Friday, 10 June 2016

Penafsiran surah Al-mujadalah Ayat 11 dan asbabun nuzul nya




BAB II
PEMBAHASAN
  1. Penafsiran surah Al-mujadalah Ayat 11
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللهُ لَكُمْ وَإِذَا قِيلَ انْشُزُوا فَانْشُزُوا يَرْفَعِ اللهُ الَّذِينَ آمَنُوْا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
“Hai orang-orang yang beriman apabila kamu dikatakan kepada kamu:”Berlapang-lapanglah dalam majlis”, Maka lapanglah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan:”Berdirilah kamu”, Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
a.      Mufradat Q.S Al-Mujadalah: 11
تفسحوا : Maksudnya adalah توسعوا  yaitu saling meluaskan dan memperselisihkan.
يفسح : Maksudnya Allah akan melapangkan rahmat dan rezeki bagi mereka.
فانشزوا : Maksudnya saling merendahkan hati untuk memberi kesempatan kepada setiap orang yang datang.
يرفع الله الذين: Maksudnya Allah akan mengangkat derajat mereka yang telah memuliakan dan memiliki ilmu di akhirat pada tempat yang khusus sesuai dengan kemuliaan dan ketinggian derajatnya.
b.      Asbabul Nuzul
Di riwayatkan oleh Ibn Abi Hitam dari Muqatil bin Hibban, ia mengatakan bahwa suatu hari yaitu hari jum’at , Rasulullah SAW berada di shuffah mengadakan pertemuan di tempat yang sempit, dengan maksud menghormati pahlawan perang badar yang terjadi antara kaum muhajirin dan anshar. Beberapa pahlawan perang badar ini terlambat datang, diantaranya Shabit dan Qais, sehingga mereka berdiri diluar ruangan. Meraka mengucapkan salam “ Assalamu’alaikum ayyuhan nabi wabarokatu”, lalu nabi menjawabnya. Mereka pun mengucapkan sama kepada orang-orang yang terlebih dahulu datang, dan dijawab pula oleh mereka. Para pahlawan badar itu tetep berdiri, menungu tempat yang disediakan bagi mereka tapi tidak ada yang memperdulikanya.Melihat kejadian tersebut, Rasulullah menjadi kecewa lalu menyuruh kepada orang-orang sekitarnya untuk birdiri.Diantar mereka ada yang berdiri tetapi rasa keenganan nampak di wajah mereka.Maka orang-orang munafik memberikan reaksi dengan maksud mencela nabi, sambil mengatakan “demi Allah, Muhammad tidak adil, ada orang yang datang lebih dahulu datng dengan maksud memproleh tempat duduk didekatnya, tetapi disuruh berdiri untuk di berikan kepada orang yang datang terlambat datang”.Lalu turunlah ayat ini.[1]
c.       Munasabah Ayat
Berkorelasi dengan ayat sebelumnya 789
d.      Penafsirat Ayat
a.       Tafsir Kata
Kata (تفسّحوا) tafassahu dan (افسحوا ) ifsahu terambil dari kata (فسح) fasaha, yakni lapang.Sedang kata (انشزوا) unsyzu terambil dari kata (نشوز) nusyuz, yakni tempat yangtinggi.Perintah tersebut pada mulanya berarti beralih ke tempat yang tinggi. Yang dimaksud di sini pindah ke tempat lain untuk memberi kesempatan kepada yang lebih wajar duduk atau berada di tempat yang wajar pindah itu atau bangkit melakukan satu aktifitas positif. Ada juga yang memahaminya berdirilah dari rumah Nabi, jangan lama-lama di sana, karena boleh jadi ada kepentingan Nabi SAW yang lain dan yang perlu segera beliau hadapi.
Kata ( مجالس) majalis adalah bentuk jamak dari kata ( مجلس) majlis. Pada mulanya berarti tempat duduk.Dalam konteks ayat ini adalah tempat Nabi Muhammad SAW.memberi tuntunan agama ketika itu.Tetapi, yang dimaksud di sini adalah tempat keberadaan secara mutlak, baik tempat duduk, tempat berdiri, atau bahkan tempat berbaring. Karena, tujuan perintah atau tuntunan ayat ini adalah memberi tempat yang wajar serta mengalah kepada orang-orang yang dihormati atau  yang lemah. Seorang tua non-muslim sekalipun jika Anda-wahai yang muda-duduk di bus atau di kereta, sedang dia tidak mendapat tempat duduk, adalah wajar dan beradab jika Anda berdiri untuk memberinya tempat duduk.
Ayat di atas tidak menyebut secara tegas bahwa Allah akan meninggikan derajat orang berilmu.Tetapi, menegaskan bahwa mereka memiliki derejat-derajat, yakni yang lebih tinggi daripada yang sekedar beriman.Tidak disebutnya kata meninggikan itu sebagai isyarat bahwa sebenarnya ilmu yang dimilikinya itulah yang berperan besar dalam ketinggian derajat yang diperolehnya, bukan akibat dari faktor di luar ilmu itu.
Tentu saja, yang dimaksud dengan ( الّذين اوتواالعلم)  alladzina utu al-‘ilm/ yang diberi pengetahuan adalah mereka yang beriman dan menghiasi diri mereka dengan pengetahuan. Ini berati ayat di atas membagi kaum beriman kepada dua kelompok besar, yang pertama sekadar beriman dan beramal saleh dan yang kedua beriman dan beramal saleh serta memiliki pengetahuan. Derajat kelompok yang kedua ini menjadi lebih tinggi, bukan saja karena nilai ilmu yang disandangnya, tetapi juga amal dan pengajarannya kepada pihak lain, baik secara lisan, atau tulisan, maupun dengan keteladanan. Ilmu yang di maksud oleh ayat di atas bukan saja ilmu agama, tetapi ilmu apapun yang bermanfaat.
Kata ilmu berasal dari bahasa Arab ‘Ilmu yang berarti pengetahuan, merupakan lawan kata jahl yang berarti ketidaktahuan atau kebodohan. Sumber lain mengatakan bahwa kata ‘ilmu adalah bentuk masdar dari ‘alima, ya’lamu-‘ilman. Menurut Ibn Zakaria, pengarang buku Mu’jam Maqayis al-Lughab bahwa kata ‘ilm mempunyai arti denotatif “bekas sesuatu yang dengannya dapat dibedakan sesuatu dari yang lainnya”. Menurut Ibn Manzur ilmu adalah antonim dari tidak tahu (naqid al-jahl), sedangkan menurut al-Asfahani dan al-Anbari, ilmu adalah mengetahui hakikat sesuatu (indrak al-sya’i bi haqq qatib). Kata ilmu biasa disepadankan dengan kata Arab lainnya, yaitu ma’rifah (pengetahuan), fiqh (pemahaman), hikmah (kebijaksanaan), dan syu’ur (perasaan). Ma’rifah adalah padanan kata yang paling sering digunakan.[2]
Ada dua jenis pengetahuan yaitu:
1.      Pengetahuan biasa diperoleh dari keseluruhan bentuk upaya kemanusiaan, seperti perasaan, pikiran, pengalaman, pancaindra da intuisi untuk mengetahui sesuatu tanpa memerhatikan objek, cara dan kegunaanya.
2.      Pengetahuan ilmiah merupakan keseluruhan bentuk uaya manusia untuk mengetahui sesuatu, tetapi dengan memerhatikan objek ang ditelaah, cara yang digunakan, dan kegunaan pengetahuan tersebut. Imu yang dimaksud disini adalah ilmu pengetahuan atau science.[3]

b.      Tafsir kalimat
اِذَا قيل لَكُم تفسّحوافى المجلس
“Apabila dikatakan kepadamu:Berlapang-lapanglah dalam majelis”
maksudnya adalah apabila kamu diminta berdiri selama berada di majelis Rasulullah, maka segeralah berdiri, karena Rasulullah SAW terkadang mengamati keadaan setiap individu, sehingga dapat diketahui sikap keagamaan orang tersebut. Berhubungan dengan hal demikian, maka bagi orang yang datang terdahulu di majelis tersebut tidak boleh mempersiahkan orang yang datang belakangan untuk duduk di tempat duduknya tetapi cukup memberikan kelapangan dan mempersilahkan liwat.
يرفع الله الذين امنوامنكم والذين اوتوالعلم درجتٍ
Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat”
maksudnya adalah bahwa setiap orang mukmin dianjurkan agar memberikan kelapangan kepada sesama kawannya ketika berada di majeli, ketika kawannya itu datang belakangan; atau apabila dianjurkan agar keluar meninggalkan majelis, maka segeralah tinggalkan tempat itu, dan jangan ada prasangka bahwa perintah tersebut akan menghilangkan  haknya, melainkan merupakan kesempatan yang dapat menambah kedekatan pada Tuhannya, karena Allah tidak akan menyia-nyiakan setiap perbuatan yang dilakukan hamba-Nya, melainkan akan diberikan balasan yang setimpal didunia dan akhirat.  
والله بما تعملون خبيرٌ
“Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”
maksudnya adalah bahwa Allah mengetahui setiap perbuatan yang baik dan buruk yang dilakukan hamba-Nya, dan akan membalasnya amal tersebut. Orang yang berbuat baik akan dibalas dengan kebaikan, demikian pula orang yang berbuat buruk akan dibalas dengan keburukan, atau diampuninya apabila dia bertaubat. [4]
e.       Nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam ayat
1.      Etika Dalam Majlis
Etika atau akhlak dalam majlis ini maksudnya adalah bahwasanya ketika berada dalam suatu majlis,hendaklah kita memberikan kelapangan tempat duduk bagi yang baru datang.Dalam buku pembelajaran Al-Quran Hadits dikatakan bahwasanya yang sempit itu bukanlah tempatnya melainkan hatinya.Tabiat manusia yang mementingkan diri sendiri, membuat enggan memberikan tempat kepada orang yang baru datang, jadi dalam hal ini hati sangat berperan.
2.      Manfaat beriman dan berilmu pengetahuan
      Orang yang beriman dan berilmu pengetahuan akan menunjukkan sikap yang arif dan bijaksana. Iman dan ilmu tersebut akan membuat orang mantap dan agung. Tentu saja yang dimaksud dengan / yang diberi pengetahuan.Ini berarti pada ayat tersebut membagi kaum beriman kepada dua kelompok besar, yang pertama sekedar berimnan dan beramal saleh, dan yang kedua beriman dan beramal saleh serta memiliki pengetahuan. Derajat kelompok kedua ini menjadi lebih tinggi, bukan saja karena nilai ilmu yang disandangnya, tetapi juga amal dan pengajatrannya kepada pihak lain baik secara lisan, tulisan maupun dengan keteladanan.
3.      Contoh semangat keilmuan
Adapun yang dapat dijadikan sebagai contoh dari semangat keilmuan adalah
a.       Rasulullah itu sendiri merupakan contoh teladan yang tidak mengenal lelah dalam mencari ilmu, Beliau senantiasa membaca dan menimba ilmu dari alam rasa dan yang semuanya bersumber dari Allah SWT.
b.      Apabila ada suatu majlis maka bergabunglah karena pasti disana akan didapatkan suatu pengetahuan baru yang akan emnambah wawasan dan referensi sehingga kita dapat mengaplikasikan apa yang didapatkan. Seperti contoh sahabat Nabi yang pulang dari medan perang. Beliau tetap bergabung dalam majlis ilmu yang dilaksanakan oleh Nabi. Dalam dunia kita saat ini yaitu seringlah mengikuti kegiatan yang dilaksanakan oleh pihak-pihak yang peduli dengan bidang-bidang keilmuan.
c.        Ikutilah jejak para tokoh-tokoh agamawan, ilmuan, tokoh pemikir yang selalu berupaya untuk menciptakan iklim yang baru sehingga saat ini kita dapat menikmatinya dan dimasa mendatang.
Pada ayat tersebut juga terkandung motivasi yang amat kuat agar orang giat menuntut ilmu pengetahuan, yaitu dengan memberikan kedudukan tertinggi dalam pandangan Allah SWT.
2.      Penafsiran surah Al-Zumar ayat 9
أمَّنْ هُوَ قَانِتٌ آنَاءَ اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا يَحْذَرُ الآخِرَةَ وَيَرْجُوا رَحْمَةَ رَبِّهِ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الألْبَابِ
“(Apakahkamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah, "Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui? sebenarnya hanya orang yang berakal sehat yang dapat menerima pelajaran.”
a.      Mufradat Q.S Al-Zumar: 9
انِتٌ= taat/beribadat                       يَسْتَوِى= sama
ءَانَآء= di waktu                            ٱلَّذِينَ= orang-orang yang
ٱلَّيْلِ= malam                                  يَعْلَمُون= mereka mengetahui
سَاجِدً= bersujud                             وَٱلَّذِينَ= dan orang-orang yang
وَقَآئِمًا= dan berdiri                        لَا= tidak
يَحْذَرُ= ia takut                               يَعْلَمُونَ =mereka mengetahui
ٱلأخِرَة= akhirat                              إِنَّمَا =sesungguhnya hanyalah
ويرجُوا۟= dan dia mengharapkan    يَتَذَكَّرُ= mengambil pelajaran
رَحْمَةَ = rahmat                                أُو۟لُوا۟= orang-orang yangmempunyai
رَبِّهِۦ = Tuhan nya                          ٱلْأَلْبَٰابِ = akal/pikiran
b.      Asbabul Nuzul
Diriwayatkan oleh ibnu abi hatim yang bersumber dari ibnu umar, bahwa yang dimaksud dengan   امّن هو قانت(amman huwa qanitun) dalam ayat ini ialah Ustman bin Affan yang selalu bangun malam sujud kepada Allah SWT.
Terdapat hadist dari anas ibn malik r.a berkata “Rasulullah SAW masuk menjeguk seorang pemuda yang sedang menghadapi sakaratul maut dan beliau berkata, “Bagaimanaa keadaanmu?” dia menjawab,“Demi Allah wahai Rasulullah saw, sesungguhnya aku berharap kepada allah SWT namun aku juga takut terhadap dosa-dosaku”. Kemudian Rasulullah saw bersabda.” Tidak akan berhimpun dua perkara itu dalam hati serang hamba pada kondisi seperti ini, melainkan Allah swt, pasti akan menganugerahkannya dari apa yang diharapkannya dan menenangkannya dari apa yang ditakutinya. (H.R. tirmizi, nasa’i, dan ibnu majah) [5]
c.       Munasabah Ayat
Berkorelasi dengan surat al-Imran ayat 190-191 yang berbunyi:
اِنُّ في خلقٍ السّموات والارض واختلف اليل والنهار لايتٍ لآولى الباب. الّذين يذكرون الله قياماَ وقعودًاوعلى جنوبهم ويتفكّرون فى خلق السموات والآرض ربّناماخلقت هذابطلاًسبحنك فقنا عذاب النلر.
sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal,(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi(seraya berkata):”ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka periharalah kami dari siksa neraka.”
Ayat diatas menjelaskan bahwasanya اولوا الالباب (orang yang berakal) adalah orang yang melakukan dua hal yaitu tazakkur yakni mengingat (Allah) dan tafakkur yakni memikirkan (ciptaan Allah). Sementara Imam Abi al-Fida Isma’il mengatakan bahwa yang dimaksud ulu al-abab adalah orang-orang yang akalnya sempurna dan bersih yang dengannya dapat menemukan berbagai keistimewaan dan keagungan mengenai sesuatu, tidak seperti orang yang buta dan gagu yang tidak dapat berfikir.[6] Melalui pemahaman berfikir itu seorang dapat menemukan berbagai bidang ilmu pengetahuan yang mengantarkan orang yang berakal untuk mensyukuri dan menyakini bahwa segala ciptaan Allah itu ternyata amat bermanfaat dan tidak ada yang sia-sia. Sedangkan keimanan yang dihasilkan melalui proses berpikir dan mengingat tersebut akan membawa manusia untuk menemukan dasar bagi pengembangan ilmu pengetahuan.  
d.      Penafsiran Ayat
a.       Tafsir Kata
(Apakah orang) dibaca Amman امّن, dan dapat dibaca Aman (yang beribadah) yang berdiri melakukan amal ketaatan, yakni salat (di waktu-waktu malam) di saat-saat malam hari (dengan sujud dan berdiri) dalam salat (sedangkan ia takut kepada hari akhirat) yakni takut akan azab pada hari itu (dan mengharapkan rahmat) yakni surga (Rabbnya) apakah dia sama dengan orang yang durhaka karena melakukan kekafiran atau perbuatan-perbuatan dosa lainnya. Menurut qiraat yang lain lafal Amman dibaca Am Man secara terpisah, dengan demikian berarti lafal Am bermakna Bal atau Hamzah Istifham (Katakanlah, "Adakah sama orang-orang yong mengetahui dengan orang-orang yong tidak mengetahui?") tentu saja tidak, perihalnya sama dengan perbedaan antara orang yang alim dan orang yang jahil. (Sesungguhnya orang yang dapat menerima pelajaran) artinya, man menerima nasihat (hanyalah orang-orang yang berakal) yakni orang-orang yang mempunyai pikiran.
Kata يعلمون  pada ayat diatas, ada juga ulama yang memahaminya sebagai kata yang tidak memerlukan objek. Maksudnya siapa yang memiliki pengetahuan-apapun pengetahuan-pasti tidak sama dengan yang memilikinya. Yang dimaksud ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang bermanfaat, yang menjadikan seseorang mengetahui hakikat sesuatu lalu menyesuaikan diri dan amalnya dengan pengetahuannya itu.
Kata يتذكّر  terambil dari kata ذكر yakni pelajaran/peringatan. Penambahan hurufت  pada kata yang digunakan ayat ini mengisyaratkan banyaknya pelajaran yang dapat diperoleh oleh ulul albab. Ini berati bahwa selain mereka pun dapat memperoleh pelajaran, tetapi tidak sebanyak ulul albab.[7]
Di akhir ayat Allah SWT menyatakan bahwa orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran, baik pelajaran dari pengalaman hidupnya atau dari tanda-tanda kebesaran Allah yang terdapat di langit dan di bumi serta isinya, juga terdapat pada dirinya atau suri teladan dari kisah umat yang lalu.ﺍﻨﺎﺀﺍﻠﻴﻝ  Ana’ bentuk jamak dari al-Inw atau  al-an-yu atau al-ina.Artinya pada saat diwaktu malam atau siang.Jadi kata ana al-lail artinya saat di waktu malam apakah di permulaan, pertengahan atau di akhir malam. Orang yang melakukan ibadah pada malam hari akan terjauh dari sifat ria, kegelapan malam juga bisa  membikin hati bisa  konsentrasi kepada Allah. [8]
b.      Tasir Kalimat
هَل يستوِى الّذين يعلموُن والّذين لا يعلموُن
“Apakah sama oaring-orang yang mengetahui dengan orang-orang tidak mengetahui?”
Bahwa orang-orang yang mengetahui adalah ia akan mendapatkan pahala karena ketaatan kepada Tuhannya dan akan mendapatkan siksa yang disebabkan karena kedurhakaannya, dengan orang-orang yang tidak mengetahui hal yang demikian itu? Singkatnya bahwa yang petama (orang-orang yang mengetahui) akan dapat mencap derajat kebaikan; sedangkan yang kedua(orang-orang yang tidak mengetahui) akan mendapatkan kehinaan da keburukan. [9]
إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الألْبَابِ
Sebenarnya hanya orang yang berakal sehat yang dapat menerima pelajaran.”
Bahwa sesungguhnya mengetahui perbedaan antara golongan ini dengan golongan yang sebelumnya hanya orang yang mempunyai akal, hanya Allah lah yang Maha Mengetahui. 
e.       Nilai-nilai Pendidikan yang terkandung dalam ayat
Ayat ini menerangkan perbedaan antara orang kafir dengan orang yang selalu taat menjalankan ibadah kepada Allah dan takut dengan siksa Akhirat yang selalu mengharapkan Rahmat (surga).Tidak sama antara orang yang mempunyai ilmu pengetahuan dan mengEsakan Allah, mentaati semua perintah menjauhi larangan-Nya, yaitu Abu Bakar dan sahabatnya, dengan orang-orang yang tidak mempunyai ilmu pengetahuan yaitu Abu Jahal dan sahabatnya.
Ayat di atas menunjukkan keutamaan ilmu daripada harta, karena orang yang mempunyai ilmu mengetahui kemanfaatan harta dan orang yang tidak berilmu tidak mengetahui kemanfaatan ilmu.
Dan yang sangat penting dalam ayat diatas adalah:
1.      Perbandingan orang yang beruntung (selalu taat pada Allah dan mengharapkan rahmat-Nya) dengan orang yang rugi (kafir).
2.      Tidak sama antara orang yang mempunyai ilmu pengetahuan dengan orang bodoh
3.      Dan orang kafir yang tidak beriman, mereka hanya menyia-nyiakan hidupnya untuk hal yang tidak bermanfaat, meskipun dirinya mempunyai ilmu akan tetapi ilmunya tidak digunakan dengan anjuran Allah SWT maka, mereka termasuk orang-orang yang rugi.


3.      Penafsiran Surat al-An’am Ayat 50
قُل لاَّ أَقُولُ لَكُمْ عِندِي خَزَآئِنُ اللّهِ وَلا أَعْلَمُ الْغَيْبَ وَلا أَقُولُ لَكُمْ إِنِّي مَلَكٌ إِنْ أَتَّبِعُ إِلاَّ مَا يُوحَى إِلَيَّ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الأَعْمَى وَالْبَصِيرُ أَفَلاَ تَتَفَكَّرُونَ
“Katakanlah: Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Katakanlah: "Apakah sama orang yang buta dengan yang melihat?" Maka apakah kamu tidak memikirkan(nya)?".
a.      Mufradat Q.S al-an’am: 50
الله  : perbendaharaan allah
ولا اعلم  : dan aku tidak mengetahui
الغيب  : yang gaib
ملك : malaikat
ان اتّبع : aku hanya mengikuti
الاّ ما يوحى : apa yang diwahyukan
الاعمى : orang yang buta
والبصير : dan orang yang melihat
افلا تتفكّرون : apakah kamu tidak memikirkannya.
b.      Asbabul Nuzul
Tidak ada
c.       Munasabah Ayat
Ayat diatas mempunyai kolerasi dengan surat al-isra’ ayat 100 yang berbunyi:
قل لو انتم تملكونَ خزائن رحمة ربّي اذا لآمسكتم خشيَةٌ الانفاق وكان الانسان فتوراً
“Katakanlah : jikalau kamu mengetahui perbendaharaan-perbendaharaan rahmat Tuhanmu, niscaya kamu tahan, karena takut membelanjakannya, itu adalah seorang yang kikir”.
Didalam surat al-an’am ayat 50 menjelaskan bahwasannya Rasulullah SWT  diperintahkan menyampaikan perbendaharaan itu tidak berada padanya atau dalam wewenangnya sekaligus mengecam mereka yang enggan bersyukur atas aneka nikmat Allah dan anugerah ilahi yang sangat berharga tidak diketahui isi gudang-gudang itu oleh siapapun kecuali pemiliknya. Dia diibaratkan dengan suatu yang disimpan rapi dalam berkas-berkas, tidak diketahui oleh orang lain, tidak diketahui juga bagaimana pembukaannya. Gudang atau pembendaharaan Allah tidak ada habisnya. Sedangkan dalam surat al-isra’ ayat 100 menjelaskan bahwasanya kaum musyrikin mempunyai perbendaharaan atau gudang-gudang Allah itu. Nah, seandainya kaum musyrikin memilikinya, pasti mereka tidak mengeluarkan sebagian darinya karena mereka sangat kikir. Nah, jika demikian itu, maka mengapa mereka meminta Nabi Muhammad SAW apa yang tidak dimilikinya, tidak mampu dilakukannya dan tidak juga dibutuhkan? [10]
Jadi segala sesuatu walau yang dinampakkan kepada wujud itu hanya sekadar memenuhi kebutuhan makhluknya.
d.      Penafsiran Ayat
a.       Tafsir Kata
Al-khaza’inu kata jamak dari khazinah atau khizanah, yaitu tempat menyimpan sesuatu yang dikehendaki untuk diperihara dan tidak digunakan.
Al-Ghaib yaitu sesuatu yang pengetahuannya ditutup dari manusia, karena ketidakmungkinannya mereka menjangkau sebab-sebab untuk dapat mengetahuinya. Ia terbagi kedalam dua bagian:
1.      Ghaib hakiki yaitu perkara yang ghaib dari seluruh makhluk, sampai malaikat sekalipun.
2.      Ghaib idhafi yaitu perkara yang engetahuannya tertutup dari sebagian makhluk saja, sedang sebagian lain mengetahuinya. Umpamanya, perkara yang diketahui oleh para malaikat, seperti perkara alam mereka dan sebagainya. Perkara itu tidak diketahui oleh manusia.
Al-a’ma wa al-bashir yang dimaksud disini adalah orang yang sesat dan orang yang mengikuti petunjuk.
b.      Tafsir Kalimat
 قُل لاَّ أَقُولُ لَكُمْ عِندِي خَزَآئِنُ اللّهِ
“Katakanlah: Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku”
Maksudnya adalah aku tidak mengatakan kepada kalian bahwa aku yang mempunyai perbendaharaan Allah SWT. Aku tidak bisa berbuat terhadap pa yang disimpann dan dipelihara oleh Allah di dalam pembendaharaan itu, berupa rezeki para hamba dan makhluk-makhuk. Semua ini hanyalah hak Allah semata. Dia berbuat terhadapnya sekehendaknya. Maka,dia akan memberikan para hamba dari pembedaraannya itu, susuai dengan kesiapan masing-masing diantara mereka, dan tidak keluar dari lingkaran sebab mushabab. Tidak seorangpun bisa melanggar lingkaran itu untuk keluar kepada apa yang belum diberikan kepadanya, dan belum tercapai oleh kesiapannya.
وَلا أَعْلَمُ الْغَيْبَ
“Dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib.”
Maksudnya akupun tidak mengatakan kepada kalian bahwa sesungguhnya aku mengetahui perkara yang ghaib karena sesungguhnya perkara yang ghaib itu hanya diketahui oleh Allah SWT saja dan aku tidak dapat mengetahuinya kecuali apa yang telah diperintahkan oleh Allah SWT.   
وَلا أَقُولُ لَكُمْ إِنِّي مَلَكٌ
“Dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat.
Maksudnya aku tidak mendakwahkan diriku bahwa aku adalah malaikat melainkan aku hanyalah seorang manusia biasa yang diberi wahyu oleh Allah SWT. Allah SWT, telah memuliakan diriku oleh wahyu itu dan  mengaruniakan dengannya sebagai nikmat dari-Nya.  [11]
 إِنْ أَتَّبِعُ إِلاَّ مَا يُوحَى إِلَيَّ
“Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku.
 Maksudnya adalah katakanlah kepada mereka, sesungguhnya aku tidak mengikuti dalam apa yang aku katakan dan serukan kepada kalian, kecuali apa yang telah diwahyukan dan diturunkan Allah kepadaku. Maka aku melaksanakan wahyu dan mengerjakan perintahnya. Sungguh, aku telah membawa kepada kalian hujjah-hujjah yang pasti atas kebenaran yang aku katakan susungguhnya, hal itu tidak diingkari oleh akal kalian dan tidak mustahil adanya. Lalu, apa lagi yang kalian ingkari kepadanya.
Allah mencela mereka atas kesesatannya. Dan memerintahkan kepada rasulnya supaya menjelaskan bahwa orang yang sesat tidaklah sama orang yang mengikuti petunjuknya.

هَلْ يَسْتَوِي الأَعْمَى وَالْبَصِيرُ
"Apakah sama orang yang buta dengan yang melihat?"
Maksudnya adalah katakanlah kepada orang-orang musyrik yang mndustakan kebenaran, apakah sama antara orang yang buta mata hatinya, yang sesat di jalan yng lurus, yang aku serukan kepada kalian, sehingga tidak bisa membedakan antara tauhid dan syirik dan antara sifat-sifat Allah dengan sifat-sifat manusia, dengan orang yang terbuka mata hatinya, yang mengikuti petunjuk dan berjalan secara konsisten pada jlan lurus, dengan hujjah dan keterangan, sehinnga yang demikian itu menjadi lebih jelas bagi mata hatinya yang terlihat oleh kedu mata dan terdengar oleh kedua telinganya. Jadi keduanya tidak sama, sebagaimana tidak sama antara orang yang buta kedua mata dengan orang yang buta mata hatinya. Allah mencela mereka atas kesesatannya. Dan memerintahkan kepada rasulnya supaya menjelaskan bahwa orang yang sesat tidaklah sama orang yang mengikuti petunjuknya.
أَفَلاَ تَتَفَكَّرُونَ
“Maka apakah kamu tidak memikirkan(nya)?".
Maksudnya adalah apakah kalian tidak berfikir tentang hujjah-hujjah yang aku sampaikan kepada kalian, sehingga kalian mengetahui kebenaran yang aku katakan dan serukan kepada kalian, dapat membedakan terhadap kesesatan syirik dengan petunjuk islam, dan memahami bermacam-macam petunjuk dan pengetahuan dengan uslub indah yang tidak pernah kalian ketahui sebelumnya ? [12]
e.       Nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam ayat
Yang dapat kita ambil pelajaran dalam ayat tersebut adalah:
1.      Sikap para nabi terhadap masyarakat selalu berdasarkan kejujuran. Jika mereka tidak memiliki kemampuan untuk melakukan sesuatu, maka mereka akan mengatakan yang demikian itu kepada masyarakat.
2.      Memberantas kesewenang-wenangan dan khurafat merupakan salah satu dari program-program para  nabi.
3.      Adanya para pembimbing yang lembut dan tabah, serta program pendidikan yang sesuai tidaklah cukup.
4.      Diperlukan juga adanya keseiapan untuk menerima kebenaran di pihak manusia yang menjadi sasaran dakwah.
5.      Keyakinan kepada Hari Kebangkitan dan adanya pengadilan di Hari Kiamat adalah faktor pendorong untuk menerima takwa, dan menjadikan takwa sebagai pijakan dalam setiap amal perbuatan.
4.      Penafsiran Surat Al-isra’ ayat 39
ذَلِكَ مِمَّا أَوْحَى اِلَيْكَ رَبُّكَ مِنَ الْحِكْمَةِ وَلا تَجْعَلْ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ فَتُلْقَى فِي جَهَنَّمَ مَلُومًا مَدْحُورًا
“Itulah sebagian hikmah yang diwahyukan Tuhan kepadamu (Muhammad) Dan janganlah engkau mengadakan tuhan yang lain di samping Allah, nanti engkau dilemparkan ke dalam neraka dalam keadaan tercela dan dijauhkan (dari rahmat Allah)”.
a.      Mufradat Q.S al-isra’:39
أوحىممّا:sebagian yang diwahyukan
منالحكمة : yang berupa hikmah
ولاتجعل : dan janganlah engkau mengadakan
فتلقى: nanti engkau dilemparkan
فيجهنّم : kedalam neraka
ملوماً : keadaan tercela
مدحورًا : dan dijauhkan rahmat allah.
b.      Asbabul Nuzul
Pendapat para jumhur tersebut didasarkan pada dalil:
·         Riwayat Abdullah bin Mas’ud bahwa, “ seorang laki-laki mendapat ciuman dari seorang perempuan, lalu ia mendatangi nabi saw, dan menceritakan persoalannya. Maka Allah menurunkan (fa anzalallah-shihgah sharih) ayat, وأقم الصلاة طرفى النهار وزلفا من الليل إن الحسنات يذهبن السيأت) maka laki-laki itu berkata, “Wahai Rasulullah apakah itu untuk ku? Rasulullah berkata, “untuk seluruh ummatku”.
·         Allah tidak menetapkan hukumNya berdasarkan sebab nuzul ayat yang khusus, tapi bersifat umum.
c.       Munasabah Ayat
Korelasinya terdapat dalam ayat sebelumnya yaitu ayat 36-39 diantaranya :
Dalam ayat 36 -37 yang artinya :Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya. Dan janganlah engkau berjalan di bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya engkau tidak akan dapat menembus bumi dan tidak akan mampu menjulang setinggi gunung.
Dijelaskan bahwa haknya berbeda-beda tergantung keadaan, kedekatan, kebutuhan dan waktu. Dari keumuman maknanya dapat disimpulkan, larangan berbuat curang atau menipu (ghisy) baik pada uang yang dibayarnya, barangnya maupun pada ‘akadnya, dan perintah memiliki sifat nus-h (tulus) serta jujur dalam bermuamalah dengan melakukan hal tersebut, maka seorang hamba akan selamat dari pertanggungjawaban dan akan mendapatkan keberkahan dalam hartanya.Bahkan, perhatikan dahulu keadaannya dan pikirkan dahulu akibatnya jika engkau hendak mengucapkan atau melakukan sesuatu. Oleh karena itu, sepatutnya seorang hamba yang mengetahui bahwa ucapan dan perbuatannya akan diminta pertanggungjawaban menyiapkan jawaban untuknya. Hal itu tentunya dengan menggunakan anggota badannya untuk beribadah kepada Allah, mengikhlaskan ibadah kepada-Nya dan menjaga dirinya dari melakukan perbuatan yang dibenci Allah SWT. Dengan menolak kebenaran dan merendahkan manusia.Bahkan karenanya engkau menjadi seorang yang hina di sisi Allah dan di hadapan manusia dalam keadaan dimurkai dan dibenci.Jika engkau tidak anggup menembus bumi sampai bagian paling bawah dan menjulang setinggi gunung, maka mengapa engkau bersikap sombong? [13]
Dalam ayat 38-39 yang artinya: Semua itu kejahatannya sangat dibenci di sisi Tuhanmu.Itulah sebagian hikmah yang diwahyukan Tuhan kepadamu (Muhammad). Dan janganlah engkau mengadakan tuhan yang lain di samping Allah, nanti engkau dilemparkan ke dalam neraka dalam keadaan tercela dan dijauhkan (dari rahmat Allah).
Maksudnya, semua larangan yang tersebut pada ayat-ayat 22, 23, 26, 29, 31, 32, 33, 34, 36, dan 37 surat ini.
Dalam ayat 39 dijelaskan bahwa hal yang diatas karena hikmah adalah perintah melakukan perbuatan yang baik dan berakhlak mulia, serta larangan melakukan perbuatan yang buruk dan berakhlak hina. Perintah dan larangan yang disebutkan termasuk hikmah, di mana orang yang diberikannya sama saja telah diberikan kebaikan yang banyak. Kemudian di akhir ayat, Allah SWT menutup lagi dengan larangan beribadah kepada selain Allah karena begitu besarnya perkara ini yakni memperoleh celaan dari Allah, malaikat, dan manusia.
d.      Penafsiran Ayat
a.       Tafsir Kalimat
ذَلِكَ مِمَّا أَوْحَى اِلَيْكَ رَبُّكَ مِنَ الْحِكْمَة
“Itulah sebagai hikmah yang diwahyukan Tuhan kepadamu”
Maksud potongan ayat tersebut adalah yakni yang disampaikan melalui malaikt jibril as. Oleh Allah SWT, tuhan pemelihara dan pembimbingmu kepadamu wahai Nabi Muhammad SWT. Apa yang diwahyukannya adalah tuntutan yang berupa hikmah.
وَلا تَجْعَلْ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ فَتُلْقَى فِي جَهَنَّمَ مَلُومًا مَدْحُورً
“Janganlah engkau mengadakan tuhan yang lain di samping Allah, nanti engkau dilemparkan ke dalam neraka dalam keadaan tercela dan dijauhkan (dari rahmat Allah)”.
Maksudnya adalah Bahwa jika melaksanakan semua tuntutan itu dan janganlah engkau mengadakan tuhan yang lain disamping Allah yaitu tuhan seru sekalian Alam, yang menyebabkan engkau dilemparkan engkau kedalam neraka dalam keadaan tercela oleh dirimu sendiri dan orang lain lagi dijauhkan dari rahmat Allah jadi terlihat bahwa pangkalan semua aktivitas musli dan pelabuhan tempat kehidupannya bersauh adalah keyakinan akan keesaan Allah. Itulah yang harus dipelihara dan diamalkan.  [14] 
e.       Nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam ayat
Adapun beberapa isi atau kandungan yang dapat kita ambil dari Q.S Al-Isra Ayat 39 ini ialah:
1.      Allah SWT telah mengajarkan kepada nabi Muhammad SAW sebagian hikmah / tata krama (dalam pergaulan). Maka sepatutnyalah kita menerapkannya dalam hidup dan kehidupan kita, sesuai dengan ajaran Allah SWT.
2.      Manusia dilarang menjadikan sesuatu apapun menjadi tuhannya, melainkan hanya Allah lah Tuhan yang patut mereka sembah.
3.      Merugilah bagi mereka yang menyekutukan Allah, karena kelak Allah akan mencampakkan mereka ke dalam neraka Jahannam (dalam keadaan) tercela serta tak dirahmati.








BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari ayat diatas, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.      Surat al-Mujadalah:11
Dalam pembelajaran harus memperhatikan etika dalam majelis karena hal itu sebagai ketenangan, kedamaian dan ketentraman dalam majelis. Begitupun dalam menuntut ilmu pengetahuan dikatakan  apabila kalian berilmu maka Allah SWT akan mengangkat derajat seseorang itu didunia dan akhirat.
2.      Surat al-Zumar:9
Antara orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui ialah tidak sama karna hanya orang yang mengetahuilah yang bisa berfikir atau dengan akallah mereka bisa mengetahui pengetahuan tersebut. 
3.      Surat al-An’am:50
Perbedaan antara orang yang buta dengan orang yang melihat yaitu orang yang sesat dengan orang yang dapat petunujk dari Allah.
4.      Surat al-Isra’:39
Itulah Hikmah ialah melakukan yang diperintahkan oleh Allah SWT dan menjauhi larangannya. Dan  tidak ada sesembahan selain Allah SWT dan apabila ia menyembah selain Allah SWT maka ia akan dimasukkan dalam api neraka jahannam dan dicela oleh Allah dan sesama manusia.

B.     Saran
Jadilah manusia yang berilmu karena Allah SWT akan mengangkat derajat seorang yang berilmu didunia dan akhirat kelak. Mungkin hanya itu yang kami persembahkan.Kami menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan maka, kami mohon kritik dan saran demi kesempurnaan makalah kami.






DAFTAR PUSTAKA

Nata.Abuddin. Tafsir Ayat-ayat Pendidikan. Jakarta: Rajagrafindo Persada. 2012
Shihab. Muhammad Quraish. Tafsir Al-Misbah Volume VII . Jakarta: Lentera Hati. 2002
As-Suyuti. Jalaluddin. Asbabul Nuzul. Beirut : Muassasu Al-Kutub Al-Tsaqafiqah. 2002
Al-Maraghiy. Ahmad Mushthafa. Tafsir Al-Maraghiy, jilid VII. Berut: Dar al-Fikr. 1971



[1]Muhammad Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah (Jakarta: Lentera Hati,2003), halm. 78
[2]Ibid., halm. 79-80
[3] Abuddin Nata, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan , (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2012), halm. 156
[4]Ibid., halm. 154
[5]Jalaluddin As-Suyuti, Asbabul Nuzul, (Beirut : Muassasu Al-Kutub Al-Tsaqafiqah,2002), halm.320
[6] Abuddin Nata, ibid., halm. 132
[7]Ibid., halm. 196
[8]Ibid., halm. 197
[9] Ahmad Mushthafa Al-Maraghiy, Tafsir Al-Maraghiy, jilid VII, (Berut: Dar al-Fikr,), halm. 151
[10] Muhammad Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Volume VII (Jakarta: Lentera Hati, 2002), halm.553-555
[11] Ibid., halm. 552
[12] Ahmad Musthafa al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi jilid VII, (Semarang: CV. Thohaputra  Semarang, 1971), halm. 218-224
[13] Muhammad Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Volume VII, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), halm. 464
[14] Muhammad Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Volume VII, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), halm. 466