BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah
Muhammad Abduh merupakan
salah satu tokoh ulama’ intelek yang memiliki kualitas dan kompetensi keilmuan
yang tidak diragukan lagi. Bahkan kapasitas keilmuannya dapat dijadikan standar
keulamaan di tengah-tengah masyarakat. Posisinya sebagai seorang teolog, pemikir,
pembaharuan merupakan modal awal yang dijadikan pedoman bahwa dia dikategorikan
ulama’ teolog, ulama’ pemikir bahkan ulama’ pembaharu diberbagai bidang.
Muhammad Abduh muncul untuk
mempembaharui pendidikan dimasanya yang berdasarkan pemikiran-pemikiran yang
berdasarkan ajaran islam.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana riwayat
hidup Muhammad Abduh?
2.
Apa yang
melatarbelakangi pemikiran pendidikan Muhammad Abduh?
3.
Bagaimana
konsep pemikiran pendidikan menurut Muhammad Abduh?
4.
Bagaimana
korelasi pemikiran pendidikan pada masa kini?
C.
Tujuan Masalah
1.
Untuk mengetahui
riwayat hidup Muhammad Abduh.
2.
Untuk mengetahui
latar belakang pemikiran pendidikan Muhammad Abduh.
3.
Untuk memahami konsep
pemikiran pendidikan Muhammad Abduh.
4.
Untuk memahami
pendidikan dimasa kini.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Riwayat Hidup
Muhammad Abduh
Muhammad
Abduh lahir di Mesir pada tahun 1849 M/226 H.[1]Di
sebuah desa di profensi gharbiyyah. Ayahnya bernama Akhsan Kair Allah yang
menikahi seorang wanita di Mahillah Nasr dengan keluarga yang sederhana yang selalu
taat beragama dan cinta terhadap ilmu
pengetahuan.[2]
Abduh mengawali pendidikannya dengan berguru kepada ayahnya dirumahnya dengan pelajaran
membaca,menulis,dan menghafal al-qur’an. Saat berumur 12 tahun, ia telah
menghafalkan al-qur’an secara praktis. Kemudian di Thanta, dia berguru kepada
Syaikh Ahmad pada 1862 M. Dari ulama’ ini, Muhammad Abduh mempelajari agama walaupun
pada mulanya agak kurang bersemangat, namun karena dorongan dari pamannya yaitu
Syaikh Darwis Khadar, Abduh akhirnya dapat menyelesaikan pelajarannya di Thanta.Setelah
itu, dia melanjutkan studinya di Al-Azhar dan selesai pada tahun 1877. Selama
belajar di Universitas Al-Azhar ia mempelajari manthiq dan balaghah dari Syaikh
Hasan Al-Thawil dan Syaikh Muhammad Al-Basyuni kemudian kepada Jamaluddin Al-Afghani dalam bidang filsafat. Dengan
berbekal berbagai ilmu agama yang dimilikinya, Muhammad Abduh kemudian terdorong
untuk memilih bidang pendidikan sebagai media pengabdiannya dan sebagai media
untuk menyampaikan gagasan dan pemikirannya.[3]
Sehingga, ia mendapatkan
gelar al-alim, kemudian ia memulai
karirnya sebagai pengajar. Sikap profesionalitasnya menjadi guru ditekuni
melalui tiga jalur lembaga formal, yaitu al-Azhar, Darul Al-Um dan Perguruan
Bahasa Khadawi dan dia juga mengajar ilmu teologi, sejarah, ilmu politik dan
kesusasteraan arab.
Pada tahun 1880 M, diangkat
menjadi redaksi surat kabar al-Waqaiq
al-Mishriyah. melanjutkan
perjalanannya ke Paris bersama Al-Alfghani, Abduh sempat mendirikan
majalah al-urwat al-wutsqa. Hasil
keterlibatannya pada jurnalistik dia mampu menuangkan berbagai pikiran yang
bernuansa ilmu pengetahuan, budaya, politik, yang tidak hanya terbatas pada
wilayah mesir, akan tetapi menjangkau masyarakat dunia. Abduh berusaha dengan
segala keilmuan dan pengalamannya untuk membantu umat islam untuk meraih
kembali cita dan harapan di bidang pendidikan islam yang didalamnya membentuk
kepribadian yang berpendidikan dan menanamkan nilai-nilai keagamaan, sehingga
dapat menjadi orang yang baik dan layak. [4]
Pada tahun 1899, diangkat
sebagai mufti mesir hingga akhir hayatnya pada tahun 1905 dalam usia kurang
lebih 56 tahun.
B.
Latar Belakang
Pemikiran Pendidikan Muhammad Abduh
Berawal dari pendidikan,
pengalaman serta motivasi yang mendorongnya untuk memajukan pendidikan dunia
islam, Muhammad Abduh mengemukakan pemikirannya berdasarkan sosial, budaya, dan
politik maka muncullah pemikiran Muhammad Abduh di berbagai bidang seperti
teologi, filsafat, sejarah, pendidikan, dan sosial politik sesuai dengan perkembangan pada saat itu. [5]
C.
Konsep Pemikiran
Pendidikan Muhammad Abduh
Abduh menjadi seorang
reformer ganda yang mampu mengantarkan masyarakatnya pada permasalahan dalamkegiatan
masyarakat pada masanya, seperti persoalan wakaf, hukum dan pendidikan.
Disisi lain, Abduh
juga memprioritasikan kebersamaan dan memperlemahkan jiwa individualisme dan sparatisme
dengan mengambil metode pendidikan yang berdasarkan ajaran islam. Menurut Abduh,yang
menonjol masa kini adalah kemajuan intelektual dan pemikiran. Seperti bangsa
yang luas pemikirannya dan menguasai berbagai bidang ilmu pengetahuan maka akan
kuat dan mengusai bangsa-bangsa lainnya. Demikian pula, dia mengatakan bahwa
manusia tanpa pendidikan tak akan utuh kecuali dengan pendidikan yang
berlandaskan pada prinsip-prinsip yang dibawa oleh para Nabi dan Rasul.[6]
Muhammad Abduh tidak hanya difokuskan pada Pemikirannya
dalam bidang pendidikan tetapi juga pada dualisme pendidikan antara dua ilmu
yaitu ilmu umum dan ilmu agama(al-ulum al-diniyah wa al-ulum al-ummah).Menurutnya,
pertentangan ini sangat berpengaruh pada kemunduran pendidikan dunia islam
sehingga Muhammad Abduh mengusulkan agar menciptakan korelasi antar kurikulum
madrasah dengan sekolah agar tidak ada pemisah antar keduanya. Seperti keadaan
yang terjadi di Indonesia sebelum tahun 70-an yakni pada waktu madrasah yang
bernaung di bawah Departemen (sekarang Kementerian) Agama hanya mengajarkan
ilmu agama, sedangkan sekolah yang berada di bawah Kementerian Pendidikan
Nasioanal kurang mementingkan agama atau bisa dikatakan hanya mengajarkan
pendidikaan umum. Dan juga Seperti yang diterapkan Muhammad Abduh di
Universitas Al-Azhar dan dengan usahanya itu Muhammad Abduh berharap agar
lembaga pendidikan bisa menerapkannya juga.
Dalam pengembangan kelembagaan pendidikan,
Muhammad Abduh mendirikan sekolah menengah pemerintah agar dapat menghasilkan
tenaga ahli dalam berbagai bidang, seperti bidang administrasi, kesehatan,
perindusrian dan sebagainya dengan tetap memasukkan pelajaran agama, sejarah
dan kebudayaan islam.[7] Menurut
Abduh tujuan pendidikan adalah mendidik akal dan jiwa yang akan mengantarkan
seorang pada kebahagiaan dunia dan akhirat dengan mencakup aspek akal dan aspek
spiritual. Ia menginginkan terbentuknya pribadi yang mempunyai struktur jiwa
yang seimbang, yang tidak hanya menekankan pengembangan akal tetapi juga
pengembangan spiritual. Dengan keyakinan Abduh itu, apabila aspek akal dan
spiritual dididik dengan strategi kecerdasan agama maka umat islam akan dapat
bersaing dengan ilmu pengetahuan baru dan dapat menyimbangi mereka dalam kebudayaan.[8]
Dalam pendidikan formal, Muhammad Abduh
menerapkan konsep pengembangan kurikulum yaitu :
a.
Pengembangan sekolah
dasar melalui membaca, menulis, berhitung dan pelajaran agama seperti akidah,
fiqh, akhlak dan sejarah islam. Dan pembelajaran ini sebaiknya dilakukan pada
masa dini karena dalam pembentukan jiwa agama dan pribadi muslim sangatlah
penting pada perkembangan otak dimasa dini sehingga pelajaran agama diwajibkan
untuk semua mata pelajaran.
b.
Pengembangan
kurikulum sekolah menengah dan sekolah kejuruan meliputi mantiq atau logika,
dasar logika, fiqh , akidah dan sejarah islam agar umat islam bisa mengetahui
bagaimana kemajuan perkembangan pendidikan dan sebagai motivasi untuk memajukan
dunia islam.
c.
Pengembangan
kurikulum Universitas Al-Azhar dengan menciptakan lulusan dalam masyarakat yang mampu berfikir kritis,
pengetahuan yang luas dan terarah pada kemajuan dengan menjadikan ulama’ yang
cerdas dalam berpendidikan dengan memasukkan mata kuliyah logika, filsafat, pengetahuan
modern, tafsir, bahasa arab dengan cabangnya, akhlak dengan pembahasan yang
rinci, dasa-dasar berdiskusi dan ilmu kalam.
Dalam Pengembangan Metode Pengajaran, menurut Muhammad Abduh bahwa
metode pengajaran tidak hanya memetingkan hafalan tetapi juga dengan metode
yang rasional dan pemahaman karena pengajaran dengan hafalan sangatlah
berpengaruh dengan daya nalar. Muhammad Abduh juga menerapkan konsep
munadzarah(diskusi) dalam memahami pelajaran agar memberikan pengertian yang
mendalam terhadap murid. Selain itu, Muhammad Abduh ingin mengubah bahasa arab
yang awalnya tidak berkembang menjadi berkembang agar dapat bisa menerjemahkan
teks-teks pengetahuan modern kedalam bahasa arab dan bisa menerapkannya dalam
kehidupan masyarakat dalam konsep al-qur’an dan hadist..[9]
Bagitupun dengan pendidikan bagi kaum wanita, Muhammad Abduh berpendapat
bahwa pendidikan wanita sangat penting dalam memajukan dunia islam seperti
terdapat pada surat al-baqarah ayat 228 yang berbunyi:
و
المطلّقت يتربّصن باءنفسهنّ ثلثة قروءً, و لا يحلّ لهنّ أن يكتمن ما خلق الله في
ارحامهنّ ان كنّ يؤمن با الله واليوم الأخر, وبعولتهنّ احقّ بردهنّ فى ذلك ان
ارادوا اصلاحاً, ولهنّ مثل الذين عليهنّ بالمعروف وللدّجال عليهنّ درجة والله عزيز
حكيم 228
Artinya: dan para istri yang
diceraikan (wajib) menahan diri mereka (menunggu) tiga kali quru’. Tidak boleh
bagi mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahim mereka, jika
mereka beriman kepada Allah dan hari akhir. Dan para suami mereka lebih berhak
kembali kepada mereka pada (masa) itu, jika mereka menghendaki perbaikan. Dan
(para perempuan) mereka mempunyai hak seimbang dengan kewajibannya menurut para
yang patut tetapi para suami mempunyai kelebihan diatas mereka. Allah Maha
Perkasa, Maha Bijaksana.
Ayat diatas dijelaskan bahwasanya kaum wanita mempunyai hak seimbang
dalam kewajibannya tetapi juga pendidikan bagi laki-laki mempunyai kelebihan
diatas kaum wanita.jadi, kaum wanita berhak mendapatkan pendidikan yang layak
seperti kaum laki-laki. [10]
D. Korelasi Pemikiran Pendidikan Muhammad
Abduh pada Masa Kini.
Bila
dikaitkan dengan perkembangan pendidikan pada masa kini yaitu masih ada
keterkaitannya seperti halnya :
1. Pendidikan pada pondok pesantren saat
ini bukan hanya mengajarkan keagamaan tetapi juga pendidikan lainnya (umum) dan
proses pengajarannya masih menerapkan konsep diskusi dan bukan hanya dengan
pengajaran menghafal tetapi juga memahami apa yang dimaksud tersebut.
2. Perkuliyah saat ini khususnya pada
bidang pendidikan bahasa arab masih kurang berkembang maka dari itu kita
sebagai mahasiswa bisa memajukan bahasa arab dengan berlandaskan al-qur’an dan
hadist bukan hanya berdiam, meratapi nasib tanpa mempraktekannya dalam
kehidupan masyarakat. Buktikanlah bahwa bahasa arab merupakan bahasa
internasional.
3. Begitupun pendidikan wanita saat ini
masih kurang karena banyak wanita kawin usia muda (pernikahan dini) hanya
mengikuti tradisi, hal itu sangat berpengaruh dalam pendidikan, masih kurang
berpengalaman,pendidikannya pun masih kurang dan juga dapat mengurangi
kenakalan remaja saat ini. Untuk itu, sebaiknya kaum wanita lebih mengedepankan
pendidikan karena pernikahan dini itu bisa berpengaruh dengan kepribadian
seorang wanita, seperti tanggal 21 april 2016 merupakan hari kartini kemarin
bahwa kita sebagai kaum wanita sebaiknya memperjuangkan pendidikan, membela
kaum wanita untuk bisa mendapatkan pendidikan selayaknya seorang laki-laki. Dan
buktikan kalau kita mampu mencetuskan generasi yang berpendidikan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Muhammad Abduh adalah seorang pembaharu pendidikan yang intelek dan
ingin memiliki perhatian terhadap masalah sosial dan politik dan juga memiliki
perhatian yang besar terhadap pendidikan islam.
2.
Yang melatar belakangi pemikiran pendidikan yaitu faktor sosial, faktor
kebudayaan dan faktor politik dalam berbagai bidang seperti teologi, filsafat,
pendidikan, sejarah dan sosial politik.
3.
Dengan pembaharuan pendidikan tersebut Muhammad Abduh akan menjadikan
umat islam dalam kedamaian.
4.
Gagasan dan pemikiran Muhammad Abduh dalam bidang pendidikan antara
lain berkenaan dengan korelasi ilmu agama dan ilmu umum, pengembangan
kurikulum, pengembangan pengajaran dalam
pendidikan formal.
B. Saran
Muhammad
Abduh sebagai tokoh pembaharuan dalam islam yang patut untuk dikenang dan
diteladani karena ia telah mengubah kebiasaan masyarakat yang sebelumnya
bersikap statis menjadi dinamis. Maka contohlah Muhammad Abduh yang tetap
bersemangat dalam mencari ilmu karena baginya manusia tanpa ilmu, tidak akan sempurna
atau sia-sia.
DAFTAR ISI
Nata.Abuddin. Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat.Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. 2012
Zainuddin.M dkk. Pendidikan Islam. Malang: UIN Malang press. 2009
Nizar.Samsul. Sejarah pendidikan islam. Jakarta: Kencana. 2007
Kurniawan. Syamsul & Erwin Mahrus. Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. 2011
[1]
Abuddin Nata, Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat (Jakarta: PT rajagrafindo
persada, 2012), halm.307.
[2]M.
Zainuddin dkk, Pendidikan Islam (Malang: UIN Malang press, 2009),
halm.349.
[3]Ibid.,
halm.307.
[4]Ibid.,M.
Zainuddin dkk , halm.356-357.
[5]Ibid.,Abuddin
Nata, halm. 308.
[6]Ibid.,M
Zainuddin dkk , halm. 357-359.
[7]
Ibid., Abuddin Nata, halm. 310.
[8] Syamsul
Kurniawan & Erwin Mahrus, Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam (Jogjakarta:Ar-Ruzz Media,2011),
halm. 123.
[9]Ibid,
Abuddin Nata, halm.312.
[10]
Samsul Nazar, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: kencana, 2007), halm.
251