Sunday, 7 June 2015

Contoh Artikel tentang Guru dalam Pembentukan Karakter siswa V di SD Negeri X. Bag. II



C.       Identifikasi Masalah
1.        Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, teridentifikasi beberapa masalah yakni:
a.          Peran guru dalam proses pembelajaran dirasakan belum optimal dalam membentuk karakter siswa.
b.         Inovasi Rusaknya generasi muda saat ini dengan berbagai hal yang tidak bermanfaat.

2.        Analisis Masalah
Permasalahan yang sering muncul di lapangan adalah peran guru dalam pembelajaran dirasakan kurang optimal karena dalam membentuk karakter siswa, untuk mendiagnosis penyebab siswa mengalami kesulitan belajar sehingga pembelajaran remedial yang dilaksanakan juga masih belum sesuai dengan kebutuhan siswa dalam mencapai kompetensi dasar yang belum dikuasai.
Oleh karena itu, diperlukan sebuah pembelajaran remedial yang mampu membantu siswa dalam mencapai kompetensi dasar yang belum dikuasai dan dapat menerapkan konsep yang dipelajari dalam kehidupan sehari � hari.
3.        Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dibatasi dengan pertanyaan penelitian sebagai berikut:
a.          Bagaimana kemampuan guru dalam menanamkan nilai-nilai positif yang mencakup pada tanggung jawab, mandiri, dan jujur?
b.         Bagaimana kemampuan guru dalam mengembangkan nilai-nilai afektif  peserta didik yang mencakup sikap tekun, gigih, dan berani?
c.          Bagaimana kemampuan guru dalam mengembangkan kemampuan siswa dalam berinteraksi dengan teman sebayanya?
d.         Bagaimana kemampuan guru dalam membina pembentukan karakter peserta didik yang mencakup sikap mandiri, percaya diri, dan percaya diri?
e.          Bagaiman kemampuan guru dalam memberi keteladanan melalui sikap  kepada peserta didik?

D.        Tujuan Penelitian
Bertitiktolak dari rumusan masalah yang telah dirumuskan, adapun tujuan pengembangan penelitian yang dilakukan peneliti adalah sebagai berikut:
1.    Untuk mengetahui kemampuan guru dalam menanamkan nilai-nilai positif yang mencakup pada tanggung jawab, mandiri, dan jujur
2.    Untuk mengetahui kemampuan guru dalam mengembangkan nilai-nilai afektif  peserta didik yang mencakup sikap tekun, gigih, dan berani.
3.     Untuk mengetahui kemampuan guru dalam mengembangkan kemampuan siswa dalam berinteraksi dengan teman sebayanya.
4.    Untuk mengetahui kemampuan guru dalam membina pembentukan karakter peserta didik yang mencakup sikap mandiri, percaya diri, dan percaya diri.
5.    Untuk mengetahui kemampuan guru dalam memberi keteladanan melalui sikap  kepada peserta didik.

E.    Manfaat Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat beberapa manfaat yang diharapkan peneliti setelah penelitian dilaksanakan.
1.         Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran bagaimana peran guru dalam melakukan pembelajaran remedial dengan menggunakan model kontekstual di kelas V sekolah dasar.
2.         Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat menciptakan soal untuk pembelajaran remedial dengan menggunakan model kontekstual di kelas V sekolah dasar.
Hasil penelitian ini dapat menjadi sebuah contoh soal untuk pembelajaran remedial dengan menggunakan model kontekstual di kelas V sekolah dasar.

F.       Landasan Teori
1.         Pendidikan secara Umum
Pembelajaran yaitu proses interaksi antara pendidik dan peserta didik yang terencana secara sistematis sehingga terjadi perubahan perilaku. Sebagaimana dinyatakan pada Undang  Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 bahwa �Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar�. Dalam proses pembelajaran, guru telah menentukan tujuan pembelajaran yang harus dicapai oleh siswa setelah melaksanakan pembelajaran dengan metode, media, dan lingkungan belajar yang telah disesuaikan dengan keadaan siswa. Namun, pada prinsipnya dalam pelaksanaan proses pembelajaran akan selalu ada siswa yang belum dapat mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Siswa tersebut adalah siswa mengatasi kesulitan � kesulitan dalam belajar yang mereka alami.
Menurut Mukhtar dan Rusmini (2007, hlm. 2) secara umum, dapat dikatakan bahwa kesulitan belajar seorang siswa disekolah dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Guru harus dapat mengidentifikasi faktor � faktor yang menyebabkan timbulnya kesulitan belajar pada diri siswa, karena jika kesulitan belajar tersebut dibiarkan maka siswa tidak akan mencapai tujuan pembelajaran dengan baik.
Para siswa yang berada dalam satu kelas memiliki kemampuan dan kecerdasan yang beraneka ragam. Oleh karena itu, perbedaan penguasaan belajar siswa pun berbeda. Untuk mengatasi hal tersebut maka harus dilaksanakan pembelajaran remedial. Sebagaimana diungkapkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian, setiap pendidik hendaknya memperhatikan prinsip perbedaan individu (kemampuan awal, kecerdasan, kepribadian, bakat, potensi, minat, motivasi belajar, gaya belajar), maka program pembelajaran remedial dilakukan untuk memenuhi kebutuhan/hak anak.
Remedial berasal dari bahasa Inggris yaitu remedy, dalam kamus bahasa Inggris, remedy artinya obat, memperbaiki, atau menolong, jadi remedial adalah suatu hal yang berkaitan dengan penyembuhan atau perbaikan. Dengan demikian pembelajaran perbaikan adalah proses pembelajaran yang bersifat memperbaiki pembelajaran sehingga siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran dengan baik. Kegiatan perbaikan yang dilakukan dalam pembelajaran remedial adalah kegiatan untuk mengidentifikasi jenis � jenis dan sifat � sifat kesulitan belajar, faktor � faktor penyebabnya, dan upaya alternatif � alternatif pemecahan masalah belajar baik dengan cara penyembuhan maupun pencegahan berdasarkan data dan informasi yang lengkap dan objektif.
Adapun perbandingan antara pembelajaran biasa dengan pembelajaran remedial menurut Ahmadi dan Supriyono (2004, hlm. 153-154) adalah sebagai berikut:
a.          Kegiatan pengajaran biasa sebagai program belajar mengajar di kelas dan semua siswa ikut berpartisipasi. Pengajaran perbaikan diadakan setelah diketahui kesulitan belajar kemudian diadakan pelayanan khusus.
b.         Tujuan pengajaran biasa dalam rangka mencapai tujuan pengajaran yang ditetapkan sesuai dengan kurikulum yang berlaku dan sama untuk semua siswa. Pengajaran perbaikan tujuannya disesuaikan dengan kesulitan belajar siswa walaupun tujuan akhirnya sama.
c.          Metode dalam pengajaran biasa sama buat semua siswa, sedangkan metode dalam pengajaran perbaikan berdiferensial (sesuai dengan sifat, jenis, dan latar belakang kesulitan)
d.         Pengajaran biasa dilakukan oleh guru, sedangkan pengajaran perbaikan oleh team (kerja sama)
e.          Alat pengajaran perbaikan lebih bervariasi (penggunaan tes diagnostik, sosiometri, alat � alat laboratorium, dan lain � lain)
f.          Pengajaran perbaikan lebih diferensial dengan pendekatan individual
g.         Pengajaran perbaikan evaluasinya disesuaikan dengan kesulitan belajar yang dialami oleh siswa.
Secara umum tujuan dari pembelajaran remedial yaitu membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Secara terperinci tujuan pembelajaran remedial menurut Ahmadi dan Supriyono (2004, hlm. 154) adalah sebagai berikut:
a.          Agar siswa dapat memahami dirinya, khususnya prestasi belajar. Selain itu, siswa juga dapat mengetahui kelemahannya dalam mempelajari suatu pelajaran dan juga kekuatannya.
b.         Agar siswa dapat memperbaiki atau mengubah cara belajar kea rah yang lebih baik.
c.          Agar siswa dapat memilih materi dan fisilitas belajar secara tepat.
d.         Agar siswa dapat mengembangkan sikap dan kebiasaan yang dapat mendorong tercapainya hasil yang lebih baik.
e.          Agar siswa dapat melaksanakan tugas � tugas belajar yang diberikan kepadanya
Sedangkan secara keseluruhan proses pembelajaran, menurut Mukhtar dan Rusmini (2007, hlm 24-25) pembelajaran remedial berfungsi sebagai:
a.          Fungsi Korektif
Fungsi korektif artinya melalui pembelajaran remedial dapat dilakukan pembenaran atau perbaikan terhadap hal � hal yang dipandang belum memenuhi apa yang diharapkan dalam keseluruhan proses pembelajaran, antara lain mencakup perumusan tujuan, penggunaan metode, cara � cara belajar, materi dan alat pelajaran, dan evaluasi. Dengan perbaikan terhadap hal � hal tersebut, maka prestasi belajar siswa dan faktor � faktor yang mempengaruhinya dapat diperbaiki.
b.         Fungsi pemahaman
Fungsi pemahaman artinya melalui pembelajaran remedial memungkinkan guru, siswa, atau pihak � pihak lainnya akan dapat memperoleh pemahaman yang lebih baik dan komprehensif mengenai pribadi siswa.
c.          Fungsi penyesuaian
Fungsi penyesuaian artinya bahwa melalui pembelajaran remedial siswa dapat beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan lingkungannya (proses belajarnya). Dengan demikian siswa dapat belajar sesuai dengan kemampuannya sehingga peluang untuk mencapai hasil belajar yang lebih baik.
d.         Fungsi pengayaan
Fungsi pengayaan artinya melalui pembelajaran remedial akan memeperkaya proses pembelajaran, sehingga materi yang tidak disampaikan pada proses pembelajaran akan dapat diperoleh melalui pembelajaran remedial.
e.          Fungsi akselerasi
Fungsi akselerasi artinya melalui pembelajaran remedial akan dapat diperoleh hasil belajar yang lebih baik dengan menggunakan waktu yang efektif dan efisien.
f.          Fungsi terapeutik
Fungsi terapeutik artinya melalui pembelajaran remedial, kondisi � kondisi kepribadian siswa yang diperkirakan menunjukan adanya penyimpangan dapat disembuhkan.
Pembelajaran remedial didahului dengan pengidentifikasian masalah yang dialami oleh siswa yang bersangkutan. Secara umum, menurut Silverius (1991, hlm. 160) ada empat langkah yang utama dalam mendiagnosa dan memperbaiki kesulitan belajar yang dialami oleh siswa, yaitu:
a.          Menentukan siswa mana yang mempunyai kesulitan belajar. Teknik yang dapat digunakan yaitu dengan cara observasi terhadap proses belajar siswa, meneliti nilai ulangan siswa, kemudian membandingkan nilai rata � rata kelasnya, dan memeriksa buku catatan pribadi siswa
b.         Menentukan bentuk khusus dari kesulitan belajar itu
c.          Menentukan faktor � faktor yang menyebabkan kesulitan belajar itu
d.         Menetapkan prosedur remedial yang sesuai
Menurut Sukmadinata dan Thomas dalam Mukhtar dan Rusmini (2007, hlm. 61) tingkat kesulitan belajar dapat dikelompokan menjadi tiga, yaitu:
a.          Ringan; untuk kesulitan belajar yang ringan ini cara pemecahannya tidak terlalu sulit. Cara pemecahannya dapat dilakukan cukup dengan menerangkan kembali pokok bahasan atau menyuruh mereka untuk mempelajari kembali catatan tentang pokok bahasan yang sedang dipelajari dengan suasana yang lebih serius.
b.         Sedang; untuk tingkat kesulitan yang sedang ini, guru harus menanganinya secara khusus, karena siswa benar � benar mengalami kesulitan dalam mencerna keterangan yang disampaikan. Dengan demikian, guru hendaknya bekerja sama dengan guru bimbingan dan konseling atau siapa saja yang dapat menangani masalah tersebut.
c.          Berat; untuk tingkat kesulitan belajar yang berat ini, mungkin karena siswa tersebut mengalami kecelakaan sehingga salah satu oragn tubuhnya rusak, akibatnya ia akan sulit menangkap pelajaran atau memang kemampuannya yang sangat minim. Walaupun demikian, guru harus berusaha membantunya.
Program pengajaran perbaikan yang dapat dilaksanakan menurut Ischak dan Warji (1982, hlm. 42-44) adalah sebagai berikut:
a.          Penjelasan kembali oleh guru (re-teaching) yaitu kegiatan perbaikan yang dilakukan oleh guru dengan jalan mengajarkan kembali bahan pelajaran yang sama kepada para siswa yang mengalami kesulitan belajar dengan cara penyajian yang berbeda dengan kegiatan pembelajaran dalam situasi kelompok yang dilakukan, serta memberi motivasi kepada siswa dalam kegiatan belajar.
b.         Pengguanaan alat peraga (audio visual aids), artinya dalam menerangkan kembali materi dengan menggunakan alat peraga, hal ini akan membantu terutama apabila pada saat menerangkan materi pertama kali tidak menggunakan alat peraga.
c.          Studi kelompok (study group), juga merupakan usaha perbaikan kesulitan belajar, asalkan diantara anggota kelompok itu ada siswa yang benar � benar menguasai bahan pelajaran tersebut dan dapat menerangkannya dengan baik kepada teman � temannya. Guru juga harus tetap hadir dalam diskusi kelompok tersebut.
d.         Tutoring, siswa yang telah mencapai tujuan pembelajaran diminta untuk membantu temannya yang ditunjuk secara individual.
e.          Tugas � tugas perseorangan, dengan menggunakan sumber yang relevan siswa dapat lebih memahami materi yang sukar diolah dan dimengerti melalui sumber yang diwajibkan di sekolah. Untuk itu, guru bisa menginstruksikan siswa untuk mempelajari bahan yang sama dari buku � buku sumber lain.
f.          Bimbingan lain, artinya proses perbaikan itu dapat dilakukan oleh wali kelas, guru, petugas bimbingan dan konseling, tutor, atau oran tua siswa.
Setelah guru mengetahui masalah kesulitan siswa dan menentukan program yang sesuai, maka langkah selanjutnya adalah melaksanakan pembelajaran remedial. Langkah � langkah pembuatan program remedial menurut Mukhtar dan Rusmini (2007, hlm. 87-88) adalah sebagai berikut:
a.          Menentukan tujuan program pembelajaran remedial
b.         Menentukan program pembelajaran remedial
c.          Menentukan strategi pelaksanaan program pembelajaran remedial
d.         Menentukan waktu yang akan digunakan untuk melaksanakan program pembelajaran remedial yaitu menentukan berapa kali program remedial ini akan dilaksanakn dan berapa lama program remedial yang direncanakan pada setiap kali pertemuan.
e.          Menentukan tempat yang akan digunakan untuk melaksanakan program remedial.
f.          Menentukan media atau alat peraga yang akan mempermudah penyampaian program pembelajaran remedial.
g.         Melakukan evaluasi pembelajaran remedial pada akhir kegiatan pembelajaran untuk mengetahui sejauh mana pembelajaran remedial ini telah dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Jika program remedial ini belum berhasil maka dilakukan kembali siklus pembelajaran remedial secara berkesinambungan dan kegiatan ini terus berulang sampai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dapat tercapai.
2.         Model pembelajaran kontekstual
Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang mengaitkan materi yang dipelajari ke dalam kehidupan sehari � hari. Sebagaimana menurut pendapat Nurhadi (2003, hlm. 4-5) pembelajaran kontekstual adalah suatu konsep dimana guru menghadirkan situasi nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota masyarakat. Pembelajaran kontekstual lebih menekankan pada authentic assessment yang diperoleh dari berbagai kegiatan.
Model pembelajaran kontekstual perlu diterapkan karena mengingat bahwa selama ini banyak orang yang berpendapat bahwa pengetahuan sebagai perangkat fakta � fakta yang harus dihapalkan. Selain itu, fungsi dan peranan guru masih dominan sehingga siswa menjadi pasif dan kurang kreatif. Hal itu harus diperbaiki karena kurikulum 2013 menuntut siswa aktif, kreatif dan mampu mengaitkan materi dengan kegiatan sehari � hari. Salah satu cara untuk memperbaiki hal tersebut adalah dengan menerapkan model pembelajaran kontekstual.
Pembelajaran kontekstual memiliki beberapa komponen yang mendasari proses implementasinya dalam pembelajaran. Adapun komponen tersebut menurut Johnson, dalam Nurhadi (2003, hlm. 13) adalah sebagai berikut:
a.          Melakukan hubungan yang bermakna. Siswa dapat mengatur dirinya sendiri dalam belajar dan mengembangkan minatnya secara individual maupun kelompok dan siswa dapat belajar sambil berbuat.
b.         Melakukan kegiatan � kegiatan yang signifikan dengan cara siswa membuat hubungan antar sekolah dengan berbagai konteks dalam kehidupan dunia nyata sebagai anggota masyarakat
c.          Belajar yang diatur sendiri.
d.         Bekerja sama. Siswa dapat bekerja sama dengan secara efektif dalam kelompok. Sedangkan guru dapat membantu siswa memahami bagaimana mereka saling mempengaruhi dan saling berkomunikasi dalam kelompoknya.
e.          Berpikir kritis dan kreatif. Siswa dapat menggunakan tingkat berfikir tinggi seperti menganalisis, sintesis, memecahkan masalah, membuat keputusan, dan menggunakan logika dan bukti � bukti.
f.           Mengasuh atau memelihara pribadi siswa.
g.         Mencapai standar yang tinggi. Siswa dapat mencapai standar yang tinggi dengan cara mengidentifikasi tujuan dan memotivasi siswa untuk mencapainya.
h.         Menggunakan pengetahuan akademisnya dalam konteks dunia nyata untuk satu tujuan yang bermakna.