran dalam pendidikan islam.
c.       Untuk menjelaskan pengertian lingkungan pendidikan islam.
d.      Untuk menjelaskan macam-macam lingkungan pendidikan islam.























BAB II
PEMBAHASAN
A.      Pengertian pendidikan islam
Secara etimologi Pendidikan berasal dari bahasa Yunani yaitu  educare” yang berarti membawa keluar yang tersimpan  untuk dituntut agar tumbuh dan berkembang.Dalam bahasa arab dikenal dengan istilah “tarbiyah”, berasal dari kata “raba-yarbu” yang berarti mengembang,tumbuh.
  Sedangkan pendidikan menurut para ahli Yaitu :
1. Menurut Langeveld Pendidikan adalah setiap usaha, pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak tertuju pada pendewasaan anak itu, atau lebih tepat membantu anak agar cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri.
2.    Menurut John Dewey Pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional ke arah alam dan sesame manusia.
3.    Menurut Ki Hajar Dewantara Pendidikan adalah tuntunan didalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak itu, agar mereka sebagai manusia dan anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.
4.    Menurut UU No.2 Tahun 1989 Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya dimasa yang akan datang.
5.   Menurut UU No.20 Tahun 2003 Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara. [1]
Secara terminologi para ahli pendidikan mendefinisikan kata pendidikan dengan berbagai tujuan. Abdurahman Al-Bani mendefinisikan pendidikan (tarbiyah) adalah pengembangan seluruh potensi anak didik secara bertahap menurut ajaran Islam (Ahmad Tafsir, 200 1: 29). Dalam Dictionary of Educaition dinyatakan bahwa pendidikan adalah :
a. Proses seorang mengembangkan kemampuan, sikap dan tingkah laku lainnya di dalam masyarakat tempat mereka hidup.
b. Proses sosial yang terjadi pada orang yang dihadapkan pada pengaruh lingkungannya yang terpilih dan terkontrol (khususnya yang datang di sekolah), sehingga mereka dapat memperoleh perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu yang optimum. Dengan kata lain, perubahan-perubahan yang sifatnya permanen dalam tingah laku, pikiran dan sikapnya (Nanang Fattah, 2003: 4).
Jadi,pendidikan merupakan aktivitas yang disengaja dan mengandung tujuan yang tentu dan di dalamnya terlibat berbagai faktor yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya sehingga membentuk suatu sistem yang saling mempengaruhi.Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah aktivitas dan usaha manusia untuk meningkatkan kepribadiannya dengan jalan membina potensi-potensi pribadinya yaitu rohani (pikiran,karsa,rasa,cipta,hati nurani) dan jasmani (panca indra serta keterampilan).[2]
B.  Aliran-aliran Dalam Pendidikan Islam
Pengaruh filsafah Yunani yang merembas dalam pendidikan Islam disatu sisi dapat menimbulkan manfaat penting, namun di sisi lain mencemaskan, karena terjadinya polarisasi antara aliran-aliran pemikiran pendidikan islam sehingga memunculkan nama “baru” dan “klasik” yang belum tentu memiliki latar belakang dan faktor yang sama. Namun, karena tema-tema yang berkembang dalam kepustakaan demikian luas penggunaan istilah aliran pemikiran Yunani, pada akhirnya lahan pendidikan islam terjebak dalam padanan kata yang mereka gunakan. Dalam hal ini Muhammad Jawwad Ridla membagi aliran utama pemikiran pendidikan islam dalam tiga bagian yaitu aliran religius-konservatif, aliran religius-rasional, dan aliran pragmatis instrumental.
a.       Aliran Religius-Konsevatif (al-Diniy al-Muhafidz)
Dikatakan bahwa aliran ini dalam bergumul dengan persoalan pendidikan cenderung bersikap murni keagamaan. Mereka memaknai ilmu dengan pengertian sempit, yakni hanya mencakup ilmu-ilmu yang dibutuhkan saat sekarang (hidup di dunia) yang jelas-jelas akan membawa manfaat kelak di akhirat (al-Thusi dalam Adab al-Muta’allimin). Penuntut ilmu berkeharusan mengawali belajarnya dengan Kitabullah, Al-Qur’an. Ia berusaha menghafalkan dan mampu menafsirkan . ulum al-Qur’an merupakan induk semua ilmu, lalu dilanjutkan belajar al-Hadis dan Ulum al-Hadis, Ushul, Nahwu dan Sharaf (ibn Jamaah dalam Tadzikarat). Tokoh-tokoh yang dikategorikan dalam aliran ini meliputi al-Ghazali,Nasiruddin al-Thusi, ibn Jamaah,, ibn Hajar al-Haitsami dan al-Qabisi.
Pandangan Konservatif yang dimaksud dalam aliran ini adalah mengarah pada konsep hierarki nilai yang menstrukturkan ragam ilmu secara vertikal sesuai dengan penilaian mereka tentang keutamaan masing-masing ilmu. Al-Ghazali menegaskan bahwa ilmu-ilmu keagamaan, yakni pengetahuan tentang jalan menuju akhirat, hanya dapat diperoleh dengan kesempurnaan rasio dan kejernihan akal budi. Rasio adalah sifat manusia yang paling utama, karena hanya dengan rasiolah manusia mampu menerima amanat dari Allah swt dan denganya pula mampu “mendekat” di sisi-Nya.
b.      Aliran Religius-Rasional (al-Diniy al-‘Aqlamiy)
Bagi kalangan religius-rasional, persoalan pendidikan cenderung disikapi secara rasional-filosofis, karena hal tesebut merupakan entry point bagi mereka yang hendak mengkaji strategi atau program pendidikan. Kecenderungan rasiona-filosofis itu secara eksplisit terungkap dalam rumusan mereka tentang ilmu dan belajar yang jauh berbeda dengan rumusan kalangan tradisionalis-tekstualis[3]. Aliran religius-rasional banyak membangun konsep-konsepnya dari pemikiran falsafah Yunani dan berusaha menyelaraskan pemikiran tersebut dengan pandangan dasar dan orientasi keagamaan. Di antara tokoh aliran religius-rasional ini adalah Ikhwan al-Shafa, al-farabi, Ibn Sina, dan Ibn Miskawih.
Kelompok Ikhwan al-Shafah diakui paling banyak bicara atas nama aliran ini. Idea Platonik tidak hanya memengaruhi epistemologi Ikhwan al-Shafa melainkan juga pandanganya bahwa pengetahuan itu telah ada secara potensi dalam jiwa pelajar, dan aktualisasinya tiada lain karena pengaruh pengajaran dari guru. Jiwa para ilmuwan secara potensi pun telah berilmu. Teori plato mengukuhkan bahwa jiwa aktif tidak keluar dari kerangka pengingatan-ulang terhadap pengetahuan yang telah ada pada jiwa didunia ide sebelum kelahirannya di bumi.
Penekanan pada akal ini terimplikasi dalam pengembangan kurikulum dan keilmuan yang di pelajari, di mana dalam aliran ini memberikan perhatian lebih kepada ilmu-ilmu rasional-filosofis, seperti riyadiyyat (ilmu-ilmu eksak), manthiqiyyat (retorika-logika), ilmu-ilmu kealaman (fisika), dan teologi. Ikhwan al-Shafa sendiri mengklasifikasikan ilmu-ilmu riyadiyyat (eksak) menjadi empat bagian, yaitu aritmatika, ilmu ukur (handasah), anstronomi dan musik. Sedang ilmu-ilmu manthiqiyyat terbagi dalam ontologi (pengetahuan tentang syair), retorika dan kitab al-Burhan.
Sementra itu, ibn Sina sebagai salah satu pendukung aliran ini menggaris bawahi perlunya studi falsafah sebagai basis kontruksi keseluruhan disiplin keilmuwan yang dipelajari, karena falsafah akan mengantarkan manusia untuk bisa mengenali kenyataan sebenarnya dari segala sesuatu, sepanjang batas kemampuan manusiawi yang dimiliki segala sesuatu adakalanya karena keterlibatan peran kita.
c.       Aliran Pragmatis-Instrumental (al-Dzarai’i)
Pemaknaan terhadap aliran pragmatis-instrumental sebenarnya telah disinggung dalam pembahasan mengenai aliran falsafah dalam kajian sebelumnya, namun karena konteksnya di sini dikaitkan dengan pendidikan, maka akan dikemukakan bagaimana dan apa aliran ini, tentu saja menurut Muhammad Jawwad Ridla. Menurut Jawwad Ridla, ibn Khalduna adalah tokoh satu-satunya dari aliran ini, karena pemikirannya lebih banyak bersifat pragmatis dan lebih berorientasi pada aplikasi praktis. Secara ringkas bisa dikatakan bahwa aliran pragmatis yang digulirkan oleh Ibn Khaldun merupakan wacana baru dalam pemikiran pendidikan islam.[4]
Apa yang saya maksud dengan padanan kata dalam penyebutan aliran yang semula dinisbatkan kepada falsafah Yunani lalu merembes masuk ke dalam terma-terma pemikiran pendidikan Islam, menimbulkan “kecemasan” karena secara historis beragam aliran pemikiran Yunani dan yang berkembang di Barat memiliki latar belakang yang berbeda dengan masa-masa yang dilalui oleh al-Qabisi, Ibn Sina, al-Ghazali, Ibn Khaldun, dan lain sebagainya. Secara historis, paham conservatism (Latin: conservare, Inggris: to preserve) merupakan aliran politik dan falsafah sosial yang berupaya memelihara dan memdukung lembaga-lembaga tradisional, setidaknya adalah dengan melakukan perubahan secara bertahap dalam masyarakat. Penggunaan istilah conservatism secara politik ini pertama kali dilakukan oleh Francois-Rene de Chateaubriand pada tahun 1819 menjelang Revolusi Prancis. Istilah consrvatism secara historis diasosiasikan dengan politik sayap kanan yang sejak itu diartikan secara beragam. Edmund Burke, seorang politikus Anglo-Irlandia yang bekerja di Dewan Umum Inggris (British House of Commons) dan yang menentang Revolusi Prancis,dianggap sebagai salah satu pendiri paham conservatism di Inggris.
Bila dikaitkan dengan peristilahan religius-konservatif, maka hal tersebut dalam sejarah Eropa secara perinsip berupaya umtuk menerapkan ajaran-ajaran agama tertentu ke dalam politik, di mana kadangkala dengan menyatakan nilai ajaran tersebut, dan kadang pula nilai-nilai ajaran agama tadi memengaruhi hukum dan perundangan-undangan. Muara dari pengertian religius-konservatif ini pada akhirnya menuju pada fundamentalisme, dan bila dinisbatkan pada agama Islam,maka konsekuensi lanjutannya adalah fundamentalisme Islam.
Begitu pula halnya dengan penamaan rasionalisme untuk menyebutkan aliran pemikiran pendidikan Islam beberapa tokoh Muslim. Dalam tradisi Islam pendayagunaan akal seoptimal mungkin merupakan implikasi dari karunia akal yang diberikan Allah kepada manusia dan dengan manusia berbeda karakter dengan hewan, tumbuhan, mineral dan bahkan malaikat. Namun demikian hal tersebut tidaklah sejajar bila kita melihat munculnya rasionalisme di Barat sebagai kelanjutan dari Renaissance atau kebangkitan kembali falsafah Yunani dari tradisi pemikiran Barat. Akal manusia sendiri terbatas karena keterbatasan indra. Jadi, dengan menimbang kembali setting munculnya paham consevatism dan rationalism di belahan dunia Barat tersebut, hendak dikritisi ulang penisbatannya pada aliran pemikiran pendidikan Islam atau ;para tokoh pendukungnya.al-Ghazali sendiri sebenarnya adalah rasionalis, mengingat ia menggunakan pendekatan rasional-filosofis dalam mengkritisi masalah falsafah. Dari tujuan ini dapat dikuatkan argumentasi bahwa pemikiran pendidikan Islam sebenarnya mengambil bentuk beragam dari berbagai pengaruh, baik interasiknya dengan peradapan Yunani-Hellenis, maupun internal peradaban umat Islam yang berkembang saat itu, atau bahkan dengan peradaban Barat yang berjalan saat ini. Walaupun begitu,pemikiran pendidikan Islam tetap bersikap elektif dan selektif. Wallahu a’lam bi shawab.[5]
C.       Pengertian Lingkungan Pendidikan Islam
Secara harfiah lingkungan dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang mengitari kehidupan, baik berupa fisik seperti alam jagat raya dengan segala isinya, maupun nonfisik, seperti suasana kehidupan beragama, nilai-nilai dan adat istiadat yang berlaku di masyarakat, ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang berkembang, serta teknologi.
Pendapat lain mengatakan bahwa di dalam lingkungan itu tidak hanya terdapat sejumlah faktor pada sesuatu saat, melainkan terdapat pula faktor-faktor lain yang banyak jumlahnya, yang secara potensial dapat mempengaruhi perkembangan dan tingkah laku anak. Tetapi secara aktual hanya faktor-faktor yang ada di sekeliling anak tersebut yang secara langsung mempengaruhi pertumbuhan dan tingkah laku anak.
Secara Fisiologis, lingkungan meliputi segala kondisi dan material jasmani di dalam tubuh anak, seperti gizi, vitamin, air, zat asam, suhu, sistem syaraf, peredaran darah, pernafasan, pencernaan makanan, kelenjar-kelenjar indoktrin, sel-sel pertumbuhan dan kesehatan jasmani.[6]
Secara Psikologis, lingkungan mencakup segala stimulasi yang diterima oleh individu mulai sejak dalam konsepsi, kelahiran, samapi matinya. Stimulasi itu misalnya, berupa sifat genus, interaksi genus, selera, keinginan, perasaan, tujuan-tujuan, minat, kebutuhan, kemauan, emosi, dan kapasitas intelektual.
Jadi lingkungan pendidikan merupakan lingkungan yang dapat menunjang suatu proses kependidikan atau bahkan secara langsung digunakan sebagai tempat berlangsungnya kegiatan pendidikan. Dan dari sisi pendidikan Islam, lingkungan pendidikan Islam merupakan suatu lingkungan yang di dalamnya terdapat ciri-ciri keislaman yang memungkinkan terselenggaranya pendidikan Islam dengan baik.
D.  Macam-macam Lingkungan Pendidikan Islam
Adapun macam-macam lingkungan pendidikan islam ada tiga yaitu pertama, pendidikan di lingkungan keluarga, kedua pendidikan di lingkungan sekolah dan ketiga, pendidikan di lingkungan masyarakat :
a.    Lingkungan Keluarga
Keluarga adalah suatu lingkungan kecil yang terdiri atas ibu dan bapak beserta anak-anaknya. Komposisi tersebut sering dinamakan dengan istilah keluarga inti. Keluarga juga berarti orang seisi rumah yang menjadi tanggungan. Keluarga merupakan suatu kekerabatan yang sangat mendasar di dalam masyarakat. Dari uraian tersebut ada tiga kata kunci, yaitu ibu dan bapak, tanggungan dan suatu kekerabatan. Jika kata kunci tersebut kita padukan, akan diperoleh informasi sebagai berikut. Ibu dan bapak sebagai orangtua, anak-anaknya sebagai tanggungannya, serta keluarga yang terdiri dari atas ibu, bapak, dan anak merupakan bentuk kekerabatan yang fundamen di dalam masyarakat.
Keluarga merupakan institusi pertama dan utama dalam perkembangan seorang individu. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa pembentukan kepribadian anak bermula dari lingkungan keluarga. Salah satu bentuk tanggung jawab orang tua terhadap anak di dalam keluarga adalah dengan mendidikanak-anaknya. Bentuk tanggung jawab tersebut menjadi kewajiban dan kewajiban tersenut dipertegas dalam firman Allah swt :[7] “wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” (QS Al-Tahrim[66]:6).
Dengan demikian, setiap orangtua memiliki tugas kependidikan dan hal itu hendaknya bisa dijalankan dengan baik karena setiap orangtua pasti memiliki kepentingan terhadap anak-anaknya, yaitu sebagai berikut :
1.      Anak sebagai generasi penerus keturunan.
2.      Anak merupakan kebanggaan dan belaian kasih orangtua.
3.      Doa anak yang saleh dan salehah merupakan investasi bagi orangtua setelah mereka wafat.
Pada hakikatnya, kewajiban mendidik yang melekat pada diri orangtua bukan saja karena mendidik anak merupakan perintah agama, melainkan juga merupakan bagian dari pemenuhan terhadap kebutuhan psikis (rohani) dan kepentingan (diri) sendiri sebagai pribadi maupun sebagai anggota masyarakat. Dengan demikian tanggung jawab pendidikan yang perlu dibina oleh orang tua terhadap anak antara lain sebgai berikut :
  1. Memelihara dan mebesarkannya
Tanggung jawab ini merupakan dorongan alami untuk dilaksanakan karena anak memerlukan makan,minum, dan perawatan agar ia dapat hidup secara berkelanjutan.
  1. Melindungi dan menjamin kesehatannya,baik secara jasmaniah, maupun ruhaniah dari berbagai gangguan penyakit atau bahaya lingkungan yang dapat membahayakan dirinya.
  2. Mendidik dengan berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan yang berguna bagi hidupnya. Dengan demikian, apabila dia telah dewasa diamampu berdiri sendiri dan membantu orang lain serta melaksanakan kekhalifahannya.
  3. Membahagiakan anak untuk dunia akhirat dengan memberinya pendidik agama sesuai dengan ketentuan Allah swt sebagai tujuan akhir hidup Muslim. Tanggung jawab ini dikategorikan sebagai tanggung jawab kepada Allah swt.
Dalam perspektif islam, mendidik anak merupakan suatu kewajiban orangtua untuk mempersiapakan anak-anaknya agar memiliki masa depan gemilang. Selain itu, tidak khawatir terhadap masa depan yang baik, sehat, dan berdimensi spiritual yang tinggi. Semua prestasi itu tidak mungkin diraih orangtua tanpa pendidikan yang baik bagi anak-anak mereka. Untuk itu, tentu saja orangtua perlu meningkatkan ilmu dan keterampilannya sebagai pendidik utama bagi anak-anaknya. Upaya yang dapat di tempuh adalah dengan belajar seumur hidup, sebagaimana yang dijelaskan oleh Nabi bahwa mencari ilmu itu dari ayunan sampai keliang lahat. Mencari ilmu tidak terbatas pada S3 sebagai kasta tertinggi. Betapa besra perhatian Islam sebagi agama terhadap pendidikan. Islam selalu menginginkan pemeluknya agar generasi-generasi berikutnya memiliki kualitas yang lebih baik dari generasi sebelumnya.[8]
b.    Lingkungan Sekolah
Sekolah telah menjadi lembaga pendidikan sebagai media berbenah diri dari dan membentuk nalar berpikir yang kuat. Di sekolah, anak belajar menata dan membentuk karakter. Sekolah merupakan wahana yang mencerdaskan dan memberikan perubahan kehidupan anak ke depannya, sebab di sekolah mereka ditempa untuk belajar berbicara,berpikir, dan bertindak. Yang jelas, sekolah mendidik anak untuk menjadi dirinya sendiri. Tingkat keberhasilan sebuah bangsa konteks kehidupan manusia yang snagat luas, diukur dari bagaimana sekolah berperan dalam membangun kemandirian dan kecerdasan anak didik.
Sekolah bertanggung jawab menanamkan pengetahuan-pengetahuan baru yang reformatif dan tranformatif dalam membangun bangsa yang maju dan berkualitas. Dengan demikian, peran sekolah sangat besar dalam menentukan arah dan orientasi bangsa ke depan. Anak didik memiliki kebebasannya untuk menentukan kebebasannya melalui sekolah.
Denag sekolah, pemerintah mendidik bangsanya untuk menjadi seorang ahli yang sesuai dengan bidang dan bakatnya si anak didik, yang berguna bagi dirinya, nusa dan bangsa. Dengan sekolah organisasi atau partai mendidik kader-kadernya untuk meneruskan dan memperjuangkan cita-cita dari organisasi atau partainya. Dengan sekolah pula,umat manusia yang berperadaban dan beragama mendidik anak-anaknya untuk menjadi anak memiliki kecerdasan intelektual,emosional, dan spiritual yang tinggi sebagai bekal untuk melanjutkan dan memperjuangkan agamanya.
Orangtua yang memiliki keterbatasan dalam mendidik anak-anaknya telah menyerahkan anak-anaknya kepada sekolah dengan maksud utama agar di sekolah itu anak-anak mereka meneriama ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dapat digunakan sebagai bekal hidupnya kelak dikehidupan dunianya dan kehidupan akhiratnya sekolah berkewajiban dan bertanggung jawab atas hasil tranformasi nilai-nilai dan pengetahuan yang telah diberikan kepada anak-anak.[9]
c.    Lingkungan masyarakat 
Masyarakat bila dilihat dari konsep sosiologi adalah sekumpulan manusia yang bertempat tinggal dalam suatu kawasan dan saling berinteraksi sesamanya untuk mencapai tujuan tertentu. Bila dilihat dalam konteks pendidikan, masyarakat adalah sekumpulan banyak orang dengan berbagai ragam kaulitas diri mulai dari yang tidak berpendidikan sampai kepada yang berpendidikan tinggi.
Masyarakat merupakan lingkungan pendidikan islam yang ketiga setelah lingkungan pendidikan keluarga dan lingkungan pendidikan sekolah. Di dalam suatu masyarakat mudah sekali dijumpai keanekaragaman suku, agama, ras, adat istiadat dan budaya. Keanekaragaman tersebut merupakan anugerah dari Tuhan, dimana dalam Islam keanekaragaman tersebut merupakan rahmat dari Allah swt.
Tanggung jawab masyarakat terhadap pendidikan sebenarnya masih belum jelas, tidak sejelas tanggung jawab pendidikan di lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah. Hal tersebut disebabkan masyarakat merupakan suatu entitas yang sangat kompleks dan beraneka ragam. Walaupun demikian, masyarakat mempunyai peranan yang besar dalam pelaksanaan pendidikan nasional. Dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa masyarakat adalah sekelompok warga negara Indonesia nonpemerintah yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan peran tersebut antara lain sebagai berikut :
  1. Ikut menyelenggarakan pendidikan nonpemerintah (swasta)
Demokratis pendidikan yang sedang digalakkan di Indonesia harus mendorong pemberdayaannya masyarakat dengan mempeluas partisipasi masyarakat dalam pendidikan yang meliputi peran perorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan pendidikan (Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 54 ayat 1).
  1. Membantu pengadaan tenaga pendidik
Dalam hali ini, masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber pendidikan (Undang-Undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 54 ayat 2).
  1. Membantu pengadaan biaya, sarana, dan prasan pendidikan
Masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan yang berbasis masyarakat (Undang-Undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 5). Dana pendidikan yang berbasis masyarakat bersumber dari masyarakat secara langsung telah membantu dalam pengadaan biaya, sarana, dan prasana pendidikan.
Secara sederhana, dapat digagas bahwa kewajiban masyarakat dalam memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan (Undang-Undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 9). Dapat dilakukan dengan memerikan sumbangan atau infak dan sedekah untuk pendidikan.
  1. Menyediakan lapangan pekerjaan
Lulusan sekolah (output) nantinya akan terjun ke masyarakat. Masyarakat merupakan penyedia sekaligus penyerap lapangan kerja. Jika lulusan sekolah (output) sesuai dengan apa yang diharapkan oleh masyarakat, masyarakat pun akan menerima mereka (outcomes).[10]











BAB III
PENUTUP
a.    Kesimpulan
Pendidikan merupakan aktivitas yang disengaja dan mengandung tujuan yang tentu dan di dalamnya terlibat berbagai faktor yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya sehingga membentuk suatu sistem yang saling mempengaruhi.Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah aktivitas dan usaha manusia untuk meningkatkan kepribadiannya dengan jalan membina potensi-potensi pribadinya yaitu rohani (pikiran,karsa,rasa,cipta,hati nurani) dan jasmani (panca indra serta keterampilan).
Adapun aliran-aliran dalam pendidikan islam diantaranya yaitu : Aliran Religius-Konsevatif (al-Diniy al-Muhafidz), Aliran Religius-Rasional (al-Diniy al-‘Aqlamiy),
Aliran Pragmatis-Instrumental (al-Dzarai’i)

Lingkungan pendidikan merupakan lingkungan yang dapat menunjang suatu proses kependidikan atau bahkan secara langsung digunakan sebagai tempat berlangsungnya kegiatan pendidikan. Dan dari sisi pendidikan Islam, lingkungan pendidikan Islam merupakan suatu lingkungan yang di dalamnya terdapat ciri-ciri keislaman yang memungkinkan terselenggaranya pendidikan Islam dengan baik.
Adapun macam-macam lingkungan pendidikan islam ada tiga yaitu pertama, pendidikan di lingkungan keluarga, kedua pendidikan di lingkungan sekolah dan ketiga, pendidikan di lingkungan masyarakat.
b.   Saran
Dengan keterbatasan, penulis makalah menyadari bahwa penjabaran mengenai judul makalah ini memiliki kekurangan, jadi kami mohon maaf dan kami menerima saran untuk kebaikan dalam penjelasan isi makalah sehingga proses mendapatkan ilmu dapat dilalui dengan sesuai pada alur kebenarannya.







DAFTAR PUSTAKA
 Ali, Muhammad. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013.
Assegaf, Abd.Rachman. Aliran Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta: Rajawali Pers, 2013.
Barnawi & Novan Ardy Wiyani. Ilmu Pendidikan Islam. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012.
Sunarso, Ali. Islam Paradigma. Yogyakarta: Tiara Wacana, 2009.




[1] Ali sunarso, Islam Paradigma (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2009), hlm 12
[2] Ibid, hlm 13
[3] Abd. Rachman Assegaf, Aliran Pemikiran Pendidikan Islam (Jakarta: Rajawali Pers, 2013) hlm 56-57
[4] Ibid, hlm 58
[5] Ibid, hlm 59-60
[6] Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013) hlm 384
[7] Novan Ardy Wiyani & Barnawi, Ilmu Pendidikan Islam (Jogjakarta: Ar-Ruzz, 2012) hlm 55
[8] Ibid, hlm 56
[9] Ibid, hlm 71-72
[10] Ibid, hlm 87-89
 








ALIRAN DAN LINGKUNGAN PENDIDIKAN ISLAM

MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas akhir matakuliah Ilmu Pendidikan Islam
Yang dibina oleh Bapak Muhammad Jamaluddin, M.Pd










Oleh
Kelompok 6
Endriyan Fajarisman       (18201501090028)
Lailatul Fitriyah              (18201501090078)
Moch. Syukrianto           (18201501090064)
Rifa Utami                      (18201501090087)
Syamsul Arifin                (18201501090108)














PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PAMEKASAN
2016


KATA PENGANTAR
Puji  syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat, taufik, dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah ini berisi pendeskripsian tentang aliran dan lingkungan pendidikan islam. Atas terselesainya makalah ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari dalam makalah ini masih banyak kekeliruan dan kekurangan yang menyebabkan makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dari pembaca yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Harapan penulis atas terbentuknya makalah ini, semoga makalah ini memberikan informasi bagi mahasiswa dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.


Pamekasan, 26 April 2016

     Penulis










DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL............................................................................................. i
KATA PENGANTAR.............................................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang..................................................................................................... 1
B.  Rumusan Masalah................................................................................................ 2
C.  Tujuan Masalah.................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A.  Pengertian pendidikan islam................................................................................ 3
B.  Aliran-aliran dalam pendidikan islam.................................................................. 4
C.  Pengertian lingkungan pendidikan islam............................................................. 7
D.  Macam-macam lingkungan pendidikan islam..................................................... 8
BAB III PENUTUP
A.  Kesimpulan ........................................................................................................ 13
B.  Saran .................................................................................................................. 13
DAFTAR RUJUKAN

BAB 1
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Telah kita ketahui bahwa usaha pendidikan Islam sama tujuannya dengan Islam itu sendiri, sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, pendidikan memiliki nuansa berbeda antara satu daerah dengan daerah lain, sehingga banyak bermunculan pemikiran-pemikiran yang dianggap sebagai penyesuaian proses pendidikan dengan kebutuhan yang diperlukan.
Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukkan pribadi manusia. Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik atau buruknya pribadi manusia. Disisi lain proses perkembangan dan pendidikan manusia tidak hanya terjadi dan dipengaruhi oleh proses pendidikan yang ada dalam sistem pendidikan formal (sekolah) saja. Manusia selama hidupnya akan selalu mendapat pengaruh dari keluarga, sekolah, dan masyarakat luas. Ketiga lingkungan itu sering disebut sebagai tripusat pendidikan.
Dengan kata lain proses perkembangan pendidikan manusia untuk mancapai hasil yang maksimal tidak hanya tergantung tentang bagaimana sistem pendidikan formal dijalankan. Namun juga tergantung pada lingkungan pendidikan yang berada di luar lingkungan formal.
Dalam perspektif pendidikan Islam,  lingkungan dapat memberi pengaruh yang positif atau negatif terhadap pertumbuhan jiwa dan kepribadian peserta didik. Pengaruh lingkungan yang dapat terjadi pada manusia diantaranya adalah akhlak dan sikap.
Oleh karena itu, Karena banyak teori yang dikemukakan tentang munculnya berbagai aliran pendidikan dan lingkungan pendidikan islam, sehingga penulis menganggap bahwa aliran dan lingkungan pendidikan islam sangat penting untuk dibahas, guna untuk mengetahui tentang lingkungan pendidikan Islam dan aliran-aliran yang terdapat di dalamnya.




B.  Rumusan Masalah
a.       Apa pengertian pendidikan islam ?
b.      Apa saja aliran-aliran dalam pendidikan islam ?
c.       Apa pengertian lingkungan pendidikan islam ?
d.      Apa macam-macam lingkungan pendidikan islam ?
C.      Tujuan Masalah
a.       Untuk menjelaskan pengertian pendidikan islam.
b.      Untuk menjelaskan aliran-aliran dalam pendidikan islam.
c.       Untuk menjelaskan pengertian lingkungan pendidikan islam.
d.      Untuk menjelaskan macam-macam lingkungan pendidikan islam.























BAB II
PEMBAHASAN
A.      Pengertian pendidikan islam
Secara etimologi Pendidikan berasal dari bahasa Yunani yaitu  educare” yang berarti membawa keluar yang tersimpan  untuk dituntut agar tumbuh dan berkembang.Dalam bahasa arab dikenal dengan istilah “tarbiyah”, berasal dari kata “raba-yarbu” yang berarti mengembang,tumbuh.
  Sedangkan pendidikan menurut para ahli Yaitu :
1. Menurut Langeveld Pendidikan adalah setiap usaha, pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak tertuju pada pendewasaan anak itu, atau lebih tepat membantu anak agar cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri.
2.    Menurut John Dewey Pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional ke arah alam dan sesame manusia.
3.    Menurut Ki Hajar Dewantara Pendidikan adalah tuntunan didalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak itu, agar mereka sebagai manusia dan anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.
4.    Menurut UU No.2 Tahun 1989 Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya dimasa yang akan datang.
5.   Menurut UU No.20 Tahun 2003 Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara. [1]
Secara terminologi para ahli pendidikan mendefinisikan kata pendidikan dengan berbagai tujuan. Abdurahman Al-Bani mendefinisikan pendidikan (tarbiyah) adalah pengembangan seluruh potensi anak didik secara bertahap menurut ajaran Islam (Ahmad Tafsir, 200 1: 29). Dalam Dictionary of Educaition dinyatakan bahwa pendidikan adalah :
a. Proses seorang mengembangkan kemampuan, sikap dan tingkah laku lainnya di dalam masyarakat tempat mereka hidup.
b. Proses sosial yang terjadi pada orang yang dihadapkan pada pengaruh lingkungannya yang terpilih dan terkontrol (khususnya yang datang di sekolah), sehingga mereka dapat memperoleh perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu yang optimum. Dengan kata lain, perubahan-perubahan yang sifatnya permanen dalam tingah laku, pikiran dan sikapnya (Nanang Fattah, 2003: 4).
Jadi,pendidikan merupakan aktivitas yang disengaja dan mengandung tujuan yang tentu dan di dalamnya terlibat berbagai faktor yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya sehingga membentuk suatu sistem yang saling mempengaruhi.Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah aktivitas dan usaha manusia untuk meningkatkan kepribadiannya dengan jalan membina potensi-potensi pribadinya yaitu rohani (pikiran,karsa,rasa,cipta,hati nurani) dan jasmani (panca indra serta keterampilan).[2]
B.  Aliran-aliran Dalam Pendidikan Islam
Pengaruh filsafah Yunani yang merembas dalam pendidikan Islam disatu sisi dapat menimbulkan manfaat penting, namun di sisi lain mencemaskan, karena terjadinya polarisasi antara aliran-aliran pemikiran pendidikan islam sehingga memunculkan nama “baru” dan “klasik” yang belum tentu memiliki latar belakang dan faktor yang sama. Namun, karena tema-tema yang berkembang dalam kepustakaan demikian luas penggunaan istilah aliran pemikiran Yunani, pada akhirnya lahan pendidikan islam terjebak dalam padanan kata yang mereka gunakan. Dalam hal ini Muhammad Jawwad Ridla membagi aliran utama pemikiran pendidikan islam dalam tiga bagian yaitu aliran religius-konservatif, aliran religius-rasional, dan aliran pragmatis instrumental.
a.       Aliran Religius-Konsevatif (al-Diniy al-Muhafidz)
Dikatakan bahwa aliran ini dalam bergumul dengan persoalan pendidikan cenderung bersikap murni keagamaan. Mereka memaknai ilmu dengan pengertian sempit, yakni hanya mencakup ilmu-ilmu yang dibutuhkan saat sekarang (hidup di dunia) yang jelas-jelas akan membawa manfaat kelak di akhirat (al-Thusi dalam Adab al-Muta’allimin). Penuntut ilmu berkeharusan mengawali belajarnya dengan Kitabullah, Al-Qur’an. Ia berusaha menghafalkan dan mampu menafsirkan . ulum al-Qur’an merupakan induk semua ilmu, lalu dilanjutkan belajar al-Hadis dan Ulum al-Hadis, Ushul, Nahwu dan Sharaf (ibn Jamaah dalam Tadzikarat). Tokoh-tokoh yang dikategorikan dalam aliran ini meliputi al-Ghazali,Nasiruddin al-Thusi, ibn Jamaah,, ibn Hajar al-Haitsami dan al-Qabisi.
Pandangan Konservatif yang dimaksud dalam aliran ini adalah mengarah pada konsep hierarki nilai yang menstrukturkan ragam ilmu secara vertikal sesuai dengan penilaian mereka tentang keutamaan masing-masing ilmu. Al-Ghazali menegaskan bahwa ilmu-ilmu keagamaan, yakni pengetahuan tentang jalan menuju akhirat, hanya dapat diperoleh dengan kesempurnaan rasio dan kejernihan akal budi. Rasio adalah sifat manusia yang paling utama, karena hanya dengan rasiolah manusia mampu menerima amanat dari Allah swt dan denganya pula mampu “mendekat” di sisi-Nya.
b.      Aliran Religius-Rasional (al-Diniy al-‘Aqlamiy)
Bagi kalangan religius-rasional, persoalan pendidikan cenderung disikapi secara rasional-filosofis, karena hal tesebut merupakan entry point bagi mereka yang hendak mengkaji strategi atau program pendidikan. Kecenderungan rasiona-filosofis itu secara eksplisit terungkap dalam rumusan mereka tentang ilmu dan belajar yang jauh berbeda dengan rumusan kalangan tradisionalis-tekstualis[3]. Aliran religius-rasional banyak membangun konsep-konsepnya dari pemikiran falsafah Yunani dan berusaha menyelaraskan pemikiran tersebut dengan pandangan dasar dan orientasi keagamaan. Di antara tokoh aliran religius-rasional ini adalah Ikhwan al-Shafa, al-farabi, Ibn Sina, dan Ibn Miskawih.
Kelompok Ikhwan al-Shafah diakui paling banyak bicara atas nama aliran ini. Idea Platonik tidak hanya memengaruhi epistemologi Ikhwan al-Shafa melainkan juga pandanganya bahwa pengetahuan itu telah ada secara potensi dalam jiwa pelajar, dan aktualisasinya tiada lain karena pengaruh pengajaran dari guru. Jiwa para ilmuwan secara potensi pun telah berilmu. Teori plato mengukuhkan bahwa jiwa aktif tidak keluar dari kerangka pengingatan-ulang terhadap pengetahuan yang telah ada pada jiwa didunia ide sebelum kelahirannya di bumi.
Penekanan pada akal ini terimplikasi dalam pengembangan kurikulum dan keilmuan yang di pelajari, di mana dalam aliran ini memberikan perhatian lebih kepada ilmu-ilmu rasional-filosofis, seperti riyadiyyat (ilmu-ilmu eksak), manthiqiyyat (retorika-logika), ilmu-ilmu kealaman (fisika), dan teologi. Ikhwan al-Shafa sendiri mengklasifikasikan ilmu-ilmu riyadiyyat (eksak) menjadi empat bagian, yaitu aritmatika, ilmu ukur (handasah), anstronomi dan musik. Sedang ilmu-ilmu manthiqiyyat terbagi dalam ontologi (pengetahuan tentang syair), retorika dan kitab al-Burhan.
Sementra itu, ibn Sina sebagai salah satu pendukung aliran ini menggaris bawahi perlunya studi falsafah sebagai basis kontruksi keseluruhan disiplin keilmuwan yang dipelajari, karena falsafah akan mengantarkan manusia untuk bisa mengenali kenyataan sebenarnya dari segala sesuatu, sepanjang batas kemampuan manusiawi yang dimiliki segala sesuatu adakalanya karena keterlibatan peran kita.
c.       Aliran Pragmatis-Instrumental (al-Dzarai’i)
Pemaknaan terhadap aliran pragmatis-instrumental sebenarnya telah disinggung dalam pembahasan mengenai aliran falsafah dalam kajian sebelumnya, namun karena konteksnya di sini dikaitkan dengan pendidikan, maka akan dikemukakan bagaimana dan apa aliran ini, tentu saja menurut Muhammad Jawwad Ridla. Menurut Jawwad Ridla, ibn Khalduna adalah tokoh satu-satunya dari aliran ini, karena pemikirannya lebih banyak bersifat pragmatis dan lebih berorientasi pada aplikasi praktis. Secara ringkas bisa dikatakan bahwa aliran pragmatis yang digulirkan oleh Ibn Khaldun merupakan wacana baru dalam pemikiran pendidikan islam.[4]
Apa yang saya maksud dengan padanan kata dalam penyebutan aliran yang semula dinisbatkan kepada falsafah Yunani lalu merembes masuk ke dalam terma-terma pemikiran pendidikan Islam, menimbulkan “kecemasan” karena secara historis beragam aliran pemikiran Yunani dan yang berkembang di Barat memiliki latar belakang yang berbeda dengan masa-masa yang dilalui oleh al-Qabisi, Ibn Sina, al-Ghazali, Ibn Khaldun, dan lain sebagainya. Secara historis, paham conservatism (Latin: conservare, Inggris: to preserve) merupakan aliran politik dan falsafah sosial yang berupaya memelihara dan memdukung lembaga-lembaga tradisional, setidaknya adalah dengan melakukan perubahan secara bertahap dalam masyarakat. Penggunaan istilah conservatism secara politik ini pertama kali dilakukan oleh Francois-Rene de Chateaubriand pada tahun 1819 menjelang Revolusi Prancis. Istilah consrvatism secara historis diasosiasikan dengan politik sayap kanan yang sejak itu diartikan secara beragam. Edmund Burke, seorang politikus Anglo-Irlandia yang bekerja di Dewan Umum Inggris (British House of Commons) dan yang menentang Revolusi Prancis,dianggap sebagai salah satu pendiri paham conservatism di Inggris.
Bila dikaitkan dengan peristilahan religius-konservatif, maka hal tersebut dalam sejarah Eropa secara perinsip berupaya umtuk menerapkan ajaran-ajaran agama tertentu ke dalam politik, di mana kadangkala dengan menyatakan nilai ajaran tersebut, dan kadang pula nilai-nilai ajaran agama tadi memengaruhi hukum dan perundangan-undangan. Muara dari pengertian religius-konservatif ini pada akhirnya menuju pada fundamentalisme, dan bila dinisbatkan pada agama Islam,maka konsekuensi lanjutannya adalah fundamentalisme Islam.
Begitu pula halnya dengan penamaan rasionalisme untuk menyebutkan aliran pemikiran pendidikan Islam beberapa tokoh Muslim. Dalam tradisi Islam pendayagunaan akal seoptimal mungkin merupakan implikasi dari karunia akal yang diberikan Allah kepada manusia dan dengan manusia berbeda karakter dengan hewan, tumbuhan, mineral dan bahkan malaikat. Namun demikian hal tersebut tidaklah sejajar bila kita melihat munculnya rasionalisme di Barat sebagai kelanjutan dari Renaissance atau kebangkitan kembali falsafah Yunani dari tradisi pemikiran Barat. Akal manusia sendiri terbatas karena keterbatasan indra. Jadi, dengan menimbang kembali setting munculnya paham consevatism dan rationalism di belahan dunia Barat tersebut, hendak dikritisi ulang penisbatannya pada aliran pemikiran pendidikan Islam atau ;para tokoh pendukungnya.al-Ghazali sendiri sebenarnya adalah rasionalis, mengingat ia menggunakan pendekatan rasional-filosofis dalam mengkritisi masalah falsafah. Dari tujuan ini dapat dikuatkan argumentasi bahwa pemikiran pendidikan Islam sebenarnya mengambil bentuk beragam dari berbagai pengaruh, baik interasiknya dengan peradapan Yunani-Hellenis, maupun internal peradaban umat Islam yang berkembang saat itu, atau bahkan dengan peradaban Barat yang berjalan saat ini. Walaupun begitu,pemikiran pendidikan Islam tetap bersikap elektif dan selektif. Wallahu a’lam bi shawab.[5]
C.       Pengertian Lingkungan Pendidikan Islam
Secara harfiah lingkungan dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang mengitari kehidupan, baik berupa fisik seperti alam jagat raya dengan segala isinya, maupun nonfisik, seperti suasana kehidupan beragama, nilai-nilai dan adat istiadat yang berlaku di masyarakat, ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang berkembang, serta teknologi.
Pendapat lain mengatakan bahwa di dalam lingkungan itu tidak hanya terdapat sejumlah faktor pada sesuatu saat, melainkan terdapat pula faktor-faktor lain yang banyak jumlahnya, yang secara potensial dapat mempengaruhi perkembangan dan tingkah laku anak. Tetapi secara aktual hanya faktor-faktor yang ada di sekeliling anak tersebut yang secara langsung mempengaruhi pertumbuhan dan tingkah laku anak.
Secara Fisiologis, lingkungan meliputi segala kondisi dan material jasmani di dalam tubuh anak, seperti gizi, vitamin, air, zat asam, suhu, sistem syaraf, peredaran darah, pernafasan, pencernaan makanan, kelenjar-kelenjar indoktrin, sel-sel pertumbuhan dan kesehatan jasmani.[6]
Secara Psikologis, lingkungan mencakup segala stimulasi yang diterima oleh individu mulai sejak dalam konsepsi, kelahiran, samapi matinya. Stimulasi itu misalnya, berupa sifat genus, interaksi genus, selera, keinginan, perasaan, tujuan-tujuan, minat, kebutuhan, kemauan, emosi, dan kapasitas intelektual.
Jadi lingkungan pendidikan merupakan lingkungan yang dapat menunjang suatu proses kependidikan atau bahkan secara langsung digunakan sebagai tempat berlangsungnya kegiatan pendidikan. Dan dari sisi pendidikan Islam, lingkungan pendidikan Islam merupakan suatu lingkungan yang di dalamnya terdapat ciri-ciri keislaman yang memungkinkan terselenggaranya pendidikan Islam dengan baik.
D.  Macam-macam Lingkungan Pendidikan Islam
Adapun macam-macam lingkungan pendidikan islam ada tiga yaitu pertama, pendidikan di lingkungan keluarga, kedua pendidikan di lingkungan sekolah dan ketiga, pendidikan di lingkungan masyarakat :
a.    Lingkungan Keluarga
Keluarga adalah suatu lingkungan kecil yang terdiri atas ibu dan bapak beserta anak-anaknya. Komposisi tersebut sering dinamakan dengan istilah keluarga inti. Keluarga juga berarti orang seisi rumah yang menjadi tanggungan. Keluarga merupakan suatu kekerabatan yang sangat mendasar di dalam masyarakat. Dari uraian tersebut ada tiga kata kunci, yaitu ibu dan bapak, tanggungan dan suatu kekerabatan. Jika kata kunci tersebut kita padukan, akan diperoleh informasi sebagai berikut. Ibu dan bapak sebagai orangtua, anak-anaknya sebagai tanggungannya, serta keluarga yang terdiri dari atas ibu, bapak, dan anak merupakan bentuk kekerabatan yang fundamen di dalam masyarakat.
Keluarga merupakan institusi pertama dan utama dalam perkembangan seorang individu. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa pembentukan kepribadian anak bermula dari lingkungan keluarga. Salah satu bentuk tanggung jawab orang tua terhadap anak di dalam keluarga adalah dengan mendidikanak-anaknya. Bentuk tanggung jawab tersebut menjadi kewajiban dan kewajiban tersenut dipertegas dalam firman Allah swt :[7] “wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” (QS Al-Tahrim[66]:6).
Dengan demikian, setiap orangtua memiliki tugas kependidikan dan hal itu hendaknya bisa dijalankan dengan baik karena setiap orangtua pasti memiliki kepentingan terhadap anak-anaknya, yaitu sebagai berikut :
1.      Anak sebagai generasi penerus keturunan.
2.      Anak merupakan kebanggaan dan belaian kasih orangtua.
3.      Doa anak yang saleh dan salehah merupakan investasi bagi orangtua setelah mereka wafat.
Pada hakikatnya, kewajiban mendidik yang melekat pada diri orangtua bukan saja karena mendidik anak merupakan perintah agama, melainkan juga merupakan bagian dari pemenuhan terhadap kebutuhan psikis (rohani) dan kepentingan (diri) sendiri sebagai pribadi maupun sebagai anggota masyarakat. Dengan demikian tanggung jawab pendidikan yang perlu dibina oleh orang tua terhadap anak antara lain sebgai berikut :
  1. Memelihara dan mebesarkannya
Tanggung jawab ini merupakan dorongan alami untuk dilaksanakan karena anak memerlukan makan,minum, dan perawatan agar ia dapat hidup secara berkelanjutan.
  1. Melindungi dan menjamin kesehatannya,baik secara jasmaniah, maupun ruhaniah dari berbagai gangguan penyakit atau bahaya lingkungan yang dapat membahayakan dirinya.
  2. Mendidik dengan berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan yang berguna bagi hidupnya. Dengan demikian, apabila dia telah dewasa diamampu berdiri sendiri dan membantu orang lain serta melaksanakan kekhalifahannya.
  3. Membahagiakan anak untuk dunia akhirat dengan memberinya pendidik agama sesuai dengan ketentuan Allah swt sebagai tujuan akhir hidup Muslim. Tanggung jawab ini dikategorikan sebagai tanggung jawab kepada Allah swt.
Dalam perspektif islam, mendidik anak merupakan suatu kewajiban orangtua untuk mempersiapakan anak-anaknya agar memiliki masa depan gemilang. Selain itu, tidak khawatir terhadap masa depan yang baik, sehat, dan berdimensi spiritual yang tinggi. Semua prestasi itu tidak mungkin diraih orangtua tanpa pendidikan yang baik bagi anak-anak mereka. Untuk itu, tentu saja orangtua perlu meningkatkan ilmu dan keterampilannya sebagai pendidik utama bagi anak-anaknya. Upaya yang dapat di tempuh adalah dengan belajar seumur hidup, sebagaimana yang dijelaskan oleh Nabi bahwa mencari ilmu itu dari ayunan sampai keliang lahat. Mencari ilmu tidak terbatas pada S3 sebagai kasta tertinggi. Betapa besra perhatian Islam sebagi agama terhadap pendidikan. Islam selalu menginginkan pemeluknya agar generasi-generasi berikutnya memiliki kualitas yang lebih baik dari generasi sebelumnya.[8]
b.    Lingkungan Sekolah
Sekolah telah menjadi lembaga pendidikan sebagai media berbenah diri dari dan membentuk nalar berpikir yang kuat. Di sekolah, anak belajar menata dan membentuk karakter. Sekolah merupakan wahana yang mencerdaskan dan memberikan perubahan kehidupan anak ke depannya, sebab di sekolah mereka ditempa untuk belajar berbicara,berpikir, dan bertindak. Yang jelas, sekolah mendidik anak untuk menjadi dirinya sendiri. Tingkat keberhasilan sebuah bangsa konteks kehidupan manusia yang snagat luas, diukur dari bagaimana sekolah berperan dalam membangun kemandirian dan kecerdasan anak didik.
Sekolah bertanggung jawab menanamkan pengetahuan-pengetahuan baru yang reformatif dan tranformatif dalam membangun bangsa yang maju dan berkualitas. Dengan demikian, peran sekolah sangat besar dalam menentukan arah dan orientasi bangsa ke depan. Anak didik memiliki kebebasannya untuk menentukan kebebasannya melalui sekolah.
Denag sekolah, pemerintah mendidik bangsanya untuk menjadi seorang ahli yang sesuai dengan bidang dan bakatnya si anak didik, yang berguna bagi dirinya, nusa dan bangsa. Dengan sekolah organisasi atau partai mendidik kader-kadernya untuk meneruskan dan memperjuangkan cita-cita dari organisasi atau partainya. Dengan sekolah pula,umat manusia yang berperadaban dan beragama mendidik anak-anaknya untuk menjadi anak memiliki kecerdasan intelektual,emosional, dan spiritual yang tinggi sebagai bekal untuk melanjutkan dan memperjuangkan agamanya.
Orangtua yang memiliki keterbatasan dalam mendidik anak-anaknya telah menyerahkan anak-anaknya kepada sekolah dengan maksud utama agar di sekolah itu anak-anak mereka meneriama ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dapat digunakan sebagai bekal hidupnya kelak dikehidupan dunianya dan kehidupan akhiratnya sekolah berkewajiban dan bertanggung jawab atas hasil tranformasi nilai-nilai dan pengetahuan yang telah diberikan kepada anak-anak.[9]
c.    Lingkungan masyarakat 
Masyarakat bila dilihat dari konsep sosiologi adalah sekumpulan manusia yang bertempat tinggal dalam suatu kawasan dan saling berinteraksi sesamanya untuk mencapai tujuan tertentu. Bila dilihat dalam konteks pendidikan, masyarakat adalah sekumpulan banyak orang dengan berbagai ragam kaulitas diri mulai dari yang tidak berpendidikan sampai kepada yang berpendidikan tinggi.
Masyarakat merupakan lingkungan pendidikan islam yang ketiga setelah lingkungan pendidikan keluarga dan lingkungan pendidikan sekolah. Di dalam suatu masyarakat mudah sekali dijumpai keanekaragaman suku, agama, ras, adat istiadat dan budaya. Keanekaragaman tersebut merupakan anugerah dari Tuhan, dimana dalam Islam keanekaragaman tersebut merupakan rahmat dari Allah swt.
Tanggung jawab masyarakat terhadap pendidikan sebenarnya masih belum jelas, tidak sejelas tanggung jawab pendidikan di lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah. Hal tersebut disebabkan masyarakat merupakan suatu entitas yang sangat kompleks dan beraneka ragam. Walaupun demikian, masyarakat mempunyai peranan yang besar dalam pelaksanaan pendidikan nasional. Dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa masyarakat adalah sekelompok warga negara Indonesia nonpemerintah yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan peran tersebut antara lain sebagai berikut :
  1. Ikut menyelenggarakan pendidikan nonpemerintah (swasta)
Demokratis pendidikan yang sedang digalakkan di Indonesia harus mendorong pemberdayaannya masyarakat dengan mempeluas partisipasi masyarakat dalam pendidikan yang meliputi peran perorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan pendidikan (Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 54 ayat 1).
  1. Membantu pengadaan tenaga pendidik
Dalam hali ini, masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber pendidikan (Undang-Undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 54 ayat 2).
  1. Membantu pengadaan biaya, sarana, dan prasan pendidikan
Masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan yang berbasis masyarakat (Undang-Undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 5). Dana pendidikan yang berbasis masyarakat bersumber dari masyarakat secara langsung telah membantu dalam pengadaan biaya, sarana, dan prasana pendidikan.
Secara sederhana, dapat digagas bahwa kewajiban masyarakat dalam memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan (Undang-Undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 9). Dapat dilakukan dengan memerikan sumbangan atau infak dan sedekah untuk pendidikan.
  1. Menyediakan lapangan pekerjaan
Lulusan sekolah (output) nantinya akan terjun ke masyarakat. Masyarakat merupakan penyedia sekaligus penyerap lapangan kerja. Jika lulusan sekolah (output) sesuai dengan apa yang diharapkan oleh masyarakat, masyarakat pun akan menerima mereka (outcomes).[10]











BAB III
PENUTUP
a.    Kesimpulan
Pendidikan merupakan aktivitas yang disengaja dan mengandung tujuan yang tentu dan di dalamnya terlibat berbagai faktor yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya sehingga membentuk suatu sistem yang saling mempengaruhi.Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah aktivitas dan usaha manusia untuk meningkatkan kepribadiannya dengan jalan membina potensi-potensi pribadinya yaitu rohani (pikiran,karsa,rasa,cipta,hati nurani) dan jasmani (panca indra serta keterampilan).
Adapun aliran-aliran dalam pendidikan islam diantaranya yaitu : Aliran Religius-Konsevatif (al-Diniy al-Muhafidz), Aliran Religius-Rasional (al-Diniy al-‘Aqlamiy),
Aliran Pragmatis-Instrumental (al-Dzarai’i)

Lingkungan pendidikan merupakan lingkungan yang dapat menunjang suatu proses kependidikan atau bahkan secara langsung digunakan sebagai tempat berlangsungnya kegiatan pendidikan. Dan dari sisi pendidikan Islam, lingkungan pendidikan Islam merupakan suatu lingkungan yang di dalamnya terdapat ciri-ciri keislaman yang memungkinkan terselenggaranya pendidikan Islam dengan baik.
Adapun macam-macam lingkungan pendidikan islam ada tiga yaitu pertama, pendidikan di lingkungan keluarga, kedua pendidikan di lingkungan sekolah dan ketiga, pendidikan di lingkungan masyarakat.
b.   Saran
Dengan keterbatasan, penulis makalah menyadari bahwa penjabaran mengenai judul makalah ini memiliki kekurangan, jadi kami mohon maaf dan kami menerima saran untuk kebaikan dalam penjelasan isi makalah sehingga proses mendapatkan ilmu dapat dilalui dengan sesuai pada alur kebenarannya.







DAFTAR PUSTAKA
 Ali, Muhammad. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013.
Assegaf, Abd.Rachman. Aliran Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta: Rajawali Pers, 2013.
Barnawi & Novan Ardy Wiyani. Ilmu Pendidikan Islam. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012.
Sunarso, Ali. Islam Paradigma. Yogyakarta: Tiara Wacana, 2009.




[1] Ali sunarso, Islam Paradigma (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2009), hlm 12
[2] Ibid, hlm 13
[3] Abd. Rachman Assegaf, Aliran Pemikiran Pendidikan Islam (Jakarta: Rajawali Pers, 2013) hlm 56-57
[4] Ibid, hlm 58
[5] Ibid, hlm 59-60
[6] Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013) hlm 384
[7] Novan Ardy Wiyani & Barnawi, Ilmu Pendidikan Islam (Jogjakarta: Ar-Ruzz, 2012) hlm 55
[8] Ibid, hlm 56
[9] Ibid, hlm 71-72
[10] Ibid, hlm 87-89
 





ALIRAN DAN LINGKUNGAN PENDIDIKAN ISLAM

MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas akhir matakuliah Ilmu Pendidikan Islam
Yang dibina oleh Bapak Muhammad Jamaluddin, M.Pd










Oleh
Kelompok 6
Endriyan Fajarisman       (18201501090028)
Lailatul Fitriyah              (18201501090078)
Moch. Syukrianto           (18201501090064)
Rifa Utami                      (18201501090087)
Syamsul Arifin                (18201501090108)














PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PAMEKASAN
2016


KATA PENGANTAR
Puji  syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat, taufik, dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah ini berisi pendeskripsian tentang aliran dan lingkungan pendidikan islam. Atas terselesainya makalah ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari dalam makalah ini masih banyak kekeliruan dan kekurangan yang menyebabkan makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dari pembaca yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Harapan penulis atas terbentuknya makalah ini, semoga makalah ini memberikan informasi bagi mahasiswa dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.


Pamekasan, 26 April 2016

     Penulis










DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL............................................................................................. i
KATA PENGANTAR.............................................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang..................................................................................................... 1
B.  Rumusan Masalah................................................................................................ 2
C.  Tujuan Masalah.................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A.  Pengertian pendidikan islam................................................................................ 3
B.  Aliran-aliran dalam pendidikan islam.................................................................. 4
C.  Pengertian lingkungan pendidikan islam............................................................. 7
D.  Macam-macam lingkungan pendidikan islam..................................................... 8
BAB III PENUTUP
A.  Kesimpulan ........................................................................................................ 13
B.  Saran .................................................................................................................. 13
DAFTAR RUJUKAN

BAB 1
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Telah kita ketahui bahwa usaha pendidikan Islam sama tujuannya dengan Islam itu sendiri, sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, pendidikan memiliki nuansa berbeda antara satu daerah dengan daerah lain, sehingga banyak bermunculan pemikiran-pemikiran yang dianggap sebagai penyesuaian proses pendidikan dengan kebutuhan yang diperlukan.
Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukkan pribadi manusia. Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik atau buruknya pribadi manusia. Disisi lain proses perkembangan dan pendidikan manusia tidak hanya terjadi dan dipengaruhi oleh proses pendidikan yang ada dalam sistem pendidikan formal (sekolah) saja. Manusia selama hidupnya akan selalu mendapat pengaruh dari keluarga, sekolah, dan masyarakat luas. Ketiga lingkungan itu sering disebut sebagai tripusat pendidikan.
Dengan kata lain proses perkembangan pendidikan manusia untuk mancapai hasil yang maksimal tidak hanya tergantung tentang bagaimana sistem pendidikan formal dijalankan. Namun juga tergantung pada lingkungan pendidikan yang berada di luar lingkungan formal.
Dalam perspektif pendidikan Islam,  lingkungan dapat memberi pengaruh yang positif atau negatif terhadap pertumbuhan jiwa dan kepribadian peserta didik. Pengaruh lingkungan yang dapat terjadi pada manusia diantaranya adalah akhlak dan sikap.
Oleh karena itu, Karena banyak teori yang dikemukakan tentang munculnya berbagai aliran pendidikan dan lingkungan pendidikan islam, sehingga penulis menganggap bahwa aliran dan lingkungan pendidikan islam sangat penting untuk dibahas, guna untuk mengetahui tentang lingkungan pendidikan Islam dan aliran-aliran yang terdapat di dalamnya.




B.  Rumusan Masalah
a.       Apa pengertian pendidikan islam ?
b.      Apa saja aliran-aliran dalam pendidikan islam ?
c.       Apa pengertian lingkungan pendidikan islam ?
d.      Apa macam-macam lingkungan pendidikan islam ?
C.      Tujuan Masalah
a.       Untuk menjelaskan pengertian pendidikan islam.
b.      Untuk menjelaskan aliran-aliran dalam pendidikan islam.
c.       Untuk menjelaskan pengertian lingkungan pendidikan islam.
d.      Untuk menjelaskan macam-macam lingkungan pendidikan islam.























BAB II
PEMBAHASAN
A.      Pengertian pendidikan islam
Secara etimologi Pendidikan berasal dari bahasa Yunani yaitu  educare” yang berarti membawa keluar yang tersimpan  untuk dituntut agar tumbuh dan berkembang.Dalam bahasa arab dikenal dengan istilah “tarbiyah”, berasal dari kata “raba-yarbu” yang berarti mengembang,tumbuh.
  Sedangkan pendidikan menurut para ahli Yaitu :
1. Menurut Langeveld Pendidikan adalah setiap usaha, pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak tertuju pada pendewasaan anak itu, atau lebih tepat membantu anak agar cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri.
2.    Menurut John Dewey Pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional ke arah alam dan sesame manusia.
3.    Menurut Ki Hajar Dewantara Pendidikan adalah tuntunan didalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak itu, agar mereka sebagai manusia dan anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.
4.    Menurut UU No.2 Tahun 1989 Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya dimasa yang akan datang.
5.   Menurut UU No.20 Tahun 2003 Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara. [1]
Secara terminologi para ahli pendidikan mendefinisikan kata pendidikan dengan berbagai tujuan. Abdurahman Al-Bani mendefinisikan pendidikan (tarbiyah) adalah pengembangan seluruh potensi anak didik secara bertahap menurut ajaran Islam (Ahmad Tafsir, 200 1: 29). Dalam Dictionary of Educaition dinyatakan bahwa pendidikan adalah :
a. Proses seorang mengembangkan kemampuan, sikap dan tingkah laku lainnya di dalam masyarakat tempat mereka hidup.
b. Proses sosial yang terjadi pada orang yang dihadapkan pada pengaruh lingkungannya yang terpilih dan terkontrol (khususnya yang datang di sekolah), sehingga mereka dapat memperoleh perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu yang optimum. Dengan kata lain, perubahan-perubahan yang sifatnya permanen dalam tingah laku, pikiran dan sikapnya (Nanang Fattah, 2003: 4).
Jadi,pendidikan merupakan aktivitas yang disengaja dan mengandung tujuan yang tentu dan di dalamnya terlibat berbagai faktor yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya sehingga membentuk suatu sistem yang saling mempengaruhi.Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah aktivitas dan usaha manusia untuk meningkatkan kepribadiannya dengan jalan membina potensi-potensi pribadinya yaitu rohani (pikiran,karsa,rasa,cipta,hati nurani) dan jasmani (panca indra serta keterampilan).[2]
B.  Aliran-aliran Dalam Pendidikan Islam
Pengaruh filsafah Yunani yang merembas dalam pendidikan Islam disatu sisi dapat menimbulkan manfaat penting, namun di sisi lain mencemaskan, karena terjadinya polarisasi antara aliran-aliran pemikiran pendidikan islam sehingga memunculkan nama “baru” dan “klasik” yang belum tentu memiliki latar belakang dan faktor yang sama. Namun, karena tema-tema yang berkembang dalam kepustakaan demikian luas penggunaan istilah aliran pemikiran Yunani, pada akhirnya lahan pendidikan islam terjebak dalam padanan kata yang mereka gunakan. Dalam hal ini Muhammad Jawwad Ridla membagi aliran utama pemikiran pendidikan islam dalam tiga bagian yaitu aliran religius-konservatif, aliran religius-rasional, dan aliran pragmatis instrumental.
a.       Aliran Religius-Konsevatif (al-Diniy al-Muhafidz)
Dikatakan bahwa aliran ini dalam bergumul dengan persoalan pendidikan cenderung bersikap murni keagamaan. Mereka memaknai ilmu dengan pengertian sempit, yakni hanya mencakup ilmu-ilmu yang dibutuhkan saat sekarang (hidup di dunia) yang jelas-jelas akan membawa manfaat kelak di akhirat (al-Thusi dalam Adab al-Muta’allimin). Penuntut ilmu berkeharusan mengawali belajarnya dengan Kitabullah, Al-Qur’an. Ia berusaha menghafalkan dan mampu menafsirkan . ulum al-Qur’an merupakan induk semua ilmu, lalu dilanjutkan belajar al-Hadis dan Ulum al-Hadis, Ushul, Nahwu dan Sharaf (ibn Jamaah dalam Tadzikarat). Tokoh-tokoh yang dikategorikan dalam aliran ini meliputi al-Ghazali,Nasiruddin al-Thusi, ibn Jamaah,, ibn Hajar al-Haitsami dan al-Qabisi.
Pandangan Konservatif yang dimaksud dalam aliran ini adalah mengarah pada konsep hierarki nilai yang menstrukturkan ragam ilmu secara vertikal sesuai dengan penilaian mereka tentang keutamaan masing-masing ilmu. Al-Ghazali menegaskan bahwa ilmu-ilmu keagamaan, yakni pengetahuan tentang jalan menuju akhirat, hanya dapat diperoleh dengan kesempurnaan rasio dan kejernihan akal budi. Rasio adalah sifat manusia yang paling utama, karena hanya dengan rasiolah manusia mampu menerima amanat dari Allah swt dan denganya pula mampu “mendekat” di sisi-Nya.
b.      Aliran Religius-Rasional (al-Diniy al-‘Aqlamiy)
Bagi kalangan religius-rasional, persoalan pendidikan cenderung disikapi secara rasional-filosofis, karena hal tesebut merupakan entry point bagi mereka yang hendak mengkaji strategi atau program pendidikan. Kecenderungan rasiona-filosofis itu secara eksplisit terungkap dalam rumusan mereka tentang ilmu dan belajar yang jauh berbeda dengan rumusan kalangan tradisionalis-tekstualis[3]. Aliran religius-rasional banyak membangun konsep-konsepnya dari pemikiran falsafah Yunani dan berusaha menyelaraskan pemikiran tersebut dengan pandangan dasar dan orientasi keagamaan. Di antara tokoh aliran religius-rasional ini adalah Ikhwan al-Shafa, al-farabi, Ibn Sina, dan Ibn Miskawih.
Kelompok Ikhwan al-Shafah diakui paling banyak bicara atas nama aliran ini. Idea Platonik tidak hanya memengaruhi epistemologi Ikhwan al-Shafa melainkan juga pandanganya bahwa pengetahuan itu telah ada secara potensi dalam jiwa pelajar, dan aktualisasinya tiada lain karena pengaruh pengajaran dari guru. Jiwa para ilmuwan secara potensi pun telah berilmu. Teori plato mengukuhkan bahwa jiwa aktif tidak keluar dari kerangka pengingatan-ulang terhadap pengetahuan yang telah ada pada jiwa didunia ide sebelum kelahirannya di bumi.
Penekanan pada akal ini terimplikasi dalam pengembangan kurikulum dan keilmuan yang di pelajari, di mana dalam aliran ini memberikan perhatian lebih kepada ilmu-ilmu rasional-filosofis, seperti riyadiyyat (ilmu-ilmu eksak), manthiqiyyat (retorika-logika), ilmu-ilmu kealaman (fisika), dan teologi. Ikhwan al-Shafa sendiri mengklasifikasikan ilmu-ilmu riyadiyyat (eksak) menjadi empat bagian, yaitu aritmatika, ilmu ukur (handasah), anstronomi dan musik. Sedang ilmu-ilmu manthiqiyyat terbagi dalam ontologi (pengetahuan tentang syair), retorika dan kitab al-Burhan.
Sementra itu, ibn Sina sebagai salah satu pendukung aliran ini menggaris bawahi perlunya studi falsafah sebagai basis kontruksi keseluruhan disiplin keilmuwan yang dipelajari, karena falsafah akan mengantarkan manusia untuk bisa mengenali kenyataan sebenarnya dari segala sesuatu, sepanjang batas kemampuan manusiawi yang dimiliki segala sesuatu adakalanya karena keterlibatan peran kita.
c.       Aliran Pragmatis-Instrumental (al-Dzarai’i)
Pemaknaan terhadap aliran pragmatis-instrumental sebenarnya telah disinggung dalam pembahasan mengenai aliran falsafah dalam kajian sebelumnya, namun karena konteksnya di sini dikaitkan dengan pendidikan, maka akan dikemukakan bagaimana dan apa aliran ini, tentu saja menurut Muhammad Jawwad Ridla. Menurut Jawwad Ridla, ibn Khalduna adalah tokoh satu-satunya dari aliran ini, karena pemikirannya lebih banyak bersifat pragmatis dan lebih berorientasi pada aplikasi praktis. Secara ringkas bisa dikatakan bahwa aliran pragmatis yang digulirkan oleh Ibn Khaldun merupakan wacana baru dalam pemikiran pendidikan islam.[4]
Apa yang saya maksud dengan padanan kata dalam penyebutan aliran yang semula dinisbatkan kepada falsafah Yunani lalu merembes masuk ke dalam terma-terma pemikiran pendidikan Islam, menimbulkan “kecemasan” karena secara historis beragam aliran pemikiran Yunani dan yang berkembang di Barat memiliki latar belakang yang berbeda dengan masa-masa yang dilalui oleh al-Qabisi, Ibn Sina, al-Ghazali, Ibn Khaldun, dan lain sebagainya. Secara historis, paham conservatism (Latin: conservare, Inggris: to preserve) merupakan aliran politik dan falsafah sosial yang berupaya memelihara dan memdukung lembaga-lembaga tradisional, setidaknya adalah dengan melakukan perubahan secara bertahap dalam masyarakat. Penggunaan istilah conservatism secara politik ini pertama kali dilakukan oleh Francois-Rene de Chateaubriand pada tahun 1819 menjelang Revolusi Prancis. Istilah consrvatism secara historis diasosiasikan dengan politik sayap kanan yang sejak itu diartikan secara beragam. Edmund Burke, seorang politikus Anglo-Irlandia yang bekerja di Dewan Umum Inggris (British House of Commons) dan yang menentang Revolusi Prancis,dianggap sebagai salah satu pendiri paham conservatism di Inggris.
Bila dikaitkan dengan peristilahan religius-konservatif, maka hal tersebut dalam sejarah Eropa secara perinsip berupaya umtuk menerapkan ajaran-ajaran agama tertentu ke dalam politik, di mana kadangkala dengan menyatakan nilai ajaran tersebut, dan kadang pula nilai-nilai ajaran agama tadi memengaruhi hukum dan perundangan-undangan. Muara dari pengertian religius-konservatif ini pada akhirnya menuju pada fundamentalisme, dan bila dinisbatkan pada agama Islam,maka konsekuensi lanjutannya adalah fundamentalisme Islam.
Begitu pula halnya dengan penamaan rasionalisme untuk menyebutkan aliran pemikiran pendidikan Islam beberapa tokoh Muslim. Dalam tradisi Islam pendayagunaan akal seoptimal mungkin merupakan implikasi dari karunia akal yang diberikan Allah kepada manusia dan dengan manusia berbeda karakter dengan hewan, tumbuhan, mineral dan bahkan malaikat. Namun demikian hal tersebut tidaklah sejajar bila kita melihat munculnya rasionalisme di Barat sebagai kelanjutan dari Renaissance atau kebangkitan kembali falsafah Yunani dari tradisi pemikiran Barat. Akal manusia sendiri terbatas karena keterbatasan indra. Jadi, dengan menimbang kembali setting munculnya paham consevatism dan rationalism di belahan dunia Barat tersebut, hendak dikritisi ulang penisbatannya pada aliran pemikiran pendidikan Islam atau ;para tokoh pendukungnya.al-Ghazali sendiri sebenarnya adalah rasionalis, mengingat ia menggunakan pendekatan rasional-filosofis dalam mengkritisi masalah falsafah. Dari tujuan ini dapat dikuatkan argumentasi bahwa pemikiran pendidikan Islam sebenarnya mengambil bentuk beragam dari berbagai pengaruh, baik interasiknya dengan peradapan Yunani-Hellenis, maupun internal peradaban umat Islam yang berkembang saat itu, atau bahkan dengan peradaban Barat yang berjalan saat ini. Walaupun begitu,pemikiran pendidikan Islam tetap bersikap elektif dan selektif. Wallahu a’lam bi shawab.[5]
C.       Pengertian Lingkungan Pendidikan Islam
Secara harfiah lingkungan dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang mengitari kehidupan, baik berupa fisik seperti alam jagat raya dengan segala isinya, maupun nonfisik, seperti suasana kehidupan beragama, nilai-nilai dan adat istiadat yang berlaku di masyarakat, ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang berkembang, serta teknologi.
Pendapat lain mengatakan bahwa di dalam lingkungan itu tidak hanya terdapat sejumlah faktor pada sesuatu saat, melainkan terdapat pula faktor-faktor lain yang banyak jumlahnya, yang secara potensial dapat mempengaruhi perkembangan dan tingkah laku anak. Tetapi secara aktual hanya faktor-faktor yang ada di sekeliling anak tersebut yang secara langsung mempengaruhi pertumbuhan dan tingkah laku anak.
Secara Fisiologis, lingkungan meliputi segala kondisi dan material jasmani di dalam tubuh anak, seperti gizi, vitamin, air, zat asam, suhu, sistem syaraf, peredaran darah, pernafasan, pencernaan makanan, kelenjar-kelenjar indoktrin, sel-sel pertumbuhan dan kesehatan jasmani.[6]
Secara Psikologis, lingkungan mencakup segala stimulasi yang diterima oleh individu mulai sejak dalam konsepsi, kelahiran, samapi matinya. Stimulasi itu misalnya, berupa sifat genus, interaksi genus, selera, keinginan, perasaan, tujuan-tujuan, minat, kebutuhan, kemauan, emosi, dan kapasitas intelektual.
Jadi lingkungan pendidikan merupakan lingkungan yang dapat menunjang suatu proses kependidikan atau bahkan secara langsung digunakan sebagai tempat berlangsungnya kegiatan pendidikan. Dan dari sisi pendidikan Islam, lingkungan pendidikan Islam merupakan suatu lingkungan yang di dalamnya terdapat ciri-ciri keislaman yang memungkinkan terselenggaranya pendidikan Islam dengan baik.
D.  Macam-macam Lingkungan Pendidikan Islam
Adapun macam-macam lingkungan pendidikan islam ada tiga yaitu pertama, pendidikan di lingkungan keluarga, kedua pendidikan di lingkungan sekolah dan ketiga, pendidikan di lingkungan masyarakat :
a.    Lingkungan Keluarga
Keluarga adalah suatu lingkungan kecil yang terdiri atas ibu dan bapak beserta anak-anaknya. Komposisi tersebut sering dinamakan dengan istilah keluarga inti. Keluarga juga berarti orang seisi rumah yang menjadi tanggungan. Keluarga merupakan suatu kekerabatan yang sangat mendasar di dalam masyarakat. Dari uraian tersebut ada tiga kata kunci, yaitu ibu dan bapak, tanggungan dan suatu kekerabatan. Jika kata kunci tersebut kita padukan, akan diperoleh informasi sebagai berikut. Ibu dan bapak sebagai orangtua, anak-anaknya sebagai tanggungannya, serta keluarga yang terdiri dari atas ibu, bapak, dan anak merupakan bentuk kekerabatan yang fundamen di dalam masyarakat.
Keluarga merupakan institusi pertama dan utama dalam perkembangan seorang individu. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa pembentukan kepribadian anak bermula dari lingkungan keluarga. Salah satu bentuk tanggung jawab orang tua terhadap anak di dalam keluarga adalah dengan mendidikanak-anaknya. Bentuk tanggung jawab tersebut menjadi kewajiban dan kewajiban tersenut dipertegas dalam firman Allah swt :[7] “wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” (QS Al-Tahrim[66]:6).
Dengan demikian, setiap orangtua memiliki tugas kependidikan dan hal itu hendaknya bisa dijalankan dengan baik karena setiap orangtua pasti memiliki kepentingan terhadap anak-anaknya, yaitu sebagai berikut :
1.      Anak sebagai generasi penerus keturunan.
2.      Anak merupakan kebanggaan dan belaian kasih orangtua.
3.      Doa anak yang saleh dan salehah merupakan investasi bagi orangtua setelah mereka wafat.
Pada hakikatnya, kewajiban mendidik yang melekat pada diri orangtua bukan saja karena mendidik anak merupakan perintah agama, melainkan juga merupakan bagian dari pemenuhan terhadap kebutuhan psikis (rohani) dan kepentingan (diri) sendiri sebagai pribadi maupun sebagai anggota masyarakat. Dengan demikian tanggung jawab pendidikan yang perlu dibina oleh orang tua terhadap anak antara lain sebgai berikut :
  1. Memelihara dan mebesarkannya
Tanggung jawab ini merupakan dorongan alami untuk dilaksanakan karena anak memerlukan makan,minum, dan perawatan agar ia dapat hidup secara berkelanjutan.
  1. Melindungi dan menjamin kesehatannya,baik secara jasmaniah, maupun ruhaniah dari berbagai gangguan penyakit atau bahaya lingkungan yang dapat membahayakan dirinya.
  2. Mendidik dengan berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan yang berguna bagi hidupnya. Dengan demikian, apabila dia telah dewasa diamampu berdiri sendiri dan membantu orang lain serta melaksanakan kekhalifahannya.
  3. Membahagiakan anak untuk dunia akhirat dengan memberinya pendidik agama sesuai dengan ketentuan Allah swt sebagai tujuan akhir hidup Muslim. Tanggung jawab ini dikategorikan sebagai tanggung jawab kepada Allah swt.
Dalam perspektif islam, mendidik anak merupakan suatu kewajiban orangtua untuk mempersiapakan anak-anaknya agar memiliki masa depan gemilang. Selain itu, tidak khawatir terhadap masa depan yang baik, sehat, dan berdimensi spiritual yang tinggi. Semua prestasi itu tidak mungkin diraih orangtua tanpa pendidikan yang baik bagi anak-anak mereka. Untuk itu, tentu saja orangtua perlu meningkatkan ilmu dan keterampilannya sebagai pendidik utama bagi anak-anaknya. Upaya yang dapat di tempuh adalah dengan belajar seumur hidup, sebagaimana yang dijelaskan oleh Nabi bahwa mencari ilmu itu dari ayunan sampai keliang lahat. Mencari ilmu tidak terbatas pada S3 sebagai kasta tertinggi. Betapa besra perhatian Islam sebagi agama terhadap pendidikan. Islam selalu menginginkan pemeluknya agar generasi-generasi berikutnya memiliki kualitas yang lebih baik dari generasi sebelumnya.[8]
b.    Lingkungan Sekolah
Sekolah telah menjadi lembaga pendidikan sebagai media berbenah diri dari dan membentuk nalar berpikir yang kuat. Di sekolah, anak belajar menata dan membentuk karakter. Sekolah merupakan wahana yang mencerdaskan dan memberikan perubahan kehidupan anak ke depannya, sebab di sekolah mereka ditempa untuk belajar berbicara,berpikir, dan bertindak. Yang jelas, sekolah mendidik anak untuk menjadi dirinya sendiri. Tingkat keberhasilan sebuah bangsa konteks kehidupan manusia yang snagat luas, diukur dari bagaimana sekolah berperan dalam membangun kemandirian dan kecerdasan anak didik.
Sekolah bertanggung jawab menanamkan pengetahuan-pengetahuan baru yang reformatif dan tranformatif dalam membangun bangsa yang maju dan berkualitas. Dengan demikian, peran sekolah sangat besar dalam menentukan arah dan orientasi bangsa ke depan. Anak didik memiliki kebebasannya untuk menentukan kebebasannya melalui sekolah.
Denag sekolah, pemerintah mendidik bangsanya untuk menjadi seorang ahli yang sesuai dengan bidang dan bakatnya si anak didik, yang berguna bagi dirinya, nusa dan bangsa. Dengan sekolah organisasi atau partai mendidik kader-kadernya untuk meneruskan dan memperjuangkan cita-cita dari organisasi atau partainya. Dengan sekolah pula,umat manusia yang berperadaban dan beragama mendidik anak-anaknya untuk menjadi anak memiliki kecerdasan intelektual,emosional, dan spiritual yang tinggi sebagai bekal untuk melanjutkan dan memperjuangkan agamanya.
Orangtua yang memiliki keterbatasan dalam mendidik anak-anaknya telah menyerahkan anak-anaknya kepada sekolah dengan maksud utama agar di sekolah itu anak-anak mereka meneriama ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dapat digunakan sebagai bekal hidupnya kelak dikehidupan dunianya dan kehidupan akhiratnya sekolah berkewajiban dan bertanggung jawab atas hasil tranformasi nilai-nilai dan pengetahuan yang telah diberikan kepada anak-anak.[9]
c.    Lingkungan masyarakat 
Masyarakat bila dilihat dari konsep sosiologi adalah sekumpulan manusia yang bertempat tinggal dalam suatu kawasan dan saling berinteraksi sesamanya untuk mencapai tujuan tertentu. Bila dilihat dalam konteks pendidikan, masyarakat adalah sekumpulan banyak orang dengan berbagai ragam kaulitas diri mulai dari yang tidak berpendidikan sampai kepada yang berpendidikan tinggi.
Masyarakat merupakan lingkungan pendidikan islam yang ketiga setelah lingkungan pendidikan keluarga dan lingkungan pendidikan sekolah. Di dalam suatu masyarakat mudah sekali dijumpai keanekaragaman suku, agama, ras, adat istiadat dan budaya. Keanekaragaman tersebut merupakan anugerah dari Tuhan, dimana dalam Islam keanekaragaman tersebut merupakan rahmat dari Allah swt.
Tanggung jawab masyarakat terhadap pendidikan sebenarnya masih belum jelas, tidak sejelas tanggung jawab pendidikan di lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah. Hal tersebut disebabkan masyarakat merupakan suatu entitas yang sangat kompleks dan beraneka ragam. Walaupun demikian, masyarakat mempunyai peranan yang besar dalam pelaksanaan pendidikan nasional. Dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa masyarakat adalah sekelompok warga negara Indonesia nonpemerintah yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan peran tersebut antara lain sebagai berikut :
  1. Ikut menyelenggarakan pendidikan nonpemerintah (swasta)
Demokratis pendidikan yang sedang digalakkan di Indonesia harus mendorong pemberdayaannya masyarakat dengan mempeluas partisipasi masyarakat dalam pendidikan yang meliputi peran perorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan pendidikan (Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 54 ayat 1).
  1. Membantu pengadaan tenaga pendidik
Dalam hali ini, masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber pendidikan (Undang-Undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 54 ayat 2).
  1. Membantu pengadaan biaya, sarana, dan prasan pendidikan
Masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan yang berbasis masyarakat (Undang-Undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 5). Dana pendidikan yang berbasis masyarakat bersumber dari masyarakat secara langsung telah membantu dalam pengadaan biaya, sarana, dan prasana pendidikan.
Secara sederhana, dapat digagas bahwa kewajiban masyarakat dalam memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan (Undang-Undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 9). Dapat dilakukan dengan memerikan sumbangan atau infak dan sedekah untuk pendidikan.
  1. Menyediakan lapangan pekerjaan
Lulusan sekolah (output) nantinya akan terjun ke masyarakat. Masyarakat merupakan penyedia sekaligus penyerap lapangan kerja. Jika lulusan sekolah (output) sesuai dengan apa yang diharapkan oleh masyarakat, masyarakat pun akan menerima mereka (outcomes).[10]











BAB III
PENUTUP
a.    Kesimpulan
Pendidikan merupakan aktivitas yang disengaja dan mengandung tujuan yang tentu dan di dalamnya terlibat berbagai faktor yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya sehingga membentuk suatu sistem yang saling mempengaruhi.Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah aktivitas dan usaha manusia untuk meningkatkan kepribadiannya dengan jalan membina potensi-potensi pribadinya yaitu rohani (pikiran,karsa,rasa,cipta,hati nurani) dan jasmani (panca indra serta keterampilan).
Adapun aliran-aliran dalam pendidikan islam diantaranya yaitu : Aliran Religius-Konsevatif (al-Diniy al-Muhafidz), Aliran Religius-Rasional (al-Diniy al-‘Aqlamiy),
Aliran Pragmatis-Instrumental (al-Dzarai’i)

Lingkungan pendidikan merupakan lingkungan yang dapat menunjang suatu proses kependidikan atau bahkan secara langsung digunakan sebagai tempat berlangsungnya kegiatan pendidikan. Dan dari sisi pendidikan Islam, lingkungan pendidikan Islam merupakan suatu lingkungan yang di dalamnya terdapat ciri-ciri keislaman yang memungkinkan terselenggaranya pendidikan Islam dengan baik.
Adapun macam-macam lingkungan pendidikan islam ada tiga yaitu pertama, pendidikan di lingkungan keluarga, kedua pendidikan di lingkungan sekolah dan ketiga, pendidikan di lingkungan masyarakat.
b.   Saran
Dengan keterbatasan, penulis makalah menyadari bahwa penjabaran mengenai judul makalah ini memiliki kekurangan, jadi kami mohon maaf dan kami menerima saran untuk kebaikan dalam penjelasan isi makalah sehingga proses mendapatkan ilmu dapat dilalui dengan sesuai pada alur kebenarannya.







DAFTAR PUSTAKA
 Ali, Muhammad. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013.
Assegaf, Abd.Rachman. Aliran Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta: Rajawali Pers, 2013.
Barnawi & Novan Ardy Wiyani. Ilmu Pendidikan Islam. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012.
Sunarso, Ali. Islam Paradigma. Yogyakarta: Tiara Wacana, 2009.




[1] Ali sunarso, Islam Paradigma (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2009), hlm 12
[2] Ibid, hlm 13
[3] Abd. Rachman Assegaf, Aliran Pemikiran Pendidikan Islam (Jakarta: Rajawali Pers, 2013) hlm 56-57
[4] Ibid, hlm 58
[5] Ibid, hlm 59-60
[6] Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013) hlm 384
[7] Novan Ardy Wiyani & Barnawi, Ilmu Pendidikan Islam (Jogjakarta: Ar-Ruzz, 2012) hlm 55
[8] Ibid, hlm 56
[9] Ibid, hlm 71-72
[10] Ibid, hlm 87-89